Professional Documents
Culture Documents
Referat PB Hanif
Referat PB Hanif
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Epidermis
Epidermis terdiri dari banyak lapisan sel epitel. Rata-rata epidermis mengganti
dirinya sendiri setiap dua setengah bulan. Lapisan epidermis bagian dalam terdiri
dari sel-sel berbentuk kubus yang cepat membelah, sementara sel-sel di lapisan
luar mati dan gepeng. Epidermis tidak memiliki aliran darah langsung. Sel-selnya
mendapat makanan hanya melalui difusi dari jaringan vaskular dermis di
bawahnya. Sel-sel yang baru terbentuk di lapisan dalam dan terus mendorong sel-
sel tua mendekati permukaan, semakin jauh dari pasokan nutriennya.(3) Lapisan-
lapisan luar secara terus-menerus mendapat tekanan serta mengalami “wear and
tear”, menyebabkan sel-sel tua ini mati dan menggepeng. Sel-sel epidermis
disatukan oleh desmosom, yang berhubungan dengan filamen keratin intrasel
3
yang membentuk lapisan penutup kohesif yang kuat. Sewaktu sel penghasil
keratin ini mengalami pematangan, filamen-filamen keratin secara progresif
menumpuk dan membentuk ikatan-ikatan silang satu sama lain. Sewaktu sel
lapisan luar mati, protein keratin fibrosa ini tertinggal dan membentuk skuama
gepeng keras yang membentuk lapisan tanduk (berkeratin) protektif yang kuat.(3)
a. Stratum Basalis
Keratinosit stratum basalis berbentuk toraks, berjajar di atas lapisan struktural
yang disebut basal membrane zone (BMZ). Keratinosit basal berdiri kokoh di atas
BM karena protein struktural yang “memaku” membran sitoplasma keratinosit
pada BMZ yang disebut hemidesmosom. Hemidesmosom yang penting
diantaranya adalah BPAg dan integrin. Gangguan pada struktur hemodesmosom
akan menyebabkan kulit tidak dapat menahan trauma mekanik. Terdapat tiga
subpopulasi keratinosit di stratum basalis, yaitu: sel punca (stem cell), transient
amplifying cells dan sel pascamitosis (post-mitotic cells).(2)
b. Stratum Spinosum
Keratinosit stratum spinosum memiliki bentuk poligonal, berukuran lebih besar
daripada keratinosit stratum basal. Pada pemeriksaan mikroskopis terlihat struktur
mirip taji (spina) pada permukaan keratinosit yang sebenarnya merupakan
penyambung antar keratinosit yang disebut desmosom. Desmosom terdiri dari
berbagai protein struktural, misalnya desmoglein dan desmokolin. Struktur ni
memberi kekuatan pada epidermis untuk menahan trauma fisis di permukaan
kulit. Pada stratum spinosum dan granulosum terdapat sel langerhans (SL) , sel
dendritik yang merupakan sel penyaji antigen. Antigen yang menerobos sawar
kuit akan difagosit dan diproses oleh SL, untuk kemudian dibawa dan disajikan
kepada imfosit untuk dikenali.(2)
c. Stratum Granulosum
Keratinosit stratum granulosum mengandung keratohyaline granules (KG).
Keratinosit di stratum granulosum memulai program kematiannya sendiri
(apoptosis), sehingga kehilangan inti dan organel sel penunjang hidupnya. Waktu
4
yang diperlukan bagi keratinosit basal untuk mencapai stratum korneum kira-kira
14 hari.(2)
d. Stratum Korneum
Korneosit berperan dalam memberi penguatan terhadap trauma mekanis,
produksi sitokin yang memulai proses peradangan serta perlindungan terhadap
sinar ultraviolet. Waktu yang diperlukan bagi korneosit untuk melepaskan diri
dari epidermis kira-kira 14 hari.(2)
2. Dermis
3. Subkutan
Pemfigoid bulosa (PB) adalah penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh
adanya bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang(4), dengan
5
2.3 Epidemiologi
Pemfigoid bulosa ini menyerang pada semua umur, terutama pada orang tua.
Frekuensi yang sama pada pria dan wanita. Semua ras bisa terkena penyakit ini.(6)
Insidens di Eropa Barat mencapai 43 juta orang per tahun.(5)
2.4 Etiologi
2.5 Patogenesis
Pada tahap awal pembentukan bula autoantibodi berikatan dengan antigen PB.
Sel T autoreaktif memiliki respon terhadap antigen PB. Sitokin T-helper1 (Th1)
yaitu interferon-ᵞ yang mampu menginduksi sekresi imunoglobulin (IgG1) dan
IgG2, sedangkan sitokin T-helper2 (Th2) misalnya IL4, IL5 dan IL13 berperan
mengatur sekresi IgG4 dan IgE. Ikatan autoantibodi IgG di BMZ mengaktivasi
komplemen jalur klasik. Aktivasi komplemen menyebabkan kemotaksis leukosit
dan degranulasi sel mast. Produk sel mast menyebabkan kemotaksis eosinofil
6
● Bula dapat bercampur dengan vesikel berdinding tegang dan sering disertai
eritema.
● Tempat predileksi: aksila, lengan bagian fleksor, lipat paha dan mulut.
a. Anamnesis: memiliki riwayat: trauma, suhu panas, luka bakar, radioterapi dan
radiasi sinar ultraviolet. Sebagian kecil kasus dapat dipicu oleh obat seperti
furosemid, sulfasalazine, penisilamin, dan kaptopril.(4) Intake obat (1-6 bulan
terakhir) yang memiliki potensial untuk memicu seperti diuretik dan obat
psikoleptik (Fenotiazin).(8)
b. Pemeriksaan Fisik: pruritus bula yang berat, bula biasanya timbul dari kulit
yang mengalami inflamasi dan eritem; distribusi sistemik (aksila, lengan bagian
fleksor, paha dan abdomen).(8)
Pada lesi urtikaria didapatkan degranulasi eosinofil di BMZ dengan pemisahan sel
basal dari membran basal atau spongiosis eosinofil.(1)
2.9 Penatalaksanaan
Terapi PB bertujuan menyembuhkan lesi kulit dan mukosa dengan cepat dan
menekan rasa gatal sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.(1).
Kortikosteroid topikal kelas super poten efektif dalam pengobatan PB. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa krim klobetasol propionat 0,05% yang
diaplikasikan dua kali sehari pada lesi PB, lebih efektif dari pada pemberian
prednison oral 1mg//kg/hari sekali sehari.(9) Efek samping kortikosteroid topikal
antara lain atrofi kulit, striae, telangiektasis, purpura, hirsutisme dan
hipopigmentasi.(1) Penyakit yang lebih luas biasanya diobati dengan prednison
oral, Dosis prednison 0,5-1 mg/kgBB/hari efektif untuk mengurangi gejala klinis
dalam tiga minggu. Dosis diturunkan dalam periode 6-9 bulan. Efek samping
kortikosteroid sistemik meliputi diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, ulkus
peptikum, dan osteoporosis.
9
b. Terapi Ajuvan
2.10 Komplikasi
2.11 Prognosis
Pemfigoid Bulosa merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri dan dapat
terjadi remisi dalam beberapa bulai sampai tahun.(10) Kematian pada tahun
pertama mencapai 11-40% penyakit ini dihubungkan dengan usia tua, kondisi
umum yang buruk, dan penggunaan oral kortikosteroid dosis tinggi.(7)
11
BAB 3
PENUTUP
Pemfigoid bulosa (PB) adalah penyakit autoimun kronik, ditandai adanya bula
subepidermal yang besar dan berdinding tegang. Pemfigoid bulosa ini menyerang
pada semua umur, terutama pada orang tua. Frekuensi yang sama pada pria dan
wanita. Semua ras bisa terkena penyakit ini. Penyebab penyakit ini adalah
autoimun, tetapi penyebab yang menginduksi produksi autoantibodi pada
pemfigoid bulosa masih belum diketahui. Pemfigoid bulosa merupakan penyakit
autoimun yang ditandai oleh bula subepidermal dengan autoantibodi yang
menyerang langsung komponen basement membrane zone (BMZ). Antigen PB
merupakan protein komponen hemidesmosom yang berfungsi melekatkan sel
basal dengan membran basal. Ikatan autoantibodi IgG di BMZ mengaktivasi
komplemen jalur klasik. Aktivasi komplemen menyebabkan kemotaksis leukosit
dan degranulasi sel mast. Produk sel mast menyebabkan kemotaksis eosinofil
melalui mediator yaitu eosinophil chemotactic factor of anaphylaxis. Leukosit dan
protease sel mast menyebabkan pemisahan dermis-epidermis. Eosinofil dan sel
berperan dalam pembentukan bula.
Cara menegakan diagnosis yaitu melalui anamnesis: intake obat (1-6 bulan
terakhir) yang memiliki potensial untuk memicu seperti diuretik dan obat
psikoleptik (Fenotiazin), pemeriksaan fisik: pruritus bula yang berat, bula
biasanya timbul dari kulit yang mengalami inflamasi dan eritem; distribusi
sistemik (aksila, lengan bagian fleksor, paha dan abdomen) dan Laboratorium:
Histopatologis dan imunofloresens. Diagnosis banding penyakit ini yaitu
pemfigus vulgaris dan dermatitis herpetiformis. Untuk pengobatan digunakan
terapi kortikosteroid dan terapi ajuvan. Pemfigoid Bulosa merupakan penyakit
yang dapat sembuh sendiri dan dapat terjadi remisi dalam beberapa bulai sampai
tahun.
12
DAFTAR PUSTAKA
6. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. 2nd ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.