You are on page 1of 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Epilepsi merupakan topik yang luas dan berkembang cukup

pesat. Pengetahuan kita mengenai epilepsi perlu sewaktu-waktu

disegarkan dan ditambah dengan informasi yang baru.

Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya

bangkitan epileptik yang berulang. International League Against

Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada

tahun 2005 merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu suatu kelainan

otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat

mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif,

psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi

ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epileptik

sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda

dan/atau gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron

yang berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak.

Secara umum masyarakat di Indonesia salah mengartikan

penyakit epilepsi. Akibatnya, penderita epilepsi sering dikucilkan.

Padahal, epilepsi bukan termasuk penyakit menular, bukan penyakit

jiwa, bukan penyakit yang diakibatkan “ilmu klenik”, dan bukan

penyakit yang tidak bisa disembuhkan.

1
Serangan pertama pada sebagian besar penderita epilepsi telah

terjadi semasa anak-anak, sekitar 55 % terjadi sebelum berusia 10

tahun. Untuk meningkatkan penaggulangan epilepsi secara keseluruhan,

perlu ditingkatkan penanggulangan epilepsi pada anak-anak dan remaja.

Dalam menangani epilepsi perlu diciptakan kerjasama yang baik antara

orang tua, pengasuh, dokter, penderita, anggota masyarakat yang bayak

hubungannya dengan penderita,misalnya guru di sekolah. Kerjasama

yang baik berpengaruh positif terhadap hasil terapi, baik dari segi

perkembangan kepribadian, mental, penyesuaian diri terhadap

lingkungan, maupun dari segi mencegah kambuhnya serangan.

Keputusan untuk memulai pengunaan obat-obat anti epilepsi

(OAE) pada seorang anak penderita epilepsi dapat mempunyai dampak

yang besar bagi kehidupannya dalam keadaan tertentu. Hal itu juga

dapat menjadi suatu konfirmasi final untuk diagnosa epilepsi, yang

berarti penderita tersebut harus memakai obat secara terus-menerus

dalam jangka waktu yang panjang. Sejumlah penelitian dalam beberapa

tahun terakhir ini mengemukakan resiko berulangnya pada anak

penderita epilepsi yang berhenti minum OAE secara tiba-tiba begitu

mereka bebas serangan.

B. Rumusan Masalah

a. Apa pengertian dari Epilepsi?

b. Bagaimana etiologi dari Epilepsi?

c. Bagaimana Web Of Caution (WOC) dari Epilepsi?

2
d. Apa saja tanda dan gejala dari Epilepsi?

e. Bagaimana pemeriksaan fisik dari Epilepsi?

f. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Epilepsi?

g. Apa saja komplikasi dari Epilepsi?

h. Bagaimana Asuhan Keperawatan bagi pasien Epilepsi?

i. Bagaimana algoritma penanganan bagi pasien Epilepsi?

j. Bagaimana SOP penanganan bagi pasien Epilepsi?

k. Bagaimana Evidance Based Nursing bagi pasien Epilepsi?

C. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pengertian epilepsi.

b. Untuk mengetahui etiologi dari epilepsi.

c. Untuk mengetahui Web Of Caution (WOC) dari epilepsi.

d. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari epilepsi.

e. Untuk mengetahui cara pemeriksaan fisik pada pasien epilepsi.

f. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang bagi pasien

epilepsi.

g. Untuk mengetahu komplikasi dari penyakit epilepsi.

h. Untuk mengetahu asuhan keperawatan bagi pasien epilepsi.

i. Untuk mengetahui algoritma penanganan pada pasien epilepsi.

j. Untuk mengetahui SOP penanganan bagi pasien epilepsi.

k. Untuk mengetahui Evidance Based Nursing pada pasien epilepsi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Epilepsi merupakan gangguan kronik otak yang menunjukan

gejala-gejala berupa serangan yang berulang yang terjadi akibat adanya

ketidaknormalan kerja sementara sebagian atau seluruh jaringan otak

karena cetusan listrik pada neuron peka rangsang yang berlebihan, yang

dapat menimbulkan kelainan motorik, sensorik, otonom atau psikis yang

timbul tiba-tiba dan sesaat disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal

sel-sel otak (WHO, 2006).

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik

kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan

bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).

Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya

gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang

disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat

reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).

Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa epilepsi merupakan

penyakit serebral kronik dimana terjadinya cetusan listrik atau lepasnya

muatan listrik lokal pada substansia grisea otak dengan karakteristik gejala

berupa kejang berulang.

4
B. Etiologi

1. Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui

(Idiopatik) Sering terjadi pada:

a. Trauma lahir, Asfiksia neonatorum

b. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf

c. Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol

d. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,

hiponatremia)

e. Tumor Otak

f. kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007)

2. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.

a. Trauma Lahir

b. Trauma Kepala (5-50%)

c. Tumor Otak

d. Stroke

e. Cerebral Edema (bekuan darah pada otak)

f. Hypoxia

g. Keracunan

h. Gangguan Metabolik

i. Infeksi (mis., meningitis)

5
3. Penyebab spesifik epilepsi :

a. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu,

seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak

janin, mengalami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.

b. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen

yang mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.

c. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.

d. Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum

terutama pada anak-anak.

e. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah

otak.

f. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak, yaitu encephalitis

dan meningitis. Organ-organ dari CNS (otak dan medulla spinalis)

dilapisi oleh tiga lapisan jaringan konektifyang disebut dengan

meningen dan berisikan pia meter, arachnoid, dan durameter.

Meningen ini membantu menjaga aliran darah dan cairan

cerebrospinal. Struktur-struktur ini merupakn yang dapat terjadi

meningitis, inflamasi meningitis, dan jika terjadi keparahan maka

dapat menjadi encephalitis, dan inflamasi otak.

g. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose

dan neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang

berulang.

6
h. Kecerendungan timbulnya epilepsy yang diturunkan. Hal ini

disebabkan karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah

dari normal diturunkan pada anak.

i. Gangguan mekanisme biologis : abnormalitas dalam otak yang

menyebabkan sejumlah sel-sel syaraf dan kortex serebral menjadi

aktif secara serempak, memancarkan secara tiba-tiba, dan

peledakan yang berlebihan dari energy elektrikal. Hal ini meliputi

kerja dari kanal-kanal ion dan neurotransmitter (Gamma

aminobutyric acid (GABA), Serotonin, Acetylcholine).

C. Web Of Caution (WOC)

(Terlampir)

D. Tanda dan Gejala

Menurut Commission of Classification and Terminology of the

International League Against Epilepsy (ILAE, epilepsi diklasifikasikan

sebagai berikut :

1. Kejang parsial

Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil

dari otak atau satu hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau

satu bagian tubuh dan kesadaran penderita umumnya masih baik.

a. Kejang parsial sederhana

Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal, fenomena

halusinatorik, psikoilusi, atau emosional kompleks. Pada kejang

parsial sederhana, kesadaran penderita masih baik.

7
b. Kejang parsial kompleks

Gejala bervariasi dan hampir sama dengan kejang parsial

sederhana, tetapi yang paling khas terjadi adalah penurunan

kesadaran dan otomatisme.

2. Kejang umum

Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar

dari otak atau kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh

bagian tubuh dan kesadaran penderita umumnya menurun.

a. Kejang Absans

Hilangnya kesadaran sessat (beberapa detik) dan mendadak

disertai amnesia. Serangan tersebut tanpa disertai peringatan seperti

aura atau halusinasi, sehingga sering tidak terdeteksi.

b. Kejang Atonik

Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot anggota

badan, leher, dan badan. Durasi kejang bisa sangat singkat atau lebih

lama.

c. Kejang Mioklonik

Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan

singkat. Kejang yang terjadi dapat tunggal atau berulang.

d. Kejang Tonik-Klonik

Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang

dengan cepat dan total disertai kontraksi menetap dan masif di

seluruh otot. Mata mengalami deviasi ke atas. Fase tonik

8
berlangsung 10 - 20 detik dan diikuti oleh fase klonik yang

berlangsung sekitar 30 detik.

Selama fase tonik, tampak jelas fenomena otonom yang terjadi

seperti dilatasi pupil, pengeluaran air liur, dan peningkatan denyut

jantung.

e. Kejang Klonik

Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik,

tetapi kejang yang terjadi berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2

menit.

f. Kejang Tonik

Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering

mengalami jatuh akibat hilangnya keseimbangan.

3. Epilepsi tak tergolongkan

Ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik,

mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berwenang, menggigil atau

pernafasan yang mendadak berhenti sejenak.

E. Pemeriksaan Fisik

1. B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi

apnea, aspirasi

2. B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis

3. B3 (brain): penurunan kesadaran

4. B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi retensi urine

9
5. B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia

alfi

6. B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan

anggota tubuh, mengeluh meriang.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Elektroensefalogram (EEG)

Digunakan untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan.

EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti

ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk

dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya

defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan

bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya

atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang

tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh

gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran

tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang

demam atau risiko epilepsi.

10
Gambar 2.1 Elektroensefalogram pada pasien yang mengalami kejang

2. Neuroimaging

Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain:

a. CT Scan

Digunakan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal

abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif

serebral. Merupakan test gambaran otak pertama yang dianjurkan

untuk banyak anak dan dewasa dengan kejang awal. Teknik

gambaran ini cukup sensitive untuk berbagai tujuan.

Teknik penggambaran yang lebih sensitive dibandingkan

dengan x-ray, mengikuti makna yang tinggi terhadap struktur

tulang dan jaringan-jaringan yang lunak.clear images dari orga-

organ seperti otak, otot, struktur join, vena, dan arteri.

b. MRI (magnetic resonance imaging) kepala.

Digunakan untuk melihat ada tidaknya neuropati fokal.

MRI lebih disukai karena dapat mendeteksi lesi kecil (misalnya

lesi kecil, malformasi pembuluh, atau jaringan parut) di lobus

11
temporalis. Gambaran dari MRI dapat digunakan untuk persiapan

pembedahan.

Kedua pemeriksaan tersebut tidak dianjurkan pada kejang

demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.

c. Kimia darah : hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol

darah.

d. Pungsi Lumbar. Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan

serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang)

untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan

setelah kejang demam pertama pada bayi.

e. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar

elektrolit, kalsium, fosfor, magnsium, atau gula darah tidak rutin

dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium

harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar

sebagai pemeriksaan rutin.

G. Komplikasi

1. Dampak pada anak-anak

a. Long-Term General Effects. Secara umum untuk efek jangka lama

dari kejang sangat bergantung pada penyebabnya. Anak-anak yang

mengalami epilepsi akan berdampak terhadap kondisi yang spesifik

(contohnya injuri kepala dan gangguan syaraf) mempunyai

mortalitas lebih tinggi dari pada populsi normal.

12
b. Effect on Memory and Learning. Secara umum anak-anak yang

mengalami kejang akan lebih berdampak pada perluasan gangguan

otak dan akan terjadi keburukan. Anak dengan kejang yag tidak

terkontrol merupakan faktor resiko terjadinya kemunduran

intelektual.

c. Social and Behavioral Consequences. Gangguan pengetahuan dan

bahasa, dan emosi serta gangguan tingkahlaku, terjadi pada sejumlah

anak dengan beberapa sindrom epilepsy parsial. Anak-anak tersebut

biasanya berpenampilan dengan sikap yang buruk dibandingkan

dengan anak-anak lainnya.

2. Dampak pada dewasa

a. Effect on Mental Functioning in Adults. Dampak dari epilepsy

dewasa adalah pada fungsi mental yang tidak benar.

b. Psychological Health. Kira-kira 25-75% orang dewasa dengan

epilepsy menunjukan tanda-tanda depresi. Orang dengan epilepsi

mempunyai resiko tinggi untuk bunuh diri, setelah 6 bulan

didiagnosa. Risiko bunuh diri terbesar diantara orang-orang yang

terkena epilepsi dan mengarah pada kondisi psikiatrik seperti

depresi, gangguan ansietas, skizoprenia, dan penggunaan alkohol

kronik.

c. Overall Health. Beberapa pasien dengan epilepsi menggambarkan

dirinya dengan wajar atau buruk, orang dengan epilepsy juga

melaporkan ambang nyeri yang lebih besar, depresi dan ansietas,

13
serta gangguan tidur. Faktanya kesehatan mereka dapat disamakan

dengan orang dengan penyakit kronik, meiputi arthritis, masalah

jantung, diabetes, dan kanker.

3. Dampak pada kesehatan seksual dan reproduksi

a. Effects on Sexual Function. Pasien dengan epilepsi akan mengalami

gangguan sexual, meliputi impotensi pada laki-laki. Penyebab-

penyebab dari masalah-masalah tersebut kemungkinan emosi, indusi

medikasi, atau menghasilkan perubahan pada tingkat hormon.

b. Epilepsi pada childhood dapat mengakibatkan gangguan pada

pengaturan hormone puberitas.

c. Kejang yang persisten pada adult dapat dihubungkan dengan

hormonal-hormonal lain dan perubahan neurologi yang berkontribusi

terhada disfungsi seksualitas.

d. Emosi negatif yang mengarah pada epilepsi dapat mengurangi

perjalanan seksual.

H. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian primary and secondary

D (Danger) : Aman Diri (memakai APD), Aman Lingkungan

(Amankan pasien dari keluarga/kerumunan masyarakat), Aman Pasien

(Posisi Pasien ditengah tempat tidur, kunci bed bila di RS atau

pindahkan pasien ke tempat yang aman jika pasien berada ditempat

umum)

R (Respone) : Cek kesadaran pasien degan AVPU yaitu :

14
 Alert (A) : Klien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya.

 Respon velbal (V) : klien tidak berespon terhadap pertanyaan

perawat.

 Respon nyeri (P) : klien tidak berespon terhadap respon nyeri.

 Tidak berespon (U) : klien tidak berespon terhadap stimulus verbal

dan nyeri ketika dicubit dan ditepuk bahunya

a. Pengkajian Primer

1) Airway (jalan nafas) : Adanya sumbatan jalan nafas sehingga

menyebabkan klien sulit bernafas.

Tindakan yang dilakukan :

a) Semua pakaian ketat dibuka

b) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi

lambung

c) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan

oksigen dengan teknik head tilt, chin lift dan jika ada dugaan

cedera pada kepala gunakan teknik jaw thrust.

d) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan

oksigen.

e) Observasi TTV setiap 5 menit

Evaluasi :

a) Ketidakefektifan jalan nafas tidak terjadi

b) Jalan nafas bersih dari sumbatan

c) RR dalam batas normal

15
d) Suara nafas vesikuler

2) Breathing (pola nafas)

Pada fase iktal, pernapasan klien menurun/cepat,

peningkatan sekresi mukus, dan kulit tampak pucat bahkan

sianosis. Pada fase post iktal, klien mengalami apneu, Na

meningkat, kebutuhan O2 dan energi meningkat untuk kontraksi

otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan

terjadinya asidosis.

Tindakan yang dilakukan :

a) Mengatasi kejang secepat mungkin

Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam

keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat

kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga

secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang

diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui

intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga

berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara

intravena.

b) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan

oksigen

Evaluasi :

a) RR dalam batas normal

16
b) Tidak terjadi asfiksia

c) Tidak terjadi hipoxia

3) Circulation

Pada fase iktal terjadi peningkatan nadi dan penurunan

tekanan darah, sehingga terjadi gangguan pertukatan O2 dan CO2

dalam darah yang menyebabkan akral dingin, sianosis, dan klien

biasanya dalam keadaan tidak sadar.

Tindakan yang dilakukan :

a) Semua pakaian ketat dibuka

b) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi

lambung

c) Usahakan agarjalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan

oksigen

d) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan

oksigen

e) Observasi TTV setiap 5 menit

Evaluasi :

a) Tidak terjadi gangguan peredaran darah

b) Tidak terjadi hipoxia

c) Tidak terjadi kejang

d) RR dalam batas normal

17
b. Pengkajian Sekunder

1) Riwayat pasien

a) S (sign and symptom) : Terjadi kejang yang berulang, klien

tidak sadar dengan lingkungan.

b) A (allergies) : kaji apakah pasien ada riwayat alergi.

c) M (Medication) : kaji riwayat pengobatanya pasien.

d) P (Pentinant past medical history) : kaji riwayat penyakit

dahulu pasien.

e) L (Last oral intake solid liquid) : kaji makan terakhir atau

minum obat sebelumnya.

f) E (Event leading to injuri ilmes) : kaji kejadian sebelumnya.

2) TTV

a) Tekanan darah : tekanan darah pada pasien gigitan binatang

cenderung mengalami penurunan dibawah 100/80 mmHg

b) Irama dengan kekuatan nadi meningkat

c) Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernapasan :

klien dengan epilepsi mengalami pernapasan yang tidak

teratur, akral dingin, terjadi sianosis, apneu.

d) Suhu tubuh klien menurun 36ºC-37 ºC, N : 60-100 kali/menit.

Tindakan: rujuk ke fasilitas kesehatan sesuai triage

Evaluasi: evaluasi keadaan umum pasien, pantau keadaan pasien

setiap 15 menit atau sesuai indikasi.

2. Diagnosa Keperawatan

18
a. Ketidakefektifan Pola Napas

b. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas

c. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer


d. Gangguan Persepsi Sensori

e. Risiko Cidera

19
3. Intervensi Keperawatan

a. Ketidakefektifan Pola Napas

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan

Ketidakefektifan NOC NIC


pola napas Airway
Definisi : Inspirasi dan  Respiratory status : Management
atau ekspirasi yang Ventilation
tidak memberi  Respiratory status : Airway  Buka jalan
ventilasi patency nafas, guanakan
 Vital sign Status teknik chin lift
Batasan atau jaw thrust
Karakteristik : bila perlu
Kriteria Hasil :  Posisikan pasien
 Perubahan untuk
kedalaman  Mendemonstrasikan batuk memaksimalkan
pernapasan efektif dan suara nafas yang ventilasi
 Perubahan bersih, tidak ada sianosis  Identifikasi
ekskursi dada dan dyspneu (mampu pasien perlunya
 Mengambil mengeluarkan sputum, pemasangan alat
posisi tiga titik mampu bernafas dengan jalan nafas
 Bradipneu mudah, tidak ada pursed buatan
 Penurunan lips)  Pasang mayo
tekanan ekspirasi  Menunjukkan jalan nafas bila perlu
 Penurunan yang paten (klien tidak  Lakukan
ventilasi semenit merasa tercekik, irama nafas fisioterapi dada
 Penurunan frekuensi pernafasan dalam jika perlu
kapasitas vital rentang normal, tidak ada  Keluarkari
 Dipneu suara nafas abnormal) sekret dengan
 Peningkatan  Tanda Tanda vital dalam batuk atau
diameter rentang normal (tekanan suction
anterior-posterior darah, nadi, pernafasan)  Auskultasi suara
 Pernapasan nafas, catat
cuping hidung adanya suara
 Ortopneu tambahan
 Fase ekspirasi  Lakukan suction
memenjang pada mayo
 Pernapasan bibir  Berikan
 Takipneu bronkodilator
 Penggunaan otot bila perlu
aksesorius untuk  Berikan
pelembab udara

20
bernapas Kassa basah
 NaCl Lembab
 Atur intake
Faktor Yang untuk cairan,
Berhubungan : mengoptimalkan
keseimbangan.
 Ansietas  Monitor
 Posisi tubuh respirasi dan
 Deformitas status O2
tulang
 Deformitas Oxygen Therapy
dinding dada
 Keletihan  Bersihkan
 Hiperventilasi mulut, hidung
 Sindrom dan secret trakea
hipoventilasi  Pertahankan
 Gangguan jalan nafas yang
muskuloskeletal paten
 Kerusakan  Atur peralatan
neurologis oksigenasi
 Imaturitas  Monitor aliran
neurologis oksigen
 Disfungsi  Pertahankan
neuromuskular posisi pasien
 Obesitas  Observasi
 Nyeri adanya tanda
 Keletihan otot tanda
pernapasan hipoventilasi
cedera medula  Monitor adanya
spinalis kecemasan
pasien terhadap
oksigenasi

Vital sign
Monitoring

 Monitor
Tekanan Darah,
nadi, suhu, dan
RR
 Catat adanya
fluktuasi
tekanan darah
 Monitor Vital
Sign saat pasien

21
berbaring,
duduk, atau
berdiri
 Auskultasi
Tekanan Darah
pada kedua
lengan dan
bandingkan
 Monitor TD,
nadi, RR,
sebelum,
selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas
dari nadi
 Monitor
frekuensi dan
irama
pernapasan
 Monitor suara
paru
 Monitor pola
pernapasan
abnormal
 Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
 Identifikasi
penyebab dan
perubahan vital
sign

22
b. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan

Ketidakefektifan NOC NIC


bersihan jalan napas Airway suction
Definisi :  Respiratory status :
Ketidakmampuan Ventilation  Pastikan
untuk membersihkan  Respiratory status : Airway kebutuhan
sekresi atau obstruksi patency oral/tracheal
dan saluran pernafasan suctioning
untuk  Auskultasi suara
mempertahankan Kriteria Hasil : nafas sebelum
kebersihan jalan nafas. dan sesudah
 Mendemonstrasikan batuk suctioning.
Batasan efektif dan suara nafas  Informasikan
Karakteristik : yang bersih, tidak ada pada klien dan
sianosis dan dyspneu keluarga tentang
 Tidak ada batuk (mampu mengeluarkan suctioning
 Suara napas sputum, mampu bernafas  Minta klien nafas
tambahan dengan mudah, tidak ada dalam sebelum
 Perubahan pursed lips) suction
frekwensi napas  Menunjukkan jalan nafas dilakukan.
 Perubahan irama yang paten (klien tidak  Berikan O2
napas merasa tercekik, irama dengan
 Sianosis nafas, frekuensi pernafasan menggunakan
 Kesulitan dalam rentang normal, nasal untuk
berbicara atau tidak ada suara nafas memfasilitasi
mengeluarkan abnormal) suksion
suara  Mampu nasotrakeal
 Penurunan bunyi mengidentifikasikan dan  Gunakan alat
napas mencegah faktor yang yang steril setiap
 Dipsneu dapat menghambat jalan melakukan
 Sputum dalam nafas tindakan
jumlah yang  Anjurkan pasien
berlebihan untuk istirahat
 Batuk yang tidak dan napas dalam
efektif setelah kateter
 Orthopneu dikeluarkan dan
 Gelisah nasotrakeal
 Mata terbuka  Monitor status
lebar oksigen pasien
 Ajarkan keluarga
bagaimana cara

23
Faktor Yang melakukan
Berhubungan : suksion
Lingkungan  Hentikan suksion
dan berikan
 Perokok pasif oksigen apabila
 Mengisap asap pasien
 Merokok menunjukkan
bradikardi,
Obstruksi jalan nafas peningkatan
saturasi O2, dll
 Spasme jalan
nafas Airway Management
 Mokus dalam
jumlah  Buka jalan nafas,
berlebihan guanakan teknik
 Eksudat dalam chin lift atau jaw
jalan alveoli thrust bila perlu
 Maten asing  Posisikan pasien
dalan jalan napas untuk
 Adanya jalan memaksimalkan
napas buatan ventilasi
 Sekresi  Identifikasi
bertahan/sisa pasien perlunya
sekresi pemasangan alat
 Sekresi dalam jalan nafas buatan
bronki  Pasang mayo bila
perlu
Fisiologis :  Lakukan
fisioterapi dada
 Jalan napas jika perlu
alergik  Keluarkan sekret
 Asma dengan batuk
 Penyakit paru atau suction
obstruktif kronik  Auskultasi suara
 Hiperplasi nafas, catat
dinding bronkial adanya suara
 Infeksi tambahan
 Disfungsi  Lakukan suction
neuromuskular pada mayo
 Berikan
bronkodilator bila
perlu
 Berikan
pelembab udara
Kassa basah

24
NaCI Lembab
 Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi
dan status O2

c. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil

Ketidakefektifan NOC NIC


perfusi jaringan Peripheral Sensation
perifer  Circulation status Management
Definisi : Penurunan  Tissue Perfusion : (Manajemen sensasi
sirkulasi darah ke cerebral perifer)
perifer yang dapat
mengganggu  Monitor adanya daerah
kesehatan Kriteria Hasil : tertentu yang hanya
Mendemonstrasikan peka terhadap
Batasan status sirkulasi yang panas/dingin/tajam/tump
Karakteristik : ditandai dengan : ul
 Monitor adanya paretese
 Tidak ada nadi  Tekanan systole dan  lnstruksikan keluarga
 Perubahan fungsi diastole dalam untuk mengobservasi
motorik rentang yang kulit jika ada isi atau
 Perubahan diharapkan laserasi
karakteristik kulit  Tidak ada ortostatik  Gunakan sarung tangan
(warna, hipertensi untuk proteksi
elastisitas,  Tidak ada tanda  Batasi gerakan pada
rambut, tanda peningkatan kepala, leher dan
kelembapan, tekanan intrakranial punggung
kuku, sensasi, (tidak lebih dari 15  Monitor kemampuan
suhu) mmHg) BAB
 Indek ankle-  Kolaborasi pemberian
brakhial <0,90 Mendemonstrasikan, analgetik
 Perubahan kemampuan kognitif  Monitor adanya

25
tekanan darah yang ditandai dengan : tromboplebitis
diekstremitas  Diskusikan menganai
 Waktu pengisian  Berkomunikasi penyebab perub
kapiler > 3 detik dengan jelas dan
 Klaudikasi sesuai dengan
 Warna tidak kemampuan
kembali  Menunjukkan
ketungkai saat perhatian,
tungkai konsentrasi dan
diturunkan orientasi
 Kelambatan  Memproses
penyembuhan informasi
luka perifer  Membuat keputusan
 Penurunan nadi dengan benar
 Edema
 Nyeri ekstremitas Menunjukkan fungsi
 Bruit femoral sensori motori cranial
 Pemendekan yang utuh : tingkat
jarak total yang kesadaran membaik
ditempuh dalam tidak ada gerakan
uji berjalan 6 gerakan involunter
menit
 Pemendekan
jarak bebas nyeri
yang ditempuh
dalam uji
berjalan 6 menit
 Perestesia
 Warna kulit
pucat saat elevasi

Faktor Yang
Berhubungan :

 Kurang
pengetahuan
tentang faktor
pemberat (mis,
merokok, gaya
hidup monoton,
trauma, obesitas,
asupan garam,
imobilitas)
 Kurang

26
pengetahuan
tentang proses
penyakit (mis,
diabetes,
hiperlipidemia)
 Diabetes melitus
 Hipertensi
 Gaya hidup
monoton
 Merokok

d. Gangguan Persepsi Sensori

INTERVENSI
TUJUAN DAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN (Nursing Interventions
(Nursing Outcome)
Classication)
Gangguan persepsi Setelah dilakukan NEUROLOGIK
sensori : (spesifik, tindakan keperawatan MONITORING :
visual, auditori, selama ..........x 24 jam,ð Monitor tingkat neurologis
kinestetik, pengecapan, diharapakan gangguanð Monitor fungsi neurologis
taktil, penciuman) persepsi sensori klien
teratasi. ð Monitor respon neurologis
Berhubungandengan: Kriteria hasil: ð Monitor reflek-reflek
ð Perubahan sensori - Sensori function : meningeal
persepsi hearing ð Monitor fungsi sensori dan
ð Stimulus lingkungan - Sensori function : persepsi : penglihatan,
berlebih vision penciuman, pendengaran,
ð Stress psikologis - Sensori function : pengecapan, rasa
ð Perubahan penerimaan taste and smell ð Monitor tanda dan gejala
sensori, transmisi, dan penurunan neurologis klien
atau integrasi ð Menunjukan tanda
dan gejala persepsi dan EYE CARE :
Tanda dan gejala sensori baik : ð Kaji fungsi penglihatan
DS : penglihatan, klien
pendengaran, makan, ð Jaga kebersihan mata
dan minum baik. ð Monitor penglihatan mata
ð Mampu ð Monitor tanda dan gejala
mengungkapkan fungsi kelainan penglihatan
persepsi dan sensori ð Monitor fungsi lapang

27
dengan tepat pandang, penglihatan, visus
DO : klien
ð Konsentrasi buruk
ð Distorsi pendengaran EAR CARE :
ð e. Perubahan
R respon ð Kaji fungsi pendengaran
terhadap stimulus klien
ð i
Melaporkan atau ð Jaga kebersihan telinga
menunjukan perubahan ð Monitor respon
s
sensori akut pendengaran klien
ð Iritabilitas ð Monitor tanda dan gejala
ð i Disorientasi waktu, penurunan pendengaran
tempat, orang ð Monitor fungsi
ð k
Perubahan kemampuan pendengaran klien
pemecahan masalah
ð o
Perubahan pola MONITORING VITAL
perilaku SIGN :
ð Perubahan pola ð Monitor TD, Suhu, Nadi
komunikasi dan pernafasan klien
ð C
Halusinasi ð Catat adanya fluktuasi TD
ð Distorsi visual ð Monitor vital sign saat
i pasien berbaring, duduk
atau berdiri
d ð Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
e ð Monitor TD, Nadi, RR
sebelum dan setelah
r aktivitas
ð Monitor kualitas Nadi
a ð Monitor frekuensi dan
irama pernafasan
ð Monitor suara paru
ð Monitor pola pernafasan
abnormal
ð Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
ð Monitor sianosis perifer
ð Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, brakikardi,
peningkatan sistolik)
ð Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

28
e. Risiko Cidera

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

Risiko cidera NOC NIC


Definisi : Beresiko  Risk Kontrol Environment
mengalami cedera sebagai Management
akibat kondisi lingkungan Kriteria Hasil : (Manajemen lingkungan)
yang berinteraksi dengan  Klien terbebas  Sediakan
sumber adaptif dan sumber dari cedera Iingkungan yang aman
defensif individu  Klien mampu untuk pasien
menjelaskan  Identifikasi
Faktor Resiko : cara/metode untuk kebutuhan keamanan
Eksternal mencegah injury/cedera pasien, sesuai dengan
 Biologis (mis, tingkat  Klien mampu kondisi fisik dan fungsi
imunisasi komunitas, menjelaskan faktor kognitif pasien dan riwayat
mikroorganisme) resiko dari penyakit terdahulu pasien
 Zat kimia (mis, racun, lingkungan/perilaku  Menghindarkan
polutan, obat, agenens personal lingkungan yang
farmasi, alkohol, nikotin,  Mampu berbahaya (misalnya
pengawet, kosmetik, memodifikasi gaya memindahkan perabotan)
pewarna) hidup untuk mencegah  Memasang side rail
 Manusia (mis, agens injury tempat tidur
nosokomial, pola  Menggunakan  Menyediakan
ketegangan, atau faktor fasilitas kesehatan yang tempat tidur yang nyaman
kognitif, afektif, dan ada dan bersih
psikomotor)  Mampu  Menempatkan
 Cara mengenali perubahan saklar lampu ditempat
pemindahan/transpor status kesehatan yang mudah dijangkau
 Nutrisi (mis, desain, pasien.
struktur, dan pengaturan  Membatasi
komunitas, bangunan, pengunjung
dan/atau peralatan)  Menganjurkan
Internal keluarga untuk menemani
 Profil darah yang pasien.
abnormal (mis,  Mengontrol
leukositosis / leukopenia, lingkungan dari kebisingan
gangguan faktor  Memindahkan
Koagulasi, barang-barang yang dapat
trombositopenia, sel membahayakan
sabit, talasemia,  Berikan penjelasan
penurunan hemoglobin) pada pasien dan keluarga
 Disfungsi biokimia atau pengunjung adanya
 Usia perkembangan perubahan status kesehatan

29
(fisiologis, psikososial) dan penyebab penyakit.
 Disfungsi efektor
 Disfungsi imun-
autoimun
 Disfungsi integratif
 Malnutrisi
 Fisik (mis, integritas
kulit tidak utuh,
gangguan mobilitas)
 Psikologis (orientasi
afektif)
 Disfungsi sensorik
 Hipoksia jaringan

30
I. Algoritma Penanganan

Penanganan pre hospital


- Aman Diri -> Memakai APD - Minta bantuan
- Aman Lingkungan -> Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari
orang disekitar utuk
penonton yang ingin tahu (jika pasien kejang diluar)
Pasien dengan Kejang - Aman Pasien -> Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan menelpon 119 dan
Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, membantu
tajam atau panas. menangani pasien

Airway + Control servikal Breathing Disability Exprosure


- Apakah ada sumbatan jalan napas ? - Cek RR Circulation - Cek Kesadaran - DOTS (Deformitas,
Ada. Lakukan head tilt, chin lift atau jaw thrust. - Cek suara nafas - Cek Nadi
- Cek Respon motorik, Open Wound,
- Miringkan kepalanya kesamping untuk tambahan - Cek akral
sensorik dan Pupil Tenderness, Swelling)
mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan - Cek pernafasan cuping - Cek CRT
- Curigai cedera spinal : stabilisasi leher hidung

Compos Mentis
- Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk Bila serangan berulang- Diazepam per rektal
mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan napas paten. Selama di ambulance : ulang dalam waktu 5 mg suppositoria
Pasang Heart - Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan - Cek Kesadaran singkat atau penyandang untuk BB <12 kg
Monitor : Irama - Cek repon sensorik, terluka berat dan petugas 10 mg suppositoria
Jantung, TD, nadi motorik dan pupil kesehatan sudah sampai untuk BB >12 kg
RR, dan MAP - Cek 12 saraf kranial segera bawa ke fasilitas Max 2x, jarak 5
Penurunan Kesadaran
kesehatan (rumah sakit) menit
- Buka Jalan Napas
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan

31
Waktu penanganan sampai ke IGD : 10 menit
Penanganan in hospital

Airway + Control Breathing Circulation Disability Exprosure Folley Catheter


servikal - Cek RR - Cek Nadi - Cek Kesadaran - DOTS (Deformitas, - Pemasangan selang
- Apakah jalan napas - Cek suara nafas - Cek TTV - Cek Respon Open Wound, kateter
paten/ada - Akral Motorik, Sensorik, Tenderness, Swelling)
tambahan
sumbatan? - Pemberian dan repon pupil
 Gurgling : - Cek pernafasan cairan IV
Suction cuping hidung
 Snoring : OPA, - BGA + SpO2
NPA, LMA
 Curigai cedera Diazepam 0,2 – 0,5 mg/kg IV
leher : Fiksasi (kecepatan 2 mg/menit, max 10 mg)
leher dengan ATAU
Midazolam 0,2 mg/kg IM/buccal, max 10 mg
neck collar

Heart Monitor
Gastric Tube
- Irama Jantung,
- Pemasangan Kejang
TD, Nadi, RR,
NGT, OGT berlanjut
MAP
5-10’

Fenitoin 20 mg/kg IV Fenobarbital 20 mg/kg IV dengan kecepatan 10-


{diencerkan dalm 50 ml NaCl 0,9 % selama 20 20 mg/menit dosis max 1000 mg
menit (2 mg/kg/menit) dosis max 1000 mg}

32
Kejang Kejang
berlanjut berlanjut
5-10’ 5-10’

Fenitoin 20 mg/kg IV
Catatan : Fenobarbital 20 mg/kg IV {diencerkan dalm 50 ml NaCl 0,9 % Catatan :
Dapat Dengan kecepatan 10-20 mg/menit selama 20 menit (2 mg/kg/menit) dosis Dapat
ditambahkan dosis max 1000 mg max 1000 mg} ditambahkan
Fenitoin 5-10 Fenobarbital
mg/kg 5-10 mg/kg

Kejang Berlanjut Bila kejang berhenti,


Pertimbangkan rumatan
Fenitoin 5-10 mg/kg dibagi
2 dosis
Rujuk ICU - Secondary Survey : ATAU
 TTV Fenobarbital 3-5
 Head to toe exam mg/kg/hari dibagi 2 dosis
 Anamnesis
 KOMPAK/SAMPLE
 AIUEO
 Pemeriksaan
Penunjang (Lab,
Rontgen, CT-Scan, Waktu pengananan di IGD 30 menit
USG

33
Penanganan ICU Waktu pengananan di ICU >60 menit

Refaktan SE

Propofol Pentobarbital
Midazolam
Bolus 1-3 mg/kg, dilanjutkan Bolus 5-15 mg/kg,
Bolus 100-200 mcg/kg IV
dengan infus kontinyu 2-10 dilanjutkan infus kontinyu
(max 10 mg) dilanjutkan
mg/kg/jam 0,5-5 mg/kg/jam
dengan infus kontinyu 100
mcg/kg/jam, dapat
dinaikkan 50 mcg/kg setiap
15 menit
(max 2 mg/kg/jam)

34
J. SOP Penanganan

(Terlampir)

K. Evidance Based Nursing

(Terlampir)

35
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang

dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat

spontan (unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai

modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal

dari sekolompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama.

Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih

dominan dari pada proses inhibisi.

Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi.

Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi.

Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena

menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat

seizure walaupun sudah lepas dari narkotik. Umumnya epilepsi mungkin

disebabkan oleh kerusakan otak dalam process kelahiran, luka kepala, strok,

tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin juga karena genetik, tapi

epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum

diketahui.

Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-

gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang

disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat

reversibel dengan berbagai etiologi.

36
B. Saran

Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran

sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu

pelayanan asuhan keperawatan yang akan datang, diantaranya :

1. Bagi institusi

Dengan adanya makalah ini dapat menambah konsep-konsep teori

keperawatan di Poltekkes Kemenkes Kaltim demi meningkatkan mutu

dan kualitas.

2. Bagi perawat dan tenaga medis

Makalah ini bisa sebagai acuan dalam melakukan peraktek pada

rumah sakit supaya hasilnya sesuai dengan harapan.

3. Bagi masyarakat

Dengan adanya makalah ini masyarakat dapat mengetahui penyakit

epilepsi.

4. Bagi mahasiswa

Dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pembanding

oleh mahasisiwa kesehatan dalam pembuatan tugas.

37
DAFTAR PUSTAKA

Harsono. 2007. Epilepsi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi Second Ed. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Manjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 2. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
Manjoer, Arif. 2003. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 2.
Jakarta:Media Aesculapius FKUI.
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak (339-345) Edisi 3. Jakarta:EGC.
Ngastiyah.2005.Perawatan Anak Sakit(175-184).Edisi II.Jakarta:EGC.
Wilkinson, Judit M. 2002. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih Bahasa:
Widyawati,dkk, Editor : Eny Meiliya,dkk.Jakarta:EGC.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4.
Jakarta: EGC.

38

You might also like