You are on page 1of 11

Fraktur tuberositas maksilaris sebagai komplikasi

pasca operasi - studi kasus

Abstrak

Fraktur tuberositas maksilaris adalah komplikasi langka yang menimbulkan

masalah bedah dan prostetik yang serius. Fraktur diamati selama ekstraksi karena

seluruh tuberositas bergeser bersama dengan forsep dan gigi. Berkenaan dengan

ukuran dari fragmen tulang yang retak tiga derajat fraktur dapat dibedakan: fraktur

ringan, fraktur sedang dan fraktur berat.

Fraktur tuberositas maksila dapat secara serius mempengaruhi gigi palsu

lengkap dan parsial karena mengganggu statis kerja prostetik, tetapi sama

pentingnya dalam hal kedokteran forensik yang dianggap sebagai cedera tubuh

serius.

Tujuan dari makalah ini adalah untuk menyajikan kasus fraktur tuberositas

maksila dari praktek dokter gigi kita sendiri dan melaporkan protokol

diagnostik-terapeutik yang kita terapkan. Makalah ini juga difokuskan pada cara-cara

untuk mencegah terjadinya fraktur tuberositas dalam praktek sehari-hari seorang

dokter gigi umum.

Makalah ini menyajikan kasus fraktur tuberositas maksilaris dari praktik dokter

gigi kami. Protokol diagnostik dan terapeutik telah dijelaskan secara rinci dengan

penekanan khusus pada penerapan jahitan rutin sebagai sarana imobilisasi. Tiga
bulan setelah fraktur, ekstraksi dilakukan melalui pembedahan tanpa merusak

tuberositas. Itu adalah tujuan utama kami dan hasil yang diinginkan untuk pasien.

Dalam paragraf terakhir dari saat ini satu set kesimpulan dalam hal fraktur

tuberositas maksilaris sebagai komplikasi potensial selama ekstraksi molar rahang

atas. mungkin untuk mencegah komplikasi seperti itu jika dokter gigi sangat

berhati-hati. Setelah fraktur terjadi, perlu mempertimbangkan semua pilihan

imobilisasi untuk memungkinkan penyembuhannya. Jika fraktur terjadi, pasien harus

segera diberi informasi dengan pertolongan pertama dan dirujuk ke unit spesialis.

Kata kunci : fraktur tuberositas, komplikasi, imobilisasi

1. Pendahuluan

Fraktur tuberositas maksila adalah komplikasi langka yang menimbulkan

masalah bedah dan prothetic yang serius. Fraktur tuberositas dapat terjadi karena

aplikasi elevator yang tidak adekuat (luksasi wisdom teeth distal), dorongan yang

dalam dan tenaga yang kasar, ekstraksi molar atas yang terisolasi dengan proses

alveolar pneumatisasi (molar kedua dan ketiga tetapi juga selama ekstraksi gigi yang

terkena dampak, dan dalam kasus ankilosis molar pertama dan kedua dengan tulang,

anomali akar molar atas, pada geminasi, conscrescence, trauma ganda pada wajah

dan rahang, dll.

Diagnosis tuberositas. Fraktur tuberositas dapat dilakukan selama ekstraksi karena

seluruh tuberositas bergeser bersama dengan tang dan gigi. Diagnosis ditegakkan

pada dasar pemeriksaan klinis dan film x-ray. deformitas dapat diamati pada

pemeriksaan lebih lanjut. Garis fraktur dapat dipalpasi dari sisi bukal atau palatinal,

tetapi juga terlihat pada film x-ray. Jaringan lunak bisa laserasi. juga karena cedera

pembuluh darah, munculnya hematoma di sisi palatinum juga mungkin terjadi.


Biasanya, dalam kasus fraktur tuberositas sinus terbuka sehingga semua

tanda-tanda umum untuk komplikasi spesifik ini juga terlihat.

Berdasarkan ukurannya dapat dibedakan:

1. Fraktur Tuberositas ringan/kecil (bersamaan dengan molar yang dicabut,

sebagian kecil fragmen tulang adherent dari tuberositas yang berdekatan

dengan akar, berdempet)

2. Fraktur Tuberositas sedang (bersamaan dengan molar yang dicabut,

beberapa bagian dari tuberositas adherent berdempet, menutupi bagian yang

berdekatan dengan akar, namun juga lebih luas)

3. Fraktur Tuberositas Parah (garis fracture dari sebagian besar tuberositas dan

berdekatan dengan jaringan plate pterygoid, pembuluh darah dan otot)

Komplikasi serius yang dihasilkan dari fraktur tuberositas maksilaris telah dilaporkan

sebelumnya. Di bukunya ‘Dental Ectraction’ Coleman mengutip karya Cattlin tahun

1858 yang dimana kasus fraktur tuberositas maksilaris dilaporkan mengakibatkan tuli

karena gangguan hamulus pterygoid dan m.tensor veli palatini dan merusak saluran

Eustachio. Akibatnya, pasien tetap dengan pengurangan permanen gerakan

mandibula yang disebabkan oleh cedera otot dan ligamen pterygoideus.

Pembedahan tengkorak mayat di Guy Campus Medical School di London

menunjukkan bahwa struktur tulang dan otot di area tuberositas maksilaris dan sisi

pterygoid plate sangat bervariasi. Pemeriksaan kasus fraktur serius menunjukkan

jarak antara tuberositas maksilaris dan bagian awal dari sisi pterygoid plate relatif

kecil yang berarti sebuah faktor berpengaruh untuk fraktur komprehensif dalam kasus

seperti itu.

Akibat dari fraktur tuberositas maksilaris sebagai berikut:

1. Prostetik: hilangnya tuberositas memiliki beberapa akibat yang tidak

diinginkan terhadap prostetik : terganggunya pondasi gigi tiruan karena


ketidakmungkinan perpanjangan ‘free saddle’ gigi tiruan, meningkatnya

tekanan pada sisa lapisan atas. Dalam kondisi tertentu dapat menyebabkan

‘pathological impact’ pada gigi tiruan di atas jaringan pendukung. Dalam kasus

ini, prothetic terganggu.

2. Forensik: fraktur tuberositas maksilaris digolongkan sebagai cedera serius.

Dari sudut pandang kedokteran forensik, proses menilai prosentase

ketidakmampuan bervariasi tergantung pada deformitas tulang dan tingkat

disfungsi. Di dalam kasus fraktur tuberositas yang tingkat

ketidakmampuannya pada angka 10 – 30% dengan 1% meningkat setiap gigi

yang hilang dan 1.5% untuk gigi geraham belakang pertama.

Fraktur tuberositas dirawat secara kasus per kasus karena dalam prosedur

terapi ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti umur dan

kondisi kesehatan pasien, sakit gigi sebelum ekstraksi, apakah sinus terbuka

atau tidak, dan juga kondisi keseluruhan dari proses alveolar yang tersisa,

derajat fraktur tulang dll.

Secara umum, 3 prosedur perawatan yang digunakan:

1. Operasi bedah pengangkatan gigi dan fraktur tuberositas

2. Operasi bedah pencabutan gigi dengan melepaskan secara hati-hati dari

tulang.

3. Imobilisasi dan perbaikan fraktur tuberositas bersamaan dengan tulang

2. Tujuan

Tujuannya adalah untuk melaporkan kasus fraktur tuberositas maksilaris dari

praktik dokter gigi dengan review protokol diagnostik-terapeutik dan beberapa

rekomendasi untuk mencegahnya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Case Report

3.1 Kunjungan Pertama

Pasien datang ke Dental Surgery Clinic fakultas kedokteran gigi untuk

mencabut gigi 27. Saat pemeriksaan, kami mengetahui bahwa gigi pasien
tidak berhasil dicabut di klinik dental surgery. Setelah itu pasien membawa

surat rujukan ke bedah mulut di klinik fakultas kedokteran gigi. Setelah

pemeriksaan ekstraoral, hematoma berdiameter 2 centimeter di area

bawah mandibula tanpa ada tampilan spesifik lain teramati (gambar 1).

Hematoma dapat terjadi dari pencabutan gigi yang dilakukan oleh dokter

local dental surgery yang sebelumnya mengalami kegagalan.

Pemeriksaan intraoral yang dalam memungkinkan kita untuk mengamati

asimetri kuadran kiri atas secara signifikan yang berkaitan/berhubungan

dengan sisi kanan dalam hal/arti alveolar palatinal membesar, walau tidak

ada perubahan pada bagian vestibular yang dapat diamati. Mukosa yang

berada di dalam area tuberositas mengalami sedikit perubahan warna,

konsistensi lunak pada palpasi (dalam arti hematoma atau oedema). Tidak

ada x-ray film yang dibuat.

Diagnosis tentative/belum pasti: berdasarkan pemeriksaan klinis dalam

dibawah bius local, diagnosis dibuat:

Dg: Status post tentaminem extractionis dentis 27 cum fractura tuberis

maxillae suspecta

Berdasarkan pasien yang mengalami pendarahan dari lubang hidung

kiri, ada anggapan/dugaan:

Haematosinus l. sin and

Haemathoma buccae l sin.

Terapi: penjahitan gigi 27 agar giginya tidak bergerak (immoble) (gambar

2), panoramic & retro alveolar x-ray area 25-27 dan juga x-ray para nasal

sinuses seperlunya. Antibiotic ampicillin 500mg (4x2) diberikan.

disarankan kompres dengan air dingin, analgesic jika diperlukan, tablet

vitamin c (2x1) dan makanan lunak.

3.2 Check up pertama


Check up pertama dijadwalkan 2 hari setelah kunjungan pertama. Pasien

mengeluh karna gemetaran dan merasa lemah/pusing tapi tidak

kehilangan nafsu makan. Hematoma di pipi telah menyusut. Pasien tidak

mengeluh mimisan. Panoramik menunjukkan garis fraktur di area

tuberositas maksilaris sisi/bagian tengah (mesial) dari gigi 27 (gambar 3).

Pada PNS (para nasal sinuses) X-ray film, obkurasi sinus maksilaris kiri

terlihat yang dimana membuktikan/memastikan dugaan atas hematosinus

(gambar 4). Retro aveolar x-ray film menunjukkan adanya garis fraktur.

Definitive Diagnosis: berdasarkan analisa dari Panoramik, PNS dan

retroaveolar telah memastikan diagnosis tentative.

Terapi: setelah berkonsultasi dengan ahli bedah maxillofacial mengenai

fraktur tuberositas maksilaris telah diputuskan untuk menunda pencabutan

gigi 27 sampai pembentukan tulang callus. Bersamaan dengan itu juga

diputuskan untuk melanjutkan terapi yang telah ditentukan dan

pemeriksaan rutin sebelum pembedahan.

3.3 Check up lebih lanjut

pemeriksaan lebih lanjut membuktikan gejala penyembuhan. jahitan

dilepas setelah 10 hari dan antibiotic diberikan untuk 10 hari

3.4 Check up setelah satu bulan

Setelah satu bulan, pada kontrol PNP X-ray dilakukan yang mana

menunjukkan transparansi normal dari kedua sinus maksilaris

membuktikan penyembuhan penuh hematoma (gambar 5). pada

kontrol Panorex, tidak ada perubahan berarti/signifikan yang teramati

dibandingkan/berhubungan dengan panorex film yang dibuat saat hari

fraktur. Saat pemeriksaan, pergerakan patologis yang tidak signifikan

dari tuberositas terlihat. Pasien disuruh kontrol check up 3 bulan

setelah hari fraktur.

3.5 Operasi bedah pencabutan gigi setelah 3 bulan dari fraktur


Keputusan dibuat 3 bulan setelah fraktur tuberositas untuk pencabutan

gigi 25 dan 27 dengan operasi bedah berdasarkan prosedur berikut:

Dengan bius lokal, dilakukan insisi berdasarkan prosedur/metode Peter

Nowak dan mucoperiosteal flap diangkat. Dengan menggunakan sharp

fissure borer, akar dari molar atas pojok kiri kedua dipisahkan.

Masing-masing dicabut secara terpisah dengan tender rotating extraction

rotating movement (gambar 6). Dengan tidak adanya trauma dan

sebelumnya dengan corticotomy minimal, gigi premolar atas kedua

tercabut. Mucoperiosteal flap diturunkan setelah tepi luka pencabutan

diobati dengan flame shape carbide burr. Disesuaikan dengan penurunan

lalu dijahit.

4. Diskusi

Tuberositas diduga lebih rentan terhadap fraktur jika sinus maxillary

membesar diantara gigi ke dalam tuberositas sehingga membuat dinding

tulang tipis di dentoalveolar. Anomali dental pada molar atas bisa menjadi

salah satu penyebab, termasuk fusi, impaksi, ankyloses, hypercementosis,

infeksi periapical kronis dan perbedaan akar. Jika saat pencabutan risiko

fraktur benar-benar diperhatikan, operasi bedah pencabutan gigi sangat

disarankan.

Dalam analisis retrospektif dari sampel 1213 pasien, Christiaens dan

kawan-kawan melaporkan komplikasi di rahang atas saat pencabutan molar

ketiga di bawah bius lokal 1.5%, 2% jika di bawah bius general. Komplikasi

paling umum di rahang atas adalah fraktur tuberositas dan pembentukan

oro-antral communication. Komplikasi sering terjadi jika dokter bedah kurang

berpengalaman, pasiennya tua, dan giginya tertanam lebih dalam.

Semua faktor yang menyebabkan fraktur tuberositas telah

dilaporkan dalam tulisan, namun faktor malpraktik jarang dilaporkan. Hidayat

dan kawan-kawan melaporkan pekerjaan dokter gigi yang kurang teliti dan
ceroboh. Dari kartu medis mereka mengetahui bahwa tidak memperbaiki

alveolar ridge di molar yang dicabut. Selain itu, mendorong kuat tanpa

memperbaiki ‘ridge’ dan hasilnya dia mengalami kesulitan untuk mencabut

gigi.

Kami ingin membuat perbandingan dengan studi kasus diatas dan

menyatakan dalam kasus kami kurang ketilitian merupakan salah satu faktor

etiologi karena secara morfologi yang menyebabkan fraktur tuberositas

maksilaris tidak diamati oleh dokter gigi. Parahnya, pasien dipulangkan tanpa

diberi penjelasan tentang penyebab komplikasi atau memberi rujukan ke

spesialis. Kasus kami telah membuktikan fraktur tuberositas maksilaris

mengakibatkan pembesaran sinus maksilaris yang dimana kasus ini juga

dapat muncul/terjadi pada pasien yang lebih muda dengan pasien dengan

gigi yang relatif terawatkan dengan baik. masalah ini membenarkan

pernyataan kami bahwa komplikasi yang terjadi disebabkan pekerjaan yang

kasar/kurang rapi an kurang teliti/ceroboh oleh dokter gigi umum. Komplikasi

dalam praktek gigi memang merupakan hal yang lumrah, tetapi tugas praktisi

gigi adalah mengenali dan memberikan penjelasan yang jelas dan tepat

kepada pasien. Menyelesaikan komplikasi dasar saat latihan bedah adalah

tugas setiap praktisi gigi dan jika dia tidak mampu maka dia harus

memberikan pertolongan pertama dan memberikan rujukan ke spesialis.

Dalam kasus kami, kami harus mengatasi komplikasi yang ada. Kami yakin

bahwa penilaian yang cermat terhadap gravitasi ekstraksi dan komplikasi

potensial merupakan hal yang penting untuk berhasil. Hati-hati dalam

memisahkan/mencabut akar, berada di tangan seorang dokter gigi umum,

dua hal tersebut sangatlah penting agar berhasil dalam ekstraksi dengan

penyulit dan juga merupakan faktor penting untuk mencegah fraktur

tuberositas maksilaris.
Menurut karya tulis yang ada, fraktur tuberositas maksilaris tidak

hanya terjadi saat pencabutan molar kedua dan ketiga tetapi juga molar

pertama.Fiksasi pada alveolar ridge sangat disarankan. Pasien harus dirujuk

ke spesialis jika komplikasi yang muncul/terjadi akibat dari intervensi gigi rutin.

Penerapan teknik ‘simple fixation’ dapat mengurangi dampak lebih lanjut,

komplikasi serius dan meningkatkan proses penyembuhan di saat yang

bersamaan.

Dalam kasus kami, fraktur tuberositas maksilaris tidak bisa

diamati/terlihat saat pemeriksaan rutin pertama. setelah menggunakan tang

pada gigi 27, terlihat jelas bahwa saat luksasi menuju vestibular seluruh

tuberositas maksila bergeser dengan banyak darah hitam mengalir dari sinus

maksilaris. Semakin jelas pula kelanjutan dari pencabutan dapat

menyebabkan kerusakan pada seluruh tuberositas. Dilema terbesar yang

dihadapi adalah dengan cara apa untuk melakukan immobilisasi. Yang paling

mudah mungkin dengan cara menjahitnya, cara ini memang terbukti untuk

jangka panjang karena memungkinkan penyembuhan tuberositas dan

pencegahan kecacatan.

Fraktur pada sebagian besar tulang di tuberositas maksilaris adalah

kondisi yang sangat gawat karena menimbulkan komplikasi berat. Tujuan

dari terapi adalah untuk memperbaikii tulang yang fraktur in situ dan

memberikan kondisi terbaik untuk proses penyembuhan.

Pencabutan bedah gigi dan tuberositas harus dilakukan ketika gigi

terasa sakit sebelum pencabutan dan saat tidak ada kemungkinan untuk

penambatan tuberositas pada jaringan rahang atas. Jika bagian fraktur lebih

sedikit/kecil atau gigi bermasalah saat fraktur, kebanyakan ahli menganggap

tidak boleh in situ. Solusi satu-satunya, mengeluarkan gigi bersamaan

dengan bagian tuberositas. Jika segmen alveolar avulsi dan terlepas dari

mucoperiosteal lobe, ada kemungkinan besar tidak akan sembuh apabila


tidak ditangani. Semua fraktur tuberositas tidak selalu termasuk dalam

kategori ini. Tulang avulsi harus dilepaskan secara perlahan dari jaringan

lunak dengan menggunakan elevator periosteal. Dalam situasi ini,

Oro-antral fiistula yang besar pasti terjadi. Namun, dengan hilangnya tulang

pendukung biasanya masih ada cukup jaringan lunak untuk penutupannya.

Jika diperkirakan ada kemungkinan penambatan tuberositas ke

tulang, pencabutan gigi harus dengan hati-hati dengan memisahkan akar

atau mahkota dan akarnya, dan juga memperbaiki tuberositas dengan wire

ligature atau splint. Ngeow mempertahankan pendapat yang menggunakan

pendekatan konservatif dalam kasus fraktur tuberositas maksilaris besar. Ia

mempresentasikan metode alternatif dimana gigi dicengkram kuat dengan

tang molar yang menghasilkan stabilisasi pada segment fraktur. Dan setelah

itu dengan menggunakan Coupland periosteal elevator, tulang alveolar

dipisahkan dari akar gigi sehingga mengurangi progres lebih lanjut garis

fraktur.

Meskipun gigi pasien tidak terasa sakit dan ia datang untuk perawatan

rutin, tetapi, bagaimanapun juga, ada terjadi fraktur tuberositas maksilaris.

Immobilisation and fixation dari kedua gigi harus dilakukan.

Ahli bedah dental klinis harus memberi tahu pasien tentang potensi

komplikasi dan manfaat dari setiap perawatan sebelum keputusan/langkah

terakhir. Menurut pengalaman hidayet dkk, sebuah upaya harus

dilaksanakan/dibuat untuk menyelamatkan fraktur besar. Namun di sisi lain,

pengangkatan immediate partikel kecil tuberositas disekitar satu atau dua gigi

merupakan pilihan yang tepat/lebih baik dalam kasus fraktur kecil untuk

menyelamatkan tulang.

Perawatan rutin dari fraktur tuberositas besar melibatkan stabilisasi

bagian-bagian sel tulang dengan menerapkan teknik rigid fixation dalam

jangka waktu 4-6 minggu. Pencabutan bedah dapat dilakukan setelah


sembuh. Jika gigi terinfeksi dan gejala peradangan terlihat saat fraktur,

pencabutan harus dilakukan dengan memisahkan gingival dan membuang

bagian tulang terkecil dengan tujuan menghindari pemisahan tuberositas dari

periosteum. Jika gagal, jaringan harus ditutup dengan interrupted sutures

untuk menghindari oro-antral communication. Jika giginya tidak

memperlihatkan tanda-tanda infeksi, ahli bedah dapat melakukan autogene

graft.

Dalam kasus kami, kami melakukan routine interrupted sutures to

immobilisasi fraktur tuberositas bersamaan dengan gigi. Karena kami tidak

memiliki komplikasi sebelum solusi definitif yaitu pencabutan bedah gigi

setelah 3 bulan terbukti sangat efektif. Seperti yang disebutkan sebelumnya,

pencabutan dilakukan secara bedah, tuberositas dipertahankan utuh dan

kami mendapat hasil terbaik untuk pasien.

5. Kesimpulan

Fraktur tuberositas maksilaris harus dianggap sebagai komplikasi

potensial selama pencabutan molar rahang atas.

Sebagian besar fraktur dapat dicegah dengan melakukan teknik

pencabutan secara hati-hati dan bebas trauma diikuti oleh stabilisasi

punggungan dan pemisahan akar yang berada di tangan dokter gigi

umum.Dalam kasus fraktur tuberositas, semua pilihan fiksasi harus

dipertimbangkan.

Pasien harus diberitahu tentang fraktur tuberositas, diberikan

pertolongan pertama dan dirujuk ke specialis.

You might also like