Professional Documents
Culture Documents
Date Signature
Oleh
Zusana Risa Bere Aton 1008012025
Febrina Claresta Tjung 1208011005
Ria Marsela Suki 1308011008
Pembimbing
dr. Indah Wulan Sari
Supervisor
dr. Jerny Dase, SH, Sp.F, M.Kes
1
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Referat : Trauma Tumpul pada Kepala: Lesi Coup dan Contrecoup
Pembimbing
Supervisor
2
DISCLAIMER
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI TRAUMA
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang dapat mengakibatkan
cedera. Secara umum, trauma terbagi menjadi dua yaitu trauma tumpul dan trauma
tajam.7
Trauma tumpul ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh oleh benda-benda tumpul. Hal ini disebabkan oleh benda-benda
yang mempunyai permukaan tumpul, seperti batu, kayu, martil, terkena bola,
ditinju, jatuh dari tempat tinggi, kecelakaan lalulintas dan lain sebagainya7.
Trauma tumpul dapat menyebabkan tiga macam luka yaitu luka memar (contusio),
luka lecet (abrasio) dan luka robek (vulnus laceratum)7.
Trauma tajam ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh oleh benda-benda tajam. Trauma tajam dikenal dalam tiga
bentuk pula yaitu luka iris atau luka sayatan (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus
punctum) atau luka bacok (vulnus caesum)7.
B. KLASIFIKASI TRAUMA
Klasifikasi trauma berdasarkan penyebab, sebagai berikut :5
Mekanik
- Benda tumpul (abrasi, kontusio, laserasi, fraktur dan dislokasi
gigi/tulang)
- Benda tajam (luka iris, luka tusuk, luka bacok)
- Senjata api (luka tembak)
Suhu (Thermal)
- Dingin (Frost bite, trench foot, immersion foot)
- Panas (luka bakar)
Kimiawi
- Korosi
5
- Iritasi
Lain-lain
- Listrik
- Petir
- X-ray
- Radioaktif
Klasifikasi trauma berdasarkan medikolegal :5
Suicidal injury or self-inflicted injury (bunuh diri)
Homicidal injury (pembunuhan)
Accidental injury
Defense wound (pertahanan)
Fabricated wounds
Klasifikasi trauma berdasarkan waktu pada korban meninggal terbagi
atas luka antemortem dan luka postmortem. 5
Jenis trauma tumpul khususnya pada kepala dibagi menjadi :4
Cedera pada kulit kepala
Cedera pada tulang tengkorak (fraktur)
Perdarahan selaput otak
Perdarahan intrakranial
Trauma pada otak
6
Luas permukaan tubuh yang terlibat
Jenis senjata
Cedera pada kepala merupakan hal penting karena otak merupakan
organ vital yang mempertahankan hidup seseorang. Otak dilindungi oleh
tulang tengkorak yang kuat yang berisi berbagai kompartemen di dalamnya.6
Cedera pada kepala dapat dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan
mekanisme bagaimana cedera terjadi, yaitu cedera langsung (impact injuries)
dan cedera akselerasi/deselerasi (acceleration or deceleration injuries).
Cedera langsung terjadi karena objek yang berkontak langsung dengan kepala
yang menyebabkan efek cedera yang lokal. Contoh cedera langsung :6
Cedera jaringan lunak : laserasi, abrasi, kontusio kulit kepala
Fraktur tengkorak
Kontusio pada otak
Hematoma epidural
Perdarahan intraserebral
Cedera akselerasi atau deselerasi terjadi karena pergerakan tiba-tiba
dari kepala segera setelah trauma, dengan menghasilkan resultan gradien
tekanan intrakranial dan berakibat pada otak baik gaya gesek dan tarik. Dua
contoh cedera ini antara lain hematoma subdural dan diffuse axonal injury.6
7
intracranial sehingga penting sebagai dasar diagnosis. Trauma benda tumpul pada
kulit kepala sering tidak menimbulkan kontusio karena terdapat beberapa lapisan
dari kulit kepala yang mampu menyerap energi yang tinggi. Pada otopsi, area
benturan dapat ditentukan dengan melihat perdarahan dalam galea dari kulit kepala.
Laserasi adalah luka tumpul di mana permukaan kulit terbuka, tepi luka terkelupas
dan kedalaman luka berisi jembatan jaringan. 2,6,8
8
oleh muatan dinamis kepala (yaitu kepala bergerak atau berhenti bergerak setelah
benturan). Ini berarti dampak yang menghasilkan fraktur juga terkait dengan
pergerakan otak relatif terhadap cranium dan sebagai konsekuensinya, "gegar otak"
sering terjadi, tapi tidak selalu dikaitkan dengan fraktur cranium. Gegar otak
(concussion) didefinisikan sebagai masa sementara fungsi otak berubah yang
bermanifestasi sebagai disorientasi, amnesia untuk kejadian yang menyebabkan
gegar otak, dan atau kehilangan kesadaran.
Manifestasi eksternal 2,6,8
Pemeriksaan fisis pada tubuh pasien dapat dijadikan bukti tidak langsung dari
fraktur basis cranii termasuk memar pada periorbital (raccoon eyes), perdarahan
sclera, perdarahan retroauricular (Battle’s sign) dan perdarahan dari telinga.
9
tengah kontusio menunjukkan garis batas yang tajam, yang merupakan tanda awal
nekrosis sekunder. 2,6,8
Bentuk kontusio2,6,8
- Fracture contusion
- Coup Contusion
- Contrecoup Contusion
- Kontusio Herniasi
- Diffuse axonal injury
10
Gambar 12. Hematoma epidural.
b. Hematoma Subdural
Hematoma subdural adalah perdarahan yang terjadi diantara
lapisan duramater dan arachnoidea. Perdarahan yang terjadi dapat
berasal dari pecahnya bridging vein yang melintas dari ruang
subarachnoidea atau korteks serebri ke ruang subdural, dengan
bermuara dalam sinus venosus duramater. Selain itu dapat pula
akibat robekan pembuluh darah kortikal, subarachnoidea, atau
arachnoidea yang disertai robeknya lapisan arachnoidea. 2,6,8
c. Hematoma Subarachnoid
Hematoma subarachnoid terjadi akibat rupturnya bridging
vein pada ruang subarachnoid, atau pembuluh darah yang ada pada
11
permukaan jaringan otak. Robekan pembuluh darah terjadi akibat
gerakan dindingnya yang timbul ketika otak bergerak atau
menggeser. Perdarahan terletak antara arachnoid dan piamater,
mengisi ruang subarachnoid dan masuk ke dalam sistem cairan
serebrospinalis. Umumnya lesi disertai dengan kontusio atau
laserasi serebri. Perdarahan subarachnoid yang terjadi murni tanpa
ada lesi lain hanya sekitar 10 %. Darah yang masuk ke dalam
subarachnoid dan sistem cairan serebrospinalis tersebut akan
menyebabkan terjadinya iritasi meningeal.2,6,8
d. Hematoma Intraserebri
Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam
jaringan (parenkim otak). Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi
atau kontusio jaringan otak yang menyebabkan pecahnya
pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut.
Perdarahan dapat berlokasi di bagian mana saja, misalnya di
substansia alba hemisfer serebri, serebellum, diensefalon, atau
12
mungkin juga di corpus callosum. Akan tetapi lokasi yang paling
sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat
terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya (counter-
coup).2,6,8
e. Hematoma Intraventrikular
Hematoma intraventrikuler adalah adanya darah dalam sistem
ventrikel, dalam hal ini akibat trauma. Sumber perdarahan tidak
selalu mudah diketahui, bahkan biasanya sulit ditemukan, mungkin
dari robekan vena di dinding ventrikel, korpus kalosum, septum
pelusidum, forniks, atau pada pleksus choroid. Dapat pula sebagai
perluasan dan perdarahan di lobus temporal atau frontal, atau
ganglia basalis. 2,6,8
13
Gambar 16. Hematoma Intraventrikular.
14
Gambar 17. Mekanisme trauma kepala Coup- countercoup6
- Coup Contusion
Kontusio yang terjadi tepat dibawah benturan kepala. Hal ini disebabkan
oleh benturan kepala terhadap benda tumpul dan kompresi, dapat disertai
atau tanpa disertai dengan fraktur cranium. Gaya dari benturan diserap oleh
tulang cranium sehingga terjadi akselerasi minimal dari kepala dan inersia
dari otak tidak terjadi. 7,12
- Contrecoup Contusion
Kontusio yang terjadi pada bagian otak dimana berlawanan arah secara
diagonal terhadap area benturan pada kepala. Contrecoup contusion terjadi
ketika otak tetap bergerak setelah tulang cranium telah berhenti bergerak
atau ketika otak tidak bergerak setelah benturan yang menyebabkan tulang
cranium mulai bergerak. Adanya pergerakan otak saat terjadi benturan,
menyebabkan terjadinya gaya positif pada sisi kontra lateral akibat
akselerasi, dorongan liquor dan tekanan oleh tulang yang mengalami
deformitas.Cedera kontra lateral terjadi bila tekanan negatif yang terjadi
minimal 1 ata (atmosfir absolut).7 Contercoup contusion sering
menyebabkan kontusio yang dalam dan masif dan dapat menyebabkan
perdarahan pada korteks dan menyebabkan perdarahan subdural. 7,12
15
Terdapat berbagai teori yang dikemukakan untuk menjelaskan lesi coup dan
contrecoup diantaranya teori tekanan positif, tekanan negatif, teori stress akibat
rotasi geser dan teori akselerasi angular.7
Teori yang pertama merupakan teori tekanan positif yang dikemukan oleh
Lindenberg dkk, teori ini mengemukakan adanya akselerasi dari bagian kepala yang
terkena dampak menyebabkan otak ikut bergerak, perbedaan densitas antara tulang
tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak
bergerak lebih cepat dari otak. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari
benturan (contrecoup).7
Teori yang kedua merupakan teori tekanan negatif yang juga dikenal
sebagai tori cavitasi yang dikemukakan oleh Russel, teori ini menjelaskan bahwa
lesi contrecoup yang luas disebabkan oleh adanya tekanan negatif dari daerah lesi
contrecoup. Hal ini disebabkan karena saat kepala membentur suatu objek,
tengkorak berhenti secara tiba-tiba sedangkan otak terus bergerak dan
menyebabkan adanya tekanan negatif pada daerah lesi contrecoup. Pada duramater
terdapat rongga potensial yang mudah terlepas karena tidak melekat erat permukaan
bawah dari kranium sehingga jika terdapat tekanan negatif yang menarik area
contrecoup akan menyebabkan terbentuknya lesi dari rongga potensial antara
duramater dan kranium.7
Teori ketiga merupakan teori stress akibat rotasi geser yang dikemukan oleh
Holbourn, teori ini menjelaskan adanya pergerakan linear dari otak, biasanya diikuti
oleh gerkan rotasi geser dari komponen otak. Saat tengkorak membentuk objek
yang tidak bergerak, terjadi kombinasi antara gerakan linear dan rotasi dari otak
yang menyebabkan stress dari komponen otak (biasanya pada daerah posterior dari
lobus temporal dan frontal karena permukaan tulang yang irregular). 7
Teori yang keempat merupakan teori akselerasi angular yang dikemukakan
oleh Dawson dkk. Teori ini menjelaskan benturan pada depan dan belakang dari
kepala akan menghasilkan akselerasi linear dimana pada sisinya akan menghasilkan
kombinasi linear dan angular. Kombinasi dari akselerasi linear dan angular dari
kepala pada coronal plane lebih mnyebabkan cedera pada otak dibandingkan
16
akselerasi yang sama pada sagital plane (benturan frontal) dimana akselerasi
angular menyebabkan robekan pada otak.7
Teori terakhir dari mekanisme trauma coup dan contrecoup menjelaskan
bahwa lesi contrecoup dari area parenkim otak biasanya lebih parah dari area lesi
coup karena ada nya peranan cairan serebrospinalis yang mendorong otak ke arah
berlawanan saat tengkorak berhenti secara tiba-tiba saat terbentuk objek.7
Lesi coup dan counter coup dapat terjadi pada semua usia dengan usia rata-
rata 39 tahun. Kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama terjadinya lesi coup
dan contrecoup (53,1%), diikuti jatuh (28,9%) dan kejahatan (10,4%). Pasien
dengan lesi coup dan contrecoup memiliki rata-rata GCS 9, dimana tidak ada
perbedaan yang signifikan pada berbagai usia. Pasien dengan lesi coup paling
sering mengalami fraktur depresi, sedangkan pasien dengan lesi coup-contrecoup
lebih sering mengalami ekstradural hematoma (EDH). Disisi lain, pasien dengan
trauma contrecoup sering mengalami fraktur linear dan subgaleal hematoma.7
17
corpus callosum. Akan tetapi lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan
temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi
lainnya (countre-coup).7
Lesi dapat berupa fokus perdarahan kecil-kecil, namun dapat pula berupa
perdarahan yang luas. Perdarahan yang kecil-kecil umumnya sebagai akibat lesi
akselerasi-deselerasi, sedangkan yang besar umumnya akibat laserasi atau kontusio
serebri berat. Beberapa sumber menyatakan definisi hematoma intraserebri adalah
perdarahan lebih dari 5 cc, sedangkan bila kurang maka disebut petechial
intraserebri (kontusio serebri). Perdarahan dapat terjadi segera, dapat pula beberapa
hari atau minggu kemudian, khususnya pada pasien lanjut usia.7
Perdarahan pada lobus temporal memberikan resiko besar terjadinya herniasi
uncus yang berakibat fatal. Hematoma intraserebral yang disertai dengan hematoma
subdural, kontusio atau laserasi pada daerah yang sama memiliki efek yang juga
fatal, dan disebut sebagai ´burst lobe´. Bentuk perdarahan lainnya adalah yang
disebut Bollinger’s apoplexy, yaitu hematoma intraserebral yang terjadi
setelah beberapa minggu (atau bulan) setelah cedera dan selama waktu tersebut
pasien dalam keadaan neurologis yang normal.7
18
F. ASPEK MEDIKOLEGAL
Dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal luka kelalaian
atau karena yang disengaja. Luka yang terjadi inI disebut kejahatan terhadap tubuh
atas Misdrijven Tengen Het Lijf. Kejahatan terhadap jiwa ini diperinci menjadi dua
yaitu kejahatan doleuse (yang dilakukan dengan sengaja) dan kejahatan culpose
(yang dilakukan karena kelalaian atau kejahatan). 10
Jenis kejahatan yang dilakukan dengan sengaja diatur dalam Bab XX, pasal-
pasal 351 s.d. 358. Jenis kejahatan yang disebabkan karena kelalaian diatur dalam
pasal 359, 360, dan 361 KUHP. Dalam pasal-pasal tersebut dijumpai kata-kata,
mati, menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan pekerjaan sementara,
yang tidak disebabkan secara langsung oleh terdakwa, akan tetapi karena salahnya
diartikan sebagai kurang hati-hati, lalai, lupa dan amat kurang perhatian. 10
Pasal 361 KUHP menambah hukumannya sepertiga lagi jika kejahatan ini
dilakukan dalam suatu jabatan atau pekerjaan. Pasal ini dapat dikenakan pada
dokter, bidan, apoteker, supir, masinis kereta api dan lain-lain. 10
Dalam pasal-pasal tersebut tercantum istilah penganiayaan dan merampas
dengan sengaja jiwa orang lain, suatu istilah hukum semata-mata dan tidak dikenal
dalam istilah medis. 10
Yang dikatakan luka berat pada tubuh pada pasal 90 KUHP, adalah penyakit
atau luka yang tidak bisa diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang
dapat mendatangkan bahaya maut, terus menerus tidak cakap lagi melakukan
jabatan atau pekerjaan tidak lagi memakai salah satu panca indera, kudung
(romping), lumpuh, berubah pikiran (akal) lebih dari empat minggu lamanya,
menggunakan atau membunuh anak dari kandungan ibu. 10
Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat
kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan
dari permasalahan sebagai berikut:
a. Jenis luka apakah yang terjadi?
b. Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka?
c. Bagaimanakah kualifikasi luka itu?
19
Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian Ilmu Kedokteran
Forensik, yang hanya baru dipahami setelah mempelajari pasal-pasal dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang bersangkutan dengan Bab XX
(Tentang Penganiayaan), terutama pasal 351 dan pasal 352; dan Bab IX (Tentang
Arti Beberapa Istilah Yang Dipakai Dalam Kitab Undang-Undang), yaitu pasal 90.
9,10
Dari pasal-pasal tersebut dapat dibedakan empat jenis tindak pidana, yaitu:
1. Penganiayaan ringan
2. Penganiayaan sedang
3. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat
4. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian
Oleh karena istilah “penganiayaan” merupakan istilah hukum, yaitu “dengan
sengaja melukai atau menimbulkan perasaan nyeri pada seseorang”, maka di dalam
Visum et Repertum yang dibuat dokter tidak boleh mencantumkan istilah
penganiayaan, oleh karena dengan sengaja atau tidak itu merupakan urusan hakim.
Demikian pula dengan menimbulkan perasaan nyeri sukar sekali untuk dapat
dipastikan secara objektif, maka kewajiban dokter di dalam membuat Visum et
Repertum hanyalah menentukan secara objektif adanya luka, dan bila ada luka,
dokter harus menentukan derajatnya.
Penganiayaan ringan, yaitu penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit
atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, di dalam
Ilmu Kedokteran Forensik pengertiannya menjadi: “luka yang tidak berakibat
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian”.
Luka ini dinamakan “luka derajat pertama”.
Bila sebagai akibat penganiayaan seseorang itu mendapat luka atau
menimbulkan penyakit atau halangan di dalam melakukan pekerjaan jabatan atau
pencaharian, akan tetapi hanya untuk sementara waktu saja, maka luka ini
dinamakan “luka derajat kedua”.
Apabila penganiayaan tersebut mengakibatkan luka berat seperti yang
dimaksud dalam pasal 90 KUHP, luka tersebut dinamakan “luka derajat ketiga”.
20
Suatu hal yang penting harus diingat di dalam menentukan ada tidaknya luka
akibat kekerasan adalah adanya kenyataan bahwa tidak selamanya kekerasan itu
akan meninggalkan bekas/luka. Dengan demikian pada kasus perlukaan akan tetapi
di dalam pemeriksaan tidak ditemukan luka, maka di dalam penulisan kesimpulan
Visum et Repertum yang dibuat, haruslah ditulis “tidak ditemukan tanda-tanda
kekerasan”, dan jangan dinyatakan secara pasti bahwa pada pemeriksaan tidak ada
kekerasan.
21
Pasal 90 9
Luka berat berarti :
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencarian;
(3) Kehilangan salah satu pancaindera;
(4) Mendapat cacat berat (verminking)
(5) Menderita sakit lumpuh;
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
22