You are on page 1of 20

LAPORAN TUTORIAL ILMU BEDAH

“HEMORRHOID”

KELOMPOK 3 :
ANGGOTA PENYUSUN

1. Rosyiidah Husnaa Haniifah (6130014021)


2. Anydhia Fitriana Afiuddin (6130014022)
3. Anang Maulana Yusuf (6130014023)
4. Nur Amiroh Aulia Sari (6130014024)
5. Aisyah Imas Setiawati (6130014025)
6. Niken Ayu Kusumawardani (6130014026)
7. Rahmaniah Ulfah (6130014027)
8. Athiyatul Ulya (6130014028)
9. Nurma Islamiyah (6130014029)
10. Dana Madya Puspita (6130014030)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan tutorial berjudul “Hemorrhoid” telah melalui konsultasi dan disetujui


oleh Tutor Pembimbing

Surabaya, 27 Februari 2018

Pembimbing

Aditya Bayu Sakti, dr. Sp.B


ANGGOTA PENYUSUN

Rosyiidah Husnaa Haniifah (6130014021)


Anydhia Fitriana Afiuddin (6130014022)
Anang Maulana Yusuf (6130014023)
Nur Amiroh Aulia Sari (6130014024)
Aisyah Imas Setiawati (6130014025)
Niken Ayu Kusumawardani (6130014026)
Rahmaniah Ulfah (6130014027)
Athiyatul Ulya (6130014028)
Nurma Islamiyah (6130014029)
Dana Madya Puspita (6130014030)
Skenario
Laki-laki 30 tahun, datang ke UGD dengan keluhan benjolan yang keluar saat
BAB di lubang dubur disertai dengan darah segar.
Data tambahan
Benjolan keluar sejak 3 bulan lalu, keluar darah sejak 2 hari yang lalu
Benjolan keluar saat BAB, dapat dimasukkan dengan bantuan tangan
Benjolan tidak nyeri
Volume darah ¼ gelas aqua, berwarna merah segar dan menetes saat akhir dari
BAB
Demam (–)
Kadang mules
Pasien berprofesi sebagai supir bis.
BAB lancar, akhir-akhir ini agak keras, tidak rutin, warna kuning kecoklatan
Sebelumnya pernah mengalami hal yang sama seperti keluhan, kemudian dikasih
obat, dan benjolan hilang.
RPD : DM (-), HT (-)
BB tidak menurun, namun malah naik
Vital Sign :
KU cukup baik
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 84 x / menit
RR : 18 x / menit
Temp. Aksiler : 36,8oC
Kepala : Anemis (-)
Thorax : dbn
Abdomen: dbn
Colok dubur : tonus normal, tidak teraba nodul, massa kompresibel jam 5 dan jam
1, ada darah di handscoen sedikit merah segar
Hb : 10.000
Leukosit : 8900
Trombosit : 350.000

Kata kunci:
1. Laki-laki 30 tahun
2. Benjolan keluar dari dubur saat BAB disertai darah segar
3. Pekerjaan supir bis

STEP 1
Identifikasi Kata Sulit :
-

STEP 2
Identifikasi Masalah/Pertanyaan :
1. Apa DD dan Dx dari skenario diatas?
2. Apa penyebab dari diagnosis tersebut?
3. Bagaimana penatalaksanaannya?
4. Apa saja komplikasi yang dapae terjadi?

STEP 3
Jawaban Pertanyaan STEP 2 :
1. DD: Hemoroid, Ca Kolorektal, Polip Rektum, Prolaps Rektum
Dx: Hemoroid
2. Penyebabnya adalah mengejan pada waktu defekasi, kontipasi menahun,
batuk kronik, suka makanan pedas, makan yang rendah serat, sembelit kronis,
terlalu lama duduk, dan angkat berat.
3. Penatalaksanannya yaitu
 perbaikan pola hidup
 perbaikan pola makan dan minum
 perbaiki pola cara/defekasi
 Obat-obat suposituria
 skleroterapi
4. Komplikasi: perdarahan hebat, abses, fistula para anal, dan inkarserasi

STEP 4
MIND MAPPING
Mind Map

Laki-laki 30 tahun,
seorang supir bis

Keluhan benjolan yang keluar saat BAB Sebelumnya pernah

sejak 3 bulan yang lalu di lubang dubur mengalami hal yang sama
kemudian dikasih obat, dan
disertai dengan darah segar
benjolan hilang.

DD:

Hemoroid, Ca Kolorektal, Polip Rektum, Prolaps Rektum

Pemeriksaan Fisik Laboratorium

Hemoroid

Tatalaksana
Hipotesis: Pasien tersebut mengalami hemoroid.

STEP 5
Learning Objectives :
1. Menentukan diagnosis banding benjolan berdarah di anus
2. Menjelaskan anatomi dari pleksus Heorrhoidalis
3. Menjelaskan Hemorrhoid dan gradingnya
4. Menjelaskan epidemiologi, Etiologi dan factor resiko Hemorrhoid
5. Menjelaskan patofisiologi Hemorrhoid
6. Menjelaskan tanda dan gejala Hemorrhoid
7. Menjelaskan tatalaksana Hemorrhoid
8. Menjelaskan komplikasi Hemorrhoid
9. Menjelaskan edukasi prevensi maupun penanggulangan Hemorrhoid

STEP 7
Jawaban Learning Objectives :
1. Diagnosa banding benjolan berdarah di anus

Hemoroid Ca Kolorektal Polip Prolaps Rektum


Rektum
Epidemiologi Pada usia antara 45 Di Indonesia sama Sering pada Perbandingan pria
sampai 65 tahun banyak antara pria orang diatas dan wanita sama
Meningkat sesuai dan wanita 50 tahun Pada usia muda
bertambahnya usia Lebih banyak Di negara barat,
Banyak pada ras terjadi di daerah perbandingan pria
kulit putih yang kurang dan wanita yaitu
Banyak pada berkembang 3:1
masyarakat dengan Dijumpai pada
usia produktif
tingkat ekonomi
tinggi
Etiologi Sumbatan lumen Faktor genetik Mutasi Peningkatan
apendiks Faktor diet genetik tekanann
(hyperplasia intraabdomen
jaringan limfe, Infeksi
fekalit, tumor Kelainan
apendiks, cacing neurologis
Askaris), makanan
rendah serat dan
pengaruh
konstipasi
Tanda dan Perdarahan Perdarahan Mual Keluarnya
gejala Anemia Perubahan pola Muntah seluruh dinding
Benjolan defekasi Konstipasi rektum
Mukus dan feses di Malaise Massa Pada anak, saat
pakaian dalam Massa di sigmoid bertangkai defekasi edema,
Nyeri bila ada nyeri dan
trombosis disertai berdarah
edema dan radang Pada dewasa,
kadang
bertangkai atau
papil rektum
hipertrofik

2. Anatomi Pleksus Hemorrhoidalis

Perdarahan daerah anorektal adalah melalui vena – vena hemorroidalis superior dan
inferior mengembalikan darah ke vena mesenterika superior dimulai dari daerah
anorektal dan berada dalam bagian yang disebut kolumna Morgagni, berjalan
memanjang secara radier sambil mengadakan anastomosis. Bila ini terjadi varises
maka disebut haemorrhoid interna yang terdapat pada tiga tempat yaitu : anterior
kanan, posterior kanan, dan lateral kiri. Haemorrhoid yang lebih kecil terjadi diantara
tempat – tempat tersebut (Snell, 1991).

Vena – vena haemorrhoidalis inferior memulai venuler dan pleksus kecil di daerah
anus dan distal dari garis anorektal. Pleksus ini terbagi menjadi dua yaitu menjadi vena
haemorrhoidalis media yang menyalurkan darah surut ke pudenda interna dan menjadi
vena haemorrhoidalis inferior yang berjalan di lapisan muskularis dan masuk ke vena
hipogastrika. Pleksus inilah yang menjadi varises dan apabila terjadi pelebaran dan
penonjolan pleksus haemorrhoid inferior di sebelah distal garis mukokutan di dalam
jaringan di bawah epitel anus maka keadaan inilah yang disebut dengan haemorhoid
ekterna (Arif, 2008).

Kedua pleksus haemorrhoid, baik internus maupun eksternus saling berhubungan


secara longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari rektum
sebelah bawah dan anus. Pleksus haemorrhoid interna mengalirkan darah ke vena
hemorroidalis superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemorroidalis eksternus
mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui perineum dan lipat paha ke vena
iliaka (Arif, 2008).

3. Hemorrhoid dan Gradingnya

Hemoroid adalah Suatu pelebaran dari vena-vena didalam pleksus Hemoroidalis


(Muttaqin, 2011). Hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah vena hemoroidalis
dengan penonjolan membrane mukosa yang melapisi daerah anus dan rectum
(Nugroho, 2011). Hemoroid (wasir) merupakan dilatasi karena varises pada pleksus
venosus di submukosa anal dan parianal (Mitchell, 2006).
Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidalis.
Secara kasar hemoroid biasanya dibagi dalam 2 jenis, hemoroid interna dan hemoroid
eksterna. Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media.
Sedangkan hemoroid eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior. Sesuai
istilah yang digunakan, maka hemoroid interna timbul di sebelah luar otot sfingter ani,
dan hemoroid eksterna timbul di sebelah dalam sfingter. Hemoroid timbul akibat
kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Kedua
jenis hemoroid ini sangat sering terjadi dan terdapat pada sekitar 35% penduduk baik
pria maupun wanita yang berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini tidak
mengancam jiwa, tetapi dapat menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman
Hemoroid adalah seikat pembuluh darah di dalam dubur / pelepasan, hanya sebagian
berada di bawah selaput bagian paling rendah dari dubur / pelepasan. Hemoroid umum
diderita oleh umur 50, sekitar separuh orang dewasa berhadapan dengan yang
menimbulkan rasa gatal, terbakar, pendarahan dan terasa menyakitkan. Dalam banyak
kesempatan kondisi boleh memerlukan hanya selfcare perawatan sendiri dan lifestyle
gaya hidup (Sjamsuhidayat,2004)

Klasifikasi hemoroid menurut Lumenta (2006) dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Hemoroid Interna Hemoroid Interna adalah pleksus hemoroidalis superior


(bantalan pembuluh darah) di dalam jaringan selaput lender di atas anus.
Hemorrhoid interna merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa
pada rectum sebelah bawah. Hemorrhoid interna sering terdapat pada tiga posisi
primer, yaitu kanan depan, kanan belakang, dan kiri lateral.
Hemorrhoid interna letaknya proksimal dari linea pectinea dan diliputi oleh
lapisan epitel dari mukosa, yang merupakan benjolan vena hemorrhoidalis interna.

b. Hemoroid Eksterna Hemoroid Eksterna merupakan pelebaran dan penonjolan


pleksus hemoroidalis inferior di sebelah bawah anus. Letaknya distal dari linea
pectinea dan diliputi oleh kulit biasa di dalam jaringan di bawah epitel anus, yang
berupa benjolan karena dilatasi vena hemorrhoidalis.
Ada 3 bentuk yang sering dijumpai:

1. Bentuk hemorrhoid biasa tapi letaknya distal linea pectinea.

2. Bentuk trombosis atau benjolan hemorrhoid yang terjepit.

3. Bentuk skin tags.

Menurut Sjamsuhidayat (2010) Klasifikasi derajat hemoroid :

Derajat I : Hemoroid (+), prolaps (keluar dari dubur) (-).

Derajat II : Prolaps waktu mengejan, yang masuk lagi secara spontan.

Derajat III : Prolaps yang perlu dimasukkan secara manual.

Derajat IV : Prolaps yang tidak dapat dimasukkan kembali

4. Epidemiologi, Etiologi dan Faktor Risiko Hemorrhoid

Epidemiologi

Insidensi kasus hemoroid yang menimbulkan gejala diperkirakan 4.4% dari dari
populasi di dunia. Angka kejadian pria = wanita, terutama di usia 45-65 tahun. Lebih
sering terjadi pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam (Simadibrata, 2006).

Etiologi

Yang menjadi etiologi pada penyakit hemoroid adalah mengejan pada waktu
defekasi, kontipasi menahun, batuk kronik, makanan (pedas, diet rendah serat),
sembelit kronis, terlalu lama berdiri atau duduk, dan angkat berat (Sjamsuhidajat &
Jong, 2004; Reeves, 2001).

Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid (Smeltzer,


2002).

Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang air besar
yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk,
terlalu lama duduk di jamban sambil membaca, merokok), peningkatan tekanan intra
abdomen, karena tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan
janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare kronik
atau diare akut yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang
makan makanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga/imobilisasi (Sudoyo,
2006).

Faktor predisposisi terjadinya hemoroid adalah herediter, anatomi, makanan,


pekerjaan, psikis, dan senilitas. Sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor
mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intraabdominal), fisiologis
dan radang.Umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling
berkaitan (Mansjoer, 2000).

5. Patofisiologi Hemorrhoid
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik
dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu konstipasi, diare,
sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroid uteri,
dan tumor rektum. Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal sering
mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke
sistem portal. Selain itu sistem portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah terjadi
aliran balik. Hemoroid dapat dibedakan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid
eksterna di bedakan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut berupa
pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan suatu
hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis eksternal akut. Bentuk ini
sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujungujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri. Kadang-kadang perlu membuang trombus dengan anestesi lokal, atau
dapat diobati dengan “kompres duduk” panas dan analgesik. Hemoroid eksterna kronis
atau skin tag biasanya merupakan sekuele dari hematom akut. Hemoroid ini berupa
satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh
darah. (Price, 2005)
6. Tanda dan gejala Hemorrhoid
Pasien sering mengeluh penderita hemoroid atau “wasir” tanpa adanya hubunganya
dengan gejala rektum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada
hubungannya dengan hemoroid intern dan hanya timbul pada hemoroid ekstern yang
mengalami trombosis. Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid
intern akibat trauma feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan
tidak tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau kertas
pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet
menjadi merah (Sjamsuhidayat, R & Wim de Jong, 2017).

Kadang perdarahan hemorid yang berulang dapat berakibat timbulnya anemia berat.
Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya menonjol keluar dan
menyebabkan prolaps. Pada tahap awal benjolan ini hanya terjadi sewaktu defekasi dan
disusul oleh reduksi spontan sesudah defekasi. Pada stadium lanjut hemoroid intern ini
perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk kembali ke dalam anus. Keluarnya
mukus dan terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan ciri hemorid yang
mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit dapat terjadi pada kulit perianal yakni rasa
gatal yang disebut pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembapan yang terus
menerus dan rangsangan mukus (Sjamsuhidayat, R & Wim de Jong, 2017).

7. Tatalaksana Hemorrhoid
Penatalaksanaan medis hemoroid terdiri dari penatalaksanaan non farmakologis,
farmakologis dan tindakan minimal invasi. Penatalaksanaan medis hemoroid
ditunjukan untuk hemoroid interna derajat I sampai dengan III atau semua derajat
hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau pasien menolak operasi. Sedangkan
penatalaksanaan bedah ditujukan untuk hemoroid interna derajat IV dan eksterna, atau
semua derajat hemoroid yang tidak direspon terhadap pengobatan medis. ( FKUI,2006)

Penatalaksanaan Medis Non-Farmakologis


Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum,
perbaiki pola cara/defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang selalu
harus ada dalam setiap bentuk dan derajat hemoroid. Perbaikan defekasi disebut bowel
management program (BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat tumbuhan, pelicin
feses, dan perubahan perilaku buang air. Untuk memperbaiki defekasi dianjurkan
menggunakan posisi jongkok sewaktu defekasi. Pada posisi jongkok ternyata sudut
anorektal pada orang menjadi lurus ke bawah sehingga hanya diperlukan usaha yang
lebih ringan untuk mendorong tinja ke bawah atau ke luar rektum. Mengedan dan
konstipasi akan meningkatkan tekanan vena hemoroid, dan akan memperparah
timbulnya hemoroid, dengan posisi jongkok ini tidak diperlukan mengedan lebih
banyak. Bersamaan dengan program BMP di atas, biasanya juga dilakukan tindakan
kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit, 2-4 kali
sehari. Dengan perendaman ini maka eksudat yang lengket ata sisa tinja yang lengket
dapat dibersihkan. Eksudat atau sisa tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan
rasa gatal bila dibiarkan. ( FKUI,2006)

Pasien diusahakan tidak banyak duduk atau tidur, banyak bergerak, dan banyak
jalan. Dengan banyak bergerak pola defekasi manjadi membaik. Pasien diharuskan
banyak minum 30-40 ml/kgBB/hari untuk melembekkan tinja. Pasien harus banyak
makan serat antara lain buah-buahan, sayur-sayuran, cereal. Dan suplementasi serat
komersil bila kurang serat dalam makanannya. ( FKUI,2006)

Penatalaksaan medis farmakologis


Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu pertama
memperbaiki defekasi, kedua meredakan keluhan subyektif, ketiga menghentikan
perdarahan,dan keempat menekan atau mencegah timbulnya keluhan dan gejala.
1. Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang diikutkan dalam BMP yaitu
suplemen serat (fiber supplement) dan pelincir atau pelicin tinja (Stool
softener). Suplemen serat komersial yang banyak dipakai antara lain psyllium
atau isphagula Husk (misal Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang berasal
dari kulit biji Plantago ovata yang dikeringkan dan digiling menjadi bubuk.
Dalam saluran cerna bubuk ini agak menyerap air dan bersifat sebagai bulk
laxative, yang bekerja membesarkan volume tinja dan meningkatkan
peristalsis. Efek samping antara lain kentut, kembung dan konstipasi atau
obstruksi saluran cerna dianjurkan minum air yang banyak.
Obat kedua yaitu obat laksan atau pencahar antara lain natrium dioktil
sulfosuksinat (R/laxadine), dulcolax, microlax dan lain lain. Natrium dioctyl
sulfosuccinat bekerja sebagai anionic surfactant, merangsang sekresi mukosa
usus halus dan meningkatkan penetrasi cairan ke dalam tinja. Dosis
300mg/hari. ( FKUI,2006)
2. Obat Simtomatik : pengobatan simtomatik bertujuan menghilangkan atau
mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau karena kerusakan kulit didaerah
anus. Obat pengurang keluhan seringkali dicampur pelumas (lubricant),
vasokonstriktor, dan antiseptik lemah. Untuk menghilangkan nyeri, tersedia
sediaan yang mengandung anestesi lokal. Bukti yang meyakinkan akan anestesi
lokal tersebut belum ada. Pemberian anestesi lokal tersebut dilakukan sesingkat
mungkin untuk menghidarkan sensitasi atau iritasi kulit anus. Sediaan
penenang keluhan yang ada di pasar dalam bentuk ointment atau suppositoria
antara lain anusol, boraginol N/S, dan Faktu. Bila perlu dapat digunakan
sediaan yang mengandung kortikosteroid untuk mengurangi radang daerah
hemoroid atau anus antara lain Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct. Sediaan
berbentuk suppositoria digunakan untuk hemoroid interna, sedangkan sediaan
ointment/krem digunakan untuk hemoroid eksterna.
3. Obat menghentikan perdarahan : perdarahan menandakan adanya luka pada
dinding anus atau pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Pemberian
serat komersial misal psyllium pada penelitian Perez-Miranda dkk (1996)
setelah 2 minggu pemberian ternyata dapat mengurangi perdarahan hemoroid
yang terjadi dibandingkan plasebo. Szent-Gyorgy memberikan citrus
bioflavanoids yang berasal dari jeruk lemon dan paprika pada pasien hemoroid
berdarah, ternyata dapat memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah.
Bioflavanoids yang berasal dari jeruk lemon antara lain diosmin, heperidin,
rutin, naringin, tangeretin, diosmetin, neohesperidin, quercetin, yang digunakan
untuk pngobatan hemoroid yaitu campuran diosmin (90%) dan hesperidin
(10%) dalam bentuk micronized, dengan nama dagang “Ardium” atau
“Daflon”, bukti-bukti yang menunjukkan penggunaan bioflavanoids untuk
mengehentikan perdarahan hemoroid antara lain penelitian Ho dkk (1995)
meneliti efek daflon 500 mg 3x perhari dalam mencegah perdarahan sekunder
setelah hemoroidektomi pada 228 pasien hemoroid dengan prolaps menetap.
Pada kelompok daflon perdarahan sekunder lebih sedikit dibandingkan
kelompok plasebo. ( FKUI,2006)

Penatalaksaan Minimal Invasive


Penatalaksanaan hemoroid ini dilakukan bila pengobatan non farmakologis,
farmakologis tidak berhasil. Penatalaksanaan ini antara lain tindakan skleroterapi
hemoroid, ligasi hemoroid, pengobatan hemoroid dengan terapi laser.
Penlis dkk pada tahun 1993-1995 di RSCM dalam penelitiannya melakukan
skleroterapi pada 18 pasien hemoroid menggunaka obat aethoxyscerol 11/2%, anoskop
logam dan jarum spinal no. 26 dan spuit 1cc. Tiap hemoroid interna disuntik masing-
masing 0,5 – 1ml aethoxyscerol. Dari penelitian ini didapat bahwa dengan skleroterapi
aethoxyscerol didapatkan pengecilan derajat hemoroid pada minggu 4 sampai dengan
setelah skleroterapi 3-5 kali. Komplikasi yang didapatkan yaitu akit pada anus waktu
buang air besar, dan ulkus.
( FKUI,2006)

Pencegahan
Yang paling baik dalam mencegah hemoroid yaitu mepertahankan tinja tetap lunak
sehingga mudah ke luar, di mana hal ini menurunkan tekanan dan pengedenan dan
mengosongkan usus sesegera mungkin setelah perasaan mau ke belakan timbul.
Latihan olahraga seperti berjalan, dan peningkatan konsumsi serat diet juga membantu
mengurangi konstipasi dengan mengedan. ( FKUI,2006)
8. Komplikasi Hemorrhoid :
Komplikasi pada penyakit hemorrhoid adalah perdarahan hebat, abses, fistula para
anal, dan inkarserasi. Untuk hemoroid eksterna, pengobatannya selalu operatif.
Tergantung keadaan, dapat dilakukan eksisi atau insisi trombus serta pengeluaran
trombus.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ani karena eksisi yang berlebihan
(Smeltzer, 2001).

9. Edukasi pada pasien hemorrhoid


Beri edukasi berupa perbaikan pola hidup, perbaikan cara/pola defekasi (buang air
besar). Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang selalu harus ada dalam
setiap bentuk dan derajat hemorrhoid. Perbaikan defekasi disebut bowel management
program yang terdiri dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses. Dianjurkan untuk
posisi jongkok waktu yang tidak terlalu lama saat defekasi dan tindakan menjaga
kebersihan daerah anus dan sekitarnya. Pasien dinasehatkan untuk tidak banyak duduk
atau tidur, namun banyak bergerak/jalan. Pasien harus banyak minum air putih dan
harus banyak makan serat seperti buah-buahan, sayuran, sereal dan bila perlu
suplementasi serat komersial. Makanan yang terlalu berbumbu atau terlalu pedas harus
dihindari.

Pencegahan hemorrhoid

Pencegahan hemorrhoid dilakukan dengan melakukan sosialisasi kesehatan


terutama pada pelayanan kesehatan tingkat pertama yang dapat berupa penyuluhan dan
poster-poster kesehatan yang berisi tatacara buang air besar yang baik dalam kesehatan,
tidak mengejan terlalu kuat saat buang air, tidak duduk terlalu lama saat buang air,
banyak makan makanan ya ng mengandung serat tinggi seperti buah dan sayuran hijau,
bila merasa kesulitan air besar bisa menggunakan minuman atau obat pelancar buang
air besar.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M. (2008). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi III. Jakarta: Penerbitan
Media Aesculapius FKUI.
Arif, Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Medica
Aesculpalus. FKUI.

Feng, Y., Mao, L. 2009. Colorectal Cancer, One Entity or Three. Journal of Zheijang
University. Vol 10:(3);pp. 219-229.

Mitchell, Kumar,Abbas,Fausto. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Alih


Bahasa Andry Harsono. Editor Inggrid Tania, et al. Edisi 7. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif Dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Price, S. A. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6,


Volume I. Jakarta: EGC.

Reeves, CJ. Roux, G. and Lockhart, R. 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Buku I.
Penerjemah Joko Setyono. Jakarta: Salemba Medika.

Simadibrata, MK. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: FKUI.

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidayat, Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

Sjamsuhidayat, R & Wim de Jong. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah. Vol.3. Ed.4. ECG

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner
& Suddarth. Vol. 2 E/8. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2002, Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2, Alih
Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: EGC.

Snell R. (1991). Anatomi Klinik, jilid 2, edisi 3. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran
EGC.
Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.

You might also like