You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Tumbuh Kembang dan Geriatri adalah Blok XXI pada
Semester VII dari sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Salah
satu strategi pembelajaran sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini
adalah Problem Based Learning (PBL). Tutorial merupakan
pengimplementasian dari metode Problem Based Learning (PBL). Dalam
tutorial mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan setiap
kelompok dibimbing oleh seorang tutor/dosen sebagai fasilitator untuk
memecahkan kasus yang ada.
Pada kesempatan ini dilaksanakan studi kasus skenario C yang
memaparkan Tn. S, usia 71 tahun, datang k IGD RSMP karena sejak 3 hari
yang lalu ia mengalami batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan disertai
dengan nafsu makan menurun, demam tidak terlalu tinggi. Aktivitas Tn. S
hanya terbaring di tempat tidur. Satu tahun terakhir, Tn. S sering mengeluh
BAK tidak lampias dan didiagnosis dokter mengalami pembesaran prostat.
Enam bulan terakhir, Tn. S sering mengeluh tidak bisa BAK dan dibawa ke
UGD untuk dilakukan pemasangan kateter. Tn. S juga mengeluh BAK keluar
sendiri sehingga celana Tn. S sering basah.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan
metode analisis dan pembelajaran studi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari pembelajaran tutorial berdasarkan langkah-
langkah seven jumps.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial


Tutor : dr. Miranti
Moderator : Siti Shaihany Yustikawari
Notulen : Suci Purnamarza
Sekretaris : Hafiz RachmadKartono
Hari/Tanggal : Selasa, 3 Oktober 2017
Pukul 08.00 – 10.30 WIB
Kamis, 5 Oktober 2017
Pukul 08.00 – 10.30 WIB
Peraturan Tutorial : 1. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat.
2. Mengacungkan tangan jika ingin memberi pendapat.
3. Berbicara dengan sopan dan penuh tata krama.
4. Izin bila ingin keluar ruangan.

2.2 Skenario Kasus


Tn. S, usia 71 tahun, datang k IGD RSMP karena sejak 3 hari yang lalu
ia mengalami batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan disertai dengan
nafsu makan menurun, demam tidak terlalu tinggi. Aktivitas Tn. S hanya
terbaring di tempat tidur.
Satu tahun terakhir, Tn. S sering mengeluh BAK tidak lampias dan
didiagnosis dokter mengalami pembesaran prostat. Dokter menyarankan
untuk dilakukan operasi, namun Tn. S menolak. Enam bulan terakhir, Tn. S
sering mengeluh tidak bisa BAK dan dibawa ke UGD untuk dilakukan
pemasangan kateter. Tn. S merasa lega setelah pemasangan kateter. Tn. S
juga mengeluh BAK keluar sendiri sehingga celana Tn. S sering basah.
Sejak 3 bulan lalu, Tn. S menderita stroke sehingga tidak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari. Tn. S terkadang lupa dengan nama cucunya
dan sering lupa bahwa Tn. S sudah diberi makan oleh keluarganya.

2
Riwayat penyakit terdahulu: Tn. S menderita hipertensi sejak 5 tahun yang
lalu, kontrol tidak teratur, minum obat Valsartan 1x80 mg.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: compos mentis
Vital sign: TD: 150/90 mmHg, RR: 28 x/menit, Temp: 37,6 C, HR: 92
x/menit reguler
Pemeriksaan khusus:
Kepala: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks: simetris, retrasksi tidak ada, batas jantung kiri 3 jari mid clavicula
sinistra ICS V dan terdengar ronki basah kasar di basal paru kanan, slem (+)
Abdomen: datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba
Genital: terpasang kateter
Ekstremitas: kekuatan motorik ekstremitas kiri lemah (4)
Pemeriksaan laboratorium:
Hb : 11 gr%
Leukosit : 14.000/mm3
Diff count : 1/0/2/75/20/2
Urin rutin : leukosit 10, eritrosit (-)
Kimia darah : GDS 150 mg/dl, ureum 20 mg/dl, creatinin 0,8 mg/dl
asam urat 4 mg/dl

2.3 Klarifikasi Istilah

1. Batuk dengan dahak : Bahan yang dikeluarkan lewat mulut berasal


(batuk dengan dari trakea, bronkus dan paru-paru
sputum)
2. Pembesaran prostat : Pembesaran pada kelenjar yang mengelilingi
leher kandung kemih dan uretra pada laki-laki
3. Kateter : Peralatan bedah berbentuk tubular dan lentur
yang dimasukkkan ke dalam rongga tubuh
untuk mengeluarkan atau memasukkan cairan

3
4. BAK keluar sendiri : Ketidakmampuan untuk mengendalikan
(inkontinensia urin) pengeluaran urin
5. Stroke : Serangan berat yang mendadak
6. Tidak mampu : Terhambatnya gerakan yang mengakibatkan
melakukan aktivitas ADL terganggu
sehari-hari
7. Valsartan : Antagonis angiotensin II yang digunakan
sebagai anti hipertensi
8. Hipertensi : Peningkatan tekanan sistolik lebih dari 140
mmHg dan peningkatan tekanan diastolik lebih
dari 90 mmHg
9. Slem :
10. BAK yang tidak : Buang air kecil yang tidak selesai
lampias
11. Ronki basah kasar : Seperti suara gelembung udara besar yang
pecah terdengar pada saluran napas bila terisi
banyak sekret

2.4 Identifikasi Masalah


1. Tn. S, usia 71 tahun, datang k IGD RSMP karena sejak 3 hari yang lalu ia
mengalami batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan disertai dengan
nafsu makan menurun, demam tidak terlalu tinggi. Aktivitas Tn. S hanya
terbaring di tempat tidur.
2. Satu tahun terakhir, Tn. S sering mengeluh BAK tidak lampias dan
didiagnosis dokter mengalami pembesaran prostat. Dokter menyarankan
untuk dilakukan operasi, namun Tn. S menolak.
3. Enam bulan terakhir, Tn. S sering mengeluh tidak bisa BAK dan dibawa
ke UGD untuk dilakukan pemasangan kateter. Tn. S merasa lega setelah
pemasangan kateter. Tn. S juga mengeluh BAK keluar sendiri sehingga
celana Tn. S sering basah.

4
4. Sejak 3 bulan lalu, Tn. S menderita stroke sehingga tidak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari. Tn. S terkadang lupa dengan nama
cucunya dan sering lupa bahwa Tn. S sudah diberi makan oleh
keluarganya.
5. Riwayat penyakit terdahulu: Tn. S menderita hipertensi sejak 5 tahun yang
lalu, kontrol tidak teratur, minum obat Valsartan 1x80 mg.
6. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: compos mentis
Vital sign: TD: 150/90 mmHg, RR: 28 x/menit, Temp: 37,6 C, HR: 92
x/menit reguler
Pemeriksaan khusus:
Kepala: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks: simetris, retrasksi tidak ada, batas jantung kiri 3 jari mid
clavicula sinistra ICS V dan terdengar ronki basah kasar di basal paru
kanan, slem (+)
Abdomen: datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba
Genital: terpasang kateter
Ekstremitas: kekuatan motorik ekstremitas kiri lemah (4)
7. Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 11 gr%
Leukosit : 14.000/mm3
Diff count : 1/0/2/75/20/2
Urin rutin : leukosit 10, eritrosit (-)
Kimia darah : GDS 150 mg/dl, ureum 20 mg/dl, creatinin 0,8 mg/dl
asam urat 4 mg/dl

2.5 Analisis masalah


1. Tn. S, usia 71 tahun, datang k IGD RSMP karena sejak 3 hari yang lalu ia
mengalami batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan disertai dengan
nafsu makan menurun, demam tidak terlalu tinggi. Aktivitas Tn. S hanya
terbaring di tempat tidur.

5
a. Apa sistem yang terlibat pada kasus?
Jawab :
Sistem tractus urinarius bagian bawah :
 Vesica Urinaria
 Sfingter uretra interna dan eksterna
 otot-otot dasar panggul
 musculus detrusor.

1. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)


 Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin.
 berbentuk seperti buah pir (kendi).
 letaknya dibelakang simfisis pubis di dalam rongga
panggul.

Dinding kandung kemih terdiri dari:


1. Lapisan sebelah luar (peritoneum).
2. Tunika muskularis (lapisan berotot).
3. Tunika submukosa.
4. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam)

2. Uretra
 saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria
 Fungsi menyalurkan air kemih ke luar.
 Dinding uretra terdiri dari beberapa lapisan.
 Lapisan paling luar adalah otot lurik spinkter urogenital
yang juga dikenal dengan sebutan otot lurik sirkuler,
atau muskulus sfingter uretra eksterna atau
rhabdosphincter.
 Otot lurik ini melingkari selapis tipis otot polos sirkuler
yang juga melingkari otot-otot polos longitudinal.

6
Diantara otot polos dan mukosa terdapat submukosa
yang sangat kaya suplai vaskuler. Musculus
rhabdosphincter ini juga merupakan sebagian dari otot-
otot dasar panggul.

Pada laki-laki
1. panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
2. Urethra pars Prostatica
3. Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra
externa)
4. Urethra pars spongiosa.

Pada wanita
 panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis).
 Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara
clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran
ekskresi (Purnomo, Basuki, 2012).

Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:


1. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika
urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter
urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
2. Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh
darah dan saraf.
3. Lapisan mukosa.
Neuroanatomi Traktur Urinarius Bagian Bawah
Persyarafan traktus urinarius bagian bawah berasal dari tiga sumber :
1. Sistim syaraf parasimpatis (S2-S4) – n pelvikus
2. Sistim syaraf simpatis (T11-L2) – n. hipogastrikus dan rantai
simpatis
3. Sistim syaraf somatis atau volunter (S2-S4) – n. pudendus

7
b. Apa makna keluhan Tn. S sejak 3 hari yang lalu?
c. Apa etiologi keluhan Tn. S?
d. Apa hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus?
Jawab:
 Usia
Usia 71 tahun merupakan usia lanjut. Dimana pada usia
tersebut telah terjadi berbagai proses degeneratif. Prevalensi
inkontinensia urin meningkat seiring dengan peningkatan
usia.
 Jenis kelamin
Diketahui prevalensi inkontinensia urin lebih banyak pada
wanita. Wanita lebih sering mengalami inkontinensia urin
daripada laki-laki dengan perbandingan 1,5:1.
(Sudoyo, 2009).

e. Bagaimana patofisiologi keluhan Tn. S?


f. Apa makna aktivitas Tn. S hanya berbaring di tempat tidur?
Jawab :
Aktivitas berbaring di tempat tidur termasuk aktivitas fisik yang
rendah
g. Apa dampak Tn. S hanya berbaring di tempat tidur?
Jawab :
Aktivitas fisik seperti olahraga dapat mengurangi risiko
inkontinensia dengan memperkuat otot dasar pelvis. Aktivitas fisik
yang rendah akan menyebabkan melemahnya otot-otot dasar
panggul sehingga semakin rentan terjadinya inkontinensia urin.
Jadi, hubungannya aktivitas fisik yang rendah (berbaring di tempat
tidur) merupakan faktor risiko terjadinya inkontinensia urin

8
2. Satu tahun terakhir, Tn. S sering mengeluh BAK tidak lampias dan
didiagnosis dokter mengalami pembesaran prostat. Dokter menyarankan
untuk dilakukan operasi, namun Tn. S menolak.
a. Bagaimana fisiologi berkemih?
Jawab:
Darah masuk ke ginjal (a. renalis) → masuk ke arteriol aferen
dan mengalirkan darah ke glomerulus → darah di filtrasi di
glomerulus, komponen yang bermolekul besar seperti protein dan
eritrosit tertahan dan zat terlarut dengan ukuran molekul kecil lewat
(urin primer) → darah yang terfiltrasi di kumpulkan di kapsula
bowman → dialirkan ke tubulus proksimal untuk direabsorbsi
kembali, zat-zat yang berguna untuk tubuh seperti gula, asam
amino dan zat lain diserap kembali (urin sekunder) → dibawa ke
lengkung henle (U) → melewati aparatus jukstaglomerulus →
masuk ke tubulus distal, disini terjadi proses augmentasi yaitu
penambahan urea → masuk ke tubulus kolingentes/kolektivus →
ke ginjal pelvis → ureter (peristaltik dan gravitasi) → masuk ke
vesica urinaria → setelah vesica urinaria penuh, menyebabkan
reseptor teregang → impuls dibawa ke medulla spinalis oleh saraf
aferen → merangsang saraf parasimpatis → sfingter internus
terbuka dan disusul oleh sfingter eksternus → kedua sfingter
terbuka → urin terdorong akibat kontraksi vesica urinaria → urin
disalurkan melalui uretra → urin keluar (berkemih)
Miksi atau berkemih, proses pengosongan kandung kemih,
diatur oleh 2 mekanisme: refleks berkemih dan kontrol volunteer.
Refleks berkemih terpicu ketika reseptor regang di dalam dinding
kandung kemih terangsang. Kandung kemih pada orang dewasa
dapat menampung hingga 250 sampai 400 ml urin sebelum
tegangan di dindingnya mulai cukup meningkat untuk
mengaktifkan reseptor regang. Semakin besar tegangan melebihi
ukuran ini, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Serat-serat

9
aferen dari reseptor regang membawa impuls ke medulla spinalis
dan akhirnya, melalui antarneuron, merangsang saraf parasimpatis
untuk kandung kemih dan menghambat neuron motorik ke sfingter
eksternus. Stimulasi saraf parasimpatis kandung kemih
menyebabkan organ ini berkontraksi. Perubahan bentuk kandung
kemih selama kontraksi akan secara mekanis menarik terbukanya
sfingter internus. Secara bersamaan, sfingter eksternus melemas
karena neuron-neuron motoriknya dihambat. Kedua sfingter
terbuka dan urin terdorong melalui uretra.
(Sheerwood, 2011)

b. Apa makna Tn. S sering mengeluh BAK tidak lampias dan


didiagnosis oleh dokter mengalami pembesaran prostat?
c. Bagaimana patofisiologi BAK tidak lampias dan pembesaran
prostat?
d. Apa etiologi dari BAK tidak lampias dan pembesaran prostat?
e. Apa dampak dari menolak melakukan operasi pembesaran prostat?

3 Enam bulan terakhir, Tn. S sering mengeluh tidak bisa BAK dan dibawa
ke UGD untuk dilakukan pemasangan kateter. Tn. S merasa lega setelah
pemasangan kateter. Tn. S juga mengeluh BAK keluar sendiri sehingga
celana Tn. S sering basah.
a. Apa indikasi dan kontraindikasi pemasangan kateter?
b. Apa penyebab BAK keluar sendiri?
Jawab:
Penyebab inkotinensia berasal dari :
1) Kelainan uroloik: misalnya radang, batu, tumor, divertikel.
2) Kelainan neurologic: misalnya stroke, trauma pada medulla
spinalis, demensia, dan lain-lain.
3) Lain-lain, misalnya hambatan mobilitas, situasi tempat
berkemih yang tidak memadai/jauh dan sebagainya.

10
(Martono dan Pranarka, 2014)

c. Berapa produksi jumlah urin yang normal?


d. Bagaimana patofisiologi BAK keluar sendiri?
Jawab:
Batuk dan bersin yang terjadi secara persisten  peningkatan
tekanan intraabdomen  melemahnya otot dasar panggul dan
spinchter uretra eksterna  uretra tidak dapat menahan tahanan
dari vesica urinaria  urin keluar sedikit-sedikit.
(Martono dan Pranarka, 2014)

e. Bagaimana hubungan keluhan satu tahun yang lalu dengan 6 bulan


terakhir?
f. Apa penyebab inkontinensia urin?
g. Apa saja jenis inkontinensia urin?
Jawab:
Inkontinensia dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:
1) Inkontinensia akut
Inkontinensia akut biasanya bersifat reversible, terjadi
secara mendadak, iasanya mengenai sakit yang didertia atau
masalah obat-obatan yang digunakan (iatrogenik).
Inkontinensia ini akan membaik, bila penyakit akut yang
diderita sembuh atau obat penyebab dihentikan. Sebagian
besar dari penyebab inkontinensia ini adalah:
D: delirium
R: retriksi moilitas, retensi
I: infeksi, inflamasi, impaksi fest
P: pharmasi (obat-obatan), poliuri

2) Inkontinensia menetap/persisten

11
Inkontinensia tidak erkaitan dengan penyakit-penyakit
akut ataupun obat-obatan, dan inkontinensia ini berlangsung
lama. Secara umum penyebab inkontinensia ini adalah:
a. Aktifitas detrusor berlebihan (Over Active Bladder,
inkontinensia tipe urgensi)
Aktifitas otot detrusor yang berlebihan
menyebabkan kontraksi yang tidak terkendali dari
kandung kemih dan berakibat keluarnya urin.
b. Aktifitas detrusor yang menurun (inkontinensia tipe
overflow/luapan)
Jarang ditemui, dapat idiopatik atau akiat gangguan
persarafan sacrum (neurogenic bladder). Bila
mengakibatkan inkontinensia, ditandai dengan sering
berkemih malam hari lebih sering, dengan jumlah urin
sedikit-sedikit. Sisa urin residu setelah berkemih
(biasanya sekitar 450 cc) membedakannya dari
inkontinensia tipe urgensi dan stress.
c. Kegagalan urethra (inkontinensia tipe stress)
Ditandai dengan kebocoran urin saat aktifitas. Urin
dapat keluar saat tertawa, bersin, batuk atau mengangkat
benda berat. Keluarnya urin lebih mencolok pada siang
hari, kecuali terdapat bersama-sama inkontinensia
urgensi yang sering ada bersamaan.
d. Obstruksi urethra
Pembesaran kelenjar prostat, striktura urethra,
kanker prostat adalah penyebab yang biasa didapatkan
dari inkontinensia pada pria usia lanjut.
(Martono dan Pranarka, 2014)

4 Sejak 3 bulan lalu, Tn. S menderita stroke sehingga tidak mampu


melakukan aktivitas sehari-hari. Tn. S terkadang lupa dengan nama

12
cucunya dan sering lupa bahwa Tn. S sudah diberi makan oleh
keluarganya.
a. Apa makna keluhan 3 bulan yang lalu?
b. Apa hubungan keluhan 3 bulan yang lalu dengan keluhan BAK?
c. Apa penyebab Tn. S sering mengalami lupa?
Jawab:
Perubahan kognitif yang terjadi pada lansia, meliputi
berkurangnya kemampuan meningkatkan fungsi intelektual,
berkurangnya efisiensi tranmisi saraf di otak (menyebabkan proses
informasi melambat dan banyak informasi hilang selama
transmisi), berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi
baru dan mengambil informasi dari memori, serta kemampuan
mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan
mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem saraf pusat
dipercaya sebagai kontributor utama perubahan dalam kemampuan
kognitif dan efisiensi dalam pemrosesan informasi. Penurunan
terkait penuaan ditunjukkan dalam kecepatan, memori jangka
pendek, memori kerja dan memori jangka panjang. Perubahan ini
telah dihubungkan dengan perubahan pada struktur dan fungsi otak.
garis besar dari berbagai perubahan post mortem pada otak lanjut
usia, meliputi volume dan berat otak yang berkurang, pembesaran
ventrikel dan pelebaran sulkus, hilangnya sel-sel saraf di
neokorteks, hipokampus dan serebelum, penciutan saraf dan
dismorfologi, pengurangan densitas sinaps, kerusakan mitokondria
dan penurunan kemampuan perbaikan DNA.
(Setiati, dkk, 2006)

Faktor yang mempengaruhi perubahan kognitif pada lansia:


1) Status Kesehatan

13
Salah satu faktor penyakit penting yang mempengaruhi
penurunan kognitif lansia adalah hipertensi. Peningkatan
tekanan darah kronis dapat meningkatkan efek penuaan pada
struktur otak, meliputi reduksi substansia putih dan abu-abu
di lobus prefrontal, penurunan hipokampus, meningkatkan
hiperintensitas substansia putih di lobus frontalis. Angina
pektoris, infark miokardium, penyakit jantung koroner dan
penyakit vaskular lainnya juga dikaitkan dengan
memburuknya fungsi kognitif.

2) Usia
Meningkatnya usia dapat terjadi perubahan fungsi
kognitif yang sesuai dengan perubahan neurokimiawi dan
morfologi (proses degeneratif).

3) Jenis kelamin
Wanita tampaknya lebih beresiko mengalami penurunan
kognitif. Hal ini disebabkan adanya peranan level hormon
seks endogen dalam perubahan fungsi kognitif. Reseptor
estrogen telah ditemukan dalam area otak yang berperan
dalam fungsi belajar dan memori, seperti hipokampus.
Rendahnya level estradiol dalam tubuh telah dikaitkan
dengan penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal.
Estradiol diperkirakan bersifat neuroprotektif dan dapat
membatasi kerusakan akibat stress oksidatif serta terlihat
sebagai protektor sel saraf dari toksisitas amiloid pada pasien
Alzheimer.

4) Tingkat pendidikan

14
Tingkat intelektual dipengaruhi oleh tingkat pendidikan,
hal ini mengakibatkan semakin tinggi tingkat pendidikan
maka semakin lambat kemunduran kognitif yang dialami.
(Setiati, dkk, 2006)

d. Apa saja macam-macam gangguan kognitif?


Jawab:
a) MCI (Gangguan kognitif ringan)
b) Demensia degenerative primer (tipe Alzheimer)
c) Demensia multi infark
d) Demensia dengan badan Lewy
e) Demensia Fronto-temporal
f) Demensia pada penyakit neurologik

Gangguan yang berkaitan dengan gangguan kognitif:


1. Agnosia
Ketidakmampuan untuk mengenali dan menginterpretasi
impresi sensorik.
2. Anosognosia (pengabaian penyakit)
Ketidakmapuan seseorang untuk mengenali suatu defisit
neurologis yang terjadi pada dirinya.
3. Somatopagnosia (pengabaian tubuh)
Ketidakmampuan seseorang untuk mengenali bagian tubuh
sebagai miliknya sendiri.
4. Agnosia visual
Ketidakmampuan untuk mengenali obyek atau orang.
5. Astereognosis
Ketidakmampuan untuk mengenali obyek melalui sentuhan.
6. Prosopagnosia
Ketidakmampuan untuk mengenali wajah.
7. Apraksia
Ketidakmampuan untuk melakukan tugas spesifik.

15
8. Simultagnosia
Ketidakmampuan untuk memahami lebih dari satu elemen
pemandangan visual pada suatu waktu atau untuk
mengintegrasi bagian tersebut sebagai suatu kesatuan.
9. Adiadokhokinesia
Ketidakmampuan untuk melakukan gerakan cepat bergantian.
10. Aura
Sensasi peringatan berupa otomatisme, rasa penuh pada
perut, pipi merah, perubahan napas, sensasi kognitif, dan
keadaan afektif yang biasanya dialami sebelum serangan
kejang.
(Sadock, 2014)

e. Apa saja jenis-jenis pemeriksaan gangguan kognitif?


Jawab:
Dapat dinilai dengan tes MMSE (Mini Mental State Examination).

MMSE awalnya dirancang sebagai media pemeriksaan status


mental singkat serta terstandardisasi yang memungkinkan untuk
membedakan antara gangguan organik dan fungsional pada pasien
psikiatri. Sejalan dengan banyaknya penggunaan tes ini selama
bertahun-tahun, kegunaan utama MMSE berubah menjadi suatu
media untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan
kognitif yang berkaitan dengan kelainan neurodegeneratif,
misalnya penyakit Alzheimer.

MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin


yang dikelompokkan menjadi 7 kategori : orientasi terhadap tempat
(negara, provinsi, kota, gedung dan lantai), orientasi terhadap
waktu (tahun, musim, bulan, hari dan tanggal), registrasi
(mengulang dengan cepat 3 kata), atensi dan konsentrasi (secara

16
berurutan mengurangi 7, dimulai dari angka 100, atau mengeja kata
WAHYU secara terbalik), mengingat kembali (mengingat kembali
3 kata yang telah diulang sebelumnya), bahasa (memberi nama 2
benda, mengulang kalimat, membaca dengan keras dan memahami
suatu kalimat, menulis kalimat dan mengikuti perintah 3 langkah),
dan kontruksi visual (menyalin gambar).
Skor MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang benar
sempurna; skor yang makin rendah mengindikasikan performance
yang buruk dan gangguan kognitif yang makin parah.

Interpretasi MMSE :
 24-30 : Tidak ada gangguan kognitif.
 18-23 : Gangguan kognitif ringan
 0-17 : Gangguan kogntif berat
(Setiati, dkk, 2006)

5 Riwayat penyakit terdahulu: Tn. S menderita hipertensi sejak 5 tahun yang


lalu, kontrol tidak teratur, minum obat Valsartan 1x80 mg.
a. Apa makna dari penyakit dahulu Tn. S?
b. Bagaimana farmakologi obat Valsartan?
c. Apa hubungan riwayat penyakit terdahulu dengan keluhan Tn. S
sekarang?

6 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: compos mentis
Vital sign: TD: 150/90 mmHg, RR: 28 x/menit, Temp: 37,6 C, HR: 92
x/menit reguler
Pemeriksaan khusus:
Kepala: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

17
Thoraks: simetris, retrasksi tidak ada, batas jantung kiri 3 jari mid
clavicula sinistra ICS V dan terdengar ronki basah kasar di basal paru
kanan, slem (+)
Abdomen: datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba
Genital: terpasang kateter
Ekstremitas: kekuatan motorik ekstremitas kiri lemah (4)
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
b. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan fisik?
7 Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 11 gr%
Leukosit : 14.000/mm3
Diff count : 1/0/2/75/20/2
Urin rutin : leukosit 10, eritrosit (-)
Kimia darah : GDS 150 mg/dl, ureum 20 mg/dl, creatinin 0,8 mg/dl
asam urat 4 mg/dl
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium?
b. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan laboratorium?

8. Bagaimana cara mendiangnosis pada kasus?


9. Apa different diagnosis pada kasus?
10. Apa pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus ini?
11. Apa working diagnosis pada kasus?
12. Apa tatalaksana yang tepat pada kasus?
13. Apa komplikasi pada kasus?
14. Apa prognosis pada kasus?
15. Apa KDU pada kasus?
16. Apa NNI pada kasus?

2.5 Hipotesis

18
Tn. S 71 tahun mengeluh batuk dengan dahak, nafsu makan menurun,
demam tidak terlalu tinggi, BAK tidak keluar sendiri karena mengalami
inkontinensia urin tipe fungsional + BPH e.c gangguan kognitif

2.6 Kerangka Konsep

Usia
Usia Riwayat penyakit terdahulu BPH Obat
(Hipertensi dan stroke)

Penurunan fungsi kognitif

Inkotinensia urin tipe


Dipasang kateter
fungsional

BAK kluar sendiri (BAK Infeksi saluran


tidak lampias) kemih

Demam tidak
terlalu tinggi dan
nafsu makan
meningkat

19

You might also like