Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
M. M Afif G99162121
Wahyu Tri K. G99161101
Pembimbing:
Amru Sungkar, dr.,Sp.B,Sp. BP-RE
1
WOUND BED PREPARATION
A. Definisi
Wound Bed Preparation (WBP) adalah suatu konsep yang menekankan
pendekatan hilistik dan sistematis untuk mengevaluasi proses penyembuhan luka
sehingga penyembuhan luka berjalan normal. (Falanga, 2004). Konsep ini
mengarahkan kepada langkah-langkah penyembuhan yang berorientasi pada
pasien dan penyakit yang mendasari, dengan mengoptimalisasi percepatan
penyembuhan dari dalam dan peningkatan efektivitas pengobatan tahap lanjut
(Panuncialman, 2009). Tujuan umum dari WBP adalah untuk meciptakan
lingkungan yang optimal bagi penyembuhan luka dengan menjadikan luka yang
tervaskularisasi dan stabil dengan atau tanpa eksudat. WBP diterapkan terutama
kepada luka kronik yang gagal berkembang dalam proses penyembuhan normal.
WBP dilakukan dengan membuang sel yang abnormal, mengurangi populasi
bakteri, dan mengurangi jumlah eksudat serta meningkatkan formasi jaringan
granulasi. ketika semua tujuan ini terpenuhi, maka fase penyembuhan dapat
mencapai tingkat akhir (Falanga, 2004).
Konsep dari WBP sendiri dikembangkan oleh Dr.Falanga dari Universitas
Boston dan Dr.Gary Sibbald dari Universitas Toronto pada tahun 2000
berdasarkan pengalaman selama bertahun-tahun pada manajemen luka kronik.
WBP pertama kali difokuskan pada manajemen eksudat, keseimbangan
mikroorganisme dan jaringan nonvital. Pada tahun 2003, Dewan Penasehat
WBP (International Wound Bed Preparation Board) mengembangkan
pendekatan algoritmik pada proses penyembuhan luka dengan singkatan
'T.I.M.E'. Dr.Sibbald memperbarui konsep ini pada 2006 dengan memfokuskan
pada tatalksana penyakit yang mendasari dan berbagai faktor pada pasien yang
dapat menghambat penyembuhan luka. (Sibbald et al., 2011).
2
Terdapat empat komponen dari WBP, yang menjelaskan berbagai
patofisiologi dari abnormalitas pada luka kronik, dengan singkatam 'TIME'
(Halim et al., 2012):
1. Tissue Management (manajemen jaringan)
2. Inflammation and infection control (pengendalian inflamasi dan
infeksi)
3. Moisture Balance (keseimbangan kelembapan)
4. Epithelial advancement (perkembangan epitel)
3
yang sama. Metode ini juga terbatas oleh perdarahan dan toleransi nyeri oleh
pasien (Panuncialman et Falanga, 2007).
Debridemen mekanik adalah metode dengan menggunakan pembalut
luka basah-kering. pembalut basah kering dilakukan dengan meninggalkan
perban basah secara kontak langsung dengan permukaaan luka dan
mengambilnya ketika perban mengering beserta jaringan slough yang
menempel. Metode ini menimbulkan nyeri yang hebat serta perdarahan dan
menghilangan jaringan epitel baru ketika perban diambil. Irigasi tekan adalah
metode irigasi dengan salin yang dipancurkan dari spuit untuk melepas jaringan
nekrotik yang melonggar dan superfisial. Namun irigasi luka sebaiknya tidak
digunakan ketika cairan berisiko terkumpul dan terperangkap pada ruang mati
(dead space) (Sibbald et al., 2011).
Debridemen otolitik memanfaatkan kemampuan internal tubuh untuk
mencerna dan menghilangkan jaringan nekrosis. Pembalut luka penahan lembab
diberikan untuk memberikan kelembapan pada luka dan menyebabkan jaringan
nekrotik mencair oleh enzim endogen atau sel fagosit. Pemberian Hydrogel yang
dilapisi film poliuretan adalah contoh dari metode debridemein ini. Metode ini
cukup mudah untuk dilakukan dan rasa nyeri yang minimal, namun tidak efisien
waktu dan memiliki risiko lebih tinggi terjadinya infeksi infasif dan kematian
jaringan tepi luka. Metode otolitik diindikasikan pada luka dengan jaringan
nekrotik minimal atau pada luka yang memerlukan debridemen agresif yang
memerlukan anestesia dan pada pasien yang tidak dapat mentoleransi nyeri
(Knox et al., 2007).
Debridemen enzimatik menggunakan enzim buatan, seperti kolagenase
dan papain-urea, sebagai agen debridemen untuk melarutkan jaringan nekrotik.
Papain adalah enzim spektrum-luas yang berguna untuk debridemen agresif,
dimana kolagenase lebih toleran terhadap jaringan sehat. debridemen enzimatik
cocok pada pasien nonbedah dan dapat dikombinasikan dengan metode
penyembuhan lembap, namun metode ini mahal dan manfaatnya terbatas pada
beberapa luka kronik.
Debridemen biologis memanfaatkan larva lalat hijau (Lucila Serricata)
yang akan memakan jaringan nekrotik dan mensekresi enzim bakterisid. Metode
4
ini efektif pada luka dengan MRSA dan streptokok beta. Metode ini dianggap
sebagai metode debridemen sekunder setelah metode pembedahan dilaukan pada
pasien atau pada pasien dengan kondisi tidak dapat dilakukan pembedahan. Rasa
tidak nyaman pada metode ini menjadi kekurangan debridemen biologis.
5
toksik, seperti normal salin atau klorheksidin, disamping menggunakan larutan
sitotoksik seperti povidon-iodin. Antiseptik topikal memiliki keuntungan
spektrum luas dan memberikan antimikroba dosis tinggi secara langsung pada
dasar luka.Debridemen luka penting untuk mengurangi area bakteri, termasuk
biofilm. biofilm adalah koloni bakteri yang dikelilingi oleh lapisan oelindung
berupa polisakarida, dan mudah resisten terhadap antimikroba. Antibiotik
sistemik hanya terindikasi pada infeksi invasif atau sepsis (Mat Saad et al.,
2011)
6
F. Epithelial Advancement (Perkembangan Epitel)
Epitelisasi pada tepi luka memerlukan perhatian khusus terhadap adanya
pertumbuhan kuman dan hipergranulasi yang dapat menghambat epitelisasi dan
penutupan luka (Sibbald, 2006). Beberapa cara yang dapat digunakan untuk
mengontrol hipergranulasi sehingga tepi luka dapat menyatu, antara lain;
1. Pemberian topikal antimikroba untuk mengatasi keseimbangan bakteri
2. Hipertonic impregnated dressing untuk mengendalikan edema dan
keseimbangan bakteri
3. Tekanan lokal menggunakan foam dressing dan perban kompresi atau
tape fiksasi
4. Konservatif debridemen luka tajam (CSWD)
5. Kimiawi debridemen dengan silver nitrat atau cooper sulfate (dapat
menimbulkan ketidaknyamanan dan nekrosis jika tidak digunakan hati-
hati)
6. Topikal kortikosteroid
DAFTAR PUSTAKA
7
Badiavas EV, Falanga V. Treatment of Chronic Wounds With Bone Marrow–
Derived Cells. Arch Dermatol. 2003;139(4):510–516.
doi:10.1001/archderm.139.4.510
Dowsett, Caroline. The role of the nurse in wound bed preparation. Nursing
Standard.2013.16 [44]
Elizabeth A.A, Janet E, Conquer Chronic Wounds with Wound Bed Preparation.
The Nurse Practitioner. 2004.29[3].
Falabella AF. Debridement and wound bed preparation. Dermatol Ther.
2006;19:317–25. [PubMed: 17199674]
Falanga V. Classifications for wound bed preparation and stimulation of chronic
wounds. Wound Repair Regen. 2000;8:347–52. [PubMed: 11115147]
Falanga V. Wound Bed Preparation in Practice. EWMA Position Document.
London: Medical Education Partnership Ltd; 2004. Wound bed
preparation: Science applied to practice; pp. 2–5.
Fletes-Vargas G, Leon B, Esquivel H. Advances in the Management of Skin
Wounds with Synthetic Dressings. Clin Med Rev Case Rep 2016, 3:131
Gardner SE, Frantz RA, Doebbeling BN. The validity of the clinical signs and
symptoms used to identify localized chronic wound infection. Wound
Repair Regen. 2001;9:178–86. [PubMed: 11472613]
Halim AS, Khoo TL, Saad AZM. Wound bed preparation from a clinical
perspective. Indian Journal of Plastic Surgery : Official Publication of the
Association of Plastic Surgeons of India. 2012;45(2):193-202.
doi:10.4103/0970-0358.101277.
Kirketerp-Møller K1, Jensen PØ, Fazli M, Madsen KG, Pedersen J, Moser C,
Tolker-Nielsen T, Høiby N, Givskov M, Bjarnsholt T. Distribution,
organization, and ecology of bacteria in chronic wounds. J Clin Microbiol.
2008 Aug;46(8):2717-22.
Knox KR, Datiashvili RO, Granick MS. Surgical wound bed preparation of
chronic and acute wounds. Clin Plast Surg. 2007;34:633–41. [PubMed:
17967619]
8
Leon, J. Bohn GA. DiDomenico, Fearmonti, Gottlieb, Lincoln, Shah, Shaw,
Taveau IV, Thibodeaux. Wound Care Centers: Critical Thinking and
Treatment Strategies for Wounds. Wound journal 2016.42:94–9
Mat Saad AZ, Halim AS, Khoo TL. Wound bed preparation from a clinical
perspective Indian J Plast Surg. 2012;45:192–202
Mat Saad AZ, Khoo TL, Dorai AA, Halim AS. The versatility of a glycerol-
preserved skin allograft as an adjunctive treatment to free flap
reconstruction. Indian J Plast Surg. 2009;42:94–9. [PMCID:
PMC2772268] [PubMed: 19881027]
Mat Saad, Arman Zaharil, Teng Lye Khoo, and Ahmad Sukari Halim. "Wound
bed preparation for chronic diabetic foot ulcers." ISRN
endocrinology 2013 (2013).
Mulder. The selection of wound care products for wound bed preparation, Prof
Nurs Today 2011;15(6)
Panuncialman J, Falanga V. The science of wound bed preparation. Clin Plast
Surg. 2007;34:621–32. [PubMed: 17967618]
R. Gary Sibbald, Heather O, Gregory S. Patricia C, David K. Preparing The
Wound Bed 2003: Focus On Infection And Inflammation Ostomy/Wound
Management 2003;49(11):24–51
Sibald RG, Goodman L, Krasner DL, Smart H, Tariq. Special considerations in
wound bed preparation 2011: an update. Medpharm
Publications.2011.1[3]
Sibbald RG, Goodman L, Woo KY, Krasner DL, Smart H, Tariq G, et al. Special
considerations in wound bed preparation 2011: An update(c) Adv Skin
Wound Care. 2011;24:415–36. [PubMed: 21860264]
Sibbald RG, Keast DH. Best practice recommendations for preparing the wound
bed: Update 2006, clinical practice, wound care. Canada; 2006: 4(1)
Stuart Enoch, Keith Harding, Wound bed preparation: the science behind the
removal of barriers to healing. Wounds. 2003;15(7)
Theoret CL. Clinical techniques in equine practice. 3rd ed. 2004. Chapter 2,
Update on wound repair; p.110-22.
9
Vuerstaek, Jeroen D.D. State-of-the-art treatment of chronic leg ulcers: A
randomized controlled trial comparing vacuum-assisted closure (V.A.C.)
with modern wound dressings.2006. j.jvs.07[03]
Zhang Z, Lv L, Guan S. Wound bed preparation for ischemic diabetic foot ulcer.
International Journal of Clinical and Experimental Medicine.
2015;8(1):897-903.
10