Professional Documents
Culture Documents
Benda Tegar Klp. 8
Benda Tegar Klp. 8
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas dapat diuraikan beberapa tujuan yaitu:
1. Mampu menerapkan titik berat dalam hubungannya dengan keseimbangan
benda tegar.
2. Mampu memahami konsep yang berkaitan dengan kinematika rotasi benda
tegar serta hubunganya dengan kinematika gerak translasi.
3. Mampu memahami dinamika rotasi, torsi, dan momen inersia.
4. Mampu menganalisis konsep benda yang bergerak menggelinding.
5. Mampu menganalisis masalah dinamika gerak rotasi benda tegar untuk
berbagai keadaan
6. Mampu memahami momen kopel
7. Mampu memahami keseimbangan benda tegar
8. Mampu menganalisis usaha dan energi kinetik yang berlaku pada gerak rotasi
dan translasi.
9. Mampu menganalisis hukum kekekalan momentum sudut pada gerak rotasi.
1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan suatu pengetahuan mengenai Kinematika dan Dinamika Benda
Tegar bagi mahasiswa khususnya mahasiswa kelas 1/B Pendidikan Fisika.
2. Menambah modul pembelajaran mengenai Kinematika dan Dinamika Benda
Tegar.
3. Memberikan tambahan wawasan mengenai Kinematika dan Dinamika Benda
Tegar
Benda tegar merupakan benda dengan bentuk tertentu yang tidak berubah,
sehingga jarak antar partikel – partikel pembentuknya berada pada posisi yang tetap
relatif satu sama lain. Tentu saja pada kenyataanya benda apapun bisa bergetar atau
berubah bentuk ketika diberikan gaya. Namun efek ini seringkali kecil, sehingga
konsep benda tegar yang ideal sangat berguna bagi pendekatan yang baik. Gerak
benda tegar dapat dianalisis sebagai gerak translasi dari pusat massanya yaitu jika
lintasan semua titik tersebut sejajar, ditambah dengan gerak rotasi sekitar pusat
massa.
Titik berat adalah titik yang dilalui oleh garis gaya dari resultan gaya berat
sistem benda titik. Benda tegar akan melakukan gerak translasi apabila gaya yang
diberikan pada benda tepat mengenai titik berat. Titik berat merupakan titik dimana
benda akan berada dalam keseimbangan rotasi (tidak mengalami rotasi). Pada saat
benda tegar mengalami gerak translasi dan rotasi sekaligus, maka pada saat itu titik
berat akan bertindak sebagai sumbu rotasi dan lintasan gerak translasinya. Untuk
mengetahui letak titik berat suatu benda tegar untuk benda-benda yang memiliki
simetri tertentu, misalnya segitiga, kubus, balok, bujur sangkar, bola dan lain-lain
yaitu sama dengan letak sumbu simetrinya. Sedangkan untuk benda-benda yang
mempunyai bentuk sembarang letak titik berat dicari dengan perhitungan.
Dari pernyataan di atas, titik berat benda homogen (massa jenis tiap – tiap
bagian benda sama) memiliki sifat – sifat khusus sebagai berikut:
Jika benda homogen mempunyai sumbu simetri atau bidang simetri, maka titik
beratnya terletak pada sumbu simetri tersebut.
Letak titik berat benda pada benda padat bersifat tetap dan tidak tergantung
pada posisi benda.
Y
𝑡𝑎𝑙𝑖 𝑏𝑢𝑠𝑢𝑟 𝐴𝐵
𝑦0 = 𝑅 ×
Busur Lingkaran 𝑏𝑢𝑠𝑢𝑟 𝐴𝐵
Z R
R = jari-jari lingkaran
A yo B
Z
Busur Setengah 2𝑅
yo R 𝑦0 =
Lingkaran A B 𝜋
Keterangan: ΣLi . xi
𝑥𝑜 =
𝜄𝑖 : panjang garis ΣL
𝑥𝑖, 𝑦𝑖 : titik berat masing – masing benda Σ𝐿𝑖 𝑦𝑖
𝑦𝑜 = (2.1)
𝑥𝑜, 𝑦𝑜 : kordinat titik berat benda Σ𝐿
6 cm
8 cm x
cmcm
Jawab:
Bangun 1:
L1 = 6 cm, x1 = 0, y2 = ½ . 6 = 3
Bangun 2:
L2 = 8 cm, x2 = ½ .4, y2 = 0
𝐿1 𝑋1 +𝐿2 𝑋2 𝐿1 𝑌1 +𝐿2 𝑌2
𝑥0 = 𝑦0 =
𝐿1 +𝐿2 𝐿1 +𝐿2
(6)(0)+(8)(4) (6)(3)+(8)(0)
= =
6+8 6+8
32 24
= = 2,28 = = 1,7
14 14
Maka titik berat benda tersebut terletak pada (2,28 , 1,7)
D 1 z = perpotongan
Z 𝑦0 = 𝑡
Segitiga t 3 garis-garis berat
yo
AD & CF
A E F B
D t = tinggi
C 1 z = perpotongan
𝑦0 = 𝑡
Jajaran Genjang t 2 diagonal AC dan
yo
BD
A B
Y
Juring Lingkaran 2 𝑡𝑎𝑙𝑖 𝑏𝑢𝑠𝑢𝑟 𝐴𝐵
𝑦0 = 𝑅×
Z 3 𝑏𝑢𝑠𝑢𝑟 𝐴𝐵
R yo
X R=jari-jari lingkaran
Y
4𝑅
Z 𝑦0 =
Setengah Lingkaran R yo 3𝜋
R=jari-jari lingkaran
A 0
B
Tabel 2.2
(titik berat benda luasan)
Jika tebal diabaikan maka benda dapat dianggap berbentuk luasan (dua
dimensi), dan titik berat gabungan benda homogen berbentuk luasan dapat
ditentukan dengan persamaan berikut:
Keterangan:
ΣAi . xi
𝑥𝑜 =
ΣA
𝑥𝑜 , 𝑦𝑜 : Koordinat titik berat benda
A : Luas bidang Σ𝐴𝑖 . 𝑦𝑖 (2.2)
𝑦𝑜=
𝑥𝑖 : Absis titik masing – masing benda Σ𝐴
𝑦𝑖 : Ordinat titik masing – masing benda
I A1 = 8 x 2 = 16
x1 = ½ . 2 = 1, y2 = ½ . 8 = 4
0 2
Karton II
A2 = 4 x 2 = 8
II
x1= 2 + ½ . 4 = 4 , y2 = ½ . 2 = 1
2 6
Absis titik berat xo dan yo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2
(16 .1) + (8 .1)
𝑥𝑜 = =2
16 + 8
(16 . 4) + (8 .1)
𝑦𝑜 = =3
16 + 8
Maka koordinat titik berat benda tersebut terletak pada (2,3)
Z2
1 t = tinggi silinder
𝑦0 = 𝑡
Silinder 2 R = jari-jari
Z 𝐴 = 2𝜋𝑅. 𝑡
t lingkaran alas
y0
A = luas kulit
Z1 silinder
T
Z 1
𝑇 ′ 𝑧 = 𝑇′𝑇
Limas 3 T’T = garis tinggi
ruang
T TT’ = tinggi
Kerucut 1 kerucut
𝑧𝑇 ′ = 𝑇𝑇′
Z 3 T’ = pusat
A B lingkaran alas
T’
Tabel 2.3
(titik berat benda ruangan)
Letak titik berat dari gabungan beberapa benda pejal homogen berdimensi
tiga dapat ditentukan dengan persamaan:
Σ𝑉𝑖 . 𝑥𝑖
𝑥𝑜 =
ΣV
(2.3)
Σ𝑉𝑖 . 𝑦𝑖
𝑦𝑜=
Σ𝑉
Contoh soal:
Sebuah bola homogen berlubang, mempunyai
y
jari-jari 2R. Bentuk rongga juga berbentuk bola
dengan jari-jari R. Seperti terlihat pada gambar.
x Berapakah titik berat bola berlubang ini jika diukur
dari pusat koordinat dalam sumbu X.
Jawab:
Misalkan bangun 1 ialah bola besar, maka
4
𝑉1 = 𝜋𝑅3
3
4 4
= × 3,14 × (2𝑅)3 = 𝜋8𝑅3
3 3
32
= 𝜋𝑅3
3
𝑥1 = 0, 𝑦1 = 0
𝑥2 = 𝑅 , 𝑦2 = 0
Sehingga titik berat benda tersebut dapat diperoleh melalui persamaan 2.3
𝑉1 ∙𝑋1 +𝑉2 ∙𝑋2 𝑉1 ∙𝑌1 +𝑉2 ∙𝑌2
𝑥𝑜 = 𝑦𝑜 =
𝑉1 +𝑉2 𝑉1 +𝑉2
4 4 32 4
𝜋8𝑅 3 ∙0− 𝜋𝑅 3 ∙𝑅 𝜋𝑅 3 ∙0− 𝜋𝑅 3 ∙0
3 3 3 3
= 32 4 = 28
3
𝜋𝑅 −3𝜋𝑅 3
3
3
𝜋𝑅 3
4
0−3𝜋𝑅 4 0
= 28 = 28
3
𝜋𝑅 3 3
𝜋𝑅 3
4 3 1
=− ∙ 𝑅=− 𝑅
3 28 7
Jadi, titik berat bangun bola berlubang diatas adalah (X,Y) = (-1/7 R, 0)
Kinematika rotasi adalah ilmu yang mempelajari gerak rotasi benda tegar
dengan mengabaikan gaya penyebab gerak rotasi. Benda tegar bergerak rotasi murni
jika setiap partikel pada benda tersebut bergerak dalam lingkaran yang pusatnya
terletak pada garis lurus yang disebut sumbu rotasi. Untuk menjelaskan gerak rotasi
benda tegar akan dimulai dengan memperkenalkan konsep – konsep yang berkaitan
dengan kinematika gerak rotasi seperti posisi sudut (rad), kecepatan sudut (rad/s),
percepatan sudut (rad/s2).
Gambar 2.1
𝜃2 − 𝜃1 Δ𝜃 (2.5)
𝜛= =
𝑡2 − 𝑡1 Δ𝑡
Keterangan:
𝜔
̅ : kecepatan sudut rata – rata (rad/s)
∆t : selang waktu (s)
∆θ : perpindahan sudut (rad)
∆𝜃 𝑑𝜃 (2.6)
ω= lim =
Δt →0 ∆𝑡 𝑑𝑡
Untuk benda tegar, semua garis radial yang tetap dalam benda itu dan tegak
lurus terhadap sumbu rotasi akan menempuh sudut yang sama dalam waktu yang
sama, sehingga kecepatan sudut terhadap sumbu ini sama untuk semua partikel
dalam benda (Resnick. 1985: 319)
Gambar 2.2
Pada piringan yang berputar dengan sumbu putar pada poros, setiap titik
pada piringan tersebut mengalami kecepatan sudut yang sama, sedangkan
kecepatan linearnya berubah – ubah tergantung pada letak titik tersebut. semakin
ke tepi (jari – jari semakin besar), semakin besar kecepatan linearnya. Hubungan
antara kecepatan linear dengan kecepatan sudutnya dapat dirumuskan sebagai
berikut:
∆s 𝑅∆𝜃
v= =
∆t ∆𝑡
∆𝜃
Karena = 𝜔, maka hubungan antara kecepatan linear (v) dengan
∆𝑡
Keterangan:
v : kecepatan linear (m/s) v = ωR (2.7)
𝜔2 − 𝜔1 𝛥𝜔 dω
𝛼̅ = = = (2.8)
𝑡2 − 𝑡1 𝛥𝑡 dt
Keterangan:
α̅ : percepatan sudut rata – rata (rad/s2)
∆ω : perubahan kecepatan sudut (rad/s)
∆t : perubahan waktu (s)
Sedangkan percepatan sudut sesaat didefinisikan sebagai percepatan sudut
rata – rata untuk selang waktu Δ𝑡 yang sangat kecil atau mendekati nol.
Contoh soal:
Sebuah benda berotasi dengan kecepatan sudut 𝜔 = (𝑡 2 + 2𝑡 − 3) 𝑟𝑎𝑑⁄𝑠.
Tentukan percepatan sudut saat 𝑡 = 5𝑠
Jawab:
Percepatan sudut bisa dicari menggunakan persamaan 2.8
𝑑(𝑡 2 + 2𝑡 − 3)
𝛼=
𝑑𝑡
= 2𝑡 + 2 − 0
𝑡 = 5𝑠 = 2(5) + 2 = 12 𝑟𝑎𝑑⁄𝑠 2
Untuk rotasi dengan sumbu tetap, setiap patikel pada benda pejal tersebut
mempunyai kecepatan sudut yang sama dan percepatan sudut yang sama. Jadi
dan merupakan karakteristik keseluruhan benda pejal tersebut.Kita dapat
menggunakan persamaan 2.8 untuk menunjuukan bahwa percepatan sudut
berhubungan dengan percepatan linear tangensial (aT) dari partikel yang berotasi.
Δ𝑣 Δ𝜔
𝑎𝑇 = =𝑅
Δ𝑡 Δ𝑡
aT =Rα (2.10)
Keterangan:
aT : percepatan tangensial (m/s2)
R : jari – jari lingkaran (m)
α : percepatan sudut (rad/s2)
v 2 (ωR)2
asp = =
R R
asp=ω2R (2.11)
Keterangan:
asp : percepatan setripetal/ radial (rad/s2)
ω : kecepatan sudut (rad/s)
R : jari – jari lingkaran (m)
Pada gambar 2.3, titik P terletak di tepi piringan mengalami dua percepatan
linear, yaitu percepatan setripetal yang arahnya menuju pusat lingkaran dan
percepatan tangemsial yang arahnya tegak lurus
P
dengan percepatan setripetal, serta bersinggungan
dengan busur lingkaran yang berpusat di O. Maka
percepatan linear total dari sebuah partikel adalah
jumlah vector dari dua komponen percepatan tersebut.
Gambar 2.3
𝑎 = √𝑎 𝑇 2 + 𝑎𝑠𝑝 2
Untuk gerak rotasi benda tegar yang mempunyai laju sudut yang konstan,
pergeseran sudutnya dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.5,
sehingga diperoleh hubungan 𝜃2 = 𝜃1 + 𝜔
̅(𝑡2 + 𝑡1 ). Jika pada saat t =0 posisi
Pada gerak rotasi partikel atau benda tegar yang laju sudutnya konstan, laju
sudut sesaat sama dengan laju sudut rata – ratanya.
1 (2.14)
θt =θo +ωo t+ αt 2
2
Benda hanya dapat mengalami perubahan gerak rotasi jika pada benda diberi
momen gaya atau sering juga disebut torsi. Momen gaya didefinisikan sebagai
hasil kali antara gaya dengan jarak titik ke garis kerja gaya pada arah tegak lurus.
Dimensi momen gaya (torsi) sama halnya dengan dimensi usaha yaitu ML2T-2.
Tatapi torsi dan usaha merupakan dua besaran fisis yang berbeda. Perbedaannya
antara lain torsi adalah besaran vector, sedangkan usaha adalah besaran skalar.
Satuan torsi yang digunakan antara lain Newton-meter (Nm) atau kaki-pon.
Contoh dalam kehidupan sehari-hari seperti pegangan pintu yang diberikan
gaya oleh tangan kita sehingga engsel di dalamnya dapat berputar dan kincir yang
berputar karena tertiup angin. Ketika membuka sebuah pintu, pengaruh gaya yang
diberikan tidak hanya tergantung pada besarnya gaya, tetapi bergantung juga pada
arah dan jarak titik gaya terhadap sumbu perputaran pintu.
Berdasarkan pernyataan tersebut besarnya gaya putar atau momen gaya tidak
hanya ditentukan oleh besanya gaya, tetapi juga lengan gaya. Secara sistematis,
momen gaya dirumuskan sebagai berikut:
τ=r F (2.16)
r=ι α
O Gambar 2.5
Jika gaya yang diberikan pada sebuah batang (Gambar 2.5) membentuk
sudut α terhadap lengan gaya, maka faktor F sin α merupakan komponen gaya
yang tegak lurus terhadap lengan gaya. Ini berarti bahwa gaya yang menimbulkan
momen gaya adalah gaya yang tegak lurus dengan lengan gaya. Atau jika sin α
melekat pada lengan gaya (r sin α), maka lengan gaya yang memberikan momen
gaya adalah lengan yang tegak lurus terhadap garis gaya. Hubungan antara momen
gaya dan lengan gaya jika gaya membentuk sudut α terdadap lengan gaya adalah:
τ = r F sin α (2.17)
Keterangan:
𝜏 : momen gaya (Nm)
𝑅 : lengan momen (m)
𝐹 : gaya yang bekerja (N)
𝛼 : sudut antara garis gaya dengan lengan momen (o)
Karena momen gaya merupakan perkalian secara vector antara vector gaya
dan vector lengan gaya, maka momen gaya juga merupakan besaran vector.
1. Jika benda diberi gaya yang arah putarannya searah dengan arah putaran
jarum jam atau menjauhi pembaca, maka momen gaya bernilai positif (+).
2. Jika benda diberi gaya yang arah putarannya berlawanan dengan arah
putaran jarum jam atau mendekati pembaca, maka momen gaya bernilai
negatif (-).
Oleh karena arah rotasi yang ditimbulkan oleh gaya F1 searah dengan arah
putaran jarum jam, maka 𝜏1 bernilai positif, sedangkan 𝜏2 bernilai negatif karena
arah rotasi yang ditimbulkan F2 berlawanan dengan arah putaran jarum jam.
Jika pada sebuah benda bekerja dua atau lebih momen gaya, maka momen
gaya total di sekitar sumbu benda merupakan penjumlahan vector semua momen
gaya yang bekerja.
τ=Σ(r×F) (2.18)
Contoh soal:
Pada batang AD seperti pada gambar, bekerja gaya F1, F2, F3. Hitunglah
momen gaya yang dialami batang tersebut, jika :
a. Batang berputar di A.
b. Batang berputar di B.
c. Batang berputar di C.
Jawab: F1=40N F2=100N F3=50N
a. 𝜏𝑎 = ∑ 𝐹 ∙ 𝑟
= 𝐹2 ∙ 𝐴𝐶 + 𝐹3 ∙ 𝐴𝐷
= 100 ∙ 2 + 50 ∙ 4 A B C D
= 200 + 200 1m 1m 2m
= 400Nm
c. 𝜏𝑏 = ∑ 𝐹 ∙ 𝑑
= −𝐹1 ∙ 𝐴𝐵 + 𝐹2 ∙ 𝐵𝐶 + 𝐹3 ∙ 𝐵𝐷
= −40 ∙ 1 + 100 ∙ 1 + 50 ∙ 3
= −40 + 100 + 150
= 210Nm
Gambar 2.6
Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 22
momen inersia (kelembaman inersia) partikel tersebut dapat dirimuskan sebagai
berikut:
I = mr2 (2.19)
Keterangan:
I : momen inersia (kgm2)
m : massa partikel (kg)
r : jarak antara partikel dengan subu rotasi(m)
Ι = ∑ 𝑚𝑛 𝑟𝑛 2 (2.20)
𝑛
Ι= ∫ r 2 dm (2.21)
1
Ι= 𝑚𝜄2
12 1 1
𝑥1 =- ι 𝑥2 =+ ι
2 2
b. Untuk sumbu putar yang terletak di ujung batang dengan panjang 𝜾, dan
massa m, akan didapatkan x1 = 0 dan x2 = 𝜄 sehingga momen inersia batang
akan menjadi:
𝑥2 = 𝜄
𝜄
𝑚 2
𝑚 1 3 𝜄
Ι = ∫ 𝑥 𝑑𝑥 = ( 𝜄 )|
𝜄 𝜄 3 0
0
𝑚 1 3 1
𝛪= ( 𝜄 ) = 𝑚𝜄2
𝜄 3 3
singgung
(Tabel 2.4)
Gambar 2.8
Ι𝑝 = ∫ 𝑟 2 ⊥ 𝑑𝑚 = ∫ 𝑟⃗ ⊥⋅ 𝑟⃗ ⊥ 𝑑𝑚 (2.22)
⃗⃗⃗⃗ = 𝑟 2 𝑝𝑚 + 𝑟 2 + 2𝑟⃗𝑝𝑚 ∙ 𝑟⃗
r⃗ ⊥= 𝑟⃑𝑝𝑚 + 𝑟⃗ 𝑑𝑎𝑛 𝑟⃗ ⊥∙ 𝑟⃗ ⊥= (𝑟⃗𝑝𝑚 + 𝑟⃗) ∙ (𝑟⃗𝑝𝑚 + 𝑟)
Sehingga
Keterangan:
Ip : momen inersia terhadap sumbu baru (kgm2).
Ipm : momen inersia terhadap sumbu yang melalui pusat (kgm2).
M : massa seluruh benda (kg).
rpm : jarak antara sumbu baru dengan sumbu yang melalui pusat (m).
Contoh soal:
Hitunglah momen inersia sebuah roda
20 cm berbentuk silinder pejal yang memilki diameter 20
cm dan massa 50 kg. Jika pusat putaran ditepi roda
m = 50 sejajar dengan sumbunya.
kg
d=R
Jawab:
1
Momen inersia silinder yang mealui titik pusat adalah 𝐼 = 2 𝑀𝑅 2 ,
sehingga momen inersia yang sejajar dapat diperoleh melalui persamaan 2.24:
𝐼 = 1⁄2 𝑚𝑅 2 + 50(0,1)2
Teori ini hanya berlaku pada benda – benda yang mempunyai luasan
(lempeng tipis), karena ketebalan benda yang demikian dianggap nol.
Perhatikan gambar 2.9 berikut ini!
Gambar 2.9
Ι𝑧 = Σ𝑚𝑟 2
= Σm(x 2 + y 2 )
= Σ𝑚𝑥 2 + Σ𝑚𝑦 2
Ι𝑧 = Ι𝑥 + Ι𝑦 (2.25)
Jadi momen inersia terhadap suatu sumbu sama dengan jumlah momen
inersia terhadap dua sumbu yang saling tegak lurus.
A 3m
Contoh soal:
Keempat massa seperti tampak pada gambar,
dihubungkan oleh kawat yang massanya dapat 2m 2m
diabaikan. Tentukanlah momen inersta sistem jika
b
sumber putarnya:
1m A’
a) Melalui pusat lingkaran 0 tegak lurus pada bidang
’
gambar
b) Melalui AA’
Σ𝜏 = (Σ𝑚𝑟 2 )𝛼 (2.27)
Σ𝜏 = 𝐼𝛼 (2.28)
= 1⁄2 ∙ 300(0,5)2
= 37,5 𝐾𝑔𝑚2
𝜏 =𝐼∙𝛼
375 = 37,5 ∙ 𝛼
𝛼 = 375⁄37,5
= 10 𝑟𝑎𝑑⁄𝑠 2
Gerak menggeinding sebuah bola atau roda banyak ditemui dalam kehidupan
sehari – hari seperti sebuah bola menggelinding melintasi lantai atau roda atau ban
sepeda yang berputar sepanjang jalan. Menggelinding tanpa slip bergantung pada
gesekan statik antara benda yang menggelinding dan lantai. Gesekan bersifat statik
karena titik kontak benda yang menggelinding dengan lantai berada dalam keadaan
diam pada setiap saat.
O
P
Gambar 2.11
Jika silinder menggelinding tanpa selip, maka kecepatan titik P terhadap tanah
bernilai nol atau tidak terjadi gerak relatif antara silinder dengan tanah. Jadi titik P
berada dalam keadaan diam, sedangkan kecepatan νo adalah resultan dari kecepatan
pusat massa νo , dan kecepatan tangensial νt = 𝜔 R yang arahnya berlawanan dengan
arah νo, sehingga
νp = νo – 𝜔 R = 0 (2.29)
Menyatakan bahwa jika silinder hanya bergerak rotasi, maka kecepatan gerak
pusat massa sama dengan kecepatan tangensial pinggir silinder.
Kecepatan titik 𝑄 memenuhi persamaan
νQ = νo + 𝜔 R = νo + νo = 2νo = 2 𝜔 R (2.31)
Tampak pada ruas kanan, suku pertama menyatakan energi kinetik rotasi murni
dengan sumbu melalui pusat massa, dan suku kedua menyatakan energi kinetik gerak
translasi murni dengan kecepatan pusat massanya.
Persamaan 2.32 berlaku untuk setiap benda yang bergerak dan berotasi
mengelilingi sumbu yang tegak lurus pada geraknya, baik geraknya
menggelinding di atas permukaan ataupun tidak. Persamaan tersebut juga
menunjukkan adanya efek gabungan gerak translasi dan rotasi. Efek gabungan gerak
translasi pusat massa dengan rotasi terhadap sumbu yang melalui pusat massa benda,
setara dengan efek rotasi murni dengan laju sudut yang sama dengan terhadap sumbu
yang melalui titik kontak benda yang menggelinding. Dengan demikian gerak
menggelinding dapat dikatakan sebagai gabungan gerak rotasi dan translasi atau
gerak rotasi saja yang bergantung pada sumbu rotasi yang digunakan.
Jika dalam proses gerak menggelinding disertai dengan adanya slip, maka
ketika slip terjadi, gerak rotasi mengalami perlambatan sudut. Perlambatan sudut
yang terjadi dikerjakan oleh torsi yang dihasilkan oleh gaya gesekan kinetik antara
permukaan bidang dan permukaan benda yang menggelinding tersebut. Sebagai
contoh jika kita mngerem ban terlalu keras sehingga ban selip.
Contoh soal:
Sebuah roda berbentuk silinder pejal homogen digantung pada sumbunya
seperti pada gambar. Pada tepi roda dililitkan tali. Tali tersebut ditarik vertikal
Jawab:
𝜏 =𝐹∙𝑅
= 15 ∙ 0,2
= 3𝑁𝑚 Momen inersia katrol
Maka: 𝐼 = 1⁄2 𝑚𝑅 2
𝜏 =𝐼∙𝛼 𝑎 =𝛼∙𝑅
3 = 1⁄2 𝑚𝑅 2 ∙ 𝛼 𝑎 = 18,75 ∙ 0,2
𝛼 = 3⁄0,16 = 18,75
Jadi percepatan tali pada katrol tersebut adalah sebesar 3,75 m/s2
Kasus 1:
Benda A massa m dihubungkan
dengan tali pada sebuah roda putar
berjari-jari R dan bermassa M. Bila
mula-mula benda A diam pada
Gambar 2.12
ketinggian h1 kemudian dilepas sampai pada
ketinggian h2, tentukan tegangan tali dan percepatan linier benda A sepanjang
geraknya.
Pembahasan 1:
Analisis rotasi
Setelah benda A dilepas dari roda yang berputar dengan percepatan sudut α,
dalam hal ini gaya penggerak rotasinya adalah gaya tegangan tali T. Dari hukum II
Newton untuk gerak rotasi 𝜏⃗ = 𝐼𝛼⃗, hubungan torsi dengan gaya(tegangan tali)
⃗⃗𝑅 dan definisi momen inersia roda terhadap sumbunya yaitu Ι =
yaitu 𝜏⃗ = 𝑇
1
𝑀𝑅 2, diperoleh
2
Analisis Translasi
Benda A merupakan bagian sistem yang melakukan gerak translasi, sehingga
percepatan linier benda A sama dengan percepatan linear roda, yaitu 𝑎 = 𝛼𝑅,
sehingga gaya tegangan tali dapat dinyatakan seperti persamaan 2.37
𝑚 𝑔 − 𝑇 = 𝑚𝑎
1
𝑚𝑔− 𝑀𝑎 =𝑚𝑎
2
1
𝑎 (𝑚 + 𝑀) = 𝑚𝑎
2
2𝑚 + 𝑀
𝑎( ) = 𝑚𝑔
2
2𝑚
𝑎 = (2𝑚+𝑀) 𝑔 (2.38)
Masalah dinamika translasi dapat juga diselesaikan secara mudah dan cepat
dengan hukum kekekalan energi mekanik, demikian juga secara analogi
masalah dinamika rotasi dapat juga diselesaikan dengan menggunakan hukum
1 1 (2.40)
𝐸𝑀 = 𝑚𝑔ℎ + 𝑚𝑣 2 + 𝐼𝜔2
2 2
Kasus 2:
Sebuah silinder pejal bermassa M dan berjari-jari R diletakkan pada bidang
miring dengan kemiringan θ terhadap bidang horisontal yang mempunyai
kekasaran tertentu. Setelah dilepas silinder tersebut menggelinding, tentukan
kecepatan silinder setelah sampai di kaki bidang miring!
Gambar 2.13
Pembahasan 2:
a) Penyelesaian secara dinamika
Silinder menggelinding karena bidang miring mempunyai tingkat
kekasaran tertentu. Momen gaya terhadap sumbu putar yang menyebabkan
silinder berotasi dengan percepatan sudut θ ditimbulkan oleh gaya gesek f, yang
dapat ditentukan sesuai dengan persamaan 2.37
Pada gerak menggelinding tersebut pusat massa silinder bergerak
translasi, sehingga berlaku hukum kedua Newton.
𝑀𝑔 sin 𝜃 − 𝑓 = 𝑀𝑎 (2.41)
Dengan mensubtitusikan persamaan 2.37 ke dalam persamaan 2.41 maka
diperoleh percepatan silinder di dasar bidang miring yang memenuhu
persamaan sebagai berikut:
dalam persamaan 2.45, kecepatan silinder setelah sampai di ujung kaki bidang
miring besarnya adalah:
𝐸2 = 𝐸1
1 1
𝑀𝑔𝑅 + 𝑀𝑣 2 + 𝐼𝜔2 = 𝑀𝑔ℎ + 𝑀𝑔𝑅
2 2
1 1 1 𝑣2
𝑀𝑔ℎ = 𝑀𝑣 2 + ( 𝑀𝑅 2 ) 2
2 2 2 𝑅
Kopel adalah pasangan 2 buah gaya yang sejajar dan yang sama besar, tetapi
arahnya berlawanan. Besarnya kopel dinyatakan dengan momen kopel (M). Momen
kopel dinotasikan dengan M, satuannya N.m. Momen kopel merupakan besaran
vektor dengan satuan N.m. Pengaruh kopel terhadap suatu benda dapat menyebabkan
benda berotasi. Momen kopel didefinisikan sebagai hasil kali antara salah satu
gayanya dengan jarak yang tegak lurus antara kedua gaya itu. Secara sistematis,
dirumuskan:
𝑀 =𝐹∙𝑑 (2.47)
Kopel termasuk besaran vektor, oleh sebab itu ada kopel positif dan ada kopel
negatif.
Momen Kopel positif : searah dengan putaran jarum jam
(2.48)
𝑀 = 𝐹 × 𝑑 = 𝐹 ∙ 𝑑 sin 𝜃
Keterangan:
M = Momen kopel, satuannya N.m
F = Gaya, satuannya newton (N)
d = jarak antara kedua gaya, satuannya meter (m)
d
d
2. Sebuah kopel dapat diganti dengan kopel yang lain, asakan besar dan arahnya
sama.
10N
5N
diganti menjadi
2m
4m
10N
5N
3. Dua buah kopel yang sebidang dapat dijumlahkan menjadi sebuah kopel yang
baru.
Contoh 1:
5N 3N 8N
2m + 2m = 2m
5N 3N 8N
Contoh 2:
5N 5N
3N
3N 2N
+ = =
2m 2m 2m 2m
3N 2N
5N 3N 5N
+ = = A
2m 2m 2m
10N 10N
Sebuah benda tegar berada dalam keadaan setimbang mekanis bila, relatif
terhadap kerangka Inersia apabila:
1. Percepatan linier pusat massanya nol.
2. Percepatan sudutnya mengelilingi sembarang sumbu tetap dalam kerangkan
acuan ini juga nol.
F’ F
Gambar 2.14
Syarat setimbang:
Pada garis kerja gaya F itu harus diberi gaya F’ yang besarnya sama
dengan gaya F itu tetapi arahnya berlawanan.
b. Jika pada benda bekerja gaya-gaya yang terletak pada satu bidang datar dan
garis kerjanya melalui satu titik.
F4 y
F2
F1
x
Gambar 2.15
F3
y F1
F2
z F3
Gambar 2.16
Syarat setimbang :
Dengan pertolongan sumbu-sumbu x, y dan z, haruslah :
Fx = 0 ; Fy = 0 ; Fz = 0
Bila ditinjau keseimbangan benda tegar dalam pengaruh gaya eksternal yang
konservatif, maka akan terdapat hubungan antara gaya yang bekerja dengan energi
potensialnya, yaitu pada arah x, y, z :
𝜕𝑈 𝜕𝑈 𝜕𝑈
Fx = − ; Fy = − ; Fz = −
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧
Keadaan seimbang terjadi ketika pada nilai Fx = 0, kondisi ini tidak lain
adalah syarat titik ekstrem untuk fungsi energi potensial U (x), begitu pula dengan
Fy atau Fz sama dengan nol benda akan berada dalam keseimbangan dalam arah -y
atau -z. Andaikan saja titik seimbang ini kita pilih sebagai posisi x= 0. Fungsi
energi potensial dapat diekspansikan (sebagai deret pangkat dalam x) di sekitar
titik ini.
maka a1 = 0. Gaya yang bekerja pada benda apabila benda digeser dari titik
keseimbangannya, tergantung pada nilai a2,
Fx = −2a2x − 3a3x2 + . . .
Untuk nilai x disekitar x = 0, Fx dapat didekati hanya dengan suku
pertamanya, sehingga
Fx ≈ −2a2x
Maka :
a2 > 0 maka pergeseran kecil dari titik seimbang, memunculkan gaya yang
mengarahkan kembali ke titik seimbang. Keseimbangan ini disebut
keseimbangan stabil (tetap/mantap)
a2 > 0 maka pergeseran sedikit dari titik seimbang, memunculkan gaya
yang menjauhkan dari titik seimbang. Keseimbangan ini disebut
keseimbangan labil (goyah/tidak tetap)
a2 = 0 maka pergeseran sedikit dari titik seimbang, tidak akan
memunculkan gaya. Keseimbangan ini disebut keseimbangan netral
(indiferen/sebarang)
G’ G
Gambar 2.17
Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 45
papan dilepaskan ia akan berputar kembali kekeseimbangannya semula.
Hal ini disebabkan karena adanya suatu koppel dengan gaya berat W dan
gaya tegangan tali T yang berputar kekanan. ( W = T ), sehingga papan tersebut
kembali kekeseimbangannya semula yaitu seimbang stabil.
Keseimbangan Labil:
Kalau titik gantung Z tadi sekarang berada
vertikal di bawah titik berat X maka papan dalam
keadaan seimbang labil Kalau ujung A papan
diputar sedikit naik kekiri sehingga titik beratnya
X
A ’ sekarang ( X’ ) di bawah titik beratnya semula ( X
’ ), maka kalau papan dilepaskan ia akan berputar
A
turun ke bawah, sehingga akhirnya titik beratnya
W akan berada vertikal di bawah titik gantung Z. Hal
’
ini disebabkan karena adanya suatu koppel dengan
Gambar 2.18 gaya berat W dan gaya tekanan ( tegangan tali ) T
yang berputar kekiri ( W = T ), sehingga papan turun ke bawah dan tidak
kembali lagi kekeseimbangannya semula.
Keseimbangan netral:
Apabila titik gantung Z tadi sekarang berimpit
dengan titik berat X, maka papan dalam keadaan ini
setimbang indiferen. Kalau ujung A papan di putar
naik, maka gaya berat W dan gaya tekanan T akan
A’ Z X
tetap pada satu garis lurus seperti semula ( tidak
terjadi koppel ) sehingga papan di putar
A
’ bagaimanapun juga ia akan tetap seimbang pada
W
kedudukannya yang baru.
Gambar 2.19
Gambar 2.21
Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 47
C
Contoh soal: 60o
Sebuah benda digantung dengan tali
TBC
seperti pada gambar disamping. Jika massa
A B
TAB
beban pada gambar disamping adalah 5 kg,
dan beban berada dalam keadaan setimbang,
serta gaya gravitasi bumi yang berada di
tempat itu adalah 10 m/s, maka tentukan
tegangan tali AB dan BC. W
Jawab:
∑ 𝐹𝑦 =0 TBC sin 60
𝑇−𝑊 = 0 TBC
𝑇 =𝑊
60o TBC cos 60
𝑇 = 𝑚. 𝑔 TAB
𝑇 = 50 𝑁
T = 50 N
Maka,
∑ 𝐹𝑦 = 0 ∑ 𝐹𝑥 = 0
𝑇𝐵𝐶 sin 60 − 𝑇 = 0 𝑇𝐵𝐶 cos 60 − 𝑇𝐴𝐵 = 0
100 1
𝑇𝐵𝐶 1⁄2 √3 = 50 ∙ (2) = 𝑇𝐴𝐵
√3
50 100 50
𝑇𝐵𝐶 = 1 = 𝑁 𝑇𝐴𝐵 = 𝑁
⁄2√3 √3 √3
2.8.1 Usaha
Pada gerak rotasi usaha memiliki definisi yang sama dengan gerak linier.
Namun lintasan yang ditempuh berupa lingkaran sepanjang d𝑠⃗, dengan jari-jari
R.
dW = 𝐹⃗ ∙ d𝑠⃗
(2.52)
Namun dapat dituliskan d𝑠⃗ = d𝜃⃗ × 𝑅⃗⃗ , sehingga persamaan tersebut akan
menjadi :
dW = 𝐹⃗ ∙ d𝜃⃗ × 𝑅⃗⃗ = 𝑅⃗⃗ × 𝐹⃗ ∙ d𝜃⃗
= 𝜏⃗ ∙ d𝜃⃗ (2.53)
2.8.2 Energi Kinetik Rotasi
Energi kinetik pada suatu partikel maupun yang terdiri dari banyak
partikel yaitu :
1
Ek = ∑𝑖 2 mi ( v⃗⃗ ∙ v⃗⃗ ) (2.54)
Benda tegar yang berotasi terhadap sumbu yang melalui pusat massa dan
pada saat yang sama benda tegar relatif bergerak translasi terhadap pengamat.
Energi kinetik suatu benda dalam suatu acuan kerangka inersia adalah sebagai
berikut:
1
Ek = 2 M vc2 + Ek,c (2.64)
1
Dengan M adalah massa total, vc adalah kelajuan pusat massa, dan 2Mvc2
adalah energi kinetik translasi. Jika bendanya berputar, Ek,c adalah energi
1
kinetik rotasi yang relatif terhadap pusat massa yang ditujukan oleh 2vc2𝜔2.
Dengan Ic adalah momen inersia relatif terhadap sumbu rotasi yang melalui
pusat massa. Sehingga energi kinetik total benda memenuhi persamaan
1 1
E k = 2 M vc 2 + Ic ω2 (2.65)
2
0 = 𝐼𝑡 𝜔𝑡 − 𝐼0 𝜔0
𝐼𝑡 𝜔𝑡 = 𝐼0 𝜔0 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
Keterangan :
𝐼0 𝜔0 = momentum sudut awal
BAB III
PENUTUP
1. Titik berat adalah titik yang dilalui oleh garis gaya dari resultan gaya berat
sistem benda titik.
2. Kinematika rotasi adalah ilmu yang mempelajari gerak rotasi benda tegar
dengan mengabaikan gaya penyebab gerak rotasi. Konsep – konsep yang
berkaitan dengan kinematika gerak rotasi seperti posisi sudut (rad), kecepatan
sudut (rad/s), percepatan sudut (rad/s2).
3. Dinamika rotasi mempelajari mengenai gerak rotasi dengan
memperhitungkan pengaruh gaya yang menyebabkan benda itu bergerak.
Dinamika benda tegar sangat berhubungan dengan rotasi benda tegar dengan
sumbu rotasi tetap dalam kerangka acuan inersia. Momen gaya didefinisikan
sebagai hasil kali antara gaya dengan jarak titik ke garis kerja gaya pada arah
tegak lurus. Sedangkan Momen inersia selain bergantung pada kandungan zat
di dalamnya atau massa benda juga bergantung pada bentuk benda posisi
massa tersebut ke sumbu putarnya. Semakin jauh posisi massa benda ke pusat
rotasinya, semakin besar momen inersia benda tersebut.
4. Gerak menggelinding dengan slip dapat dipandang melibatkan dua gerak,
yaitu gerak pusat massa dan gerak rotasi relatif terhadap pusat massa. Jika
dalam proses gerak menggelinding disertai dengan adanya slip, maka ketika
slip terjadi, gerak rotasi mengalami perlambatan sudut.
5. Momen kopel merupakan besaran vektor dengan satuan N.m. Pengaruh kopel
terhadap suatu benda dapat menyebabkan benda berotasi. Momen kopel
didefinisikan sebagai hasil kali antara salah satu gayanya dengan jarak yang
tegak lurus antara kedua gaya itu.
6. Keseimbangan benda tegar dibedakan menjadi:
Keseimbangan stabil
Keseimbangan netral
Keseimbangan labil
7. Usaha dalam rotasi benda tegar dirumuskan dengan persamaan:
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan dalam pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Hendaknya para mahasiswa lebih fokus dalam memahami materi mengenai
Benda Tegar.
2. Hendaknya para mahasiswa berlatih menerapkan teori-teori dalam
kinematika dan dinamika gerak benda tegar untuk menyelesaikan masalah-
masalah yang berkaitan dengan teori kinematika gerak lurus.
SOAL:
JAWAB:
1. Benda yang mula-mula diam kemudian diberian gaya sehingga benda bergerak
dengan kelajuan konstan, harus ditinjau dari 3 keadaan/fase benda tersebut.
- Pertama, saat benda mula-mula dalam keadaan diam maka benda tersebut
dapat dikatakan setimbang karena sesuai dengan syarat benda setimbang
yaitu ” Jika benda benar-benar dalam keadaan diam ( v = 0 dan ω = 0), maka
benda dikatakan dalam keadaan seimbang statik (static equilibrium).”
- Kedua, saat benda diberikan gaya eksternal sehingga benda bergerak maka
pada fase tersebut benda tida dapat dikataan dalam keadaan setimbang,
karena tidak sesuai dengan syarat benda yang dapat dikatakan setimbang
yaitu:
a. Percepatan linier pusat massanya nol (a = 0).
b. Percepatan sudutnya mengelilingi sembarang sumbu tetap dalam
kerangkan acuan ini juga nol (𝛼 = 0).
Jadi benda tersebut tidak dapat dikatakan setimbang karena mendapatan
gaya sebesar F maupun torsi sebesar 𝜏.
- Ketiga, saat benda bergerak dengan kelajuan konstant, maka benda tersebut
dapat dikatakan dalam keadaan setimbang karena sesuai dengan syarat
sebelumnya, benda dengan kelajuan konstan tidak memiliki percepatan linier
maupun percepatan sudut ( a = 0 maupun 𝛼 = 0), dimana v = konstan
maupun ω = konstan.