You are on page 1of 25

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI KEJANG DEMAM

Di Susun Oleh :

1. Ika Wahyu J ( B 1701054 )

2. Jefri Alvian D ( B1701055 )

3. Kristya Suryani ( B1701057 )

4. Muh. Yudha S ( B1701062 )

5. Septi Nur Setiya ( B1701067 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN ALIH JALUR


STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN
2017-2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai
pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5%
anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai umur 5 tahun. Penelitian
di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden) yang lebih tinggi, yaitu Maeda
dkk, 1993 mendapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9% dan Tsuboi
mendapatkan angka sekitar 7%.
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika Selatan dan
Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam
komplek.Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang
demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam
komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali
kejang demam dalam 24 jam) (Arif Manajer, 2000).
Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial seperti ISPA, radang
telinga, campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 1 0C pun
bisa mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang mengakibatkan peningkatan
kebutuhan oksigen jaringan sebesar 10 – 15 % dan otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan
tersebut tidak terpenuhi maka anak akan kejang. Umumnya kejang tidak akan menimbulkan
dampak sisa jika kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus tetap
mendapat penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya lebih lama frekuensinya
dari kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak akan menimbulkan berbagai masalah
seperti resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke
belakang yang mengakibatkan obstruksi pada jalan nafas.
Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama
(berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum maaupun fokal,
kelumpuhannya sesuai dengan kejang vokal yang terjadi. Mula-mula kelumpuhannya
bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu spasitisitas. Milichap (1998) melaporkan dari 1990
anak menderita kejang demam, hanya 0,2 % saja yang mengalami hemiparese sesudah
kejang lama.
Dengan melihat latar belakang tersebut, masalah atau kasus ini dapat diturubkan
melalui upaya pencegahan dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin
pada anak. Dan perlu diingat bahwa maslah penanggulangan kejang demam ini bukan hanya
masalah di rumah sakit tetapi mencskup permasalahan yang menyeluruh dimulai dari
individu anak tersebut, keluarga, kelompok maupun masyarakat.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit kejang demam pada anak.
2. Tujuan khusus:
Untuk mengetahui;
a) Definisi penyakit kejang demam pada anak.
b) Etiologi penyakit kejang demam pada anak
c) Manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .
d) Patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.
e) Komplikasi penyakit kejang demam pada anak.
f) Pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .
g) Penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.
h) Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang demam.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rectal diatas 38oc) yang disebabkan oleh suatu proses ekstracranial (mansjoer, 2000)
Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai
pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan
hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price,
Latraine M. Wikson, 1995).
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat
sementara (Hudak and Gallo,1996).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 380 C yang sering di jumpai pada usia anak
dibawah lima tahun.
B. Etiologi
Penyebab kejang demam yang sering ditemukan adalah :
1. Faktor predisposisi :
a) Keturunan, orang tua yang memiliki riwayat kejang sebelumnya dapat diturunkan
pada anakmya.
b) Umur, (lebih sering pada umur < 5 tahun), karena sel otak pada anak belum matang
sehingga mudah mengalami perubahan konsentrasi ketika mendapat rangsangan tiba-
tiba.
2. Faktor presipitasi
a) Adanaya proses infeksi ekstrakranium oleh bakteri atau virus misalnya infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media akut, tonsilitis, gastroenteritis, infeksitraktus urinarius
dan faringitis.
b) Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan elektrolit sehingga
mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi
neuron misalnya hiponatremia, hipernatremia, hipoglikemia, hipokalsemia, dan
hipomagnesemia.
c) Kejang demam yang disebabkan oleh kejadian perinatal (trauma kepala, infeksi
premature, hipoksia) yang dapat menyebabkan kerusakan otak.
C. Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan
saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, ISPA, UTI, serangan kejang biasanya
terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,berlangsung singkat dengan sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik-klonik.
D. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien kejang demam antara lain :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Elektrolit
Tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas kejang
b) Glukosa
Hipoglikemia ( normal 80 - 120)
c) Ureum / kreatinin
Meningkat (ureum normal 10 – 50 mg/dL dan kreatinin normal =< 1,4 mg/dL)
d) Sel Darah Merah (Hb)
Menurun ( normal 14-18 g/dl, 12-16 g/dl )
e) Lumbal punksi
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan
lintas likuor. Tes ini dapat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena
infeksi pada otak. Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologis dan
pemeriksaan lumbal pungsi
Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :
 Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning
santokrom.
 Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-
60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml).
 Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L,
bayi 3.6-5.8mEq/L)
f) EEG (electroencephalography)
EEG merupakan cara untuk merekam aktivitas listrik otak melalui tengkorang yang
utuh untuk menentukan adanya kelainan pada SSP, EEG dilakukan sedikitnya 1
minggu setelah suhu normal. Tidak menunjukkan kelainan pada kejang demam
sederhana, gelombang EEG yang lambat di daerah belakang dan unilateral
menunjukkan kejang demam kompleks
g) CT Scan
Tidak dianjurkan pada kejang demam yang beru terjadi pada pertama kalinya
h) Pemeriksaan Radiologis
Foto tengkorak diperhatikan simetris tulang tengkorak, destruksi tulang peningkatan
tekanan intrakranial.
Pneumonsefalografi dan ventrikulografi dilakukan atas indikasi tertentu yaitu untuk
melihat gambaran sistem ventrikal, rongga subaraknoid serta gambaran otak sehingga
dapat diketahui adanya atrofi otak, tumor serebri, hidrosefalus araknoiditis.
Arteriografi untuk melihat keadaan pembuluh darah di otak, apakah ada
penyumbatan atau peregangan.
E. Komplikasi
1. Epilepsi
Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis yang berlangsung lama
dan dapat menjadi matang
2. Retardasi mental
Terjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan
perkembangan atau kelainan neurologis
3. Hemiparese
Biasanya terjadi padaa pasien yang mengalemi kejang lama (berlangsung lebih dari 30
menit)
4. Gagal pernapasan
Akibat dari ektivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan menjadi spasme
5. Kematian
F. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan
ke otak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi,
dan dipecah menjadi karbon dioksida dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri
dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dengan mudah dapat dilalui oleh ion Kalium (K+). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA + rendah. Sedangkan di luar sel
neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion
didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial membran
dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion
diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena
penyakit/keturunan.
Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan
orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dalam singkat terjadi difusi di ion K + maupun ion NA+ melalui
membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa tetapi kejang yang
berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan
energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan
terjadinya asidosis.
G. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :
1. Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi
terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan
fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian
antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan
kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum
diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi
jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan
diazepam intrarektal 5 mg (BB≤10 kg) atau 10 mg(BB≥10kg) bila kejang tidak berhenti
dapat diulang selang 15 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin
dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit.
Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena
fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan
langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk neonatus 30 mg, bayi 1 bulan -1
tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian
diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara
suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi
200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi
pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-
8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
2. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun kejang epilepsi
yang diprovokasi oleh demam biasanya ISPA dan otitis media akut. Pemberian
antibiotika yang tepat dan adekuat utnuk mengobati infeksi tersebut. Biasanya dilakukan
pemeriksaan fungsi lumbal untuk mengetahui faktor resiko infeksi di dalam otak,
misalnya: meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang demam lama,
pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, seperti: pemeriksaan darah lengkap.
3. Pengobatan rumat
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian:
a) Pengobatan profilaksis intermiten: untuk mencegah terulangnya kejadian demam
dikemudian hari, orang tua atau pengasuh harus cepat mengetahui bila anak
menderita demam. Disamping pemberian antipiretik, obat yang tepat untuk
mencegah kejang waktu demam adalah diazepam intrarektal. Diberiakan tiap 12 jam
pada penderita demam dengan suhu 38,5oC atau lebih. Dosis Diazepam diberikan 5
mg untuk anak kurang dari 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak lebih dari 3 tahun atau
dapat diberikan Diazepam oral 0,5 mg/kgBB pada waktu penderita demam
(berdasarkan resep dokter).
b) Pengobatan profilaksis jangka panjang yaitu dengan pemberian antikonvulsan tiap
hari. Hal ini diberikan pada penderita yang menunjukkan hal berikut;
c) Sebelum kejang demam penderita sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangannya.
d) Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara
atau menetap.
e) Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
f) Kejang demam pada bayi atau kejang multipel pada satu episode demam.
H. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Adanya riwayat keluarga dengan kejang demam, kejang terjadi pada usia 2-5 tahun,
adanya riwayat infeksi, lemah, badan/kulit teraba panas, kejang kurang dari 5 menit,
kehilangan kesadaran, sianosis
b. Pola nutrisi dan metabolik
Mual dan muntah berhubungan dengan aktivitas kejang, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, membrane mukosa kering, konjungtiva tampak anemis, dan suhu
tubuh meningkat
c. Pola eliminasi
Frekuensi meningkat konsistensi cair, diare
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan umum, kehilangan kesadaran singkat, gerakan infolunter/kontraksi otot,
kaku, penurunan tonus otot
e. Pola persepsi dan konsep diri
Perasaan cemas, ketakutan dengan kondisi anak dikemudian hari
f. Pola sistem nilai dan kepercayaan
Nilai keyakinan mungkian meningkat seiring kebutuhan untuk mendapat sumber
kesembuhan dari Tuhan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul:
1) Hipertermi b/d adanya proses infeksi
2) Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang)
3) Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscular
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang
5) Resiko tinggi perubahan volume cairan kurang dari kebutuhanan tubuh b/d
pengeluaran yang berlebihan
6) Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2
3. Perencanaan Keperawatan
a. Hipertermi b/d adanya proses infeksi
suhu normal 36oC – 37oC pada klien dalam jangka waktu 2 hari
Intervensi:
1) Kaji penyebab hipertermi
Hipertermi merupakan salah satu gejala/kompensasi tubuh terhadap adanya
infeksi baik secra lokal maupun secara sistematik
2) Observasi TTV
pada klien hipertermi terjadi kenaikan TTV terutama suhu, nadi, pernapasan. Hal
ni disebabkan karana metabolisma tubuh meningkat.
3) Beri kompres hangat pada bagian dahi atau ketiak
Daerah dahi dan aksila merupakan jaringan tipis dan terdapat pembulu darah
sehingga proses vasodilatasi pembuluh darah lebih cepat sehinggga pergerakan-
pergerakan molekul cepat sehinga evaporasi meningkat dengan cepat
4) Beri minum sedikit-sedikit tapi sering
R/ untuk mengganti cairan yang hilang dan untuk mempertahankan cairan di
dalam tubuh
5) Pakaikan pakaian yang tipis yang dapat menyerap keringat
R/ pakaian yang tipis dapat membantu mempercepat proses evaporasi
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik
b. Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang)
Lidah tidak tergigit dan jatuh ke belakang
Intevensi
1) Jelaskan pada keluarga akibat-akibat yang terjadi sat kejang berulang (lidah
tergigit)
R/ panjelasan yang baik dan tepat sangat penting untuk meningkatkan
pengetahuan dalam mengatasi kejang (lidah tergigit)
2) Sediakan spatel lidah yang telah dibungkur gaas verban
R/ sptel llidah digunakan untuk menahan lidah jjika tergigit
3) Beri posisi miring kiri/kanan
R/ mencegah aspirasi pada lambung
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti konvulsan
R/ obat anti konvulsan sebagai pengatur gerakan motorik dalam hal ini anti
konvulsan menghentikan gerakan motorik yang berlebihan
c. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscular
Mempertahankan pola napas efektif
Intervensi:
1) Anjurkan pasien mengosongkan mulut dari benda atau zat tertentu
R/ menurunkan resiko aspirasi atau masuknya suatu benda asing ke faring.
2) Letakkan pasien pada posisi miring dan permukaan datar
R/ mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan napas
3) Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan
R/ mencegah tejatuhnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan pengisapan
lendir
4) Kolabori dalm pemberian oksigen sesuai indikasi.
R/ menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun
d. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2
Gangguan perfusi jaringan otak tidak terjadi
Intervensi:
1) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan terentu atau yang
menyebabkan penurunan perfusi jaringan otak
R/ penurunan tanda atau gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya
setelah serangan awal menunjukkan bahwapasien itu perlu dipindahkan ke
keperawatan intensif
2) Observasi TTV
R/ periksa TTV sangat penting untuk mnegetahui tindakan selanjutnya
3) Pertahankan leher atau kepala pada posisi tengah kemudian sokong dengan
handuk kecil atau bantal kecil
R/ kepala yang miring pada satu sisi akan menekan vena jungularis dan
menghambat aliran darah vena yang selanjutnya meningkatkan TIK
4) Berikan waktu istirahat diantara aktifitas keperawatan yang dilakukan
R/ aktifitas yang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan TIK dengan
menimbulkan efek stimulasi kumulatif
5) Catat adanya refleks-refleks menelan, batuk, babinski dan reaksi pupil
R/ penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tigkat otak tengah atau
batang otak yang sangat berpengaruh langsungj terhadap keamanan pasien.
6) Anjurkan orang terdekat (keluarga) untuk berbicara dengan pasien.
R/ ungkapan keluarga yang menyenangkan pasien tampak mempunyai efek
relaksasi pada beberapa pasien.
e. Kecemasan orang tua berhubungan dengan dampak hospitalisasi
Hasil yang diharapkan : orang tua tidak merasa cemas
Intervensi :
1) Kaji persepsi orang tua terhadap penyakit klien
R/ persepsi yang positif dalm membina kerja sama yang baik dalam proses
keperawatan.
2) Beri sopport pada keluargaa bahwa klien akan sembuh kalau rutin dalam
perawatan dan pengobatan
R/ menaati anjuran atau larangan serta ketekunan mengkonsummsi obat dapat
mempercepat proses penyembuhan.
3) Berikan kesempatan mengungkapakan perasaannya (apa yang dirasakan orang tua
saat itu)
R/ mengurangi beban psikologis dengan menyalurkan aspek emosional secara
efektif dan cepat.
4) Beri informasi tentang cara mengatasi kejang seperti ana dibaringkan di tempat
yang datar, kepalanya dimiringkan dan pasang gagang sendok yang telah
dibungkus kain bersih.
R/ dapat meningkatkan pengetahuan orang tua sehingga dapat mengurangi
kecemasan.
5) Anjurkan kepada keluarga untuk selalu berdoa dan mendekatkan diri kepada
Tuhan.
R/ dengan mendekatkan diri pada Tuhan dapat mengurangi ansietas orang tua
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan
kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan
kesehatan klien.
5. Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk
menilai apakah tujuan dalam keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan pengkajian
ulang untuk menilai apakah tujuan tercapai sebagian, seluruhnya atau tidak tercapai dapat
dibuktikan dari perilaku pasien dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Dalam hal ini juga sebagai langka koreksi terhadap rencana keperawatan semula.
Untuk mencapai rencana keperawatan berikutnya yang lebih relevan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejang demam adalah suatu keadaan dimana bangkitan kejang yang terjadi karena
peningkatan suhu tubuh (suhu rectal > 380 C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah
lima tahun.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang sering dijumpai pada saat
seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam
biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian
kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas
akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan
segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun
jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.
Oleh karena itu, sangat penting bagi para orang tua untuk melakukan pemeriksaan
sedini mungkin pada anaknya agar hal-hal yang tidak di inginkan dapat diketahui secara dini
sehingga kejang demam dapat dicegah sedini mungkin
B. Saran
Untuk meningkatkan kulaitas pelayanan keperawatan maka penulis memberikan saran-saran
sebagai berikut;
1. Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi klien
serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam berkomunikasi dengan klien.
2. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesionl dalam menetapkan diagnosa
keperawtan
3. Diharapkan kerja sama yang baik dari berbagai pihak dari tim kesehatan lainnya
khususnya dari pihak keluarga agar selalu mengunjungi klien dalam menunjang
keberhasilan perawatan dan pengobatan.
ASKEP KASUS

SOAL

Seorang An “D” datang ke RSUD Wonosari dengan keluhan demam tinggi dan disertai kejang
sebanyak 6 kali, diikuti suhu tubuh yang tinggi kurang lebih 1,5 jam. Selama kejang

0
suhu tubuhnya 38,2 C. wajah klien tampak merah . Setelah kejang klien minta BAB, BAB cair
berampas, feses terlihat cair,warna kuning, membran mukosa kering, pasien tampak lemah.
selama kurang lebih 1minggu pasien mengeluh batuk, pilek.
0
Hasil TTV didapatkan N: 112 kali/menit, RR : 38x/menit , Suhu : 38’2 C , BB : 12 kg

A. Pengkajian.
1. Identitas klien : An. D
Tanggal lahir : 13 april 2016
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Wonosari
Agama : Islam
Tanggal masuk : 02-05-2018
Diagnosa medis : kejang demam
2. Riwayat Kesehatan.
a. Keluhan Utama.
Klien selama kurang lebih 1minggu batuk, pilek, kejang 6 kali selama
0
10 menit setelah kejang klien suhu tubuhnya panas sampai 38,2 C.

b. Riwayat Penyakit Sekarang.


Klien datang dengan keluhan demam tinggi dan disertai kejang sebanyak 6 kali,
diikuti suhu tubuh yang tinggi kurang lebih 1,5 jam, setelah kejang klien minta BAB,
BAB cair berampas, dibawa ke UGD RSUD Wonosari dalam keadaan lemah.
c. Riwayat Penyakit Dahulu.
Menurut keterangan keluarga klien belum pernah menderita penyakit
kejang seperti ini, biasanya cuma demam dan sembuh setelah minum
obat turun panas dari Puskesmas atau dokter praktek terdekat.
d. Riwayat Penyakit Keluarga.
Keluarga klien tidak ada riwayat kejang, hipertermi dan stroke
e. Riwayat Alergi.
Anak tidak punya riwayat alergi.
3. Pola Kesehatan Fungsional.
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
Menurut ibu klien kesehatan adalah sangat penting karena merupakan
anugerah dari Tuhan yang perlu dijaga dan disyukuri, bila klien sakit
ibu klien selalu memeriksakan ke tempat kesehatan terdekat.
b. Pola nutrisi dan metabolik.
Ibu klien mengatakan sebelum dirawat di Rumah Sakit anaknya batuk
pilek makan 3 kali sehari, Minum 4-5 gelas air putih dan susu, klien juga makan
sayuran dan buahan.
c. Pola eliminasi.
Ibu klien mengatakan sebelum sakit BAB 1 kali sehari warna kuning,
Konsistensi lembek, BAK kurang lebih 4 – 6 kali sehari warna kuning
jernih. Ibu klien mengatakan BAB 3-4 kali sehari konsistensi cair
bercampur ampas, tidak ada darah, BAK klurang lebih 4 – 5 kali sehari
dengan warna kuning tidak ada lendir maupun darah.
d. Pola istirahat dan tidur.
Sebelum dirawat di Rumah Sakit ibu klien mengatakan biasa tidur jam
20.00 dan bangun jam 07.00, selain itu juga biasa tidur siang kurang
lebih 2 – 4 jam. Selama dirawat di Rumah Sakit ibu klien mengatakan
frekuensi tidur pasien tidak mengalami perubahan.
e. Pola persepsi sensasi dan kognitif.
Klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan, pendengaran
4. Pemeriksaan Fisik.
Dilakukan pada tanggal: 02-05-2018
Keluhan : Demam, kejang
Kesadaran : Composmetis
Tanda-Tanda Vital
N : 112 kali/menit
RR : 38 x/menit
0
Suhu : 38 C

BB : 12 kg
TB : 60 cm.
Kepala : Mesochepal.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
rambut tampak kotor,
Hidung : Tidak ada polip, tidak ada napas cuping hidung.
Telinga: Telinga tidak kotor, tidak ada serumen
pendengaran baik.
Mulut : Bibir kering, lidah bersih,tidak ada peradangan tonsil
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada
nyeri tekan.
Dada : Simetris, sterin fremitus kanan : kiri, konfigurasi
normal, bunyi tidak ada gallop.
Abdomen : Datar, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada pembesaran hepar.
Eks Atas : Terpasang infus RL 10 tetes/menit kekuatan otot
atas 4/4 bawah 4/4 dari (0 – 5).
Kulit : Sawo matang, kulit bersih, kuku pendek,
Genetalia : Tidak terpasang DC, tidak ada luka.
5. Data Penunjang.
Tanggal 02-05-2018
Haemoglobin :9.0 g/dl
Lekosi t :32000 ul
Trombosit :357000 ul
Hematokrit :24%
Therapy
Injeksi : - novalgin 3x90 mg
- fetriaxon 2x22 mg
- stesolid 5 mg bila kejang
Infus : RL 10 tetes / menit.
Oral : lacto B
Diit : Lunak, bubur nasi, lauk, sayur, buah.

B. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS: Proses infeksi Hipertermi
 ibu klien mengatakan anaknya batuk, pilek,
suhu tubuh panas.
DO:
 wajah klien tampak merah
 suhu tubuh klien 38,20C, nadi 88x/menit,
 RR:38x/menit

2 DS: Kejang Resiko tinggi


 Ibu klien mengatakan sebelum masuk rumah Kerusakan sel otak
sakit klien mengalami kejang 6 kali disertai
demam tinggi
DO:
 anak tampak lemas
 terpasang infus RL 20 tetes / menit
 wajah tampak tegang
3DS: Sering buang air Resiko kurangnya
DS : besar volme cairan dan
 ibu klien mengatakan anaknya kurang lebih elektrolit
satu jam setelah kejang anaknya mencret
DO :
 feses terlihat cair,warna kuning, berampas,
membran mukosa kering

C. DIAGNOSA KEPEREWATAN
NO DATA TANGGAL TANGGAL PARAF
DITEMUKAN TERATASI
1 Hipertermi berhubungan dengan proses 2/05/2018 5/05/2018
infeksi atau inflamasi.
Ditandai dengan:
DS:
 Ibu klien mengatakan anaknya
batuk, pilek, suhu tubuh panas.
DO:
 wajah klien tampak merah
 suhu tubuh klien 38,20C,
Nadi 112x/menit, RR:38x/menit

2 Resiko terjadi kerusakan sel otak berhub 2/05/2018 4/05/2018


ungan dengan kejang.
Ditandai dengan:
DS:
 Ibu klien mengatakan sebelum masuk
rumah sakit klien mengalami kejang 6
kali disertai demam tinggi
DO:
 Anak tampak lemas
 Terpasang infus RL 20 tetes / menit
 Wajah tampak tegang
3 Resiko kurangnya volume cairan dan 2/05/2018 3/05/2018
elektrolit berhubungan dengan sering
buang air besar dan muntah
Ditandai dengan:
DS :
 Ibu klien mengatakan anaknya
kurang lebih satu jam setelah kejang
anaknya mencret
DO :
 Feses terlihat cair, warna kuning,
berampas
 Membran mukosa kering
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO. Tujuan intervensi Implementasi
Diagnosa
1 Setelah dilakukan  Kaji tanda dan gejala adany  Mengkaji tanda dan gejala ad
tindakan keperawatan a peningkatan suhu tubuh anya peningkatan suhu tubuh
selama dan penyebabnya. dan penyebabnya.
3 x 24 jam tidak  Monitor TTV, suhu  Memonitor TTV, suhu
terjadi hipertermi. tiap 6 jam sekali tiap 6 jam sekali
Dengan kriteria hasil:  Anjurkan klien banyak min  Menganjurkan klien banyak m
 Suhu tubuh norma um 2 –2,5 liter/24 jam inum 2 –2,5 liter/24 jam
0  Monitor intake dan  Memonitor intake dan
l (36-37 C)
Output Output
 klien
 Anjurkan untuk  Menganjurkan untuk
tidak demam
memakai pakaian tipis memakai pakaian tipis
 klien tampak
dan menyerap keringat dan menyerap keringat
nyaman.
 Menyarankan tindakan  Menyarankan tindakan
 Kulit tak tampak
keperawatan kompres air keperawatan kompres air
kemerahan hangat hangat

2 Setelah dilakukan  Atur kepala dan beri  Mengatur kepala dan beri
tindakan keperawatan s bantal yang empuk bantal yang empuk
elama 3 x 24  Beri posisi yang nyaman  Memberi posisi yang nyaman
jam tidak terjadi
 Longgarkan pakaian daerah  Melonggarkan pakaian daerah
terjadi kerusakan selo
leher atau leher atau dada dan abdomen.
tak dan tidak
dada dan abdomen.  Melakukan tanda-tanda
terjadi komplikasi.
 Lakukan tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran
Dengan kriteria hasil:
vital dan tingkat kesadaran  Berkolaborasi pemberian tam
 Tidak ada tanda
 Kolaborasi pemberian tamb bahan O2
tanda kejang
ahan O2  Berkolaborasi pemberian
 peredaran darah
 Kolaborasi pemberian obat sesuai indikas
lancar obat sesuai indikas
 suplai oksigen 3.
lancar
 komplikasi otak
tidak terjadi
 kerusakan sel otak
tidak terjadi

3 Setelah dilakukan  Kaji frekuensi defekasi, kar  Mengkaji frekuensi defekasi,


keperawatan 3x24 jam akteristik jumlahdan factor karakteristik jumlahdan factor
diharapkan pencetus. pencetus.
Keseimbangan  Kaji TTV.  Mengkaji TTV.
cairan dapat
 Kaji status hidrasi, mata, tur  Mengkaji status hidrasi, mata,
dipertahankan dalam
gor kulit dan turgor kulit dan
batas normal, tidak
membran mukosa. membran mukosa.
terjadi mencret dalam
 Kolaborasi dengan  Berkolaborasi dengan
konsistensi normal.
pemberian cairan pemberian cairan parenteral.
Dengan kriteria hasil:
parenteral.  Memberian obat anti diare
 Membran mukosa
 Pemberian obat anti diare /lacto B
lembab
/lacto B
 Turgor elastis
 Berat badan tidak
menunjukkan
penurunan
E. EVALUASI
Tanggal/jam No dx Evaluasi Paraf
03/05/2018 1 S: Ibu klien mengatakan anak masih panas.
0
O: Suhu 37 C, klien sudah tampak tenang.

A: masalah belum teratasi.


P: Lanjutkan intervensi.

2 S: Ibu klien mengatakan anaknya tidak


Mengalami kejang lagi.
O:Tidak ada tanda-tanda kejang suplai
Oksigen mencukupi, peredaran darah
lancar.
A: Masalah teratasi sebagian.
P: intervensi dilanjutkan
3 S: Ibu klien mengatakan anaknya sudah tidak
BAB terus dan sudah tidak muntah.
O: BAB 2x sehari dengan konsistensi lembek
Tidak berampas, turgor kulit elastis,
Membran mukosa lembab, minum banyak.
A: Masalah teratasi.
P: intervensi dihentikan
04/05/2018 1 S: Ibu klien mengatakan anak masih panas.
0
O: Suhu 36,8 C, klien sudah tampak tenang.

A: masalah belum teratasi.


P: Lanjutkan intervensi.
2 S: Ibu klien mengatakan anaknya tidak
Mengalami kejang lagi.
O: Tidak ada tanda-tanda kejang suplai
Oksigen mencukupi, peredaran darah
lancar.
A: Masalah teratasi.
P: intervensi dihentikan.
05/05/2018 1 S: Ibu klien mengatakan anak tidak panas lagi
0
O: Suhu 36 C, klien sudah tampak tenang.
A: masalah teratasi.
P: intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta: Salemba medika.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Ilmu Kesehatan
Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika
Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG

You might also like