Professional Documents
Culture Documents
FITOKIMIA
Disusun Oleh :
Teori : 4 (H)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2018
I. Tujuan
Mahasiswa mampu memonitoring kandungan kimia ekstrak dan fraksi-fraksi
dari ekstrak dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT).
- Bahan
1. Fraksi herba ciplukan
2. N-heksana
3. Etanol
4. Etil asetat
5. Stigmasterol
6. Anisaldehid
B. CARA KERJA
Menjenuhkan fase gerak pada chamber yang berisi campuran n-heksana : etil asetat
(7:3)
Menyiapkan lempeng KLT dengan ukuran 10x20 cm. Memberi tanda batas kira-kira
1,5 cm dari batas bawah plat dengan pensil. Memberi batas atas 1 cm.
Menotolkan ekstrak, fraksi, dan subfraksi pada garis batas bawah plat KLT.
Memasukkan lempeng KLT ke dalam chamber, kemudian amati lempeng KLT hingga
fase gerak mengelusi senyawa sampai batas atas.
Mengambil lempeng dan kering anginkan, kemudian amati bercaknya pada sinar
visible, lampu UV 254 dan 366 nm dan beri tanda pada bercak menggunakan pensil.
Mengamati pada perubahan warna pada sinar tampak dan lampu UV 366 nm.
Mengitung harga Rf
HASIL
1. Herba Ciplukan
Fase gerak : n-heksan : etil asetat (7 : 3) dalam 40 ml
Fase diam : Silika
Pereaksi pendetaksi : anisaldehid
Fraksi yang mempunyai profil kromatigram yang sama : 3,4,15
Fraksi yang digabung : Gabungan I (3,4,5), II
(7,8), III (9,10)
STIGMASTEROL N-HEKSANA ETIL ASETAT
KODE
BERCAK
Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Pere
254 366 aksi 254 366 aksi 254 366 aksi
nm nm nm nm nm nm
1. 0.46 - - - Biru 0,2 - - Ung - 0,0 - - - -
mud 0 u 7
2. a - - -
0,3 Mer
3. 1 - - ah -
0,4 Hijau
5 kebir
4. - - uan -
Kuni
0,4 ng
9 kem
erah
an
AIR F1 F2
KODE
BERCAK Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Pereak
254 366 aksi 254 366 aksi 254 366 si
nm nm nm nm nm nm
1 - - - - - 0,6 - - Ung - 0,6 - - Ung -
8 u 7 u
2 - - - Ungu
0,7 - kebiru
7 an
F3 F4 F5
KODE
BERCAK
Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Pereaks
254 366 aksi 254 366 aksi 254 366 i
nm nm nm nm nm nm
1 0,3 - - Ung - 0,4 - - Hija Kuni 0,4 - Biru Hijau Biru
6 u 6 u ng 7 pend keungu
gela pend ar an
2 - - p Kuni - - ar - -
0,3 ng 0,5 - 0,5 Kuni -
9 Ung 3 Hija 1 ng
3 - - u - - u - -
Kuni pend - -
4 0,4 - - ng 0,5 - Biru ar 0,5 - Biru Kuni
3 Hija 8 pend - 8 pend ng -
u - ar Kuni ar
5 0,5 - - 0,6 - ng 0,6 - Hijau
Hija 5 - - 4 - pend -
6 - Biru u - - Hija - ar
0,5 pend - u - - -
7 ar - 0,7 pend 0,7 Ungu
7 - - 2 ar 0
0,6 Kuni -
8 5 - - ng - 0,7 Ung 0,7
7 u 7
Hija -
0,7 u -
2 pend
ar
0,7
7 Ung
u
-
F6 F7 F8
KODE
BERCAK
Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Perea
254 366 aksi 254 366 aksi 254 366 ksi
nm nm nm nm nm nm
1 - - - - - 0,4 - Biru Hijau - 0,4 - - Hijau -
5 pend 7 pend
ar ar
2 - - - -
51 Kuni 0,5 Kuni
3 - - ng 1 Biru ng -
0,5
4 7 - Biru Kuni 0,6 Hijau
pend ng 6 pend
0,6 ar ar
5 Hijau
pend
ar
F9 F10 F11
KODE
BERCAK
Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Perea
254 366 aksi 254 366 aksi 254 366 ksi
nm nm nm nm nm nm
1 0,4 - - - Hijau 0,5 - Biru Hijau - 0,6 - Biru Hijau -
9 pend 8 pend pend
ar ar ar
2 - - - Hijau 0,6 - Hijau
0,6 8 Hijau pend
6 pend ar
ar
PEMBAHASAN
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang
kepolaran.
Prinsip kerjanya adalah berdasarkan adsorpsi dan partisi, dimana sampel akan berpisah
berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini
biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan
jenis sampel yang ingin dipisahkan. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen
Fase diam (adsorben) contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida),
kieslguhr (diatomeous earth), dan selulosa. Dari keempat jenis adsorben tersebut, yang paling
banyak dipakai ialah silika gel dan masing-masing terdiri dari beberapa jenis yang mempunyai
nama perdagangan bermacam-macam. Silika gel ini menghasilkan perbedaan dalam efek
pemisahan yang tergantung kepada cara pembuatannya. Selain itu harus diingat bahwa
Fase gerak (mobile) meliputi beberapa variasi eluen. Eluen yang digunakan untuk
proses elusi terdapat dua jenis yaitu eluen yang lebih polar dan eluen yang kurang polar.
Penggunaan eluen yang kurang polar dimaksudkan untuk mengelusi ekstrak heksan dan
ekstrak metanol, sedangkan eluen yang lebih polar untuk mengelusi ekstrak n-butanol jenuh
air dan ekstrak metanol. Eluen yang digunakan merupakan kombinasi dari dua macam pelarut,
Hal ini dimaksudkan untuk mencapai semua tingkat kepolaran sehingga eluen ini dapat
mengangkat noda yang tingkat kepolarannya berbeda-beda. Perbandingan jumlah eluen yang
digunakan berdasarkan pengalaman dapat menarik komponen kimia yang maksimal. Namun
jika pada penampakan noda, belum diperoleh jumlah noda yang maksimal atau posisi noda
terlalu ke atas atau ke bawah maka perbandingan ini dapat dikombinasikan kembali.
Prinsip eluen tersebut dalam melewati fase diam (terelusi naik ke atas) adalah bergerak
berdasarkan prinsip partisi dimana fase gerak akan teradsorpsi pada permukaan dan mengisi
kecepatan yang berbeda-beda saat terpartisi dan terjadilah pemisahan. Untuk memisahkan
noda dengan sebaik-baiknya maka digunakan kombinasi eluen non polar dengan polar.
Apabila noda yang diperoleh terlalu tinggi, maka kecepatannya dapat dikurangi dengan
mengurangi kepolaran. Namun apabila nodanya lambat bergerak atau hanya ditempat, maka
Pemilihan sinar UV yang digunakan yaitu UV 254 nm dan UV 366 nm, karena kedua
UV ini telah mampu mewakili kedua jenis UV dekat. Dimana UV panjang diwakili oleh UV
Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak
berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya
interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng.
Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen
tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih
Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap.
Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar
UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut.
Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen
tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih
tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang
tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak
Penampakan noda pada sinar UV 254 nm dan 366 nm disebabkan karena adanya
interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh ausokrom yang terdapat
pada noda tersebut. Gugus kromofor adalah gugus atom yang dapat menyerap radiasi
elektromagnetik (sinar UV) dan mempunyai ikatan rangkap tak jenuh (terkonyugasi).
Sedangkan gugus terkonyugasi adalah struktur molekul dengan ikatan rangkap tak jenuh lebih
dari satu yang berada berselang-seling dengan ikatan tunggal. Flouresensi warna yang tampak
tersebut merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron
yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi tinggi. Perbedaan energi emisi yang
dipancarkan pada saat kembali ke energi dasar inilah yang menyebabkan perbedaan
Digunakan UV 254 karena UV 254 ini dianggap mewakili pendek (190-280) dan
Adapun tahapan dari pengerjaan kromatografi lapis tipis adalah mula-mula sampel
dilarutkan dengan pelarut yang sesuai, Kemudian sampel yang telah dilarutkan ditotolkan
pada lempeng KLT dengan menggunakan pipa kapiler. Lempeng kemudian diangin-anginkan
sedikit. Lalu lempeng dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen (n-heksan:etil asetat,
7:3) dimana sebelumnya chamber dijenuhkan dengan cara memasukkan kertas saring kedalam
chamber yang telah berisi eluen dan ditunggu hingga kertas saring terelusi seluruhnya oleh
eluen. Kemudian lempeng KLT yang berada di dalam chamber dibiarkan terelusi oleh eluen
hingga tanda batas eluen. Bila lempeng KLT telah terelusi, maka lempeng KLT kemudian
diangkat dan dikeringkan. Proses berikutnya adalah visualisasi, dimana noda pada lempeng
KLT diamati dibawah lampu UV 254 nm dan 366 nm. Juga digunakan penyemprotan dengan
menggunakan Anisaldehid dengan menggunakan alat khusus dan di oven selama 5 menit
Setelah dilakukan tahap visualisasi, noda yang telah terpisah kemudian diukur nilai Rf nya
Pada klt kali ini menghasilkan pada eluen 1 dengan noda 1 sebesar 5 cm dengan nilai
Rf 0,68 . Pada eluen ke 2 dengan noda 1 sebesar 4,9 cm dengan nilai Rf 0,67 . pada eluen ke
3 pada noda 1 sebesar 2,7 cm dengan nilai Rf 0,36 , noda 2 sebesar 2,9 cm dengan nilai Rf
0,39 , Noda 3 sebesar 3,2 cm dengan nilai Rf 0,43 , pada noda 4 sebesar 3,7 cm dengan nilai
Rf 0,5 , pada noda 5 sebesar 4,2 cm dengan nilai Rf 0,57 , Pada noda 6 sebesar 4,8 cm dengan
nilai Rf 0,65 ,Pada noda 7 sebesar 5 ,3 cm dengan nilai Rf 0,72 ,Pada noda 8 sebesar 5,7
dengan nilai Rf 0,77 .Pada eluen ke 4 dengan noda 1 sebesar 3,4 cm dengan nilai Rf 0,46 pada
noda ke 2 sebesar 3,9 cm dengan nilai Rf 0,53 ,pada noda 3 sebesar 4,3 dengan nilai Rf 0,58 ,
pada noda 4 sebesar 4,8 dengan nilai Rf 0,65 , pada noda ke 5 sebesar 5,3 dengan nilai Rf 0,72
, pada noda 6 sebesar 5,7 dengan nilai Rf 0,77. Pada eluen ke 5 dengan noda 1 sebesar 3,5
menghasilkan nilai Rf 0,47 , pada noda 2 sebesar 3,8 dengan nilai Rf 0,51 , Pada noda 3 sebesar
4,3 dengan nilai Rf 0,58 , pada noda 4 sebesar 4,7 dengan nilai Rf 0,64 , pada noda 5 sebesar
5,2 dengan nilai Rf 0,70 , pada noda 6 sebesar 5,7 dengan nilai Rf 0,77
. Pada eluen tidak menghasilkan noda .Pada eluen 7 dengan noda 1 sebesar 3,3 menghasilkan
nilai Rf 0,45 , noda 2 sebesar 3,8 menghasilkan nilai Rf 0,51 , pada noda 3 sebesar 4,2 dengan
nilai Rf 0,57 , pada noda 4 sebesar 4,8 menghasilkan nilai Rf 0,65 ,pada noda 5 sebesar 5,6
menghasilkan nilai Rf 0,76 . Pada eluen ke 8 dengan noda 1 sebesar 0,47 menghasilkan nilai
Rf 0,47 ,pada noda ke 2 sebesar 3,8 menghasilkan nilai Rf 0,51 , pada noda 3 sebesar 4,9
dengan nilai Rf 0,66 . Pada eluen 9 dengan noda 1 sebesar 3,6 menghasilkan nilai Rf 0,49 ,
pada noda 2 sebesar 4,9 menghasilkan nilai Rf 0,66 . Pada eluen 10 noda sebesar 3,7
menghasilkan nilai Rf 0,5 , pada noda 2 sebesar 5 dengan nilai Rf 0,68 .Pada eluen 11 noda 1
sebesar 5 menghasilkan nilai Rf 0,68 , pada Fraksi heksan noda 1 sebesar 1,5 menghasilkan
nilai Rf 0,2 , pada noda 2 sebesar 2,3 menghasilkan nilai Rf 0,31 ,Pada noda 3 sebesar 3,3
menghasilkan nilai Rf 0,45 . pada noda 4 sebesar 3,6 menghasilkan nilai Rf 0,49 .Pada Fraksi
air tidak menghasilkan noda .pada fraksi etil noda 1 sebesar 0,5 menghasilkan nilai Rf 0,07
Pada pendeteksian semprot anisaldehid , subfraksi 3 dan 4 terdeteksi 1 bercak yang sama
dengan pembanding stigmasterol ,yakni pada Rf 0,46 , harga Rf yang sama tersebut
menunjukkan kelaporan senyawa yang sama dan warna yang sama menunjukkan gugus
fungsial yang sama pula . yang berarti pada subfraksi 3 dan 4 mengandung stigmasterol
KESIMPULAN
Hasil dari pengamatan didapat fraksi yang mengandung sterol yaitu pada fraksi 3 (n-hexan :etil asetat
6:4 ), fraksi 4(n-hexan :etil asetat 4:6),
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan, ANDI UGM, Yogyakarta.
Ditjen POM, 1987. Farmakope Indonesia Ed. III. Departemen Kesehatan RI : Jakarta
Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Jilid III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Iskandar, M.J. 2007. Pengantar Kromatografi Edisi Kedua. Penerbit ITB. Bandung.
Stahl, E (peny.), 1969. Thin Layer Cromatography, tbn. 2, George Allen dan Unwin. London.
Speight, H. M,. Absorption Kromatography. Academic Press. New York.
Rohman, Abdul. 2009. “Kromatografi untuk Analisis Obat”. Graha Ilmu : Jakarta