Professional Documents
Culture Documents
1
Chrissy A. A. Thanos
2
Djemi Tomuka
2
Nola T. S. Mallo
1
Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado 2Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi - RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Email: chrissythanos19@gmail.com
Abstract: The objective of this study is to compare the time livor mortis formed, fixed, and
colored on the control group and treated group. This was a true experimental study with a
post-test only control group design. This study was conducted at the Forensic Laboratory
Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado from September to December 2015. Samples were
10 rabbits (Oryctolagus cuniculus) of 1250-2100 g, divided into two groups, the control group
and the treated group. The treated group was exposed to diazinon as many as 3 ml in one
treatment. Data were analyzed by using univariat analysis, subsequently tested using
Independent t-Test. The results showed that there was no significant difference (p>0.05) on
the time livor mortis formed and fixed between the control group and the treated group.
There is a slight color difference of the livor mortis between control group (bluish-
violet/purple) and treated group (purplish-red). Conclusion: There was no significant
difference on the time of livor mortis formed and fixed between rabbits with and without
organophosphate intoxication. There was a slight difference in color of livor mortis between
rabbits with organophosphate intoxication (purplish-red) and the ones without intoxication
(bluish-violet/purple). Keywords: livor mortis, intoxication, organophosphate, rabbits
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan waktu terbentuk, waktu menetap
dan warna livor mortis pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Jenis penelitian
eksperimen murni (true experimental desain) dengan rancangan penelitian post test only
control group design. Penelitian dilakukan di Laboratorium Forensik RSUP Prof. Dr. dr. R. D.
Kandou Manado pada bulan September – Desember 2015. Sampel terdiri dari 10 ekor kelinci
(Oryctolagus cuniculus) dengan berat badan 1250-2100g yang dibagi menjadi kelompok
kontrol dan perlakuan. Kelompok perlakuan dilakukan pemaparan diazinon sebanyak 3 ml
dalam satu kali pemberian. Data dianalisis dengan analisis univariat kemudian diuji dengan
Independent t-Test. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna
(p>0,05) waktu terbentuk dan waktu menetap livor mortis antara kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan. Terdapat sedikit perbedaan warna livor mortis antara kelompok kontrol
(biru keunguan) dan kelompok perlakuan (ungu kemerahan/livide). Simpulan: Tidak
terdapat perbedaan bermakna waktu terbentuk dan waktu menetap livor mortis antara
kelinci dengan dan tanpa keracunan organofosfat. Terdapat sedikit perbedaan warna livor
mortis antara kelinci dengan keracunan organofosfat (ungu kemerahan/livide) dan yang
tanpa keracunan (biru keunguan).
10
Thanos, Tomuka, Mallo: Livor pada intoksikasi..
Ilmu kedokteran forensik sangat bidang-bidang lain yang tidak berhubungan bermanfaat bagi
bidang peradilan dan dengan peradilan. Pemeriksaan forensik
11
Thanos, Tomuka, Mallo: Livor pada intoksikasi..
12
Thanos, Tomuka, Mallo: Livor pada intoksikasi..
Insektisida golongan organofosfat yang Salivasi. Tanda dan gejala dari intoksikasi ini
tidak membutuhkan aktivitas metabolik yang tidak akan terjadi kecuali aktivitas kolineterase
disebut juga dengan inhibitor langsung yang sekitar 50 persen atau kurang dari aktifitas
dapat menghasilkan efek toksik pada daerah normalnya.19
kontak langsung, seperti keringat Takaran fatal untuk golongan
(berhubungan langsung dengan kulit), miosis organofosfat, Malathion 1-5 gram; Parathion
atau pupil pinpoint (kontak dengan mata), 10 mg/kgBB; Systox 100 mg; dan
dan/atau bronkospasme (kontak dengan tetraetilpirofosfat 0,4 mg/kgBB.2 Dosis letal
pernafasan). Pada insektisida golongan sulit ditentukan oleh karena berbagai faktor
organofosfat, ada organofosfat dengan inhibisi yang mempengaruhi kerja racun. Oleh karena
langsung (yang mengandung = O) dan itu, dosis racun yang digunakan ialah
organofosfat dengan inhibisi tak langsung Approximately Fatal Dose (AFD) yang
(yang mengandung = S) tergantung dibutuhkan membantu dokter untuk menilai prognosis
atau tidaknya pengaktifan metabolik sebelum suatu kasus. AFD bisa disebut juga dengan
terjadinya hambatan pada asetilkolinesterase.
Senyawa organofosfat indirek harus menjalani Usual Fatal Dose (UFD). Biasanya UFD
bioaktivasi sehingga menjadi aktif secara berdasarkan pada Minimum Lethal Dose (MLD)
biologi. Senyawa organofosfat indirek yang umumnya merupakan indikasi dosis letal
contohnya parathion, diazinon, malathion, dan pada 50% dari hewan (LD50). UFD pada
chlorpyrifos menjadi lebih toksik dibandingkan organofosfat jenis Diazinon adalah 0.1 gm
senyawa induknya.19 untuk orang dewasa.21
Toksisitas didefinisikan sebagai LD50 yang
Tanda dan gejala akut dari intoksikasi dinyatakan dalam mg senyawa pestisida per
organofosfat berhubungan dengan inhibisi kilogram berat badan, dalam perkataan lain
asetilkolinesterase. Manifestasi klinik dari dosis yang dapat membunuh 50% persen dari
kontak dengan senyawa organofosfat jumlah hewan percobaan yang digunakan pada
berupa:17,20 kondisi laboratorium. LD50 dapat dinyatakan
dengan oral (melalui mulut atau diletakan
a. Efek muskarinik (sistem parasimpatis)
dalam perut tikus), melalui kulit (digunakan
termasuk keringat, hipersalivasi,
terhadap kulit tikus atau kelinci), dan melalui
hiperlakrimasi, bronkospasme, dyspnea,
pernapasan. Besarnya konsentrasi (dosis)
gejala gastrointestinal (mual, muntah,
merupakan faktor yang sangat penting di
keram abdomen, dan diare), miosis (pupil
pinpoint), penglihatan kabur, inkontinensia dalam menentukan bahaya atau tidaknya
urin, wheezing, bradikardi. suatu jenis pestisida/bahan kimia. Di samping
toksisitas, variabel lainnya yang cukup penting
b. Efek nikotinik (sistem saraf simpatis dan
ialah dosis, lamanya terkena pestisida, dan
motorik) termasuk hipertensi, fasikulasi
caranya masuk ke dalam badan. Jumlah
otot, keram otot, kelemahan motorik,
pestisida yang dibutuhkan untuk membunuh
takikardi, dan paralisis.
manusia dapat dihubungkan dengan LD 50 dari
c. Efek CNS termasuk kecemasan, pusing, senyawa
insomnia, mimpi buruk, sakit kepala,
tremor, bingung, ataksia, koma. kimia terhadap tikus di laboratorium.22
13
Thanos, Tomuka, Mallo: Livor pada intoksikasi..
lebam mayat) yaitu warna ungu kemerahan (misalnya sel-sel hati yang mempertahankan
(livide) pada bagian tubuh terendah akibat fungsi kardiovaskuler selama kira-kira 40 menit
akumulasi darah di pembuluh darah kecil di dan sel otot rangka antara 2 sampai 8 jam).
bagian tubuh yang paling rendah akibat Produk Deoxyhemoglobin yang dihasilkan akan
gravitasi. Livor Mortis yang berwarna kebiruan mengubah warna biru keunguan menjadi
kadang-kadang disalah artikan sebagai warna ungu.27
memar.23 Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi
Livor Mortis terbentuk pada daerah livor mortis, yaitu :23
tubuh yang menyokong berat badan tubuh a. Volume darah yang beredar
seperti bahu, punggung, bokong, betis pada 1) Banyak (CHF) : livor mortis cepat,
saat terbaring diatas permukaan yang keras luas
akan tampak pucat yang terlihat kontras 2) Kurang (anemia) : livor mortis
dengan warna livor mortis disekitarnya akibat lama, terbatas
dari kompresi pembuluh darah di daerah ini b. Lamanya darah dalam keadaan cepat
yang mencegah akumulasi darah. 23 Livor cair
Mortis terbentuk saat terjadi kegagalan c. Warna livor mortis:23,26
sirkulasi darah, pada saat arteri rusak dan
1) Normal
aliran balik vena gagal mempertahankan
2) Keracunan gas CO: warna merah
tekanan hidrostatik yang menggerakan darah
bata/ Cherry red
mencapai capillary bed yaitu tempat
3) Keracunan CN: warna merah
pembuluh-pembuluh darah kecil afferen dan
terang/ Bright red
efferen saling berhubungan. Darah dan sel-sel
4) Keracunan anillin, nitrobenze:
darah terakumulasi memenuhi saluran
warna coklat kebiruan
tersebut dan sukar dialirkan ke daerah tubuh
5) Keracunan phosphorus: coklat
lainnya.24,25 Sel darah merah (eritrosit) akan
tua/ Dark Brown
bersedimentasi melalui jaringan longgar, tetapi
6) Asfiksia: Dark red
plasma akan berpindah ke jaringan longgar
Livor mortis mulai tampak 20-30 menit
yang menyebabkan terbentuknya edema
postmortem, semakin lama intensitasnya
setempat, menimbulkan blister pada kulit. Dari
bertambah dan menetap setelah 8-12 jam. 2
luar akan terlihat bintik-bintik berwarna merah
Menetapnya livor mortis disebabkan oleh
kebiruan atau adanya eritrosit pada daerah
karena terjadinya perembesan darah ke dalam
terendah terlihat dengan timbulnya perubahan
jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh
warna kemerahan pada kulit yang disebut
darah akibat tertimbunnya sel-sel darah dalam
livor mortis.2 Pada tahap awal
jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa
pembentukannya, livor mortis memiliki warna
selsel darah dan kekakuan otot-otot dinding
kemerahan yang dihasilkan dari jumlah
pembuluh darah. Dengan demikian penekanan
eritrosit yang membawa hemoglobin yang
pada daerah terbentuknya livor mortis yang
teroksidasi.
dilakukan setelah 8-12 jam tidak akan
Meningkatnya interval post mortem, akan menghilang. Hilangnya livor mortis pada
mengakibatkan perubahan warna menjadi penekanan dengan ibu jari memberi indikasi
lebih gelap. Warna normal livor mortis ialah bahwa livor mortis belum terfiksasi secara
merah keunguan. Warna merah keunguan ini sempurna.25
akan berubah menjadi warna ungu akibat hasil Setelah 4 jam, kapiler-kapiler akan
pemisahan oksigen dari hemoglobin eritrosit mengalami kerusakan dan butir-butir darah
post mortem dan konsumsi oksigen terus- merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari
menerus oleh selsel yang awalnya pecahan darah merah akan keluar dari kapiler
mempertahankan fungsi sistem kardiovaskuler yang rusak akan mewarnai jaringan di
14
Thanos, Tomuka, Mallo: Livor pada intoksikasi..
sekitarnya sehingga menyebabkan warna livor paruparu. Hal ini menyebabkan asfiksia karena
mortis akan menetap serta tidak hilang jika kadar CO2 lebih tinggi daripada kadar O2 dalam
ditekan dengan ujung jari atau jika posisi darah.2
mayat dibalik. Jika pembalikan posisi dilakukan Pada pemeriksaan luar jenazah dapat
setelah 12 jam dari kematiannya. Maka livor ditemukan:2
mortis baru tidak akan timbul pada posisi 1. Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan
terendah, karena kuku.
darah sudah mengalami koagulasi. 25 2. Pembendungan sistemik maupun
pulmoner dan dilatasi jantung kanan
merupakan tanda klasik pada kematian
akibat asfiksia.
LIVOR MORTIS DAN 3. Warna livor mortis merah-kebiruan gelap
INTOKSIKASI dan terbentuk lebih cepat.
ORGANOFOSFAT Distribusi livor mortis lebih luas akibat
kadar karbondioksida yang tinggi dan
Livor mortis sering berwarna merah
aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga
padam, tetapi bervariasi, tergantung
darah sukar membeku dan mudah
oksigenasi sewaktu korban meninggal. Bila
mengalir.
terjadi bendungan/hipoksia, livor mortis yang
lebih gelap karena adanya hemoglobin 4. Terdapat busa halus pada hidung dan
tereduksi dalam pembuluh darah kulit. Livor mulut yang timbul akibat peningkatan
mortis merupakan indikator yang kurang aktivitas pernapasan pada fase 1 yang
akurat dalam menentukan mekanisme disertai sekresi selaput lendir saluran
kematian. napas bagian atas. Keluar masuknya udara
yang cepat dalam saluran sempit akan
Kematian dengan sebab wajar oleh karena
menimbulkan busa yang kadang- kadang
gangguan coroner atau penyakit lain bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
memiliki livor mortis yang lebih gelap.26 Kapiler yang lebih mudah pecah yaitu
kapiler pada jaringan ikat longgar,
Organofosfat menghambat aksi misalnya pada konjungtiva bulbi, palpebra
pseudokolinesterase dalam plasma dan dan subserosa lain. Kadang-kadang
kolinesterase dalam sel darah merah dan pada dijumpai pula di kulit wajah.
sinapsisnya. Penghambatan kerja enzim terjadi 5. Gambaran pembendungan pada mata
karena organofosfat melakukan fosforilasi berupa pelebaran pembuluh darah
enzim tersebut dalam bentuk komponen yang konjungtiva bulbi dan palpebra yang
stabil. Enzim tersebut secara normal terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan
menghidrolisis asetilkolin menjadi asetat dan hidrostatik dalam pembuluh darah
kolin. Pada saat enzim dihambat, meningkat terutama dalam vena, venula
mengakibatkan jumlah asetilkolin meningkat dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat
dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan merusak endotel kapiler sehingga dinding
nikotinik pada sistem saraf pusat dan perifer. 15 kapiler yang terdiri dari selapis sel akan
pecah dan timbul bintik-bintik perdarahan
Organofosfat bekerja sebagai racun
yang dinamakan sebagai Tardieu’s spot.
kontak, racun perut, dan racun pernafasan. 16,17
Tardieu’s spot ini timbul karena
Intoksikasi insektisida golongan organofosfat
permeabilitas kapiler yang meningkat
menyebabkan terjadinya kegagalan
akibat hipoksia.
pernafasan, salah satu efek dari organofosfat
ialah bronkospasme/bronkokonstriksi,
sehingga oksigen tidak dapat masuk ke dalam
15
Thanos, Tomuka, Mallo: Livor pada intoksikasi..
16
Thanos, Tomuka, Mallo: Livor pada intoksikasi..
Tabel 2. Perbandingan waktu terbentuk livor mortis antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan
Kontrol Perlakuan
Tabel 3. Perbandingan waktu menetap livor mortis antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan
17
Thanos, Tomuka, Mallo: Livor pada intoksikasi..
p = 0,439
dalam tubuh yaitu memberikan efek inhibisi menunjukkan warna biru keunguan sedangkan
terhadap enzim asetilkolinesterase dengan livor mortis terbentuk pada kelompok
melakukan fosforilasi terhadap enzim tersebut perlakuan dengan pemberian Diazinon
dalam bentuk stabil. Asetilkolin tidak sebanyak 3 ml selama satu kali dalam sehari
terhidrolisis sehingga jumlahnya meningkat menunjukkan warna ungu kemerahan.
dan mempengaruhi saraf parasimpatis Penelitian lain menyatakan, warna livor mortis
sehingga menyebabkan efek yang luas seperti yang terbentuk akibat intoksikasi organofosfat
vasokontriksi pembuluh darah, bronkospasme, adalah tidak berbeda dengan livor mortis yang
dyspnea, hipertensi, takikardia, keram otot, terbentuk
fasikulasi otot, dll. Pada keadaan ini terjadi
kegagalan pernafasan mulai dari depresi pusat
pernafasan, paralisis otot-otot pernafasan,
sekresi bronkial berlebihan, edema pulmonal
dan bronkokonstriksi sehingga kelinci
perlakuan mengalami kematian oleh karena
asfiksia.20
Pada keadaan asfiksia oksigen tidak dapat
masuk ke paru-paru sehingga kadar CO2 dalam
darah meningkat dan aktivitas fibrinolisin akan
menyebabkan darah sulit membeku dan
mudah mengalir.
18
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni
2016
pada kematian umumnya warna yang lebih merah
yaitu livide.29,30 Hasil akibat pelebaran pembuluh
penelitian ini didapatkan darah kapiler sekitar oleh
pada kelompok perlakuan karena asfiksia.
adalah warna ungu
Hasil penelitian ini juga
kemerahan. Hal ini tidak
didapatkan warna livor
sesuai dengan teori, secara
mortis yang terlihat pada
teori pada kasus asfiksia,
kelompok kontrol
kadar karbondioksida tinggi
menunjukkan warna biru
dalam darah menyebabkan
keunguan tidak sesuai
sianosis dan warna livor
dengan teori yaitu warna
mortis yang terbentuk lebih
normal livor mortis ialah
gelap/Dark red.26 Warna
ungu kemerahan yang
dark red disebabkan
dihasilkan dari jumlah
terjadinya bendungan dan
eritrosit yang membawa
sianosis (kurang O2, karena
hemoglobin yang
pelepasan O2 ke jaringan
teroksidasi. Warna ungu
dihambat). Pada penelitian
kemerahan ini akan
warna merah yang
berubah menjadi warna
terbentuk lebih terang
ungu akibat hasil
mungkin juga disebabkan
pemisahan oksigen dari
oleh petekie/bintik
hemoglobin eritrosit post
perdarahan. Bintik
mortem. Meningkatnya
perdarahan terjadi karena
interval post mortem maka
timbulnya peningkatan
warna yang terlihat akan
permeabilitas kapiler dan
lebih gelap.27
juga karena
rusak/pecahnya dinding Berdasarkan hasil
endotel kapiler akibat penelitian, pada 6 jam
hipoksia. Bintik perdarahan setelah kematian kedua
ini lebih mudah terjadi kelompok menunjukkan
pada jaringan longgar, hasil yang sama saat
seperti misalnya jaringan dilakukan penekanan pada
bawah kelopak mata, atau livor mortis yang sudah
organ dengan membran terbentuk selama 30 detik,
transparan (pleura, keduanya tidak
perikardium), umumnya menunjukkan adanya
bintik perdarahan terjadi perubahan (memucat), hal
akibat pelebaran kapiler ini menandakan bahwa
darah setempat.2 Perut livor mortis sudah
kelinci memiliki kulit yang menetap. Pada manusia
sangat tipis dimana livor mortis mulai terfiksasi
terdapat banyak 7-9 jam setelah kematian.28
vaskularisasi, sehingga Livor mortis pada kelinci
warna livor mortis yang terfiksasi dengan cepat
terbentuk pada kelompok kemungkinan karena
perlakuan menunjukkan ukuran tubuh kelinci yang
19
lebih kecil dibandingkan Berdasarkan
manusia. Saat diamati pada kesimpulan tersebut,
12 jam dan 24 jam setelah beberapa hal dapat
kematian, livor mortis pada disarankan untuk perbaikan
kelinci kelompok perlakuan dalam penelitian
dan kontrol membentuk selanjutnya adalah sebagai
warna yang lebih gelap berikut:
dibandingkan pada awal
terbentuknya livor mortis.
1. Untuk penelitian
selanjutnya diharapkan
Perubahan warna setelah
untuk menambah
livor mortis terlihat
jumlah sampel
disebabkan oleh hasil
penelitian.
pemisahan oksigen dari
2. Sebaiknya saat
hemoglobin eritrosit post
penelitian dilakukan
mortem dan konsumsi
pengamatan secara
oksigen terusmenerus oleh kontinyu setiap 15
sel-sel yang awalnya menit untuk
mempertahankan fungsi mendapatkan
sistem kardiovaskuler. perbedaan antara
Produk Deoxyhemoglobin waktu terbentuk dan
yang dihasilkan akan waktu menetap livor
mengubah warna biru mortis pada setiap
keunguan menjadi warna kelinci.
ungu/lebih gelap.27 3. Untuk penelitian
selanjutnya sebaiknya
memilih hewan uji
SIMPULAN dengan berat badan
Berdasarkan hasil yang sama atau tidak
jauh berbeda untuk
penelitian dan bahasan
menghindari bias.
dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat perbedaan
bermakna waktu terbentuk DAFTAR
dan waktu menetap livor PUSTAKA
mortis pada kelinci dengan 1. Howard C, Adelman M.
keracunan organofosfat Establishing the Time of
dibandingkan dengan yang Death. In: Forensic
tidak keracunan. Terdapat Medicine. New York:
sedikit perbedaan warna Infobase Publishing,
livor mortis antara kelinci 2007; p. 20-6.
dengan keracunan 2. Budiyanto A,
organofosfat (ungu Widiatmika W,
kemerahan/livide) Sudiono S, Winardi T,
Mun’in A, Sidhi, et al.
dibandingkan dengan yang
Ilmu Kedokteran
tidak keracunan (biru
Forensik. Jakarta; FKUI,
keunguan).
1997; p. 25-7.
3. Wirasuta IMAG.
SARAN Analisis
Toksikologi Forensik
20
dan Interpretasi 9. Purwandari R.
Temuan Analisis. Toksikologi [Internet]
Indonesian Journal of 2012 Thanos, Tomuka,
Legal and Forensic Mallo: Livor pada
Sciences. 2008;1(1):47- intoksikasi..
55.
4. Gossel TA, Douglas BJ. Kedokteran Jilid 1
Principle of Clinical (3rd ed). Jakarta:
Toxicology (2nd ed). New Media
York: Raven Press; 1990. Aesculapius, 1999.
P. 133-139.
5. Kushik J, 14. Raini M.
Chandrabhan D. Toksikologi
Sources of Exposure to Pestisda dan
and Public Health Penanganan
Implications of akibat Keracunan
Organophosphate Pesisida. Media Litbang
Pesticides. Rev Panam Kesehatan Volume XVII
Salud Publica/Pan Am J Nomor 3 Tahun 2007.
Public Health. Jakarta: Departemen
2003;14(3):172-83. Kesehatan RI; 2007.
6. WHO. Suicide and 15. Darmono. Toksisitas
Suicide Prevention in Pestisida. Materi Kuliah
Asia [Internet] 2008 Farmasi Forensik.
[cited 2015 Oct [Internet] 2003 [cited
2015]. 2015 Sep 20] Available
Available from:
from: http://www.geocities.c
http://www.who.i om/farm_forens
nt/mental_health/ ik/Toksikologi/Pestisida
res .doc
ources/suicide_pr 16. Asti Y. Faktor-Faktor
evention_asia.pdf Yang Berhubungan
7. WHO. Mental Health and dengan Keracunan
Substance Abuse Facts Pestisida
and Figures [Internet] Organofosfat,
2006 [cited 2015 Oct Karbamat Dan
2015]. Available from: Kejadian Anemia
http://www.searo.who.i pada Petani
nt/en/Section11 Hortikultura Di
74/Section1199/Section1 Desa Tejosari
567/Section1 Kecamatan
824_8079.htm. Ngablak
8. WHO. Bahaya Bahan Kabupaten
Kimia pada Kesehatan Magelang [Tesis].
Manusia dan Semarang:
Lingkungan/WHO. Fakultas
Widyastuti P, alih Kesehatan
bahasa; Ester M, editor Masyarakat
edisi bahasa Indonesia. Universitas
Jakarta: EGC, 2005. Diponegoro; 2008.
21
17. Joseph F. Insecticides Interscience
In: Toxicology A Case- Publication; 2000. P.
oriented Approach. 345-51.
Washington: CRC Press, 20. Harrington M, Gill
2002. FS. Pocket Consultant
18. WHO. Biological Occupational Health
Monitoring of Chemical (3rd ed). New Delhi:
Exposure in the Blackwell Science;
Workplace. Geneva: 1994; p. 150-1.
World Health 21. Rao NG. Textbook of
Organization; 1996. Forensic Medicine &
19. Williams P. Properties Toxicology (2nd ed).
and Effects of New Delhi: Jaypee
Pesticides In: Principle Brothers Medical
of Toxicology. New Publishers,
York: A Wiley –
[cited 2015 Sep 20] Available from: 2010; p.
421.
http://dokumen.tips/documents/toksik. 22.
Sastroutomo, Soetikno S. Pestisida: html Dasar-dasar
dan Dampak 10. Soemirat J. Toksikologi Lingkungan.
Penggunaannya. Bandung: PT. Bandung: Gajah Mada
University Gramedia Pustaka Utama, 1992.
Press; 2003. 23. DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic
11. Winny, Suwindoro. Pengaruh Pestisida Pathology (2nd
ed). New York: CRC, Terhadap Lingkungan. Lingkungan
2001; p. 43.
dan pembangunan. 1993;13:233-46.
24. Idris AM. Saat Kematian. In: Pedoman
12. WHO in collaboration with United Nation Ilmu
Kedokteran Forensik (1st ed). Environment Programme.
Public Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1997; p.
Healthy Impact of Pesticides Used in 53-81.
Agriculture. Geneva; 1990.
25. Dix J, Graham M. Time of Death,
13. Arif M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wardhani
Decomposition and Identification an WI, Setiowulan
W. Kapita Selekta Atlas. New York: CRC Press, 2000; p.
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni
2016
10-27. dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran
26. Apuranto H,
Universitas Airlangga,
Hoediyanto. Buku Ajar
2007.
Ilmu Kedokteran
27. Tsokos M. Forensic
Forensik dan
Pathology Reviews
Medikolegal. Surabaya:
Volume 3. New Jersey:
Bagian Ilmu Kedokteran
22
Humana Press, 2005; p.
191.
28. Rayamane AP, Kumar
MP, Nanandkar SD,
Chavan
GS, Bhise SS,
Dayananda R.
Medicolegal
Significance of
Postmortem Lividity in
Determination of Time
since Death. Journal of
Forensic Medicine &
Toxicology. 2014;31:15.
23