Professional Documents
Culture Documents
Laporan DKP4 Musket Klp. 1
Laporan DKP4 Musket Klp. 1
PEMICU 4
MODUL MUSKULOSKELETAL
Kelompok Diskusi 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Trigger
A 22-year-old man who is a known IV drug abuser presents with a 6-day
history of pain and swelling in his left knee. On examination there are
multiple sites of IV puncture on his arms. His left knee is hot, tender,
0
sweelling, and highly restricted range of movement. There is cellulitic
changes of the overlying skin. There is no sign of inflamation in any other
joints. His temperature is 38,9 C. There is no history of trauma before.
1
1.5 Problem Analysis
1.6 Hypothesis
2
1. Faktor resiko dari pengggunaan IV drug ?
2. Bursitis
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Gejala Klinis
e. Pemeriksaan
f. Tatalaksana
3. Osteomilitis
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Gejala Klinis
e. Pemeriksaan
f. Tatalaksana
4. Infeksi Arthritis
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Gejala Klinis
e. Pemeriksaan
f. Tatalaksana
5. Penyebab terjadi cellulitic pada kasus tersebut ?
6. Jelaskan mengenai ROM !
7. Bagaimana hubungan antara pengguna IV drug dengan sakit lutut pada
kasus di atas ?
8. Patofisiologi demam ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Bursitis
a. Definisi
Bursitis didefinisikan sebagai peradangan bursa.(2) Manusia
memiliki sekitar 160 bursa. Ini adalah struktur yang menyerupai
kantung antara kulit dan tulang atau antara tendon, ligamen, dan
tulang. Bursae dilapisi oleh jaringan sinovial, yang menghasilkan
cairan yang melumasi dan mengurangi gesekan antara struktur ini.
Bursitis terjadi ketika lapisan sinovial menjadi menebal dan
menghasilkan cairan yang berlebihan, yang menyebabkan
pembengkakan lokal dan nyeri.(3)
Bursa-bursa berikut yang paling sering terpengaruh:
a. subacromial
b. olekranon
c. trokanterika
d. Prepatellar
e. Infrapatellar
b. Etiologi
Penyebabnya sering kali tidak diketahui, tetapi bursitis dapat
disebabkan oleh penggunaan sebagian anggota tubuh yang
berlebihan selama :
4
1. Pemakaian berlebihan selama bertahun-tahun
a. Pergeseran yang berulang-ulang akibat gesekan dimana
dinding bursa menebal dan dapat terjadi efusi pada bursa
b. Bursitis juga dapat berhubungan dengan jenis pekerjaan
tertentu seperti prepatela bursitis pada lutut pembantu rumah
tangga, dan alekranon bursitis pada pelajar.
2. Cedera: Seperti jatuh atau kecelakaan dan luka tersebut
mengenai sendi pada tanggan atau kaki.
3. Gout: Gangguan metabolisme yang menimbulkan serangan
peradangan atritis akut sendi paroksismal, biasanya mengenai
sendi perifer tunggal.
4. Pseudogout : Adanya kalsium yang berlebihan di tulang
persendian.
5. Arthritis rematoid: Kelainan inflamasi yang terutama mengenai
membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai
dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan
mobilitas, dan keletihan.
6. Infeksi.
Yang paling mudah terkena bursitis adalah bahu, bagian tubuh
lainnya yang juga terkena bursitis adalah sikut, pinggul, lutut, jari
kaki, dan tumit.
Bursitis memiliki banyak penyebab, termasuk gangguan
autoimun, deposisi kristal (gout dan pseudogout), penyakit menular,
peristiwa traumatis, dan gangguan vaskularisasi. Cedera berulang
pada bursa menyebabkan vasodilatasi lokal dan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, yang merangsang inflamasi.
Penyakit sistemik berikut juga telah dikaitkan dengan terjadinya
bursitis:
a. Artritis Rematoid
b. Ankylosing spondylitis
c. Arthritis reaktif
d. Psoriatic arthritis
e. Scleroderma
f. Sistemik lupus eritematosus
g. Pankreatitis
h. Penyakit Whipple
i. Oxalosis
j. Uremia
k. Osteoartropati paru hipertrofik
l. Sindrom hipereosinofilik idiopatik
5
Bursitis septik adalah bursitits yang terjadi akibat mikroorganisme
karena cedera traumatik atau melalui penyebaran dari selulitis yang
terjadi di dekat sendi yang terinfeksi. Organisme penyebab paling
umum bursitis septik adalah Staphylococcus aureus (80% kasus),
diikuti oleh streptokokus. Namun, banyak organisme lain telah terlibat
dalam bursitis septik, termasuk mycobacteria (baik tuberkulosis
maupun nontuberculous), jamur (Candida), dan ganggang
(Prototheca wickerhamii). Faktor predisposisi infeksi meliputi diabetes
mellitus, terapi steroid, uremia, alkoholisme, penyakit kulit, dan
trauma. Riwayat infalamasi noninfeksi dari bursa juga meningkatkan
resiko bursitis septik.(4,5)
c. Patofisiologi
Anatomi bursa yang letaknya dekat dengan sendi‐sendi terutama
tempat dimana otot melewati tulang memungkinkan adanya gerakan
secara terus menerus dan berulang. Bursa yang berisi cairan synovial
meradang sehingga lebih banyak cairan yang diproduksi. Respon
peradangan yang terjadi pada bursa akan meningkatkan penipisan
pada synovial. Jaringan granulasi dan fibrotic terbentuk, kemudian
memberikan manifestasi pada bursa yaitu terisi cairan yang kaya akan
fibrin atau bisa berupa darah. Akibatnya bursa membengkak,
terkadang terkumpul sisa kalsium.(6)
d. Gejala Klinis
Gejala radang bursa sebagai berikut: (3)
a. Localized ternderness (lunakterlokalisasi)
b. Nyeri (diperburuk oleh gerakan tertentu sendi, tendon, atau
keduanya)
c. Edema
d. Eritema
e. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik
6
Pada pemeriksaan fisik terlihat adanya pembengkakan dan
kemerahan pada bagian bursa yang mengalami peradangan.
Terdapat nyeri tekan dan hangat. Penurunan rentang gerak sendi.(7)
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya peningkatan
LED dan CRP. Pada pemeriksaan cairan bursa dilakukan untuk
mendeteksi adanya sepsis bursitis secara kultur. Pemeriksaan
radiodiagnostik dilakukan untuk mengidentifikasi adanya osteofit atau
patologi tulang lainnya. (7)
f. Tatalaksana
1. Proteksi dengan pembebatan atau dengan brace
2. Instirahat untuk menghindari aktivitas dari sendi untuk
menurunkan nyeri.
3. Kompres dengan kompres es dapat menurunkan respons nyeri.
4. Kompresi dengan perban elastis.
5. Elevasi, dengan mengatur posisi area bursitis berada lebih tinggi
dari pada jantung sehingga dapat menurunkan pembengkakan
dan nyeri.
6. Obat-obatan, pemberian NSAID’s, asetaminofen, dan injeksi
kostikosteroid. (7)
2.3 Osteomilitis
a. Definisi
Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis
dari tulang dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman
kuman piogenik.(8) Osteomilitis merupakan infeksi tulang yang paling
sering disebabkan oleh bakteri pyogenik dan mycobacteria. (9) Sekitar
20% kasus osteomielitis disebabkan oleh infeksi hematogen dan
terutama menyerang anak-anak, pada tulang panjang.
b. Etiologi
Penyebab osteomielitis yang paling umum osteomielitis
hematogen dan osteomielitis inokulasi langsung adalah Stafilosossus
aureus, Streptococcus, dan Salmonella. Penyebab tersering dari
osteomielitis pada orang dewasa ialah S. aureus. Pada neonatus,
bakteri yang paling sering dikaitkan dengan osteomielitis hematogen
akut adalah kelompok bakteri yang menyebabkan sepsis neonatal,
7
yaitu kelompok Lancefield B streptococci (Sterptococcus agalactiae)
dan E. coli, serta S. aureus.(10) Pada anak-anak, infeksi lebih sering
disebabkan oleh S. aureus di beberapa negara seperti Amerika
Serikat.(11) Kingella kingae juga akhir-akhir ini menjadi penyebab
terseirng dari osteomielitis pada anak-anak. (12)
c. Patofisiologi
Tulang biasanya tahan terhadap infeksi. Namun, ketika
mikroorganisme yang terpaparkan ke tulang secara hematogen dari
struktur sekitarnya atau dari inokulasi langsung berkaitan dengan
operasi atau trauma, osteomyelitis dapat terjadi. Infeksi tulang dapat
terjadi akibat pengobatan trauma, yang memungkinkan patogen
untuk masuk tulang dan berkembang biak di jaringan trauma. Ketika
infeksi tulang berlanjut selama berbulan-bulan, infeksi yang
dihasilkan disebut osteomielitis kronis dan mungkin polymicrobial.
Meskipun semua tulang dapat terinfeksi, ekstremitas bawah
adalah yang paling sering terlibat, mikroorganisme memasuki tulang
melalui penyebaran hematogen, mikroorganisme yang masuk bisa
berasal dari daerah infeksi ataupun melalui penetrasi pada luka.
Trauma, iskemia, dan benda asing dapat meningkatkan kerentanan
tulang terhadap invasi mikroba. Ketiga hal tersebut menyebabkan
lemahnya pertahanan tubuh, sehingga bakteri yang masuk dapat
mengikat dan menghambat pertahanan tubuh. Sel fagosit akan
melawan proses infeksi dengan melepaskan enzim yang dapat
melisiskan tulang. Sebagai bentuk pertahanan dirinya, bakteri akan
ikut menuju daerah tulang yang rusak dan bertahan dalam
osteoblast. Bakteri kemudian akan melindungi diri dengan cara
melapisi diri dengan biofilm yang kaya akan polisakarida. (13)
Kemudian pus menyebar ke pembuluh darah, meningkatkan
tekanan intraosseous dan merusak aliran darah. Infeksi yang tidak
diobati akan menjadi nekrosis iskemik kronis pada tulang, yang akan
menyebbkan pemisahan fragmen devascularized (sequestra). Ketika
pus menerobos korteks, subperiosteal atau jaringan lunak sekitar,
pus akan menyebabkan terbetuknya abses atau massa periosteum
tulang baru disekitar sequestrum. Pemeriksaan histologis pada
8
osteomielitis akut, akan ditemukan adanya mikroorganisme, infiltrat
neutrofil, dan trombosis.
Pada osteomielitis kronik akan ditemukan nekrosis tulang,
yang ditandai dengan tidak adanya osteosit yang hidup. Pada infeksi
kronis, akan tampak banyak sel mononuklear dan jaringan granulasi
dan fibrosa akan menggantikan tulang yang telah diserap kembali
oleh osteoklas. Pada tahap ini, akan tampak lebih sediki organisme
pada pewarnaan.(13)
d. Gejala Klinis
Biasanya memiliki progresivitas gejala yang
lambat.osteomielitis langsung (direct osteomyelitis) umumnya lebih
terlokalisasi dengan tanda dan gejala yang menonjol. Gejala umum
dari osteomielitis meliputi:
a. Osteomielitis hematogenus tulang panjang(8)
1) Demam yang memiliki onset tiba-tiba tinggi (demam hanya
terdapat dalam 50% dari osteomielitis pada neonates)
2) Kelelahan
4) Irritabilitas
9
3) Kelelahan kronik
e. Pemeriksaan
Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan adanya peningkatan
kadar leukosit, LED, dan protein C-reaktif. Pemeriksaan kultur sangat
diperlukan untuk pemberian antimikroba yang rasional. Pemeriksaan
foto polos akan didapatkan adanya sekuestrum pada tulang tibia dan
fibula atau destruksi tulang akibat adanya nekrosis dari tulang yang
mengalami osteomielitis.(7)
f. Tatalaksana
Penanganan dalam kasus osteomilitis secara umum biasanya
seperti berikut: (14)
a. Pemberian terapi Analgesik untuk menghilangkan nyeri
b. Pemberian cairan intravena dan kalau perlu transfuse darah
c. Istirahat local dengan bidai atau traksi
d. Pemberian antibiotic secepatnya sesuai dengan bakteri
penyebab utamanya yaitu Staphylococcus aureus Drainase
bedah.
b. Etiologi
10
Sinovium merupakan struktur yang kaya dengan vaskular yang
kurang dibatasi oleh membran basal, memungkinkan mudah
masuknya bakteri secara hematogen. Di dalam ruang sendi,
lingkungannya sangat avaskular (karena banyaknya fraksi kartilago
hyalin) dengan aliran cairan sendi yang lambat, sehingga suasana
yang baik bagi bakteri berdiam dan berproliferasi. (15) Sumber infeksi
pada artritis septik dapat melalui beberapa cara yaitu secara
hematogen, inokulasi langsung bakteri ke ruang sendi, infeksi pada
jaringan muskuloskeletal sekitar sendi.
Kebanyakan kasus artritis bakterial terjadi akibat penyebaran
kuman secara hematogen ke sinovium baik pada kondisi bakteremia
transien maupun menetap. Penyebaran secara hematogen ini terjadi
pada 55% kasus dewasa dan 90% pada anak-anak. Sumber
bakterimia adalah : (1) infeksi atau tindakan invasif pada kulit, saluran
nafas, saluran kencing, rongga mulut, (2) pemasangan kateter
intravaskular termasuk pemasangan vena sentral, kateterisasi arteri
femoral perkutaneus, (3) injeksi obat intravenus.
Inokulasi langsung bakteri ke dalam ruang sendi terjadi sebesar
22%-37% pada sendi tanpa prostetik dan sampai 62% pada sendi
dengan prostetik. Pada sendi dengan prostetik, inokulasi bakteri
biasanya terjadi pada saat prosedur operasi dilakukan. Pada sendi
yang intak mengalami inokulasi bakteri selama tindakan operasi sendi
atau sekunder dari trauma penetrasi, gigitan binatang, atau tusukan
benda asing ke dalamruang sendi. Penyebaran infeksi dari jaringan
sekitarnya terjadi pada kasus osteomyelitis yang sering terjadi pada
anak-anak karena anak-anak kurang dari 1 tahun, pembuluh darah
memperforasi diskus pertumbuhan epifisal menimbulkan lanjutan
infeksi dari tulang ke ruang sendi, atau pada anak yang lebih lanjut,
infeksi pada tulang dapat merusak bagian korteks dan menyebabkan
artritisseptik sekunder jika tulang berada di dalam kapsul sendi,
seperti pada sendi koksae dan bahu. Pada orang dewasa penyakit
dasar infeksi kulit dan penyakit kaki diabetik sering sebagaisumber
infeksi yang berlanjut ke ruang sendi.
Kuman penyebab yang paling banyak adalah Staphylococcus
aureus disusul oleh Streptococcus pneumoniae, Streptococcus
11
pyogenes merupakan kuman yang sering ditemukan dan sering pada
penderita penyakit autoimun, infeksi kulit sistemik, dan trauma. Pasien
dengan riwayat intra venous drugabuse (IVDA), usia ekstrim,
imunokompromis sering terinfeksi oleh basil gram negatif yang sering
adalah Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia coli. Kuman
anaerob dapat juga sebagai penyebab hanya dalam jumlah kecil yang
biasanya didapatkan pada pasien DM dan pemakaian prostesis sendi.
Faktor predisposisi seseorang terkena artritis septik adalah faktor
sistemik seperti usia ekstrim, artritis rheumatoid, diabetes melitus,
pemakaian obat imunosupresi, penyakit hati, alkoholisme, penyakit
hati kronik, malignansi, penyakit ginjal kronik, memakai obat suntik,
pasien hemodialisis, transplantasi organ dan faktor lokalsepertisendi
prostetik, infeksi kulit, operasi sendi, trauma sendi,osteoartritis(7,15)
c. Patofisiologi
Sendi yang normal memiliki beberapa komponen pelindung. Sel-
sel synovial sehat memiliki aktivitas fagosit signifikan, dan cairan
synovial biasanya memiliki aktivitas bakterisidal yang signifikan
rheumatoid arthritis dan lupus eritematosus sistemik menghambat
fungsi defensef cairan synovial dan mengurangi kemotaksis dan
fungsi fagositosis leukosit polimorfo nuklear. Pasien dengan
kekurangan komponen terminal komplemen rentan terhadap
bakteremia Neisserial dan infeksi sendi.
Sendi yang rusak sebelumnya, terutama yang rusak akibat
rheumatoid arthritis, yang paling rentan terhadap infeksi. Membran
sinovial ini mengekshibisi neovaskularisasi sendi dan meningkatkan
faktor adhesi; kedua kondisi tersebut meningkatkan kesempatan
bakteremia, mengakibatkan infeksi sendi. Beberapa mikroorganisme
memiliki sifat yang mempromosikan tropisme mereka untuk sinovium.
S aureus mudah mengikat artikular sialoprotein, fibronektin kolase,
elastin, hyaluronic acid, dan bahan prostetik melalui faktor adhesi
jaringan spesifik (microbial surface components recognizing adhesive
matrix molecules [MSCRAMMs]). Arteriol anastomosis antara
epiphysis dan sinovium memungkinkan penyebaran osteomyelitis ke
dalam ruang sendi.(15)
12
Jurnal lain mengatakan bahwa bakteri memasuki sendi melalui
aliran darah, dari infeksi yang terjadi pada tulang atau jaringan lunak
disekitarnya. Bakteri juga dapat berinokulasi selama proses operasi,
injeksi, melalui gigitan hewan atau manusia, atau trauma. Pada infeksi
hematogen, bakteri melepaskan diri dari kapiler synovial, yang tidak
memiliki membran dan dalam hitungan jam memprovokasi infiltrasi
neutrophilic sinovium. Neutrofil dan bakteri masuk keruang sendi dan
kemudian bakteri akan mengikuti artikular tulang rawan. Degradasi
kartilago dimulai dalam waktu 48 jam sebagai akibat dari peningkatan
tekanan intraartikular, pelepasan protease dan sitokin dari kondrosit
dan makrofag pada synovial.
Selain itu, terjadi invasi tulang rawan oleh bakteri dan sel-sel
inflamasi. Gambaran histologis menampakkan perluasan abses oleh
bakteri pada lapisan synovium dan tulang rawan. Cairan synovial
akan berproliferasi membentuk panus pada tulang rawan dan
thrombosis. (15)
d. Gejala Klinis
Gejala yang paling umum dari infeksi arthritis yaitu bengkak dan
nyeri, biasanya dalam satu sendi saja. Di sekitar setengah dari semua
kasus, infeksi artritis melibatkan lutut, pinggul, pergelangan kaki dan
pergelangan tangan juga sering terkena. Secara umum, infeksi
arthritis mempengaruhi lebih dari satu sendi. Nyeri sendi dan
pembengkakan bisa disertai dengan tanda-tanda lain dari infeksi,
yaitu demam dan menggigil.(16)
e. Pemeriksaan
Pemeriksaan darah tepi
Terjadi peningkatan leukosit dengan predominan neutrofil
segmental, peningkatan laju endap darah dan C-reactive Protein
(CRP). Kultur darah memberikan hasil yang positif pada 50-70%
kasus. (17,18)
Pemeriksaan cairan sendi
Cairan sendi tampak keruh, atau purulen, leukosit cairan sendi
lebih dari 50.000 sel/mm3 predominan PMN, sering mencapai 75-80%.
Leukosit cairan sendi yang lebih dari 50.000 sel/mm3 juga terjadi pada
inflamasi akibat penumpukan kristal atau inflamasi lainnya seperti
arthritis rheumatoid. Maka perlu dilakukan pemeriksaan cairan sendi
13
dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi untuk mencari
adanya kristal. (19)
Pengecatan gram cairan sinovial harus dilakukan, dan
menunjukkan hasil positif pada 75% kasus artritis positif stafilokokus
dan 50% pada artritis positif kultur basil gram negatif. Pengecatan
gram ini dapat menuntun dalam terapi antibiotika awal sambil
menunggu hasil kultur dan tes sensitivitas. Kultur cairan sendi
dilakukan terhadap kuman aerobik, anaerobik, dan bila ada indikasi
untuk jamur dan mikobakterium. Kultur cairan sinovial positif pada
90% pada artritis septik nongonokokal.
Pemeriksaan radiologi
Penemuan berupa pembengkakan kapsul sendi dan jaringan lunak
sendi yang terkena, pergeseran bantalan lemak, dan pelebaran ruang
sendi. Osteoporosis periartikular terjadi pada minggu pertama artritis
septik. Dalam 7-14 hari, terjadi penyempitan ruang sendi difus dan
erosi karena destruksi kartilago.(15)
Pemeriksaan USG dapat memperlihatkan adanya kelainan baik
intra maupun ekstra artikular yang tidak terlihat pada pemeriksaan
radiografi. Sangat sensitif untuk mendeteksi adanya efusi sendi
minimal (1-2 mL). Cairan sinovial yang hiperekoik dan penebalan
kapsul sendi merupakan gambaran artritis septik.(20)
f. Tatalaksana(7)
1. Pada fase akut, pasien disarankan untuk mengistirahatkan sendi
yang terkena. Pasien harus mempertahankan posisi fleksi ringan
sampai sedang yang biasanya cenderung membuat kontraktur.
2. Pemberian antibiotik diberikan secara parenteral selama
sedikitnya 2 minggu.
3. Drainase bisa dilakukan perkutan atau bedah. Secara umum,
aspirasi jarum dilakukan pada fase awal untuk menurunkan jumlah
pus dan untuk mencegah reakumulasi.
14
2.5 Penyebab terjadi cellulitic pada kasus
Selulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan subkutan yang
pada orang-orang dengan imunitas normal, biasanya disebabkan oleh
Streptococcus pyrogenes. "Erisipelas" adalah istilah untuk selulitis
streptococcus yang superfisial dimana tepinya berbatas tegas. Kadang-
kadang, bakteri lain ikut terlibat haemophilus influenzae merupakan
penyebab yang penting dari selulitis fasial pada anak-anak,yang sering
berhubungan dengan otitis media ipsilateral. Pada orang-orang dengan
imunokompromasi (immunocompromised), berbagai macam bakteri
mungkin menyebabkan selulitis.
Selulitis sering terjadi pada tungkai, walaupun bisa terdapat pada
bagian lain tubuh erisipelas biasanya terjadi di daerah muka. Organisme
penyebab bisa masuk ke dalam kulit melalui lecet-lecet ringan atau
retakan kulit pada jari kaki yang terkena tinea pedis, dan pada banyak
kasus, ulkus pada tungkai merupakan pintu masuk bakteri. Faktor
predesposisi yang sering adalah edema tungkai, dan selulitis banyak
didapatkan pada orang tua yang sering mengalami edema tungkai yang
berasal dari jantung, vena dan limfe. Daerah yang terkena menjadi
eritema, terasa panas dan bengkak. serta terdapat lepuhan-lepuhan dan
daerah nekrosis. pasien menjadi demam dan merasa tidak enak badan.
Bisa terjadi kekakuan, dan pada orang tua dapat terjadi penurunan
kesadaran.
Bila diduga selulitis disebabkan oleh streptococcus, yang hanya
dapat diobati dengan penisilin, maka mulailah dengan memberi
benzilpenisilin intravena. Bila tungkai terserang, istirahat di tempat tidur
merupakan hal yang penting dalam pengobatan. Bila berkembang
menjadi nekrosis jaringan yang luas, maka perlu dilakukan tindakan
bedah untuk mengangkat jaringan nekrosis tadi (debridement). Keadaan
yang sagat parah, dimana terjadi selulitis dalam, yang juga mengenai
fascia dan otot, disebut 'necrotizing fascilitis'. Hal ini berhubngan dengan
nekrosis jaringan yang luas dan toksemia yang parah, yang bisa cepat
menyebabkan kematian, kecuali bila segera dilakukan tindakan,
termasuk dilakukannya eksisi jaringan yang terkena.
15
Beberapa pasien mengalami selulitis yang sering kambuh, dimana
setiap episode merusak saluran limfe yang kemudian akan
menyebabkan edema. Kasus ini bisa diatasi dengan memberikan
penisilin V oral untuk pencegahan atau eritromisin untuk mencegah
terjadinya serangan lebih lanjut.(21)
16
Ada berbagai macam gerakan ROM, yaitu : (22)
2. Bahu
17
samping tubuh,
Hiperektensi Mengerkan lengan kebelakang tubuh, rentang 45-60°
siku tetap lurus,
Abduksi Menaikan lengan ke posisi samping di rentang 180°
atas kepala dengan telapak tangan jauh
dari kepala,
Adduksi Menurunkan lengan ke samping dan rentang 320°
menyilang tubuh sejauh mungkin,
Rotasi dalam Dengan siku pleksi, memutar bahu rentang 90°
dengan menggerakan lengan sampai ibu
jari menghadap ke dalam dan ke
belakang,
Rotasi luar Dengan siku fleksi, menggerakan lengan rentang 90°
sampai ibu jari ke atas dan samping
kepala,
Sirkumduksi Menggerakan lengan dengan lingkaran rentang 360°
penuh,
3. Siku
4. Lengan bawah
18
atas,
Pronasi Memutar lengan bawah sehingga telapak rentang 70-90°
tangan menghadap ke bawah,
5. Pergelangan tangan
7. Ibu jari
19
Abduksi Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30°
Adduksi Mengerakan ibu jari ke depan tangan, rentang 30°
Oposisi Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari
-
tangan pada tangan yang sama.
8. Pinggul
9. Lutut
20
kaki menekuk ke bawah,
11. Kaki
2.7 Hubungan antara pengguna IV drug dengan sakit lutut pada kasus
Sakit lutut di atas adalah diakibatkan oleh septic arthritis atau
infectious arthritis. Pasien dengan riwayat pengguna IV drug, usia yang
ekstrim, atau imonukompromais menunjukkan prevalensi lebih tinggi oleh
infeksi bakteri gram negative. Umumnya adalah bakteri yang tersering
menyebabkan penyakitnya adalah Pseudomonas
aeruginosa dan Escherichia coli.
21
sehingga bagian otak ini memicu terjadinya mekanisme respon dingin
untuk meningkatkan suhu menjadi 38,90C.(24)
Secara spesifik, hipotalamus memicu menggigil agar produksi
panas segera meningkat, dan mendorong vasokontriksi kulit untuk
segera mengurangi pengeluaran panas, kedua tindakan ini mendorong
suhu naik. Terjadinya demam sebagai respon terhadap infeksi adalah
tujuan yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan
mekanisme termoregulasi. Selama terjadinya demam, pirogen
endogen meningkatkan titik patokan hipotalamus dengan memicu
pelepasan lokal prostaglandin. (24)
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
23
DAFTAR PUSTAKA
24
13. Yeo, A.; Ramachandran, M. Acute haematogenous osteomyelitis in children.
BMJ 2014, 348, 66.
14. Randall WK. Osteomyelitis in Emergency Medicine [Internet]. [cited 2014 Dec
12]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/785020
15. Hughes LB.InfectiousArthritis.In: KoopmanWJ, Moreland LW, Ed.Arthritis and
allied conditionsa text book of rheumatology. 15 th ed. Philadelpia:
LippincottWilliam &Wilkins, 2005.p.2577-2601.
16. Manadan AM, Block JA. Daily needle aspiration versus surgical lavage for the
treatment of bacterial septic arthritis in adults.Am J ther. 2004 Sep-Oct. 11(5):
412-5.
17. Klein RS. Joint infection, with consideration of underlying disease and sources
of bacteremia in hematogenous infection. Clin Geriatr Med 1988;4(2):375-94.
18. Ryan MJ, Kavanagh R, Wall PG, Hazleman BL. Bacterial joint infections in
England and Wales: analysis of bacterial isolates over a four year period. Br. J.
Rheumatol 1997;36:370-3.
19. Shirtliff ME, Mader JT. Acute septic arthritis. Clinical microbiology reviews
2002:15;527-44.
20. Burreu NJ, Cheem RK, Cardinal E. Musculoskeletal infections: US
manifestations. Radiographics 1999;211(2):1585-92.
21. Arthritis E-journal., 2014. Infectious Arthritis.http://www.arthritis.org/about-
arthritis/types/infectious-arthritis/. Diaskes pada tanggal 22 Desember 2016.
22. DA Burns, B Stephen, Cox Neil, G christopher. Rook’s Textbook of
Dermatology. 8th edition. United Kingdom: Wiley-Blackwell Publishing, 2010.
23. Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. Buku Ajar Fundamental Keperawatan,
Edisi 4. Jakarta: EGC. 2006.
24. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. –Ed.8. –Jakarta :
EGC. 2014.
25