You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungin

beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga

berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menyediakan permukaan untuk

kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh

kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau

benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang

atau dislokasi tulang. Bentuk kaku (rigid) dan kokoh antar rangka yang membentuk

tubuh dihubungkan oleh berbagai jenis sendi. Adanya penghubung tersebut

memungkinkan satu pergerakan antar tulang yang demikian fleksibel dan nyaris

tanpa gesekan. Tulang dan sendi dipakai untuk melindungi berbagai organ vital di

bawahnya disamping fungsi pergerakan (locomotor)/perpindahan makhluk hidup.

Sendi merupakan satu organ yang kompleks dan tersusun atas berbagai komponen

yang spesifik satu dengan lainnya. Pada umumnya sendi terdiri dari air dan tersusun

atas serabut kolagen, proteoglikan, glikoprotein lain serta lubrikan asam hialuronat,

struktur yang kompleks di atas memungkinkan suatu pergerakan sendi yang luas

(fungsi locomotor), frictionless dan tidak mengakibatkan kerusakan besar dalam

jangka panjang.

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi

ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh

komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang

yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya

adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain sendi
rahangnya telah mengalami dislokasi. Dislokasi yang sering terjadi pada

olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena

terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga

terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya

biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Dislokasi adalah keluarnya bongkol sendi dari mangkok sendi, Keadaan dimana tulangtulang

yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi).

Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh

komponen tulang dari tempat yang seharusnya. Sebuah sendi yang ligamen-ligamennya

pernah mengalami dislokasi, biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang

mengalami dislokasi kembali. Apabila dislokasi itu disertai pula patah tulang, pembetulannya

menjadi sulit dan harus dikerjakan di rumah sakit. Semakin awal usaha pengembalian sendi

itu dikerjakan, semakin baik penyembuhannya.

2.2 Etiologi

Dislokasi terjadi saat ligamen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah

dari posisinya yang normal didalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit

atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital). Patah tulang di

dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang

disebut fraktur dislokasi. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya dislokasi sendi antara lain

sebagai berikut.

a. Cedera olah raga biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki serta

olahraga yang beresiko jatuh, misalnya: terperosok akibat bermain ski, senam, volley, basket,

dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena

secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.

b. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga benturan keras pada sendi saat

kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi, terjatuh dari tangga atau terjatuh saat

berdansa diatas lantai yang licin.


c. Terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital

penghubung tulang.

d. Terjatuh.

2.3 Jenis-Jenis Dislokasi Sendi

Dislokasi sendi dapa dibedakan sebagai berikut.

a. Dislokasi congenital

Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

b. Dislokasi patologik

Terjadi akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau

osteoporosis tulang. Hal ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.

c. Dislokasi traumatic

Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat,

kematian jaringan akibat anoksia) akibat edema (karena mengalami pengerasan) terjadi

karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya

dan merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan terjadi pada

orang dewasa.

Berdasarkan tipe kliniknya dibagi sebagai berikut.

a. Dislokasi Akut

Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip serta disertai nyeri akut dan

pembengkakan di sekitar sendi

b. Dislokasi Berulang.

Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut

dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada

shoulder joint dan patello femoral joint. Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah

tulang/ fraktur yang disebabkan berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena
kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

Berdasarkan tempat terjadinya :

b. Dislokasi Sendi Bahu

Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral berada di anterior dan medial glenoid

(dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi

inferior).

c. Dislokasi Sendi Siku

Mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yang dapat menimbulkan dislokasi

sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas berubah bentuk dengan kerusakan

sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku.

d. Dislokasi Sendi Jari

Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi tersebut

akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau

punggung tangan.

e. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan Interphalangeal

Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-ekstensi persendian.

f. Dislokasi Panggul

Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum

(dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur

menembus acetabulum (dislokasi sentra).

g. Dislokasi Patella

Dislokasi patella paling sering terjadi ke arah lateral. Reduksi dicapai dengan memberikan

tekanan ke arah medial pada sisi lateral patella sambil mengekstensikan lutut perlahanlahan.

Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah.

Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi

otot dan tarikan.

2.4 Manifestasi Klinis

a. Nyeri akut.

b. Perubahan kontur sendi.

c. Perubahan panjang ekstremitas.

d. Kehilangan mobilitas normal.

e. Perubahan sumbu tulang yag mengalami dislokasi.

f. Deformitas pada persendiaan

Kalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah.

g. Gangguan gerakan Otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.

h. Pembengkakan

Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi deformitas.

i. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi

Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.

j. Kekakuan.

2.5 Patofisiologi

Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang

mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari

adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena

adanya

penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari tiga hal tersebut, menyebabkan

dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan

pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan

yang
terakhir terjadi kekakuan pada sendi.

2.6 Komplikasi

a. Komplikasi dini

1. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan

mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.

2. Cedera pembuluh darah : arteri aksilla dapat rusak.

3. Fraktur disloksi.

b. Komplikasi lanjut.

1. Kekakuan sendi bahu:I immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi

bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral

secara otomatis membatasi abduksi.

2. Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek.

3. Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid.

4. Kelemahan otot.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Sinar-X (Rontgen)

Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk membantu

menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi ditemukan adanya pergeseran sendi

dari mangkuk sendi dimana tulang dan sendi berwarna putih.

b. CT scan

CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan komputer, sehingga

memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat gambaran secara 3 dimensi. Pada

psien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak berada pada tempatnya.

c. MRI

MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan frekuensi radio
tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh

(terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti halnya CT-Scan, pada pemeriksaan

MRI

ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi.

2.8 Penatalaksanaan

Dislokasi dapat direposisi tanpa anastesi, misalnya pada sendi bahu atau siku. Reposisi

dapat diadakan dengan gerakan atau perasat yang barlawanan dengan gaya trauma dan

kontraksi

atau tonus otot. Reposisi tidak boleh dilakukan dengan kekuatan karena bisa mengakibatkan

patah tulang. Untuk mengendurkan kontraksi dan spasme otot perlu diberikan anastesi

setempat

atau umum. Kekenduran otot memudahkan reposisi.

a. Reposisi

1. Lakukan reposisi segera.

2. Dengan manipulasi secara hati-hati permukaan sendi diluruskan kembali. Tindakan ini

sering dilakukan anestesi umum untuk melemaskan otot-ototnya.

3. Dislokasi sendi :

1. Dislokasi sendi kecil dapat direposisi ditempat kejadian tanpa anestesi. Misalnya

dislokasi jari ( pada fase shock ), dislokasi siku, dislokasi bahu.

2. Dislokasi sendi besar. Misalnya panggul memerlukan anestesi umum

3. Fisioterapi harus segera mulai untuk mempertahankan fungsi otot dan latihan yang aktif

dapat diawali secara dini untuk mendorong gerakan sendi yang penuh, khususnya pada

sendi bahu.

4. Tindakan pembedahan harus dilakukan bila terdapat tanda-tanda gangguan neumuskular

yang berat atau jika tetap ada gangguan vaskuler setelah reposisi tertutup berhasil
dilakukan secara lembut. Pembedahan terbuka mungkin diperlukan, khususnya kalau

jaringan lunak terjepit diantara permukaan sendi.

5. Persendian tersebut disangga dengan pembedahan, dengan pemasangan gips, misalnya

pada sendi panngkal paha, untuk memberikan kesembuhan pada ligamentum yang

teregang.

6. Dislokasi reduksi: dikembalikan ke tempat semula dengan menggunakan anastesi jika

dislokasi berat.

7. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga

sendi.

8. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar

tetap dalam posisi stabil.

9. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari

yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.

10. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

2. Penatalaksanaan Medis

a. Farmakologis : pemberian obat-obatan : analgesik non narkotik

1. Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit kepala, nyeri pinggang.

Efek samping dari obat ini adalah agranulositosis. Dosis: sesudah makan, dewasa:

sehari 3×1 kapsul, anak: sehari 3×1/2 kapsul.

2. Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang, kondisi akut

atau kronik termasuk nyeri persendian, nyeri otot, nyeri setelah melahirkan. Efek

samping dari obat ini adalah mual, muntah, agranulositosis, aeukopenia. Dosis: dewasa;

dosis awal 500mg lalu 250mg tiap 6 jam.

b. Pembedahan

1. Operasi ortopedi
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang mengkhususkan pada pengendalian

medis dan bedah para pasien yang memiliki kondisi-kondisi arthritis yang

mempengaruhi persendian utama, pinggul, lutut dan bahu melalui bedah invasif

minimal dan bedah penggantian sendi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan

meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction

and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortopedi dan indikasinya

yang lazim dilakukan :

a. Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah

setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah.

b. Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup,

plat, paku dan pin logam.

c. Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog)

untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang

yang berpenyakit.

d. Amputasi : penghilangan bagian tubuh.

e. Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop(suatu alat yang

memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar)

atau melalui pembedahan sendi terbuka.

f. Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.

g. Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintetis.

h. Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendidengan

logam atau sintetis.

2. Non medis

a. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika

dislokasi berat.
RICE

1. R : Rest (istirahat)

I : Ice (kompres dengan es)

C : Compression (kompresi/ pemasangan pembalut tekan)

E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)

b. Pencegahan

1. Cedera akibat olahraga

a. Gunakan peralatan yang diperlukan seperti sepatu untuk lari.

b. Latihan atau exercise.

c. Conditioning.

2. Trauma kecelakaan

1. Kurangi kecepatan.

2. Memakai alat pelindung diri seperti helm, sabuk pengaman.

3. Patuhi peraturan lalu lintas

You might also like