Professional Documents
Culture Documents
SK 1 Emer Lalala
SK 1 Emer Lalala
1
Gambar 1. Kelainan Plasenta
2. Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal di korpus uteri yang
terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin dilahirkan. Yang dapat
termanifestasikan dalam perdarahan pervagina, peningkatan kontraksi uterus dan distres
pada fetus yang dapat berakibat pada kematian ibu dan janin.
3. Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya, mungkin disebabkan : ruptura sinus
marginalis, atau vasa previa.
Vasa previa adalah keadaan dimana pembuluh darah umbilikalis janin berinsersi dengan
vilamentosa yakni pada selaput ketuban.
Disini penulis hanya akan membahas perdarahan antepartum yang bersumber dari kelainan
plasenta yaitu tentang plasenta previa dan solusio plasenta dan pemeriksaan penunjang
ultrasonography untuk mendukung diagnosa. Perlu diketahui kematian perinatal terbesar
karena perdarahan antepartum adalah solusio plasenta (70%) dan plasenta previa (26,3%).
2
Gambar 3. Kelainan Letak Plasenta
b) Plasenta previa lateralis, bila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
3
Gambar 5. Plasenta previa lateralis
c) Plasenta previa marginalis, bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan.
d) Plasenta letak rendah bila plasenta yang letaknya abnormal di segmen bawah uterus,
akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta kira-
kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada
pembukaan jalan lahir.
4
2.2.2 Solusio Plasenta
Ada 3 tipe perdarahan pada solusio plasenta, yaitu
1. Perdarahan keluar (External hemorrhage)
Diakibatkan terlepasnya plasenta bagian perifer (tepian) dan membran di antara
plasenta dan kanalis servikalis terlepas dari desidua yang di bawahnya. Sehingga
perdarahan yang terjadi dapat tampak pervaginam. Gejala klinis sesuai dengan
jumlah kehilangan darah, tidak terdapat ketegangan uterus, atau hanya ringan.
2. Perdarahan tersembunyi (Concealed hemorrhage)
Diakibatkan terlepasnya plasenta bagian sentral, sedangkan perdarahan yang terjadi
sifatnya retroplasenta. Gejala yang terjadi, tidak terdapat perdarahan pervaginam,
uterus tegang dan hipertonus, sering terjadi fetal distress berat.
3. Perdarahan kombinasi (Combined hemorrhage)
Terjadi perdarahan baik retroplasental atau pervaginam dan uterus tetanik.
Sedangkan berdasarkan luas terlepasnya plasenta dari uterus, solusio plasenta dapat dibagi
atas :
1. Solusio plasenta totalis
2. Solusio plasenta partialis
5
Gambar 8. Perdarahan pada solusio plasenta
1.3 Etiologi
1.3.1 Plasenta Previa
Beberapa faktor dan etiologi dari plsenta previa tidak diketahui. Tetapi diduga hal
tersebut berhubungan dengan abnormalitas dari vaskularisasi endometrium yang
mungkin disebabkan oleh timbulnya parut akibat trauma operasi/infeksi. Perdarahan
berhubungan dengan adanya perkembangan segmen bawah uterus pada trimester
ketiga. Plasenta yang melekat pada area ini akan rusak akibat ketidakmampuan segmen
bawah rahim. Kemudian perdarahan akan terjadi akibat ketidakmampuan segmen
bawah rahim untuk berkonstruksi secara adekuat.
Faktor Risiko
1.3.2 Plasenta Previa
Faktor risiko plasenta previa termasuk :
1. Riwayat plasenta previa sebelumnya
2. Riwayat seksio cesarea
3. Riwayat aborsi
4. Kehamilan ganda
5. Umur ibu yang telah lanjut, wanita lebih dari 35 tahun
6. Multiparitas
7. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim, sehingga mempersempit permukaan bagi
penempatan plasenta
8. Adanya jaringan rahim pada tempat yang bukan seharusnya. Misalnya dari indung telur
setelah kehamilan sebelumnya atau endometriosis.
9. Adanya trauma selama kehamilan
10. Sosial ekonomi rendah/gizi buruk, patofisologi dimulai dari usia kehamilan 30 minggu
segmen bawah uterus akan terbentuk dan mulai melebar serta menipis
11. Mendapat tindakan kuretase
6
1.3.3 Solusio Plasenta
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya solusio plasenta, antara
lain:
a) Usia ibu saat hamil
Dalam sebuah penelitian oleh Cleary dan Goldman (2007), menunjukan data bahwa pada
evaluasi di trimester pertama dan kedua kehamilan terdapat peningkatan insidensi
terjadinya soluiso plasenta sebesar 2-3 kali pada ibu hamil yang berusia ≥ 40 tahun
dibandingkan usia ≤ 35 tahun.
b) Paritas
Sampai saat ini, masih menjadi kontroversi tentang pengaruh multiparitas sebagai faktor
predisposisi terjadinya solusio plasenta. Misalnya pada penelitian yang dilakukan
Pritchard dan Colleagues (1991) melaporkan insidensi terjadinya solusio plasenta lebih
tinggi pada multiparitas, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Toohey dan Associates
(1995) tidak menemukan pengaruh multiparitas dan insidensi terjadinya solusio plasenta.9
Akan tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Iram Sarwer et al (2003-2004), dilaporkan
bahwa nulipara lebih cenderung terjadinya solusio plasenta dibanding ibu multipara.
Tabel 1 : Presentase Kasus Solusio Plasenta terhadap Paritas dan Umur Kehamilan
Vartables No. Of cases Percentage Mean ± S.D
Parity Groups
0 06 11.3 3.92 ±
4 26 49.1 2.56
>4 21 39.6
Gestational
Ages (Wks)
28 -32 24 45.3 33.81
33 – 36 15 28.3 ± 3.64
37 – 40 14 26.4
Lalu bagaimana dengan hubungan tingkat paritas dan frekuensi terjadinya solusio plasenta
di Indonesia? Pada penelitian yang dilakukan pada RSUD Dr. Moerwadi Surakarta tahun
2001-2003, dilaporkan bahwa tingginya frekuensi solusio plasenta terjadi pada
multiparitas dibanding nulipara.
Tabel 2 : Persentase Kasus Solusio Plasenta terhadap Paritas
Paritas Solusio Plasenta Persalinan Frekuensi (%)
0 4 1682 0,23
7
4–6 12 1064 1,13
7 3 257 1,18
h) Leiomyomas
Myoma uteri terutama yang berlokasi dibelakang sisi implantasi plasenta cenderung akan
menyebabkan terjadinya solusio plasenta. Rice pada penelitiannya tahun 1989 menemukan
8 dari 14 wanita dengan myoma uteri retroplasenta akan berkembang menjadi solusio
plasenta sedangkan 4 lainnya akan berakhir dengan kejadian 4 bayi lahir mati. Sedangkan
hanya 2 dari 79 wanita dengan kasus myoma uteri non retroplasenta yang berkembang
menjadi solusio plasenta.
8
i) Thrombofilia
Pada dekade yang lalu. Trombofilia yang diturunkan ataupun didapatkan selalu
mempunyai korelasi langsung pada kasus thromboembolik dalam kehamilan yang
akhirnya akan berasosiasi sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta dan preeklampsia,
hal ini ditemukan oleh Kenny (2009). Beberapa literatur menulis bahwa mutasi pada faktor
V Leiden, gen prothrombin, hiperhomocysteinemia, activated protein C resistance,
defisiensi antithrombin III dan terdapatnya antibodi anticardiolipin immunoglobin G. Jika
pada antenatal care ditemukan pasien positif terindikasi thrombofilia maka seharusnya
pasien mendapatkan terapi heparin ataupun aspirin dalam kehamilannya.
j) Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Seorang wanita yang pernah menderita solusio plasenta terlebih yang menyebabkan
kematian janin memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi. Hal ini ditemukan pada
berbagai sumber dari laporan penelitian yang dilakukan. Pada penelitain yang terakhir oleh
Rasmusen dan Irgens (2009) dengan 767.000 kehamilan peningkatan ratio terjadinya
rekurensi hampir 3 kali dengan riwayat solusio plasenta pada kehamilan sebelumnya.
Hipertensi adalah adanya kenaikan tekanan darah melebihi batas normal yaitu tekanan
darah ≥140/90 mmHg (Prawirohardjo, 2008).
Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selanh 4 jam.
Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan keniakan tekanan darahdiastolik ≥ 15
mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipaki lagi.
Hipertensi pada kehamilan terdapat pada 5-10% kehamilan, hipertensi merupakan salah
satu dari ketiga penyebab kematian pada ibu hamil selain perdarahan dan infeksi. World
Health Organization (WHO) menyatakan pada negara maju 16% kematian maternal
diakibatkan karena hipertensi pada kehamilan, dan menempati proporsi kematian pertama
setelah perdarahan (13%), aborsi (8%), dan sepsis (2%). Berg et all pada tahun 2003
melaporkan kematian maternal sekitar 16% karena komplikasi dari hipertensi pada
kehamilan, dua tahun kemudian berg et al melakukan penelitian yang menunjukan bahwa
kematian maternal akibat hipertensi dapat dicegah melalui beberapa tahapan.
9
Dari data berbagai kepustakaan didapat angka kejadian preeklampsia di berbagai
negara antara 7 – 10 % . Di Indonesia sendiri angka kejadian preeklampsia berkisar antara
3,4 – 8,5 % .
Pada penelitian di RS. Dr. Kariadi Semarang tahun 1997 didapatkan angka kejadian
preeklampsia 3,7 % dan eklampsia 0,9 % dengan angka kematian perinatal sebesar 3,1 %.
Sedang pada periode tahun 1997 – 1999 didapatkan angka kejadian preeklampsia 7,6 %
dan eklampsia 0,15 %. Penelitian pada bulan Juni 2002 – Februari 2004 di RS. Dr. Kariadi
Semarang didapatkan 28,1 % kasus persalinan dengan preeklampsia berat. Dari data ini
terlihat kecenderungan peningkatan angka kejadian preeklampsia di RS.Dr.Kariadi dari
tahun ke tahun.
Teori yang dianggap dapat menjelaskan etiologi dan patofisiologi PE harus dapat
menjelaskan kenyataan bahwa HDK seringkali terjadi pada :
1. Mereka yang terpapar pada villi chorialis untuk pertama kalinya ( pada nulipara )
2. Mereka yang terpapar dengan villi chorialis yang berlimpah ( pada kehamilan kembar
atau mola )
3. Mereka yang sudah menderita penyakit vaskular sebelum kehamilan.
4. Penderita dengan predisposisi genetik Hipertensi .
1) Paritas
Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama. Paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsi dan risiko meningkat lagi pada
grandemultigravida (Bobak, 2005). Selain itu primitua, lama perkawinan ≥4 tahun juga
dapat berisiko tinggi timbul preeklamsi (Rochjati, 2003)
2) Usia
Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun. Kematian maternal
pada wanita hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah usia 35 tahun
meningkat, karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35
tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsi (Cunningham, 2006).
Selain itu ibu hamil yang berusia ≥35 tahun telah terjadi perubahan pada jaringan
10
alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi sehingga lebih berisiko untuk terjadi
preeklamsi (Rochjati, 2003).
3) Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi adalah ibu yang pernah mengalami hipertensi sebelum hamil
atau sebelum umur kehamilan 20 minggu.Ibu yang mempunyai riwayat hipertensi
berisiko lebih besar mengalami preeklamsi, serta meningkatkan morbiditas dan
mortalitas maternal dan neonatal lebih tinggi.
4) Sosial ekonomi
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial ekonominya lebih
maju jarang terjangkit penyakit preeklamsi.Secara umum, preeklamsi/eklamsi dapat
dicegah dengan asuhan pranatal yang baik. Namun pada kalangan ekonomi yang masih
rendah dan pengetahuan yang kurang seperti di negara berkembang seperti Indonesia
insiden preeklamsi/eklampsi masih sering terjadi (Cunningham, 2006)
6) Genetik
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara
familial jika dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti pada ibu yang
mengalami preeklamsi 26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsi pula,
sedangkan 8% anak menantunya mengalami preeklamsi. Karena biasanya kelainan
genetik juga dapat mempengaruhi penurunan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya
mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat menyebabkan terjadinya vasospasme yang
merupakan dasar patofisiologi terjadinya preeklamsi/eklamsi (Wiknjosastro, 2008;
Cunningham, 2008).
7) Obesitas
Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh.
Obesitas merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, biasanya disertai kelebihan
lemak dan protein hewani, kelebihan gula dan garam yang kelak bisa merupakan faktor
risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker)
dan gangguan kesehatan lain.Hubungan antara berat badan ibu dengan risiko
preeklamsia bersifat progresif, meningkat dari 4,3% untuk wanita dengan indeks massa
tubuh kurang dari 19,8 kg/m2 terjadi peningkatan menjadi 13,3 % untuk mereka
yang indeksnya ≥35 kg/m2 (Cunningham, 2006; Mansjoer, 2008)
11
2.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklamsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria.
3. Eklamsi adalah preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang sampai dengan koma.
12
- Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu suatu
vasokonstriktor kuat. Dalam Keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak
dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar tromboksan lebih
banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis)
.
- Peningkatan permeabilitas kapiler.
- Peningkatan produksi bahan – bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO
menurun sedangkan endotelin meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu
lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre
eklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula, sedangkan
hanya 8% anak menantu mengalami pre eklamsia.
13
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses
apoptosis pada pre eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres
oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat.
Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan
mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga
terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala – gejala pre eklamsia pada ibu.
Preeklampsia
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia
(Cunningham, 2003).Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami
peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,
tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.Penumpukan
trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit
kepala dan defisit saraf lokal dan kejang.Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan
laju filtrasi glomerulus dan proteinuria.Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler
menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.Manifestasi terhadap
kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya cardiac output dan
peningkatan tahanan pembuluh perifer.Peningkatan hemolisis microangiopati
menyebabkan anemia dan trombositopeni.Infark plasenta dan obstruksi plasenta
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Michael,
2005).
Edema
Pada kehamilan normal dapat ditemukan edema yang bebas, tetapi jika terdapat
edema yang tidak bebas, terdapat di tangan dan wajah yang meningkat pada pagi hari
dapat dipikirkan merupakan edema yang patologis.Peningkatan berat badan yang
sangat banyak atau secara tiba-tiba dapat meningkatkan kemungkinan
preeklampsia.Preeklampsia dapat juga terjadi tanpa adanya edema(Pernoll, 1987).
Hipertensi
Hipertensi merupakan kiteria paling penting dalam diagnosa penyakit
preeklampsia.Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida dengan
usiamuda memiliki tekanan darah sekitar 100-110/60-70 mmHg selama trimester
kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan sistolik sebesar 30
mmHg harus dipertimbangkan sesuatu yang buruk.Oleh karena itu, pada pasien
preeklampsia merupakan hipertensi relatif jika tekanandarahnya 120/80
mmHg.Tekanan darah sangat labil. Tekanan darah pasien preeklampsia ataupun
hipertensi kronis biasanya menurun pada saat pasien tidur, tetapi pada pasien
preeklampsia berat tekanan darah akan tetap tinggi walaupun dalam keadaan
tidur(Pernoll, 1987).
14
Proteinuria
Proteinuria merupakan gejala yang paling terakhir timbul(Pernoll, 1987).
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 gr/liter dalam urin
24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan 1+ atau 2+ atau 1gr/liter atau lebih
dalam urin yang dikeluarkan kateter atau midstreamyang diambil minimal dua kali
dengan jarak waktu 6 jam(Wiknjosastro, 2006).
Penemuan Laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat hemokonsentrasi.
Trombositopenia biasanya terjadi.Penurunan produksi benang fibrin dan factor
koagulasi bisa terdeksi.Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl.Kreatinin serum
biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia berat.Alkalin
fosfatasemeningkat hingga 2-3 kali lipat.Laktat dehydrogenase bisa sedikit meningkat
dikarenakan hemolisis.Glukosa darah dan elektrolit pada pasien preeklampsia biasanya
dalam batas normal. Urinalisis dapat ditemukan proteinuria dan beberapa kasus
ditemukan hyaline cast(Pernoll, 1987).
Hipertensi Kronik
Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum 20 minggu usia kehamilan dan
tidak termasuk pada penyakit trophoblastic gestasional, atau
Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg didapatkan pada usia kehamilan > 20 minggu menetap 12 minggu
postpartum
Hipertensi Gestasional
15
Dapat berkembang menjadi preeklampsia maupun hipertensi berat.
Preeklampsia
Kriteria minimal
Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
Disertai proteinuria ≥ 300 mg / 24 jam atau ≥ +1 pada pemeriksaan urin sesaat
dengan urin dipstik atau rasio protein : kreatinin urine ≥ 0.3
Eklampsia
Wanita hipertensi dengan proteinuria ≥ 300 mg / 24 jam yang baru muncul dan
tidak didapatkan sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau
Peningkatan mendadak pada proteinuria dan tekanan darah atau jumlah
trombosit < 100.000 /μl pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum
usia kehamilan 20 minggu.
16
hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500
gram .
17
agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian,
bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu
diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang
berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta
ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman.
b. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum dua
per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio
plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus
menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun
perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah
mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya
yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus
teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk
diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan
darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering
terjadi pada solusio plasenta berat.
c. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterusnya
sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak
sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja
belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi
kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.
18
berpengaruh sama sekali,atau juga akan mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat
menentukan beratnyaa gangguan pembekuan darah,kelainan ginjal,dan keadaan janin.
Makin lama penanganan solusio plasenta sampai persalinan selesai,umumnya makin
hebat komplikasinya.
2) Pada solusio plasenta,darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar antara
selaput janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks hingga terjadilah
perdarahan keluar atau perdarahan terbuka. Terkadang darah tidak keluar,tetapi
berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan
semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan tersembunyi.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang
lebih khas karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume uterus.
Umumnya lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan
beratnya syok. Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu,namun dapat
juga berasal dari anak.
19
7. Timbunan darah yang meningkat
dibelakang plasenta dapat
menyebabkan uterus menjadi
keras,padat dan kaku.
20
menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan
darah.
4.1.7 Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan
pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis,
oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat
memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan
secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah.
4.1.8 Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta.
Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan
infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio
sesaria.
4.1.9 Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi.
Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio
sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan
21
cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen
plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.
DAFTAR PUSTAKA
DeCherney, AH; Nathan, L. 2003. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment. Ninth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.
22