Professional Documents
Culture Documents
BAB 1. PENDAHULUAN
yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang abnormal
2009).Kurang lebih 90% hingga 95% penderita mengalami diabetes tipe II, yaitu
sensitivitas terhadap insulin (yang disebut resistensi insulin) atau akibat penurunan
jumlah produksi insulin.Diabetes tipe II paling sering ditemukan pada individu yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas (Brunner & Suddarth, 2002).
Diabetes adalah salah satu keadaan darurat kesehatan global terbesar abad
21.Setiap tahun semakin banyak orang hidup dengan kondisi ini yang dapat
mengakibatkan komplikasi yang mengubah kualitas hidup. Selain 415 juta orang
dewasa yang diperkirakan saat ini memiliki DM,ada 318 juta orang dewasa dengan
beberapa penelitian telah memperkirakan bahwa sekitar 87% sampai 91% dari semua
penderita diabetes memiliki diabetes tipe 2,7% sampai 12% diperkirakan memiliki
mencapai 415 juta dan pada tahun 2040 akan meningkat menjadi 642 juta.Orang
2
dewasa yang meninggal karena diabetes pada tahun 2015 mencapai 5 juta
lain seperti HIV/AIDS, tuberkulosis, dan malaria yang menyebabkan kematian pada
orang dewasa.Selain menempatkan beban keuangan yang besar pada individu dan
keluarga mereka karena biaya insulin dan obat-obatan penting lainnya, diabetes juga
memiliki dampak ekonomi besar pada negara dan sistem kesehatan nasional.Hal ini
terkait, seperti gagal ginjal, kebutaan atau masalah jantung. Mayoritas negara-negara
menghabiskan antara 5% dan 20% dari total belanja kesehatan mereka pada diabetes.
Dengan biaya yang tinggi, penyakit ini merupakan tantangan besar bagi sistem
2015).
diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi DM di Indonesia mencapai 21,3 juta
orang. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa
proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah
laporan Riskesdas tahun 2013, Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu wilayah di
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2012 berdasarkan 10 pola penyakit
terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit tipe B DM merupakan penyakit
terbanyak nomor dua setelah hipertensi yakni sebanyak 102.399 kasus (Kemenkes RI,
2014).
Hasil data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, jumlah kunjungan pasien
wilayah kerja Puskesmas Patrang pada tahun 2016 yaitu sebanyak 414 kunjungan.
Data di Puskesmas Patrang mulai bulan April 2016 sampai Maret 2017 menunjukkan
terdapat 467 kunjungan dengan jumlah pasien DM tipe 2 sebanyak 243 orang. Hasil
wilayah kerja Puskesmas Patrang dengan hasil yang didapatkan adalah bahwa 6 orang
tidak melakukan aktivitas kesehatan yang cukup untuk menjaga kesehatan seperti
jogging serta tidak dapat menjaga pola makan yang sehat. 2 pasien diantaranya
merasa ragu bahwa tuhan akan menyembuhkan penyakit yang diderita dan
Keadaan DM yang tidak dikelola dengan baik dalam jangka waktu yang lama
akan berkontribusi terhadap terjadinya komplikasi kronik. Hal ini akan berdampak
terhadap kualitas hidup pasien. Penurunan kualitas hidup dapat mempengaruhi umur
DM adalah untuk meningkatkan kepatuhan pasien DM. Salah satu faktor kunci dalam
4
kemampuan tersebut didapat melalui sebuah kejadian yang berpengaruh pada hidup
merasakan sesuatu, berpikir, memotivasi diri mereka sendiri, dan bertindak (Bandura,
1994). Efikasi diri mendorong proses kontrol diri untuk mempertahankan perilaku
yang dibutuhkan dalam mengelola perawatan diri pada pasien. Efikasi diri pada
pasien diabetes melitus tipe 2 berfokus pada keyakinan pasien untuk mampu
manajemen perawatan dirinya seperti diet, latihan fisik, medikasi, kontrol glukosa,
dan perawatan diabetes melitus secara umum. Dampak psikologis yang sering
muncul pada pasien dengan penyakit kronis termasuk diabetes melitus dapat
menimbulkan masalah pada efikasi diri pasien (Wu et al. dalam Ariani, 2011).
efikasi diri yang kurang baik sebanyak 61,4%. Sebagian besar responden memiliki
motivasi yang kurang dalam melakukan perawatan DM. Hal ini menunjukkan
responden yang memiliki motivasi yang buruk menjukkan efikasi diri yang
dengan efikasi diri yang kurang baik sebanyak 30,9%. Hasil penelitian Purwanti
(2014) menunjukkan bahwa responden yang memiliki efikasi diri yang buruk
diungkapkan adalah percaya pada Tuhan, penerimaan dan harapan akan masa depan
yang lebih baik, yang kesemuanya merupakan batas dari efikasi diri untuk mencapai
(Chappoti et al. dalam Satrianegara, 2014).Hampir 350 penelitian kesehatan fisik dan
kesehatan mental pada umumnya telah menggunakan agama dan spiritual yang
masalah kesehatan yang serius atau kronis yang berumur tua pada umumnya lebih
religius karena merasa nyaman dengan aktivitas keagamaan seperti berdoa dan
2014).
6
responden yang mengidap diabetes melitus mempunyai spiritualis yang baik yaitu
(18,6%). Mayoritas responden dengan efikasi diri baik sebanyak 87 orang (85,3%),
diabetes.
kehidupannya diharapkan dapat memiliki keyakinan akan segala sesuatu yang terjadi
mencegah untuk jatuh dalam perasaan terpuruk, kecewa, dan putus asa (Hutama,
2013).Ketika seseorang memiliki efikasi diri dan religiusitas yang baik, maka ia akan
memiliki motivasi yang tinggi pula dalam mewujudkan keinginannya menjadi yang
terbaik untuk meraih emosi yang positif (Istiqomah dan Hasan dalam Hutama,
hubungan religiusitas dengan efikasi diri pada pasien DM tipe 2 di wilayah kerja
Puskesmas Patrang.
7
diabetes melitus (DM) tipe 2di wilayah kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember?
dengan efikasi diri pada pasien diabetes melitus (DM) tipe 2 di wilayah kerja
Jember.
8
peneliti khususnya tentang hubungan religiusitas dengan efikasi diri pada pasien
tindakan keperawatan pada pasien diabetes melitus (DM) tipe 2, dan bagi mahasiswa
untuk menambah informasi dalam asuhan keperawatan untuk pasien diabetes melitus
tipe 2.
dilakukan olehYesi Ariani, Ratna Sitorus, dan Dewi Gayatri dengan judul Motivasi
dan Efikasi Diri Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Asuhan Keperawatan.
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2010 dengan tujuan untuk mengidentifikasi
dengan jumlah sampel penelitian 110 pasien DM tipe 2 dengan alat ukur
Penelitian saat ini berjudul hubungan religiusitas dengan efikasi diri pada
pasien diabetes melitus (DM) tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Patrang Kabupaten
diri pada pasien diabetes mellitus (DM) tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Patrang
Sampel yang akan digunakan sebanyak 71 orang pasien DM tipe 2 dengan alat ukur
consecutive sampling.
10
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada diabetes,
kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas
yang kronis seperti penyakit ginjal dan mata serta komplikasi neuropati.Diabetes
melitus tipe II adalah bentuk yang lebih sering dijumpai, sekitar 90% pasien dengan
diabetes. Pasien diabetes khasnya menderita obesitas, dewasa dengan usia lebih tua
b. Tipe II: diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent
Suddarth, 2002).
2.1.3 Etiologi
a. Diabetes tipe 1
faktor genetik, imunologi, dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus)
memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses
imun lainnya. 95% pasien berkulit putih (Caucasian) dengan diabetes tipe 1
memperlihatkan tipe HLA yang spesifik (DR3 atau DR4). Risiko terjadinya
diabetes tipe 1 meningkat tiga hingga lima kali lipat pada individu yang memiliki
salah satu dari kedua tipe HLA ini. Risiko tersebut meningkat sampai 10 hingga
20 kali lipat pada individu yang memiliki tipe HLA DR3 maupun DR4 (jika
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
pulau Langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis
dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis diabetes
tipe 1.
Sebagai contoh hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta
b. Diabetes tipe 2
pada diabetes melitus tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat
2.1.4 Patofisiologi
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya.Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes
yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.Intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat dan progresif, membuat awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi
insulin) dan tidak adekuatnya respons sel β pankreas terhadap glukosa plasma yang
kebutuhan insulin bisa dikendalikan dengan diet dan obat hipoglikemik oral, namun
pada akhirnya banyak pasien yang memerlukan insulin tambahan (Rubenstein et al.,
2007).
Gejala yang dialami pasien diabetes tipe II sering bersifat ringan mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi
vagina dan pandangan kabur (jika kadar glukosa sangat tinggi) (Brunner & Suddarth,
2002). Penggunaan glukosa yang tidak efisien dapat menyebabkan penurunan berat
badan dan selera makan berlebihan (polifagia). Kenaikan kadar glukosa darah
meningkatnya frekuensi infeksi seperti vaginitis karena kadar gula darah yang tinggi
Manifestasi klinis kerusakan renal berat meliputi edema perifer, mual dan
muntah, letih, gatal dan kenaikan berat badan tanpa direncanakan yang terjadi karena
2.1.6 Diagnosis
Kelainan utama dalam hasil laboratorium berupa kadar gula darah yang tinggi.
Kriteria diagnostik yang resmi adalah kadar glukosa plasma ≥ 126mg/dL, kadar
glukosa plasma sewaktu ≥ 200mg/dL dengan poliuria dan polidipsia, atau tes
2013).Pemeriksaan perlu dilakukan pada kelompok dengan risiko tinggi untuk DM,
yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat
keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >4.000 g, riwayat
dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian
diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk kelompok risiko
ulangan tiap tahun.Bagi pasien berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan
Tabel 2.1kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
5. berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu diminum dalam waktu
5 menit;
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah
sewaktu > 200 mg/dl atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl sudah cukup untuk
16
DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah
dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat,
2.1.7 Komplikasi
(Berkowitz, 2013).
aterosklerosis pada pembuluh darah besar yang meliputi penyakit vaskular jantung,
diabetes melitus yang nyata meliputi retinopati, nefropati dan neuropati diabetik
(Chang, 2009).
17
2.1.8 Penatalaksanaan
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah
mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan
diabetes antara lain diet, latihan, pemantauan, terapi (jika diperlukan), pendidikan.
terjadinya perubahan pada gaya hidup, kedaan fisik dan mental penderitanya di
samping karena berbagai kemajuan dalam metode terapi yang dihasilkan dari riset.
sendiri setiap hari. Meskipun tim kesehatan akan mengarahkan penanganan tersebut,
namun pasien sendirilah yang harus bertanggung jawab dalam pelaksanaan terapi
yang kompleks itu setiap hari. Karena alasan ini, pendidikan pasien dan keluarganya
a. diet
tujuan berikut:
18
kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan
praktis
pasien obesitas (khususnya pasien diabetes tipe II), penurunan berat badan
badan bagi individu obesitas menjadi faktor utama untuk mencegah timbulnya
insulin dan merupakan salah satu faktor etiologi utama yang menyertai
diabetes tipe II. Sebagian pasien diabetes tipe II yang obesitas dan memerlukan
insulin atau obat oral untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya mungkin
kebutuhan terapi melalui penurunan berat badan. Bahkan penrunan berat badan
yang hanya 10% dari total berat badan dapat memperbaiki kadar glukosa darah
jam makan tidak begitu menentukan. Sebaliknya, fokus utamanya terletak pada
lebih teratur.
b. latihan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus
otot juga diperbaiki dengan berolahraga. Latihan dengan cara melawan tahanan
(resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan demikian
menambah laju metabolisme istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini
mengurangi rasa stres dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan
menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua manfaat ini sangat
penting bagi pasien diabetes mengingat adanya peningkatan risiko untuk terkena
Pasien-pasien yang ikut serta dalam latihan yang panjang harus memeriksa kadar
glukosa darahnya sebelum, selama dans esudah periode latihan tersebut. Mereka
harus makan camilan yang mengandung karbohidrat jika diperlukan. Pada pasien
diabetes tipe II yang obesitas, latihan dan penatalaksanaan diet akan memperbaiki
menurunkan kebutuhan pasien akan insulin atau obat hipoglikemia oral. Pada
akhirnya, toleransi glukosa dapat kembali normal.Pasien diabetes tiep II yang tidak
menggunakan insulin atau obat oral mungkin tidak memerlukan makanan ekstra
c. pemantauan
terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini
berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan akan
Bagi pasien yang tidak menggunakan insulin, pemantauan mandiri glukosa darah
dan obat hipoglikemia oral. Metode ini juga dapat membantu memotivasi pasien
glukosa darah harus dianjurkan dalam kondisi yang diduga dapat menyebabkan
Jika pasien tidak bersedia atau tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan dengan
sering, maka pemeriksaan satu atau dua kali sehari mungkin sudah adekuat jika
dapat terlihat pada pasien yang tidak pernah mendapatkan instruksi tentang cara
penatalaksanaan diabetes.
d. terapi
hormon insulin yang disekresikan oleh sel-sel pulau Langerhans yang bekerja
pengambilan serta penggunaan glukosa oleh sel-sel otot, lemak dan hati. Selama
lemak. Pada diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka
panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia
oral tidak berhasil mengontrolnya. Di samping itu, sebagian pasien diabetes tipe II
yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet atau dengan diet
dan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kadar
glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari. Karena dosis insulin yang
diperlukan masing-masing pasien ditentukan oleh kadar glukosa darah yang akurat
sangat penting. Pemantauan mandiri kadar glukosa darah telah menjadi dasar
e. pendidikan pasien
mandiri yang khusus seumur hidup. Karena diet, aktivitas fisik dan stres fisik serta
untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor. Pasien bukan hanya harus belajara
keterampilan untuk merawat diri sendiri setiap hari guna menghindari penurunan
atau kenaikan glukosa darah yang mendadak, tetapi harus memiliki perilaku
panjang.
Pasien diabetes tipe II yang baru terdiagnosis juga harus mempelajari beberapa
pada diet.Bagi pasien yang baru memulai penggunaan preparat sulfonilurea oral,
telah mengalami beberapa komplikasi diabetes yang kronis.Jadi, bagi sebagian pasien
diabetes tipe II yang baru terdeteksi, pendidikan dasar tentang diabetes harus
mencakup informasi tentang ketrampilan preventif seperti perawatan kaki dan mata.
Meningkatnya pengetahuan yang lebih dalam tentang diabetes dapat terjadi secara
pengalaman dengan pasien lain). Dan secara formal (melalui program pendidikan
yang berkelanjutan).
23
2.2 Religiusitas
merupakan sistem yang terdiri dari beberapa aspek.Di dalam psikologi agama dikenal
kebersyukuran. Ketika mendapatkan sesuatu yang baik dia akan berterima kasih dan
akan dengan rela menerimanya sebagai bagian dari dirinya dan bersabar dalam
Menurut Hutoro (dalam Subandi, 2013) dimensi religiusitas ada lima yaitu:
dogmatik dalam agama. Misalnya dalam agama Islam, dimensi keyakinan ini
tercakup dalam rukun iman yang terdiri dari iman kepada Allah, iman kepada
malaikat Allah, iman kepada Rasul Allah, iman kepada kitab Allah, iman kepada
dimensi ini dikenal dengan Rukun Islam, yaitu: mengucapkan kalimat syahadat,
tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasa do’a yang dikabulkan atau diselamatkan
Tuhan.Di dalam afama Islam aspek ini banyak dibicarakan dalam ilmu Tasawuf
Dimensi pengetahuan atau dimensi ilmu yaitu seberapa jauh seseorang mengetahui
tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang ada di kitab suci maupun yang
lainnya.Di dalam agama Islam dimensi ini termasuk dalam pengetahuan tentang
Dimensi amal yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang
harta.
25
Berdasarkan teori James (dalam Subandi, 2013) ada dua tipe beragama, yaitu:
Orang yang memiliki jiwa yang sehat secara kognitif cenderung melihat segala
sesuatu di sekitarnya sebagai sesuatu yang baik dan selalu optimis melihat masa
hubungan dengan orang lain, cenderung bersikap terbuka, beorientasi keluar yang
dapat menerima pandangan dan pemikiran keberagaman dari orang lain, baik
Orang yang memiliki jiwa yang sakit secara kognitif mereka lebih
mengembangkan sikap pesimis, yaitu selalu melihat sisi negatif dalam memandang
segala sesuatu. Secara emosional dia akan didominasi oleh rasa sedih, merasa
penuh dosa yang tidak terampuni. Mereka bersikap introvert, berorientasi pada diri
sendiri, tertutup dan menganggap dirinya dan kelompoknya sebagai yang paling
benar.
26
sikap keagamaan, faktor-faktor itu terdiri dari empat kelompok yang ada dalam
a. Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial (faktor sosial).
itu, termasuk pendidikan dari orang tua, tradisi-tradisi sosial, tekanan dari
lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap
d. Berbagai proses pemikiran verbal (faktor intelektual). Beberapa hal yang dapat
dan berbagai tekanan sosial (faktor sosial), pengalaman keagamaan, faktor yang
tumbuh dari kebutuhan yang tidak terpenuhi (keamanan, cinta kasih, harga diri,
CRS mengukur secara umum intensitas dari lima teoritis dimensi inti religiusitas.
lima dimensi inti dari agama yang merupakan kerangka acuan umum untuk
dimensi konsekuensial. CRS memiliki tiga item per dimensi. Ini adalah versi
dimensi inti dengan kehandalan tertinggi dan akurasi dan dengan demikian
paling diterapkan jika pengaruh diferensial dimensi pada fenomena lain yang
menarik. Dalam tiga studi reliabilitas individu dimensi berkisar 0,80-0,93, dan
ROS yang dikembangkan oleh Allport & Ross (1967), adalah salah satu metode
ini dijawab dengan jenis skala yaitu 5 skala likert (Darvyri et al., 2014).
28
SBI adalah alat yang dirancang untuk memperoleh keyakinan agama utama
hadirnya untuk praktik agama (subskala keyakinan, 10 item), dan dukungan yang
diterima oleh komunitas agama (subskala dukungan, 5 item). Skor dari setiap
item didasari oleh 4-point (dari 0 sampai 3) skala Likert. Skor total berkisar
antara 0 dan 30 untuk subskala kepercayaan dan antara 0 dan 15 untuk subskala
dukungan, dengan tinggi skor yang menunjukkan tingkat religiusitas yang lebih
tinggi. Skor tersebut untuk seluruh kuesioner dengan menjumlahkan dua nilai
melakukan sesuatu pada tingkat yang diinginkan dimana kemampuan tersebut didapat
yang mudah, mereka cendeurng menginginkan hasil yang cepat dan mudah
yang cukup untuk menjadi sukses, maka mereka bertahan dalam kesusahan dan
berpegang teguh pada hal ini dalam masa – masa susah, maka manusia akan
kepercayaan pada efikasi diri adalah dengan mengamati pengalaman yang telah
dialami orang lain lewat model – model sosial. Dengan melihat orang yang mirip
dengan diri sendiri menjadi sukses dengan usaha yang gigih membuat keyakinan
pengamat menjadi tinggi dan percaya bahwa mereka juga punya kemampuan
yang sama dan mampu untuk sukses. Dalam hal yang sama, saat melihat
seseorang yang gagal setelah berusaha sekeras – kerasnya, maka hal ini akan
meremehkan kemampuannya.
untuk sukses. Seseorang yang dibujuk secara verbal bahwa mereka memiliki
mereka sendiri dan bergumul dengan kekurangan diri mereka saat sebuah
masalah muncul.
terhadap efikasi dirinya adalah dengan mengurangi reaksi stres seseorang dan
Menurut Bandura (1994), efikasi diri akan mempengaruhi proses dalam diri
a. Proses Kognitif
Efek dari keyakinan terhadap efikasi diri pada proses kognitif dapat dilihat
dalam berbagai bentuk. Banyak perilaku manusia, yang bertujuan, diatur dengan
oleh penilaian diri sendiri terhadap kemampuannya sendiri. Semakin kuat efikasi diri
yang dirasakan, semakin tinggi juga tujuan yang ditetapkan untuk diri mereka sendiri
b. Proses Motivasi
Orang memotivasi diri dan membimbing tindakan antisipasi mereka dengan latihan
pemikiran. Mereka membentuk keyakinan tentang apa yang bisa mereka lakukan.
Mereka menetapkan tujuan untuk diri mereka sendiri dan merencanakan program
c. Proses Afektif
stres dan depresi yang dapat mereka atasi dalam sebuah situasi yang mengancam atau
sulit, begitu juga tingkat motivasi mereka. Efikasi diri secara sadar untuk
mengendalikan hal – hal yang menimbulkan stres memainkan peran sentral dalam
kontrol atas ancaman tidak tidak akan terganggu dengan munculnya pola – pola
pikiran yang menggangu. Tapi orang-orang yang percaya bahwa mereka tidak bisa
berpikir seperti itu mereka akan menyebabkan diri mereka sendiri tertekan dan
merusak tingkat fungsionalitas mereka. Efikasi diri yang secara sadar mengatur
32
perilaku penghindaran serta kecemasan. Semakin kuat rasa efikasi diri seseorang,
maka orang tersebut akan semakin berani dalam mengambil resiko dan mengikuti
d. Proses Seleksi
Sejauh ini, diskusi yang ada menekankan pada proses – proses dimana efikasi
menguntungkan dan berlatih untuk mengendalikan apa yang mereka temui sehari-
hari.Manusia adalah sebagian hasil dari lingkugan mereka sendiri.Oleh karena itu,
percaya melebihi kemampuan mereka. Tapi mereka akan siap untuk melakukan
kegiatan menantang dan situasi yang mereka nilai mampu mereka hadapi.Dengan ini,
orang memiliki kompetensi, kepentingan dan jaringan social yang berbeda, dimana
karena pengaruh sosial yang beroperasi pada lingkungan yang dipilih terus
ruang lingkup yang dirasakan efikasi diri selama hidup yakni sebagai berikut.
Bayi yang baru lahir tidak memiliki rasa diri.Pengalaman eksplorasi mereka di
mana mereka sadar bahwa mereka menghasilkan efek melalui tindakan mereka untuk
memberikan dasar awal untuk mengembangkan rasa efikasi diri.Dengan berulang kali
mengamati bahwa apa yang terjadi pada lingkungan mereka dengan melakukan
sebuahtindakan, tetapi tidak dalam ketiadaan, bayi belajar bahwa sebuah tindakan
sekitar mereka menjadi lebih memperhatikan perilaku mereka sendiri dan lebih
peristiwa dan lingkungan yang sama terlepas dari bagaimana tindakan mereka.
dalam tahap pengembangan awal kompetensi sosial dan kognitif.Orang tua yang
responsif terhadap perilaku bayi mereka, dan menciptakan kesempatan bagi tindakan
cepat dalam perkembangan sosial dan kognitif mereka.Orang tua yang tanggap
merefleksikan pengalaman mereka dan apa yang dikatakan orang lain kepada mereka
diri mereka tentang apa yang bisa dan tidak bisa mereka lakukan.
efikasi diri seseorang.Karena itu, anak – anak menjadi sangat sensitif terhadap
dimana mereka berdiri secara relatif di antara rekan-rekan mereka dalam kegiatan
masalah yang penting untuk berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat yang lebih
35
dibandingkansecara sosial.
bertanggung jawab penuh untuk diri mereka sendiri di hampir setiap dimensi
apayang harus dikejar juga munculdalam periode ini.Hal – hal ini sedikit dari
banyaknya area di mana kompetensi baru dan keyakinan diri terhadap efikasi diri
harus dikembangkan.
Dewasa awal adalah masa ketika orang harus belajar untuk mengatasi
berbagai tuntutan baru yang timbul dari kemitraan yang langgeng, hubungan
perkawinan, orang tua, dan karir kerja.Seperti dalam tugas penguasaan sebelumnya,
rasa yang kuat dari efikasi diri merupakan kontributor yang penting untuk mencapai
kompetensi yang lebih lanjut dan kesuksesan.Mereka yang masuk masa dewasa
dengan buruk dan tidak memiliki keterampilan yang cukup dan diganggu oleh
keraguan diri akan menemukan banyak aspek dari kehidupan dewasa mereka yang
Isu-isu efikasi diri pada usia lanjut bertumpu pada penilaian ulang dan
membutuhkan penilaian ulang efikasi dirinya dalam kegiatan fisik dimana fungsi
kognitif mereka akan lebih dari penurunan rata-rata kinerja selama lebih dari dua
dekade.Karena orang jarang memanfaatkan potensi penuh mereka, orang tua yang
berusaha lebih yang diperlukan dapat berfungsi pada tingkat yang lebih tinggi dari
efikasi diri yang dirasakan dapat berkontribusi pada pemeliharaan fungsi sosial, fisik
a. Usia
Usia 40-65 tahun disebut juga tahap keberhasilan yaitu waktu untuk pengaruh
maksimal, membimbing diri sendiri dan menilai diri sendiri, sehingga pasien
b. Jenis Kelamin
Responden dengan jenis kelamin perempuan menunjukkan efikasi diri yang baik
c. Tingkat Pendidikan
Responden dengan tingkat pendidikan tinggi menunjukkan efikasi diri yang baik
d. Status Pernikahan
Responden yang masih memiliki pasangan hidup menunjukkan efikasi diri yang
menyangga efek buruk dari stres pada manajemen diabetes (Delamater, 2006).
38
2011).Seseorang yang bekerja memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi untuk
f. Lama Menderita DM
Pasien yang telah menderita DM >11 tahun memiliki efikasi diri yang baik
daripada pasien yang menderita DM <10 tahun. Hal ini disebabkan karena
g. Dukungan Keluarga
efikasi diri yang baik dibandingkan dengan responden yang kurang mendapat
rendah, tingkat kohesi dan organisasi yang tinggi, dan pola komunikasi yang baik
h. Depresi
Responden yang tidak depresi menunjukkan efikasi diri yang baik dibandingkan
dengan responden yang mengalami depresi (Ariani, 2011). Tingkat stress yang
dikaitkan dengan manajemen diabetes yang buruk pada remaja dan orang dewasa
(Delamater, 2006).
Management Self Efficacy Scale (DMSES) yang dikembangkan oleh van der Bijl
(1999) dan dimodifikasi oleh Shi (2010). Kuesioner telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia oleh Rondhianto (2011) yang terdiri dari 20 pertanyaan dengan
skala likert 1-5. Pertanyaan tersebut mengkaji kemampuan dalam mengecek gula
darah (3 pertanyaan), mengatur diet dan menjaga berat badan ideal (11 pertanyaan),
(3 pertanyaan). Uji validitas dengan rumus korelasi product moment didapatkan nilai
r diatas 0,658>0,228 (p,0,05) dan uji reliabilitas didapatkan nilai cronbach alpha
2.4 Hubungan antara Religiusitas dengan Efikasi Diri pada Pasien Diabetes
Melitus
kemampuan untuk melanjutkan gaya hidup normal dan kualitas hidup pasien akibat
40
dari komplikasi yang muncul seperti gagal jantung, stroke, ulkus diabetik, kebutaan
dan gagal ginjal kronik. Akibat dari komplikasi ini kemandirian pasien dapat sangat
Ketergantungan pada orang lain untuk mendapat perawatan diri rutin dapat
penyakit kronis dapat menguatkan seseorang secara spiritual. Pasien yang kuat secara
spiritual akan membentuk kembali identitas diri dan hidup dengan baik (Potter &
Perry, 2005).
reality of unsen) seperti Tuhan.Kekuatan agama terletak pada nuansa spiritual yang
bahkan dapat menimbulkan stres. Ketergantungan pada orang lain dalam perawatan
41
diri rutin dapat menimbulkan perasaan tidak berdaya dan penurunan kekuatan
Seseorang yang kuat secara spiritual akan membentuk kembali identitas diri dan
dalam diri pasien. Hal tersebut penting untuk menekan tingkat stres karena kebutuhan
akan arti hidup adalah universal yang merupakan esensi dari hidup itu sendiri, ketika
seseorang tidak dapat menemukan arti hidup akan mengalami stress. Sedangkan
memiliki harapan dan keinginan hidup adalah penting bagi orang yang sehat maupun
sakit, untuk orang yang sakit merupakan faktor penting dalam proses penguatan diri
diungkapkan adalah percaya pada Tuhan, penerimaan dan harapan akan masa depan
yang lebih baik, yang kesemuanya merupakan batas dari efikasi diri untuk mencapai
(Chappoti et al. dalam Satrianegara, 2014).Hampir 350 penelitian kesehatan fisik dan
kesehatan mental pada umumnya telah menggunakan agama dan spiritual yang
masalah kesehatan yang serius atau kronis yang berumur tua pada umumnya lebih
religius karena merasa nyaman dengan aktivitas keagamaan seperti berdoa dan
fisik yang semakin membaik, terlihat lebih tenang dan tidak terlihat seperti orang
sakit.Hal ini dikarenakan pasien ikhlas dalam menerima sakit (Anggraeni et al.,
2015).
Spiritual merupakan komitmen tertinggi dan prinsip yang paling kuat dalam
diri individu terhadap pilihan yang dibuat dalam hidupnya.Efikasi diri didefinisikan
sebagai penilaian, kepercayaan atau keyakinan diri untuk mampu melakukan tugas-
tugas tertentu, mengatur dan melaksanakan program tindakan yang diperlukan dalam
berfikir, merasa, memotivasi diri sendiri dan bertindak (Damayanti et al., 2011).
tujuan hidup dalam penderitaan maupun rasa sakit yang dialami (Nuraeni et al.,
meningkatkan kepatuhan pasien DM. Salah satu faktor kunci dalam mencapai
kehidupannya diharapkan dapat memiliki keyakinan akan segala sesuatu yang terjadi
padanya merupakan kebaikan dari Tuhan dan menjadikan motivasi untuknya dalam
mencegah untuk jatuh dalam perasaan terpuruk, kecewa, dan putus asa (Hutama,
2013). Efikasi diri adalah prediktor utama dari perilaku yang dapat mempengaruhi
dimulainya tugas, jumlah usaha yang dikeluarkan dalam melaksanakan tugas dan
lamanya waktu orang tersebut akan memenuhi tugas. Efikasi diri dapat
sumber-sumber untuk mengatasi stres akibat rejimen perawatan yang rumit, seperti
efikasi diri dan religiusitas yang baik, maka ia akan memiliki motivasi yang tinggi
pula dalam mewujudkan keinginannya menjadi yang terbaik untuk meraih emosi
Dimensi Religiusitas8:
a. Ideologis
Pengaruh Efikasi Diri6:
b. Ritualistik
a. Proses kognitif
c. Pengalaman
b. Proses motivasi
d. Intelektual
c. Proses afektif
e. Konsekuensi
d. Proses seleksi
Sumber: (1) Brunner & Suddarth (2002), (2) Mansjoer et al. (2000), (3) PERKENI
(2015), (4) Ariani (2011), (5) (6) Bandura (1994), (7) Thouless (2000), (8) Hutoro dalam
Subandi (2013).
46
penelitian mengenai hubungan religiusitas dengan efikasi diri pada pasien diabetes
Keterangan:
: diteliti
47
: tidak diteliti
: diteliti
: tidak diteliti
pembuktian dari hasil penelitian, maka hipotesis ini dapat benar atau salah, dapat
diterima atau ditolak (Setiadi, 2007). Hipotesis dari penelitian ini adalah Ha : ada
hubungan antara religiusitas dengan efikasi diri pada pasien diabetes melitus tipe 2 di
analitik dengan pendekatan cross sectional. Cross sectional adalah suatu penelitian
untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek dengan
cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada satu waktu (point
time approach) (Notoatmodjo, 2010). Variabel religiusitas dan efikasi diri pada
pasien DM tipe 2 akan diukur sekali saja pada waktu yang sama.
dalam penelitian ini adalah seluruh pasien DM tipe 2 yang terdata di wilayah kerja
Puskesmas Patrang pada April 2016 – Maret 2017 yakni berjumlah 243 orang.
49
Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti yang
adalah pasien DM tipe 2 yang berada di wilayah kerja Puskesmas Patrang yang telah
penelitian ini menggunakan jenis non probability sampling dan teknik sampling yang
dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu dan secara berurutan,
sehingga jumlah klien yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro & Ismail, 2000).
N
n =
1 + N(d2 )
Keterangan:
N : Besar Populasi
n : Besar Sampel
243
n=
243. (0,1)2 + 1
50
243
n=
3,43
n = 71 responden
dapat mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat untuk dijadikan sampel.
a. Kriteria inklusi
Patrang
b. Kriteria eksklusi
Kecamatan Patrang.
51
penyusunan laporan dan publikasi penelitian yaitu pada bulan Maret–Mei 2017.
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penetapan
Judul
Studi
Pendahuluan
Penyusunan
Proposal
Seminar
Proposal
Pelaksanaan
Penelitian
Sidang Hasil
operasional pada penelitian yang berjudul Hubungan Religiusitas dengan Efikasi Diri
pada Pasien Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Patrang.
52
2. Variabel Efikasi diri merupakan 1. Keyakinan terhadap Kuesioner Interval Nilai minimal = 20
terikat: keyakinan individu kemampuan pengecekan gula dari The Nilai maksimal =
Efikasi diri akan kemampuannya darah Diabetes Self 100
untuk mengatur dan 2. Keyakinan terhadap Management
melakukan perawatan kemampuan pengaturan diet dan Self-Efficacy
diri dan mencegah menjaga BB ideal Scale for tipe
komplikasi DM tipe 2 3. Keyakinan terhadap 2 DM
kemampuan melakukan aktifitas (DMSES)
fisik
4. Keyakinan terhadap
kemampuan perawatan kaki
5. Keyakinan terhadap program
pengobatan
53
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh sendiri oleh peneliti dari hasil
penelitian ini yaitu data hasil pengisian kuesioner yang berisi beberapa item
pertanyaan tentang religiusitas dengan efikasi diri. Data primer lain dalam penelitian
ini yaitu karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, usia, lama menderita
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari pihak lain, badan atau
instansi atau lembaga yang secara rutin mengumpulkan data (Setiadi, 2007). Data
sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari Puskesmas Patrang
terkait jumlah kunjungan dan jumlah pasien DM yang terdapat di wilayah kerja
Puskesmas Patrang.
tentang variabel independen dan dependen yaitu religiusitas dan efikasi diri pada
54
pasien diabetes melitus tipe 2. Kuesioner tersebut kemudian akan diisi oleh responden
yang telah memenuhi kriteria inklusi. Penelitian akan dilakukan oleh peneliti sendiri
dan Politik Kabupaten Jember, Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, dan Kepala
Puskesmas Patrang;
Patrang;
mekanisme penelitian;
kepada responden untuk diisi dengan alokasi waktu 30-45 menit. Jika responden
responden;
55
g. Peneliti melakukan cross-check ulang apabila ada jawaban yang belum terjawab
atau terlewati dan meminta responden menjawab pertanyaan yang terlewati atau
belum terjawab.
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan yang dapat mengukur variabel yang diukur
disusun oleh peneliti Kartikasari (2014) dengan mengacu pada konsep Glock dan
dimensi intelektual, dan dimensi konsekuensial. Nilai yang diberikan pada masing-
setuju, 1 = sangat tidak setuju. Nilai yang diberikan pada masing-masing pernyataan
unfavorable diberi skor 1 = sangat setuju, 2 = setuju, 3 = tidak setuju, 4 = sangat tidak
kuesioner DMSES yang dikembangkan oleh van der Bijl (1999) yang dimodifikasi
oleh Shi (2010) dan telah diterjemahkan oleh Rondhianto (2011) berjumlah 20
kemampuan pengecekan gula darah, pengaturan diet dan menjaga berat badan ideal,
aktivitas fisik, perawatan kaki, dan mengikuti program pengobatan. Nilai yang
cukup yakin, 2 = kurang yakin, dan 1 = tidak yakin. Rentang nilai efikasi diri adalah
20-100.
Uji validitas dan reliabilitas merupakan suatu alat ukur yang menghasilkan
nilai kuantitatif yang merupakan syarat suatu instrumen dapat digunakan dalam
hasil penelitian yang valid dan reliabel (Setiadi, 2007).Reliabilitas adalah indeks yang
menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal
ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap
asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan
Uji validitas skala religiusitas telah dilakukan oleh Nofita Dwi Kartikasari
(2014) dengan meminta pertimbangan ahli terhadap 50 responden dengan nilai r tabel
pada uji validitas adalah 0,284.Hasil uji validitas didapatkan nilai r antara 0,302-
0,619.Hasil uji reliabilitas diperoleh nilai Crobanch’s Alpha sebesar α > 0,839.
Uji validitas skala efikasi diri telah dilakukan oleh Rondhianto (2012)
terhadap 10 responden yang menunjukkan nilai korelasi product moment dengan nilai
r diatas 0,228 – 0,658 (p < 0,05). Nilai reabilitas Cronbach’s Alpha adalah 0,975.
Pengolahan data merupakan suatu proses untuk memperoleh data atau data
dalam pengolahan data, yaitu editing, coding, entry, dan cleaning (Setiadi, 2007).
58
4.7.1 Editing
konsisten antara jawaban pertanyaan yang satu dengan pertanyaan yang lainnya
(Notoatmodjo, 2010).
4.7.2 Coding
diberikan oleh responden menyesuaikan dengan kode yang dibuat oleh peneliti.
a. Jenis kelamin
Laki-laki :1
Perempuan :2
b. Pendidikan
Tidak Sekolah :1
SD :2
SLTP :3
59
SLTA :4
Perguruan Tinggi :5
c. Status menikah
Tidak menikah :1
Menikah :2
d. Pekerjaan
Tidak bekerja :1
Petani :2
Wiraswasta :3
Pegawai swasta :4
PNS :5
4.7.3 Processing/entry
Processing adalah proses memasukkan data dengan cara manual atau melalui
pengolahan program yang ada di komputer (Setiadi, 2007). Pengolahan data dalam
4.7.4 Cleaning
karakteristik umum dan khusus. Karakteristik umum dari penelitian ini yang
pekerjaan, status perkawinan, dan lama DM. Karakteristik khusus dari penelitian ini
religiusitas. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Jenis data
numerik yaitu usia dan lama mengalami DM digunakan nilai mean, median, dan
standar deviasi sedangkan jenis data kategorik yaitu jenis kelamin, tingkat
independen religiusitas dan variabel dependen efikasi diri pasien DM tipe 2 sehingga
dapat diketahui ada atau tidaknya hubungan antara kedua variabel dengan
menggunakan uji statistik. Data akan dilakukan uji normalitas untuk menguji variabel
terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak normal
p > 0,05.
61
Apabila data terdistribusi normal maka uji statistik yang digunakan yaitu
korelasi pearsonatau product moment yang jenis datanya harus berskala interval atau
Tabel 4.5 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai
p, dan arah korelasi
No. Parameter Nilai Interpretasi
1. Kekuatan korelasi (r) 0,00-0,199 Sangat lemah
0,20-0,399 Lemah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,000 Sangat kuat
2. Nilai p p < 0,005 Terdapat korelasi yang
bermakna antara dua variabel
yang diuji.
p > 0,005 Tidak terdapat korelasi yang
bermakna antara dua variabel
yang diuji.
3. Arah korelasi + (positif) Searah, semakin besar nilai satu
variabel, semakin besar pula
nilai variabel lainnya.
- (negatif) Berlawanan arah, semakin
besar nilai suatau variabel,
semakin kecil nilai variabel
lainnya.
Sumber: Dahlan (2011)
Semua penelitian yang erat kaitannya dengan manusia sebagai obyek harus
mempertimbangkan etika. Oleh karena itu, diperlukan suatu etika penelitian (Potter &
Peneliti memberikan informed consent kepada responden yang sesuai dengan kriteria
inklusi dari penelitian ini. Sebagai bentuk kesediaan untuk menjadi responden,
Kemanfaatan adalah prinsip untuk melakukan hal yang baik dan tidak
merugikan orang lain (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini dilakukan karena memiliki
manfaat yang mana religiusitas berguna untuk membangun efikasi diri pada pasien
diabetes melitus tipe 2.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada
4.9.3 Kerahasiaan
dan tidak mungkin diakses oleh orang lain selain tim peneliti (Potter & Perry, 2005).
Kerahasiaan pada penelitian saat ini dilakukan oleh peneliti dengan cara penggunaan
63
4.9.4 Keadilan
Responden memiliki hak untuk diperlakukan secara adil dan baik sebelum,
selama, dan sesudah mengikuti penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata
mengambil data kunjungan pasien DM tipe 2 pada bulan April 2016 – Maret 2017
pekerjaan, status perkawinan, dan lama DM. karakteristik responden ini terdiri dari
dua jenis data yaitu jenis data numerik dan jenis data kategorik. Jenis data numerik
yaitu usia dan lama mengalami DM dalam bentuk nilai mean, median, dan standar
deviasi. Jenis data kategorik yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status
pernikahan dalam bentuk proporsi. Table distribusi responden menurut usia dan lama
Table 5.1 Distribusi Responden Menurut Usia dan Lama DM pada Pasien DM Tipe
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui usia rata-rata responden adalah 55,96 tahun
dengan standar deviasi 7,03. Usia minimal adalah 38 tahun dan usia maksimal adalah
65 tahun. Rata-rata lama DM adalah 4,08 tahun dengan standar deviasi 3,21. Lama
status pernikahan dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 menunjukkan lebih banyak
wiraswasta dan ibu rumah tangga yaitu 27 orang (38%). Status pernikahan seluruh
5.1.2 Religiusitas
Tabel 5.3 Nilai Rerata Religiusitas pada Pasien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja
71)
Tabel 5.3 menunjukkan nilai rata-rata religiusitas adalah 73,27 dengan standar
deviasi 5,33. Skor minimal adalah 50 dan skor maksimal adalah 76. Tabel 5.4
Tabel 5.5 Nilai Rerata Indikator Religiusitas pada Pasien DM Tipe 2 di Wilayah
adalah indikator pengalaman dengan nilai rata-rata 3,87. Nilai rata-rata terendah
Hasil penelitian tentang efikasi diri terdiri dari lima indikator yaitu, keyakinan
terhadap program pengobatan. Nilai rerata efikasi diri responden dapat dilihat di tabel
5.6.
Tabel 5.6 Nilai Rerata Efikasi Diri pada Pasien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Efikasi diri pada Pasien DM Tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember Juni 2017 (n: 71)
Berdasarkan tabel 5.6, rata-rata nilai efikasi diri responden yaitu 80,20 dengan
standar deviasi 2,85. Nilai efikasi diri terendah adalah 75 dan nilai efikasi diri
tertinggi adalah 94. Berdasarkan tabel 5.7, sebanyak 71 orang (100%) termasuk
Tabel 5.8 Nilai Rerata Indikator Efikasi Diri pada Pasien DM Tipe 2 di Wilayah
Variabel Mean
Pengecekan gula darah 4,11
Pengaturan diet dan BB ideal 3,95
Aktifitas fisik 3,92
Perawatan kaki 4,14
Program pengobatan 4,14
Sumber: data primer peneliti (Juni 2017)
Tabel 5.8 menunjukkan nilai rerata perindikator efikasi diri yang terbesar
adalah indikator perawatan kaki dan program pengobatan. Nilai rata-rata terendah
>50. Data dikatakan terditribusi normal jika p > 0,05. Uji normalitas dilakukan
Tabel 5.9 Hasil Uji Normalitas Variabel Religiusitas dan Efikasi Diri
Variabel p
Religiusitas 0.000
Efikasi Diri 0.000
Tabel 5.9 menunjukkan hasil uji normalitas variabel religiusitas dan efikasi
diri tidak terdistribusi normal karena p = 0,000 sehingga pada penelitian ini
5.1.5 Hubungan Religiusitas dengan Efikasi Diri pada Pasien DM Tipe 2 di Wilayah
Tabel 5.10 Analisa Hubungan Religiusitas dengan Efikasi Diri pada Pasien DM Tipe
2 di Wilayah Kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember Juni 2017 (n: 71)
Variabel r P value
Religiusitas 0,291 0,014
Efikasi diri
Sumber: data primer peneliti (Juni 2017)
Hasil analisa data pada tabel 5.10 didapatkan hasil p value sebesar 0,014.
Penelitian ini menggunakan tingkat signifikasi 0,05 (5%). Hasil analisa didapatkan
bahwa p value < α (0,014<0,05), sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara
religiusitas dengan efikasi diri pada pasien DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas
Patrang. Korelasi (r) yang diperoleh sebesar 0,291 yang menunjukkan ada hubungan
dengan tingkat keeratan lemah antara religiusitas dengan efikasi diri pada pasien DM
tipe 2.
5.2 Pembahasan
a. Usia
Usia rata-rata responden penelitian adalah 55,96 tahun. Usia minimal adalah
38 tahun dan usia maksimal adalah 65 tahun. Probabilitas untuk terjadinya DM pada
71
usia <45 tahun da 45 tahun adalah lebih kurang 1 banding 6. Mereka dengan usia
lebih dari 45 tahun adalah kelompok usia yang berisiko menderita DM. DM
merupakan penyakit yang terjadi akibat penurunan fungsi organ tubuh (degeneratif)
2007).
Kemenkes RI (2013), 55,96 tahun termasuk kategori lansia awal atau pralansia.
Menurut Rahmi et al (2015), tingkat religiusitas lansia secara umum berada pada
kategori tinggi. Religiusitas yang tinggi memperlihatkan bahwa pada masa lansia
suatu perasaan keterhubungan dengan Tuhan, ada suatu perasaan keintiman bahwa
dirinya dekat dengan Tuhan. Pada penelitian ini mayoritas responden sebanyak
92,96% termasuk dalam kategori religiusitas tinggi dan sebanyak 7,04% memiliki
religiusitas sedang.
Usia > 55 tahun dapat dikatakan memiliki efikasi diri yang baik, semakin
matang akan meningkatkan efikasi diri seseorang (GedeNgurah, 2014). Usia 40-65
tahun disebut juga tahap keberhasilan yaitu waktu untuk pengaruh maksimal,
membimbing diri sendiri dan menilai diri sendiri, sehingga pasien memiliki efikasi
b. Lama DM
adalah 4,08 tahun dengan standar deviasi 3,21. Lama DM paling pendek adalah 1
tahun dan paling lama 13 tahun. DM tipe 2 merupakan penyakit yang baru
progresif, maka awitan diabetes tipe 2 dapat berjalan tanpa deteksi (Smeltzer $ Bare,
2002).
Sepanjang waktu seiring dengan lamanya penyakit yang dialami, pasien dapat
langsung pasien merupakan sumber utama terbentuknya efikasi diri (Bandura, 1997).
sehingga akan memiliki efikasi diri yang jauh lebih baik (GedeNgurah, 2014).
c. Jenis Kelamin
aktivitas/latihan fisik, usia, dan riwayat DM saat hamil. Perempuan berisiko lebih
tinggi mengalami DM tipe 2 daripada laki-laki. Ini dikarenakan beberapa faktor risiko
di atas lebih sering dialami wanita, terlebih lagi pada wanita yang sulit untuk
baik dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin laki-laki (Ariani, 2011).
Dilihat dari jenis kelamin, perempuan memiliki efikasi diri yang lebih baik dari laki-
laki. Perempuan dianggap lebih patuh dalam menjalani pengobatan dan perawatan
diri dibandingkan laki-laki. Selain itu perempuan memiliki mekanisme koping yang
lebih baik daripada laki-laki dalam menghadapi sebuah masalah (GedeNgurah, 2014).
d. Tingkat Pendidikan
seseorang telah menguasai beberapa bidang ilmu. Seseorang dengan pendidikan yang
baik lebih matang terhadap proses perubahan pada dirinya, sehingga lebih mudah
menerima pengaruh luar yang positif, objektif dan terbuka terhadap berbagai
yang memiliki pendidikan tinggi lebih mudah untuk mengakses berbagai informasi
akan meningkatkan risiko orang tersebut untuk menderita DM. pada kenyataannya
hasil temuan menemukan bahwa pada kelompok kasus lebih banyak yang
berpengetahuan baik dari pada kelompok kontrol. Hal ini disebabkan karena sebagian
e. Pekerjaan
yang baik daripada responden yang berpenghasilan rendah (Ariani, 2011). Seseorang
yang bekerja memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi untuk mengatasi masalah
merupakan salah satu stressor bagi penderita DM tipe 2 yang dapat menurunkan
memperberat kondisi pasien DM tipe 2 yang berdampak pada penurunan efikasi diri
f. Status Pernikahan
yang baik dibandingkan dengan responden yang berstatus janda/duda (Ariani, 2011).
Tingkat dukungan sosial yang lebih besar, terutama dukungan terkait diabetes dari
pasangan dan anggota keluarga lainnya, dikaitkan dengan kepatuhan rejimen yang
lebih baik. Dukungan sosial juga berfungsi untuk menyangga efek buruk dari stres
dampak positif terhadap perawatan diri pada pasien DM (Hensarling dalam Wahyuni,
2014).
75
tidak merasa beban untuk dirinya sendiri, tetapi masih ada orang lain yang
perhatian dari pasangan akan meningkatkan perawatan diri pasien DM tipe 2 yang
membantu dalam hal pengobatan, dan memberikan informasi merupakan salah satu
hal yang mempengaruhi tingginya kualitas hidup pasien DM tipe 2 (Wahyuni 2014).
Kabupaten Jember
system keyakinan, nilai, symbol dan ritual. Hal tersebut berarti bahwa religiusitas
pada umumnya memiliki aturan-aturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan yang
berfungsi untuk mengikat seseorang dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia
dan alam sekitar (Koenig dalam Hidayat, 2011). Religiusitas menunjukkan pada
pengaruh pendidikan dan berbagai tekanan sosial (faktor sosial), pengalaman yang
peringatan dari atau pertolongan dari Tuhan, faktor kebutuhan yang tidak terpenuhi
terutama kebutuhan keagamaan, cinta kasih, harga diri dan ancaman kematian dan
proses pemikiran verbal atau proses intelektual karena manusia adalah makhluk yang
2009). Hampir 350 penelitian kesehatan fisik dan kesehatan mental pada umumnya
telah menggunakan agama dan spiritual yang menghubungkan dengan hasil kesehatan
yang lebih baik. Hampir 90% pasien mengakui dirinya religius dan spiritual atau
beragama dengan baik. Kebanyakan pasien dengan masalah kesehatan yang serius
atau kronis yang berumur tua pada umumnya lebih religius karena merasa nyaman
77
dengan aktivitas keagamaan seperti berdoa dan meditasi pada saat berjuang
usia. Menurut Rahmi et al (2015), tingkat religiusitas lansia secara umum berada
pada kategori tinggi. Religiusitas yang tinggi memperlihatkan bahwa pada masa
keintiman bahwa dirinya dekat dengan Tuhan. Pada penelitian ini mayoritas
responden sebanyak 92,96% termasuk dalam kategori religiusitas tinggi dan sebanyak
5.2.3 Efikasi Diri pada Pasien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Patrang
Kabupaten Jember
Efikasi diri adalah prediktor utama dari perilaku yang dapat mempengaruhi
dimulainya tugas, jumlah usaha yang dikeluarkan dalam melaksanakan tugas dan
lamanya waktu orang tersebut akan memenuhi tugas. Efikasi diri dapat
sumber-sumber untuk mengatasi stres akibat rejimen perawatan yang rumit, seperti
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata efikasi diri adalah 80,20 dan
seluruh responden memiliki efikasi diri yang tinggi yaitu sebanyak 71 orang. Hasil
penelitian Ariani et al. (2012) didapatkan pasien DM yang memiliki efikasi diri yang
kurang baik sebanyak 61,4%. Sebagian besar responden memiliki motivasi yang
kurang dalam melakukan perawatan DM. Hal ini menunjukkan responden yang
memiliki motivasi yang buruk menjukkan efikasi diri yang buruk.Hasil penelitian
Kusuma dan Hidayati (2013) didapatkan bahwa responden dengan efikasi diri yang
kurang baik sebanyak 30,9%. Hasil penelitian Purwanti (2014) menunjukkan bahwa
responden yang memiliki efikasi diri yang buruk sebanyak 36,3%.Penelitian Rias
(2016) didapatkan responden yang memiliki efikasi diri yang kurang baik sebanyak
47%.
Salah satu faktor kunci dalam mencapai perubahan perilaku adalah dengan
Efikasi diri pada pasien diabetes melitus tipe 2 berfokus pada keyakinan pasien untuk
kontrol glukosa, dan perawatan diabetes melitus secara umum. Dampak psikologis
yang sering muncul pada pasien dengan penyakit kronis termasuk diabetes melitus
dapat menimbulkan masalah pada efikasi diri pasien (Wu et al. dalam Ariani, 2011).
79
5.2.4 Hubungan Religiusitas dengan Efikasi Diri pada Pasien DM Tipe 2 di Wilayah
dengan efikasi diri pada pasien DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Patrang
kemampuan untuk melanjutkan gaya hidup normal dan kualitas hidup pasien akibat
dari komplikasi yang muncul seperti gagal jantung, stroke, ulkus diabetik, kebutaan
dan gagal ginjal kronik. Akibat dari komplikasi ini kemandirian pasien dapat sangat
Ketergantungan pada orang lain untuk mendapat perawatan diri rutin dapat
penyakit kronis dapat menguatkan seseorang secara spiritual. Pasien yang kuat secara
spiritual akan membentuk kembali identitas diri dan hidup dengan baik (Potter &
Perry, 2005).
reality of unsen) seperti Tuhan.Kekuatan agama terletak pada nuansa spiritual yang
bahkan dapat menimbulkan stres. Ketergantungan pada orang lain dalam perawatan
diri rutin dapat menimbulkan perasaan tidak berdaya dan penurunan kekuatan
Seseorang yang kuat secara spiritual akan membentuk kembali identitas diri dan
dalam diri pasien. Hal tersebut penting untuk menekan tingkat stres karena kebutuhan
akan arti hidup adalah universal yang merupakan esensi dari hidup itu sendiri, ketika
seseorang tidak dapat menemukan arti hidup akan mengalami stress. Sedangkan
memiliki harapan dan keinginan hidup adalah penting bagi orang yang sehat maupun
sakit, untuk orang yang sakit merupakan faktor penting dalam proses penguatan diri
diungkapkan adalah percaya pada Tuhan, penerimaan dan harapan akan masa depan
yang lebih baik, yang kesemuanya merupakan batas dari efikasi diri untuk mencapai
(Chappoti et al. dalam Satrianegara, 2014).Hampir 350 penelitian kesehatan fisik dan
kesehatan mental pada umumnya telah menggunakan agama dan spiritual yang
masalah kesehatan yang serius atau kronis yang berumur tua pada umumnya lebih
religius karena merasa nyaman dengan aktivitas keagamaan seperti berdoa dan
fisik yang semakin membaik, terlihat lebih tenang dan tidak terlihat seperti orang
sakit.Hal ini dikarenakan pasien ikhlas dalam menerima sakit (Anggraeni et al.,
2015).
Spiritual merupakan komitmen tertinggi dan prinsip yang paling kuat dalam
diri individu terhadap pilihan yang dibuat dalam hidupnya.Efikasi diri didefinisikan
82
sebagai penilaian, kepercayaan atau keyakinan diri untuk mampu melakukan tugas-
tugas tertentu, mengatur dan melaksanakan program tindakan yang diperlukan dalam
berfikir, merasa, memotivasi diri sendiri dan bertindak (Damayanti et al., 2011).
tujuan hidup dalam penderitaan maupun rasa sakit yang dialami (Nuraeni et al.,
meningkatkan kepatuhan pasien DM. Salah satu faktor kunci dalam mencapai
kehidupannya diharapkan dapat memiliki keyakinan akan segala sesuatu yang terjadi
padanya merupakan kebaikan dari Tuhan dan menjadikan motivasi untuknya dalam
mencegah untuk jatuh dalam perasaan terpuruk, kecewa, dan putus asa (Hutama,
2013). Efikasi diri adalah prediktor utama dari perilaku yang dapat mempengaruhi
dimulainya tugas, jumlah usaha yang dikeluarkan dalam melaksanakan tugas dan
lamanya waktu orang tersebut akan memenuhi tugas. Efikasi diri dapat
sumber-sumber untuk mengatasi stres akibat rejimen perawatan yang rumit, seperti
efikasi diri dan religiusitas yang baik, maka ia akan memiliki motivasi yang tinggi
pula dalam mewujudkan keinginannya menjadi yang terbaik untuk meraih emosi
sebanyak 71 orang.
84
b. Penelitian yang peneliti laksanakan terbatas pada satu tempat, yaitu pada
BAB 6. KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
a. Rata-rata usia responden adalah 55,96 tahun dan rata-rata lama DM adalah
paling banyak berpendidikan SD, bekerja sebagai wiraswasta dan ibu rumah
tangga.
d. Ada hubungan signifikan antara religiusitas dengan efikasi diri pada pasien
6.2 Saran
memberikan saran pada berbagai pihak untuk dapat membantu meningkatkan dan
a. Bagi Peneliti
Penelitian lanjutan diharapkan mengambil sampel yang lebih besar agar lebih
b. Bagi Masyarakat
c. Profesi Keperawatan
d. Instansi Kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, Y., Sitorus, R., Gayatri, D. 2012. Motivasi dan Efikasi Diri Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 dalam Asuhan Keperawatan. [serial online].
jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/download/44/44. [25 Maret 2017].
Chang, Esther. 2009. Patofisiologi: aplikasi pada praktik keperawatan. Jakarta: EGC.
Damayanti, S., Sitorus, R., Sabri., L. 2011. Hubungan antara Spiritualitas dan Efikasi
Diri dengan Kepatuhan Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di RS Jogja. [serial
online]. journal.respati.ac.id/index.php/medika/article/view/294. [25 Maret
2017].
Darvyri, P., M. Galanakis, A. G Avgoustidis, N. Pateraki, S. Vasdekis, & C. Darviri.
2014. The Revised Intrinsic/Extrinsic Religious Orientation Scale in a Sample
of Attica’s Inhabitants. Psychology 5: 1557-1567. [serial
online]http://file.scirp.org/pdf/PSYCH_2014092909275333.pdf [26 April
2017].
Delamater, A., M. 2006. Improving Patient Adherence Clinical Diabetes.[serial
online]. clinical.diabetesjournals.org/content/24/2/71.full-text.pdf. [24 Mei
2017].
Diabetes Initiative National Program Office. 2009. Health Coping in Diabetes: A
Guide for Program Development and Implementation. New Jersey:
88
Huber, S., & O. W. Huber. 2012. The Centrality of Religiosity Scale (CRS).
Religions 3: 710-724. [serial
online]http://www.readcube.com/articles/10.3390/rel3030710 [26 April
2017].
Hutama, R. Y., 2016. Pengaruh antara Efikasi Diri dan Religiusitas terhadap
Kebahagiaan Penderita Diabetes Tipe II (RSUD A.W Syahranie Samarinda).
[serial online]. www.portal.fisip-unmul.ac.id/site/?p=3834.[25 Maret 2017].
Kusuma, H., Hidayati, W. 2013. Hubungan antara Motivasi dengan Efikasi Diri pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Persadia Salatiga. [serial online].
jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKMB/article/view/1105. [25 Maret 2017].
Omu, M., O. 2010. Life Satisfaction, Self-Efficacy and Religious Faith in Stroke
Patients Living in Kuwait. [serial online].
bura.brunel.ac.uk/bitstream/2438/5080/1/FulltextThesis.pdf [12 Mei 2017].
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep Proses dan
Praktik.Volume 1.Edisi 4. Jakarta: EGC.
Purnama, T. S., 2011. Hubungan Aspek Religiusitas dan Aspek Dukungan Sosial
terhadap Konsep Diri Selebriti di Kelompok Pengajian Orbit Jakarta. [serial
online].http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20294596-T29856-
Hubungan%20aspek.pdf.[24 Mei 2017].
Purwanti, L., E. 2014. Hubungan Motivasi dengan Efikasi Diri Pasien DM Tipe 2
dalam Melakukan Perawatan Kaki di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo
Utara. [serial online]. www.jurnal.stikes-aisyiyah.ac.id › Beranda › Vol 11, No
1 (2014) › Purwanti.[25 Maret 2017].
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi dan Analisis
Diabetes. [serial online].
www.depkes.go.id/download.php?file=download/.../infodatin/infodatin-
diabetes.pdf. [25 Maret 2017].
Rahman, H. F., Yulia., Sukmarini, L. 2017. Efikasi Diri, Kepatuhan, dan Kualitas
Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. [serial online].
http://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/view/4059. [25 Maret 2017].
Rias, Y., A. 2016. Hubungan Pengetahuan dan Keyakinan dengan Efikasi Diri
Penyandang Diabetic Foot Ulcer. [serial online].
journal.umsurabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/358/264. [25 Maret
2017].
Ripamonti. 2010. System of Belief Inventory (SBI-15 R): A Validation Study in
Italian Cancer Patients on Oncological, Rehabilitation, Psychological and
Supportive Care Settings. [serial online].
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.682.3467&rep=rep
1&type=pdf.[25 Maret 2017].
90
Rubenstein, D., Wayne, D., Bradley, J. 2007. Kedokteran klinis edisi 6. Penerbit
Erlangga: PT Gelora Aksara Pratama. [serial online]
https://books.google.co.id/books?id=lhDl8_eIsiEC&pg=PA177&dq=diagnosi
s+diabetes+melitus&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=diagnosis%20
diabetes%20melitus&f=false [Diakses pada 25 Maret 2017].
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Smeltzer, S.C. and Bare, B.G. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
Delapan. Vol 2. Jakarta: EGC.
LAMPIRAN
92
Kepada
Calon Responden
Dengan Hormat,
Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi anda
sebagai responden. Kerahasiaan semua informasi akan dijaga dan dipergunakan untuk
kepentingan penelitian. Jika anda tidak bersedia menjadi responden, maka tidak ada
ancaman bagi anda maupun keluarga.Jika anda bersedia menjadi responden, maka
saya mohon kesediaan untuk menandatangani lembar persetujuan yang saya
lampirkan dan menjawab pertanyaan yang saya sertakan.Atas perhatian dan
kesediannya menjadi responden saya ucapkan terima kasih.
Jember,..........................2017
Iput Hardianti
102310101096
93
Setelah saya membaca dan memahami isi dan penjelasan pada lembar permohonan
menjadi responden, maka saya bersedia turut berpartisipasi sebagai responden dalam
penelitian yang akan dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember, yaitu:
NIM : 102310101096
Pekerjaan : Mahasiswa
Saya memahami bahwa penelitian ini tidak membahayakan dan merugikan saya
maupun keluarga saya, sehingga saya bersedia menjadi responden dalam penelitian
ini.
Jember, ..................2017
(.............................................)
94
Kode Responden:
KUESIONER PENELITIAN
Petunjuk Pengisian :
1. Bacalah dengan cermat dan teliti setiap bagian pertanyaan dalam kuesioner
ini.
2. Isilah titik-titik yang tersedia dengan jawaban yang benar.
3. Pilihlah salah satu jawaban yang menurut Bapak/Ibu paling sesuai dengan
kondisi yang dialami oleh Bapak/Ibu dengan cara memberikan tanda check
list (v) pada pilihan jawaban yang dipilih.
SKALA RELIGIUSITAS
Petunjuk:
1. Daftar pertanyaan di bawah ini adalah perilaku atau tindakan yang akan anda
lakukan dalam melakukan pengelolaan penyakit Diabetes Melitus anda.
2. Silahkan di baca masing-masing pertanyaan dengan cermat kemudian
lingkarilah angka di bawah pertanyaan yang menunjukkan keyakinan anda
pada aktivitas yang akan anda lakukan.
3. Ketentuan :
1 : Tidak yakin 4 : Yakin
2 : Kurang yakin 5 : Sangat yakin
3 : Cukup yakin
4. Jika anda sangat yakin mampu melakukannya, maka lingkarilah angka 5.
Namun jika anda merasa bahwa tidak mampu sekali melakukannya maka
lingkarilah angka 1 atau anda pilih angka yang lain.
No. Pertanyaan Skor
a. Karakteristik Responden
Statistics
Usia
N Valid 71
Missing 0
Mean 55.96
Median 58.00
Std. Deviation 7.035
Minimum 38
Maximum 65
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
Lama Menderita
N Valid 71
Missing 0
Mean 4.085
Median 3.000
Std. Deviation 3.2105
Minimum 1.0
Maximum 13.0
Lama Menderita
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
Jenis Kelamin
N Valid 71
Missing 0
Mean 1.58
Median 2.00
Std. Deviation .497
Minimum 1
Maximum 2
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
Status Menikah
N Valid 71
Missing 0
Mean 1.00
Median 1.00
Std. Deviation .000
Minimum 1
Maximum 1
Status Menikah
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Menikah 71 100.0 100.0 100.0
104
Statistics
Pendidikan Terakhir
N Valid 71
Missing 0
Mean 2.90
Median 3.00
Std. Deviation 1.097
Minimum 1
Maximum 5
Pendidikan Terakhir
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pendidikan Terakhir
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
b. Religiusitas
Descriptives
Median 76.00
Variance 28.427
Std. Deviation 5.332
Minimum 50
Maximum 76
Range 26
Interquartile Range 3
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
c. Efikasi Diri
Descriptives
Median 80.00
Variance 8.161
Minimum 75
Maximum 94
Range 19
Interquartile Range 4
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Correlations
N 71 71
N 71 71