You are on page 1of 11

KONTRAKSI OTOT GASTROKNEMUS DAN OTOT JANTUNG

KATAK

Oleh :
Nama : Sekar Tyas Pertiwi
NIM : B1A016080
Rombongan : VI
Kelompok :4
Asisten : Ifonaha Kristian

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otot merupakan alat gerak aktif karena mampu berkontraksi. Fungsi otot
antara lain membuat gerakan tubuh, mempertahankan postur tubuh bersama rangka,
menstabilkan hubungan antar tulang, mempertahanakan suhu tubuh, melindungi
jaringan dalam tubuh dan menyimpan sedikit nutrisi. Kontraksi otot dibagi menjadi
kontraksi isometrik dan kontraksi isotonik. Pada kontraksi isometrik (jarak sama),
besarnya tekanan meningkat saat proses kontraksi, tetapi panjang otot tidak
berubah. Di sisi lain, pada kontraksi isotonik (tekanan sama), besarnya tekanan
yang dihasilkan otot adalah konstan saat kontraksi, tetapi panjang otot berkurang
(otot memendek) (Rahilly, 1995).
Jaringan otot menyusun 40-50% dari berat badan total. Secara umum fungsi
jaringan otot ialah untuk pergerakan, stabilisasi posisi tubuh, mengatur volume
organ dan termogenesis; diperkirakan 85% panas tubuh dihasilkan oleh kontraksi
otot. Sifat jaringan otot ialah eksitabilitas/ iritabilitas, dapat berkontraksi, dapat
diregang tanpa merusak jaringannya pada batas tertentu, dan elastisitas.
Berdasarkan ciri-ciri histologik, lokasi serta kontrol sistem saraf dan endokrin,
jaringan otot dikelompokkan atas jaringan otot rangka, otot jantung, dan otot polos
(Wangko, 2014).
Otot hewan dapat dibedakan menjadi 2 menurut strukturnya, yaitu otot
seranlintang dan otot polos. Pertama yaitu otot polos. Jaringan otot polos bila
diamati di bawah mikroskop tampak polos atau tidak bergaris-garis. Otot polos
berkontraksi secara sistem dan di bawah pengaruh saraf otonom. Bila otot polos
dirangsang, reaksinya lambat. Otot polos terdapat pada saluran pencernaan, dinding
pembuluh darah, saluran pernafasan. Jaringan otot polos yang berperan untuk
kontraksi secara terus menerus dan tidak terlalu kuat, serta terdapat pada organ-
organ yang kecil seperti saluran pencernaan, saluran pembuluh darah, dan saluran
pembuluh reproduksi mempunyai struktur yang lebih halus dan berukuran kecil
(Campbell, 2002). Kontraksi otot polos ditimbulkan oleh jaringan sinyal yang
melibatkan saluran ion atau reseptor membran seperti saluran Ca2 + yang
dioperasikan dengan tegangan atau reseptor G-protein yang diaktivasi oleh agonis
(GPCR). Depolarisasi membran sel otot halus mengaktifkan saluran L-type Ca2 +,
menghasilkan masuknya kalsium. Peningkatan kalsium intraseluler ([Ca2 +] i) pada
gilirannya mengaktifkan kinase rantai ringan myosin Ca2 + / myodin-dependent
myosin (MLCK), yang memfosforilasi rantai cahaya myosin (RLC) untuk memulai
gerakan cross-jembatan myosin pada filamen aktin. Agonis GPCR juga secara
berurutan mengaktifkan Gαq / 11 dan fosfolipase C, menghasilkan peningkatan
[Ca2 +] i oleh pelepasan Ca2 + inositol 1,4,5-trisphosphate (IP3) dari retikulum
sarkoplasma (Chen et al., 2015).
Menurut Kimball (1991), sel-sel otot sama halnya seperti neuron, dapat
dirangsang secara kimiawi, listrik, dan mekanik untuk membangkitkan potensial
aksi yang dihantarkan sepanjang membran sel. Berbeda dengan sel saraf, otot
memiliki kontraktil yang digiatkan oleh potensial aksi. Protein kontraktil aktin dan
myosin, yang menghasilkan kontraksi, terdapat dalam jumlah sangat banyak di otot.
Urutan kejadian di dalam stimulus dan kontraksi pada otot meliputi stimulus,
kontraksi, dan relaksasi.

B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui efek perangsangan elektrik
terhadap besarnya respon kontraksi otot gastroknemus dan efek perangsangan kimia
terhadap kontraksi otot jantung katak (Fejervarya cancrivora).
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah katak (Fejervarya
cancrivora), larutan ringer, dan larutan asetilkolin.
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah bak preparat, pinset,
gunting bedah, universal Kimograf lengkap dengan asesorinya, jarum, kertas
millimeter blok, dan pipet tetes.

B. Cara Kerja

2. 2.1 Pengukuran kontraksi otot gastroknemus

a. Disiapkan universal Kimograf beserta asesorinya.


b. Katak dimatikan dengan cara merusak otak dan sumsum tulang belakang, tanda
katak mati adalah tidak adanya reflek yang terjadi bila kaki katak disentuh.
c. Katak diterlentangkan dalam bak preparat, lalu dibuat irisan kulit melingkar
pada daerah pergelangan kaki katak. Pemotongan dilakukan dengan hati-hati
agar tidak sampai memotong otot atau tendon yang ada di bawahnya.
d. Dipegang erat-erat tepi kulit yang telah dipotong, dan disingkap kulit hingga
terbuka sampai lutut.
e. Dipisahkan otot gastroknemus dari otot lain pada tungkai bawah.
f. Tendon diikat dengan benang yang cukup kuat dan panjang, lalu digunting
bagian tendon achiles.
g. Otot gastroknemus selalu dibasahi dengan larutan ringer katak menggunakan
pipet tetes selama proses isolasi.
h. Dipasang sediaan katak ini pada papan fiksasi yang terdapat sebagai asesori
Kimograf.
i. Dicatat besar atau tinggi sala pada Kimograf untuk tiap rangsangan elektrik yang
digunakan. Rangsangan elektrik yang digunakan pada praktikum ini antara lain
0V, 5V, 10V, 15V, 20V dan 25V.
2.2.2. Pengukuran kontraksi otot jantung

a. Katak dimatikan dengan cara merusak otak dan sumsum tulang belakang, tanda
katak mati adalah tidak adanya reflek yang terjadi bila kaki katak disentuh.
b. Pembedahan bagian dada katak dilakukan mulai arah perut hingga jantung katak
terlihat.
c. Penyobekan selaput jantung katak atau perikardium dilakukan.
d. Denyut jantung katak dihitung selama 1 menit.
e. Diteteskan 1-2 tetes asetilkolin 3 atau 5% dan diamati kontraksinya.
f. Kuatnya kontraksi otot jantung dibandingkan pada kedua kondisi tersebut.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1. Pengukuran Kontraksi Otot Jantung Asetilkolin 3-5%


No Before After
1 20 detak/menit 8 detak/menit
2 52 detak/menit 48 detak/menit
3 68 detak/menit 36 detak/menit
4 72 detak/menit 40 detak/menit
5 64 detak/menit 28 detak/menit

Tabel 3.2. Pengukuran Kontraksi Otot Gastroknemus

Voltase Amplitudo
0 0
5 0
10 2; 0; 0; 0; 0; 0; 0
15 0
20 3; 1; 2; 3; 4; 3; 3; 0; 0; 0
25 2; 5; 2; 3; 4; 2; 2; 1; 0; 0

Voltase 10
2
Ampitudo = = 0,2
10
Voltase 20
3+1+2+3+4+3+3
Amplitudo = 10
= 1,9
Voltase 25
2+5+2+3+4+2+2+1
Amplitudo = 10
= 2,1

Hubungan Amplitudo dengan Voltage pada


Pengukuran Kontraksi Otot Gastroknemus

2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 5 10 15 20 25

Grafik 3.1. Grafik Hubungan Amplitudo dengan Voltase


B. Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan untuk pengukuran kontraksi jantung pada


katak menggunakan asetilkoon 3-5% bahwa pada percobaan dengan perlakuan tiap
kelompok menunjukan hasil yang berbeda, namun secara keseluruhan dari sebelum dan
sesudah penambahan asetilkolin jumlah detak jantung permenit semakin menurun hal
ini menunjukan bahwa asetilkolin yang memacu kontraksi otot jantung justru
melemahkan potensial aksi denyut jantung permenit. Hal ini dibuktikan dari setiap
percobaan yang telah semua kelompok praktikum lakukan, seperti pada kelompok 1
dengan sebelum penambahan asetilkolin adalah 20 dan menurun menjadi 8, kelompok 2
awalnya 52 dan menurun menjadi 48, kelompok 3 awalnya 68 dan menurun menjadi 36,
kelompok 4 awalnya 72 dan menurun menjadi 40, dan kelompok 5 awalnya 64 lalu
menurun menjadi 28 setelah diberi asetilkolin 3-5%. Menurut Soetrisno (1987), bahwa
penambahan zat kimia perangsang kontraksi jantung dengan konsentrasi tertentu
ditambah faktor eksternal tubuh akan mempengaruhi banyaknya denyut jantung
organisme di bawah kondisi normal, potensial aksi yang jantung miliki sendiri akan
semakin berkurang sejalan dengan suplai darah yang masuk jantung dan kondisi fisika
dan kimia serta fisiologis tubuh organisme.
Berdasarkan hasil percobaan kontraksi otot gastroknemus nilai amplitudo yang
didapat pada voltase 0 yaitu 0, voltase 5 yaitu 0, voltase 10 yaitu 0,2, voltase 15 yaitu 0,
voltase 20 yaitu 1,9, dan pada voltase 25 yaitu 2,1. Hasil praktikum menunjukkan
bahwa semakin tinggi voltase yang diberikan maka kontraksi otot gastroknemus katak
amplitudonya semakin tinggi, namun pada voltase 15 nilai amplitudonya 0. Menurut
Hidebrand (1974), bahwa voltase yang diberikan terhadap otot akan mempengaruhi
besarnya respon dalam bentuk amplitudo. Stimulus listrik yang diberikan pada otot akan
menyebabkan otot berkontraksi secara simultan dan menggerakkan pin yang
menggoreskan grafik pada kertas, sehingga semakin besar tegangan yang diberikan
semakin jauh pula pin menyimpang.
Otot gastroknemus, yakni otot betis yang paling menonjol yang letaknya ada di
bagian belakang betis berbentuk seperti intan. Tugasnya adalah untuk menggerakkan
telapak kaki dan sangat berperan saat otot betis merupakan otot yang paling bandel
untuk dilatih, akan tetapi tidak ada fisik yang lengkap tanpa otot betis yang berkembang
dengan baik (Guyton, 1991). Otot gastroknemus merupakan salah satu otot yang
terdapat pada bagian ekstrimitas posterior katak yang memungkinkan katak untuk
melompat. Otot gastroknemus ini terletak pada bagian tibia dan merupakan jenis otot
rangka yang melekat pada pertulangan dan bekerja secara voluntary (dibawah kontrol
kesadaran). Otot gastroknemus katak memiliki respon yang sangat cepat terhadap
stimulus dan mampu melompat sangat jauh dengan tenaga yang sangat kuat terutama
ketika ada pemangsa (Ville et al., 1988).
Katak dan amfibia lainnya mempunyai jantung berbilik tiga, dengan dua atria dan
satu ventrikel. Otot jantung (cardiac muscle) vertebrata hanya ditemukan pada satu
tempat yakni jantung. Seperti otot rangka, otot jantung berlurik. Perbedaan utama antara
otot rangka dan otot jantung adalah dalam sifat membran dan listriknya. Sel-sel otot
jantung mempunyai daerah khusus yang disebut cakram berinterkalar (intercalated
disc), dimana persambungan longgar memberikan pengkopelan listrik langsung di
antara sel-sel otot jantung, dengan demikian suatu potensial aksi yang dibangkitkan
pada satu bagian jantung akan menyebar ke seluruh sel otot jantung, dan jantung akan
berkontraksi. Sel-sel otot jantung tidak akan berkontraksi kecuali dipicu oleh inpu
neuron motoris yang mengontrolnya. Akan tetapi, sel-sel otot jantung dapat
membangkitkan potensial aksinya sendiri, tanpa suatu input apapun dari sistem saraf.
Membran plasma otot jantung mempunyai ciri pacu jantung yang menyebabkan
depolarisasi berirama, yang memicu potensial aksi dan menyebabkan sel otot jantung
tunggal untuk berdenyut bahkan ketika diisolasi daari jantung dan ditempatkan dalam
biakan sel. Potensial aksi sel otot jantung berbeda dari potensial aksi sel otot rangka,
yang bertahan sampai dua puluh kali lebih lama. Potensial aksi sel otot rangka hanya
berfungsi sebagai pemicu kontraksi dan tidak mengontrol durasi kontraksi tersebut.
Pada sel jantung durasi potensial aksi memainkan peranan penting dalam pengontrolan
durasi kontraksi (Campbell, 2004).
Kontraksi otot dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang menghasilkan suatu
tegangan dalam otot. Biasanya kontraksi itu disebabkan oleh suatu impuls saraf. Neuron
dan serabut-serabut otot yang dilayani merupakan suatu unit motor. Serabut otot secara
individu merupakan satuan struktural otot kerangka, ini bukanlah merupakan satuan
fungsional. Semua neuron motor yang menuju otot kerangka mempunyai akson-akson
yang bercabang, masing-masing berakhir dalam sambungan neuromuscular dengan satu
serabut otot. Impuls saraf yang melalui neuron dengan demikian akan memicu kontraksi
dalam semua serabut otot yang padanya cabang-cabang neuron itu berakhir (Hickman,
1972).
Mekanisme kontraksi otot diawali dari sebuah implus saraf yang tiba pada
persambungan neuromuscular yang akan dikontraksikan ke sarkomer oleh sistem tubula
transversal. Sarkomer otot akan menerima sinyal untuk kontraksi sehingga otot dapat
berkontraksi. Sinyal elektrik dihantarkan menuju retikulum sitoplasmik (SR) yang
merupkan sistem vesikel yang pipih. Membran SR yang secara normal non-permeabel
terhadap Ca2+ mengandung transmembran Ca2+ ATPase yang memompa Ca2+ ke
dalam SR untuk mempertahankan kontraksi Ca2+ pada saat otot rileks. Kedatangan
impuls saraf membuat SR menjadi impermeable terhadap Ca2+, akibatnya Ca2+
terdifusi melalui saluran–saluran khusus Ca2+ menuju interior myofibril dan
konsentrasi internal Ca2+ akan bertambah. Peningkatan konsentrasi Ca2+ ini cukup
untuk memicu konformasial troponin dan tropomiosin. Akhirnya kontraksi otot terjadi
dengan mekanisme “perahu dayung”, sedangkan mekanisme relaksasi diawali dengan
penarikan Ca2+ dari filament tipis oleh SR. Ca2+ berdifusi dari filament tipis ke SR.
Ca2+ dilepas dari komponen troponin Ca2+. Tropomiosin kembali ke posisi blocking
kemudian cross bridge myosin aktin putus. Terakhir komponen myosin ATP dibentuk
kembali dalam head dari filament tebal (Gunawan, 2001).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kontraksi otot adalah jumlah serabut otot yang
aktif dan adanya energi yang diperoleh dari ATP dan keratin fosfat. Masing-masing zat
tersebut akan mengalami perubahan pada waktu otot berkontraksi, ATP akan terurai
menjadi ADP+ energi, kemudian ADP terurai menjadi AMP dan energi, sedangkan
keratin fosfat akan terurai menjadi keratin + fosfat + energi (Hodgkin, 1989). Menurut
Soetrisno (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi fisiologis jantung antara lain:
temperatur lingkungan, zat kimia (alkohol), ukuran tubuh dan umur. Hewan-hewan
kecil mempunyai frekuensi (frekuensi pulsus) denyut jantung yang lebih cepat dari pada
hewan yang besar. Hal ini disebabkan hewan kecil memiliki kecepatan metabolisme
yang lebih tinggi pada setiap unit berat badannya. Hewan yang muda memiliki
frekuensi pulsus yang lebih cepat dari pada hewan dewasa. Hal ini disebabkan karena
pengaruh hambatan nervus vagus pada hewan-hewan muda belum berkembang.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :


1. Amplitudo kontraksi otot gastroknemus katak pada voltase 0 V, 5 V, 10 V, 15
V, 20 V, dan 25 V berturut-turut adalah 0, 0 , 0,2, 0, 1,9, dan 2,1. Hal ini
menunjukkan bahwa rangsangan elektrik berupa voltase dapat meningkatkan
besarnya amplitudo yang berarti semakin besar pula kontraksi otot gastroknemus
katak, namun pada voltase 15 nilai amplitudonya menunjukkan angka 0.
2. Pengukuran kontraksi jantung pada katak menggunakan asetilkolin 3-5% bahwa
pada percobaan dengan perlakuan tiap kelompok menunjukan hasil yang
berbeda, namun secara keseluruhan dari sebelum dan sesudah penambahan
asetilkolin jumlah detak jantung permenit menunjukkan penurunan, hal ini
menunjukan bahwa asetilkolin yang memacu kontraksi otot jantung justru
melemahkan potensial aksi denyut jantung permenit.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N. A., 2004. Biologi Edisi Ke 5 Jilid 3. Jakarta: Erlangga.


Campbell., 2002. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Chen, C. P., Xin, C., Yan, N. Q., Pei, W., Wei, Q. H., Cheng, H. Z., Wei, Z., Yun, Q.
G., Chen, C., Tao, T., Jie, S., Ye, W., Ning, G., Kristine, E. K., James, T. S. &
Min, S. Z., 2015. In vivo roles for myosin phosphatase targeting subunit-1
phosphorylation sites T694 and T852 in bladder smooth muscle contraction. J
Physiol, 593(3), pp. 681-700.
Gunawan, A., 2001. Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot. Integral, 7(1), pp. 38-
52.
Guyton., 1991. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Hickman, C. P., 1972. Biology of Animal. Saint Louis: CV Mosby Company.
Hidebrand, M. 1974. Analysis of Vertebrae Structure. Canada: John Willey and Sons
Inc.
Hodgkin, C. D. & Hickman, C. P. J., 1989. Biology of Animal. Saint Louis: The CV
Mosby Company.
Kimball, J. W., 1991. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Rahilly., 1995. Anatomi Kajian Ranah Tubuh Manusia. Jakarta: UI Press.
Soetrisno., 1987. Diktat Fisiologi Hewan. Purwokerto: Fakultas Peternakan Unsoed.
Wangko, S., 2014. Jaringan Otot Rangka Sistem membran dan struktur halus unit
kontraktir. Jurnal Biomedik, 6(3), pp. 27-32.

You might also like