Professional Documents
Culture Documents
PENGANTAR STATISTIK
Metode statistik bidang pengetahuan yang sedang mengalami pertumbuhan yang pesat. Metode
nya berkembang sejajar dengan penemuan-penemuan penting oleh para matematisi dan statisi guna
menjawab persoalan-persoalan yang diajukan oleh para peneliti ilmiah. Perencanaan dan evaluasi hasil
penelitian secara statistik dibidang pengetahuan atau teknologi memungkinkan melakukan perbaikan-
perbaikan dan penyempurnaan terhadap hasil penemuan yang berguna bagi umat manusia.
Pengendalian kualitas secara statistik, output yang dihasilkan oleh institusi baik bermotif profit
maupun tidak bermotif keuntungan bukan saja dapat mempertahankan kualitas produk/output pada
tingkat standar, tetapi juga memungkinkan perbaikan-perbaikan kualitas output itu sendiri.
Dari uraian diatas Statistik dapatlah didefiniskan sebagai kumpulan dari cara-cara dan aturan
mengenai pengumpulan, pengolahan, penafsiran dan penarikan kesimpulan dari data berupa angka
(bagaimana kita mengulas dan menganalisis data).
2. Macam statistik
Macam statistik yang modern sudah merupakan ilmu pengetahuan yang meliputi segala
metode guna mengumpulkan, mengelolah, menyajikan, dan menganalisis data kuantitatif untuk
mengambil kesimpulan dan membuat keputusan langkah berikutnya. Statistik deskriptif merupakan
kegiatan-kegiatan yang mencakup tentang pengumpulan data, pengolahan, dan penyajian data dalam
bentuk yang baik agar mudah dianalisis dan penganalisasi data secara deskriptif. Sedangkan Statistik
Analitik (inferensial) adalah bagian dari statistik yang bertugas sama dengan statistik deskriptif,
ditambah dengan penarikan kesimpulan yang berlaku secara umum.
Bagi statistisi praktek pengumpulan, pengelolahan, dan penyajian dan analisis data secara
deskriptif memang merupakan bagian terpenting dari seluruh profesi dan kegiatan tersebut bersifat
rutin namun kegiatan ini akan memberikan gambaran yang teratur tentang suatu peristiwa yang ada
dalam lembaga yang dikelolahnya.
Topik II
PENGUMPULAN DATA
Statistik pasti selalu berhubungan dengan data, karena data itu merupakan fakta-fakta yang
dapat dipercaya kebenarannya. Cara pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan dua cara yang
diambil atau diamati dari seluruh individu yang dijadikan data atau sebagian dari individu yang dapat
mewakili dari keseluruhan data dijadikan data. Pengamatan seluruh individu yang diteliti disebut
populasi, sedangkan kalau hanya sebagian saja disebut sampel. Dalam pengambilan data sebagai sampel
harus dapat mewakili keseluruhan dari karateristik populasinya. Oleh karena itu, pemilihan sampel harus
diusahakan sedemikian rupa sehingga sampel itu bisa menunjukkan karateristik keadaan seluruh
populasi.
Apabila di dalam penelitian diamati seluruh data dari suatu populasi yang ada, maka hasilnya
akan lebih cermat dan lebih teliti, tetapi pengambilan sampel dari data yang ada tidak akan mengurangi
ketelitian dan kecermatan tersebut. Pengambilan sampel ini harus dilakukan karena mengingat hal-hal
sebagai berikut :
a. Biaya penelitian terhadap sampel lebih murah, karena jumlah yang diamati lebih sedikit
b. Waktu yang diperlukan lebih cepat
c. Penelitian yang sifatnya merusak (destruktif) harus dengan sampel sebab kalau dengan populasi
akan rusak semua
d. Jumlah populasi tak terhingga, maka tidak mungkin dapat diamati semua
2. Sensus dan Sampling
Cara pengumpulan data ada dua cara yaitu secara sensus dan secara sampling, kedua metode
ini selalu digunakan oleh peneliti. Sensus adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengamati sebagian dari individu populasi sebagai objek penelitian.
sarjana-sarjana lain sebelumnya. Bila demikian halnya, kesalahan-kesalahan prosedural yang pernah ada
tidak perlu dikumpulkan, baik untuk sebagian maupun keseluruhnya.
Pada setiap perencanaan penelitian, konsiderasi biaya selalu memainkan peranan yang menentukan.
Ada kalanya, persoalan yang akan diteliti ternyata terlalu mahal biayanya sehingga perencanaannya
harus diubah atau ditangguhkan. Tanpa perencanaan, pengumpulan data statistik menjadi data tidak
terarah bahkan ada kemungkinan berhenti di tengah jalan karena kekurangan biaya. Konsiderasi biaya
tersebut merupakan salah satu sebab mengapa dalam penelitian dengan menggunakan sampel,
perencanaan sampelnya harus dibuat pada tahap perencanaan penelitiannya.
b. Pengumpulan data
1. Pengumpulan data yang siap tersedia
Data kuantitatif yang dikumpulkan seyogyanya harus akurat, up to date, komprehensif dan
relevan bagi persoalan yang diteliti. Data demikian itu dapat saja merupakan data intern maupun data
eksteren. Pengunaan data primer lebih dianjurkan dari pada data sekunder.
2. Pengumpulan Data Asli
Dalam banyak hal, data kuantitatif yang dibutuhkan oleh peneliti tidak selalu siap sedia
diperoleh dari sumber-sumber tertentu. Dalam hal ini, peneliti tidak memiliki alternatif lain selain
mengumpulkannya sendiri. Pada hakekatnya, pengumpulan data asli (baru) memiliki keuntungan yang
tidak terdapat pada pengumpulan data yang siap sedia. Hal ini disebabkan karena penelitian yang paling
memahami persoalan yang akan ditelitinya sehingga dalam proses pengumpulan data asli peneliti dapat
secara langsung ikut merumuskan variabel-variabel yang bersangkutan diukur. Alhasil, data yang
diperoleh akan lebih relevan bagi pemecahan persoalan yang sedang diteliti
Metode pengumpulan data dapat bermacam-macam. Praktek pengumpulan data yang paling
lazim adalah dengan menggunakan wawancara secara langsung atau kuesioner yang dikirim ke alamat
responden. Pengumpulan data untuk penelitian dapat saja bersifat data sensus atau sampel. Dalam hal
ini, beberapa hal perlu memperoleh perhatian yang khusus
campuran antar jenis di atas. Di samping itu, sampel kuota juga dipergunakan dalam penelitian
statistika.
Sampel random sebuah sampel random yangterdiri dari unsur-unsur yang dipilih dari populasi
dianggap random bila tiap unsur yang terdapat dalam populasi tersebut memiliki probabilitas yang
sama untuk dipilih. Ada kalanya, sampel sedemikian itu dinamakan sampel random sederhana
(simple random sample).
Secara teoritis, sampel yang terdiri dari hasil pelemparan uang logam merupakan sampel
random karena pada tiap pelemparan, sisi O (bergambar) atau 1 (berangka) untuk logam tersebut
memiliki probabilitas yang sama untuk terwujud. Dalam praktek, proses pemilihan (penarikan)
sampel secara random sebaiknya dilakukan dengan batuan tabel bilanga random (random digit
table).
Pemilihan sampel yang bersifat random akan memberikan hasil yang memuaskan bila populasi
dari mana sampel tersebut dipilih benar-benar bersifat sama jenis (homogen). Bila sebuah sampel
dipilih secara random dari populasi yang terdiri dari beribu-ribu bola biliar yang memiliki bentuk,
berat dan ukuran yang sama, maka populasi sedemikian itu dapat dianggap sama jenis (homogen).
Dalam proses pengawasan kuatitas, pemilihan sampel dapat juga dilakukan dengan jalan memilih
secara random produk yang baru dihasilkan dari arus produksi. Sebenarnya proses pemilihan
sedemikian itu tidak bersifat random 100 persen karena tendensi bias selalu ada bila mesin-mesin
yang menghasilkan produksi di atas berangsur-angsur mengalami proses keusangan.
Sampel sistematis
Sebuah sampel dianggap sistematis bila proses pemilihannya dilakuan secara sistematis dari
populasinya. Dalam proses pengawasan kuantitas, pemilihan sampel dilakukan denga cara
memilih serta menguji semua produk yang dihasilkan pada tiap-tiap satu jam interval: proses
pemilihan sampel mahasiswa fakultas ekonomi yang akan diukur tinggi badannya dapat dilakukan
dengan cara memilih mahasiswa yang nomor mahasiswanya berakhir dengan 50. proses pemilihan
sampel ukuran sepatu wanita yang terjual di toko sepatu dapat dilakukan dengan cara mencatat
ukuran sepatu wanita yang terjual pada tiap hari senin.
Sampel sistematis sedemikian itu banyak sekali dipergunakan dalam pelbagai peneliti
statistika. Apakah hal tersebut berarti bahwa sampel sistematis memang lebih baik dari pada
sampel random? Pertanyaan tersebut sukar sekali dijawab. Penggunaan sampel yang tepat harus
pula memperhatikan kondisi-kondisi yang tertentu dimana bentuk sampel yang tertentu mungkin
lebih sesuai dipergunakan dari pada bentuk yang lain.
Sampel Luas
Adakalanya , sampel luas juga dinamakan sampel kelompok (cluster sampel). Prosedur
pemilihan sampel nya menggunakan lokasi geogradis sebagai dasarnya. Prosedur pemilihan
kelompok-kelompok secara random dari unit-unit yang tertentu. Prosedur pemilihan sampel dalam
sensus pertanian dapat dilakukan dengan jalan melakukan pemilihan secara random terhadap (a)
propinsi-propinsi di tiap daerah pertanian yang berbeda, (b) kabupaten-kabupaten ditiap sampel
propinsi, (c) desa-desa dalam tiap sampel kabupaten, (d) kampung-kampung dalam tiap sampel
desa, dan (e) seksi-seksi dalam tiap sampel kampung. Kahirnya, semua petani yang bermuim
diseksi-seksi yang terpilih harus diwawancarai.
Jelas sudah bahwa daerah seksi di atas hanya penting bagi penentuan pemilihan sampel random
yang terdiri dari petani-petani yang diwawancarai. Pada hakekatnya, riset tentang pemasaran dapat
juga menggunakan prosedur kelompok sebagai dasar pengumpulan datanya.
Sampel bersrata
Bila populasi terdiri dari bermacam-macam jenis (heterogen), maka populasi sedemikian itu
dapat ibagi kedalam beberapa statum dan sampelnya dapat dipilih secara randon dari tiap stratum.
Pemilihan sampel yang berstrata demikainitu tidak dapat digunakan kecuali bila kita memang
memiliki keterangan-keterangan yang cukup tentang populasi serta stratum-stratumnya.
Pemilihan sampel strata acap kali dipergunakan dalam riset tentang opimi umum serta riset
tentang pasar. Sebagai contoh survei tentang sikap langganan terhadap isi harian isi acapkali
dilakukan oleh harian dengan bantuan sampel berstrata. Dalam hal tersebut, jumlah harian yang
berbeda dipakai guna menentukan jumlah harian yang berbeda dipakai guna menentukan jumlah
stratum. Pentingnya tiap stratum akan tergantung pada jumlah langganan yang berlangganan
harian tersebut. Andaikan, 30 persen dari jumlah langganan berlangganan harian Manado post, 30
persen berlangganan harian Posko, 20 persen langganan harian berita Komentar dan 20 persen
berlangganan harian-harian lain, maka suatu peneliti dengan sampel berstrata terhadap lain, maka
suatu penelitian dengan sampel berstrata terhadap 1000 orang langganan harus meliputi 300 orang
langganan manado Post, 300 orang langganan Posko, 200 orang langganan Komentar, dan 200
orang berlangganan harian-harian lain.
Bila stratum-stratum di atas berlangganan harian-harian lain dan dapat diukur secara tepat,
maka sampel random berstrata mungkin lebih berguna daripada sampel random sederhana karena,
sampel umumnya lebih representatif. Selain dari itu, bila jumlah sampelnya tidak lebih besar,
maka sampel berstrata umumnya. Lebih Representatif dari pada sampel random sederhana.
Sampel Kuota
Dalam riset tentang pemasaran, yang melakukan wawancara acapkali diharuskan, memilih
kuota dari stratum-stratum yang tertentu dan yang dianggap cukup representatif bagi populasinya.
Biasanya, kuota sedemikian itu sudah dispesifikasikan secara cermat dalam perencanaan
sampelnya. Indeks harga konsumen atau indeks? Harga grosir sebetulnya dibuat atas dasar harga
barang-barang yang khusus dipilih dan dianggap representatif bagi populasi harga-harga
konsumen maupun grosir.
Baik buruknya suatu riset yang menggunakan data sampel tergantung pada persoalan apakah
sampelnya memang reprensentatif dapat dipecahkan sekedar dengan menggunakan sampel
random. Kondisi-kondisi dimana sampel tersebut dipergunakan, biaya pemilihan sampel dan
konsiderasi-konsiderasi lain batas tertentu dan mengharuskan penggunaan sampel yang tertentu
pula.
pewawancara harus diusahakan terus menerus selama pengumpulan data. Jika data akan diperoleh
melalui kuesioner maka kuesioner harus didistribusikan kealamat masing-masing.
Pengumpulan data sedapat mungkin harus selesai seperti yang direncanakan. Penyelesaian
pengumpulan data secara berlarut-larut dapat mengakibatkan data yang dikumpulkan makin
bersifat statis. Harga barang, ongkos produksi, preferensi konsumen dan opini pribadi dapat
berubah dari waktu ke waktu. Pengumpulan data akan diperoleh hasil yang memuaskan bila dapat
diselesaikan tepat waktunya.
c. Pengolahan Data
Jika data kuantitatif telah terkumpul, tahap berikutnya adalah mengorganisir atau
mengelompokkan data dari data tersebut guna tujuan penelitian. Tahap ini sebenarnya lebih banyak
berhubungan dengan proses pengelolahan dan penataan data. Cara proses pengolahan dan penataan
dapat sedemikian itu dapat dilakukan dengan cara manual yang paling sederhana sampai dengan cara
menggunakan peralatan elektronis yang mutakhir. Pengolahan daftar lampiran merupakan suatu
keharusan sesudah daftar-daftar lampiran wawancara maupun kuesioner diisi dan dikumpulkan. Proses
pengolahan sedemikian itu juga dinamakan proses edisi. Proses edisi sedemikian itu diperlukan
sebagai persiapan guna mengorganisir data. Dalam proses pengolahan itu, acapkali diperlukan
beberapa usaha sebagai berikut :
Komputasi
Pada asasnya, pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara maupun kusioner sebaiknya dibuat
sedemikian rupa agar responden tidak usah mengadakan penghitungan apapun juga dalam memberikan
jawabannya. Penghitungan-penghitungan tentang keterangan-keterangan yang tertentu hendaknya
dilakukan oleh peneliti setelah daftar lampiran wawancara maupun kuesioner dikembalikan.
Penghitungan sedemikian itu sebenarnya merupakan bagian dari pengolahan data.
Koding (Coding)
Mengindentifikasi jenis jawaban/fakta yang memiliki karateristik yang sama dan menyusunnya
ke dalam kelompok atau kelas dinamakan klasifikasi. Misalnya, data produksi dapat diklasifikasi atas
dasar asal produk tersebut dibuat, lokasi pembuatannya, proses produksi yang digunakan dan
sebagianya. Data jumlah penduduk didaerah pertanian dapat diklasifikasi atas dasar usia, tingkat
pendidikan, status pekerjaan, golongan pendapatan dan sebagainya. Tabulasinya akan dipermudah
dengan cara memberi kode pada tiap-tiap pos jawaban. Bila mesin tabulasi atau komputer digunakan,
semua pos-pos jawaban yang terdapat dalam daftar lampiran hendaknya diberi kode dengan angka-
angka. Guna memberi penjelasan yang bersifat edukatif tentang pemberian kode pada tiap pos
jawaban, saya akan pergunakan bentuk salah satu daftar lampiran kuesioner yang dipergunakan dalam
survei sampel tentang kelahiran di Kotamadya Bitung, Sulawesai Utara, 2001. daftar lampiran
wawancara sedemikian itu dapat dilihat pada skema 2.3.1. Jawaban untuk pos-pos 2 sampai dengan 6
diberi kode. Misalnya, jawaban pendidikan terakhir seorang istri diberi kode 1 sampai dengan 6. Kode
1 untuk sekolah dasar tang tidak tamat, kode 2 untuk sekolah dasar yang tamat, dan seterusnya.
Akhirnya, kode jawaban tersebut perlu ditulis dalam sheet koding (coding sheet) dan di punch
katakanlah pada kolom 52 dalam kartu punch.
Pemecahan kata-kata yang kurang jelas
Ada kalanya, tulisan pewawancara atau responden sukar sekali dibaca. Dalam hal sedemikian
itu, pengolah harus dapat menguraikan kembali tulisan-tulisan tersebut agar dapat dimengerti oleh
tabulator. Bila pengolah sendiri masih ragu-ragu terhadap tulisan di atas, maka jawaban tersebut perlu
ditanyakan kembali pada pewawancara atau responden.
Setelah pengolahan data di atas selesai, seluruh data harus ditata atau diorganisir agar dapat
disajikan kedalam bentuk label maupun grafik yang sesuai. Dalam praktek, ada beberapa cara menata
data yang patut kita perhatikan:
a. Sheet pencatatan jumlah (tally sheet)
Data yang telah diolah dari daftar lampiran (schedule) dapat diorganisir sheet pencatatan jumlah
(tally sheet atau score sheet). Sebagai contoh, saya sajikan sebuah sheet pencatatan jumlah
perusahaan industri kecil yang terdapat di Kota Bitung dalam tahun 2001. Sheet pencatatan
sedemikian itu dapat dilihat pada skema 2.3.2.
Bila tabulasi tidak dilakukan secara mekanis maupun elektronis, maka nomor kode golongan-
golongan industri tidak dibutuhkan sama sekali. Nomor kode sedemikian itu dipersiapkan guna
menata data ke dalam bentuk tabel. Tabel 2.3.1. melukiskan bentuk terakhir penataan data jumlah
industri kecil di Kota Bitung dalam tahun 2001.
Sheet pencatatan jumlah itu sebenarnya berguna sekali sebagai cara untuk menata data yang tidak
terlampau besar jumlahnya. Bila jumlah daftar lampiran yang harus dicatat terlampau banyak,
menata data dengan menggunakan peralatan mekanis atau elektronis lebih memberi hasil
memuaskan.
b. Sortir dengan tangan (hand sorting)
Sebenarnya, bila daftar lampiran tidak terlalu banyak, data dapat ditata secara langsung melalui
proses sortir dengan tangan. Sortir demikian itu membutuhkan sistem kartu yang baik.
c. Tabulasi secara masinal
Tabulasi secara masinal meliputi penyortiran serta tabulasi dengan mesin tabulasi atau komputer.
Sebetulnya, proses tabulasi sedemikian itu meliputi : (a) Proses pengubahan semua pos-pos
jawaban yang tercatat dalam daftar lampiran kedalam bentuk angak-angka;(b) pross pencatatn
pos-pos tersebut ke dalam kartu punch (panc card) atau media inout lainnya, dan (c) proses
penyortiran kartu tersebut serta pengolahan dan penataan datanya secara masinal. Skema 2.3.1.
memberi contoh salah satu bentuk daftar lampiran kuesioner yang dipergunakan dalam survei
Kelahiran di Kota Bitung oleh Kantor Statistik pada tahun 2001. Patut diketahui bahwa angka,
52,53 dan 57-58 merupakan catatan peneliti guna menentukan pada kolom mana jawaban daftar
harus dipuncak kedalam kartu punch.
Judul kolom
Judull Baris Sel Sel Sel
Sumber : (Tahun)
Jadi tabel itu terdiri dari kepala tabel. Judl kolom, judul baris dan bagian bawah adasumber dan
tahun dipublikasi data
d.2.Grafik
Cara lain penyajian data adalah dalam bentuk grafik atau diagram biasanya grafik atau diagram
dibaut berdasarkan tabel yang dibuat.
Ada beberapa macam grafik yang biasanya dipergunakan dalam penyajian data :
Diagram Garis Diagram Batang
Diagram Lingkaran Diagram Lambang
Topik III
DITRIBUSI FREKUENSI
1. Pendahuluan
PEMBUATAN DISTRIBUSI FREKUENSI
Pada saat kita dihadapkan pada sekumpulan data yang banyak, seringkali membantu untuk mengatur dan merangkum
data tersebut dengan membuat tabel yang berisi daftar nilai data yang mungkin berbeda (baik secara individu atau
berdasarkan pengelompokkan) bersama dengan frekuensi yang sesuai, yang mewakili berapa kali nilai-nilai tersebut
terjadi. Daftar sebaran nilai data tersebut dinamakan dengan Daftar Frekuensi atau Sebaran Frekuensi (Distribusi
Frekuensi).
Dengan demikian, distribusi frekuensi adalah daftar nilai data (bisa nilai individual atau nilai data yang sudah
dikelompokkan ke dalam selang interval tertentu) yang disertai dengan nilai frekuensi yang sesuai. Pengelompokkan
data ke dalam beberapa kelas dimaksudkan agar ciri-ciri penting data tersebut dapat segera terlihat. Daftar frekuensi ini
akan memberikan gambaran yang khas tentang bagaimana keragaman data. Sifat keragaman data sangat penting untuk
diketahui, karena dalam pengujian-pengujian statistik selanjutnya kita harus selalu memperhatikan sifat dari keragaman
data. Tanpa memperhatikan sifat keragaman data, penarikan suatu kesimpulan pada umumnya tidaklah sah.
Untuk melihat bagaimana proses pembuatan distribusi frekuensi ini kita ambil contoh berikut. Seorang
direktur perusahaan yang bergerak dibidang retail memperoleh laporan penjualan produk A (unit) yang
diperoleh di 70 outlet seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Jika pemimpin perusahaan ingin mengetahui berapa banyak outlet yang menjual produk di atas 20 unit ?
Berapa banyak yang terjual dibawah 25 unit ? Dan mungkin berbagai pertanyaan lain. Untuk menjawabnya
berbagai cara dapat dilakukan. Biasanya seseorang mengurutkan data di atas mulai dari data terkecil hingga
terbesar, baru kemudian mencacahnya satu per satu. Sudah barang tentu cara ini akan memerlukan waktu yang
cukup lama, apalagi jika datanya lebih dari jumlah di atas. Yang paling mudah untuk memecahkannya adalah
membuat interval-interval tertentu yang bisa mewakili setiap data yang ada. Misalnya saja dibuat interval 41 –
50, 51 – 60, 61 – 70, 71 – 80 dan seterusnya hingga semua nilai data bisa tercakup. Dari sini baru dilakukan
pencacahan terhadap setiap data untuk dimasukkan ke dalam interval-interval tersebut. Interval-interval yang
dibentuk ini disebut sebagai kelas interval sedangkan jumlah data pada setiap interval disebut sebagai
frekuensi kelas. Jika frekuensi ini disajikan dalam bentuk tabel maka tabel ini disebut sebagai tabel frekuensi.
Data yang disusun dalam tabel frekuensi yang demikian dinamakan juga sebagai data berkelompok. Dengan
tabel frekuensi kita bisa melakukan berbagai analisis statistika seperti yang akan dibahas dalam bab
selanjutnya.
18 11 18 39 32 23 35 16 23 26 42 45
21 25 21 33 21 64 23 33 49 36 21 44
35 9 15 73 77 32 58 24 35 39 8 76
28 19 43 26 37 28 19 39 65 40 20 55
60 62 57 67 39 18 48 16 81 69 24 28
29 25 24 28 32 45 42 33 35 24 41 49 75
Jika data di atas disajikan ke dalam bentuk Tabel 2. berikut, maka dengan mudah kita bisa menjawab
pertanyaan direktur tersebut di atas.
Adapun langkah-langkah pembuatan serta notasi-notasi yang ada pada Tabel 2. di atas dapat dilihat
sebagai berikut.
1] Notasi L1 dan L2 seperti yang ditunjukkan dalam tabel di atas masing-masing disebut sebagai
batas kelas interval. Nilai-nilai yang ada pada kolom L1 disebut batas kelas terendah sedangkan
pada kolom L2 disebut sebagai batas kelas tertinggi. Nilai L1 yang pertama biasanya diambil nilai
data yang terkecil. Bisa juga diambil nilai lain akan tetapi harus lebih kecil dari nilai data terkecil.
Nilai L2 ditentukan dengan mengambil selisih 1 dengan batas terendah kelas interval selanjutnya
untuk data tanpa angka desimal, 0,1 untuk data yang mengandung satu angka di belakang koma,
0,01 untuk dua angka di belakang koma dan seterusnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada data
yang bisa masuk ke dalam dua kelas interval yang berdampingan. Selain batas kelas ada lagi yang
disebut sebagai batas nyata kelas interval yang nilainya tergantung pada ketelitian data yang
digunakan. Jika data tercatat hingga ketelitian satuan, maka batas nyata kelas terendah dikurangi
0,5. Sedangkan batas nyata kelas tertinggi ditambah dengan 0,5. Untuk data yang dicatat hingga
satu desimal atau dua desimal, tinggal menggurangi dan menambah dengan 0,05 dan 0,005, dan
seterusnya.
[2] Tentukan jumlah kelas yang akan dibuat (untuk selanjutnya dinotasikan dengan k). Tidak ada
aturan yang baku tentang jumlah kelas ini. Namun secara empiris jumlah yang bisa dipilih adalah
antara 5 – 18 kelas. Untuk kasus-kasus tertentu bisa mencapai 20 kelas. Meskipun demikian
penentuan banyaknya kelas interval jangan dilakukan secara sembarang karena akan berakibat
pada penyebaran data yang tidak sesuai. Jumlah kelas yang sangat besar menyebabkan penyebaran
data menjadi sangat lebar. Demikian pula jumlah kelas yang sangat sedikit menyebabkan hilangnya
identitas setiap data. Namun untuk keseragaman tersedia rumus Sturges yang berbentuk k = 1 + 3,3
log N. Untuk contoh di atas di peroleh k = 1 + 3,3 log 70 = 7 kelas interval.
[3] Hitung kisaran nilai data yakni r = nilai data terbesar – nilai data terkecil. Untuk data di atas
diperoleh r = 45 – 5= 40.
[4] Selisih antara nilai-nilai L1 pada setiap kelas interval yang berurutan disebut panjang kelas
(untuk selanjutnya dinotasikan dengan l). Panjang kelas interval ini dihitung dengan rumus : l =
r/k. Untuk contoh di atas, l = 40/7 = 5,7 dibulatkan menjadi 6. Panjang kelas ini sama untuk setiap
kelas selanjutnya. Untuk kasus-kasus tertentu panjang kelas ini ada yang tidak sama (akan
dijelaskan berikutnya).
[5] Setelah kelas interval terbentuk, lakukan pencacahan terhadap setiap data untuk dimasukkan ke
dalam kelas interval yang sesuai. Cara yang paling mudah adalah dengan cara Tally (lihat kolom 2).
Jumlah data untuk setiap kelas interval dinamakan sebagai frekuensi yang disimbulkan dengan f.
Jika pencacahan sudah selesai maka kolom tally ini tidak disajikan dalam tabel yang
sesungguhnya.
Prosedur yang kerapkali menyimpang dari apa yang telah dibahas di atas adalah ketika kita
menghadapi data yang menyebar secara tidak merata dalam suatu kisaran yang sangat lebar.Dalam
kasus yang demikian kelas interval tidak saja berbeda-beda dalam kisarannya, akan tetapi batas
bawah dan batas atas dari kelas-kelas interval yang ekstrim juga bisa diabaikan. Sebagai contoh
adalah penghasilan yang bisa diperoleh tenaga kerja Indonesia mulai dari tingkat buruh hingga
manajer puncak bisa berkisar dari Rp. 400.000 hingga Rp. 50.000.000 per bulan.
Untuk kasus-kasus seperti ini maka ada dua bentuk distribusi frekuensi yang bisa dibuat. Yang
pertama adalah distribusi frekuensi dengan kelas interval yang tidak sama. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindarkan jumlah kelas yang terlalu banyak dan kelas interval yang berisikan frekuensi
nol. Contoh, jika salah satu dalam kelas interval ada yang berisikan frekuensi nol atau relatif kecil,
maka kelas interval ini digabungkan dengan kelas interval sebelumnya atau sesudahnya.
Konsekuensinya, panjang kelas interval dari distribusi frekuensi akan berbeda antara kelas interval
gabungan ini dengan yang lainnya (Tabel 4.3a dan 4.3b). Kedua, adalah distribusi frekuensi
dengan kelas interval berbeda tetapi kelas interval pertamanya tidak memiliki batas bawah kelas
dan kelas interval terakhirnya tidak memiliki batas atas kelas interval (tabel 4.4). Ketiga, distribusi
frekuensi dengan panjang kelas interval sama akan tetapi bersifat terbuka (Tabel 4.5).
TABEL 3a.
Pengeluaran masyarakat per murid Berdasarkan Wilayah
Kelas interval 600 – 649, 650 – 699 dan 700 – 799 ternyata berisikan frekuensi nol dan relatif
kecil. Oleh karena itu kelas interval ini digabungkan untuk mendapatkan Tabel 3b. Akibatnya
panjang kelas interval untuk tabel frekuensi ini tidak sama.
550 – 599 5
600 – 749 3
750 – 799 7
Tabel 4. di atas disebut sebagai distribusi frekuensi terbuka, karena kedua ujungnya tidak memiliki
batas yang pasti. Akibat yang ditimbulkan dari distribusi frekuensi semacam ini adalah kesulitan
dalam menghitung nilai rata-rata karena harus melibatkan nilai tengah kelas interval yang tidak
terdapat pada kelas interval pertama dan terakhir. Bentuk lain dari distribusi frekuensi terbuka ini
adalah seperti yang digambarkan dalam Tabel 5. berikut.
3–5 13
6–8 22
9 – 11 15
12 – 14 5
15 – 17 6
18 – 20 4
21 – 23 5
24 – 26 2
Lebih dari 26 15
Salah satu tujuan dari pembuatan tabel frekuensi adalah untuk membantu para analis secara visual
dalam mengkaji bagaimana pola penyebaran data. Banyaknya jumlah kelas interval yang dipilih
dapat dilakukan secara sembarang tergantung dari jumlah data, sifat data atau macam interpretasi
yang akan dilakukan seseorang. Apabila yang diinginkan dari tabel adalah penjelasan dengan
tingkat ketelitian yang tinggi, atau ingin mengkaji fluktuasi dalam suatu kisaran yang kecil serta
jumlah data yang akan ditabulasikan begitu besar, maka panjang kelas interval sebaiknya dipilih
yang kecil. Sebaliknya, apabila yang diinginkan sekedar gambaran kasar dari penyebaran data
maka bisa dipilih interval yang cukup lebar atau jumlah kelas yang tidak begitu
banyak.Berdasarkan pengalaman jarang sekali orang menggunakan jumlah kelas interval lebih dari
20 kelas dengan alasan efisiensi. Sedangkan penggunaan kurang dari 10 kelas interval kadangkala
dapat menghilangkan banyak karakteristik penting dari distribusi seperti bentuk dan model
populasi.
Untuk menentukan batas bawah pertama biasanya diambil nilai data yang terkecil. Meski demikian
untuk hal-hal tertentu bilangan ini bisa saja menggunakan bilangan lain asalkan tidak melebih batas
bawah pertama ini. Misalnya jika data berbentuk satu angka di belakang koma maka banyak orang
yang memulai dengan mengambil angka bilangan bulat yang mendekati nilai data terkecil. Sebagai
contoh nilai data terkecil 11,5, maka kita bisa memulainya dengan angka 11,0 (perhatikan, di sini
kita tetap menggunakan satu angka di belakang koma untuk menyesuaikan data yang lainnya).
Suatu hal lagi yang perlu diperhatikan dalam rangka kemudahan perhitungan selanjutnya adalah
jumlah batas bawah dan batas atas sebaiknya bernilai genap sehingga memudahkan perhitungan
untuk mendapatkan nilai tengah setiap kelas interval. Nilai tengah atau ada juga yang
mengatakannya tanda kelas adalah jumlah batas bawah ditambah batas atas dibagi dua atau secara
L1 L2
matematis dituliskan .
2
Adakalanya kita memerlukan penulisan frekuensi bukan dalam bentuk absolut seperti yang dibahas
di atas, akan tetapi dalam bentuk persen. Jika demikian yang diinginkan maka bisa disusun suatu
distribusi yang disebut distribusi frekuensi relatif. Adapun nilai frekuensi relatifnya diperoleh
dengan membagi nilai frekuensi masing-masing kelas interval dengan jumlah data dikalikan
dengan 100%. Lihat contoh berikut ini.
Kelas f frel
5 – 10 12 17.14
11 – 16 20 28,57
17 – 22 14 20,00
23 – 28 12 17,14
29 – 34 6 8,57
35 – 40 2 2,87
41 – 46 4 5,71
Jumlah 70 100
Salah satu kegunaan dari tabel distribusi frekuensi relatif adalah kemudahan melihat dengan cepat
persentase sebuah kelas interval dari sekumpulan data.
Dalam menjelaskan atau mengartikan distribusi frekuensi seringkali seseorang harus menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti : Nilai-nilai apa saja yang paling sering muncul dalam distribusi
frekuensi? Bagaimana penyebaran dari hasil pengukuran? Apakah data menyebar secara merata
dalam kisaran yang ada atau apakah data memusat pada satu titik saja? Bagaimana bentuk
distribusinya? Apakah simetris atau miring? Dan berbagai pertanyaan lainnya.
Pertanyaan-pertanyaan yang demikian tentu saja bisa dijawab dengan tabel frekuensi seperti yang
telah dibahas di atas melalui pengkajian dan perbandingan terhadap masing-masing kelas interval.
Akan tetapi sebenarnya semua karakterisk distribusi frekuensi dapat dijelaskan secara sepintas jika
digambarkan dalam bentuk grafik. Di samping itu penyajian secara grafik bisa lebih mudah dibaca
dan dipahami dibandingkan dengan angka-angka yang tersaji dalam tabel-tabel statistik khususnya
jika data akan disajikan dalam laporan-laporan yang pembacanya bukan tenaga yang terlatih di
bidang statistika. Lebih lanjut lagi, data dalam distribusi frekuensi yang digambarkan dalam bentuk
grafik akan mempermudah seseorang untuk mempelajari hal-hal yang terkait dengan bentuk
distribusi populasi.
Histogram
Penyajian yang paling sederhana dari distribusi frekuensi adalah apa yang disebut sebagai
histogram. Secara umum histogram bentuknya seperti diagram batang, akan tetapi histogram lebih
menunjukkan nilai yang sesungguhnya dibandingkan dengan diagram batang. Batang yang
digambarkan dalam histogram adalah luas area dari frekuensi yang sebenarnya. Untuk
menggambarkan histogram tetap menggunakan dua garis yakni garis vertikal (sumbu-y) dan
horisontal (sumbu-x). Skala di sepanjang sumbu-y digunakan untuk menggambarkan nilai
frekuensi setiap kelas interval dan dikenal pula sebagai skala frekuensi. Skala pada sumbu-x
digunakan untuk menyatakan nilai-nilai data yang disajikan. Skala sumbu-x dibagi atas bilangan
dengan unit yang sama yang biasanya berkaitan dengan salah satu interval dalam distribusi
frekuensi. Demikian pula bilangan yang dituliskan pada skala horizontal bisa berupa batas-batas
interval atau nilai tengah kelas interval. Untuk jelasnya lihat contoh distribusi frekuensi pada Tabel
7 yang histogramnya ditunjukkan pada Gambar 1.
88 – 92 90 5
93 – 97 95 6
98 - 102 100 1
16 -
14 -
12 -
10 -
8 -
6 -
2. 4 -
3.
2 -
4.
0 + + + + + + + + +
60 Prodi
Bahan Ajar Statistik 65 Akuntansi
70 75 80 Nixon
Keuangan, 85 Sondakh
90 95 100
Page 23
Upah per Jam ( Rp.100)
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Pada dasarnya histogram dibuat untuk memastikan bahwa setiap keterangan yang rinci dari
distribusi frekuensi akan tercakup di dalamnya. Skala di sepanjang sumbu-x digambarkan setepat
mungkin sehingga dapat menampung frekuensi terbesar dari distribusi frekuensi. Jadi dalam hal ini
tidak ada istilah pemotongan sumbu seperti halnya pengambaran diagram batang. Sumbu-x selalu
di awali oleh bilangan nol pada perpotongan sumbu. Untuk menggambarkan batang-batang dari
histogram ini maka disarankan menggunakan kertas milimeter blok agar diperoleh gambaran yang
baik dan lebih tepat.
Bagaimana dengan histogram untuk distribusi frekuensi terbuka. Caranya hampir sama dengan
seperti pembuatan histogram di atas, namun untuk kelas interval yang terbuka salah satu
penyelesaiannya adalah seperti yang terlihat dalam Gambar 2. yang dibuat berdasarkan Tabel 5.
Untuk histogram dengan panjang kelas interval berbeda juga bisa dilakukan seperti histogram
biasa. Perbedaannya hanyalah pada skala sumbu-x yang harus tetap menggunakan panjang kelas
yang sama dan frekuensinya harus dihitung kembali sesuai perbandingan antara panjang kelas yang
berbeda dengan panjang kelas yang sama. Ambil contoh Tabel 3a dan selanjutnya disajikan seperti
tabel berikut :
30 -
Panjang kelas interval 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 adalah 50, sedangkan kelas interval 8 adalah 150.
Berarti panjang kelas ini tiga kali panjang kelas yang lain. Disini frekuensi pada kelas interval 8
20 -adalah 50/150 3 = 1. Dengan demikian histogram untuk tabel frekuensi di atas akan tampak
seperti Gambar 3.
15 -
10 -
5 -
0
18. 0 -2 3-5
6 - 8 9 – 11 12–14 15-17 18-20 21-23 24-26 > 26
Jumlah kesalahan
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 25
Gambar 2. Histogram kesalahan yang dibuat karyawan perakitan
(Distribusi frekuensi terbuka)
Statistik Deskriptif
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
f
10 -
8-
6-
4-
35.
236.-
37.
038.
250-299 300-349 350-399 400-449 450-499 500-549 550-599 600 - 749 750–799
Pengeluaran
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 26
Gambar 3. Histogram pengeluaran masyarakat per murid berdasarkan wilayah
(Distribusi frekuensi dengan kelas interval berbeda)
Statistik Deskriptif
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
Poligon Frekuensi
Jenis grafik lain dan cukup banyak digunakan dalam menyajikan distribusi frekuensi adalah apa yang disebut
sebagai poligon. Dasar pembuatan poligon frekuensi sama halnya dengan pembuatan histogram. Sesuai
dengan namanya yang berarti banyak sudut, poligon memang terbentuk dari garis patah-patah yang
menghubungkan antara titik-titik tengah pada setiap puncak batang histogram sehingga tampak seperti benda
dengan banyak sudut. Bentuk poligon frekuensi yang digabung dengan histogram dapat dilihat pada Gambar
4.
Poligon frekuensi harus ditutup kedua ujungnya dengan menarik garis dari kedua ujuang batang histogram
(kiri dan kanan) ke arah sumbu sumbu-x dengan skala yang sama seperti skala kelas interval lainnya. Poligon
frekuensi bisa dibuat secara langsung tanpa harus menggambarkan histogram terlebih dahulu. Caranya adalah
dengan membuat tanda di atas titik tengah setiap kelas interval dengan jarak yang sesuai dengan frekuensinya
kemudian titik-titik ini dihubungkan dengan garis dan ditutup pada kedua ujungnya seperti yang dijelaskan
sebelumnya. Sehingga penyajian akhir dari poligon frekuensi ini akan tampak seperti Gambar 5.
52.
53.
54.
55.
56.
57. f
58.
16 -
59.
60. 14 -
61. 12 -
62.
10 -
63.
64. 8 -
65. 6 -
66.
4 -
67.
68. 2 -
69. 0 + + + + + + + + +
70. 60 65 70 75 80 85 90 95 100
Upah per Jam (xRp.100)
71.
72. Gambar 4. Histogram dan poligon frekuensi upah kerja per jam
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.f
96.
16 -
97.
14 -
98.
99.
12 -
100.
10 -
101.
8 -
102.
103.
6 -
104.
4 -
105.
2 -
106.
107.
0
108. 60 65 70 75 80 85 90 95 100
Upah per Jam (xRp.100)
109.
110. Gambar 5. Poligon frekuensi upah kerja per jam
111.
112.
113.
114.
115.
116.
117.
118.
119.
120.
121.
122.
123.
124.
125.
Salah satu tugas dari statistik deskriptif adalah menyajikan hasil penelitian dalam bentuk yang
baik, yakni menjadikan bentuk yang sederhana sehingga dapat lebih mudah mendapatkan gambaran
hasil penelitian itu sendiri. Untuk menyajikan data kuantitatif agar menjadi bentuk yang baik dapat
disusun dengan cara distribusi frekuensi atau dengan cara gambar grafik.
Distribusi frekuensi merupakan tabel angka-angka yang memuat daftar membagi data kedalam
beberapa kelas. Ada dua macam distribusi frekuensi:
a.. Distribusi frekuensi kategorikal: adalah distribusi frekuensi yang pembagian kelas-kelasnya
berdasarkan atas golongan atau kategori-kategori secara kualitatif.
Contoh:
Tabel 3-1
Hasil Produksi Pertanian Tahun 2001
Di Kotamadya Bitung
b. Distribusi frekuensi numerical: adalah distribusi frekuensi yang pembagian kelas-kelas dinyatakan
dalam angka-angka atau secara kuantitatif.
Tabel 3-2
Demografi Penduduk Tahun 2001
Di Kotamadia Bitung
Usia Penduduk Kotamadia Bitung,2001
Usia penduduk (Tahun)
10 - 14 1.371
15 - 19 2.930
20 - 24 7.151
25 – 29 8.959
30 – 34 9.282
35 – 39 8.475
40 – 44 5.831
45 – 49 4.572
50 – 55 2.699
65 Keatas 69
Total Penduduk 53.099
Sumber : Bitung Dalam Angka,2001
Untuk pelaksanaan harus terlebih dahulu ada suatu pencarian (penggalian) data, data tersebut
masih mentah , artinya memang belum tersusun, sebagai contoh:
Hasil test ujian statistik semester genap tahun 2000 sebanyak 100 mahasiswa didapat nilai
sebagai berikut:
66 63 71 58 71 77 47 53 35 24
68 51 58 72 67 78 62 49 75 58
35 95 67 75 63 73 63 67 69 62
52 83 67 70 66 74 52 72 74 86
34 48 44 46 74 60 68 69 77 66
46 99 59 65 62 72 73 64 92 54
81 57 74 78 59 62 63 77 82 52
81 73 68 45 75 66 57 75 95 55
89 74 67 84 69 54 64 83 41 51
60 75 68 64 68 64 65 40 55 61
Dari hasil nilai ujian ini akan disusun distribusi frekuensi, maka langkah-langkah harus seperti
di atas.
2. Cara Menyusun distribusi Frekuensi Numerikal
Cara menyusundistribusi frekuensi numerical dapat ditentukan dengan tiga tahapan yaitu :
a. Menentukan kelas-kelasnya
b. Memasukkan data ke dalam kelas-kelas yang telah tersusun
c. Menjumlah data dari semua kelas
1. Pedoman untuk menentukan kelas dalam distribusi frekuensi
a. Jumlah kelas
Dalam menentukan jumlah kelas untuk mengelompokkan data yang digunakan rumus struges.
K = 1 + 3,322 log n
K = Jumlah kelas
n = banyaknya data/jumlah individu
b. Menentukan Range
Range adalah jarak antar data terkecil dengan data terbesar atau selisih data terbesar dengan
data terkecil yang didapat dari data yang telah terkumpul. Pada contoh di atas data dihitung
dengan rumus ;
R = X n – X1
= 99 – 24 = 75
Dari pedoman perhitungan di atas dapat kita susun kelas-kelas dalam tabel distribusi frekuensi
dengan keterangan sebagai berikut:
- Jumlah kelas = 8 - Interval kelas = 10
- Nilai data terkecil = 24
- Nilai data terbesar
Tabel 3-3
Penentuan kelas
Kelas Nilai ujian statistik Nilai ujian statistik
I 20 – 30
30 – 40
II 40 – 50
III 50 – 60
IV 60 – 70
V 70 – 80
VI 80 – 90
VII 90 – 100
VIII
Nilai ujian yang tersusun dalam kelas-kelas di atas ada dobel perhitungan (double counting), yaitu
misalnya angka 30 harus masuk pada kelas pertama atau kedua, angka 40 harus masuk pada kelas
kedua atau ketiga, dan seterusnya. Maka untuk menghilangkan dua kali perhitungan (double counting)
di atas angka sebelah kanan harus dikurangi, yaitu kurang dari maksimal satu sehingga menjadi:
Tabel 3-4
Nilai Ujian Pada Kelas
Nilai Ujian Statistik
20 – 29
30 – 29
40 – 49
50 – 59
60 – 69
70 – 79
80 – 89
90 – 99
Untuk langkah berikut memasukkan frekuensi pada tiap-tiap kelas dengan jari-jari (tally form),
yaitu:
Tabel 3-5
Perhitungan Frekuensi Tiap-tiap Kelas
Nilai Test Statistik jari-jari Jumlah Mahasiswa
20 – 29 1
30 – 39 3
40 – 49 9
50 –59 17
60 – 69 34
70 – 79 24
80 – 89 8
90 – 99 4
Jumlah 100
- Dan seterusnya
Kelas nyata atas pertama akan menjadi kelas nyata bawah, ada kelas kedua, dan kelas nyata atas
ke dua akan menjadi kelas nyata ke bawah ke tiga, dan seterusnya.
c. Rata-rata/Class mark
Rata-rata kelas adalah nilai tengah pada tiap-tiap kelas pada suatu kelas. Nilai ini dapat dihitung
dengan cara menggunakan contoh perhitungannya :
- Kelas nyata :
- Kelas limit
Rata-rata Kelas kedua =
Histogram
Adalah gambar mengenai keadaan distribusi frekuensi untuk menjelaskan setiap kelas dinyatakan
dalam segi empat, pembagian kelas dinyatakan dalam skala horisontal sedangkan frekuensinya
dinyatakan vertikal.
34
24
17
9
8
4
Bahan
3 Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 37
1
Statistik Deskriptif
19,5 29,5 39,5 49,5 59,5 69,5 79,5 89,5 99,5 (Kelas nyata)
Poligon
Adalah gambar yang menjelaskan distribusi frekuensi yang dinyatakan dengan garis lurus yang
menghubungkan titik-titik yang letaknya sesuai dengan rata-rata kelas dan frekuensi tiap-tiap kelas.
34
24
17
9
8
4
3
1
Kurva
Adalah gambar dari distrisbusi frekuensi yang dinyatakan dalam garis lengkung, yang luasnya
kurang lebih sama dengan luas histogram.
Tabel 3-7
Distribusi Frekuensi Relatif
Jumlah 100 1
Ogive adalah gambar yang digunakan untuk menggambarkan distribusi sumbu vertikal menyatakan
frekuensi kumulatif sedang sumbu horisontalnya kelas limit bawah.
100
99
96
88
64
30
13
4
1
20 30 40 50 60 70 80 90
Topik IV
PENGUKURAN NILAI TENDENSI PUSAT
1. Pendahuluan
Pengumpulan data maupun penyusunan tabel distribusi frekuensi tidak semata-semata dibutuhkan :
bagi tujuan yang sederhana. Analisis lebih lanjut sangat diperlukan di antaranya analisis adalah
perbandingan antara dua kelompok hasil observasi, persoalan indeks, deret berkala, regresi, koreksi dan
sebagainya. Dengan demikian, pengumpulan data sampai dengan penyusunan distribusi frekuensi bagi
tahap awal bagi analisis lebih lanjut.
Data hasil observasi atau tabel distribusi frekuensi yang telah disusun akan sangat bermakna apabila
dibandingkan dengan data observasi atau tabel distribusi. Frekuensi yang lain yang mempunyai
permasalahan yang sama. Untuk itu harus di awali dengan perhitungan atau pengukuran nilai tendensi
pusat dari data tersebut. Ukuran tendensi pusat adalah untuk mengetahui nilai sentral dari sebaran data
dari suatu distribusi.
3. Pendekatan Matematis
a. Rata-rata Hitung (Arithmatif Mean)
Rata-rata hitung sering disebut rata-rata adalah perbandingan yang sangat akrab kita lakukan
sehari-hari, yaitu jumlah seluruh nilai data yang dikumpulkan dibagi dengan b data. Simbol yang
digunakan dalam mengukur rata-rata hitung adalah:
untuk sampel
Untuk populasi
Keterangan
Rata-rata hitung pada sampel
U = Rata-rata hitung pada populasi
X = Nilai pengamatan
n = Jumlah pengamatan sampel
N = jumlah pengamatan populasi
Contoh: sampel hasil ujian static mahasiswa fakultas ekonomi UMS, semester II sebagai berikut:
70, 90, 80, 60, 70, 90, 60, 50, 70, 80.
= 72
Keterangan:
= Rata-rata hitung pada sampel
U = Rata –rata hitung pada populasi
F = Frekuensi tiap-tiap kelas
M = rata-rata kelas pada tiap-tiap kelas
Sebagai ilustrasi, diambil contoh distribusi frekuensi didepan tentang nilai ujian statistik.
Tabel 4-1
Menghitung Rata-rata Hitung Dengan Metode Panjang
Nilai Ujian Statistik
Jumlah
Nilai Ujian Nilai Tengah (m) Fxm
Mahasiswa (f)
20 – 29 I 24,5 24,5
30 – 39 3 34,5 103,5
40 – 49 9 44,5 400,5
50 – 59 17 54,5 926,5
60 – 69 34 64,5 2193
70 – 79 24 74,5 1788
80 – 89 8 84,5 676
90 – 99 4 94,5 378
100 6490
Rata-rata hasil ujian statistik yang diikuti oleh 100 Mahasiswa sebesar 64,9
Metode Pendek: Perhitungan ini menggunakan rumus.
Keterangan
= Nilai mean/rata-rata hitung
= mean terkaan
= penyimpangan standar tiap-tiap kelas
n = jumlah frekuensi
I = luas kelas
Catatan :
= diambil dari rata-rata kelas yang berada di tengah dalam suatu distribusi frekuensi atau rata-rata
kelas pada kelas yang mempunyai frekuensi tertinggi.
Sehingga dapat dihitung:
= Rata-rata tertimbang
X = Nilai tiap data
W = Timbangna tiap-tiap data
Contoh
2 orang ke golongan III Dosen Akuntansi gaji @ Rp 700.000 tiap bulan 5 orang karyawan
golongan II Akuntansi gaji @ Rp 400.000 tiap bulan 8 orang karyawan golongan I Akuntansi @ gaji
Rp 250.000 tiap bulan Gaji karyawan di Jurusan Akuntansi Politeknik Manado dapat dihitung:
Tabel 4-3
Menghitung Rata-rata Hitung Tertimbang
Gaji Karyawan Jurusan Akuntnsi Politeknik Manado
Golongan Jumlah karyawan Standar Gaji (x) X.W
III 2 700.000 1.400.000
II 5 400.000 2.000.000
I 8 250.000 2.000.000
15 2.800.000
= (0,0734) – 1
G = (Anti Log 0,0734)-1
= 1,184-1
= 0,184
4000,-; Februari Rp 5000,- ; Dan Maret Rp 10.000,- setiap kali melihat film. Rata-rata harga tiket
setiap kali melihat film tidak dapat dihitung dengan perhitungan:
sehingga:
H = 5.455
2. Rata-rata Harmonis pada data Berkelompok
H=
H=
H=
4. Pendekatan Letak
a. Median
Median disebut rata-rata letak, karena untuk menghitung nilai tengah dari sekumpulan/sebaran data
sehingga dapat dikatakan median (Md) adalah suatu deret nilai yang telah disusun dalam bentuk array
(unit dari nilai kecil ke nilai yang besar atau sebaliknya). Setengah dari deret nilai tersebut sama atau
lebih kecil dari median sedang setengah lainnya sama atau lebih besar dari median.
Contoh :
Nilai hasil ujian statistik para mahasiswa sebagai berikut : 50, 80,75,70,90
Susun array : 50,70,75,80,90
Md = = X3 dari data di atas X3 = 75
Jadi median = 75
Contoh
Susunlah array : 50,70,75,80,90,95
Md =
Keterangan :
Md = nilai median yang akan dicari
Lmd = kelas nyata bawah pada saat frekuensi kumulatif mengandung n/2
Jmd = Selisih n/2 dengan frekuensi kumulatif sebelum mengandung n/2
Fmd = frekuensi pada saat frekuensi kumlatif mengandung n/2
Contoh nilai ujian statistik di atas.
Tabel 4-6
Menghitung Nilai Median Nilai Ujian statistik
Nilai Ujian Jumlah Mahasiswa Frek, Kumulatif kurang dari
20-29 1 1
30-39 3 4
40-49 9 13
50-59 17 30
60-69 34 64
70-79 24 88
80-89 7 96
90-99 4 100
100
N/2 = 100/2 = 50 pada distribusi kumulatif terletak pada angka 64, yaitu pada kelas 5, kelas nyata
bawah ke 5 sebesar 59,5 sehingga nilai median :
Md = 59,4 +
= 65,38
b. Modus/Mode
dalam jaman sekarang ini orang sering menyebut tentang mode, karena mode adalah sesuatu yang
banyak penggemarnya, apabila ada lebih dari satu mode dalam kurun waktu yang sama disebut bimodal.
Begitu juga pada pengertian statistik yang disebut mode/modus (Mo) adalah angka-angka yang paling
banyak muncul.
Konsep daripada modus (Mo) adalah sederhana, tetapi tidak begitu mudah untuk menentukan letaknya.
Contoh :
Hasil nilai ujian 40,50,60,70,80,75,70,80 disusun dalam bentuk baik
Tabel 4-7
Menghitung Nilai Mode
Nilai Ujian Jumlah Mahasiswa
40 1
50 1
60 1
70 3
75 1
80 2
Dari data nilai ujian yang paling banyak frekuensinya adalah 70 sebanyak 3 kali sehingga modus (Mo)
nilai ujian = 70
Dimana
Mo = nilai modus/mode
Lmo = kelas nyata bawah pada saat frekuensi terbesar
1 = Selisih frekuensi terbesar dengan frekuensi sebelumnya
2 = Selisih frekuensi terbesar dengan frekuensi sesudahnya
I = interval kelas
4-8
Menghitung Nilai Mode Nilai Ujian Statistik
Nilai Ujian Jumlah Mahasiswa
20-29 1
30-39 1
40-49 1
50-59 1
60-69 1
70-79 3
80-89 1
90-99 2
100
Mo = 59,5 +
a. Kuartil/Quartile (Q)
Kuartil merupakan nilai yang membagi empat bidang yang sama sehingga masing-masing bidang
besarnya 25 %. Dari pengertian itu maka ada kuartil pertama (Q1), kuartil kedua (Q2) dan kuartil
ketiga (Q3), pembagian ini dapat digambar sebagai berikut:
Kuartil pertama (Q1) adalah nilai dalam distribusi yang membatasi 25% terbawah atau dengan kata
lain Q1 merupakan nilai tertinggi pada 25% terbawah pada suatu distribusi. Kuartil kedua (Q2) adalah
nilai yang membatasi 50% bagian bawah 50% bagian atas pada suatu distribusi dengan demikian Q2
sama dengan nilai median. Kuartil ketiga (Q3) adalah nilai dalam distribusi yang membatasi 25%
tertinggi, dapat juga disebut Q3 merupakan nilai terendah pada 25% tertinggi pada suatu distribusi.
Cara menghitung nnilai kuartil untuk data tidak berkelompok berbeda dengan menghitung nilai kuartil
pada data berkelompok.
Data yang telah dikumpulkan disusun dahulu dalam bentuk array, setelah itu posisi kuartil dapat
tentukan.
Jumlah pengambilan (n) gasal, kuartil akan terletak pada X yang ke.
Qx =
Keterangan :
Qx = Nilai Kuartil
X = Kuartil yang dihitung
n = jumlah data
Jumlah pengamatan (n) genap, kuartil akan terletak pada X yang ke :
Q=
Contoh : n gasal
Nilai hasil ujian statistik para mahasiswa sebagai berikut : (tersusun array sebanyak 19)
40,45,50,52,55,60,65,67,70,73,75,78,80,82,85,90,94,95,98
Q1 =
Q2 =
Q3 =
Keterangan :
Qx = Nilai kuartil yang akan dicari
Lqx = kelas nyata bawah pada saat frekuensi kumulatif mengandung (X/4.n).
JQx= Selisi (X/4.n) dengan frekuensi kumulatif sebelum mengandung (X/4.n)
I = Interval kelas.
Tabel 4-9
Menghitung nilai kuartil nilai ujian statistik
Nilai ujian Jumlah Mahasiswa Cf
20-29 1 1
30-39 3 4
40-49 9 13
50-59 17 30
60-69 34 64
70-79 24 88
80-89 8 96
90-99 4 100
100
Kuartil pertama:
¼.100 = 25 pada distribusi kumulatif (cf) masuk pada angka 30, yaitu pada kelas ke 4
Q1 = 49.5 +
= 56.55
Kuartil kedua :
2/4.100 = 50 ini sama dengan menghitung n/2 = 100/2 = 50 sehingga cara perhitungannya sama
dengan menghitung median :
Kuartil ketiga :
3/4.100 = 75 angka ini dalam frekuensi kumulatif masuk pada angka 88, yaitu pada kelas ke 6
Q3 = 69,5+10
= 74.08
b. Desil (CD)
Desil merupakan nilai membagi 10 bidang yang sama sehingga masing-masing bidang besarnya 10 %.
Cara perhitungannya sama kalau menghitung kuartil, hanya saja pembaginya 10.
1. Data tidak berkelompok
Data yang tersusun harus disusun dalam bentuk array
N gasal = Dx =
D2 =
D5 = Q2 = Md = 73
D9 =
n genap = Dx =
D1 =
D9 =
2. Data berkelompok
Apabila data sudah tersusun dalam distribusi frekuensi, maka harus:
- disusun frekuensi kumulatif
- X/10.n
- Rumus Desil
DX =
Keterangan:
Dx = nilai desil
LDx = kelas nyata bawah pada saat frekuensi kumulatif mengandung X/4.n
= 46.16
Desil ke sembilan
9/10.100 = 90, pada cf masuk pada angka 96, yaitu pada kelas ke:
= 82
c. Persentil (p)
Merupakan nilai yang membagi 100 bidang yang sama, sehingga masing-masing-masing
besarnya1%.
Cara perhitungan persentil hampir sama dengan cara perhitungan kuartil dan desil, hanya
pembagiannya 100.
AB V
UKURAN SIMPANGAN (DISPERSI)
I. Pendahuluan
Dispersi adalah ukuran penyebaran data di sekitar tendensi pusat atau dengan kata lain dispersi
merupakan ukuran penyimpangan data dari nilai rata-rata. Dalam pembicaraan didepan (bab IV) telah
dibicarakan ukuran gejala pusat yang merupakan gambaran sekumpulan data, gambaran ini kurang
komplit apabila tidak disertai dengan ukuran penyimpangannya. Hal ini apabila hanya ukuran gejala
pusat sebagai patokan, akan terjadi beberapa distribusi data (kumpulan data) yang sebenarnya
mempunyai perbedaan,tetapi dapat disimpulkan sama.
Contoh:
Nilai ujian kelas A dari 7 orang mahasiswa sebagai berikut:
20, 40, 70, 80, 30, 60, 50
Rata-rata nilai ujian kelas A sebesar 50
Nilai ujian kelas B dari 7 orang mahasiswa sebagai berikut:
40, 55, 45, 60, 50, 57, 43
Rata-rata nilai ujian kelas B sebesar 50.
Kalau hanya dilihat/diperhatikan dari ukuran rata-rata kesimpulannya sama, karena besar nilai
rata-rata ujian antar kelas A dan kelas B sebesar 50. tetapi kenyataannya tidak demikian halnya, nilai
ujian di kelas A berkisar antar 40 sanpai dengan 80 sedangkan di kelas B berkisar antar 40 sampai
dengan 60. ternyata nilai ujian di kelas B lebih seragam dari pada di kelas A. Oleh karena itu untuk
melengkapi analisis dari data yang telah dikumpulkan, maka harus diukur besar kecilnya
penyimpangan antar satu data dengan data yang lain.
2. Ukuran simpangan
Terdapat dua jenis untuk mengukur besar kecilnya penyimpangan antara satu data dengan data
yang lain (dispersi), yaitu:
a. Ukuran dispersi absolut
b. Ukuran dispersi relatif.
Apabila nilai dispersi
Apabila nilai dispersi makin kecil menunjukan bahwa data itu makin seragam atau nilai data yang
diperoleh makin merata.
R = Xn-X1
Keterangan :
R = Range
Xn = Nilai data terbesar
X1 = nilai data terkecil.
Contoh : kalau dengan hasil ujian dikelas A dan kelas B masing-masing 7 orang mahasiswa
RA = 80-20=60
RB= 60-40=20
Ini menunjukkan R (range) pada kelas A sebesar 20 dan dikelas B sebesar 60, berarti nilai ujian dikelas
A lebih seragam atau lebih merata dibandingkan dengan kelas B.
2. Quartile deviation (Simpangan Kuartil)
Ukuran dispersi yang lebih baik dan memberi informasi yang lebih lengkap dibandingkan dengan
Range adalah simpangan kuartil atau Quartile Deviation (QD). Simpangan kuartil (QD) ini merupakan
sebaran antar kuartil (interquartile range) dibagi ini merupakan sebaarn antar kuartil (Interquartile
range) dibagi dua dimaksud interquartile range adalah jarak Q1 dengan Q3.
Adapun rumus yang digunakan untuk mencari nilai simpangan kuartile (QD) adalah
QD =
Contoh : akan menggunakan data di atas sudah disusun dalam array : 20,30,40,50,60,70,80
Q1 =
Q3 =
QA =
Q3 =
QA =
Dihitung dengan simpangan kuartil (QD) kelas B lebih seragam karena hasilnya lebih kecil
3. Average deviation (Simpangan Rata-rata)
Dalam menghitung simpangan rata-rata (AD) harus dihitung terlebih dahulu penyimpangan tiap nilai
data dengan rata-rata dan distribusi. (Sekumpulan data), hal ini untuk mengetahui selisih tiap nilai data dengan
rata-ratanya, yaitu (x- ). Apabila selisih ini dijumlahkan menjadi (x- ) akan menghasilkan bilangan nol, maka
dalam perhitungan ini harus dijadikan harga mutlak.
Harga mutlak fungsinya menghilangkan tanda negatif sehingga bilangan yang dimasukkan dalam
tanda mutlak akan lebih besar atau sama dengan nol. Tanda harga mutlak adalah .... dari total selisih nilai data
dengan rata-ratanya akan ketemu x- .
3 Averange Deviation (simpangan rata-rata)
Dalam menghitung simpangan rata-rata(AD) harus dihitung terlebih dahulu penyimpangan tiap nilai
data dengan rata-rata dan distribusi (sekumpulan data), hal ini untuk mengetahui selisih tiap nilai data dengan
rata-rata nya, yaitu (x- ) akan menghasilkan bilangan nol, maka dalam perhitungan ini harus dijadikan harga
mutlak.
Harga mutlak fungsinya menghilangkan tanda negatif sehingga bilangan yang dimasukan dalam tanda
mutlak akan lebih besar atau sama dengan nol. Tanda harga mutlak adalah .... dari total selisih nilai data
dengan rata-ratanya akan ketemu x- .
Keterangan
n = jumlah sampel
= tanda mutlak
Tabel 5-2
Perhitungan simpangan rata-rata kelas B
Kelas A (X) x- I x-
40 -10 10
55 5 5
45 -5 5
60 10 10
50 - 7
57 7 7
43 7 -
350 120
keterangan
AD = simpangan rata-rata
F = frekuensi
M = rata-rata tiap kelas
= Rata-rata distribusi
n = Jumlah frekuensi
Contoh: nilai ujian statistik di atas
Tabel 5-3
Perhitungan simpangan rata-rata nilai ujian statistik
Nilai ujian Jumlah M m- I m-X F m-X
mahasiswa
20-29 1 24,5 -40,1 40,1 40,1
30-39
3 34,5 -30.1 30.1 90,1
40-49
50-59 9 44,5 -20,1 20,1 180,9
60-69
Dapat pula dalam perhitungan ini menghindarkan nilai rata-rata, maka rumusnya:
2. Sampel kecil: apabila jumlah data yang diamati sebagai sampel kurang dari 30 (n<30), maka
rumusanya:
Tabel 3-7
Perhitungan Simpangan Baku Kelas A
Kelas A (X) (x- ) I x-
20 -30 900
40 10 100
70 20 400
80 30 900
30 -20 400
60 10 100
50 - -
350 2800
= 21,6
Tabel 3-9
Perhitungan simpangan Baku Kelas B
Kelas B (X) (X-X) (X-X)2
40 -10 100
55 5 25
45 -5 25
60 10 100
50 - -
57 7 49
43 -7 49
350 348
Apabila tanpa menghitung rata-rata, supaya dihitung sendiri seperti contoh di atas (kelas A).
Tabel 3-10
Perhitungan Simpangan Baku pada data berkelompok
Nilai ujian Jumlah M m- (m- )2 f(m- )2
mahasiswa
20-29 1 24,5 -40,1 1608 1608
30-39 3 34,5 -30.1 906 2718
40-49 9 44,5 -20,1 404 3636
50-59 17 54,5 -10,1 102 1734
60-69 34 64,5 -0,1 0,1 0,34
70-79 24 74,5 9,9 98 2352
80-89 8 84,5 19,9 396 3168
= 64,6
Keterangan:
S = standard deviasi
F = Frekuensi tiap kelas
D1 = Penyimpangan tiap kelas, yaitu= d1 =
= 13,71
2. Apabila sampel kecil (n<30), maka standard deviasi dapat dihitung dengan rumus:
atau
3. perhitungan standard deviasi untuk perhitungannya sama dengan sampel besar, hanya saja jumlah
populasi (N).
4. Menghitung dispersi dengan metode standard deviation bisa di pangkat kan dua (S2,S2) hal ini
disebut variance (ragam). Di pangkat kan dua atau rumus standar deviasi di hilang kan tanda
akarnya.
b. Dispersi relatif
Bila ingin membandingkan dispersi lebih dari dua distribusi, dan jumlah observasi dari tiap
distribusi tidak sama, maka pengukuran dispersi secara absolut guna membandingkan antara dispersi
satu dengan yang lainnya kurang pas (akan menyesatkan).
Sebagai contoh gaji buruh gaji buruh kontrak dibayar tiap minggu sedangkan gaji karyawan tetap
dibayar tiap bulan. Rata-rata gaji buruh kontrak Rp 30.000,- dengan standar deviasi Rp 9000,-
sedangkan rata-rata gaji karyawan tetap setiap bulan Rp 300.000,- dengan standar deviasi Rp 100.000,-
apabila hal ini diperbandingkan secara langsung tidak pas, maka harus dihitung dengan Dispersi relatif
dengan menggunakan metode koefisien Variasi.
Rumus
dimana:
V = Koefisien variasi
X = Nilai rata-rata
S = standar deviasi
Dari persoalan gaji di atas dapat dihitung sebagai berikut:
= 30
Karyawan tetap:
= 33,3
Ternyata bila dibandingkan dengan dasar pengukuran dengan menggunakan koefisien variasi,
dapat disimpulkan upah mingguan lebih seragam dari pada gaji karyawan tiap bulan, hal ini ternyata
koefisen variasi lebih kecil.
SUMBER PUSTAKA
1. Sujana DR,MA,MSc, Statistik Untuk Ekonomi dan Niaga Edisi kelima penerbit Tarsito Bandung,1991.
2. Supranto J.MA Statistik Teori dan Aplikasi, Jilid I
3. Anto Dayan, Drs, Pengantar Metode Statistik, Jilid 1,2
4. PEDC Bandung, Edisi 1987 Bandung, Agustus 1987
5. UU No.16 Tahun 1997 Tentang Statistik
6. Syamsudin, Statistik Deskriptif,2002
Bahan-bahan sumber :
White Board, OHP dan alat tulis, mesin hitung
- Ciri-ciri masing-masing
Metoda:
Diskusi, Tanya Jawab dan studi kasus
OBJEKTIF PERILAKU
Setelah menerima pelajaran dan
latihan latihan soal tentang
probabilitas mahasiswa dapat
mengerjakan soal-soal dengan
menggunakan rumus probabilitas.
Teori tentang probabilitas
a.Peengertian probabilitas
b.Menentukan macam peristiwa
c.Menuliskan rumus
d.Mamasukkan angka-angka
e.Membuat kesimpulan.
Contoh :
1.Jika dari 2000 barang kelontong
ternyata 100 mendapat kerusakan
secara teknik, sedangkan 200
mendapat kerusakan kurang hati-
hati. Andaikan sekarang tidak
terdapat kerusakan/kecerobohan
melainkan karena teknik yang
sebesar 80 buah, berapakah
probabilitas dari pada penarikan
2000 kelontong.
2. Kalau kita melemparkan 2 buah
dadu sekaligus, dadu merah dan
TOPIK VI
PROBABILITAS DAN PELUANG
PENDAHULUAN
Probabilitas diambil dari kata bahasa Inggris, yaitu probability. Pengertian probability/probabilitas
mempunyai pengertian yang luas, dapat berarti kemungkinan, kesempatan, ataupun peluang.
Misalnya :
Jika kita melemparkan sebuah mata uang, maka probabilitas ia jatuh pada garuda adalah ½ kkali daripada
jumlah pelemparan yang dilakukan.
Pada kondisi-kondisi yang telah diketahui, bila terdapat n kejadian yang mungkin dan kejadian tersebut
langkap terbatas jumlahnya, saling menghasilkan, dan memiliki kesempatan yang sama untuk terjadi, dan bila
x daripada kejadian di atas merupakan kejadian A, maka probabilitas kejadian A tersebut dapat dirumuskan
sebagai ratio x/nsehingga rumus daripada definisi tersebut dapat ditulis sbb :
P (A) = x/n
PENGERTIAN PROBABILITAS
1. Apriori Probabilitas
Apriori Probabilitas ialah suatu probabilitas dimana telah ditentukan terlebih dahulu kemungkinan terjadi
sebelum terjadinya suatu kejadian.
Jadi, dengan perkataan lain; bahwa probabilitas sidah dapat ditentukan terlebih dahulu sebelum terjadinya
suatu peristiwa, atau sebelum experiment dilakukan.
Jadi dari sejumlah kejadian dimana sifat dari peristiwa telah diketahui akan terjadi f peristiwa itu
adalah :
P (A) = f/n
Misalnya :
Dimana jumlah kejadian adalah sebesar 100 dan terjatuhnya pada Garuda adalah 50 kali, sedangkan pada
huruf sebanyak 50 kali.
Jadi probabilitas untuk jatuh pada huruf adalah sebesar 50/100 = 1/2
Probabilitas statistic adalah suatu kejadian yang berlangsungnya secara tidak terhingga, dimana sifat
peristiwa telah diketahui terlebih dahulu, maka besarnya probabilitas seperti ini jarang terjadi.
0 < = P(A) = 1
3. Probabilitas suatu peristiwa adalah P(A) maka probabilitas tidak terjadinya suatu peristiwa A menjadi :
P(A) = 1 – P(A)
P(A) + P (A) = 21
Misalnya :
Probabilitas untuk lulusnya mahasiswa A adalah 0.25 maka probabilitas dia tidak lulus adalah :
P(A) = 1- P (A)
= 1- 0.25
= 0.25
Probabilitas turunya hujan dimusim hujan adalah sebesar 0.80, malka probabilitas bagi tidak turunya hujan
menjadi
P(A) = 1 – P (A)
= 1 – 0.80
= 0.20
Dua peristiwa merupakan peristiwa yang saling lepas bila kedua peristiwa tersebut tidak dapat terjadi pada
waktu yang bersamaan.
Jika kita mempunya dua macam peristiwa yaitu A dan B, maka terjadinya peristiwa A atau B adalah
penjumlahan daripada probabilitas A dan probabilitas B.
P (A U B) = P(A) + P (B)
P (A U B) = (fA + fA) : n
= (fA : n) + (fA : n)
= P(A) + P(B)
Jika akan ditambah suatu peristiwa lagi, yaitu peristiwa C, dengan probabillitas adalah P(C), maka
rumusnya menjadi :
Demikian juga bila ada peristiwa D dan seterusnya, maka rumusnya tinggal disesuaikan saja.
Misalnya :
Jika kita mengadakan pelemparan dari suatu dadu, berapakah probabilitas dari dadu itu jatuh pada muka
yang bermata satu atau bermata enam ?
Jawab :
Karena kemungkinan jatuhnya pada mata satu akan menghilangkan kemungkinan jatuhnya dadu pada
permukaan mata enam, maka sifat daripada dua peristiwa di atas adalah mutually exlusive.
Jawab :
P (AUB) = P(A) + P(B)
= 1/6 + 1/6
= 2/6
= 1/3
Suatu penarikan kartu dilakukan beberapa kali untuk mengadakan percobaan-percobaan mengenai
probabilitas.
Jika telah ditarik kartu AS itulah P(A) dan kemudian kartu sekop ialah P(B), maka probabilitasnya
menjadi:
P(A) = 4/52
P(B) = 13/52
Jadi :
Disjoint adalah suatu peristiwa yang, satu dengan yang lainya tidak usah terpisah, hingga ada peristiwa
dimana bagian bagian bertaut satu dengan yang lainnya.
Rumusnya :
P (A U B) = P(A) + P(B) – P (A n B)
Jika akan ditambahkan suatu peristiwa lagi yaitu pertistiwa C dengan probabilitas adalah P© maka
rumusnya menjadi :
Demikian juga bila ada peristiwa D dan seterusnya, maka rumusnya tinggal menyesuaikan saja.
Misalnya :
Suatu kelompok Bridge, ppemainnya 0.5 terdiri dari pria dan, 0.5 terdiri dari wanita.
Jika 20% dari wanita tersebut adalah mahasiswi dan 60% dari pria adalah mahasiswa.
Berapakah probabilitas seorang mahasiswa atau seorang mahasiswi terpilih sebagai pemnain Bridge ?
Jawab :
P(A) = Probabilitas wanita terp[ilih
P(B) = Probabilitas mahasiswa/i terpilih
P(AUB) = Probabilitas wanita juga mahasiswa
P(A) = 1/2
P(B) = (0.20 * ½) + 90.60 * ½)
= 4/10
Jadi :
P(A U B) = P(A) + P(B) – P(A U B)
= 1/2 + 4/8 – 1/10
= 8/10
Adalah apabila kita mempunyai dua peristiwa yaitu A dan B, maka terjadinya atau tidak terjadinya
peristiwa A tidak membaea akibat terhadap terjadi atau tidak terjadinya peristiwa B.
Bila kedua peristiwa A dan B tidak dapat memenuhi ketentuan diatas, maka peristiwa tersebut dikatakan
peristiwa yany independent event.
Rumusnya :
P (A U B) = P(A) * P(B)
Misalnya :
Bila kita melemparkan sebuah mata uang dua kali, berapakah probabilitas dari kedua lemparan untuk jatuh
pada Garuda ?
Jawab :
Bila pelemparan 1 jatuh pada Garuda adalah P(A)
Maka : P(A) = 1/2
Bila pelemparan II jatuh pad Garuda adalah P(B)
Maka : P(B) = ¼
Jadi :
P (A U B) = P(A) * P(B)
= 1/2 * 1/2
= 1/4
Bila kita melemparkan dua buah dadu sekaligus, dadu merah dan dadu putih, berapakah probabilitas dadu
merah jatuh pada mata 5 dan dadu putih jatuh pada mata 6 ?
Jawab :
Probabilitas dadu merah jatuh pada mata 5 adalah :
P(A) : 1/6
P (A U B) = P(A) * P(B)
= 1/6 * 1/6
= 1/36
Bila ada dua peristiwa A dan B dimana, peristiwa A tergantung pada peristiwa B.
Jadi secara relative maka probabilitas B tergantung secara relative pada A
Ditulis secara statistic menjadi
P (A/B)
Misalnya :
Jika probabilitas A adalah kemungkinan lulusnya mahasiswa dalam pelajaran matematika = 0.80 dan,
probabilitas B adalah kemungkinan lulus dalam pelajaran statistic = 0.75
Sedangkan probabilitas mahasiswa yang lulus statistik, maka dia juga akan lulus matematika = 0.90
Berapakah probabilitas mahasiswa tersebut lulus untuk kedua mata kuliah tersebut?
Jawab :
Dari soal diatas terhitung bahwa probabilitas lulusnya dalam pelajaran matematika P(A) tergantung jauga
pada lulusnya dalam pelajaran statistic P(B).
Jadi :
Untuk dapat lulus dalam pelajaran matematika dan statistik menjadi:
P( A n B) = P(B) * P(A/B)
= 0.75 * 0.90
= 0.75
Didalam suatu peti terdapat tiga bola putih dan satu bola merah. Bila ada seorang secara random mengambil
dua kali berturut-turut bola putih dan tidak meletakkan kembli, berapakah probabilitas terambil bopla putih
diatas ?
Jawab :
Karena bola putih yang diambil pertama kali adalah tidak diletakkan kembali maka kedua pengambilan bola
ini merupakan peristiwa probwabilitas yang dependen.
P(A) Merupakan pengambilan bola putih pertama
P(B) Merupakan pengambilan bola putihg kedua kalinya
P((A) Dalam hal ini adalah ¾
Probabilitas terambilnya bola putih kedua setelah peristiwa A menjadi:
P (B/A) = 2/3
Jadi :
P(A n B) = P(A) * P(B/A)
= 3/4 *2/3
= 1/2
Jadi jika kita ingin mendapatkan probabilitas dari dua peristiwa yang dependen, maka probabilitas peristiwa
pertama dikalikan dengan probabilitas peristiwa yang kedua yang terjadi karena peristiwa pertama.
SUMBER PUSTAKA
1. Sujana DR,MA,MSc, Statistik Untuk Ekonomi dan Niaga Edisi kelima penerbit Tarsito Bandung,1991.
2. Supranto J.MA Statistik Teori dan Aplikasi, Jilid I
3. Anto Dayan, Drs, Pengantar Metode Statistik, Jilid 1,2
4. PEDC Bandung, Edisi 1987 Bandung, Agustus 1987
5. UU No.16 Tahun 1997 Tentang Statistik
6. Syamsudin, Statistik Deskriptif,2002
Bahan-bahan sumber :
White Board, OHP dan alat tulis, mesin hitung
Metoda:
Diskusi, Tanya Jawab dan studi kasus
OBJEKTIF PERILAKU
Dengan diberikan penjelasan distribusi
normal mahasiswa dapat
menyebutkan macam bentuk grafik
distribusi normal yang utama adalah
mahasisa mampu menjelaskan
definisi distribusi normal dan mampu
menyelesaikan soal distribusi normal
dan mengambarkan.
KESIMPULAN White board
Menanyakan kembali kepada Tanja jawab
mahasiswa setelah penjelasan
distribusi normal
Kapan suatu persoalan dapat
dipecahkan dengan ukuran distribusi
normal baik dengan perhitungan
maupun penjelasn dengan grafik.
.
TOPIK VII
DISTRIBUSI NORMAL
Banyak Variabel acak yang disrtibusi probilitasnya merupakan sebuah kurva spesifikyang berbentuk gentah,
yang disebut kurva normal ( normal curve ), atau kurva Gauss (sebagai penghormatan terhadap
matematikawan besar bangsa Jerman Kart Friedrick Gauss,1977-1855).distribusi inilah yang paling banyak
diunakan dalam statistika.misalnya galat (error) yang timbul dalam penggukuran fenomena fisik dan
ekonomi seringkali tersebar secara normal.selain itu, banyak distribusi probilitas lainnya (misalnya binom)
yang dapat dihampiri oleh kurva normal.
Distribusi normal yang paling sederhana adalah distribusi baku (standard normal distribution ) yang di
tunjukan dalam gambar 4-5.Distribusi ini menyebar di sekitar nilai tengah µ = 0 dengan simpanan baku o’ = 1
berbeda satu-setengah simpangan baku diatas nilai tengahnya,dan secara umum ;
Setiap nilai Z menyatakan berapa simpangan baku ia berada dari nilai tengahnya
Kita seringkali ingin menghitung probilitas (luas daerah dibawah kurva) disebalah kanan nilai Z
tertentu,misalnya saja nilai Z = 1,5 luas daerah ini dan probilitas ekor lainnya,telah dihitung statistikawan dan
hasilnya di cantumkan dalam tabel Apendiks IV ( yang sangat mirip dengan probilit\
Contoh 1
a. Pr ( Z>1,6 )
b. Pr ( Z<-1,64 )
c. Pr ( 1,0 < Z < 1,5 )
d. Pr ( -1 < Z < 2 )
e. Pr ( -2 < Z < 2 )
Jawab
Karena probilitas normal dalam tabel Apendiks IV sanat berguna sekali, maka tabel itu kami cantumkan pada
bagian dalam sampul depan, untuk memudahkan pencariannya.
a. Pr ( Z>1,64 ) = 0,051 = 5 %
b. Karena setangkup,
Pr ( Z<-1,64 = Pr ( Z>1,64 )
= 0,051 ~ 5 %
c. Hitung probilitas yang lebih besar dari 1,0 dan kurangkan darinya probilitas yang lebih besar dari 1,5 :
Pr ( 1,0<Z<1,5) = Pr (Z>1,0)-Pr(Z>1,5)
= 0,159-0,067
= 0,092 ~ 9 %
d. Kurangkan kedua luas daerah ekor dari luas totalnya yang sama dengan 1 :
Pr (-1<Z<2) = 1-Pr ( Z<-1)-Pr( Z >2 )
= 1-0,159-0,023
= 0,818 ~ 82 %
e. Pr (-2<Z<2) = 1- Pr( Z<-2)-Pr ( Z>2)
= 1-2(0,023)
= 0,954 ~ 95 %
Untuk menghitung tepatnya seberapa jauh dari nilai tengah –skor Z –kita menempuhs dalam dua langkah yang
mudah :
2. Berapa simpanan bakukah simpanan ini ? karena simpanan bakunya sebesar 3 inci, maka simpanan
sebesar 5 inci itu menyatakan :
Z = 5 = 1,67 simpanan baku
3
Jadi proporsinya lebih 5 %, Untuk memformalkan bagaimana kita memperoleh nilai Z = 1,67 pertama-
tama kita hitun simpanan (x-iu) dan kemudian membandingkan dengan simpanan bakunya .
Contoh 2
Misalkan bahwa skor hasil suatu uji kepandaian terdistribusi secara normal disekitar nilai tengah = 60
dengan simpanan baku o= 20 berapa proporsi skor yang :
a. Melebihi 85 ?
b. Lebih kecil dari 50 ?
Jawab : Seperti di tunjukan dalam gambar 4-8, pertama-tama kita harus membakukan skor X =85
(artinya,menyatakan dalam nilai Z baku)
b. Z = X- iu
o’
= 50-60 = -10 = -0,50
20 20
Gambar 4-8
Sembarang distribusi normal dibakukan menjadi normal baku.
Distribusi normal baku adalah distribusi yang mempunyai fungsi probilitas ( kepadatan ): 0
Konstanta adalah actor skala yang diperlukan agar luas totalnya 1.lambang dan e menyatakan konstanta
matematik yang penting,nilainya masing-masing mendekati 3,14 dan 2,27.Ciri-ciri grafik distribusi baku Z
1. Semakin menjauhi 0,baik ke kiri maupun ke kanan, z2 dalam eksponen negate tersebut bertambah
besar.Akibatnya p(z) menurun mendekati 0 secara setangkup pada kedua ekornya.
2. Nilai tengahnya sama dengan 0 ---titk keseimbangan ini sekaligus merupakan pusat kesetangkupan.
3. Simpangan bakunya sama dengan 1.Hal ini dapat dibuktikan dalam kalkulus lanjutan atau, alas an
intuitifnya diperlihatkan dalam gambar 4-9.Enam nilai tipikal Z digambarkan sebagai titik-
titik(dot).Simpangan keenam titik itu ada yang kurang dari 1,ada yang lebih dari 1.Jadi, 1 tampaknya
merupakan simpangan yang tipikal atau simpangan baku.
Untuk tujuan teoritis, kita memerlukan juga rumus bagi distribusi normal umum :
Untuk mengambar grafik distribusi normal, perlu diketahui bahwa hampir semua luas atau probabilitas
terletak dalam 3 simpangan baku dari nilai tengahnya. (Dengan melihat Z=3 dalam table normal baku kita
peroleh bahwa probilitasnya adalah 99,7%.)
Distribusi Normal
Pendahuluan
Uji Z adalah salah satu uji statistika yang pengujian hipotesisnya didekati dengan distribusi normal. Menurut
teori limit terpusat, data dengan ukuran sampel yang besar akan berdistribusi normal. Oleh karena itu, uji Z
dapat digunakan utuk menguji data yang sampelnya berukuran besar. Jumlah sampel 30 atau lebih dianggap
sampel berukuran besar. Selain itu, uji Z ini dipakai untuk menganalisis data yang varians populasinya
diketahui. Namun, bila varians populasi tidak diketahui, maka varians dari sampel dapat digunakan sebagai
penggantinya.
Hipotesis
H0 : = μ (rata ketahanan bola lampu pijar tersebut sama dengan yang dinyatakan oleh pabriknya)
HA : ≠ μ (rata ketahanan bola lampu pijar tersebut tidak sama dengan yang dinyatakan oleh pabriknya)
Analisis
Zhit = (y – μ)/(σ/√n) = (792-800)/(60/√50) = – 0,94
Ztabel = Zα/2 = Z0,025 = 1,960
Nilai Ztabel dapat diperoleh dari Tabel 1. Dengan menggunakan Tabel 1, maka nilai Z0,025 adalah nilai pada
perpotongan α baris 0,02 dengan α kolom 0,005, yaitu 1,96. Untuk diketahui bahwa nilai Zα adalah tetap dan
tidak berubah-ubah, berapun jumlah sampel. Nilai Z0,025 adalah 1,96 dan nilai Z0,05 adalah 1,645.
0.0020.00
30.0040.0
050.0060.
0070.008
0.0090.00
3.0902.87
82.7482.6
522.5762.
5122.457
2.4092.36
60.012.32
62.2902.2
572.2262.
1972.170
2.1442.12
02.0972.0
750.022.0
542.0342.
0141.995
1.9771.96
01.9431.9
271.9111.
8960.031.
8811.866
1.8521.83
81.8251.8
121.7991.
7871.774
1.7620.04
1.7511.73
91.7281.7
171.706α
Kriteria Pengambilan Kesimpulan
Jika |Zhit| < |Ztabel|, maka terima H0
Jika |Zhit| ≥ |Ztabel|, maka tolak H0 alias terima HA
Kesimpulan
Karena harga |Zhit| = 0,94 < harga |Ztabel | = 1,96, maka terima H0
Jadi, tidak ada perbedaan yang nyata antara kualitas bola lampu yang diteliti dengan kualitas bola lampu yang
dinyatakan oleh pabriknya.
2. Uji Z satu pihak
Contoh kasus
Pupuk Urea mempunyai 2 bentuk, yaitu bentuk butiran dan bentuk tablet. Bentuk butiran lebih dulu ada
sedangkan bentuk tablet adalah bentuk baru. Diketahui bahwa hasil gabah padi yang dipupuk dengan urea
butiran rata-rata 4,0 t/ha. Seorang peneliti yakin bahwa urea tablet lebih baik daripada urea butiran.
Kemudian ia melakukan penelitian dengan ulangan n=30 dan hasilnya adalah sebagai berikut:
Kesimpulan
Karena harga |Zhit| = 6,4286 > harga |Ztabel | = 1,645, maka tolak H0 alias terima HA
Jadi, rata-rata hasil gabah padi yang dipupuk dengan pupuk urea tablet nyata lebih tinggi dari padi yang
dipupuk dengan urea butiran
Sebanarnya dalam mengukur skewness dapat pula diukur dari besarnya nilai mean , median, modus, namun
demikian masih ada ukuran-ukuran lain dalam mengukurnya.
Adapun metode pengkuran skewness meliputi :
a. Metode Karl Pearson
b. Metode Bowley
c. Metode Nilai Moment
Sk = Coeficien of skewness
X = Nilai Mean
Tabel. 6.1.
Nilai Test Statistik sebanyka 100 Mahasiswa
Jurusan Akuntansi
NilaiTest Jumlah Mahasiswa
20 –29 1
30 – 39 3
40 – 49 9
50 – 59 17
60 – 69 34
70 – 79 24
80 - 89 8
90 – 99 4
100
3(X-Md)
Sk = --------------- ……… II
S
Data diatas nilai mediannya (Md) = 65,38
3(64,9-65,38)
Sk = --------------- = - 0,105
13,71
Hasil perhitungan skewness dengan metode karl person apabila hasilnya nol, maka bentuk distribusinya
simetris, apabila positif bentuk distribusinya juling positif dan apabila negatif maka bentuknya juling negatif.
Bentuk distribusi diukur dari skewnesss sebagai berikut :
Diagram 6.1.
Kurva Normal
Diagram 6.2.
Kurva Juling Negatif
Diagram 6.3.
Kurva Juling Positif
b. Metode Bowley
Metode ini dalam menghitung nilai skewness berdasar pada rumus nilai kuartil (Q)
Rumus : Skewness
(Q3-Q2) – (Q2-Q1)
(Q3-Q2)+ (Q2-Q1)
Hasil perhitungan ini apabila skweness (Sk) ketemu nol, maka distribusinya simetris karena Q3-Q2 = Q2-Q1,
tetapi apabila Q3-Q2=Q2-Q1 berarti hasil perhitungan (Sk) positif, maka menunjukkan distribusi yang juling
negatif dan apabila Q3 –Q2 Q2-Q1 maka distribusinya juling positif
Contoh diatas didapat nilai kuartil :
Q1 = 56,55
Q2 = 65,38
Q3 = 74,04
(74,08 – 65,38) – (65,38 – 56,15)
Sk = ---------------------------------------
(74,08 – 65,38) + (65,38 – 56,55)
8,70 – 8,83 - 0,13
= ------------------ = ------------------ = - 0,007
8,70 + 8,83 17,53
Dalam menghitung , skewness dengan metode Karl Person maupun Bowley tidak ada perlakuan yang berbeda
antara dta berkelompok dan data tidak berkelompok.
SUMBER PUSTAKA
1. Sujana DR,MA,MSc, Statistik Untuk Ekonomi dan Niaga Edisi kelima penerbit Tarsito Bandung,1991.
2. Supranto J.MA Statistik Teori dan Aplikasi, Jilid I
3. Anto Dayan, Drs, Pengantar Metode Statistik, Jilid 1,2
4. PEDC Bandung, Edisi 1987 Bandung, Agustus 1987
5. UU No.16 Tahun 1997 Tentang Statistik
6. Syamsudin, Statistik Deskriptif,2002
Bahan-bahan sumber :
White Board, OHP dan alat tulis, mesin hitung
TOPIK VIII
ANGKA INDEKS
1. PENDAHULUAN
Setiap kegiatan selalu mangalami kemajuan atau kemunduran, kadang–kadang produksi meningkat
kadang-kadang menurun, hasil penjualan suatu perusahaan dapat meningkat dan juga menurun, hasil
penerimaan devisa mengalami naik turun, pendapatan nasional kadang-kadang naik kemudian merosot lagi,
juga harga, gaji, biaya hidup mengalami naik turun. Untuk mengetahui maju mundurnya suatu usaha
(perusahaan ingin mengetahui maju mundurnya hasil penjualan, pemerinah ingin mengetahui maju
mundurnya penerimaan negara, penerimaan devisa, dan lain sebagainya) diperlukan angka indeks.
Angka indeks pada dasarnya merupaka suatu angka yang dibuat sedemikian rupa sehingga
dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan antara kegiatan yang sama (produksi, ekspor,
hasil penjualan, jumlah uang beredar, dan lain sebagainya) dalam suatu waktu yang berbeda. Dari
angka indeks bisa diketahui maju mundurnya atau naik turunnya suatu usaha atau kegiatan. Jadi, tujuan
pembuatan angka indeks sebetulnya untuk mengukur suatu kuantitatf terjadinya suatu perubahan dalam dua
waktu yang berlainan, misalnya indeks harga untuk mengukur perubahan harga (berapa % kenaikannya atau
penurunannya), indeks produksi untuk mengetahui perubahan yang terjadi didalam kegiatan produksi, indeks
biaya hidup yang sering dipergunakan untuk mengukur tingkat inflasi, dan lain sebagainya. Dengan demikian
angka indeks sangat diperlukan oleh siapa saja yang ingin mengetahui maju mundurnya kegiatan atau usaha
yang dilaksanakan.
Didalam pembuatan angka indeks diperlukan dua macam waktu, yaitu waktu dasar (base period) dan
waktu yang bersangkutan atau sedang berjalan (current period).
Waktu dasar ialah waktu dimana suatu kegiatan (kejadian) dipergunakan untuk dasar
perbandingan.
Waktu yang bersangkutan ialah waktui dimana suatu kegiatan (kejadian)akan diperbandingkan
terhadap kegiatan (kejadian) pada waktu dasar.
Contoh :
Jumlah produksi barang A yang dihasilkan oleh PT. SARLA adalah sebagai berikut :
Tahun 1985 = 150 ton
Tahun 1986 = 225 ton
Kalau dibuat indeks produksi tahu 1986 dengan waktu dasar 1985, maka produksi pada tahun 1985 = 150 ton
dipergunakan untuk dasar perbandingan , sedangkan produksi tahun 1986 (waktu yang bersangkutan) sebesar
225 ton akan diperbandingkan terhadap produksi tahun 1985 tadi.
Jadi indeks produksi 1986 = 225 x 100% = 150% (ada kenaikan produksi 150% - 100% = 50%)
150
Akan tetapi kalau tahun 1985 produksinya = 125 ton, maka indeks produksi 1986 = 125 x 100% =
150
83,33% (ada penurunan produksi sebesar 100% - 83,33% = 16,67%)
Apabila indeks lebih dari 100% terjadi kenaikan, sedangkan kalau kurang dari 100% terjadi penurunan.
Indeks harga relatif sederhana (simple relative price index) ialah indeks yang terdiri dari satu macam
barang saja, baik untuk indeks produksi maupun indeks harga (misalnya indeks produksi beras, indeks
produksi karet, indeks produksi ikan, indeks harga beras, indeks harga karet, indeks harga ikan, dan lain
sebagainya)
Indeks agregatif merupakan indeks yang terdiri dari beberapa barang (kelompok barang), misalnya
indeks harga 9 macam bahan pokok, indeks impor Indonesia, indeks ekspor Indonesia, indeks harga bahan
makanan, indeks biaya hidup, indeks hasil penjualan suatu perusahaan (lebih dari satu barang yang dijual),
dan lain sebagainya. Indeks agregatif memungkinkan untuk melihat persoalan secara agregatif secara makro
yaitu secara keseluruhan, bukan melihat satu per satu.
Perhatikan data harga berikut ini :
Harga rata-rata perdagangan besar beberapa hasil pertanian di Jakarta 1995 – 2001 (Rp /100 kg)
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 100
Statistik Deskriptif
Angka indeks adalah suatu angka yang dibuat untuk mengukur perubahan atau perbandingan dari
variable-variabel ekonomi dan sosial secara berturut-turut dari waktu ke waktu.
Angka indeks merupakan angka yang didapat dari suatu perbandingan yang menyatakan perubahan
relatif dan dinyatakan dalam presentase terhadap variable yang lain.
Contoh :
Harga ikan mas per kilogram di pasar ikan cibaraja sukabumi pada tahun 1996 adalah Rp 3.500,- sedangkan
pada tahun 1997 harganya menjadi Rp 4.500,- Maka harga ikan mas tahun 1997 dibanding tahun 1996
adalah : Rp 4.500,- x 100% = 128,6%
Rp 3.500,-
Dengan pengertian lain bahwa harga ikan mas tahun 1997 mengalami kenaikan sebesar 28,6% dari
tahun 1996. Angka 128,6% menunjukkan angka indeks tahun 1997 sebagai tahun yang diselidiki, sedangkan
angka indeks tahun 1996 dipakai sebagai tahun dasar dan angka indeks pada tahun dasar ini dianggap 100%
atau cukup ditulis 100.
Dalam prakteknya, angka indeks disusun secara berturut-turut, sehingga meliputi beberapa periode
(tahun) yang gunanya untuk mengetahui pola perubahan dari tahun ke tahun, seperti pada contoh berikut ini
Contoh :
Angka indeks penjualan kendaraan bermotor tahun 1993- tahun 1996 dalam milyaran rupiah dengan tahun
dasar 1993.
Tahun Harga (Rp) Angka indeks
1993 340 Tahun dasar = 100
1994 360 360/340 x 100 = 105,9
1995 400 400/340 x 100 = 117,6
1996 450 450/340 x 100 = 132,4
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 101
Statistik Deskriptif
Angka indeks digunakan untuk membandingkan perubahan dari suatu period ke periode lain. Oleh
karena itu, penggunaan angka indeks ini sangat luas. Hampir semua caban ilmu pengetahuan menggunakan
angka indeks. Misalnya: sosiologi menggunakan angka indeks dalam menghitung perubahan penduduk,
psikologi menggunakan angka indeks kecerdasan (IQ), dan sebagainya.
Keterangan :
Po.n = angka indeks harga tahun n dengan tahundasar 0
Qo.n = angka indeks jumlah tahun n dengan tahun dasar 0
Vo.n = angka indeks nilai tahun n dengan tahun dasar 0
Pn = harga pada tahun n
Po = harga pada tahun dasar
Qn = jumlah pada tahun n
Qo = jumlah pada tahun dasar
Contoh :
Dibawah ini adalah tabel dari penjualan sepatu olah raga “R” yang terjual dari tahun 1995 sampai dengan
tahun 1997.
Tahun Harga (dalam ribuan Jumlah (buah) Nilai (dalam ribuan
rupiah) rupiah)
1995 9 450 4.050
1996 12 475 5.700
1997 13 525 6.825
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 103
Statistik Deskriptif
Penjelasan :
Untuk menghitung angka indeks gabungan tidak ditimbang, dipergunakan dua metode.
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 104
Statistik Deskriptif
a. Metode Agregatif
Rumus- rumus metode agregatif untuk angka indeks gabungan tidak ditimbang adalah :
a) angka indeks harga ( P ) :
Po.n = ∑ Pn x 100%
―—
∑ Po
b) angka indeks jumlah ( Q ) :
Qo.n = ∑ Qn x 100%
―—
∑ Qo
Contoh :
Dibawah ini data tentang harga dan jumlah 3 komoditas.
1995 1996
Komoditi Harga Jumlah Nilai Harga Jumlah Nilai
Po Qo Vo Po Qo Vo
A 8 10 80 10 12 120
B 10 9 90 15 10 150
C 25 5 125 30 8 240
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 105
Statistik Deskriptif
Maka :
angka indeks harga
P95.96 = ∑ P96 x 100%
―—
∑ P95
= 55 x 100%
—
43
= 127, 9%
angka indeks jumlah
Q95.96 = ∑ Q96 x 100%
―—
∑ Q95
= 30 x 100%
—
24
= 125%
angka indeks nilai
V95.96 = ∑ V96 x 100%
―—
∑ V95
= 510 x 100%
—
295
= 172, 9%
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 106
Statistik Deskriptif
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 107
Statistik Deskriptif
Ada beberapa metode perhitungan angka indeks gaungan tertimbang, seperti yang akan diuraikan
berikut ini :
a. Metode agregatif
Untuk menyusun indeks harga agregatif tertimbang digunakan rumus :
IHAw = ∑ Pn.W x 100%
―—
∑ Po.W
Keterangan :
IHAw = indeks harga agregatif tertimbang
Pn = Harga tahun tertentu
Po = Harga tahun dasar
W = Pembobot
Contoh :
Tentukan indeks harga agregatif dari data berikut ini!
Komoditas Kuantitas ( W ) P95 P96
A 10 2100 2500
B 8 725 975
C 20 80 95
D 15 225 350
Jawab :
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 108
Statistik Deskriptif
31775
b. Metode Laspeyres
Metode laspeyres menggunakan kuantitas tahun dasar sebagai penimbang dalam menyusun
angka indeks harga. Metode ini dinamakan Laspeyres karena dirumuskan oleh seorang ekonom
Jerman yang bernama Etiene Laspeyres tahun 1871. Rumusnya adalah
IL = ∑Pn Qo x 100%
―—
∑Po Qo
Keterangan :
IL = indeks laspeyres
Pn = harga tahun tertentu
Po = harga tahun dasar
Qo = kuantitas tahun dasar ( penimbang )
Contoh :
Tentukan indeks harga laspeyres dari data berikut ini !
Komoditas Satuan Kuantitas P95 P96
Q95
A Kg 20 250 275
B Butir 25 75 75
C Kg 15 350 400
D liter 10 275 300
Jumlah - - - -
Jawab :
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 109
Statistik Deskriptif
(Q95)
A Kg 20 250 275 5000 5500
B Butir 25 70 75 1750 1875
C Kg 15 350 400 5250 6000
D liter 10 275 300 2750 3000
Jumlah - - - - 14750 16375
IL = ∑Pn Qo x 100%
―—
∑Po Qo
= ∑P96 Q95 x 100%
∑P95 Q95
= 16375 x 100%
―—
14375
= 111,02%
c. Metode Paasche
Metode paasche menggunakan kuantitas tahun tertentu sebagai penimbang. Metode ini
dirumuskan oleh seorang ahli statistika Jerman bernama Paasche ( 1874 ).
Rumus indeks harganya adalah :
IP = ∑Pn Qn x 100%
―—
∑Po Qn
Contoh :
Tentukan indeks harga paasche dari data berikut ini !
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 110
Statistik Deskriptif
Jawab :
∑P95 Q96
= 48750 x 100%
―—
44425
= 109,7%
d. Metode Fisher
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 111
Statistik Deskriptif
Metode fisher menggunakan rata- rata geometris dari indeks laspeyres dan indeks Paasche.
Indeks ini juga disebut indeks ideal karena bebas dari bias dan nilai rata- rata merupakan nilai
terbaik dari penyusunan angka indeks.
Perumusan berdasarkan metode fisher adalah :
IF = VIL . IP
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 112
Statistik Deskriptif
Pn Qo x
100%
―
—
∑ Po
Qo
=∑
P95 Q95
x 100%
∑
P95 Q95
=
16375 x
100%
―
—
14750
= 111,
02%
IP = ∑
Pn Qn x
100%
―
—
∑
Po Qn
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 113
Statistik Deskriptif
=∑
P96 Q96
x 100%
∑
P95 Q96
=
20800 x
100%
―
—
18725
=
111,08%
IF = V IL
. IP
=V
12332,1
=
111,05%
e.
M
f.
Meto
d
e
m
ar
s
h
al
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 114
Statistik Deskriptif
l
d
a
n
e
d
g
e
w
or
th
m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n
ra
ta
–
ra
ta
k
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 115
Statistik Deskriptif
u
a
nt
it
as
a
nt
ar
a
ta
h
u
n
d
as
ar
d
a
n
ta
h
u
n
te
rt
e
nt
u
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 116
Statistik Deskriptif
se
b
a
g
ai
p
e
m
b
o
b
ot
n
y
a
y
ai
tu
:
g.
W=
Q
o
+
Q
n
h.
i.
j.
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 117
Statistik Deskriptif
k.
B
l.
K
2250
8000
4500
2100
7000
4125
1875
6000
3000
1750
6250
2750
30
20
15
75
400
300
25
15
10
70
350
275
Butir
Kg
liter
B
C
D
P96P95S P95 Q95 P96 Q96
atuanJum
lah----
3347537
175
1155010
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 118
Statistik Deskriptif
5004222
2752025
0KgA
VQ95.Q
96
VQ95.Q
96
V
Q95.Q96
Jawab :
Indeks
harga
tahun
1995 =
100%
IME
tahun
1996
adalah :
IME = ∑
Pn (Qo +
Qn) x
100%
∑
Po ( Qo
+ Qn)
=∑
P96
(Q95 +
Q96)
∑
P95
(Q95 +
Q96)
=
37175 x
100%
33475
=
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 119
Statistik Deskriptif
111,05%
m.
M
n.
Meto
d
e
w
al
sc
h
m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n
p
e
m
b
o
b
ot
W
=
V
Q
o
.
Q
n,
d
a
n
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 120
Statistik Deskriptif
di
ru
m
u
s
k
a
n
se
b
a
g
ai
b
er
ik
ut
:
o.
p.
IW =
∑
P
n
V
Q
o
.
Q
n
x
1
0
0
%
q.
r.
s.
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 121
Statistik Deskriptif
t.
B
u.
K
4125
14000
7500
3850
12250
6875
55
35
25
30
20
15
75
400
300
25
15
10
70
350
275
Butir
Kg
liter
B
C
D
ISI P95 Q95
MATERIA
LAT
BANTUJu
mlah------
16591,3018
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 122
Statistik Deskriptif
424,855768,
405244,002
0,97622275
20250KgQ9
6A
Indeks
harga tahun
1995 =
100%
IW tahun
1996
( tahun
dasar 1995 )
adalah :
IW = ∑ Pn
V Qo Qn
x 100%
∑ Po
V Qo Qn
= ∑ P96
V Q95 Q96
x 100%
∑ P95
V Q95 Q96
=
18424,85 x
100% =
111,05%
16591,.
POLITEK
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 123
Statistik Deskriptif
NIK
NEGERI
MANADO
JURUSAN
AKUNTAN
SI
Bidang
Studi
:
Mathe
matics/
Data
Process
ing
Mata
Pelajar
an :
Statisti
k
Topi
k
:
Reg
resi
Setelah
menyelesai
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 124
Statistik Deskriptif
kan
pelajaran
ini
mahasiswa
a. Me
mah
ami
defi
nisi
regr
esi
b. Men
jelas
kan
keg
una
an
regr
esi
c. Men
giht
ung
den
gan
men
ggu
nak
an
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 125
Statistik Deskriptif
rum
us
regr
esi
d. Men
gam
bar
scat
er
diag
ram
e. Men
gan
alisa
hasil
pers
ama
an
regr
esi
f.
7.
SUMBER
1.Sujana
DR,MA,
MSc,
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 126
Statistik Deskriptif
Statistik
Untuk
Ekonomi
dan
Niaga
Edisi
kelima
penerbit
Tarsito
Bandung,
1991.
2.Supranto
J.MA
Statistik
Teori dan
Aplikasi,
Jilid I
3.Anto
Dayan,
Drs,
Pengantar
Metode
Statistik,
Jilid 1,2
4.PEDC
Bandung,
Edisi
1987
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 127
Statistik Deskriptif
Bandung,
Agustus
1987
5.UU No.16
Tahun
1997
Tentang
Statistik
6.Syamsudi
n,
Statistik
Deskripti
f,2002
Bahan-
bahan
sumber :
White
Board,
OHP dan
alat tulis,
mesin
hitung
WAKTU
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 128
Statistik Deskriptif
2053,95
6928,10
2674,10
1917,02
6062,35
3367,93
27,386
17,321
12,247
30
20
15
75
400
300
25
15
10
70
350
275
Butir
Kg
liter
B
C
D
30 Menit Pendahuluan White bord
P96 Memahami hubungan yang ada Diskusi
diantara variable-variabel sehingga Kelompok
dari hubungan yang diperoleh kita
dapat menaksir variable yang satu,
apabila harga variable lain diketahui,
bagian ini dikenal dengan REGRESI
Scater diagram; adalah salah satu cara
penyajian data dalam bentuk gambar
yang merupakan pencaran titik-titik
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 129
Statistik Deskriptif
b = xy – nx.y
x2 – n.(x)2
a = y – bx
Gambar :
Metoda:
Diskusi, Tanya Jawab dan studi kasus
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 130
Statistik Deskriptif
TOPIK VII
REGRESI
Istilah regresi diperkenalkan oleh Francis Galton. Dalam suatu masalahnya dikemukakan bahwa ada kecenderungan
rata-rata tinggi anak dengan orang tua yang mempunyai tinggi tertentu untuk bergerak atau mundur (regres) kearah
tinggi rata-rata seluruh populasi.
Analisa regresi dan korelasi telah dikembangkan untuk mempelajari hubungan antara dua variabel atau lebih. Jika
hanya dua variabel yang dipelajari, berarti membiarkan regresi dan korelasi sederhana. Tetapi, bila yang dipelajari lebih
dari dua variabel berarti membicarakan regresi dan korelasi ganda.
Tujuan analis regresi adalah mempelajari pola dan mengukur eratnya hubungan dua variabel atau lebih. Kemudian
meramalkannya dengan menggunakan persamaan garis regresi. Dengan kata lain, analisi regresi menjawab bagaimana
pola hubungan antara variabel-variabel, sedangkan analisis korelasi menjawab bagaimana keeratan hubungan yang
diterankan dalam persamaan regresi. Kedua analisis ini biasanya dipakai secara bersama-sama.
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa Regresi adalah suatu alat untuk mencari sebab-akibat
(kansalitas) antara dua variabel atau lebih misalnya: variabel vertikal (y) dengan variabel bebas (x).
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 131
Statistik Deskriptif
a. Mengidentifikasi Masalah
Masalah yang dihadapai haruslah dipahami dan diidenfikasi degan tepat. Bila suatu persoalan kurang dipahami dan
kurang teridentifikasi biasanya akan menghasilkan kesimpulan yang kurang tepat. Untuk itu, informasi yang akurat serta
pemahaman terhadap suatu persoalan yang akan dibahas sangat diperlukan.
b. Pengumpulan Fakta/Data
Seringkali data yang diperlukan kurang tersedia atau data yang ada adalah data yang waktunya sudah terlalu lama
sehingga jika digunakan untuk saat ini sudah tidak sesuai lagi. Untuk itu, diperlukan cukup data dan sekaligus data yang
akurat.
c. Penyajian Data
Informasi yang disajikan, baik dalam bentuk tabel, diagram, atau ukuran lain hendaknya disampaikan secara
singkat, jelas, dan mudah dimengerti.
d.Analisis Data
data yang sudah dikumpulkan dan telah diadakan penghitungan, sebelum diambil kesimpulan perlu terlebih dahulu
diadakan pengujian agar kesimpulan yang diambil benar-benar dapat dipertanggung jawabkan.
Jika hubungan antara dua variable dalam analisis regresi dinyatakan sebagai sebuah fungsi, maka
dapat dibentuk y = f (x), atau y merupakan fungsi dari x. Berarti nilai y akan bergantung pada nilai x. Dengan
demikian, dalam analisis regresi, y disebut variabel terikat (dependent variable) sedangkan x disebut variable
bebas (independent variable).
Dalam kegiatan peramalan untuk meramalkan masa yang akan datang, selalu berdasarkan pada data
yang telah lampau dan menggunakan cara ekstropolasi garis regresi, yaitu dengan memperpanjang garis
regresi yang sudah ada.
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 132
Statistik Deskriptif
Diagram Pencar adalah diagram yang menentukan titik (x,y) pada bidang cartesius. Metode ini
dianggap yang paling mudah dan sederhana karena tidak memerlukan persamaan Matematika. Untuk
membuat garis regresi cukup menghubungkan dua titik.
Pada diagram ini, variabel bebas (x) digambarkan pada skala horizontal, variable tak bebas (terikat)
digambarkan pada skala vertikal (y), dan pasangan dua variable dinyatakan dengan sebuah titik. Jika titik-titik
pada diagram itu menunjukan suatu garis lurus, berarti kedua variable itu mempunyai hubungan yang
sempurna. Tetepi dalam kenyataan sehari-hari pada masalah Ekonomi jarang dijumpai sifat hubungan yang
sempurna, sehingga garis regresi pada diagram itu dianggap dapat mewakili titik-titik yang berada dalam
diagram pencar.
Untuk memahami diagram pencar, perhatikan contoh dibawah ini
TABEL :
Biaya Promosi (x) Penjualan (y)
2 6
3 5
5 7
6 8
8 12
9 11
Variabel x pada diagram pencar tadi digambarkan pada sumbu horizontal. Sedangkan variabel y pada
sumbu vertikal. Titik-titik pada diagram pencar merupakan pasangan variabel x dan variabel y. Garis regresi
yang merupakan garis lurus digambarkan, digambarkan dengan metode tangan bebas (free hand’s method).
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 133
Statistik Deskriptif
Untuk menggambarkan garis regresi dengan metode jumlah kuadrat terkecil, didasarkan pada suatu
persamaan :
Y’ = a + bx
Nilai a dan b dicari berdasarkan persamaan :
y = n.a + bx
xy = a.x + b.x2
KETERANGAN : x = nilai variable x
y = nilai variabel y
n = banyaknya data
a = konstanta (intercept)
b = koefisien regresi
Untuk mencari nilai a dan b pada garis regresi y’= a + bx, dapat juga menggunakan rumus sebagai
berikut:
3. KOEFISIEN REGRESI
Kemiringan dan arah garis pada garis regresi disebut KOEFISIEN REGRESI. Jika persamaan regresi
dinyatakan dengan y’ = a + bx, maka koefisien regresinya adalah b. Nilai b bisa positif (+) atau negative (-).
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 134
Statistik Deskriptif
Jika koefisien regresinya positif, maka garis regresinya akan mempunyai kemiringan yang positif,
yang berarti hubungan dua variable x dan y mempunyai arah yang sama dan positif. Kenaikan nilai x akan
diikuti oleh kenaikan nilai y.
Jumlah Pinjaman y
x
0 Bunga
Jika koefisiennya negatif, maka garis regresinya akan mempunyai kemiringan yang negative, yang
berarti hubungan antara dua variable x dan y berlawanan arah dan negative. Kenaikan x akan diikuti
penurunan y.
Hasil Penjualan y
x
0 Biaya Promosi
Ketepatan suatu garis regresi terlihat jika titik-titik pada diagram pencar bergerak mendekati garis
regresi. Penyimpangan titik-titik pada diagram pencar secara statistik diukur dengan suatu konsep yang
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 135
Statistik Deskriptif
disebut “THE STANDARD ERROR OF ESTIMATE” atau penyimpangan standar terhadap garis regresi, yang
dinotasikan dengan Syx.
Pengertian penyimpangan standar terhadap garis regresi ini identik dengan penyimpangan standar. Jika
pada penyimpangan standar titik tolaknya adalah nilai rata-rata, maka pada penyimpangan-penyimpangan
terhadap garis regresi titik tolaknya adalah pengukuran dari garis regresi (y’)
Rumus umum standar deviasi garis regresi nilai y terhadap x adalah:
Syx =
Syx =
Penyimpangan standar (standar deviasi) terhadap garis regresi, dapat ditafsirkan sama dengan standar
deviasi terhadap rata-rata. Semakin besar nilai Syx, maka semakin tersebar titik-titik yang berada disekitar
garis regresi. Sebaliknya, semakin kecil Syx, maka semakin dekat titik-titik yang berada disekitar garis
regresi.
Jika nilai Syx = 0, maka semua titik pada diagram pencar berada pada garis regresi. Ini berarti bahwa
garis regresi dapat digunakan secara sempurna untuk menaksir variabel dependen (variabel tak bebas).
Jika diasumsikan semua data observasi berada disekitar garis regresi dalam bentuk distribusi normal,
maka berdasarkan nilai Syx dapat dikatakan bahwa :
- 68 % dari data observasi akan berada dalam jarak
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 136
Statistik Deskriptif
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 1 0.1 0.1 0.00 0.983
Residual Error 7 1240.1 177.2
Total 8 1240.2
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 137
Statistik Deskriptif
SUMBER PUSTAKA
1.Sujana DR,MA,MSc, Statistik Untuk Ekonomi dan Niaga Edisi kelima penerbit Tarsito Bandung,1991.
2.Supranto J.MA Statistik Teori dan Aplikasi, Jilid I
3.Anto Dayan, Drs, Pengantar Metode Statistik, Jilid 1,2
4.PEDC Bandung, Edisi 1987 Bandung, Agustus 1987
5.UU No.16 Tahun 1997 Tentang Statistik
6.Syamsudin, Statistik Deskriptif,2002
Bahan-bahan sumber :
White Board, OHP dan alat tulis, mesin hitung
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 138
Statistik Deskriptif
Metoda:
Diskusi, Tanya Jawab dan studi kasus
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 139
Statistik Deskriptif
TOPIK VIII
KORELASI
A PENGERTIAN KORELASI
Korelasi adalah salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel
yang sifatnya kuantitatif. Misalnya, kamu ingin menyelidiki apakah ada hubungan antara: penetapan harga
dengan jumlah barang yang diminta,biaya iklan yang dikeluarkan dengan hasil penjualan brang yang
diiklankan, naiknya harga barang dengan kenaikan gaji pegawai, dan sebagainya.
Dua buah variabel dikatakan berkolerasi jika perubahan pada variabel yang satu akan diikuti
perubahan variabel yang lain secara teratur, dengan arah yang sama atau dapat pula dengan arah yang
berlawanan. Jika dua variabel itu dinyatakan sebagai variabel x dan variabel y, maka perubahan variabel x
akan diikuti oleh perubahan variabel y dan sebaliknya.
Arah hubungan antara dua variabel itu dapat digolongkan menjadi tiga macam :
1.HUBUNGAN POSITIF
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 140
Statistik Deskriptif
Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang positif jika perubahan pada satu variabel diikuti
perubahan pada variabel lain secara teratur dengan arah yang sama. Dengan kata lain, kenaikkan variabel x
diikuti dengan kenaikkan variabel y, sebaliknya turunnya nilai variabel x diikuti dengan turunnya nilai
variabel y, misalnya : hubungan antara biaya iklan dengan hasil penjualan, gaji dengan harga barang,
pendapatan dengan konsumsi, dan sebagainya.
Penjualan y
Hubungan Positif
x Biaya Iklan
2.HUBUNGAN NEGATIF
Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang negatif jika perubahan pada satu variabel diikuti
oleh perubahan pada variabel yang lain dengan arah yang berlawanan. Dengan kata lain, jika nilai variabel x
naik maka nilai variabel y turun, sebaliknya jika nilai variabel x turun maka nilai variabel y naik. Misalnya :
harga suatu barang dengan permintaan, pendapatan masyarakat dengan kejahatan ekonomi, jumlah akspetor
KB dengan jumlah kelahiran, dan sebagainya. Sifat hubungan negatif dapat digambarkan dengan grafik :
Harga y
Hubungan Negatif
x
Jumlah Barang Yang Diminta
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 141
Statistik Deskriptif
Dua variabel dikatakan tidak ada hubungan jika naik turunnya nilai suatu variabel tidak diikuti oleh
naik turunnya variabel yang lain, sehingga kedua variabel tersebut tidak menunjukkan adanya pola hubungan.
Misalnya, antara tinggi gedung (y) dengan jumlah penduduk (x). Dua variabel yang tidak mempunyai
hubungan dapat digambarkan dengan grafik :
Tinggi Gedung y
Jumlah PenduduK x
4. KOEFISIEN KORELASI
Koefisien korelasi (r) adalah sebuah nilai yang dipergunakan untuk mengukur derajat keeratan
hubungan antara dua variabel. Koefisien korelasi dapat dihitung dengan menggunakan metode Pearson
sebagai berikut:
r= n
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 142
Statistik Deskriptif
Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 dan 1, yang dinyatakan dengan -1 ≤ r ≤ 1. Jika
koefisienkorelasi r mendekati +1 atau -1 berarti terdapat hubungan yang kuat, sebaliknya jika mendekati 0
berarti terdapat hubungan yang lemah atau tidak ada hubungan.
Variable: sebelum
Mean 1.076
StDev 1.00400
Goodness of Fit
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 143
Statistik Deskriptif
C. KOEFISIEN PENENTU
Koefisien penentu, disebut juga koefisien determinasi, yaitu pangkat dua dari koefisien korelasi.
Koefisien penentu berguna untuk menyatakan berapa besar pengaruh hubungan kedua variabel. Koefisien
penentu dinyatakan dalam bentuk persen, dirumuskan sebagai berikut :
KP = r2 x 100%
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 144
Statistik Deskriptif
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 145
Statistik Deskriptif
SUMBER PUSTAKA
1.Sujana DR,MA,MSc, Statistik Untuk Ekonomi dan Niaga Edisi kelima penerbit Tarsito Bandung,1991.
2.Supranto J.MA Statistik Teori dan Aplikasi, Jilid I
3.Anto Dayan, Drs, Pengantar Metode Statistik, Jilid 1,2
4.PEDC Bandung, Edisi 1987 Bandung, Agustus 1987
5.UU No.16 Tahun 1997 Tentang Statistik
6.Syamsudin, Statistik Deskriptif,2002
Bahan-bahan sumber :
White Board, OHP dan alat tulis, mesin hitung
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 146
Statistik Deskriptif
Variabel :
c. variable independent
d. variable dependent
Letak variable bebas dan terikat pada
sumbu koordinat, yaitu sumbu x;
variable bebas dan pada sumbu Y
variable terikat:
Untuk menunjukkan korelasi antara 2
variabel antara lain dengan :
f. Scater diagram
g. Tabel korelasi
h. Koefisien korelasi
Metoda:
Diskusi, Tanya Jawab dan studi kasus
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 147
Statistik Deskriptif
TOPIK XI
TIME SERIES
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar orang membuat peramalan, misalnya meramal
akan terjadinya hujan, produksi pertanian, meramal undian berhadiah dan lain sebagainya.
Dalam uraian selanjutnya akan dikemukakan cara-cara membuat ramalan yang bersifat ilmiah, yaitu
dengan menggunakan ilmu statistik. Contoh. Seorang pengusaha ingin mengetahui kejadian yang akan terjadi
dimasa datang dan akan mengambil tindakan-tindakan yang dianggap tepat untuk usahanya.
Contoh berikut, seorang pengusaha produsen alat-alat rumah tangga inginmencari tahu berapa kira-
kira permintaan konsumen terhadap alat-alat rumah tangga yang akan diproduksikan dimasa yang akan
datang. Angka berapa besar produksi alat rumah tangga dapat diketahui dengan menggunakan peramalan, dan
pengusaha akan dapat dengan mudah merencanakan produksi, menentukaan biaya produksi, menentukan
jumlah tenaga kerja dan menentukan berapa banyak bahan baku yang diperlukan.
Terhadap pemerintah , yang terutama yang menentapkan kebijakan perlu mengetahui perkiraan-
perkiraan yang akan datang juga didukung dengan keadaan yang ada sekarang. Dengan adanya permalan
dimasa datang pemerintah akan dapat mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu dengan jalan
mengubah atau memperbaiki kebijakan yang ada/ diterapkan sekarang ini. Misalnya, jika produksi padi dalam
tahun yang akan datang tidak sebanding dengan kebutuhuan penduduk , maka perlu diperhatian ketercediaan
cadangan produksi padi pada masa yang akan datang sehingga tidak akan terjadi krisis pangan di masyarakat
dengan mempertimbangkan kemungkinan untuk mengimport beras dari luar negeri.
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 148
Statistik Deskriptif
Grafik diatas menunjukkan pergerakan produksi minyak kelapa di Sulawesi Utara dari tahun 1990 sampai
tahun 2006
Berikut ini adalah data perkembangan penduduk Indonesia
PENGGOLONGAN GERAKAN TIMER SERIES
Penggolongan gerakan time series:
1. Gerakan jangka panjang (secular trend)
2. Gerakan siklus (cyclical movements)
3. Gerakan musiaman (seasional movements)
4. Gerakan tidak teratur (irregular movements)
1. Gerakan jangka panjang (secular trend)
Gerakan jangka panjang adalah perkembangan (kenaikan atau penurunan) data dalam jangka panjang,
lebih dari sepuluh tahun:
Contoh 1. Berikut ini adalah data produksi Minyak Kelapa Sulawesi Utara dari tahun 1999-2006 ( dalam ton)
Tahun Produksi Minyak
1990 750
1991 200
1992 850
1993 400
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 149
Statistik Deskriptif
1994 1150
1995 385
1996 1250
1997 425
1998 1550
1999 725
2000 1850
2001 825
2002 2000
2003 950
2004 2225
2005 1050
2006 2450
Dari data diatas kemudian diturunkan dalam bentuk grafik diagram batang sebagai berikut :
Ket :
X:Garis perkembangan normal
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 150
Statistik Deskriptif
Jangka waktu antara D”- D, disebut satu periode sedangkan jarak antara A-A”di sebut aamplitudo
Jangka waktu yang belum diketahui baik itu besaran nilai dan kejadian akan diketahui dengan cara
menaksir. Lamanya gerakan siklus tersebut bisa dalam satu periode (5 tahun,10 tahun, 20 tahun) yang
sering dikatakan masa resesi, masa depresi.
Masa resesi dan depresi yang berkepanjanghan disebabkan karena keadaan suatu negara berada didalam
kondisi “abnormal” atau terganggu karena adanya bencana alam, , timbulnya peperangan atau faktor lain
yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya.
Dala hal ini perekonomian suatu negara sangat erat hubungannya dengan negara laon yang ada di dunia
melalui mekanisme perdagangan atau hubungan dagang. Keadaan perekonomia yang memburuk di
Amerika Serikat akan berpengaruh terhadap perekonomian negara-negara di dunia dimana Amerika
Serikat merupakan ukuran kemajuan ekonomi dunia.
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 151
Statistik Deskriptif
Gerakan tidak teratur adalah kejadian yang terjadi secara mendadak atau tidak di perhitungkan
sebelumnya,sering menyebabkan perkembangan yang sedikit maju.
Contoh: Kejadian pecahnya perang,bencana Alam , pemogokan buruh , kematian seorang pimpinan
negara/perusahan, kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah dan lain-lain. Gerakan tidak teratur
dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut
Dalam menganalisa suatu gerakan jangka panjang maka kit memisalkan suatu keadaan dalam model Y
dari hasil perkalian variabel-variabel : Trend (T), Siklis (C), Musim ( S) dan Tidak teratur ( I ) yang
diturunkan dalam model sebagai berikut :
Y=TxCxSxI
Dimana Y = Variabel time series
C = Cylical/musim
S = Seasonal /musim
I = Iregular /tidak teratur
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 152
Statistik Deskriptif
Kelemahan dari cara ini adalah gambarnya kurang akurat., kemiringan dari garis trend tergantung dari orang
yang menggambarnya. Jadi, untuk data yang sama akan menunjukkan dua gambar grafik yang akan berbeda
Kebaikanya dari cara ini adalah tidak memerlukan perhitungan sehingga segera dapat digambar, jika anda
menggambar secara hati-hati maka akan mendapatkan ahasil yang mendekati sama dengan perhitungan
matematis.
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 153
Statistik Deskriptif
Rumus : Y=a + bx
Diman :
Y=nilai tren periode tertentu
a= nilai tren periode dasar
b=pertambhan tren tahun yang di hitung sebagai (xbar2-xbar2 )/n
diman :
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 154
Statistik Deskriptif
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 155
Statistik Deskriptif
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 156
Statistik Deskriptif
dimana Y=2y/n
X=2x/n
Rumus tren garis lurus sederhana :
X=0 X=1/n sehingga X=1/n (0) menjadi :
A=Ybar
B=2xy/ex2
Persamaan garis linier adalah :
Y=a+bx
Y=variable waktu.
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 157
Statistik Deskriptif
BASIC FACTS
Official name Republic of Indonesia
Capital Jakarta
Area 1,904,443 sq km
735,310 sq mi
PEOPLE
Population 228,437,870 (2001 estimate)
Population growth
Population growth rate 1.60 percent (2001 estimate)
Urban/rural distribution
Share urban 39 percent (1999 estimate)
Ethnic groups
Javanese 45 percent
Sundanese 14 percent
Madurese 8 percent
Languages
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 158
Statistik Deskriptif
Bahasa Indonesia (modified form of Malay; official), English, Dutch, Sundanese, Arabic, Chinese, and local dialects,
especially Javanese (about 300 languages and dialects are spoken)
Religious affiliations
Muslim 87 percent
Protestant 6 percent
Hindu 2 percent
Buddhist 1 percent
Other 1 percent
Infant mortality rate 41 deaths per 1,000 live births (2001 estimate)
Literacy rate
Total 97.9 percent (2001 estimate)
GOVERNMENT
Form of government Republic
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 159
Statistik Deskriptif
Voting qualifications
Universal at marriage or at age 17
Constitution
August 1945, abrogated by Federal Constitution of 1949 and Provisional Constitution of 1950, restored 5 July 1959
First-level political divisions 23 provinces, 2 special regions, and 1 special metropolitan district
ECONOMY
Gross domestic product (GDP, in U.S.$) $142.5 billion (1999)
Employment
Number of workers 99,370,378 (1999)
Monetary unit
1 Indonesian rupiah (Rp), consisting of 100 sen
Agriculture
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 160
Statistik Deskriptif
Rice, cassava, maize, sweet potatoes, coconuts, sugarcane, soybeans, peanuts, tea, coffee; rubber, palm oil, tobacco;
livestock
Mining
Petroleum, natural gas, tin, copper, bauxite, coal, nickel, manganese, iron ore, silver, gold, diamonds, rubies
Manufacturing
Refined petroleum, textiles, food products, wood products, tobacco products, chemicals
Major exports
Petroleum and petroleum products, natural and manufactured gas, wood and wood products, food products, textiles,
metal ores, footwear, electrical and electronic products
Major imports
Machinery, transportation and electrical equipment, chemicals, minerals
Electricity from geothermal, solar, and wind 5.01 percent (1999 estimate)
sources
SOURCES
Basic Facts and People sections
Area data are from the statistical bureaus of individual countries. Population, population growth rate, and population
projections are from the United States Census Bureau, International Programs Center, International Data Base (IDB)
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 161
Statistik Deskriptif
(www.census.gov). Urban and rural population data are from the Food and Agriculture Organization (FAO) of the United
Nations (UN), FAOSTAT database (www.fao.org). Largest cities population data and political divisions data are from the
statistical bureaus of individual countries. Ethnic divisions and religion data are largely from the latest Central
Intelligence Agency (CIA) World Factbook and from various country censuses and reports. Language data are largely
from the Ethnologue, Languages of the World, Summer Institute of Linguistics International (www.sil.org).
Government section
Government, independence, legislature, constitution, highest court, and voting qualifications data are largely from
various government Web sites, the latest Europa World Yearbook, and the latest Central Intelligence Agency (CIA)
World Factbook. The armed forces data is from Military Balance.
Economy section
Gross domestic product (GDP), GDP per capita, GDP by economic sectors, employment, and national budget data are
from the World Bank database (www.worldbank.org). Monetary unit, agriculture, mining, manufacturing, exports,
imports, and major trade partner information is from the latest Europa World Yearbook and various International
Monetary Fund (IMF) publications.
Note
Figures may not total 100 percent due to rounding.
Microsoft ® Encarta ® Encyclopedia 2002. © 1993-2001 Microsoft Corporation. All rights reserved.
Bahan Ajar Statistik Prodi Akuntansi Keuangan, Nixon Sondakh Page 162