You are on page 1of 57

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Setiap benda yang bergerak pasti mempunyai kecepatan. Jika benda itu
melakukan gerak translasi, maka benda mempunyai kecepatan linear. Sedangkan
benda yang melakukan gerak rotasi akan memiliki kecepatan sudut. Benda yang
melakukan gerak rotasi disebabkan oleh torsi. Jika torsi yang diberikan pada benda
yang diam lebih besar daripada torsi yang menghambat, maka benda tersebut akan
berputar. Kita sering menjumpai benda yang menggelinding dan meluncur pada suatu
bidang miring. Permasalahan yang sering muncul dalam benak kita seperti mengapa
gerak meluncur tersebut lebih cepat sampai di bawah dibandingkan dengan benda
yang menggelinding? Jika bola pejal dan silinder pejal menggelinding pada bidang
miring mana benda yang terlebih dahulu tiba di dasar bidang miring tersebut?
Terhadap permasalahan tersebut orang sering mengatakan bahwa gerak meluncur
lebih mudah untuk sampai di dasar bidang miring. Demikian pula akan pertanyaan
akan bola pejal dan silinder pejal yang menyatakan bahwa silinder pejal akan lebih
dahulu sampai di dasar bidang miring karena silinder silinder akan lebih mudah
meluncur.
Peristiwa gerak benda yang menggelinding tersebut sangat erat kaitannya
dengan konsep dinamika rotasi benda tegar. Benda tegar merupakan sistem benda
yang terdiri atas sistem benda titik yang jumlahnya tak terhingga dan jika diberi gaya,
jarak antara titik – titik dalam sistem selalu tetap. Gerak benda tegar dapat dianalisis
sebagai gerak translasi dari pusat massanya, ditanbah dengan gerak rotasi sekitar
pusat massa ( Giancoli. 2001: 247).
Dalam kehidupan sehari-hari, tidak semua benda yang dijumpai selalu
bergerak. Sebelum bergerak, benda pasti diam, demikian juga setelah bergerak,
mungkin benda akan berhenti. Di samping itu, ada juga benda yang selalu diam atau
dirancang untuk tetap diam. Salah satu contoh sederhana adalah jembatan. Jembatan
yang tidak dirancang dengan baik akan roboh jika tidak mampu menahan beban

Fisika Dasar I [Benda Tegar] |1


kendaraan yang lewat di atas jembatan tersebut. Gedung yang tidak dirancang dengan
baik juga akan langsung roboh jika diguncang gempa bumi berskala kecil atau besar.
Jembatan dan gedung yang diam tersebut memanfaatkan konsep kesetimbangan
benda tegar.
Studi yang membahas mengenai gerak benda, konsep- konsep gaya dan energy
yang saling berhubungan membentuk satu bidang yang disebut mekanika. Mekanika
dibagi menjadi dua bagian yaitu kinematika dan dinamika. Kinematika adalah ilmu
yang mempelajari gerak tanpa menyebabkan penyebab geraknya, sedangkan
dinamika merupakan ilmu yang mempelajari gerak dengan memperhatikan penyebab
geraknya (Kamajaya. 2007: 166). Dinamika berhubungan dengan gaya- gaya yang
berkaitan dengannya dan sifat – sifat benda yang bergerak tersebut.
Pada konsep tentang benda tegar kami akan membahas mengenai titik berat,
kesetimbangan benda tegar, kinematika rotasi benda tegar, dinamika rotasi, torsi,
momen inersia, gerak menggilinding, usaha dan energy kinetic gerak rotasi,
momenrum sudut dan hukum kekekalannya, serta permasalahan pada dinamika rotasi.

1.2. Rumusan Masalah


Dari latar belakang tersebut adapun masalah-masalah yang muncul adalah
sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan titik berat?
2. Bagaimanakah konsep – konsep yang berkaitan dengan kinematika rotasi benda
tegar dan hubunganya dengan kinematika gerak translasi?
3. Apakah yang dimaksud dengan dinamika rotasi, torsi dan momen inersia?
4. Bagaimana konsep sebuah benda jika bergerak menggilinding?
5. Bagaimana cara menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan dinamika
rotasi?
6. Apakah yang dmaksud dengan momen kopel?
7. Bagaimanakah keseimbangan benda tegar?
8. Bagaimana konsep usaha dan energi kinetik yang berlaku pada gerak rotasi dan
translasi?

Fisika Dasar I [Benda Tegar] |2


9. Apakah yang dimaksud dengan momentum sudut dan hukum kekekalannya?

1.3. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas dapat diuraikan beberapa tujuan yaitu:
1. Mampu menerapkan titik berat dalam hubungannya dengan keseimbangan
benda tegar.
2. Mampu memahami konsep yang berkaitan dengan kinematika rotasi benda
tegar serta hubunganya dengan kinematika gerak translasi.
3. Mampu memahami dinamika rotasi, torsi, dan momen inersia.
4. Mampu menganalisis konsep benda yang bergerak menggelinding.
5. Mampu menganalisis masalah dinamika gerak rotasi benda tegar untuk
berbagai keadaan
6. Mampu memahami momen kopel
7. Mampu memahami keseimbangan benda tegar
8. Mampu menganalisis usaha dan energi kinetik yang berlaku pada gerak rotasi
dan translasi.
9. Mampu menganalisis hukum kekekalan momentum sudut pada gerak rotasi.

1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan suatu pengetahuan mengenai Kinematika dan Dinamika Benda
Tegar bagi mahasiswa khususnya mahasiswa kelas 1/B Pendidikan Fisika.
2. Menambah modul pembelajaran mengenai Kinematika dan Dinamika Benda
Tegar.
3. Memberikan tambahan wawasan mengenai Kinematika dan Dinamika Benda
Tegar

Fisika Dasar I [Benda Tegar] |3


BAB II
PEMBAHASAN

Benda tegar merupakan benda dengan bentuk tertentu yang tidak berubah,
sehingga jarak antar partikel – partikel pembentuknya berada pada posisi yang tetap
relatif satu sama lain. Tentu saja pada kenyataanya benda apapun bisa bergetar atau
berubah bentuk ketika diberikan gaya. Namun efek ini seringkali kecil, sehingga
konsep benda tegar yang ideal sangat berguna bagi pendekatan yang baik. Gerak
benda tegar dapat dianalisis sebagai gerak translasi dari pusat massanya yaitu jika
lintasan semua titik tersebut sejajar, ditambah dengan gerak rotasi sekitar pusat
massa.

2.1 Titik Berat

Titik berat adalah titik yang dilalui oleh garis gaya dari resultan gaya berat
sistem benda titik. Benda tegar akan melakukan gerak translasi apabila gaya yang
diberikan pada benda tepat mengenai titik berat. Titik berat merupakan titik dimana
benda akan berada dalam keseimbangan rotasi (tidak mengalami rotasi). Pada saat
benda tegar mengalami gerak translasi dan rotasi sekaligus, maka pada saat itu titik
berat akan bertindak sebagai sumbu rotasi dan lintasan gerak translasinya. Untuk
mengetahui letak titik berat suatu benda tegar untuk benda-benda yang memiliki
simetri tertentu, misalnya segitiga, kubus, balok, bujur sangkar, bola dan lain-lain
yaitu sama dengan letak sumbu simetrinya. Sedangkan untuk benda-benda yang
mempunyai bentuk sembarang letak titik berat dicari dengan perhitungan.
Dari pernyataan di atas, titik berat benda homogen (massa jenis tiap – tiap
bagian benda sama) memiliki sifat – sifat khusus sebagai berikut:
 Jika benda homogen mempunyai sumbu simetri atau bidang simetri, maka titik
beratnya terletak pada sumbu simetri tersebut.
 Letak titik berat benda pada benda padat bersifat tetap dan tidak tergantung
pada posisi benda.

Fisika Dasar I [Benda Tegar] |4


 Jika suatu benda homogen mempunyai dua bidang simetri, maka titik beratnya
terletak pada garis potong kedua benda tersebut.
a) Titik berat benda berbentuk linear (garis)
Titik berat benda berbentuk linear (garis) dapat dilihat pada Tabel 2.1

Nama Benda Gambar Benda Letak Titik Berat


X0 1
Z 𝑥𝑜 = 𝐿
Garis Lurus A B 2
𝑙

Y
𝑡𝑎𝑙𝑖 𝑏𝑢𝑠𝑢𝑟 𝐴𝐵
𝑦0 = 𝑅 ×
Busur Lingkaran 𝑏𝑢𝑠𝑢𝑟 𝐴𝐵
Z R
R = jari-jari lingkaran
A yo B

Z
Busur Setengah 2𝑅
yo R 𝑦0 =
Lingkaran A B 𝜋

Tabel 2.1 (titik berat benda liner)

Untuk benda homogen yang merupakan gabungan dari benda- benda


berbentuk linear, titik beratnya dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan
berikut:

Keterangan: ΣLi . xi
𝑥𝑜 =
𝜄𝑖 : panjang garis ΣL
𝑥𝑖, 𝑦𝑖 : titik berat masing – masing benda Σ𝐿𝑖 𝑦𝑖
𝑦𝑜 = (2.1)
𝑥𝑜, 𝑦𝑜 : kordinat titik berat benda Σ𝐿

Fisika Dasar I [Benda Tegar] |5


Contoh soal:
Hitunglah letak titik berat benda homogen satu dimensi seperti gambar di
bawah jika panjang masing – masing benda 6 cm dan 8 cm!

6 cm

8 cm x
cmcm
Jawab:
Bangun 1:
L1 = 6 cm, x1 = 0, y2 = ½ . 6 = 3
Bangun 2:
L2 = 8 cm, x2 = ½ .4, y2 = 0
𝐿1 𝑋1 +𝐿2 𝑋2 𝐿1 𝑌1 +𝐿2 𝑌2
𝑥0 = 𝑦0 =
𝐿1 +𝐿2 𝐿1 +𝐿2
(6)(0)+(8)(4) (6)(3)+(8)(0)
= =
6+8 6+8
32 24
= = 2,28 = = 1,7
14 14
Maka titik berat benda tersebut terletak pada (2,28 , 1,7)

b) Titik berat benda homogen berbentuk luasan (dua dimensi)


Titik berat benda homogen berbentuk luasan yang bentuknya teratur terletak
pada sumbu simetrinya. Untuk bidang segi empat, titik beratnya merupakan
perpotongan diagonalnya, dan untuk lingkaran terletak dipusat lingkaran. Titik
berat bidang homegen diperlihatkan pada Tabel 2.2 berikut:

Fisika Dasar I [Benda Tegar] |6


Nama Benda Gambar Benda Titik Berat Keterangan
C t = tinggi

D 1 z = perpotongan
Z 𝑦0 = 𝑡
Segitiga t 3 garis-garis berat
yo
AD & CF
A E F B

D t = tinggi
C 1 z = perpotongan
𝑦0 = 𝑡
Jajaran Genjang t 2 diagonal AC dan
yo
BD
A B

Y
Juring Lingkaran 2 𝑡𝑎𝑙𝑖 𝑏𝑢𝑠𝑢𝑟 𝐴𝐵
𝑦0 = 𝑅×
Z 3 𝑏𝑢𝑠𝑢𝑟 𝐴𝐵
R yo
X R=jari-jari lingkaran

Y
4𝑅
Z 𝑦0 =
Setengah Lingkaran R yo 3𝜋
R=jari-jari lingkaran
A 0
B

Tabel 2.2
(titik berat benda luasan)

Jika tebal diabaikan maka benda dapat dianggap berbentuk luasan (dua
dimensi), dan titik berat gabungan benda homogen berbentuk luasan dapat
ditentukan dengan persamaan berikut:
Keterangan:
ΣAi . xi
𝑥𝑜 =
ΣA
𝑥𝑜 , 𝑦𝑜 : Koordinat titik berat benda
A : Luas bidang Σ𝐴𝑖 . 𝑦𝑖 (2.2)
𝑦𝑜=
𝑥𝑖 : Absis titik masing – masing benda Σ𝐴
𝑦𝑖 : Ordinat titik masing – masing benda

Fisika Dasar I [Benda Tegar] |7


Contoh soal:
Sebuah karton berbentuk huruf L dengan ukuran seperti pada gambar di
bawah.

Tentukan koordinat titik berat karton tersebut!


Jawab:
Karton tersebut dibagi atas 2 bagian, yaitu bagian I dan II
Karton I
8

I A1 = 8 x 2 = 16
x1 = ½ . 2 = 1, y2 = ½ . 8 = 4

0 2
Karton II
A2 = 4 x 2 = 8
II
x1= 2 + ½ . 4 = 4 , y2 = ½ . 2 = 1
2 6

Absis titik berat xo dan yo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2
(16 .1) + (8 .1)
𝑥𝑜 = =2
16 + 8
(16 . 4) + (8 .1)
𝑦𝑜 = =3
16 + 8
Maka koordinat titik berat benda tersebut terletak pada (2,3)

Fisika Dasar I [Benda Tegar] |8


c) Titik berat benda homogen berbentuk ruangan (dimensi tiga)
Titik berat benda berbentuk ruangan (dimensi tiga) dapat dilihat pada Tabel
2.3
Nama Benda Gambar Benda Titik Berat Keterangan
z1 = titik berat
Z2 z pada titik bidang alas
Prisma tengah garis z1, z2 z2 = titik berat
1 bidang atas
Z 𝑦0 = 𝑙
yo 2 𝑙 = panjang sisi
tegak
Z1

Z2
1 t = tinggi silinder
𝑦0 = 𝑡
Silinder 2 R = jari-jari
Z 𝐴 = 2𝜋𝑅. 𝑡
t lingkaran alas
y0
A = luas kulit
Z1 silinder

T
Z 1
𝑇 ′ 𝑧 = 𝑇′𝑇
Limas 3 T’T = garis tinggi
ruang

T TT’ = tinggi
Kerucut 1 kerucut
𝑧𝑇 ′ = 𝑇𝑇′
Z 3 T’ = pusat
A B lingkaran alas
T’

Fisika Dasar I [Benda Tegar] |9


y0 Z 1 R = jari-jari
𝑦0 = 𝑅
Setengah bola 2

Tabel 2.3
(titik berat benda ruangan)

Letak titik berat dari gabungan beberapa benda pejal homogen berdimensi
tiga dapat ditentukan dengan persamaan:

Σ𝑉𝑖 . 𝑥𝑖
𝑥𝑜 =
ΣV
(2.3)
Σ𝑉𝑖 . 𝑦𝑖
𝑦𝑜=
Σ𝑉

Contoh soal:
Sebuah bola homogen berlubang, mempunyai
y
jari-jari 2R. Bentuk rongga juga berbentuk bola
dengan jari-jari R. Seperti terlihat pada gambar.
x Berapakah titik berat bola berlubang ini jika diukur
dari pusat koordinat dalam sumbu X.

Jawab:
Misalkan bangun 1 ialah bola besar, maka
4
𝑉1 = 𝜋𝑅3
3
4 4
= × 3,14 × (2𝑅)3 = 𝜋8𝑅3
3 3
32
= 𝜋𝑅3
3

𝑥1 = 0, 𝑦1 = 0

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 10


Dan lubang ialah bangun 2, maka;
4
𝑉2 = − 𝜋𝑅3
3

𝑥2 = 𝑅 , 𝑦2 = 0
Sehingga titik berat benda tersebut dapat diperoleh melalui persamaan 2.3
𝑉1 ∙𝑋1 +𝑉2 ∙𝑋2 𝑉1 ∙𝑌1 +𝑉2 ∙𝑌2
𝑥𝑜 = 𝑦𝑜 =
𝑉1 +𝑉2 𝑉1 +𝑉2
4 4 32 4
𝜋8𝑅 3 ∙0− 𝜋𝑅 3 ∙𝑅 𝜋𝑅 3 ∙0− 𝜋𝑅 3 ∙0
3 3 3 3
= 32 4 = 28
3
𝜋𝑅 −3𝜋𝑅 3
3
3
𝜋𝑅 3

4
0−3𝜋𝑅 4 0
= 28 = 28
3
𝜋𝑅 3 3
𝜋𝑅 3

4 3 1
=− ∙ 𝑅=− 𝑅
3 28 7
Jadi, titik berat bangun bola berlubang diatas adalah (X,Y) = (-1/7 R, 0)

2.2 Kinematika Rotasi Benda Tegar

Kinematika rotasi adalah ilmu yang mempelajari gerak rotasi benda tegar
dengan mengabaikan gaya penyebab gerak rotasi. Benda tegar bergerak rotasi murni
jika setiap partikel pada benda tersebut bergerak dalam lingkaran yang pusatnya
terletak pada garis lurus yang disebut sumbu rotasi. Untuk menjelaskan gerak rotasi
benda tegar akan dimulai dengan memperkenalkan konsep – konsep yang berkaitan
dengan kinematika gerak rotasi seperti posisi sudut (rad), kecepatan sudut (rad/s),
percepatan sudut (rad/s2).

1) Posisi Sudut (θ)


(1)
Agar sebuah titik di tepi roda berpindah dari posisi
(1) ke posisi (2), roda tersebut harus berputar sebesar
(2)
R θ
θ ( lihat gambar 2.1). Jika jarak tempuh linear s dari
posisi 1 ke posisi 2 dan jari – jari R diketahui, maka
hubungan posisi sudut dengan jarak linearnya adalah:

Gambar 2.1

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 11


Keterangan:
s: Perpindahan linear (m) s = Rθ (2.4)
R: Jari – jari Lingkaran (m)
θ: Perpindahan sudut (rad)
Bila gerak rotasi berlawanan dengan putaran jarum jam disebut sebagai arah
positif putaran, sehingga bila gerak rotasi berlawanan dengan jarum jam maka
jumlah θ bertambah, sedangkan bila gerak rotasi searah dengan putaran jarum jam
maka θ berkurang. Sudut θ dapat dinyatakan dengan radian (rad), derajat ( 0
),
ataupun dalam putaran.
Hubungan antara satuan radian, derajat, dan putaran adalah sebagai berikut:
Radian merupakan satuan geomatris murni tanpa dimensi fisis karena terjadi dari
perbandingan dua panjang. 1 putaran disamakan dengan keliling lingkaran (2𝜋R),
s 2πR
maka untuk satu lingkaran penuh diperoleh θ = R = = 2πrad = 360°,
R
360° 360°
𝜋 𝑟𝑎𝑑 = = 180°, dan 1𝑟𝑎𝑑 = = 57,3°.
2 2𝜋

2) Kecepatan Sudut (ω)

Kecepatan sudut didefinisikan sebagai perbandingan pergeseran sudut


dengan waktu tempuh dengan arah kecepatan sudut searah dengan pergeseran
sudut atau searah dengan sumbu putarnya. Pergeseran sudut partikel dalam selang
waktu Δt = t2 – t1 adalah Δθ = θ2 – θ1 maka laju sudut rata – rata (𝜔
̅)dapat
dirumuskan sebagai berikut:

𝜃2 − 𝜃1 Δ𝜃 (2.5)
𝜛= =
𝑡2 − 𝑡1 Δ𝑡
Keterangan:
𝜔
̅ : kecepatan sudut rata – rata (rad/s)
∆t : selang waktu (s)
∆θ : perpindahan sudut (rad)

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 12


Kecepatan sudut sesaat terjadi pada selang waktu Δ𝑡 yang sangat singkat
yaitu mendekati nol sehingga perubahan kecepatannya sangat kecil. Persamaannya
dapat ditulis sebagai berikut:

∆𝜃 𝑑𝜃 (2.6)
ω= lim =
Δt →0 ∆𝑡 𝑑𝑡

Untuk benda tegar, semua garis radial yang tetap dalam benda itu dan tegak
lurus terhadap sumbu rotasi akan menempuh sudut yang sama dalam waktu yang
sama, sehingga kecepatan sudut terhadap sumbu ini sama untuk semua partikel
dalam benda (Resnick. 1985: 319)

Gambar 2.2

Pada piringan yang berputar dengan sumbu putar pada poros, setiap titik
pada piringan tersebut mengalami kecepatan sudut yang sama, sedangkan
kecepatan linearnya berubah – ubah tergantung pada letak titik tersebut. semakin
ke tepi (jari – jari semakin besar), semakin besar kecepatan linearnya. Hubungan
antara kecepatan linear dengan kecepatan sudutnya dapat dirumuskan sebagai
berikut:
∆s 𝑅∆𝜃
v= =
∆t ∆𝑡
∆𝜃
Karena = 𝜔, maka hubungan antara kecepatan linear (v) dengan
∆𝑡

kecepatan sudutnya (ω)

Keterangan:
v : kecepatan linear (m/s) v = ωR (2.7)

ω : kecepatan sudut (rad/s)


R : jari – jari lingkaran (m)

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 13


Contoh soal:
Posisi sudut benda yang bergerak melingkar beraturan memenuhi 𝜃 =
(2𝑡 2 − 3)𝑟𝑎𝑑. Dari data itu tentukan kecepatan sudut rata-rata antara 𝑡1 =
3𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖 𝑡2 = 6𝑠!
Jawab:
Bila 𝑡1 = 3𝑠 𝑡2 = 6𝑠
𝜃1 = (2(3)2 − 3) 𝜃2 = (2(6)2 − 3)
= 15𝑟𝑎𝑑 = 69𝑟𝑎𝑑
𝜃2 −𝜃1
𝜔=
𝜏2 −𝜏1
69−15
=
6−3
54
= = 18 rad/s
3
3) Percepatan Sudut (α)
Jika laju sudut partikel dalam benda tegar tidak konstan maka laju sudut
seluruh partikel di dalam benda tegar juga tidak konstan. Ini berarti benda tegar
tersebut mengalami percepatan sudut atau biasa juga disebut dengan percepatan
anguler. Percepatan sudut merupakan perubahan kecepatan sudut per satuan waktu
yang diperlukan untuk terjadinya perubahan tersebut. Jika pada saat t1, kecepatan
sudut tersebut adalah ω1 dan pada saat t2 = (t1 +∆t), kecepatan sudutnya menjadi ω2
= (ω1 +∆ω), percepatan sudut rata – rata dapat dituliskan sebgai berikut:

𝜔2 − 𝜔1 𝛥𝜔 dω
𝛼̅ = = = (2.8)
𝑡2 − 𝑡1 𝛥𝑡 dt
Keterangan:
α̅ : percepatan sudut rata – rata (rad/s2)
∆ω : perubahan kecepatan sudut (rad/s)
∆t : perubahan waktu (s)
Sedangkan percepatan sudut sesaat didefinisikan sebagai percepatan sudut
rata – rata untuk selang waktu Δ𝑡 yang sangat kecil atau mendekati nol.

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 14


∆𝜔 𝑑𝜔
𝛼 = lim = (2.9)
Δ𝑡→0 ∆𝑡 𝑑𝑡

Contoh soal:
Sebuah benda berotasi dengan kecepatan sudut 𝜔 = (𝑡 2 + 2𝑡 − 3) 𝑟𝑎𝑑⁄𝑠.
Tentukan percepatan sudut saat 𝑡 = 5𝑠
Jawab:
Percepatan sudut bisa dicari menggunakan persamaan 2.8

𝑑(𝑡 2 + 2𝑡 − 3)
𝛼=
𝑑𝑡
= 2𝑡 + 2 − 0
𝑡 = 5𝑠 = 2(5) + 2 = 12 𝑟𝑎𝑑⁄𝑠 2

Untuk rotasi dengan sumbu tetap, setiap patikel pada benda pejal tersebut
mempunyai kecepatan sudut yang sama dan percepatan sudut yang sama. Jadi 
dan  merupakan karakteristik keseluruhan benda pejal tersebut.Kita dapat
menggunakan persamaan 2.8 untuk menunjuukan bahwa percepatan sudut
berhubungan dengan percepatan linear tangensial (aT) dari partikel yang berotasi.
Δ𝑣 Δ𝜔
𝑎𝑇 = =𝑅
Δ𝑡 Δ𝑡

aT =Rα (2.10)

Keterangan:
aT : percepatan tangensial (m/s2)
R : jari – jari lingkaran (m)
α : percepatan sudut (rad/s2)

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 15


Arah percepatan tangensial ini selalu bersinggungan dengan busur lingkaran.
Selain itu di dalam gerak rotasi juga terdapat percepatan radial (asp), yaitu
percepatan yang arahnya menuju titik pusat lingkaran atau biasa disebut dengan
percepatan sentripetal:

v 2 (ωR)2
asp = =
R R

asp=ω2R (2.11)

Keterangan:
asp : percepatan setripetal/ radial (rad/s2)
ω : kecepatan sudut (rad/s)
R : jari – jari lingkaran (m)

Pada gambar 2.3, titik P terletak di tepi piringan mengalami dua percepatan
linear, yaitu percepatan setripetal yang arahnya menuju pusat lingkaran dan
percepatan tangemsial yang arahnya tegak lurus
P
dengan percepatan setripetal, serta bersinggungan
dengan busur lingkaran yang berpusat di O. Maka
percepatan linear total dari sebuah partikel adalah
jumlah vector dari dua komponen percepatan tersebut.

Gambar 2.3
𝑎 = √𝑎 𝑇 2 + 𝑎𝑠𝑝 2

2.2.1 Rotasi dengan laju sudut konstan

Untuk gerak rotasi benda tegar yang mempunyai laju sudut yang konstan,
pergeseran sudutnya dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.5,
sehingga diperoleh hubungan 𝜃2 = 𝜃1 + 𝜔
̅(𝑡2 + 𝑡1 ). Jika pada saat t =0 posisi

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 16


sudut partikel adalah θ0 dan pada t2 = t posisi sudutnya adalah θt, hubungan
tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut

θt =θ0 +ωt (2.12)

Pada gerak rotasi partikel atau benda tegar yang laju sudutnya konstan, laju
sudut sesaat sama dengan laju sudut rata – ratanya.

2.2.2 Rotasi dengan percepatan sudut konstan

Definisi kecepatan sudut dan percepatan sudut dengan kecepatan dan


percepatan linear, dengan θ mengganti perpindahan linear s, ω mengganti v, dan α
mengganti a. Karena persamaan-persamaan kinematika yang menghubungkan θ,
ω, dan α bentuknya sama dengan persamaan-persamaan kinematika gerak linear,
maka dengan memakai analogi ini akan diperoleh kaitan sebagai berikut untuk
percepatan sudut konstan.

ωt =ωo +αt (2.13)

1 (2.14)
θt =θo +ωo t+ αt 2
2

ωt 2 =ω0 2 +2αθ (2.15)

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 17


2.3 Dinamika Rotasi Benda Tegar (lihat di buku)

Dinamika rotasi mempelajari mengenai gerak rotasi dengan memperhitungkan


pengaruh gaya yang menyebabkan benda itu bergerak. Telah diketahui bahwa
penyebab gerak translasi adalah gaya dan penyebab gerak rotasi adalah momen gaya.
Kedua gerak tersebut tidak dapat dipisahkan dengan Hukum II Newton.
Dalam pembahasan tentang dinamika benda tegar sangat berhubungan dengan
rotasi benda tegar dengan sumbu rotasi tetap dalam kerangka acuan inersia. Antara
massa inersia dalam gerak translasi sama pentingnya dengan momen inersia dalam
gerak rotasi. Istilah momen inersia ini juga biasa disebut dengan momen kelembaman
atau kelembaman rotasi yang sama halnya dengan istilah massa inersia atau
kelembaman translasi dalam gerak translasi. Dalam gerak rotasi terdapat hubungan
antara torsi, momen inersia, dan percepatan sudut sama halnya dengan hubungan
antara gaya, massa inersia, dan percapatan translasi dalam gerak translasi. Karena
partikel – partikel pembentuk dalam benda tegar memiliki jarak yang tetap, maka
dapat dikatakan bahwa torsi tersebut bekerja pada benda tegar secara keseluruhan.

2.3.1 Momen gaya (Torsi)

Benda hanya dapat mengalami perubahan gerak rotasi jika pada benda diberi
momen gaya atau sering juga disebut torsi. Momen gaya didefinisikan sebagai
hasil kali antara gaya dengan jarak titik ke garis kerja gaya pada arah tegak lurus.
Dimensi momen gaya (torsi) sama halnya dengan dimensi usaha yaitu ML2T-2.
Tatapi torsi dan usaha merupakan dua besaran fisis yang berbeda. Perbedaannya
antara lain torsi adalah besaran vector, sedangkan usaha adalah besaran skalar.
Satuan torsi yang digunakan antara lain Newton-meter (Nm) atau kaki-pon.
Contoh dalam kehidupan sehari-hari seperti pegangan pintu yang diberikan
gaya oleh tangan kita sehingga engsel di dalamnya dapat berputar dan kincir yang
berputar karena tertiup angin. Ketika membuka sebuah pintu, pengaruh gaya yang
diberikan tidak hanya tergantung pada besarnya gaya, tetapi bergantung juga pada
arah dan jarak titik gaya terhadap sumbu perputaran pintu.

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 18


Jika pintu diberikan gaya F1 yang arahnya tegak lurus dengan terhadap
pintu, makin besar F1 makin cepat pintu dibuka. Tetapi jika diberikan gaya dengan
besar yang sama pada titik yang lebih dekat dengan engsel, maka pintu tidak akan
terbuka sedemikian cepat. Sedangkan jika kita memberikan gaya yang sejajar
dengan (mendekati atau menjauhi) engsel, pintu tersebut tidak akan berputar.
Terlihat bahwa percepatan sudut pintu berbanding lurus tidak hanya dengan
besarnya gaya, tetapi juga dengan jarak tegak lurus dari sumbu rotasi ke garis kerja
yang disebut dengan lengan gaya.
Pada gambar 2.4, tirik O disebut
F1
sebagai sumbu rotasi, F adalah besar gaya
engsel yang diberikan, dan r disebut dengan
r=ι
lengan gaya. Adapun pengertian dari
lengan gaya merupakan jarak yang tegak
O
Gambar 2.4 lurus dari sumbu rotasi O terhadap garis
gayanya.

Berdasarkan pernyataan tersebut besarnya gaya putar atau momen gaya tidak
hanya ditentukan oleh besanya gaya, tetapi juga lengan gaya. Secara sistematis,
momen gaya dirumuskan sebagai berikut:

τ=r F (2.16)

Persamaan 2.16 menunjukkan bahwa momen gaya (torsi) yang dihasilkan


oleh sebuah gaya bukan hanya bergantung kepada besar dan arah gayanya saja,
tetapi juga bergantung kepada titik tangkap gaya relatif terhadap titik asal, yaitu
vektor r. jika garis gaya F melalui titik asal (sumbu rotasi), maka r sama dengan
nol dan momen gaya τ terhadap titik asal juga sama dengan nol

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 19


F sin α
F

r=ι α

O Gambar 2.5

Jika gaya yang diberikan pada sebuah batang (Gambar 2.5) membentuk
sudut α terhadap lengan gaya, maka faktor F sin α merupakan komponen gaya
yang tegak lurus terhadap lengan gaya. Ini berarti bahwa gaya yang menimbulkan
momen gaya adalah gaya yang tegak lurus dengan lengan gaya. Atau jika sin α
melekat pada lengan gaya (r sin α), maka lengan gaya yang memberikan momen
gaya adalah lengan yang tegak lurus terhadap garis gaya. Hubungan antara momen
gaya dan lengan gaya jika gaya membentuk sudut α terdadap lengan gaya adalah:

τ = r F sin α (2.17)

Keterangan:
𝜏 : momen gaya (Nm)
𝑅 : lengan momen (m)
𝐹 : gaya yang bekerja (N)
𝛼 : sudut antara garis gaya dengan lengan momen (o)

Karena momen gaya merupakan perkalian secara vector antara vector gaya
dan vector lengan gaya, maka momen gaya juga merupakan besaran vector.
1. Jika benda diberi gaya yang arah putarannya searah dengan arah putaran
jarum jam atau menjauhi pembaca, maka momen gaya bernilai positif (+).
2. Jika benda diberi gaya yang arah putarannya berlawanan dengan arah
putaran jarum jam atau mendekati pembaca, maka momen gaya bernilai
negatif (-).

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 20


Gambar 2.7 menunjukkan
adanya dua momen gaya yang bekerja
pada sebuah batang. Besarnya momen
F1
gaya yang ditimbulkan oleh F1 dan F2
α
A B terhadap titik B (sumbu rotasi) adalah:
1 τ1 = F1 ι sin α
𝜄
2 F2 1
τ2 = −F2 2 ι
Gambar 2.7

Oleh karena arah rotasi yang ditimbulkan oleh gaya F1 searah dengan arah
putaran jarum jam, maka 𝜏1 bernilai positif, sedangkan 𝜏2 bernilai negatif karena
arah rotasi yang ditimbulkan F2 berlawanan dengan arah putaran jarum jam.
Jika pada sebuah benda bekerja dua atau lebih momen gaya, maka momen
gaya total di sekitar sumbu benda merupakan penjumlahan vector semua momen
gaya yang bekerja.

τ=Σ(r×F) (2.18)

Contoh soal:
Pada batang AD seperti pada gambar, bekerja gaya F1, F2, F3. Hitunglah
momen gaya yang dialami batang tersebut, jika :
a. Batang berputar di A.
b. Batang berputar di B.
c. Batang berputar di C.
Jawab: F1=40N F2=100N F3=50N
a. 𝜏𝑎 = ∑ 𝐹 ∙ 𝑟
= 𝐹2 ∙ 𝐴𝐶 + 𝐹3 ∙ 𝐴𝐷
= 100 ∙ 2 + 50 ∙ 4 A B C D
= 200 + 200 1m 1m 2m

= 400Nm

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 21


b. 𝜏𝑐 = ∑ 𝐹 ∙ 𝑑
= −𝐹1 ∙ 𝐴𝐶 + 𝐹3 ∙ 𝐶𝐷
= −40 ∙ 2 + 50 ∙ 2
= −80 + 100
= 20Nm

c. 𝜏𝑏 = ∑ 𝐹 ∙ 𝑑
= −𝐹1 ∙ 𝐴𝐵 + 𝐹2 ∙ 𝐵𝐶 + 𝐹3 ∙ 𝐵𝐷
= −40 ∙ 1 + 100 ∙ 1 + 50 ∙ 3
= −40 + 100 + 150
= 210Nm

2.3.2 Momen inersia (kelembaman)

Sesuai dengan Hukum I Newton bahwa setiap benda memiliki


kecenderungan untuk mempertahankan keadaan geraknya. Jika benda dalam
keadaan diam, benda cenderung untuk tetap diam. Demikian pula dengan benda
yang sedang bergerak lurus beraturan, benda akan cenderung untuk tetapbergerak
lurus beraturan. Kecenderungan untuk mempertahankan keadaannya inilah yang
disebut dengan inersia.
Konsep Hukum I Newton tersebut juga berlaku untuk benda – benda yang
sedang berotasi, seperti halnya planet – planet dalam tata surya mempunyai
kecenderungan untuk tetap mempertahankan keadaan gerak rotasinya.
Kecenderungan ini disebut sebagai momen inersia. Momen inersia selain
bergantung pada kandungan zat di dalamnya atau massa benda juga bergantung
pada bentuk benda posisi massa tersebut ke sumbu putarnya. Semakin jauh posisi
massa benda ke pusat rotasinya, semakin besar momen inersia benda tersebut.

A. Momen inersia benda diskrit (partikel)


Perhatikan gambar 2.6. sebuah
partikel bermassa m berputar mengelilingi
m
r r sebuah sumbu yang berjarak r dari m. maka

Gambar 2.6
Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 22
momen inersia (kelembaman inersia) partikel tersebut dapat dirimuskan sebagai
berikut:

I = mr2 (2.19)

Keterangan:
I : momen inersia (kgm2)
m : massa partikel (kg)
r : jarak antara partikel dengan subu rotasi(m)

Perhatikan gambar 2.7! Untuk benda tegar


yang tersusun dari banyak partikel dengan masing-
m1 r2
r1 masing massa m1, m2, m3, ..., mN dan berjarak
m2
tegak lurus terhadap titik poros masing-masing r1,
m3
r2, r3, ..., rN maka momen inersia sistem partikel
r3
tersebut adalah:

I = m1 r12 + m2 r22 + m3 r32 + … + mN rN2


Gambar 2.7

Ι = ∑ 𝑚𝑛 𝑟𝑛 2 (2.20)
𝑛

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 23


B. Momen inersia benda tegar
Jika sebuah benda terdiri atas partikel – partikel yang dapat dianggap
terpisah satu sama lain, momen inersianya dapat ditentukan dengan persamaan
2.20. Berbeda dengan benda tegar yang memiliki satu kesatuan massa yang
kontinu (tidak terpisahkan antara satu sama lain) dan bentuknya teratur. Pada
benda tegar, massa benda terkonsentrasi pada pusat massanya dan tersebar pada
jarak yang sama dari titik pusat massa benda. Oleh karena itu, momen inersia
benda tegar dapat dihitung menggunakan teknik integral sebagai berikut;
dengan r adalah jarak tegak lurus elemen massa dm ke sumbu putar:

Ι= ∫ r 2 dm (2.21)

Benda – benda tegar yang bentuknya teratur, diaantaranya batang, silinder


dan bola. Berikut ini akan ditunjukkan cara menghitung momen inersia
beberapa benda tegar:
a. Sebuah batang dengan panjang 𝜾, dan massa m, yang berputar terhadap
sumbu melalui pusat massa.
𝑚
Dari persamaan 2.21, diasumsikan bahwa r = x dan dm = 𝑑𝑥, dengan
𝜄

batas integralnya adalah x1 dan x2 sehingga diperoleh:


1 1
𝑚 + 𝜄 𝑚 1 + 𝜄
2 3 2
Ι= ∫1
2
𝑥 𝑑𝑥 = (3 𝑥 )| 1
𝜄 −2𝜄 𝜄 − 𝜄
2

1
Ι= 𝑚𝜄2
12 1 1
𝑥1 =- ι 𝑥2 =+ ι
2 2

b. Untuk sumbu putar yang terletak di ujung batang dengan panjang 𝜾, dan
massa m, akan didapatkan x1 = 0 dan x2 = 𝜄 sehingga momen inersia batang
akan menjadi:

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 24


𝑥1 = 0

𝑥2 = 𝜄

𝜄
𝑚 2
𝑚 1 3 𝜄
Ι = ∫ 𝑥 𝑑𝑥 = ( 𝜄 )|
𝜄 𝜄 3 0
0
𝑚 1 3 1
𝛪= ( 𝜄 ) = 𝑚𝜄2
𝜄 3 3

Besarnya momen inersia sebuah benda yang bentuknya teratur


bergantung pada massa benda, bentuk benda, dan letak sumbu putarnya.
Momen inersia dari beberapa bentuk benda dengan posisi sumbu tertentu dapat
dilihat pada Tabel 2.4
Cek buku
Gambar Nama Letak Sumbu Momen Inersia

batang melalui pusat 1


Ι= 𝑚𝜄2
12

batang melalui ujung 1 2


Ι= 𝑚𝜄
3

cincin tipis melalui pusat Ι = 𝑚𝑅 2


silinder

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 25


silinder melalui pusat 1
Ι= 𝑚𝑅 2
pejal silinder 2

Silinder Seperti tampak 1 1


Ι= 𝑚𝑅 2 𝑚𝑅 2
pejal pada gambar 4 12

silinder melalui pusat 1


Ι= 𝑚(𝑅1 2 + 𝑅2 2 )
berongga 2

bola pejal melalui pusat 2


Ι= 𝑚𝑅 2
5

bola pejal melalui salah 7


Ι= 𝑚𝑅 2
satu garis 5

singgung

bola Melalui pusat 2


Ι= 𝑚𝑅 2
berongga 3

(Tabel 2.4)

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 26


Teorema Sumbu Sejajar
Momen inersia sebuah benda diukur relatif terhadap suatu sumbu. Oleh
karena itu, besar momen inersia sebuah benda pasti berubah, ketika kita
mengukur momen inersia tersebut pada sumbu yang berbeda. Terdapat suatu
teori yang dapat menentukan besar momen inersia suatu benda terhadap sumbu
yang tidak melalui pusatnya, tetapi masih sejajar dengan sumbu yang melalui
pusat tadi. Teori ini dikenal sebagai teorema sumbu sejajar. Teorema sumbu
sejajar menyatakan bahwa jika sumbu putar tidak terletak pada pusat massa,
tapi sejajar dengan sumbu yang melalui pusat massa, maka momen inersia
terhadap sumbu tersebut dapat dihitung.

Perhatikan gambar di bawah ini!

Gambar 2.8

Dengan titik pm adalah titik pusat massanya. Momen inersia benda


terhadap sumbu di titik P dan momen inersia terhadap sumbu yang sejajar tetapi
melalui titik pusat massanya terkait sebagai berikut:

Ι𝑝 = ∫ 𝑟 2 ⊥ 𝑑𝑚 = ∫ 𝑟⃗ ⊥⋅ 𝑟⃗ ⊥ 𝑑𝑚 (2.22)
⃗⃗⃗⃗ = 𝑟 2 𝑝𝑚 + 𝑟 2 + 2𝑟⃗𝑝𝑚 ∙ 𝑟⃗
r⃗ ⊥= 𝑟⃑𝑝𝑚 + 𝑟⃗ 𝑑𝑎𝑛 𝑟⃗ ⊥∙ 𝑟⃗ ⊥= (𝑟⃗𝑝𝑚 + 𝑟⃗) ∙ (𝑟⃗𝑝𝑚 + 𝑟)

Sehingga

𝐼𝑝 = ∫(𝑟 2 𝑝𝑚 + 𝑟 2 + 2𝑟⃗𝑝𝑚 ∙ 𝑟⃗)𝑑𝑚 (2.23)

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 27


Suku pertama tidak lain adalah Mr2pm (M adalah massa total benda), suku
kedua adalah momen inersia terhadap pusat massa, sedangkan suku ketiga
lenyap (karena tidak lain adalah posisi pusat massa ditinjau dari pusat
massa). Sehingga persamaanya menjadi:

𝐼𝑝 = 𝐼𝑝𝑚 + 𝑀r2pm (2.24)

Keterangan:
Ip : momen inersia terhadap sumbu baru (kgm2).
Ipm : momen inersia terhadap sumbu yang melalui pusat (kgm2).
M : massa seluruh benda (kg).
rpm : jarak antara sumbu baru dengan sumbu yang melalui pusat (m).

Contoh soal:
Hitunglah momen inersia sebuah roda
20 cm berbentuk silinder pejal yang memilki diameter 20
cm dan massa 50 kg. Jika pusat putaran ditepi roda
m = 50 sejajar dengan sumbunya.
kg

d=R

Jawab:
1
Momen inersia silinder yang mealui titik pusat adalah 𝐼 = 2 𝑀𝑅 2 ,

sehingga momen inersia yang sejajar dapat diperoleh melalui persamaan 2.24:

𝐼 = 1⁄2 𝑚𝑅 2 + 50(0,1)2

= 1⁄2 ∙ 50(0,1)2 + 50(0,1)2

= 1⁄2 50 ∙ 0,01 + 50 ∙ 0,01


= 0,25 + 0,5
= 0,75𝐾𝑔𝑚2

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 28


Teorema sumbu tegak lurus

Teori ini hanya berlaku pada benda – benda yang mempunyai luasan
(lempeng tipis), karena ketebalan benda yang demikian dianggap nol.
Perhatikan gambar 2.9 berikut ini!

Gambar 2.9

Ι𝑧 = Σ𝑚𝑟 2
= Σm(x 2 + y 2 )
= Σ𝑚𝑥 2 + Σ𝑚𝑦 2

Ι𝑧 = Ι𝑥 + Ι𝑦 (2.25)

Jadi momen inersia terhadap suatu sumbu sama dengan jumlah momen
inersia terhadap dua sumbu yang saling tegak lurus.
A 3m
Contoh soal:
Keempat massa seperti tampak pada gambar,
dihubungkan oleh kawat yang massanya dapat 2m 2m
diabaikan. Tentukanlah momen inersta sistem jika
b
sumber putarnya:
1m A’
a) Melalui pusat lingkaran 0 tegak lurus pada bidang

gambar
b) Melalui AA’

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 29


Jawab:
a. 𝐼𝑂 = 𝑚1 ∙ 𝑅1 2 + 𝑚2 ∙ 𝑅2 2 + 𝑚3 ∙ 𝑅3 2 + 𝑚4 ∙ 𝑅4 2
= 𝑚 ∙ 𝑏 2 + 2𝑚 ∙ 𝑏 2 + 2𝑚 ∙ 𝑏 2 + 3𝑚 ∙ 𝑏 2
= 8𝑚𝑏 2
b. 𝐼𝐴𝐴′ = 𝑚2 ∙ 𝑅22 + 𝑚3 ∙ 𝑅3 2
= 2𝑚 ∙ 𝑏 2 + 2𝑚 ∙ 𝑏 2
= 4𝑚𝑏 2

2.3.3 Hukum II Newton (hubungan torsi dengan percepatan sudut)

Percepatan sudut α dari benda yang berotasi sebanding dengan momen


gaya (torsi) 𝜏 yang diberikan padanya.
𝛼 ∝ Σ𝜏
Percepatan sudut α sebanding dengan torsi total (jumlah semua torsi yang
berkerja pada benda. Hal ini berhubungan dengan hukum II Newton untuk
gerak translasi yaitu 𝑎 ∝ Σ𝐹/𝑚.
Perhatikan gambar 2.10! partikel dengan massa
F m berotasi membentuk lingkaran dengan jari – jari r di
r ujung sebuah tali atau tongkat yang massanya dapat
diabaikan, kemudian ada gaya F yang bekerja padanya
m seeperti terlihat pada gambar. Torsi yang
mengakibatkan percepatan sudut adalah 𝜏 = 𝑟 𝐹. Jika
Gambar 2.10 menggunakan hukum II Newton untuk besaran linear,
Σ𝐹 = 𝑚𝑎. Dengan menghubung percepatan linear dan
percepatan sudut sesuai persamaan 2.10 diperoleh:
𝐹 = 𝑚𝑎
𝐹 = 𝑚𝑟𝛼
Jika dikalikan kedua sisi dengan r, diperoleh bahwa 𝜏 = 𝐹𝑟 dinyatakan
dengan:
𝜏 = 𝑚𝑟 2 𝛼 (2.26)

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 30


Persamaan tersebut menunjukkan hubungan langsung antara percepatan
sudut dan torsi. Kuantitas mr2 menyatakan inersia rotasi partikel atau disebut
dengan momen inersia.
Sebuah benda tegar yang berotasi, seperti roda yang berotasi sekitar
sumbu yang menembus tengahnya. Kita bisa menganggap bahwa roda tersebut
terdiri atas banyak partikel yang berada pada berbagai jarakdari sumbu rotasi.
Persamaan 2.26 berlaku untuk setiap partikel pada benda, sedangkan untuk
banyak partikel dengan cara menjumlahkan untuk semua partikel yang
menghasilkan jumlah berbagai torsi yang merupakan torsi total.

Σ𝜏 = (Σ𝑚𝑟 2 )𝛼 (2.27)

Besarnya percepatan sudut tersebut sama untuk semua partikel benda.


Jumlah Σ𝑚𝑟 2menyatakan jumlah massa setiap partikel pada benda yang
dikalikan dengan kuadrat jarak partikel tersebut dari sumbu rotasi yang disebut
momen inersia (inersia rotasi) dari benda yang sesuai dengan persamaan 2.20.
Dengan menggabungkan persamaan 2.20 dan 2.27 maka diperoleh:

Σ𝜏 = 𝐼𝛼 (2.28)

Persamaan 2.28 sesuai dengan Hukum II Newton yang berlaku untuk


rotasi benda tegar sekitar sumbu tetap. Momen inersia untuk gerak rotasi
memainkan peran yang sama dengan peran massa pada gerak translasi. Inersia
rotasi sebuah benda tidak hanya bergantung dari massanya saja, tetapi juga pada
bagaimana massa tersebut terdistribusi relatif terhadap sumbunya. Sebagai
contoh silinder yang mempunyai diameter lebih panjang akan mempunyai
inersia rotasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan yang berdiameter lebih
pendek dengan massa yang sama. Silinder yang berdiameter lebih panjang akan
lebih sulit mulai berotasi dan lebih sulit untuk diberhentikan

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 31


Contoh soal:
Sebuah roda berbentuk silinder pejal homogen dengan jari-jari 50cm dan
300kg. Pada saat berputar, roda tersebut memiliki momen gaya sebesar 375
Nm. Hitunglah percepatan angulernya!
Jawab:
𝐼 = 1⁄2 𝑚𝑅 2

= 1⁄2 ∙ 300(0,5)2
= 37,5 𝐾𝑔𝑚2
𝜏 =𝐼∙𝛼
375 = 37,5 ∙ 𝛼
𝛼 = 375⁄37,5

= 10 𝑟𝑎𝑑⁄𝑠 2

2.4 Gerak Menggelinding

Gerak menggeinding sebuah bola atau roda banyak ditemui dalam kehidupan
sehari – hari seperti sebuah bola menggelinding melintasi lantai atau roda atau ban
sepeda yang berputar sepanjang jalan. Menggelinding tanpa slip bergantung pada
gesekan statik antara benda yang menggelinding dan lantai. Gesekan bersifat statik
karena titik kontak benda yang menggelinding dengan lantai berada dalam keadaan
diam pada setiap saat.

Gerak menggelinding dengan slip dapat dipandang melibatkan dua gerak,


yaitu gerak pusat massa dan gerak rotasi relatif terhadap pusat massa. Perhatikan
gambar 2.11! Setiap bagian dari silinder melakukan dua gerak sekaligus, yaitu gerak
bersama pusat massa dengan kecepatan νo, dan gerak melingkar dengan kecepatan
sudut 𝜔. Titik P menyatakan titik singgung silinder dengan lantai, O menyatakan
pusat massa, dan Q menyatakan bagian paling atas silinder.

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 32


Q

O
P

Gambar 2.11

Jika silinder menggelinding tanpa selip, maka kecepatan titik P terhadap tanah
bernilai nol atau tidak terjadi gerak relatif antara silinder dengan tanah. Jadi titik P
berada dalam keadaan diam, sedangkan kecepatan νo adalah resultan dari kecepatan
pusat massa νo , dan kecepatan tangensial νt = 𝜔 R yang arahnya berlawanan dengan
arah νo, sehingga

νp = νo – 𝜔 R = 0 (2.29)

dan kecepatan pusat massa memenuhi persamaan


νo = 𝜔 R (2.30)

Menyatakan bahwa jika silinder hanya bergerak rotasi, maka kecepatan gerak
pusat massa sama dengan kecepatan tangensial pinggir silinder.
Kecepatan titik 𝑄 memenuhi persamaan
νQ = νo + 𝜔 R = νo + νo = 2νo = 2 𝜔 R (2.31)

Oleh karena titik P memiliki kecepatan νp = 0, titik O memiliki kecepatan νo =


𝜔 R, dan titik 𝑄 memiliki kecepatan νo = 2 𝜔 R, maka gerak silinder dapat dianggap
sebagai gerak rotasi murni terhadap titik 𝑃 dengan kecepatan sudut 𝜔. titik singgung
P disebut sumbu sesaat dari gerak menggelinding. Jika gerak menggelinding
dipandang dari segi kombinasi gerak pusat massa dan gerak rotasi terhadap pusat
massa, maka energi kinetik gerak menggelinding memenuhi persamaan

Eko = ½ Mνo2 + ½ I 𝜔o2 (2.32)

Tampak pada ruas kanan, suku pertama menyatakan energi kinetik rotasi murni
dengan sumbu melalui pusat massa, dan suku kedua menyatakan energi kinetik gerak
translasi murni dengan kecepatan pusat massanya.

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 33


Namun, jika gerak ini dipandang sebagai gerak rotasi murni terhadap sumbu
sesaat P, maka energi kinetiknya memenuhi persamaan
Eko = ½ I 𝜔o2 (2.33)
Momen inersia terhadap sumbu pusat P memenuhi persamaan
Ip = Ml2 + Io (2.34)
l adalah jarak pusat massa ke sumbu sesaat P, maka l = R, sehingga
Ip = MR2 + Io (2.35)
Sehingga energi kinetik pusat massa dan energi kinetik rotasi terhadap pusat massa
memenuhi persamaan:
(2.36)
Ekp = ½ Ip 𝜔o2 = ½(MR2 + Io) 𝜔o2

Persamaan 2.32 berlaku untuk setiap benda yang bergerak dan berotasi
mengelilingi sumbu yang tegak lurus pada geraknya, baik geraknya
menggelinding di atas permukaan ataupun tidak. Persamaan tersebut juga
menunjukkan adanya efek gabungan gerak translasi dan rotasi. Efek gabungan gerak
translasi pusat massa dengan rotasi terhadap sumbu yang melalui pusat massa benda,
setara dengan efek rotasi murni dengan laju sudut yang sama dengan terhadap sumbu
yang melalui titik kontak benda yang menggelinding. Dengan demikian gerak
menggelinding dapat dikatakan sebagai gabungan gerak rotasi dan translasi atau
gerak rotasi saja yang bergantung pada sumbu rotasi yang digunakan.
Jika dalam proses gerak menggelinding disertai dengan adanya slip, maka
ketika slip terjadi, gerak rotasi mengalami perlambatan sudut. Perlambatan sudut
yang terjadi dikerjakan oleh torsi yang dihasilkan oleh gaya gesekan kinetik antara
permukaan bidang dan permukaan benda yang menggelinding tersebut. Sebagai
contoh jika kita mngerem ban terlalu keras sehingga ban selip.

Contoh soal:
Sebuah roda berbentuk silinder pejal homogen digantung pada sumbunya
seperti pada gambar. Pada tepi roda dililitkan tali. Tali tersebut ditarik vertikal

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 34


Kebawah dengan gaya 15N. Apabila roda
tersebut memiliki massa 8Kg dan jari-jari 20cm,
R maka tentukan percepatan tali tersebut.

Jawab:
𝜏 =𝐹∙𝑅
= 15 ∙ 0,2
= 3𝑁𝑚 Momen inersia katrol
Maka: 𝐼 = 1⁄2 𝑚𝑅 2
𝜏 =𝐼∙𝛼 𝑎 =𝛼∙𝑅
3 = 1⁄2 𝑚𝑅 2 ∙ 𝛼 𝑎 = 18,75 ∙ 0,2

3 = 1⁄2 ∙ 8(0,2)2 𝑎 = 3,75 𝑚/𝑠 2

𝛼 = 3⁄0,16 = 18,75

Jadi percepatan tali pada katrol tersebut adalah sebesar 3,75 m/s2

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 35


2.5 Penyelesaian Masalah Dinamika Rotasi

Untuk memecahkan persoalan dinamika rotasi, apabila di dalamnya terdapat


bagian sistem yang bergerak translasi maka pemecahannya dapat dilakukan dengan
mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
1. Identifikasi benda bagian dari sistem sebagai obyek pembahasan dan
kelompokkan mana yang bergerak translasi dan yang bergerak secara rotasi.
2. Tentukan sumbu koordinat yang memudahkan untuk penyelesaian berikutnya.
3. Gambar diagram gaya benda bebas untuk masing-masing benda.
4. Gunakan persamaan Σ𝐹⃗ = 𝑚𝑎⃗ untuk gerak translasi dan Σ𝜏⃗ = Ια
⃗⃗ untuk gerak
rotasi.
5. Padukan persamaan – persamaan pada langkah 4 untuk penyelesaian akhir.

Kasus 1:
Benda A massa m dihubungkan
dengan tali pada sebuah roda putar
berjari-jari R dan bermassa M. Bila
mula-mula benda A diam pada
Gambar 2.12
ketinggian h1 kemudian dilepas sampai pada
ketinggian h2, tentukan tegangan tali dan percepatan linier benda A sepanjang
geraknya.
Pembahasan 1:

Analisis rotasi

Setelah benda A dilepas dari roda yang berputar dengan percepatan sudut α,
dalam hal ini gaya penggerak rotasinya adalah gaya tegangan tali T. Dari hukum II
Newton untuk gerak rotasi 𝜏⃗ = 𝐼𝛼⃗, hubungan torsi dengan gaya(tegangan tali)
⃗⃗𝑅 dan definisi momen inersia roda terhadap sumbunya yaitu Ι =
yaitu 𝜏⃗ = 𝑇
1
𝑀𝑅 2, diperoleh
2

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 36


𝑇𝑅 = 𝐼𝛼
1
𝑇𝑅 = 𝑀𝑅 2 𝛼
2
1 1
𝑇 = 2 𝑀𝑅𝛼 = 2 𝑀𝑎 (2.37)

Analisis Translasi
Benda A merupakan bagian sistem yang melakukan gerak translasi, sehingga
percepatan linier benda A sama dengan percepatan linear roda, yaitu 𝑎 = 𝛼𝑅,
sehingga gaya tegangan tali dapat dinyatakan seperti persamaan 2.37

Sepanjang gerakan benda A berlaku Hukum II Newton sehingga


persamaanya menjadi:

𝑚 𝑔 − 𝑇 = 𝑚𝑎
1
𝑚𝑔− 𝑀𝑎 =𝑚𝑎
2
1
𝑎 (𝑚 + 𝑀) = 𝑚𝑎
2
2𝑚 + 𝑀
𝑎( ) = 𝑚𝑔
2
2𝑚
𝑎 = (2𝑚+𝑀) 𝑔 (2.38)

Untuk menentukan tegangan tali T, masukan persamaan 2.38 ke persamaan


2.37 sehingga:
1 2𝑚
𝑇 = 𝑀( )𝑔
2 2𝑚 + 𝑀
𝑀
𝑇 = (2𝑚+𝑀) 𝑚𝑔 (2.39)

Masalah dinamika translasi dapat juga diselesaikan secara mudah dan cepat
dengan hukum kekekalan energi mekanik, demikian juga secara analogi
masalah dinamika rotasi dapat juga diselesaikan dengan menggunakan hukum

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 37


kekekalan energi mekanik. Adapun energy mekanik pada benda yang melakukan
gerak rotasi dan gerak translasi adalah sebagai berikut:

1 1 (2.40)
𝐸𝑀 = 𝑚𝑔ℎ + 𝑚𝑣 2 + 𝐼𝜔2
2 2

Kasus 2:
Sebuah silinder pejal bermassa M dan berjari-jari R diletakkan pada bidang
miring dengan kemiringan θ terhadap bidang horisontal yang mempunyai
kekasaran tertentu. Setelah dilepas silinder tersebut menggelinding, tentukan
kecepatan silinder setelah sampai di kaki bidang miring!

Gambar 2.13

Pembahasan 2:
a) Penyelesaian secara dinamika
Silinder menggelinding karena bidang miring mempunyai tingkat
kekasaran tertentu. Momen gaya terhadap sumbu putar yang menyebabkan
silinder berotasi dengan percepatan sudut θ ditimbulkan oleh gaya gesek f, yang
dapat ditentukan sesuai dengan persamaan 2.37
Pada gerak menggelinding tersebut pusat massa silinder bergerak
translasi, sehingga berlaku hukum kedua Newton.
𝑀𝑔 sin 𝜃 − 𝑓 = 𝑀𝑎 (2.41)
Dengan mensubtitusikan persamaan 2.37 ke dalam persamaan 2.41 maka
diperoleh percepatan silinder di dasar bidang miring yang memenuhu
persamaan sebagai berikut:

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 38


1
𝑀𝑔 sin 𝜃 − 𝑀𝑎 = 𝑀𝑎
2
2
𝑎 = 3 𝑔 sin 𝜃 (2.42)

Dengan menggunakan hubungan 𝑣 2 = 𝑣 2 𝑜 + 2𝑎𝑠 dan mengingat


kecepatan silinder saat terlepas vo = 0 da h = s sin θ, maka diperoleh persamaan:
2 4
𝑣 2 = 2𝑎𝑠 = 2 ( 𝑔 sin 𝜃 𝑠) = 𝑔 ℎ
3 3
4
𝑣 = √ 𝑔ℎ (2.43)
3

Terlihat bahwa kecepatan benda menggelinding lebih lambat jika


dibandingkan bila benda tersebut tergelincir (meluncur) tanpa gesekan yang
kecepatannya adalah 𝑣 = √2𝑔ℎ

b) Penyelesaian menggunakan hukum kekekalan energi mekanik


Pada gerak menggilinding barlaku hukum kekekalan energi mekanik.
Karena mula – mula silinder dalam keadaan diam, maka energi mekanik
silinder pada kedudukan 1 adalah:
𝐸1 = 𝐸𝑝1 = 𝑀𝑔(ℎ + 𝑅) (2.44)
Pada saat silinder berada pada kedudukan 2, energi kinetiknya merupakan
jumlah energi kinetik translasi dan energi kinetik rotasi, sehingga berlaku
persamaan:
𝐸2 = 𝐸𝑝2 + 𝐸𝑘2 + 𝐸𝑘𝑅2
1 1
𝐸2 = 𝑀𝑔𝑅 + 2 𝑀𝑣 2 + 2 𝐼𝜔2 (2.45)
1 𝑣
Dengan memasukkan momen inersia silinder 𝐼 = 2 𝑀𝑅 2 dan 𝜔 = 𝑅 ke

dalam persamaan 2.45, kecepatan silinder setelah sampai di ujung kaki bidang
miring besarnya adalah:
𝐸2 = 𝐸1
1 1
𝑀𝑔𝑅 + 𝑀𝑣 2 + 𝐼𝜔2 = 𝑀𝑔ℎ + 𝑀𝑔𝑅
2 2
1 1 1 𝑣2
𝑀𝑔ℎ = 𝑀𝑣 2 + ( 𝑀𝑅 2 ) 2
2 2 2 𝑅

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 39


4
𝑣 = √3 𝑔ℎ (2.46)

2.6 Momen Kopel

Kopel adalah pasangan 2 buah gaya yang sejajar dan yang sama besar, tetapi
arahnya berlawanan. Besarnya kopel dinyatakan dengan momen kopel (M). Momen
kopel dinotasikan dengan M, satuannya N.m. Momen kopel merupakan besaran
vektor dengan satuan N.m. Pengaruh kopel terhadap suatu benda dapat menyebabkan
benda berotasi. Momen kopel didefinisikan sebagai hasil kali antara salah satu
gayanya dengan jarak yang tegak lurus antara kedua gaya itu. Secara sistematis,
dirumuskan:

𝑀 =𝐹∙𝑑 (2.47)

Kopel termasuk besaran vektor, oleh sebab itu ada kopel positif dan ada kopel
negatif.
Momen Kopel positif : searah dengan putaran jarum jam
(2.48)
𝑀 = 𝐹 × 𝑑 = 𝐹 ∙ 𝑑 sin 𝜃

Momen Kopel negatif : berlawanan arah dengan putaran jarum jam


(2.49)
𝑀 = −𝐹 × 𝑑 = −𝐹 ∙ 𝑑 sin 𝜃

Keterangan:
M = Momen kopel, satuannya N.m
F = Gaya, satuannya newton (N)
d = jarak antara kedua gaya, satuannya meter (m)

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 40


Jika pada sebuah benda, bekerja beberapa buah kopel yang sebidang, maka
resultan momen kopelnya sama dengan jumlah aljabar dari masing-masing momen
kopel. Kopel memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Kopel dapat dipindahkan dalam bidangnya asalkan besar dan arah momen
kopel tetap.
contoh : dipindahkan menjadi

d
d

2. Sebuah kopel dapat diganti dengan kopel yang lain, asakan besar dan arahnya
sama.
10N
5N
diganti menjadi
2m
4m
10N
5N

3. Dua buah kopel yang sebidang dapat dijumlahkan menjadi sebuah kopel yang
baru.
Contoh 1:
5N 3N 8N

2m + 2m = 2m
5N 3N 8N

Contoh 2:

5N 5N
3N
3N 2N
+ = =
2m 2m 2m 2m
3N 2N
5N 3N 5N

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 41


4. Sebuah gaya F dan sebuah kopel M yang sebidang dapat dijumlahkan menjadi
sebuah gaya yang besar dan arahnya sama dengan gaya F semula, tetapi garis
𝑀
kerjanya bergeser sejauh 𝑑 = dari gaya F semula.
𝐹

10N 10N 10N 10N 10N

+ = = A
2m 2m 2m
10N 10N

2.7 Keseimbangan Benda Tegar

Sebuah benda tegar berada dalam keadaan setimbang mekanis bila, relatif
terhadap kerangka Inersia apabila:
1. Percepatan linier pusat massanya nol.
2. Percepatan sudutnya mengelilingi sembarang sumbu tetap dalam kerangkan
acuan ini juga nol.

Kedua persyaratan di atas tidak mengharuskan benda dalam keadaan diam


terhadap pengamat, asalkan benda tersebut tidak mengalami percepatan (a=0).
Persyaratan pertama membolehkan benda bergerakan pada pusat massanya dengan
kecepatan konstan (v = konstan), begitu pula dengan persyaratan kedua benda tidak
harus diam namun berotasi dengan kecepatan sudut konstan pula (ω = konstan). Jika
benda benar-benar dalam keadaan diam ( v = 0 dan ω = 0), maka benda dikatakan
dalam keadaan seimbang statik (static equilibrium).
Gerak translasi ditentukan oleh persamaan:
Feks = M a
Feks = 0 (2.50)
Maka syarat ( 1 ) untuk keadaan setimbang adalah:
F = F1 + F2 + · · · = 0

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 42


Dengan menghilangkan indeks pada Feks, persamaan vektor ini memberikan
tiga persamaan skalar sesuai dengan koordinat cartesius yaitu pada sumbu x, y, z:
Fx = F1x + F2x + · · · = 0
Fy = F1y + F2y + · · · = 0
Fz = F1z + F2z + · · · = 0
Pada gerak rotasi ditentukan oleh persamaan:
𝜏eks = I α
𝜏eks = 0 (2.51)
Maka syarat ( 2 ) untuk keadaan setimbang adalah:
𝜏 = 𝜏1 + 𝜏2 + · · · = 0
Dengan menghilangkan indeks pada 𝝉eks, persamaan vektor ini memberikan tiga
persamaan skalar sesuai dengan koordinat cartesius yaitu pada sumbu x, y, z:
𝜏x = 𝜏1x + 𝜏2x + · · · = 0
𝜏y = 𝜏1y + 𝜏2y + · · · = 0
𝜏z = 𝜏1z + 𝜏2z + · · · = 0
Syarat-syarat sebuah benda dalam keadaan setimbang/diam yaitu:
a. jika pada sebuah benda bekerja suatu gaya F.

F’ F
Gambar 2.14
Syarat setimbang:
Pada garis kerja gaya F itu harus diberi gaya F’ yang besarnya sama
dengan gaya F itu tetapi arahnya berlawanan.

b. Jika pada benda bekerja gaya-gaya yang terletak pada satu bidang datar dan
garis kerjanya melalui satu titik.

F4 y
F2

F1
x

Gambar 2.15
F3

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 43


Syarat setimbang:
1. Gaya resultanya harus sama dengan nol.
2. Kalau dengan pertolongan sumbu-sumbu x dan y, haruslah :
Fx = 0 ; Fy = 0
c. Jika pada sebuah benda bekerja gaya-gaya yang tidak terletak pada satu
bidang datartetapi garis-garis kerjanya melalui satu titik.

y F1
F2

z F3
Gambar 2.16

Syarat setimbang :
Dengan pertolongan sumbu-sumbu x, y dan z, haruslah :
Fx = 0 ; Fy = 0 ; Fz = 0

2.7.1 Jenis-jenis Keseimbangan

Bila ditinjau keseimbangan benda tegar dalam pengaruh gaya eksternal yang
konservatif, maka akan terdapat hubungan antara gaya yang bekerja dengan energi
potensialnya, yaitu pada arah x, y, z :
𝜕𝑈 𝜕𝑈 𝜕𝑈
Fx = − ; Fy = − ; Fz = −
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧

Keadaan seimbang terjadi ketika pada nilai Fx = 0, kondisi ini tidak lain
adalah syarat titik ekstrem untuk fungsi energi potensial U (x), begitu pula dengan
Fy atau Fz sama dengan nol benda akan berada dalam keseimbangan dalam arah -y
atau -z. Andaikan saja titik seimbang ini kita pilih sebagai posisi x= 0. Fungsi
energi potensial dapat diekspansikan (sebagai deret pangkat dalam x) di sekitar
titik ini.

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 44


U(x) = U0 + a1x + a2x2 + a3x3 + . . .
Telah diketahui bahwa:
𝜕𝑈
Fx = − 𝜕 |𝑥 = 0 = 0
𝑥

maka a1 = 0. Gaya yang bekerja pada benda apabila benda digeser dari titik
keseimbangannya, tergantung pada nilai a2,
Fx = −2a2x − 3a3x2 + . . .
Untuk nilai x disekitar x = 0, Fx dapat didekati hanya dengan suku
pertamanya, sehingga
Fx ≈ −2a2x
Maka :
 a2 > 0 maka pergeseran kecil dari titik seimbang, memunculkan gaya yang
mengarahkan kembali ke titik seimbang. Keseimbangan ini disebut
keseimbangan stabil (tetap/mantap)
 a2 > 0 maka pergeseran sedikit dari titik seimbang, memunculkan gaya
yang menjauhkan dari titik seimbang. Keseimbangan ini disebut
keseimbangan labil (goyah/tidak tetap)
 a2 = 0 maka pergeseran sedikit dari titik seimbang, tidak akan
memunculkan gaya. Keseimbangan ini disebut keseimbangan netral
(indiferen/sebarang)

Beberapa contoh aplikasi:


1. Untuk benda yang digantung
 Keseimbangan Stabil:
Sebuah papan persegi empat panjang
T
digantungkan pada sebuah sumbu mendatar di Z (
sumbu tegak lurus papan ). Titik berat X dari
papan terletak vertikal di bawah titik gantung Z,
Z
A’ X’ X sehingga papan dalam keadaan ini setimbang
stabil. Jika ujung A papan di putar sedikit sehingga
titik beratnya semula (X) menjadi (X’), maka kalau
A

G’ G

Gambar 2.17
Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 45
papan dilepaskan ia akan berputar kembali kekeseimbangannya semula.
Hal ini disebabkan karena adanya suatu koppel dengan gaya berat W dan
gaya tegangan tali T yang berputar kekanan. ( W = T ), sehingga papan tersebut
kembali kekeseimbangannya semula yaitu seimbang stabil.

 Keseimbangan Labil:
Kalau titik gantung Z tadi sekarang berada
vertikal di bawah titik berat X maka papan dalam
keadaan seimbang labil Kalau ujung A papan
diputar sedikit naik kekiri sehingga titik beratnya
X
A ’ sekarang ( X’ ) di bawah titik beratnya semula ( X
’ ), maka kalau papan dilepaskan ia akan berputar
A
turun ke bawah, sehingga akhirnya titik beratnya
W akan berada vertikal di bawah titik gantung Z. Hal

ini disebabkan karena adanya suatu koppel dengan
Gambar 2.18 gaya berat W dan gaya tekanan ( tegangan tali ) T
yang berputar kekiri ( W = T ), sehingga papan turun ke bawah dan tidak
kembali lagi kekeseimbangannya semula.

 Keseimbangan netral:
Apabila titik gantung Z tadi sekarang berimpit
dengan titik berat X, maka papan dalam keadaan ini
setimbang indiferen. Kalau ujung A papan di putar
naik, maka gaya berat W dan gaya tekanan T akan
A’ Z X
tetap pada satu garis lurus seperti semula ( tidak
terjadi koppel ) sehingga papan di putar
A
’ bagaimanapun juga ia akan tetap seimbang pada
W
kedudukannya yang baru.

Gambar 2.19

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 46


2. Untuk benda yang berada di atas bidang datar
 Keseimbangan Stabil:

N Sebuah balok diletakkan di atas bidang datar,


maka ia dalam keadaan ini seimbang stabil, gaya berat
W dan gaya normal N yang masing-masing bertitik
X’ tangkap di X ( titik berat balok ) dan di A terletak
X
pada satu garis lurus. Kalau balok tersebut diputar
naik sedikit dengan rusuk B sebagai sumbu
A B
W W’ perputarannya, maka gaya
normal N dalam keadaan ini akan pindah ke B, dan
Gambar 2.19
dalam keadan ini akan timbul suatu koppel dengan
gaya-gaya W dan N yang berputar ke kanan ( W = N ) sehingga balok tersebut
kembali keseimbangannya semula yaitu seimbang stabil
 Keseimbangan Labil:
Sebuah balok miring yang bidang
N
diagonalnya AB tegak lurus pada bidang alasnya
A diletakkan diatas bidang datar, maka ia dalam
keadaan ini setimbang labil, gaya berat W dan
X X
’ gaya normal N yang masing-masing melalui rusuk

B B dari balok tersebut terletak pada satu garis lurus.


WW Titik tangkap gaya normal N ada pada rusuk N.
’ Kalau balok tersebut diputar naik sedikit dengan
Gambar 2.20
rusuk B sebagai sumbu putarnya, maka gaya normal
N yang berputar kekiri ( W = N ), sehingga balok tersebut akan turun kebawah
dan tidak kembali lagi kekeseimbangannya semula.
 Keseimbangan Netral:

N N’ . Apabila bola dipindah / diputar, maka gaya berat W


dan gaya normal N akan tetap pada satu garis lurus seperti
semula ( tidak terjadi koppel ), sehingga bola berpindah /
Z Z’
berputar bagaimanapun juga ia akan tetap seimbang pada
kedudukan yang baru
W W’

Gambar 2.21
Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 47
C
Contoh soal: 60o
Sebuah benda digantung dengan tali
TBC
seperti pada gambar disamping. Jika massa
A B
TAB
beban pada gambar disamping adalah 5 kg,
dan beban berada dalam keadaan setimbang,
serta gaya gravitasi bumi yang berada di
tempat itu adalah 10 m/s, maka tentukan
tegangan tali AB dan BC. W

Jawab:

∑ 𝐹𝑦 =0 TBC sin 60
𝑇−𝑊 = 0 TBC
𝑇 =𝑊
60o TBC cos 60
𝑇 = 𝑚. 𝑔 TAB
𝑇 = 50 𝑁
T = 50 N

Maka,
∑ 𝐹𝑦 = 0 ∑ 𝐹𝑥 = 0
𝑇𝐵𝐶 sin 60 − 𝑇 = 0 𝑇𝐵𝐶 cos 60 − 𝑇𝐴𝐵 = 0
100 1
𝑇𝐵𝐶 1⁄2 √3 = 50 ∙ (2) = 𝑇𝐴𝐵
√3
50 100 50
𝑇𝐵𝐶 = 1 = 𝑁 𝑇𝐴𝐵 = 𝑁
⁄2√3 √3 √3

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 48


2.8 Usaha dan Energi Kinetik gerak Rotasi

2.8.1 Usaha
Pada gerak rotasi usaha memiliki definisi yang sama dengan gerak linier.
Namun lintasan yang ditempuh berupa lingkaran sepanjang d𝑠⃗, dengan jari-jari
R.

dW = 𝐹⃗ ∙ d𝑠⃗
(2.52)
Namun dapat dituliskan d𝑠⃗ = d𝜃⃗ × 𝑅⃗⃗ , sehingga persamaan tersebut akan
menjadi :
dW = 𝐹⃗ ∙ d𝜃⃗ × 𝑅⃗⃗ = 𝑅⃗⃗ × 𝐹⃗ ∙ d𝜃⃗
= 𝜏⃗ ∙ d𝜃⃗ (2.53)
2.8.2 Energi Kinetik Rotasi
Energi kinetik pada suatu partikel maupun yang terdiri dari banyak
partikel yaitu :
1
Ek = ∑𝑖 2 mi ( v⃗⃗ ∙ v⃗⃗ ) (2.54)

Atau dapat juga ditulis


1
𝐸𝑘𝑖 = ∑ mi v2i (2.55)
2
i
⃗⃗⃗⃗, jadi
Untuk benda tegar yang berotasi berlaku kecepatan sudut 𝛚
kecepatan setiap partikel yaitu :
⃗⃗ × 𝑅⃗⃗ i
vi = ω (2.56)
Sehingga besar kelajuannya adalah
vi = 𝜔Ri (2.57)
Ri merupakan jarak dari partikel ke sumbu rotasi. Karena benda tegar
merupakan sistem banyak partikel yang jarak antara partikel-partikel
penyusunnya konstan. Sehingga energi kinetik sistem partikel memenuhi
persamaan:
1
𝐸𝑘𝑖 ∑ ⃗⃗ × 𝑅⃗⃗ i).( ω
mi (ω ⃗⃗ × 𝑅⃗⃗ i) (2.58)
2
i

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 49


Besarnya dapat ditulis sebagai
1
Ek = ∑ ⃗⃗⃗ × 𝑅⃗⃗ i|2
mi | ω (2.59)
2
i
Jika dipakai besaran kelajuan untuk menggantikan kecepatan agar
persamaannya lebih sederhana, maka
1
Ek = ∑ mi v2i (2.60)
2
i
vi = 𝜔Ri, maka memenuhi persamaan
1
𝐸𝑘𝑖 = ∑ mi (𝜔Ri)2 (2.61)
2
i
1
𝐸𝑘𝑖 = ∑ (mi Ri2) 𝜔2 (2.62)
2 i

Dengan meninjau kembali rumus momen inersia yaitu, I = ∑ mi Ri2, maka


diperoleh persamaan
1
Ek = 2 I 𝜔 2 (2.63)

⃗⃗ × 𝑅⃗⃗ i berlaku untuk sembarang sumbu yang bukan


Pada persamaan vi = ω
utama, karena besarnya kelajuan vi = 𝜔Ri, besarnya torsi L = I𝜔. Jika rotasinya
bekerja pada sumbu utama, maka persamaannya

Ek = 2 I

Benda tegar yang berotasi terhadap sumbu yang melalui pusat massa dan
pada saat yang sama benda tegar relatif bergerak translasi terhadap pengamat.
Energi kinetik suatu benda dalam suatu acuan kerangka inersia adalah sebagai
berikut:
1
Ek = 2 M vc2 + Ek,c (2.64)
1
Dengan M adalah massa total, vc adalah kelajuan pusat massa, dan 2Mvc2

adalah energi kinetik translasi. Jika bendanya berputar, Ek,c adalah energi
1
kinetik rotasi yang relatif terhadap pusat massa yang ditujukan oleh 2vc2𝜔2.

Dengan Ic adalah momen inersia relatif terhadap sumbu rotasi yang melalui
pusat massa. Sehingga energi kinetik total benda memenuhi persamaan
1 1
E k = 2 M vc 2 + Ic ω2 (2.65)
2

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 50


Sesuai dengan hukum kekekalan energi memenuhi persamaan yaitu :
Ek + Ep = Konstan
Maka persamaan tersebut menjadi :
1 1
Ek = 2 Mi vc2 + Ic ω2 + Ep = Konstan (2.66)
2

2.9 Momentum Sudut dan Kekekalannya


2.9.1 Momentum Sudut
Jika momentum linear adalah momentum yang dimiliki
oleh benda-benda yang bergerak pada lintasan lurus, maka
momentum sudut merupakan momentum yang dimiliki oleh
v
benda-benda yang melakukan gerak rotasi. Dikatakan sudut,
R
m karena ketika melakukan gerak rotasi, setiap benda mengitari
sudut tertentu.Dalam hal ini, benda berputar terhadap poros
Gambar 22
alias sumbu rotasi.
Persamaan-persamaan kinematika dan dinamika untuk gerak rotasi analog
dengan persamaan-persamaan untuk gerak linier biasa menggunakan variabel
sudut yang sesuai. Contohnya ada pada energi kinetik rotasi yang dirumuskan
1 1
sebagai 2 𝐼𝜔2 yang analog dengan Ek translasi = 2 𝑚𝑣 2 . Cara yang sama juga

dapat digunakan pada momentum linier 𝑝 = 𝑚𝑣 yang memiliki analogi rotasi.


Besaran tersebut disebut momentum sudut L. Jika benda yang bergerak rotasi,
memiliki massa dan kecepatan, maka dikatakan benda itu memiliki momentum
linier. Jika momentum linier dikalikan jari-jarinya, maka diperoleh momentum
sudut yang besarnya dirumuskan:
𝐿 =𝑚∙𝑣∙𝑅 (2.67)
atau 𝐿 = 𝑚(𝜔 ∙ 𝑅)𝑅
= 𝑚𝑅 2 ∙ 𝜔
menjadi 𝐿 =𝐼∙𝜔 (2.68)

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 51


Keterangan :
𝐿 = momentum sudut (kg m2 rad/s)
𝑖 = momen inersia (kg m2)
𝜔 = kecepatan sudut (rad/s)
𝑚 = massa (kg)
𝑣 = kecepatan linier (m/s)

Momentum sudut merupakan besaran yang vekor yang arahnya dapat


ditentukan dengan kaidah/ aturan tangan kanan, yang berbunyi :
“ Jika ibu jari tangan kanan menyatakan arah momentum sudut, maka
arah genggaman jari yang lain menyatakan arah gerak rotasinya “

2.8.2 Hukum II Newton versi Momentum untuk Gerak Rotasi

Hukum II Newton tidak hanya dituliskan dalam persamaan ∑ 𝐹 = 𝑚𝑎 ,


∆𝑝
namun dalam pembahasan momentum ini, ∑ 𝐹 = ⁄∆𝑡 .
Dengan cara yang serupa, ekivalen rotasi Hukum II Newton juga dapat
dirumuskan sebagai ∑ 𝜏 = 𝐼𝛼 , sehingga dalam momentum sudut dirumuskan:
∆𝐿
∑𝜏 = (2.69)
∆𝑡

Persamaan ini menyatakan bahwa laju perubahan momentum sudut sama


dengan torsi total yang bekerja pada benda tegar. Laju perubahan momentum
sudut = perubahan momentum sudut yang terjadi selama selang waktu tertentu.
Misalnya mula-mula sebuah benda tegar diam (momentum sudutnya = 0).
Setelah dikerjakan Torsi, bnda tegar tersebut berotasi dengan kecepatan sudut
tertentu. Ketika berotasi, benda tegar itu mempunyai momentum suut. Jadi
selama selang waktu tertentu, benda mengalami perubahan momentum sudut
dari nol atau tidak ada menjadi ada. Dalam hal ini terjadi pertambahan
momentum sudut.
Dalam pesamaan diatas, ∑ 𝜏 merupakan torsi total yang bekerja untuk
merotasikan benda, dan ∆𝐿 merupakan perubahan momentum sudut dalam
waktu ∆𝑡. Persamaan ∑ 𝜏 = 𝐼𝛼 merupakan suatu kasus khusus pada persamaan

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 52


2.69 apabila momen inersianya konstan. Jika sebuah benda memiliki kecepatan
sudutnya 𝜔0 pada waktu t=0, dan kecepatan sudut 𝜔 pada saat ∆𝑡,
makapercepatan sudutnya menjadi:
∆𝜔 𝜔−𝜔0
𝛼= = (2.70)
∆𝑡 ∆𝑡

Kemudian dari persamaan 2.65 didapatkan:


∆𝐿 𝐼𝜔−𝐼𝜔0 𝐼(𝜔−𝜔0 ) ∆𝜔
∑𝜏 = = = =𝐼 = 𝐼𝛼 (2.71)
∆𝑡 ∆𝑡 ∆𝑡 ∆𝑡

2.8.3 Hukum Kekekalan Momentum Sudut

Momentum sudut merupakan konsep penting dalam fisika, karena


momentum sudut merupakan dasar dari hukum kekekalan momentum sudut.
Hukum itu berbeda dengan prinsip. Bila dalam fluida kita mengenal prinsip
archimedes, pascal dll. Maka prinsip itu hanya berlaku untuk kondisi tertentu
saja. Karena hukum berlaku universal alias umum.
Momentum sudut pada kondisi tertentu juga disebut besaran yang kekal.
Pada persamaan 2.69 dapat dilihat apabila ∑ 𝜏 = 0, maka ∆𝐿/∆t juga bernilai
0. Hal tersebut merupakan hukum kekekalan momentum sudut yang
menyatakan :
Momentum sudut total pada benda yang berotasi tetap konstan jika
torsi total yang bekerja padanya sama dengan nol.
Jika pada benda yang bergerak rotasi tidak bekerja momen gaya, maka
momentum sudut dari benda itu tidak berubah terhadap waktu, ini berarti
momentum sudut kekal. Jika momentum sudut awal dinyatakan dengan L0 dan
momentum sudut akhir dinyatakan dengan Lt, maka berlaku :
𝐿0 = 𝐿𝑡 (2.72)
atau
𝐼0 ∙ 𝜔0 = 𝐼𝑡 ∙ 𝜔𝑡 (2.73)
Persamaan diatas didapat dengan menggunakan persamaan Hukum II
Newton untuk gerak rotasi versi momentum, yaitu :
∆𝐿
∑𝜏 =
∆𝑡

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 53


𝐼𝜔𝑡 −𝐼𝜔0
∑𝜏 = ∑𝜏 = 0
∆𝑡

0 = 𝐼𝑡 𝜔𝑡 − 𝐼0 𝜔0
𝐼𝑡 𝜔𝑡 = 𝐼0 𝜔0 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛

Keterangan :
𝐼0 𝜔0 = momentum sudut awal

Contoh penerapan Hukum kekekalan momentum sebagai berikut:

1. Seseorang berdiri dengan membawa beban pada setiap tangannya di


atas sebuah piringan yang berputar. Pada awal gerakannya, kedua
tangan direntangkan. Momen inersia orang akan besar karena beban
jauh dari sumbu putar (badan). Akibatnya kecepatan sudut orang
menjadi kecil. Jika beban yang dibawa tersebut dirapatkan, momen
inersianya akan berkurang karena jarak beban ke sumbu putar
berkurang. Ini menyebabkan kecepatan sudut yang dialami beban
bertambah besar
2. Bumi berputar mengelilingi matahari karena adanya gaya gravitasi
oleh matahari pada bumi, yaitu Fg sepanjang garis yang
menghubungkan Bumi (B) dan Matahari (M). momen gaya (𝜏) oleh Fg
dan r segaris θ = 0 sehingga 𝜏 = 𝐹𝑔 𝑟 sin 𝜃 = 0. Jadi momentum sudut
Bumi terhadap Matahari selama berputar adalah konstan
3. Tegaknya sebuah gasing yang sedang berputar juga dapat dijelaskan
dengan hukum kekekalan momentum sudut. Vector momentum sudut
(L) yang sedang berotasi arahnya vertical ke atas. Selama gasing
berotasi dapat diasumsikan arah L tidak berubah jika tidak ada momen
gaya luar yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya saat berotasi gasing
dapat berdiri tegak.

BAB III
PENUTUP

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 54


3.1 KESIMPULAN

1. Titik berat adalah titik yang dilalui oleh garis gaya dari resultan gaya berat
sistem benda titik.
2. Kinematika rotasi adalah ilmu yang mempelajari gerak rotasi benda tegar
dengan mengabaikan gaya penyebab gerak rotasi. Konsep – konsep yang
berkaitan dengan kinematika gerak rotasi seperti posisi sudut (rad), kecepatan
sudut (rad/s), percepatan sudut (rad/s2).
3. Dinamika rotasi mempelajari mengenai gerak rotasi dengan
memperhitungkan pengaruh gaya yang menyebabkan benda itu bergerak.
Dinamika benda tegar sangat berhubungan dengan rotasi benda tegar dengan
sumbu rotasi tetap dalam kerangka acuan inersia. Momen gaya didefinisikan
sebagai hasil kali antara gaya dengan jarak titik ke garis kerja gaya pada arah
tegak lurus. Sedangkan Momen inersia selain bergantung pada kandungan zat
di dalamnya atau massa benda juga bergantung pada bentuk benda posisi
massa tersebut ke sumbu putarnya. Semakin jauh posisi massa benda ke pusat
rotasinya, semakin besar momen inersia benda tersebut.
4. Gerak menggelinding dengan slip dapat dipandang melibatkan dua gerak,
yaitu gerak pusat massa dan gerak rotasi relatif terhadap pusat massa. Jika
dalam proses gerak menggelinding disertai dengan adanya slip, maka ketika
slip terjadi, gerak rotasi mengalami perlambatan sudut.
5. Momen kopel merupakan besaran vektor dengan satuan N.m. Pengaruh kopel
terhadap suatu benda dapat menyebabkan benda berotasi. Momen kopel
didefinisikan sebagai hasil kali antara salah satu gayanya dengan jarak yang
tegak lurus antara kedua gaya itu.
6. Keseimbangan benda tegar dibedakan menjadi:
 Keseimbangan stabil
 Keseimbangan netral
 Keseimbangan labil
7. Usaha dalam rotasi benda tegar dirumuskan dengan persamaan:

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 55


𝑑𝑊 = 𝜏⃗ ∙ d𝜃⃗
Sedangkan untuk energi kinetic benda tegar dirumuskan dengan persamaan:
1 1
Ek = 2 Mi vc2 + Ic ω2 + Ep
2

Momentum sudut merupakan momentum yang dimiliki oleh benda-


benda yang melakukan gerak rotasi. Momentum sudut merupakan besaran
yang vekor yang arahnya dapat ditentukan dengan kaidah/ aturan tangan
kanan, yang berbunyi :
“ Jika ibu jari tangan kanan menyatakan arah momentum sudut,
maka arah genggaman jari yang lain menyatakan arah gerak rotasinya “
8. Hukum kekekalan momentum sudut yang menyatakan :
Momentum sudut total pada benda yang berotasi tetap konstan jika torsi
total yang bekerja padanya sama dengan nol

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan dalam pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Hendaknya para mahasiswa lebih fokus dalam memahami materi mengenai
Benda Tegar.
2. Hendaknya para mahasiswa berlatih menerapkan teori-teori dalam
kinematika dan dinamika gerak benda tegar untuk menyelesaikan masalah-
masalah yang berkaitan dengan teori kinematika gerak lurus.

SOAL:

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 56


1. Apakah benda mula-mula dalam keadaan diam, kemudian diberian gaya
sehingga benda tersebut melaju dengan kelajuan konstan (GLB) dapat
dikatakan dalam keadaan setimbang?

JAWAB:

1. Benda yang mula-mula diam kemudian diberian gaya sehingga benda bergerak
dengan kelajuan konstan, harus ditinjau dari 3 keadaan/fase benda tersebut.

- Pertama, saat benda mula-mula dalam keadaan diam maka benda tersebut
dapat dikatakan setimbang karena sesuai dengan syarat benda setimbang
yaitu ” Jika benda benar-benar dalam keadaan diam ( v = 0 dan ω = 0), maka
benda dikatakan dalam keadaan seimbang statik (static equilibrium).”

- Kedua, saat benda diberikan gaya eksternal sehingga benda bergerak maka
pada fase tersebut benda tida dapat dikataan dalam keadaan setimbang,
karena tidak sesuai dengan syarat benda yang dapat dikatakan setimbang
yaitu:
a. Percepatan linier pusat massanya nol (a = 0).
b. Percepatan sudutnya mengelilingi sembarang sumbu tetap dalam
kerangkan acuan ini juga nol (𝛼 = 0).
Jadi benda tersebut tidak dapat dikatakan setimbang karena mendapatan
gaya sebesar F maupun torsi sebesar 𝜏.

- Ketiga, saat benda bergerak dengan kelajuan konstant, maka benda tersebut
dapat dikatakan dalam keadaan setimbang karena sesuai dengan syarat
sebelumnya, benda dengan kelajuan konstan tidak memiliki percepatan linier
maupun percepatan sudut ( a = 0 maupun 𝛼 = 0), dimana v = konstan
maupun ω = konstan.

Fisika Dasar I [Benda Tegar] | 57

You might also like