Professional Documents
Culture Documents
TRAUMA GINJAL
DISUSUNOLEH
KELOMPOK 7
EVA DAMAYANTI
MEYZALISA
TA.2013/201
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini
tepat pada waktunya.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul asuhan keperawatan
medikal bedah gangguan sistem perkemihan dengan trauma ginjal, yang menurut kami dapat
memberikan manfaat yang besar bagi kita.
Makalah ini berisikan tentang pengertian Trauma Ginjal atau yang lebih khususnya
membahas tentang Etiologi, Patofisiologi serta Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Trauma Ginjal. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Tuhan memberkati makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering terjadi.
Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma abdominal. Pada
banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ penting lainnya. Pada
trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya. Sekitar
85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh
kecelakaan lalulintas.
Trauma ginjal biasanya terjadi akibat kecelakaan lalulintas atau jatuh. Trauma ini
biasanya juga disertai dengan fraktur pada vertebra thorakal 11-12. Jika terdapat hematuria
kausa trauma harus dapat diketahui. Laserasi ginjal dapat menyebabkan perdarahan dalam
rongga peritoneum.
Tujuan dari penanganan trauma ginjal adalah untuk resusitasi pasien, mendiagnosis
trauma dan memutuskan penanganan terapi secepat mungkin. Penanganan yang efisien
dengan tehnik resusitasi dan pemeriksaan radiologi yang akurat dibutuhkan untuk
menjelaskan manajemen klinik yang tepat. Para radiologis memainkan peranan yang sangat
penting dalam mencapai hal tersebut, memainkan bagian yang besar dalam diagnosis dan
stadium trauma. Lebih jauh, campur tangan dari radiologis menolong penanganan trauma
arterial dengan menggunakan angiografi dengan transkateter embolisasi. Sebagai bagian yang
penting dar trauma, radiologi harus menyediakan konsultasi emergensi, keterampilan para
ahli dalam penggunaan alat-alat radiologis digunakan dalam evaluasi trauma, dan biasanya
disertai trauma tumpul pada daerah abdominal.
B. TUJUAN
1. TujuanUmum
Adapun tujuan umum penyusunan makalah ini agar supaya mahasiswa/i mampu
memahami tentang trauma ginjal dan dapat menerapkan asuhan keperawatan pada
klien dengan trauma ginjal.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah, agar supaya mahasiswa/i dapat :
a. Mampu menjelaskan mengenai konsep dasar trauma ginjal
b. Mampu menjelaskan tentang etiologi trauma ginjal
c. Mampu menjelaskan tentang anatomi fisiologi trauma ginjal
d. Mampu menjelaskan tentang Manifestasi klinik trauma ginjal
e. Mampu menjelaskan tentang patofisiologi trauma ginjal
f. Mampu menjelaskan tentang klasifikasi trauma ginjal
g. Mampu menjelaskan tentang komplikasi trauma ginjal
h. Mampu menjelaskan tentang penatalaksanaan trauma ginjal
i. Mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan “trauma ginjal”
dengan benar dan bertanggung jawab.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi
Trauma ginjal adalah kecederaan yang paling sering pada sistem urinari. Walaupun
ginjal mendapat proteksi dari otot lumbar, thoraks, badan vertebra dan viscera, ginjal
mempunyai mobiliti yang besar yang bisa mengakibatkan kerusakan parenchymal dan
kecederaan vaskular dengan mudah. Trauma sering kali disebabkan kerana jatuh, kecelakaan
lalu lintas, luka tusuk, dan luka tembak.
Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam
rudapaksa baik tumpul maupun tajam.
Ginjal yang terletak pada rongga retroperitoneal bagian atas hanya terfiksasi oleh pedikel
pembuluh darah serta ureter, sementara masa ginjal melayang bebas dalam bantalan lemak
yang berada dalam fascia Gerota. Fascia Gerota sendiri yang efektif dalam mengatasi
sejumlah kecil hematom , tidak sempurna dalam perkembangannnya. Kantong fascia ini
meluas kebawah sepanjang ureter ,meskipun menyatu pada dinding anterior aorta serta vena
cava inferior, namun mudah untuk sobek oleh adanya perdarahan hebat sehingga perdarahan
melewati garis tengah dan mengisi rongga retroperitoneal.(Guerriero, 1984).
B. Etiologi
1. Trauma Tumpul
Trauma tumpul sering menyebabkan luka pada ginjal, misalnya karena kecelakaan
kendaraan bermotor, terjatuh atau trauma pada saat berolahraga. Luka tusuk pada ginjal dapat
karena tembakan atau tikaman.
Trauma tumpul dibedakan menjadi:
a. Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja
atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga
mengenai organ organ lain.
b.Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan pergerakan
ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum. Kejadian ini dapat menyebabkan
avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yang menimbulkan
trombosis.
2. Trauma Iatrogenik
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau radiologi
intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography, percutaneous nephrostomy,
dan percutaneous lithotripsy
3. Trauma Tajam
Trauma tajam adalah trauma yang disebabkan oleh tusukan benda tajam misalnya
tusukan pisau.
Luka karena senjata api dan pisau merupakan luka tembus terbanyak yang mengenai ginjal
sehingga bila terdapat luka pada pinggang harus dipikirkan trauma ginjal sampai terbukti
sebaliknya. Pada luka tembus ginjal, 80% berhubungan dengan trauma viscera abdomen.
4. Uretra
Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari kandung kemih
sampai ke luar tubuh. Panjang uretra pada wanita 1,5 inci dan pada laki-laki sekitar 8 inci.
D. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala trauma ginjal antara lain :
a) Nyeri
b) Hematuria
c) Mual dan muntah
d) Distensi abdomen
e) Syok akinat trauma multisistem
f) Nyeri pada bagian punggung
g) Hematoma di daerah pinggang yang semakin hari semakin besar
h) Massa di rongga panggul
i) Ekimosis
j) Laserasi atau luka pada abdomen lateral dan rongga panggul
E. PATOFISIOLOGI
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan lajunya
pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian trauma akibat
kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat. Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung
maupun tidak langsung. Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,
olah raga, kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga
mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang
menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum.
Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri
renalis yang menimbulkan trombosis. Ginjal yang terletak pada rongga retroperitoneal bagian
atas hanya terfiksasi oleh pedikel pembuluh darah serta ureter, sementara masa ginjal
melayang bebas dalam bantalan lemak yang berada dalam fascia Gerota. Fascia Gerota
sendiri yang efektif dalam mengatasi sejumlah kecil hematom , tidak sempurna dalam
perkembangannnya. Kantong fascia ini meluas kebawah sepanjang ureter ,meskipun menyatu
pada dinding anterior aorta serta vena cava inferior, namun mudah untuk sobek oleh adanya
perdarahan hebat sehingga perdarahan melewati garis tengah dan mengisi rongga
retroperitoneal.(Guerriero, 1984). Karena miskinnya fiksasi, ginjal mudah mengalami
dislokasi oleh adanya akselerasi maupun deselerasi mendadak, yang bisa menyebabkan
trauma seperti avulsi collecting system atau sobekan pada intima arteri renalis sehingga
terjadi oklusi parsial maupun komplet pembuluh darah. Sejumlah darah besar dapat
terperangkap didalam rongga retroperitoneal sebelum dilakukan stabilisasi. Keadaan ekstrem
ini sering terjadi pada pasien yang datang di ruang gawat darurat dengan kondisi stabil
sementara terdapat perdarahan retroperitoneal. Korteks ginjal ditutupi kapsul tipis yang
cukup kuat. Trauma yang menyebabkan robekan kapsul sehingga menimbulkan perdarahan
pada kantong gerota perlu lebih mendapat perhatian dibanding trauma yang tidak
menyebabkan robekan pada kapsul. Vena renalis kiri terletak ventral aorta sehingga luka
penetrans didaerah ini bisa menyebabkan trauma pada kedua struktur. Karena letaknya yang
berdekatan antara pankreas dan pole atas ginjal kiri serta duodenum dengan tepi medial ginjal
kanan bisa menyebabkan trauma kombinasi pada pankreas, duodenum dan ginjal.. Anatomi
ginjal yang mengalami kelainan seperti hidronefrosis atau tumor maligna lebih mudah
mengalami ruptur hanya oleh adanya trauma ringan.(McAninch,2000).
F. KLASIFIKASI
Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh Federle :
a) Grade I/ derajat I
meliputi :
1. Kontusio ginjal
2. 2)Minorlaserasi korteks dan medulla tanpa gangguan pada sistempelviocalices
3. Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang kadang) 75 – 80 % dari
keseluruhan trauma ginjal
b) Grade II / derajat II
meliputi :
1. Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus sehingga terjadi
extravasasi urine
2. Sering terjadi hematom perinefron
3. Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke medulla 10 – 15 % dari
keseluruhan trauma ginjal
c) Grade III
meliputi :
1. Ginjal yang hancur
2. Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal 5 % dari keseluruhan trauma ginjal
d) Grade IV
Meliputi yang jarang terjadi yaitu
1. Avulsi pada ureteropelvic junction
2. Laserasi dari pelvis renal
G. KOMPLIKASI
Komplikasi awal terjadi I bulan pertama setelah cedera
1. Urinoma
2. Delayed bleeding
3. Urinary fistula
4. Abses
5. Hipertensi
Komplikasi Lanjut
1. Hidronefrosis
2. Arteriovenous fistula
3. Piolenofritis
H. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini dilakukan
observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh), kemungkinan adanya penambahan masa
di pinggang, adanya pembesaran lingkar perut, penurunan kadar hemoglombin dan perubahan
warna urin pada pemeriksaan urin. Trauma ginjal minor 85% dengan hematuri akan berhenti
dan sembuh secara spontan. Bed rest dilakukan sampai hematuri berhenti.
2. Eksplorasi
a. Indikasi Absolut
Indikasi absolut adalah adanya perdarahan ginjal persisten yang ditandai oleh
adanya hematom retroperitoneal yang meluas dan berdenyut. Tanda lain adalah
adanya avulsi vasa renalis utama pada pemeriksaan CT scan atau arteriografi.
b. Indikasi Relatif
1) Jaringan Nonviable
Parenkim ginjal yang nekrosis lebih dari 25% adalah indikasi relatif untuk
dilakukan eksplorasi.
2) Ekstravasasi Urin
Ekstravasasi urin menandakan adanya cedera ginjal mayor. Bila ekstravasasi
menetap maka membutuhkan intervensi bedah.
3) Incomplete Staging
Penatalaksanaan nonoperatif dimungkinkan apabila telah dilakukan pemeriksaan
imaging untuk menilai derajat trauma ginjal. Adanya incomplete staging
memerlukan pemeriksaan imaging dahulu atau eksplorasi /rekonstruksi
ginjal. Pada pasien dengan kondisi tidak stabil yang memerlukan tindakan
laparotomi segera, pemeriksaan imaging yang bisa dilakukan hanyalah one shot
IVU di meja operasi. Bila hasil IVU abnormal atau tidak jelas atau adanya
perdarahan persisten pada ginjal harus dilakukan eksplorasi ginjal.
4) Trombosis Arteri
Trombosis arteri renalis bilateral komplit atau adanya ginjal soliter dibutuhkan
eksplorasi segera dan revaskularisasi.
5) Trauma Tembus
Pada trauma tembus indikasi absolut dilakukan eksplorasi adalah perdarahan
arteri persisten. Hampir semua trauma tembus renal dilakukan tindakan
bedah. Perkecualian adalah trauma ginjal tanpa adanya penetrasi peluru
intraperitoneum Luka tusuk sebelah posterior linea aksilaris posterior relatif tidak
melibatkan cedera organ lain.(Brandes, 2003)
BAB IV
ASKEP TEORITIS
A. Pengkajian
A. Identitas pasien
Berisikan nama, jenis kelamin, umur, no.MR ,status perkawinan, pekerjaan, pendidikan
terakhir, alamat,dll.
B. Riwayat kesehatan
C. Pemeriksaan fisik
1. Rambut
Biasanya rambut klien terlihat bersih.
2. Wajah
Biasanya kulit wajah tidak kusam dan tidak edema
3. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis dan sclera tidak ikterik, biasanya respon
cahaya baik (+)
4. Hidung
Biasanya bentuk telinga simetris kiri dan kanan , dan biasanya tidak ada
pembesaran polip.
5. Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris kiri dan kanan, dan fungsi pendengaran baik
6. Mulut
Biasanya mukosa mulut tidak pecah-pecah, dan biasanya lidah bersih.
7. Thoraks
I : biasanya bentuk dada simetris kiri dan kanan
P: biasanya vocal premitus kiri dan kanan
P: biasanya saat perkusi bunyi sonor
A: biasanya tidak terdapat bunyi nafas tambahan
8. Jantung
I: biasanya ictus cordis tidak terlihat
P: biasanya ictus cordis teraba
P: biasanya bunyi jantung pekak
A: biasanya bunyi jantung teratur
9. Abdomen
I: biasanya simetris kiri dan kanan
P: biasanya suara tympani
P: biasanya terdapat nyeri tekan dan nyeri ketuk
A: biasanya bunyi vaskuler
11. Ekstremitas
Biasanya klien mengalami nyeri
12. Neurologis
Biasanya kesadaran klien baik dan peka terhadap rangsangan, kecuali daerah
yang mengalami nyeri.
D. Kebiasaan sehari-hari
1. Nutrisi
Peningkatan berat badan (udema) anoreksia
2. Eliminasi
Perubahan pola perkemihan, nyeri ketika berkemih
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Gangguan eliminasi urine b/d kerusakan pada ginjal
3. Resiko tinggi infeksi b/d ketidak adekuatannya pertahanan tubuh sekunder dan
sistem imun, malnutrisi, prosedur invasiv
ANALGESIK
ADMINISTRATION
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
2. Instruksi dokter
tentang jenis
obat, dosis,
frekuensi.
3. Cek riwayat
alergi
4. Pilih analgesik
yang diperlukan
atau kombinasi
dari analgesik
ketika
pemberian lebih
dari Satu
5. Tentukan
pilihan
analgesik
tergantung tipe
dan beratnya
nyeri
Kalim, Handono, 1996., Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Mansjoer, Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius FKUI, Jakarta.
Prince, Sylvia Anderson, 1999., Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit., Ed. 4,
EGC, Jakarta.