You are on page 1of 16

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

FITOKIMIA

MONOTORING KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Dosen Pengampu : Mamik Ponco Rahayu, M.Si., Apt.

Disusun Oleh :

1. Eli Wahyuni (22164959A)


2. Sonia Destarina (22164960A)
3. Asis Gusbiantoro (22164961A)
4. Waskito Adhi (22164963A)
5. Megitharia Hesniana O (22164964A)

Teori : 4 (H)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2018

I. Tujuan
Mahasiswa mampu memonitoring kandungan kimia ekstrak dan fraksi-fraksi
dari ekstrak dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT).

II. Dasar Teori


Kromatografi dalam bidang kimia merupakan sebuah teknik analisis yang
digunakan untuk memisahkan sebuah campuran ataupun persenyawaan
kimia (Adnan, 1997).
Pada hakekatnya KLT merupakan metode kromatografi cair yang melibatkan
dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase geraknya berupa campuran pelarut
pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai
permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga
untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fase diam pada KLT sering disebut
penyerap walaupun berfungsi sebagai penyangga untuk zat cair di dalam sistem
kromatografi cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai
penyerap pada KLT, contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium
oksida), kiselgur (tanah diatomae) dan selulosa. Silika gel merupakan penyerap
paling banyak dipakai dalam KLT (Iskandar, 2007).
Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan
kromatografi kertas adalah karena dapat dihasilkannya pemisahan yang lebih
sempurna, kepekaan yang lebih tinggi, dan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat
(adnan, 1997).
Tekhnik KLT ini bertujuan untuk memisahkan komponen kimia secara cepat
berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi.TLC atau KLT dapat digunakan untuk
memisahkan berbagai senyawa seperti ion – ion anorganik, kompleks senyawa-
senyawa organik dengan dengan senyawa – senyawa anorganik, dan senyawa-
senyawa organik baik yang terdapat di alam maupun senyawa-senyawa organik
sintetik (Adnan, 1997).
Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi adsorbsi dan adsorben
bertindak sebagai fase stasioner. Empat macam adsorben yang umum digunakan
adalah silica gel (asam silikat), alumina (aluminium oxyde), kieselghur (diatomeus
earth) dan selulosa. Dari keempat jenis adsorben tersebut, yang paling banyak
dipakai adalah silica gel karena mempunyai daya pemisahan yang
baik (Adnan, 1997).
Teknik standar dalam melaksanakan pemisahan dengan KLT ini adalah pertama
kali lapisan tipis adsorben dibuat pada permukaan plat kaca atau plat lain, misalnya
berukuran 5 x 20 cm atau 20 x 20 cm. tebal lapisan adsorben tersebut dapat
bervariasi, tergantung penggunaannya. Larutan campuran yang akan dipisahkan
diteteskan pada kira – kira 1,5 cm dari bagian bawah plat tersebut dengan
menggunakan pipet mikro atau syringe. Zat pelarut yang terdapat pada sampel yang
diteteskan tersebut kemudian diuapkan lebih dulu. Selanjutnya plat kromatografi
tersebut dikembangkan dengan dengan mencelupkannya pada tangki yang berisi
campuran zat pelarut (solvent system). Dengan pengembangan tersebut masing –
masing komponen senyawa dalam sampel akan bergerak ke atas dengan kecepatan
yang berbeda. Perbedaan kecepatan gerakan ini merupakan akibat terjadinya
pengaruh proses dengan KLT, mulai pemilihan adsorben sampai identifikasi
masing – masing komponen yang telah terpisah (Adnan, 1997).
Analisis dengan KLT dapat dilakukan untuk mengidentifikasi simplisia yang
kelompok kandungan kimianya telah diketahui. Kelompok kandungan kimia tersebut
antara lain :(Ditjen POM, 1987)
a. Alkaloid
b. Glikosida jantung
c. Flavanoid
d. Saponin
e. Minyak atsiri
f. Kumarin dan asam fenol karboksilat
g. Valepotriat

Deteksi noda KLT terkadang lebih mudah dibandingkan dengan kromatografi


kertas karena dapat digunakan teknik-teknik umum yang lebih banyak. Kerap kai, noda
tidak berwarna atau tidak berpendar jika dikenai sinar ultra violet dapat ditampakkan
dengan cara mendedahkan papan pengembang pada uap iod. Uap iod akan berinteraksi
dengan komponen-komponen sampel baik secara kimia atau berdasarkan kelarutan
membentuk warna-warna tertentu (Soebagio, 2002 ).
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan
mecoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar.Sistem yang paling
sederhana ialah dengan menggunakan campuran 2 pelarut organik karena daya elusi
campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan
dapat terjadi secara optimal (Rohman, 2009).
Lempeng yang digunakan lempeng silika gel 254 P dengan ukuran 10 x 10 cm.
Lempeng dapat berupa lempeng kaca atau lempeng lain yang cocok. Untuk menentukan
kelompok kandungan kimia suatu simplisia sekurang-kurangnya diperlukan 10
lempeng (Ditjen POM, 1987).
Pemantauan kolom dengan metode KLT bertujuan untuk menentukan jumlah
komponen dalam campuran, menentukan identitas anatara dua campuran dan
memonitor perkembangan reaksi.
Digunakan standar pembanding senyawa yang bersangkutan kemudian
dibandingkan nilai Rf nya. Rf adalah waktu tambah atau waktu yang diperlukan untuk
mengelusi maksimum suatu sampel dihitung dari titik awal penotolan. Oleh karena itu
nilai Rf selalu lebih kecil dari 1.

Faktor yang mempengaruhi harga Rf adalah : (Stahl,1985)


a. Ukuran partikel pada adsorben
b. Derajat keaktifan dari lapisan penjerap
c. Ketetapan perbandingan dari eluen
d. Konsentrasi zat yang dipanaskan
e. Kejenuhan chamber
f. Diameter penotol
g. Tehnik percobaan
h. Suhu
i. Keseimbangan
j. Jumlah cuplikan yang digunakan
k. Tebal dan kerataan dari lapisan penjerap
l. Pelarut
m. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
n. Dan lain-lain

A. ALAT DAN BAHAN


- Alat
1. Chamber
2. Lempeng KLT
3. Pipa kapiler
4. Gelas ukur
5. Pipet

- Bahan
1. Fraksi herba ciplukan
2. N-heksana
3. Etanol
4. Etil asetat
5. Stigmasterol
6. Anisaldehid
B. CARA KERJA

Menjenuhkan fase gerak pada chamber yang berisi campuran n-heksana : etil asetat
(7:3)

Menyiapkan lempeng KLT dengan ukuran 10x20 cm. Memberi tanda batas kira-kira
1,5 cm dari batas bawah plat dengan pensil. Memberi batas atas 1 cm.

Menotolkan ekstrak, fraksi, dan subfraksi pada garis batas bawah plat KLT.

Memasukkan lempeng KLT ke dalam chamber, kemudian amati lempeng KLT hingga
fase gerak mengelusi senyawa sampai batas atas.

Mengambil lempeng dan kering anginkan, kemudian amati bercaknya pada sinar
visible, lampu UV 254 dan 366 nm dan beri tanda pada bercak menggunakan pensil.

Mengidentifikasi senyawa dengan pereaksi semprot : Steroid/Triterpen →


Anisaldehid lalu di ove selama 5 menit (Positif terjadi perubahan warna → kuning
untuk steroid dan ungu untuk triterpen).

Mengamati pada perubahan warna pada sinar tampak dan lampu UV 366 nm.

Mengitung harga Rf
HASIL
1. Herba Ciplukan
Fase gerak : n-heksan : etil asetat (7 : 3) dalam 40 ml
Fase diam : Silika
Pereaksi pendetaksi : anisaldehid
 Fraksi yang mempunyai profil kromatigram yang sama : 3,4,15
 Fraksi yang digabung : Gabungan I (3,4,5), II
(7,8), III (9,10)
STIGMASTEROL N-HEKSANA ETIL ASETAT
KODE
BERCAK
Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Pere
254 366 aksi 254 366 aksi 254 366 aksi
nm nm nm nm nm nm
1. 0.46 - - - Biru 0,2 - - Ung - 0,0 - - - -
mud 0 u 7
2. a - - -
0,3 Mer
3. 1 - - ah -

0,4 Hijau
5 kebir
4. - - uan -

Kuni
0,4 ng
9 kem
erah
an

AIR F1 F2
KODE
BERCAK Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Pereak
254 366 aksi 254 366 aksi 254 366 si
nm nm nm nm nm nm
1 - - - - - 0,6 - - Ung - 0,6 - - Ung -
8 u 7 u
2 - - - Ungu
0,7 - kebiru
7 an
F3 F4 F5
KODE
BERCAK
Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Pereaks
254 366 aksi 254 366 aksi 254 366 i
nm nm nm nm nm nm
1 0,3 - - Ung - 0,4 - - Hija Kuni 0,4 - Biru Hijau Biru
6 u 6 u ng 7 pend keungu
gela pend ar an
2 - - p Kuni - - ar - -
0,3 ng 0,5 - 0,5 Kuni -
9 Ung 3 Hija 1 ng
3 - - u - - u - -
Kuni pend - -
4 0,4 - - ng 0,5 - Biru ar 0,5 - Biru Kuni
3 Hija 8 pend - 8 pend ng -
u - ar Kuni ar
5 0,5 - - 0,6 - ng 0,6 - Hijau
Hija 5 - - 4 - pend -
6 - Biru u - - Hija - ar
0,5 pend - u - - -
7 ar - 0,7 pend 0,7 Ungu
7 - - 2 ar 0
0,6 Kuni -
8 5 - - ng - 0,7 Ung 0,7
7 u 7
Hija -
0,7 u -
2 pend
ar
0,7
7 Ung
u

-
F6 F7 F8
KODE
BERCAK
Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Perea
254 366 aksi 254 366 aksi 254 366 ksi
nm nm nm nm nm nm
1 - - - - - 0,4 - Biru Hijau - 0,4 - - Hijau -
5 pend 7 pend
ar ar
2 - - - -
51 Kuni 0,5 Kuni
3 - - ng 1 Biru ng -
0,5
4 7 - Biru Kuni 0,6 Hijau
pend ng 6 pend
0,6 ar ar
5 Hijau
pend
ar

F9 F10 F11
KODE
BERCAK
Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Pere Rf Vis UV UV Perea
254 366 aksi 254 366 aksi 254 366 ksi
nm nm nm nm nm nm
1 0,4 - - - Hijau 0,5 - Biru Hijau - 0,6 - Biru Hijau -
9 pend 8 pend pend
ar ar ar
2 - - - Hijau 0,6 - Hijau
0,6 8 Hijau pend
6 pend ar
ar
PEMBAHASAN

Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang

ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan

kepolaran.

Prinsip kerjanya adalah berdasarkan adsorpsi dan partisi, dimana sampel akan berpisah

berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini

biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan

jenis sampel yang ingin dipisahkan. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen

maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.

Fase diam (adsorben) contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida),

kieslguhr (diatomeous earth), dan selulosa. Dari keempat jenis adsorben tersebut, yang paling

banyak dipakai ialah silika gel dan masing-masing terdiri dari beberapa jenis yang mempunyai

nama perdagangan bermacam-macam. Silika gel ini menghasilkan perbedaan dalam efek

pemisahan yang tergantung kepada cara pembuatannya. Selain itu harus diingat bahwa

penyerap yang berpengaruh nyata terhadap daya pemisahnya.

Fase gerak (mobile) meliputi beberapa variasi eluen. Eluen yang digunakan untuk

proses elusi terdapat dua jenis yaitu eluen yang lebih polar dan eluen yang kurang polar.

Penggunaan eluen yang kurang polar dimaksudkan untuk mengelusi ekstrak heksan dan

ekstrak metanol, sedangkan eluen yang lebih polar untuk mengelusi ekstrak n-butanol jenuh

air dan ekstrak metanol. Eluen yang digunakan merupakan kombinasi dari dua macam pelarut,

Hal ini dimaksudkan untuk mencapai semua tingkat kepolaran sehingga eluen ini dapat

mengangkat noda yang tingkat kepolarannya berbeda-beda. Perbandingan jumlah eluen yang
digunakan berdasarkan pengalaman dapat menarik komponen kimia yang maksimal. Namun

jika pada penampakan noda, belum diperoleh jumlah noda yang maksimal atau posisi noda

terlalu ke atas atau ke bawah maka perbandingan ini dapat dikombinasikan kembali.

Prinsip eluen tersebut dalam melewati fase diam (terelusi naik ke atas) adalah bergerak

berdasarkan prinsip partisi dimana fase gerak akan teradsorpsi pada permukaan dan mengisi

ruang-ruang diantara sel penyerap, kemudian terpartisi

Prinsip pemisahan noda adalah berdasarkan kepolarannya sehingga menghasilkan

kecepatan yang berbeda-beda saat terpartisi dan terjadilah pemisahan. Untuk memisahkan

noda dengan sebaik-baiknya maka digunakan kombinasi eluen non polar dengan polar.

Apabila noda yang diperoleh terlalu tinggi, maka kecepatannya dapat dikurangi dengan

mengurangi kepolaran. Namun apabila nodanya lambat bergerak atau hanya ditempat, maka

kepolaran dapat ditambah.

Pemilihan sinar UV yang digunakan yaitu UV 254 nm dan UV 366 nm, karena kedua

UV ini telah mampu mewakili kedua jenis UV dekat. Dimana UV panjang diwakili oleh UV

366 nm dan UV pendek diwakili oleh 254 nm.

Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak

berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya

interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng.

Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen

tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih

tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi

Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap.

Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar

UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut.
Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen

tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih

tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang

tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak

berfluororesensi pada sinar UV 366 nm

Penampakan noda pada sinar UV 254 nm dan 366 nm disebabkan karena adanya

interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh ausokrom yang terdapat

pada noda tersebut. Gugus kromofor adalah gugus atom yang dapat menyerap radiasi

elektromagnetik (sinar UV) dan mempunyai ikatan rangkap tak jenuh (terkonyugasi).

Sedangkan gugus terkonyugasi adalah struktur molekul dengan ikatan rangkap tak jenuh lebih

dari satu yang berada berselang-seling dengan ikatan tunggal. Flouresensi warna yang tampak

tersebut merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron

yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi tinggi. Perbedaan energi emisi yang

dipancarkan pada saat kembali ke energi dasar inilah yang menyebabkan perbedaan

flouresensi warna yang dihasilkan oleh tiap noda

Digunakan UV 254 karena UV 254 ini dianggap mewakili pendek (190-280) dan

digunakan UV 366 karena UV 366 ini dianggap mewakili panjang (280-380).

Adapun tahapan dari pengerjaan kromatografi lapis tipis adalah mula-mula sampel

dilarutkan dengan pelarut yang sesuai, Kemudian sampel yang telah dilarutkan ditotolkan

pada lempeng KLT dengan menggunakan pipa kapiler. Lempeng kemudian diangin-anginkan

sedikit. Lalu lempeng dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen (n-heksan:etil asetat,

7:3) dimana sebelumnya chamber dijenuhkan dengan cara memasukkan kertas saring kedalam

chamber yang telah berisi eluen dan ditunggu hingga kertas saring terelusi seluruhnya oleh

eluen. Kemudian lempeng KLT yang berada di dalam chamber dibiarkan terelusi oleh eluen
hingga tanda batas eluen. Bila lempeng KLT telah terelusi, maka lempeng KLT kemudian

diangkat dan dikeringkan. Proses berikutnya adalah visualisasi, dimana noda pada lempeng

KLT diamati dibawah lampu UV 254 nm dan 366 nm. Juga digunakan penyemprotan dengan

menggunakan Anisaldehid dengan menggunakan alat khusus dan di oven selama 5 menit

Setelah dilakukan tahap visualisasi, noda yang telah terpisah kemudian diukur nilai Rf nya

Pada klt kali ini menghasilkan pada eluen 1 dengan noda 1 sebesar 5 cm dengan nilai

Rf 0,68 . Pada eluen ke 2 dengan noda 1 sebesar 4,9 cm dengan nilai Rf 0,67 . pada eluen ke

3 pada noda 1 sebesar 2,7 cm dengan nilai Rf 0,36 , noda 2 sebesar 2,9 cm dengan nilai Rf

0,39 , Noda 3 sebesar 3,2 cm dengan nilai Rf 0,43 , pada noda 4 sebesar 3,7 cm dengan nilai

Rf 0,5 , pada noda 5 sebesar 4,2 cm dengan nilai Rf 0,57 , Pada noda 6 sebesar 4,8 cm dengan

nilai Rf 0,65 ,Pada noda 7 sebesar 5 ,3 cm dengan nilai Rf 0,72 ,Pada noda 8 sebesar 5,7

dengan nilai Rf 0,77 .Pada eluen ke 4 dengan noda 1 sebesar 3,4 cm dengan nilai Rf 0,46 pada

noda ke 2 sebesar 3,9 cm dengan nilai Rf 0,53 ,pada noda 3 sebesar 4,3 dengan nilai Rf 0,58 ,

pada noda 4 sebesar 4,8 dengan nilai Rf 0,65 , pada noda ke 5 sebesar 5,3 dengan nilai Rf 0,72

, pada noda 6 sebesar 5,7 dengan nilai Rf 0,77. Pada eluen ke 5 dengan noda 1 sebesar 3,5

menghasilkan nilai Rf 0,47 , pada noda 2 sebesar 3,8 dengan nilai Rf 0,51 , Pada noda 3 sebesar

4,3 dengan nilai Rf 0,58 , pada noda 4 sebesar 4,7 dengan nilai Rf 0,64 , pada noda 5 sebesar

5,2 dengan nilai Rf 0,70 , pada noda 6 sebesar 5,7 dengan nilai Rf 0,77

. Pada eluen tidak menghasilkan noda .Pada eluen 7 dengan noda 1 sebesar 3,3 menghasilkan

nilai Rf 0,45 , noda 2 sebesar 3,8 menghasilkan nilai Rf 0,51 , pada noda 3 sebesar 4,2 dengan

nilai Rf 0,57 , pada noda 4 sebesar 4,8 menghasilkan nilai Rf 0,65 ,pada noda 5 sebesar 5,6

menghasilkan nilai Rf 0,76 . Pada eluen ke 8 dengan noda 1 sebesar 0,47 menghasilkan nilai

Rf 0,47 ,pada noda ke 2 sebesar 3,8 menghasilkan nilai Rf 0,51 , pada noda 3 sebesar 4,9

dengan nilai Rf 0,66 . Pada eluen 9 dengan noda 1 sebesar 3,6 menghasilkan nilai Rf 0,49 ,
pada noda 2 sebesar 4,9 menghasilkan nilai Rf 0,66 . Pada eluen 10 noda sebesar 3,7

menghasilkan nilai Rf 0,5 , pada noda 2 sebesar 5 dengan nilai Rf 0,68 .Pada eluen 11 noda 1

sebesar 5 menghasilkan nilai Rf 0,68 , pada Fraksi heksan noda 1 sebesar 1,5 menghasilkan

nilai Rf 0,2 , pada noda 2 sebesar 2,3 menghasilkan nilai Rf 0,31 ,Pada noda 3 sebesar 3,3

menghasilkan nilai Rf 0,45 . pada noda 4 sebesar 3,6 menghasilkan nilai Rf 0,49 .Pada Fraksi

air tidak menghasilkan noda .pada fraksi etil noda 1 sebesar 0,5 menghasilkan nilai Rf 0,07

.pada fraksi stigmasterol noda 1 sebesar 3,4 menghasilkan nilai Rf 0,46

Pada pendeteksian semprot anisaldehid , subfraksi 3 dan 4 terdeteksi 1 bercak yang sama

dengan pembanding stigmasterol ,yakni pada Rf 0,46 , harga Rf yang sama tersebut

menunjukkan kelaporan senyawa yang sama dan warna yang sama menunjukkan gugus

fungsial yang sama pula . yang berarti pada subfraksi 3 dan 4 mengandung stigmasterol

KESIMPULAN

Hasil dari pengamatan didapat fraksi yang mengandung sterol yaitu pada fraksi 3 (n-hexan :etil asetat
6:4 ), fraksi 4(n-hexan :etil asetat 4:6),
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan, ANDI UGM, Yogyakarta.

Ditjen POM, 1987. Farmakope Indonesia Ed. III. Departemen Kesehatan RI : Jakarta

Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Jilid III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Iskandar, M.J. 2007. Pengantar Kromatografi Edisi Kedua. Penerbit ITB. Bandung.

Stahl, E (peny.), 1969. Thin Layer Cromatography, tbn. 2, George Allen dan Unwin. London.
Speight, H. M,. Absorption Kromatography. Academic Press. New York.

Rohman, Abdul. 2009. “Kromatografi untuk Analisis Obat”. Graha Ilmu : Jakarta

Soebagio. 2002. “Kimia Analitik II”. Malang : JICA.

You might also like