You are on page 1of 11

Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016

Livor mortis pada keracunan insektisida golongan organofosfat di kelinci

1
Chrissy A. A. Thanos
2
Djemi Tomuka
2
Nola T. S. Mallo

1
Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
2
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi - RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Email: chrissythanos19@gmail.com

Abstract: The objective of this study is to compare the time livor mortis formed, fixed, and
colored on the control group and treated group. This was a true experimental study with a
post-test only control group design. This study was conducted at the Forensic Laboratory Prof.
Dr. R. D. Kandou Hospital Manado from September to December 2015. Samples were 10
rabbits (Oryctolagus cuniculus) of 1250-2100 g, divided into two groups, the control group
and the treated group. The treated group was exposed to diazinon as many as 3 ml in one
treatment. Data were analyzed by using univariat analysis, subsequently tested using
Independent t-Test. The results showed that there was no significant difference (p>0.05) on
the time livor mortis formed and fixed between the control group and the treated group. There
is a slight color difference of the livor mortis between control group (bluish-violet/purple) and
treated group (purplish-red). Conclusion: There was no significant difference on the time of
livor mortis formed and fixed between rabbits with and without organophosphate intoxication.
There was a slight difference in color of livor mortis between rabbits with organophosphate
intoxication (purplish-red) and the ones without intoxication (bluish-violet/purple).
Keywords: livor mortis, intoxication, organophosphate, rabbits

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan waktu terbentuk, waktu menetap dan
warna livor mortis pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Jenis penelitian
eksperimen murni (true experimental desain) dengan rancangan penelitian post test only
control group design. Penelitian dilakukan di Laboratorium Forensik RSUP Prof. Dr. dr. R. D.
Kandou Manado pada bulan September – Desember 2015. Sampel terdiri dari 10 ekor kelinci
(Oryctolagus cuniculus) dengan berat badan 1250-2100g yang dibagi menjadi kelompok
kontrol dan perlakuan. Kelompok perlakuan dilakukan pemaparan diazinon sebanyak 3 ml
dalam satu kali pemberian. Data dianalisis dengan analisis univariat kemudian diuji dengan
Independent t-Test. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05)
waktu terbentuk dan waktu menetap livor mortis antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan. Terdapat sedikit perbedaan warna livor mortis antara kelompok kontrol (biru
keunguan) dan kelompok perlakuan (ungu kemerahan/livide). Simpulan: Tidak terdapat
perbedaan bermakna waktu terbentuk dan waktu menetap livor mortis antara kelinci dengan
dan tanpa keracunan organofosfat. Terdapat sedikit perbedaan warna livor mortis antara
kelinci dengan keracunan organofosfat (ungu kemerahan/livide) dan yang tanpa keracunan
(biru keunguan).
Kata kunci: livor mortis, keracunan, organofosfat, kelinci

Ilmu kedokteran forensik sangat bidang-bidang lain yang tidak berhubungan


bermanfaat bagi bidang peradilan dan dengan peradilan. Pemeriksaan forensik
10
Thanos, Tomuka, Mallo: Livor pada intoksikasi..

digunakan untuk menentukan lama Selatan.5 Self Poisoning (meracuni diri)


kematian, penyebab kematian serta dengan berbagai zat mulai dari obat-obatan,
mekanisme kematian suatu individu. pestisida hingga produk rumah tangga yang
Penentuan lama waktu kematian dapat tersedia adalah metode paling umum yang
diperkirakan dengan perubahan-perubahan dilakukan, dengan proporsi 70% di Sri
yang terjadi pada tubuh. Memperkirakan Langka, 55% di Bangladesh, 47% di
saat kematian yang mendekati ketepatan Indonesia, 37% di India, 23% di Thailand.6
mempunyai arti penting terutama bila Berdasarkan laporan WHO 2006, metode
dikaitkan dengan proses penyidikan.1 yang paling sering digunakan di Indonesia
Menurut Undang-Undang Republik untuk kasus bunuh diri yaitu dengan
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang meracuni diri (47%), diikuti dengan
Kesehatan, Pasal 117: “Seseorang menggantung diri (46%) dan melompat dari
dinyatakan mati apabila fungsi sistem ketinggian (11%).7 Keracunan yang
jantung, sirkulasi dan sistem pernafasan disengaja (terutama untuk upaya percobaan
terbukti telah berhenti secara permanen, bunuh diri atau berhasil bunuh diri),
atau apabila kematian batang otak telah proporsinya dalam kasus keracunan
dapat dibuktikan.” Mekanisme kematian pestisida cukup besar di Negara tertentu.8
timbul akibat abnormalitas dari aspek Organofosfat merupakan racun pembasmi
biokimia dan fisiologi tubuh yang berujung serangga yang paling toksik yang mudah
pada kematian.1 diperoleh di pasaran.
Tanda-tanda kematian dibagi dua yaitu Pada penelitian ini, sampel yang ideal
kematian pasti dan tidak pasti. Tanda ialah sampel yang didapat dari pemeriksaan
kematian tidak pasti ialah pernafasan jenazah, akan tetapi karena keterbatasan
berhenti, sirkulasi terhenti, kulit pucat, dalam mendapatkan jenazah maka dengan
tonus otot menghilang dan relaksasi, tidak mengurangi keilmiahan, peneliti
pembuluh darah retina mengalami menggunakan hewan coba yaitu kelinci
segmentasi dan pengeringan kornea. sehat. Kelinci mudah didapatkan dan secara
Sedangkan tanda pasti kematian ialah morfologi lebih besar dibandingkan tikus
lebam mayat (livor mortis), kaku mayat sehingga diharapkan secara teknis lebih
(rigor mortis), penurunan suhu tubuh mudah.
(algor mortis), pembusukan, mumifikasi Penelitian sebelumnya tentang
dan adiposera.1,2 karakteristik intoksikasi organofosfat telah
Toksikologi forensik merupakan salah banyak dilakukan, namun penelitian
satu cabang ilmu forensik yang terhadap livor mortis yang terbentuk pada
mempelajari tentang zat kimia atau racun korban intoksikasi organofosfat yang
yang dapat mengancam hidup serta meninggal belum pernah dilakukan
mengintepretasikan temuan analisis dalam sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut,
suatu argumentasi tentang penyebab peneliti ingin mengetahui waktu terbentuk,
keracunan.3 waktu menetap dan warna livor mortis pada
Menurut World Health Organization kasus keracunan organofosfat, maka
(WHO), satu juta kasus keracunan berat peneliti tertarik melakukan penelitian
dan dua juta kasus bunuh diri mengenai livor mortis pada intoksikasi
menggunakan organofosfat terjadi di insektisida golongan organofosfat pada
seluruh dunia dan 200.000 diantaranya kelinci.
meninggal.4 WHO memperkirakan
kejadian keracunan insektisida akut KERACUNAN
sebanyak 3.000.000 kasus setiap tahunnya Keracunan merupakan masuknya suatu
dengan angka kematian sejumlah 220.000 zat ke dalam tubuh yang dapat
kasus. Mayoritas insiden ini terjadi di mengakibatkan gangguan kesehatan serta
negara-negara berkembang, terutama di kematian. Keracunan akibat insektisida
Afrika, Asia, Amerika tengah dan Amerika sudah menjadi masalah seluruh dunia.
11
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016

Estimasi jumlah kasus per tahun sebesar 1- Xenobiotik akan segera diabsorpsi jika
3 juta. Angka kematian beragam mulai dari kontak melalui kulit atau mata. Absorpsi
1% sampai 9% kasus yang datang berobat, ini akan terus berlangsung selama
dan bergantung pada ketersediaan antidote pestisida masih ada pada kulit.
serta mutu layanan medis yang diberikan. Kecepatan absorpsi berbeda pada tiap
Keracunan yang disengaja (terutama untuk bagian tubuh. Perpindahan residu
upaya percobaan bunuh diri atau berhasil pestisida akan menambah potensi
bunuh diri) proporsinya dalam kasus keracunan.14
keracunan insektisida cukup besar di e. Melalui anus atau vagina (perektal;
Negara tertentu.9 pervaginam)
Racun masuk ke dalam tubuh melalui
berbagai cara yaitu10: ORGANOFOSFAT
a. Ditelan (per oral; ingesti): Portal entri Organofosfat merupakan insektisida
ini sering dan mudah terjadi namun yang paling toksik diantara jenis pestisida
bahan asing yang masuk tidak akan lainnya dan sering menyebabkan keracunan
mudah mencapai peredaran darah karena pada manusia.15 Organofosfat bekerja
beberapa hal penting yang terkait pada sebagai racun kontak, racun perut, dan
fungsi saluran gastro intestinal. Di mulut racun pernafasan.16,17 Dalam jumlah sedikit
xenobiotik bercampur dengan ludah organofosfat dapat menyebabkan kematian,
yang mengandung enzim, di dalam tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg
lambung xenobiotik yang tidak tahan untuk menyebabkan kematian pada orang
asam akan dihancurkan oleh asam dewasa. Organofosfat memiliki struktur
lambung, di usus halus akan bertemu kimia dengan atom oksigen atau sulfur
dengan enzim usus halus yang bersifat yang berikatan ganda dengan fosfor,
basa sehingga xenobiotik asam akan sehingga disebut phosphate atau
ternetralisir, dan seterusnya hingga phosphorothioates. Sebagian besar
terbuang melalui usus besar. Proses senyawa organofosfat berikatan sulfur,
absorpsi terjadi melalui mukosa usus, karena bentuk P=S lebih stabil dan larut
yang selanjutnya mengalir melalui lemak.18
system sirkulasi darah.11 Insektisida golongan organofosfat yang
b. Terhisap bersama udara pernafasan tidak membutuhkan aktivitas metabolik
(inhalasi): Bukti mengenai efek yang yang disebut juga dengan inhibitor
serius akibat pajanan melalui udara langsung yang dapat menghasilkan efek
terhadap kesehatan manusia masih toksik pada daerah kontak langsung, seperti
sangat sedikit.12 keringat (berhubungan langsung dengan
c. Melalui penyuntikan (parenteral; kulit), miosis atau pupil pinpoint (kontak
injeksi) dengan mata), dan/atau bronkospasme
d. Penyerapan melalui kulit (absorpsi): (kontak dengan pernafasan). Pada
Pajanan xenobiotik melalui kulit terjadi insektisida golongan organofosfat, ada
ketika xenobiotik mengenai kulit atau organofosfat dengan inhibisi langsung
terbawa angin hingga menempel di kulit. (yang mengandung = O) dan organofosfat
Semakin luas area kulit yang terkena dengan inhibisi tak langsung (yang
dan semakin lama durasi kontak maka mengandung = S) tergantung dibutuhkan
semakin serius dampak yang akan atau tidaknya pengaktifan metabolik
terjadi.11 Toksisitas melalui kulit (acute sebelum terjadinya hambatan pada
dermal toxicity) dapat terjadi jika asetilkolinesterase. Senyawa organofosfat
xenobiotik diabsorpsi kulit, menembus indirek harus menjalani bioaktivasi
epidermis, kemudian memasuki kapiler sehingga menjadi aktif secara biologi.
darah dalam kulit, sehingga terbawa Senyawa organofosfat indirek contohnya
sampai paru-paru dan organ vital parathion, diazinon, malathion, dan
lainnya seperti otak dan otot.13 chlorpyrifos menjadi lebih toksik
12
Thanos, Tomuka, Mallo: Livor pada intoksikasi..

dibandingkan senyawa induknya.19 perkataan lain dosis yang dapat membunuh


Tanda dan gejala akut dari intoksikasi 50% persen dari jumlah hewan percobaan
organofosfat berhubungan dengan inhibisi yang digunakan pada kondisi laboratorium.
asetilkolinesterase. Manifestasi klinik dari LD50 dapat dinyatakan dengan oral (melalui
kontak dengan senyawa organofosfat mulut atau diletakan dalam perut tikus),
berupa:17,20 melalui kulit (digunakan terhadap kulit
a. Efek muskarinik (sistem parasimpatis) tikus atau kelinci), dan melalui pernapasan.
termasuk keringat, hipersalivasi, Besarnya konsentrasi (dosis) merupakan
hiperlakrimasi, bronkospasme, dyspnea, faktor yang sangat penting di dalam
gejala gastrointestinal (mual, muntah, menentukan bahaya atau tidaknya suatu
keram abdomen, dan diare), miosis jenis pestisida/bahan kimia. Di samping
(pupil pinpoint), penglihatan kabur, toksisitas, variabel lainnya yang cukup
inkontinensia urin, wheezing, penting ialah dosis, lamanya terkena
bradikardi. pestisida, dan caranya masuk ke dalam
b. Efek nikotinik (sistem saraf simpatis dan badan. Jumlah pestisida yang dibutuhkan
motorik) termasuk hipertensi, fasikulasi untuk membunuh manusia dapat
otot, keram otot, kelemahan motorik, dihubungkan dengan LD50 dari senyawa
takikardi, dan paralisis. kimia terhadap tikus di laboratorium.22
c. Efek CNS termasuk kecemasan, pusing,
insomnia, mimpi buruk, sakit kepala, LIVOR MORTIS
tremor, bingung, ataksia, koma. Livor Mortis (Postmortem Lividity,
Postmortem Stains, Postmortem
Tanda dan gejala dari intoksikasi Hypostatis, Postmortem Suggillation,
organofosfat ini dapat digambarkan dalam Postmortem Vibices, lebam mayat) yaitu
DUMBELS: Diare, Urination, Miosis, warna ungu kemerahan (livide) pada bagian
Bronkospasme, Emesis, Lakrimasi, tubuh terendah akibat akumulasi darah di
Salivasi. Tanda dan gejala dari intoksikasi pembuluh darah kecil di bagian tubuh yang
ini tidak akan terjadi kecuali aktivitas paling rendah akibat gravitasi. Livor Mortis
kolineterase sekitar 50 persen atau kurang yang berwarna kebiruan kadang-kadang
dari aktifitas normalnya.19 disalah artikan sebagai memar.23
Takaran fatal untuk golongan Livor Mortis terbentuk pada daerah
organofosfat, Malathion 1-5 gram; tubuh yang menyokong berat badan tubuh
Parathion 10 mg/kgBB; Systox 100 mg; seperti bahu, punggung, bokong, betis pada
dan tetraetilpirofosfat 0,4 mg/kgBB.2 Dosis saat terbaring diatas permukaan yang keras
letal sulit ditentukan oleh karena berbagai akan tampak pucat yang terlihat kontras
faktor yang mempengaruhi kerja racun. dengan warna livor mortis disekitarnya
Oleh karena itu, dosis racun yang akibat dari kompresi pembuluh darah di
digunakan ialah Approximately Fatal Dose daerah ini yang mencegah akumulasi darah.
23
(AFD) yang membantu dokter untuk Livor Mortis terbentuk saat terjadi
menilai prognosis suatu kasus. AFD bisa kegagalan sirkulasi darah, pada saat arteri
disebut juga dengan rusak dan aliran balik vena gagal
Usual Fatal Dose (UFD). Biasanya mempertahankan tekanan hidrostatik yang
UFD berdasarkan pada Minimum Lethal menggerakan darah mencapai capillary bed
Dose (MLD) yang umumnya merupakan yaitu tempat pembuluh-pembuluh darah
indikasi dosis letal pada 50% dari hewan kecil afferen dan efferen saling
(LD50). UFD pada organofosfat jenis berhubungan. Darah dan sel-sel darah
Diazinon adalah 0.1 gm untuk orang terakumulasi memenuhi saluran tersebut
dewasa.21 dan sukar dialirkan ke daerah tubuh
Toksisitas didefinisikan sebagai LD50 lainnya.24,25 Sel darah merah (eritrosit)
yang dinyatakan dalam mg senyawa akan bersedimentasi melalui jaringan
pestisida per kilogram berat badan, dalam longgar, tetapi plasma akan berpindah ke
13
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016

jaringan longgar yang menyebabkan setelah 8-12 jam.2 Menetapnya livor mortis
terbentuknya edema setempat, disebabkan oleh karena terjadinya
menimbulkan blister pada kulit. Dari luar perembesan darah ke dalam jaringan sekitar
akan terlihat bintik-bintik berwarna merah akibat rusaknya pembuluh darah akibat
kebiruan atau adanya eritrosit pada daerah tertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah
terendah terlihat dengan timbulnya yang banyak, adanya proses hemolisa sel-
perubahan warna kemerahan pada kulit sel darah dan kekakuan otot-otot dinding
yang disebut livor mortis.2 Pada tahap awal pembuluh darah. Dengan demikian
pembentukannya, livor mortis memiliki penekanan pada daerah terbentuknya livor
warna kemerahan yang dihasilkan dari mortis yang dilakukan setelah 8-12 jam
jumlah eritrosit yang membawa tidak akan menghilang. Hilangnya livor
hemoglobin yang teroksidasi. mortis pada penekanan dengan ibu jari
Meningkatnya interval post mortem, akan memberi indikasi bahwa livor mortis belum
mengakibatkan perubahan warna menjadi terfiksasi secara sempurna.25
lebih gelap. Warna normal livor mortis Setelah 4 jam, kapiler-kapiler akan
ialah merah keunguan. Warna merah mengalami kerusakan dan butir-butir darah
keunguan ini akan berubah menjadi warna merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen
ungu akibat hasil pemisahan oksigen dari dari pecahan darah merah akan keluar dari
hemoglobin eritrosit post mortem dan kapiler yang rusak akan mewarnai jaringan
konsumsi oksigen terus-menerus oleh sel- di sekitarnya sehingga menyebabkan warna
sel yang awalnya mempertahankan fungsi livor mortis akan menetap serta tidak
sistem kardiovaskuler (misalnya sel-sel hati hilang jika ditekan dengan ujung jari atau
yang mempertahankan fungsi kardio- jika posisi mayat dibalik. Jika pembalikan
vaskuler selama kira-kira 40 menit dan sel posisi dilakukan setelah 12 jam dari
otot rangka antara 2 sampai 8 jam). Produk kematiannya. Maka livor mortis baru tidak
Deoxyhemoglobin yang dihasilkan akan akan timbul pada posisi terendah, karena
mengubah warna biru keunguan menjadi darah sudah mengalami koagulasi.25
warna ungu.27
Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi LIVOR MORTIS DAN INTOKSIKASI
livor mortis, yaitu :23 ORGANOFOSFAT
a. Volume darah yang beredar Livor mortis sering berwarna merah
1) Banyak (CHF) : livor mortis padam, tetapi bervariasi, tergantung
cepat, luas oksigenasi sewaktu korban meninggal. Bila
2) Kurang (anemia) : livor mortis terjadi bendungan/hipoksia, livor mortis
lama, terbatas yang lebih gelap karena adanya
b. Lamanya darah dalam keadaan hemoglobin tereduksi dalam pembuluh
cepat cair darah kulit. Livor mortis merupakan
c. Warna livor mortis:23,26 indikator yang kurang akurat dalam
1) Normal menentukan mekanisme kematian.
2) Keracunan gas CO: warna Kematian dengan sebab wajar oleh karena
merah bata/ Cherry red gangguan coroner atau penyakit lain
3) Keracunan CN: warna merah memiliki livor mortis yang lebih gelap.26
terang/ Bright red Organofosfat menghambat aksi
4) Keracunan anillin, nitrobenze: pseudokolinesterase dalam plasma dan
warna coklat kebiruan kolinesterase dalam sel darah merah dan
5) Keracunan phosphorus: coklat pada sinapsisnya. Penghambatan kerja
tua/ Dark Brown enzim terjadi karena organofosfat
6) Asfiksia: Dark red melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam
Livor mortis mulai tampak 20-30 bentuk komponen yang stabil. Enzim
menit postmortem, semakin lama tersebut secara normal menghidrolisis
intensitasnya bertambah dan menetap asetilkolin menjadi asetat dan kolin. Pada
14
Thanos, Tomuka, Mallo: Livor pada intoksikasi..

saat enzim dihambat, mengakibatkan dapat merusak endotel kapiler


jumlah asetilkolin meningkat dan berikatan sehingga dinding kapiler yang terdiri
dengan reseptor muskarinik dan nikotinik dari selapis sel akan pecah dan timbul
pada sistem saraf pusat dan perifer.15 bintik-bintik perdarahan yang
Organofosfat bekerja sebagai racun dinamakan sebagai Tardieu’s spot.
kontak, racun perut, dan racun Tardieu’s spot ini timbul karena
16,17
pernafasan. Intoksikasi insektisida permeabilitas kapiler yang meningkat
golongan organofosfat menyebabkan akibat hipoksia.
terjadinya kegagalan pernafasan, salah satu
efek dari organofosfat ialah METODE PENELITIAN
bronkospasme/bronkokonstriksi, sehingga Penelitian ini merupakan penelitian
oksigen tidak dapat masuk ke dalam paru- eksperimen murni (true experimental
paru. Hal ini menyebabkan asfiksia karena desain) dengan rancangan penelitian post
kadar CO2 lebih tinggi daripada kadar O2 test only control group design. Penelitian
dalam darah.2 ini dilakukan di Laboratorium Forensik
Pada pemeriksaan luar jenazah dapat RSUP Prof. Dr. dr. R. D. Kandou Manado
ditemukan:2 pada bulan September – Desember 2015.
1. Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari Populasi dan sampel adalah
dan kuku. keseluruhan obyek penelitian yaitu kelinci
2. Pembendungan sistemik maupun dewasa species Oryctolagus cuniculus
pulmoner dan dilatasi jantung kanan dengan berat badan 1250-2100 gram,
merupakan tanda klasik pada kematian diambil secara incidental sampling
akibat asfiksia. sebanyak 10 ekor dibagi dalam 2 kelompok
3. Warna livor mortis merah-kebiruan secara random masing-masing kelompok
gelap dan terbentuk lebih cepat. terdiri dari 5 kelinci kelompok kontrol dan
Distribusi livor mortis lebih luas akibat kelompok perlakuan. Livor mortis diamati
kadar karbondioksida yang tinggi dan saat awal mulai terlihat perubahan warna
aktivitas fibrinolisin dalam darah setelah kematian kemudian dicatat sebagai
sehingga darah sukar membeku dan waktu terbentuk livor mortis. Waktu livor
mudah mengalir. mortis menetap dicatat saat livor mortis
4. Terdapat busa halus pada hidung dan tidak memucat pada penekanan selama 30
mulut yang timbul akibat peningkatan detik.
aktivitas pernapasan pada fase 1 yang
disertai sekresi selaput lendir saluran HASIL PENELITIAN
napas bagian atas. Keluar masuknya Hasil analisis univariat variabel dari
udara yang cepat dalam saluran sempit seluruh sampel penelitian menurut berat
akan menimbulkan busa yang kadang- badan, waktu terbentuk livor mortis, waktu
kadang bercampur darah akibat menetap livor mortis dapat dilihat pada
pecahnya kapiler. Kapiler yang lebih Tabel 1. Tabel 2 menjelaskan tentang
mudah pecah yaitu kapiler pada perbandingan waktu terbentuk livor mortis
jaringan ikat longgar, misalnya pada pada kelompok kontrol dan kelompok
konjungtiva bulbi, palpebra dan perlakuan. Pada tabel 3 dapat dilihat
subserosa lain. Kadang-kadang perbandingan waktu menetap livor mortis
dijumpai pula di kulit wajah. pada kelompok kontrol dan kelompok
5. Gambaran pembendungan pada mata perlakuan.
berupa pelebaran pembuluh darah Hasil analisis statistik dengan
konjungtiva bulbi dan palpebra yang menggunakan unpaired t-test pada waktu
terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan terbentuk livor mortis dapat dilihat bahwa
hidrostatik dalam pembuluh darah nilai thitung = 0,355 < nilai ttabel 1,860
meningkat terutama dalam vena, dengan nilai signifikansi p=0,732
venula dan kapiler. Selain itu, hipoksia didapatkan P Value (Asymp. Sig.2-tailed)
15
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016

> 0,05 sehingga Hipotesis null (H0) waktu livor mortis pada manusia terbentuk
diterima dengan kesimpulan tidak terdapat dalam waktu 1-2 jam setelah kematian
perbedaan signifikan waktu terbentuk livor dalam bentuk bintik-bintik dan bercak
mortis antara kelompok kontrol dan kecil, penelitian ini juga menyatakan livor
kelompok perlakuan. Hasil analisis pada mortis pada manusia setelah 2-4 jam mulai
waktu menetap livor mortis dapat dilihat terbentuk bercak yang lebih besar, 4-6 jam
bahwa nilai thitung = 0,815 < nilai ttabel 1,86 kemudian terbentuk bercak yang homogen
dengan nilai signifikansi p=0,439 dan livor mortis mulai terfiksasi/menetap
didapatkan P Value (Asymp. Sig.2-tailed) dalam waktu 7-9 jam setelah kematian.28
>0,05 sehingga Hipotesis null (H0) diterima Hasil penelitian ini didapatkan pada
dengan kesimpulan tidak terdapat waktu terbentuk dan menetap livor mortis
perbedaan signifikan waktu menetap livor pada kelinci lebih cepat dibandingkan
mortis antara kelompok kontrol dan waktu terbentuk dan menetap livor mortis
kelompok perlakuan. pada manusia. Hal ini, mungkin terjadi
Penilaian secara makroskopik dimulai karena luas penampang tubuh kelinci yang
pada waktu kematian melalui pengamatan lebih kecil dibandingkan manusia sehingga
warna livor mortis yang terlihat dan warna saat terjadi kegagalan sirkulasi
livor mortis saat menetap. Sedikit pembentukan livor mortis menjadi lebih
perbedaan yang terlihat pada warna livor cepat.31
mortis, kelompok kontrol negatif berwarna Penelitian ini didapatkan bahwa rerata
biru keunguan, sedangkan pada kelompok waktu terbentuk livor mortis pada
perlakuan berwarna ungu kemerahan. kelompok kontrol (56,60 menit) lebih
tinggi daripada kelompok perlakuan (50
BAHASAN menit) tetapi secara statistik tidak terdapat
Hasil penelitian ini (Tabel 1) perbedaan yang bermakna dengan p>0,05
didapatkan bahwa rerata waktu terbentuk (p=0,732). Penelitian ini juga ditemukan
livor mortis pada keseluruhan sampel bahwa rerata waktu menetap livor mortis
adalah 53,30 menit. Hasil penelitian ini pada kelompok kontrol (368,40 menit)
(tabel 1) juga menunjukkan rerata waktu lebih tinggi daripada kelompok perlakuan
menetap livor mortis dari keseluruhan (329,40 menit), tetapi secara statistik tidak
sampel adalah 348,90 menit. Hal ini terdapat perbedaan yang bermakna dengan
menunjukkan perbedaan antara waktu p>0,05 (p=0,439) antara waktu menetap
terbentuk livor mortis pada kelinci dan livor mortis dan kelompok kontrol dengan
manusia. Berdasarkan penelitian yang kelompok perlakuan.
dilakukan oleh Rayamane, dkk (2014)

Tabel 1. Karakteristik seluruh sampel

Variabel n(%) Mean±SD Median (min-max)


Kelompok Kontrol 5(50%) - -
Kelompok Perlakuan 5(50%) - -
BB (gram) - 1560±223,358 1500(1250-2100)
Waktu terbentuk livor - 53,30±27,905 50(20-113)
mortis (menit)
Waktu menetap livor mortis - 348,90±74,270 321(270-486)
(menit)

16
Thanos, Tomuka, Mallo: Livor pada intoksikasi..

Tabel 2. Perbandingan waktu terbentuk livor mortis antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan

Waktu Terbentuk Livor Mortis (menit)


Kontrol Perlakuan
Mean 56,60 50,00
Median 35,00 50,00
SD 41,380 3,536
Min-Max 20-113 45-55
p = 0,732

Tabel 3. Perbandingan waktu menetap livor mortis antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan
Waktu Menetap Livor Mortis (menit)
Kontrol Perlakuan
Mean 368,40 329,40
Median 306 324
SD 105,22 18,050
Min-Max 270-486 315-360
p = 0,439

Mekanisme intoksikasi akut Diazinon asfiksia fibrinogen darah banyak yang


dalam tubuh yaitu memberikan efek inhibisi hilang namun darah akan tetap mencair dan
terhadap enzim asetilkolinesterase dengan ini memengaruhi pembentukan livor mortis.
melakukan fosforilasi terhadap enzim Pada kematian wajar (kontrol negatif), darah
tersebut dalam bentuk stabil. Asetilkolin dapat menjadi permanent incoagulable oleh
tidak terhidrolisis sehingga jumlahnya karena adanya aktivitas fibrinolisin yang
meningkat dan mempengaruhi saraf dilepas kedalam aliran darah selama proses
parasimpatis sehingga menyebabkan efek kematian. Sumber fibrinolisin ini tidak
yang luas seperti vasokontriksi pembuluh diketahui tetapi kemungkinan berasal dari
darah, bronkospasme, dyspnea, hipertensi, endothelium pembuluh darah, dan
takikardia, keram otot, fasikulasi otot, dll. permukaan serosa pada pleura. Aktivitas
Pada keadaan ini terjadi kegagalan fibrinolisin ini nyata sekali pada kapiler-
pernafasan mulai dari depresi pusat kapiler yang berisi darah sehingga livor
pernafasan, paralisis otot-otot pernafasan, mortis akan menetap dengan cepat.32 Darah
sekresi bronkial berlebihan, edema pada kematian wajar mengalami permanent
pulmonal dan bronkokonstriksi sehingga incoagulable menyebabkan tidak adanya
kelinci perlakuan mengalami kematian oleh perbedaan bermakna antara kelompok
karena asfiksia.20 kontrol dan kelompok perlakuan.
Pada keadaan asfiksia oksigen tidak Hasil penelitian ini didapatkan livor
dapat masuk ke paru-paru sehingga kadar mortis yang terbentuk pada kelompok
CO2 dalam darah meningkat dan aktivitas kontrol menunjukkan warna biru keunguan
fibrinolisin akan menyebabkan darah sulit sedangkan livor mortis terbentuk pada
membeku dan mudah mengalir. kelompok perlakuan dengan pemberian
Tingginya aktivitas fibrinolisin pada Diazinon sebanyak 3 ml selama satu kali
darah berhubungan dengan cepatnya proses dalam sehari menunjukkan warna ungu
kematian. Pembentukan livor mortis kemerahan. Penelitian lain menyatakan,
menjadi lebih cepat karena meningkatnya warna livor mortis yang terbentuk akibat
fragilitas/permeabilitas kapiler dan intoksikasi organofosfat adalah tidak
terhambatnya pembekuan darah.2 Pada berbeda dengan livor mortis yang terbentuk
17
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016

pada kematian umumnya yaitu livide.29,30 mortis sudah menetap. Pada manusia livor
Hasil penelitian ini didapatkan pada mortis mulai terfiksasi 7-9 jam setelah
kelompok perlakuan adalah warna ungu kematian.28 Livor mortis pada kelinci
kemerahan. Hal ini tidak sesuai dengan terfiksasi dengan cepat kemungkinan karena
teori, secara teori pada kasus asfiksia, kadar ukuran tubuh kelinci yang lebih kecil
karbondioksida tinggi dalam darah dibandingkan manusia. Saat diamati pada 12
menyebabkan sianosis dan warna livor jam dan 24 jam setelah kematian, livor
mortis yang terbentuk lebih gelap/Dark mortis pada kelinci kelompok perlakuan dan
red.26 Warna dark red disebabkan terjadinya kontrol membentuk warna yang lebih gelap
bendungan dan sianosis (kurang O2, karena dibandingkan pada awal terbentuknya livor
pelepasan O2 ke jaringan dihambat). Pada mortis. Perubahan warna setelah livor
penelitian warna merah yang terbentuk lebih mortis terlihat disebabkan oleh hasil
terang mungkin juga disebabkan oleh pemisahan oksigen dari hemoglobin eritrosit
petekie/bintik perdarahan. Bintik perdarahan post mortem dan konsumsi oksigen terus-
terjadi karena timbulnya peningkatan menerus oleh sel-sel yang awalnya
permeabilitas kapiler dan juga karena mempertahankan fungsi sistem kardio-
rusak/pecahnya dinding endotel kapiler vaskuler. Produk Deoxyhemoglobin yang
akibat hipoksia. Bintik perdarahan ini lebih dihasilkan akan mengubah warna biru
mudah terjadi pada jaringan longgar, seperti keunguan menjadi warna ungu/lebih gelap.27
misalnya jaringan bawah kelopak mata, atau
organ dengan membran transparan (pleura, SIMPULAN
perikardium), umumnya bintik perdarahan Berdasarkan hasil penelitian dan
terjadi akibat pelebaran kapiler darah bahasan dapat disimpulkan bahwa tidak
setempat.2 Perut kelinci memiliki kulit yang terdapat perbedaan bermakna waktu
sangat tipis dimana terdapat banyak terbentuk dan waktu menetap livor mortis
vaskularisasi, sehingga warna livor mortis pada kelinci dengan keracunan organofosfat
yang terbentuk pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan yang tidak keracunan.
menunjukkan warna yang lebih merah Terdapat sedikit perbedaan warna livor
akibat pelebaran pembuluh darah kapiler mortis antara kelinci dengan keracunan
sekitar oleh karena asfiksia. organofosfat (ungu kemerahan/livide)
Hasil penelitian ini juga didapatkan dibandingkan dengan yang tidak keracunan
warna livor mortis yang terlihat pada (biru keunguan).
kelompok kontrol menunjukkan warna biru
keunguan tidak sesuai dengan teori yaitu SARAN
warna normal livor mortis ialah ungu Berdasarkan kesimpulan tersebut,
kemerahan yang dihasilkan dari jumlah beberapa hal dapat disarankan untuk
eritrosit yang membawa hemoglobin yang perbaikan dalam penelitian selanjutnya
teroksidasi. Warna ungu kemerahan ini akan adalah sebagai berikut:
berubah menjadi warna ungu akibat hasil 1. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan
pemisahan oksigen dari hemoglobin eritrosit untuk menambah jumlah sampel
post mortem. Meningkatnya interval post penelitian.
mortem maka warna yang terlihat akan lebih 2. Sebaiknya saat penelitian dilakukan
gelap.27 pengamatan secara kontinyu setiap 15
Berdasarkan hasil penelitian, pada 6 menit untuk mendapatkan perbedaan
jam setelah kematian kedua kelompok antara waktu terbentuk dan waktu
menunjukkan hasil yang sama saat menetap livor mortis pada setiap kelinci.
dilakukan penekanan pada livor mortis yang 3. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya
sudah terbentuk selama 30 detik, keduanya memilih hewan uji dengan berat badan
tidak menunjukkan adanya perubahan yang sama atau tidak jauh berbeda untuk
(memucat), hal ini menandakan bahwa livor menghindari bias.

18
Thanos, Tomuka, Mallo: Livor pada intoksikasi..

DAFTAR PUSTAKA Kedokteran Jilid 1 (3rd ed). Jakarta:


1. Howard C, Adelman M. Establishing the Media Aesculapius, 1999.
Time of Death. In: Forensic Medicine. 14. Raini M. Toksikologi Pestisda dan
New York: Infobase Publishing, 2007; Penanganan akibat Keracunan
p. 20-6. Pesisida. Media Litbang Kesehatan
2. Budiyanto A, Widiatmika W, Sudiono S, Volume XVII Nomor 3 Tahun 2007.
Winardi T, Mun’in A, Sidhi, et al. Jakarta: Departemen Kesehatan RI;
Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta; 2007.
FKUI, 1997; p. 25-7. 15. Darmono. Toksisitas Pestisida. Materi
3. Wirasuta IMAG. Analisis Toksikologi Kuliah Farmasi Forensik. [Internet]
Forensik dan Interpretasi Temuan 2003 [cited 2015 Sep 20] Available
Analisis. Indonesian Journal of Legal from:
and Forensic Sciences. 2008;1(1):47- http://www.geocities.com/farm_forens
55. ik/Toksikologi/Pestisida.doc
4. Gossel TA, Douglas BJ. Principle of 16. Asti Y. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Clinical Toxicology (2nd ed). New dengan Keracunan Pestisida
York: Raven Press; 1990. P. 133-139. Organofosfat, Karbamat Dan Kejadian
5. Kushik J, Chandrabhan D. Sources of Anemia pada Petani Hortikultura Di
Exposure to and Public Health Desa Tejosari Kecamatan Ngablak
Implications of Organophosphate Kabupaten Magelang [Tesis].
Pesticides. Rev Panam Salud Semarang: Fakultas Kesehatan
Publica/Pan Am J Public Health. Masyarakat Universitas Diponegoro;
2003;14(3):172-83. 2008.
6. WHO. Suicide and Suicide Prevention in 17. Joseph F. Insecticides In: Toxicology A
Asia [Internet] 2008 [cited 2015 Oct Case-oriented Approach. Washington:
2015]. Available from: CRC Press, 2002.
http://www.who.int/mental_health/res 18. WHO. Biological Monitoring of Chemical
ources/suicide_prevention_asia.pdf Exposure in the Workplace. Geneva:
7. WHO. Mental Health and Substance Abuse World Health Organization; 1996.
Facts and Figures [Internet] 2006 19. Williams P. Properties and Effects of
[cited 2015 Oct 2015]. Available from: Pesticides In: Principle of Toxicology.
http://www.searo.who.int/en/Section11 New York: A Wiley – Interscience
74/Section1199/Section1567/Section1 Publication; 2000. P. 345-51.
824_8079.htm. 20. Harrington M, Gill FS. Pocket Consultant
8. WHO. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Occupational Health (3rd ed). New
Manusia dan Lingkungan/WHO. Delhi: Blackwell Science; 1994; p.
Widyastuti P, alih bahasa; Ester M, 150-1.
editor edisi bahasa Indonesia. Jakarta: 21. Rao NG. Textbook of Forensic Medicine
EGC, 2005. & Toxicology (2nd ed). New Delhi:
9. Purwandari R. Toksikologi [Internet] 2012 Jaypee Brothers Medical Publishers,
[cited 2015 Sep 20] Available from: 2010; p. 421.
http://dokumen.tips/documents/toksik. 22. Sastroutomo, Soetikno S. Pestisida:
html Dasar-dasar dan Dampak
10. Soemirat J. Toksikologi Lingkungan. Penggunaannya. Bandung: PT.
Bandung: Gajah Mada University Gramedia Pustaka Utama, 1992.
Press; 2003. 23. DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic
11. Winny, Suwindoro. Pengaruh Pestisida Pathology (2nd ed). New York: CRC,
Terhadap Lingkungan. Lingkungan 2001; p. 43.
dan pembangunan. 1993;13:233-46. 24. Idris AM. Saat Kematian. In: Pedoman
12. WHO in collaboration with United Nation Ilmu Kedokteran Forensik (1st ed).
Environment Programme. Public Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1997; p.
Healthy Impact of Pesticides Used in 53-81.
Agriculture. Geneva; 1990. 25. Dix J, Graham M. Time of Death,
13. Arif M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wardhani Decomposition and Identification an
WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Atlas. New York: CRC Press, 2000; p.

19
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016

10-27. 29. Lu FC. Toksikologi Dasar (2nd ed).


26. Apuranto H, Hoediyanto. Buku Ajar Ilmu Jakarta: Penerbit Universitas
Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Indonesia, 1995; p. 328-9.
Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran 30. Gani MH. Catatan Materi Kuliah Ilmu
dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Kedokteran Forensik. Padang: Bagian
Universitas Airlangga, 2007. Kedokteran Forensik Universitas
27. Tsokos M. Forensic Pathology Reviews Andalas, 2001; p. 111-39.
Volume 3. New Jersey: Humana Press, 31. Sofwan D. Ilmu Kedokteran Forensik
2005; p. 191. Pedoman bagi Dokter dan Penegak
28. Rayamane AP, Kumar MP, Nanandkar Hukum. Semarang: Badan Penerbit
SD, Chavan GS, Bhise SS, Universitas Diponegoro, 2000; p. 54-5.
Dayananda R. Medicolegal 32. Ferryal B. Perkiraan Saat Kematian dan
Significance of Postmortem Lividity in Aspek Medikolegalnya. Jakarta:
Determination of Time since Death. Bagian Forensik dan Medikolegal
Journal of Forensic Medicine & FKUI, 2005.
Toxicology. 2014;31:15.

20

You might also like