Professional Documents
Culture Documents
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus :
SMF ILMU KEBIDANAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG
IDENTITAS PASIEN
1. Keluhan Utama:
Keram dibagian bawah perut dan perut terasa keras
3. Riwayat Haid:
Menarche : 12 thn
Siklus Haid : Teratur (± 28 hari)
Lama Haid : 5 hari
Banyaknya : 2-3 pembalut per hari
Dismenorrhea : (-)
Leukorrhea : (-)
Menopause : (-)
HPHT : (-)
4. Riwayat Perkawinan:
Status : Sudah Menikah
Lama Perkawinan : 7 tahun
5. Riwayat Obstetri:
Pasien dengan G3P2A0, hamil 38 minggu, anak pertama perempuan lahir aterm tahun
2012 dengan persalinan normal dengan berat lahir 3 kg, panjang badan lahir 48 cm. Anak
kedua laki-laki lahir aterm tahun 2016 dengan persalinan secara sectio cesarean atas
indikasi KPD dengan berat lahir 3 kg, panjang badan lahir 50 cm.
7. Riwayat Penyakit Dahulu (Tahun, diisi bila ya (+), bila tidak (-))
(-) Cacar (-) Malaria (-) BatuGinjal / SaluranKemih
PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 112/66 mmHg
Nadi : 112x/menit, teratur, kuat angkat
Suhu : 36,8oC
Pernapasan : 22x/menit, teratur, simetris
Berat Badan : 58 Kg
Tinggi Badan : 160 Cm
Keadaan Gizi : Normal (22,6 kg/m2)
Kepala : Normocepali, tidak teraba benjolan, distribusi rambut
merata, warna hitam, rambut tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra(-/-)
Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan tragus (-/-)
Mulut : Sianosis (-)
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening maupun
kelenjar tiroid
Thorax
Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Ektremitas atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-). varises (-/-), luka (-/-)
Ektremitas bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-). varises (-/-), luka (-/-)
b. Status Obstetri
Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Wajah : Chloasma gravidarum (-)
Payudara : Pembesaran payudara (+), hiperpigmentasi areola mammae (+), puting
susu menonjol (+), pengeluaran ASI (-)
Abdomen :
- Inspeksi : Tampak membuncit sesuai masa kehamilan, memanjang, bekas operasi
(-), linea nigra (+), striae gravidarum (+)
- Auskultasi : BU (+) normal
- Palpasi : nyeri tekan (-)
- Perkusi : (-)
Palpasi
Abdomen :
Leopold 1 teraba bagian bulat, besar lunak, tidak dapat digerakkan. Kesan bokong
Leopold 2 teraba bagian memanjang dan keras di sebelah kiri (punggung kiri) dan
Leopold 3 teraba bulat, keras, dan dapat digerakkan. Kesan kepala
c. Status Ginekologi
Inspekulo : Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium :
Hematologi
Golongan darah A
Rhesus +
Hema I
Hemoglobin 8,5 g/dl
Hematokrit 25 Vol %
Leukosit 13,3 ribu/uL
Trombosit 307 ribu/uL
Hemostasis
Masa Perdarahan 2 menit
APTT
Pasien 30.1 Detik
PT/INR
Pasien 13.5 Detik
Kimia Darah
Glukosa Sure Step 88 mg/dL
I. RESUME
Ny.W G3P2A0 32 tahun hamil 38 minggu dengan riwayat perdarahan antepartum.
Pasien juga mengeluh merasa keram pada perut bagian bawah dan perut terasa keras. Pasien
memiliki riwayat hipertensi pada kehamilan saat hamil anak kedua dengan tekanan darah
140/90.
Pada pemeriksaan TTV semua dbn. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil
Hb 8,2 Ht 25 Leukosit 13,3 trombosit 307.000. Pada pemeriksaan ANC terakhir yaitu pada usia
38 minggu, hasil USG pada kehamilan adalah janin tunggal hidup intrauterine, presentasi
kepala, plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum, ICA normal >8, tidak tampak kelainan
kongenital mayor, BPD : 9,69 cm , AC : 33,27 cm, tafsiran berat janin: 3398 gram, 38w3d,
EDD : 22/04/18.
II. DIAGNOSIS
Working diagnosis : G3P2A0 hamil 38 minggu dengan perdarahan antepartum ec
plasenta previa totalis
Diagnosis differensial : vasa previa, solutio plasenta
IV. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB I
PENDAHULUAN
Angka kematian maternal masih menjadi tolok ukur untuk menilai baik buruknya
keadaan pelayanan kebidanan dan salah satu indikator tingkat kesejahteraan ibu. Angka
kematian maternal di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Menurut SKRT (Survei
Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1992 yaitu 421 per 100.000 kelahiran hidup, SKRT tahun
1995 yaitu 373 per 100.000 kelahiran hidup dan menurut SKRT tahun 1998 tercatat kematian
maternal yaitu 295 per 100.000 kelahiran hidup. Diharapkan PJP II (Pembangunan Jangka
Panjang ke II) (2019) menjadi 60 - 80 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab terpenting
kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan (40- 60%), infeksi (20-30%) dan
keracunan kehamilan (20-30%), sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit lain yang
memburuk saat kehamilan atau persalinan.1
Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan
perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang
kejadiannya berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya antara lain plasenta previa,
solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas. Plasenta previa adalah plasenta yang
implantasinya tidak normal, sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum;
kasus ini masih menarik dipelajari terutama di negara berkembang termasuk Indonesia,
karena faktor predisposisi yang masih sulit dihindari, prevalensinya masih tinggi serta punya
andil besar dalam angka kematian maternal dan perinatal yang merupakan parameter
pelayanan kesehatan. Di RS Parkland didapatkan prevalensi plasenta previa 0,5%. Clark
(1985) melaporkan prevalensi plasenta previa 0,3%. Nielson (1989) dengan penelitian
prospektif menemukan 0,33% plasenta previa dari 25.000 wanita yang bersalin di Indonesia
berkisar 2-7%, sedang di RS Sanglah kejadiannya 2,7%.1,2
Tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan yakni, pendarahan, hipertensi
saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi. Salah satunya adalah plasenta previa yang dapat
menyebabkan pendarahan saat kehamilan pada trimester akhir/perdarahan intranatal dan
mempersulit proses persalinan. Plasenta memiliki peranan berupa transport zat dari ibu ke
janin, penghasil hormon yang berguna selama kehamilan, serta sebagai barier. Melihat
pentingnya peranan dari plasenta maka bila terjadi kelainan pada plasenta akan
menyebabkan kelainan pada janin ataupun mengganggu proses persalinan.3
Plasenta previa pada kehamilan prematur lebih bermasalah karena persalinan terpaksa;
sebagian kasus disebabkan oleh perdarahan hebat, sebagian lainnya oleh proses persalinan.
Prematuritas merupakan penyebab utama kematian perinatal sekalipun penatalaksanaan
plasenta previa sudah dilakukan dengan benar. Di samping masalah prematuritas,
perdarahan akibat plasenta previa akan fatal bagi ibu jika tidak ada persiapan darah atau
komponen darah dengan segera.2
BAB II
PEMBAHASAN
B. Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia
di atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan
tunggal. Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan insidennya berkisar
1,7% sampai 2,9%. Di negara maju insidennya lebih rendah yaitu kurang dari 1% mungkin
disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan
ultrasonografi dalam obstetrik yang memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta
previa bisa lebih tinggi.1
Insidensi plasenta previa yang dilaporkan rata-rata 0.3% atau 1 kasus per 300-400
kelahiran. Hal ini dilaporkan hampir 1 kasus dalam 300 kelahiran di United States pada
tahun 2003 (Martin, 2005). Frekuensi kasus plasenta previa di Rumah Sakit Parkland dari
tahun 1988 sampai 2012 kurang lebih 1 per 360 kelahiran mencapai 366.000 kelahiran.
Frekuensi yang sama juga dilaporkan dari Kanada, Inggris, dan Israel, tetapi terjadi 1 per
700 kelahiran dari laporan studi di Jepang (Matsuda, 2011).
C. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi terjadinya plasenta previa adalah sebagai berikut : 3,5
Usia Ibu
Frekuensi terjadinya plasenta previa meningkat seiring bertambahnya usia ibu
(Biro, 2012). Di Rumah Sakit Parkland, insidensi ini meningkat dari tingkat rendah
kira-kira 1 kasus dalam 1.660 kelahiran (pada usia 19 tahun atau kurang dari 19
tahun) sampai 1 kasus dalam 100 pada wanita di atas usia 35 tahun.
Multiparitas
Risiko terjadinya plasenta previa meningkat seiring bertambahnya jumlah paritas.
Babinszki dkk melaporkan bahwa insidensi 2.2% terjadi pada wanita dengan
jumlah paritas 5 atau lebih meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa
dibandingkan dengan wanita dengan jumlah paritas yang lebih sedikit.
Riwayat Sesar Sebelumnya
Risiko terjadinya plasenta previa bertambah seiring bertambahnya jumlah kelahiran
sesar pada seorang ibu. Pada studi Network terhadap 30.120 wanita yang menjalani
operasi sesar dilaporkan bahwa insidensi plasenta previa terjadi 1.3% untuk wanita
yang hanya pernah satu kali menjalani operasi sesar sebelumnya, tetapi terjadi 3.4%
pada wanita yang menjalani operasi sesar sebanyak 6 kali atau lebih.
Merokok
Hal ini dikemukakan bahwa karbonmonoksida menyebabkan kompensasi
hipertrofi plasenta. Merokok berhubungan dengan vaskulopati desidua yang
berperan dalam terjadinya plasenta previa.
Peningkatan Kadar MSAFP pada Skrining Prenatal
Wanita dengan peningkatan MSAFP tanpa sebab yang jelas pada skrining prenatal
meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa. Bahkan, wanita dengan previa dan
memiliki kadar MSAFP lebih besar sama dengan 2.0 pada usia kehamilan 16
minggu akan meningkatkan risiko terjadinya perdarahan pada kehamilan lanjut dan
kelahiran preterm.
D. Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan
fisiologik. Seiring dengan perkembangan kehamilan, pendataran serta pembukaan servix.
Klasifikasi plasenta previa dapat berubah.6
Secara umum plasenta previa diklasifikasikan menjadi:7-11
a. Plasenta previa totalis atau komplit, yaitu bila plasenta menutupi seluruh ostium uteri
internum.
b. Plasenta previa parsialis, bila plasenta menutupi sebagian ostium uteri internum.
c. Plasenta previa marginalis, bila tepi plasenta berada pada pinggir ostium uteri
internum.
d. Plasenta letak rendah, bila tepi bawah plasenta berada pada jarak lebih kurang 2 cm
dari ostium uteri internum.
E. Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga lebih
awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal
yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya
isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit
banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada
bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena
pembentukan segmen bawah rahim, perdarahan pada plasenta previa pun pasti akan terjadi
(unavoidable bleeding). Perdarahan ditempat itu relatif banyak oleh karena segmen bawah
rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimiliki
sangat minimal, sehingga pembuluh darah di tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna.
Pendarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus
yang besar dari plasenta maka perdarahan akan berlangsung banyak dan lebih lama. Oleh
karena pembentukan segmen bawah rahim akan berlangsung progresif dan bertahap, maka
laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang
tanpa sebab yang jelas. Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless).
Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian
terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau
letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan
pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya.
Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu tetapi lebih sering
pada usia kehamilan 34 minggu keatas.8
F. Gambaran klinik
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama
dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa.
Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Akan tetapi
perdarahan berikutnya hampir selalu banyak daripada sebelumnya, apalagi jika
sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun perdarahan sering dikatakan
terjadi dalam triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20
minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta
menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, Segmen bawah uterus akan lebih melebar
lagi dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus,
pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta
yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian palsenta dari dinding uterus. Pada saat itu
mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar, berlainan dengan darah yang
disebabkan oleh solusio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. Sumber perdarahannya
ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena
robekan sinus marginalis dari plasenta . Perdarahannya tak dapat dihindarkan karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan
perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala
3 dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini
perdarahan terjadi.2,3,5
G. Diagnosa
Diagnosa plasenta previa ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan
pemeriksaaan :10
1. Anamnesis
Gejala utama berupa perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada
kehamilan trimester III yang bersifat tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless),
dan berulang (recurrent), warna merah segar.
Sebab perdarahan : placenta dan pembuluh darah yang robek; terbentuknya SBR,
terbukanya osteum/manspulasi intravaginal/rectal.
Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan pembuluh
darah dan placenta.7,8,9
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan luar :
Inspeksi :5,6
o Dapat dilihat perdarahan pervaginam banyak atau sedikit.
o Jika perdarahan lebih banyak; ibu tampak anemia.
H. Komplikasi
Menurut Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yang dapat ditimbulkan dari
adanya plasenta previa adalah sebagai berikut :
1. Pada ibu dapat terjadi :
o Perdarahan hingga syok akibat perdarahan
o Anemia karena perdarahan
o Plasentitis
o Endometritis pasca persalinan
2. Pada janin dapat terjadi :
o Persalinan premature dan Asfiksia berat
I. Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan
1. Karena terhalang oleh placenta maka bagian terbawah janin tidak dapat masuk PAP.
Kesalahan- kesalahan letak; letak sungsang, letak lintang, letak kepala mengapung.
2. Sering terjadi partus prematur; rangsangan koagulum darah pada servix, jika
banyak placenta yang lepas kadar progesterone menurun dan dapat terjadi His,
pemeriksaan dalam. 4
L. Penanganan 2,5,6,11
Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester ketiga, dirawat
di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok karena pendarahan
yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian infus atau
tranfusi darah.
Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada :
1. Keadaan umum pasien, kadar hb.
2. Jumlah perdarahan yang terjadi.
3. Umur kehamilan/taksiran BB janin.
4. Jenis plasenta previa.
5. Paritas dan kemajuan persalinan
1. Penanganan Ekspektif
Kriteria : - Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
- Perdarahan sedikit
- Belum ada tanda-tanda persalinan
- Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih.
Rencana Penanganan :
1. Rawat inap, tirah baring, dan berikan antibiotik profilaksis
2. Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia
kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin
3. Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah.
4. Awasi tanda vital ibu, perdarahan, dan detak jantung janin.
5. Berikan tokolitik bila ada kontraksi :
o MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam
o Nifedipin 3 x 20 mg/hari
o Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin
Catatan :
1. Uji pematangan paru janin dengan test kocok dari hasil amniosentesis
2. Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu, plasenta masih berada disekitar ostium uteri
internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu dilakukan observasi
dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat
3. Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat
dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien di luar kota dan jarak untuk
mencapai rumah sakit lebih dari 2 jam)
4. Terapi aktif (tindakan segera)
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan
banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin. Cara
menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa.
2. Penanganan aktif
Kriteria :
o Umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram.
o Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.
o Ada tanda-tanda persalinan.
o Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.
Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginum, dilakukan
pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah terpasang.
M. Prognosis 4
Pada plasenta previa dengan penanggulangan yang baik, maka kematian ibu rendah
sekali, tapi jika keadaan janin buruk menyebabkan kematian perinatal prematuritas.
1. Maternal
Tanpa melakukan tindakan Double setup, langsung melakukan tindakan seksio
sesar dan pemberian anaestesi oleh tenaga kompeten, maka angka kematian dapat
diturunkan sampai < 1%.
2. Fetal
Mortalitas perinatal yang berhubungan dengan plasenta previa kira-kira 10%
Meskipun persalinan prematur, solusio plasenta, cedera talipusat serta perdarahan
yang tak terkendali tak dapat dihindari, angka mortalitas dapat sangat diturunkan
melalui perawatan obstetrik dan neonatus yang ideal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hanafiah, T.M. Plasenta Previa. 2004. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Diperoleh dari: http://repository_usu.co.id diakses tanggal 11 April 2018
2. Mochtar, R. Perdarahan Antepartum (Hamil Tua). Dalam: Lutan, D (Ed). Sinopsis Obstetri.
Edisi 2. Jilid 1. Jakarta: EGC; 1998: 269-287.
3. Chalik, T. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam: Saifuddin, A.,
Rachimhadhi ,T., dan Wiknjosastro, G. (Eds). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi
Keempat. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008: 493-521.
4. Thornburg, L and Queenan, R. Third-Trimester Bleeding. In: Evans, AT. Manual of
Obstetrics. 7th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007: 154-158.
5. Cunningham FG et al. 2003. Williams Obstetrics 21st edition, United States of America:
The McGraw-Hill Companies inc.
6. Ko, P and Yoon, Y. Placenta Previa. 2009. New York University Medical School. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/796182-overview (Accessed at 11 April 2018).
7. Pernoll, M. Third-Trimester Hemorrhage. In: Betson and Pernoll’s Handbook of Obstetrics
and Ginecology. Tenth Edition. USA: Mc Grow Hill; 2001: 325-329.
8. Sarwono Prawirohardjo. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
9. Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE and Wallach EE. 2007. John Hopkins Manual of
Gynecology and Obstetrics 3rd Edition. Baltimore, Maryland : Lippincott Williams &
Wilkins.
10. RCOG : Placenta Praevia, Placenta Praevia Accreta and Vasa Praevia: Diagnosis and
Management. Januari 2011. Available from :
https://www.rcog.org.uk/globalassets/documents/guidelines/gtg_27.pdf