You are on page 1of 10

HAMPIR TENGGELAM (NEAR DROWNING)

PENDAHULUAN
Tenggelam merupakan salah satu sumber cedera yang sering terjadi
pada anak dan dapat menyebabkan kematian. Tahun 1980 Levin mengajukan
definisi sebagai berikut, tenggelam adalah trauma akibat masuk dalam air yang
dapat menyebabkan kematian dalam 24 jam setelah kejadian sedangkan
hampir tenggelam adalah trauma akibat masuk kedalam air setelah penderita
dapat hidup setidaknya selama kurang lebih 24 jam.

PATOFISIOLOGI
Penderita tenggelam dapat mengalami aspirasi air tawar, air laut, air
payau atau berbagai macam air yang lain dan perubahan patofisiologi yang
terjadi akibat tenggelam tergantung kuantitas dan kualitas yang diaspirasi dan
lamanya terjadi hipoksemia. Kematian awal umumnya merupakan akibat dari
cardiac arrest atau kegagalan resusitasi. Hampir semua morbiditas dan
mortalitas berkembang dari kerusakan akibat anoksia susunan syaraf pusat.
Pada korban tenggelam yang tidak mengalami aspirasi air biasanya meninggal
akibat asfiksia akut saat jatuh ke dalam air dan asfiksia ini terjadi akibat
Laringospasme atau henti nafas mendadak. Selain itu dapat juga terjadi
sejumlah air mungkin teraspirasi pada penderita tenggelam setelah inspirasi
atau ekspirasi maksimal, dimana kemungkinan orang meninggal akibat
kelelahan fisik, miokard infark atau karena kehilangan kesadaran. Jadi karena
sangat kompleksnya dan banyaknya faktor yang terlibat pada keadaan
tenggelam maka setiap penderita tenggelam atau hampir tenggelam harus
dievaluasi secara individual.

1
Perubahan Pada Paru
Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan 80 – 90
% pada korban hampir tenggelam. Jumlah dan komposisi aspirat dapat
mempengaruhi perjalanan klinis penderita, isi lambung, organisme pathogen,
bahan kimia toksik dan bahan asing lain dapat memberi cedera pada paru dan
atau menimbulkan obstruksi jalan nafas.
Sebagian anak mungkin mengalami obstruksi masif tetapi kebanyakan
korban tenggelam hanya mengaspirasi sedikit air. Pada korban tanpa aspirasi
meninggal karena spasme laring, hipoksemia atau aritmia jantung.
Aspirasi air tawar maupun air laut yang terjadi pada penderita
tenggelam mengakibatkan penurunan komplianse paru. Pada air laut yang
bersifat hipertonik (3% saline normal) bila teraspirasi menyebabkan perbedaan
tekanan osmotik yang menarik cairan interstinal dan intravaskuler ke dalam
alveoli, air laut juga menginaktifasi surfaktan, meningkatkan tekanan
permukaan alveolus, menjadikan alveolus tidak stabil dan cenderung terjadi
atelektasis. Sebaliknya air tawar yang bersifat hipotonik bila teraspirasi
menyebabkan perubahan tekanan permukaan surfaktan paru sehingga alveoli
menjadi tidak stabil, ini menyebabkan kegagalan ventilasi dan mengakibatkan
terjadinya shunt intra pulmonal dan meningkatkan derajat hipoksia. Jadi baik
aspirasi air tawar maupun air laut menyebabkan terjadinya insufisiensi paru dan
hipoksemia.

Perubahan Kardiovaskuler
Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang menunjukkan
bradikardi berat atau timbulnya vasokonstriksi perifer yang intensif. Bradikardi
dapat timbul karena refleks fisiologis saat berenang di air dingin atau karena
hipoksia. Vasokonstriksi perifer yang intensif dapat terjadi akibat hipotermia

2
atau karena meningkatnya katekolamin dalam jumlah besar. Penderita lain
dapat juga menunjukkan asistole.
Perubahan pada fungsi kardiovaskuler yang terjadi pada hampir
tenggelam sebagian besar akibat perubahan tekanan parsial oksigen arterial
(PaO2) dan gangguan keseimbangan asam-basa.

Perubahan Susunan Syaraf Pusat


Walaupun iskemia menyeluruh yang terjadi akibat tenggelam atau
hampir tenggelam dapat mempengaruhi semua organ tetapi penyebab kesakitan
dan kematian terutama terjadi karena iskemi otak. Iskemi otak dapat berlanjut
walaupun telah dilakukan resustasi kardiopulmonal, dimana hal ini terjadi
akibat hipotensi, hipoksia, reperfusi dan peningkatan tekanan intra kranial
akibat edema serebral.
Kesadaran korban yang tenggelam dapat mengalami penurunan dan
penurunan ini bervariasi waktunya. Biasanya penurunan kesadaran terjadi 2 – 3
menit setelah apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak irreversibel mulai terjadi 4 –
10 menit setelah anoksia dan fungsi normotermik otak tidak akan kembali
setelah 8 – 10 menit anoksia. Penderita yang tetap koma selama selang
waktu tertentu tapi kemudian bangun dalam 24 jam nampaknya akan
mengalami perbaikan yang sempurna tetapi memiliki resiko terjadinya
demielinisasi post anoksia yang tertunda.

Perubahan Cairan dan Elektrolit


Walaupun penderita tenggelam tidak mengaspirasi sejumlah besar
cairan tapi mereka selalu menelan banyak cairan. Air yang tertelan, aspirasi
paru, cairan intravena yang diberikan selama resusitasi dapat menimbulkan
perubahan keadaan cairan dan elektrolit. Hanya sekitar 15% penderita yang

3
meninggal dalam air tawar maupun air laut yang ditemukan mengalami
perubahan elektrolit yang berarti.
Aspirasi air laut yang masif dapat menimbulkan perubahan elektrolit
dan pergeseran cairan karena tingginya kadar Na dan Osmolaritasnya.
Hipernatremia dan hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi air laut yang
banyak. Sedangkan aspirasi air tawar yang banyak dapat mengakibatkan
hipervolemia dan hipernatremia. Hiperkalemia dapat terjadi karena kerusakan
jaringan akibat hipoksia yang luas.

Perubahan Pada Ginjal


Biasanya fungsi ginjal penderita hampir tenggelam dan mendapat
resusitasi tidak menunjukkan kelainan, tetapi dapat pula terjadi albuminuria,
hemoglobonuria, oliguria dan anuria. Kerusakan ginjal dapat progresif dan
mengakibatkan akut tubular nekrosis akibat terjadinya hipoksia berat, asidosis
laktat dan perubahan aliran darah ke ginjal.

MANIFESTASI KLINIS
Perjalanan klinis korban tenggelam terutama ditentukan oleh lamanya
terendam dan penanganan resusitasi pada korban tersebut. Bila tenggelam
dalam waktu singkat dan datang ke RS dalam keadaan sadar tanpa cedera klinis
nyata. Beberapa anak dapat mengalami apnoe ditempat kejadian dan
memerlukan pernafasan bantu tetapi segera dapat bernafas spontan, sedang
yang lain mungkin mengalami insufisiensi pernafasan minimal sampai berat.
Gambaran klinis yang dominan berhubungan dengan keadaan paru-
paru dan sistem persyarafan. Gejala dan tanda-tanda pada sistem pernafasan
bervariasi tipe dan beratnya termasuk apnoe, bernafas cepat, rasa terbakar di
daerah substernal, nyeri dada pleuritik, pernafasan yang dalam, batuk dengan
suara parau, keluar lendir berwarna merah muda, dispnoe, sianosis, ronki dan

4
redup pada lapangan paru. Umumnya terdapat panas dan leukositosis dan tidak
perlu mengidentifikasi adanya suatu infeksi. Foto rontgen toraks sering
abnormal, kadang-kadang berhubungan dengan tanda dan gejala yang buruk.
Derajat beratnya berkisar antara bentuk patchy infiltrat sampai edema paru.
Kelainan neurologi yang umumnya ditemukan adalah keadaan lemah
dan letargi yang biasanya berlangsung hanya sementara. Kadang-kadang kejang
terjadi sebentar sesudah fase akut. Umumnya penurunan kesadaran membaik
walaupun biasanya tergantung lamanya, respon terhadap resusitasi awal dan
perbaikan oksigenasi. Bila dengan hipoksia ringan maka perbaikan biasanya
cepat dan sempurna, bila dengan hipoksia berat dapat menyebabkan gejala sisa
neurologik.

LABORATORIUM
Hemoglobin, hematokrit dan elektrolit serum biasanya normal bila
diperiksa saat tiba di Unit Gawat Darurat baik kasus hampir tenggelam yang
terjadi di air tawar ataupun air laut. Analisa gas darah sering memperlihatkan
adanya asidosis metabolik dan hipoksemia. Kadar alkohol dalam darah, serum
kreatinin/ureum, urinalisis harus diperiksa, hal ini untuk membantu
menentukan penyebab kasus hampir tenggelam tersebut.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
X-Foto toraks : terdapat infiltrat parenkim sampai edema paru.
Elektrokardiografi : harus dimonitoring terus menerus untuk menentukan
adanya disritmia.

PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan adalah : mengobati hipoksia serta memperbaiki
gangguan asam basa untuk mengurangi kerusakan otak.

5
Pertolongan pertama
- Resusitasi kardiopulmonal :
Pemberian ventilasi, oksigenasi dan dukungan peredaran darah yang
segera merupakan tindakan yang sangat menentukan bagi keselamatan jiwa
korban.
Korban harus segera diangkat dari air tempat kecelakaan dan segera dilakukan
resusitasi kardio pulmonal. Hipoksia makin meningkat dengan terjadinya apnoe
dari detik ke detik sehingga perlu dilakukan tindakan darurat secepat mungkin
dengan melakukan pernafasan buatan. Apabila tidak memungkinkan untuk
mengangkat korban secara cepat dari air, maka ventilasi mulut ke mulut harus
segera dilakukan begitu penolong dapat menggapai korban. Bila korban
ditemukan sudah dalam keadaan terjadi penurunan curah jantung bahkan
asistole maka secepatnya dilakukan pijatan jantung.
Bila korban tidak mengaspirasi air dan pernafasan yang efektif serta
sirkulasi dapat dipertahankan sebelum terjadi perubahan neurologi serta
perubahan sirkulasi yang permanen maka prognosa penderita sangat baik dan
kesadaran penderita biasanya akan pulih meskipun masih menunjukkan
keadaan seperti mengantuk, letargi atau kesadaran berkabut. Gejala seperti ini
akan cepat menghilang dan penderita tidak perlu lagi mendapat terapi lanjutan.
Bila terjadi aspirasi air maka akan terjadi perubahan fungsi paru
dimana pada keadaan ini perlu dilakukan pernafasan buatan secara efektif
daripada usaha untuk mengeluarkan air dari dalam paru-paru. Kadang-kadang
penderita menghirup sejumlah besar air sebelum korban kehilangan kesadaran,
maka pada keadaan ini penting untuk membebaskan jalan nafas dan
mengusahakan agar lambung tidak mengalami regangan yang berlebihan pada
saat resusitasi. Selama resusitasi 75% korban mengalami muntah dan 25%
terjadi aspirasi isi lambung.
- Pemberian oksigen

6
Walaupun penderita dapat bernafas spontan setelah ditolong atau
setelah resusitasi awal, oksigen harus tetap diberikan sampai tidak lagi
dibutuhkan pengukuran saturasi oksigen arterial. Semua korban seharusnya
masuk RS untuk mendapatkan evaluasi dan terapi lanjut.

Penanganan di Rumah Sakit


- Penanganan pernafasan
Bantuan pernafasan yang diberikan harus sesuai dengan kondisi
penderita. Pada penderita dapat terjadi atelektasis, pneumonia, pneumotoraks,
pneumomediastinum dan edema paru sehingga pemeriksaan radiologis foto
toraks harus dilakukan.
Peningkatan kadar oksigen inspirasi turut sedikit membantu penderita
mengatasi hipoksemia, tetapi penggunaan oksigen inspirasi berkadar tinggi
(>70–80%) berkepanjangan dapat juga memperburuk cedera paru. Intubasi
endotrakeal dan pemberian tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP / Positive End
Expiratory Pressure) merupakan cara paling efektif untuk memperbaiki
hipoksemia.
Penggunaan rutin PEEP pada korban hampir tenggelam mengurangi
kematian dini akibat insufisiensi paru. PEEP meningkatkan kapasitas residual
fungsional, menurunkan shunt intrapulmonal, memperbaiki kesesuaian ventilasi
perfusi dan dapat memperbaiki kelenturan paru. Tingkat PEEP dan kadar
oksigen inspirasi yang diberikan harus dapat mengembalikan kapasitas residual
fungsional dan oksigenisasi yang layak, biasanya pada PaO 2 80 – 120 mmHg.
PEEP berlebihan dapat menurunkan fungsi miokardium dan meningkatkan
tekanan intrakarnial. Anak yang tidak diintubasi yang mengalami hipoksemia
ringan sampai sedang meskipun telah mendapatkan tambahan oksigen serta

7
sadar dan dapat bernafas sendiri cukup diberi tekanan jalan nafas positif terus
menerus (CPAP / Continuous Positive Airway Pressure) dengan sungkup.
Anak dengan hipoksemia berkelanjutan, gangguan ventilasi, sesak
nafas, penurunan kesadaran, intoleransi terhadap CPAP merupakan indikasi
untuk dilakukan intubasi endotrakeal.
Anak dengan spasme bronkus setelah hampir tenggelam dapat
diberikan preparat bronkodilator. Jika dicurigai adanya benda asing maka
indikasi untuk dilakukan bronkoskopi. Pemberian diuretik dapat bermanfaat
pada penderita dengan edema paru dengan keadaan kardiovaskuler yang stabil.
Penggunaan rutin kortikosteroid untuk cedera paru pada penderita
hampir tenggelam tidak dianjurkan. Antibiotika profilaksis tidak dianjurkan
pada penderita hampir tenggelam kecuali bila penderita diketahui teraspirasi
dengan air yang terkontaminasi.

Penanganan Kardiovaskuler
Harus dilakukan monitor EKG berkelanjutan untuk mendeteksi aritmia
Sering diperlukan resusitasi cairan dan obat inotropik untuk memperbaiki
fungsi miokardium dan mengembalikan perfusi jaringan. Pemberian cairan
yang berlebihan terutama bila terdapat penurunan fungsi miokardium dapat
memperburuk edema paru dan hipoksemia, masalah ini dapat dihindari dengan
monitor tekanan vena sentralis. Ekokardiografi dan pemasangan kateter arteri
pulmonal dapat juga membantu penanganan klinis pada penderita disfungsi
miokardium.

Tindakan Penghangatan
Perhatian terhadap hipotermia sangatlah penting yaitu dalam hal
tindakan menghangatkan kembali korban maupun mencegah konsekuensi
makin memburuknya hipotermia. Upaya penghangatan harus segera dimulai

8
ditempat kejadian. Semua pakaian lembab dilepas, kulit dikeringkan, tubuh
dibungkus selimut hangat dan segera mungkin dibawa ke lingkungan yang
hangat. Jika mungkin, berikan cairan intravena yang sudah dihangatkan (40 –
43 0C) dan oksigen yang sudah dilembabkan (42 – 46 0C).

Penanganan Neurologis
Terapi ini ada 3 aspek yang penting yaitu penanganan umum, monitor
tekanan intrakranial dan resusitasi otak.
Perfusi yang adekuat harus dijamin seperti halnya bantuan oksigen dan
ventilasi yang diperlukan pada sistem kardiovaskuler. Pada umumnya
pembatasan cairan diperlukan untuk mengurangi edema serebral dan
mengantisipasi sekresi hormon anti diuretik.

Penanganan Susunan Syaraf Pusat


Penanganan SSP akibat hampir tenggelam bertujuan untuk mencegah
trauma sekunder. Perfusi otak harus adekuat disertai dengan tunjangan
oksigenasi, ventilasi serta kardiovaskuler yang baik. Hipotermia, kejang dan
demam perlu diatasi. Penanganan Hyper (hyperhidration, hyperpyrexia,
hyperexitability, hyperrigidity) untuk menanggulangi edema otak atau
peningkatan tekanan intrakranial pada penderita koma yang tenggelam dengan
diuretika, kortikosteroid sistemik, hiperventilasi, sedasi seperti barbiturat,
pelumpuh otot dan hipotermi masih kontroversial. Walaupun tekanan
intrakranial bisa dikendalikan tetapi tidak ada bukti adanya perbaikan hasil dari
trauma iskemia.
Penanganan peningkatan tekanan intrakranial yang saat ini umum
digunakan adalah intervensi yang lebih ringan berupa posisi kepala ditinggikan,
hiperventilasi serta diuretika dan restriksi cairan sesuai keadaan. Kortikosteroid
sampai saat ini masih kontroversial.

9
10

You might also like