Professional Documents
Culture Documents
id/JVN
Profil hematologi dan gambaran morfologi darah sapi bali (Bos sundaicus) yang
dipelihara di tempat pembuangan akhir alak Kota Kupang
Abstract
Riwayat Artikel: Examination of blood profile is very important because the
Diterima: blood has a function in circulatory system and as an indicator
15 Juli 2019 for disease but it also helps to monitor the incidence of a
Direvisi: disease. The purpose of this study was to determine the
20 Juli 2019
hematology profile and blood morphology of the bali cattle (Bos
Disetujui:
sundaicus) in landfills alak kota Kupang. There are 24 samples
1 Agustus 2019
of bali cattle were divided in three group: eight cows with age
range from 0 to 1.5, eight cows with age range from 1.5 - 3 and
Keywords: eight samples with age range age > 3 years. Parameters were
profile hematology, blood observedusing a hematology autoanalyzer: the number of
morphology, landfills, erythrocyte, leukocyte, hemoglobine, PCV, MCV, MCH, and
Bali cattle,Alak, Kota MCHC; and morphological blood profile was examined using
Kupang, erythrocytes, blood smear methods. The results of this study showed
leukocytes, hemoglobin, normocytic, microcytic, macrocytic, the value of MCH high,
PCV, MCV, MCH, hyperchromic and leukocyte counts more higher than normal.
MCHC, anisocytosis, Erythrocyte morphological abnormalities were found in this
poikilositosis research such as macrocytosis, microcytosis, spherositosis,
Korespondensi : acanthositosis, burr crenation cell / echinocytes, tear drop cells
antin.widi@my.jcu.edu.au and hypochromasia. The data obtained are presented in tables
and images were analyzed descriptively.
Vol. 2 No. 2
72
Bunga et al. 2019
Vol. 2 No. 2
73
Bunga et al. 2019
dan hormon sehingga mempengaruhi nilai di TPA Alak berdasarkan rentangan umur 0
status darah (Ali dkk, 2013). Pemeriksaan - 1,5 tahun delapan ekor, umur 1,5 - 3 tahun
profil darah sangat penting karena darah delapan ekor dan umur > 3 tahun delapan
mempunyai fungsi yang sangat vital bagi ekor. Pengambilan sampel darah pada vena
seluruh makhluk hidup, selain itu juga jugularis dilakukan sebanyak 3 ml per ekor
membantu untuk memantau kejadian suatu menggunakan venoject dengan antikoagulan
penyakit (Mayulu et al, 2012). EDTA. Alat yang digunakan selama
penelitian adalah Venoject dengan anti
Menurut Fitria dan Sarto (2014), koagulan ethylenediaminetetraacetic acid
darah menjadi salah satu parameter pokok (EDTA), handle, jarum venoject G.12,
dalam penelitian praklinik/biomedik. coolbox, icepack, hematology autoanalyser,
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari object glass, cover glass/slide, mikroskop,
cara penilaian darah. Nilai hematologi atau gelas ukur, pipet tetes, kertas label, rak alas,
profil darah berguna untuk menilai kondisi kandang jepit, dan kamera. Bahan yang
kesehatan dan sebagai acuan nilai awal digunakan selama penelitian adalah darah,
(baseline) atau kontrol dalam suatu air, tisu, methanol, alkohol, minyak emersi,
penelitian. Adanya gangguan metabolisme, dan zat pewarna giemsa.
penyakit, kerusakan struktur atau fungsi Pemeriksaan profil hematologi yang
organ, pengaruh agen/obat, dan stres dapat meliputi jumlah eritrosit, leukosit,
diketahui dari perubahan profil darah hemoglobin, PCV, MCV, MCH dan MCHC
(Iheidioha et al., 2012). Terjadinya diuji dengan menggunakan alat hematology
perubahan pada darah dapat autoanalyser sedangkan pemeriksaan
mengindikasikan bahwa adanya kelainan morfologi darah dilakukan dengan
atau penyakit (Anwar, 2015). Kondisi menggunakan metode ulas darah yaitu
tersebut juga dapat terjadi pada ternak yang sebagai berikut pembuatan sediaan preparat
kekurangan pakan dan nutrisi seperti sapi bali ulas darah dilakukan diatas gelas objek yang
yang dipelihara di TPA Alak sebagai dampak telah dibersihkan dengan alkohol, sehingga
sapi tersebut diberi pakan sampah-sampah bebas lemak dan kotoran. Kemudian darah
organik maupun anorganik . yang telah disiapkan diteteskan ke atas gelas
Berdasarkan permasalahan di atas, objek, setelah itu ditempelkan ujung gelas
maka pengetahuan tentang gambaran darah objek yang lain dengan membentuk sudut
sapi bali dengan tujuan mengetahui status kurang lebih 450, kemudian gelas objek
kesehatan hewan penting untuk dilakukan. didorong dengan kecepatan konstan sehingga
MATERI DAN METODE didapatkan ulasan yang cukup tipis.
Setelah itu, ulasan yang didapat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni dikeringkan di udara selama beberapa menit,
sampai Agustus 2016, di TPA Alak yang lalu dilakukan fiksasi ulasan dalam methanol
berlokasi di Kelurahan Manulai 2, selama 5-10 menit. Ulasan kemudian
Kecamatan Alak, Kota Kupang. Pengujian dicelupkan ke dalam pewarna giemsa 10%
sampel darah yang meliputi profil hematologi selama kurang lebih 10 menit, setelah itu
menggunakan alat hematology autoanalyser ulasan diangkat dan zat warna yang
dilakukan di UPT Veteriner dan gambaran berlebihan dibersihkan dengan menggunakan
morfologi darah dilakukan di Laboratorium air yang mengalir sampai air bilasan tidak
Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas membawa warna giemsa, kemudian
Kedokteran Hewan, Universitas Nusa dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.
Cendana, Kupang. Penentuan sampel Setelah kering, disimpan pada kotak preparat
menggunakan teknik purposive sampling. untuk dilakukan pemeriksaan menggunakan
Jumlah sapi yang diambil sebagai sampel mikroskop (Harvey, 2012).
sebanyak 24 ekor sapi bali yang di pelihara
Vol. 2 No. 2
74
Bunga et al. 2019
Vol. 2 No. 2
75
Bunga et al. 2019
kimia darah (blood clinical chemistry). Profil memenuhi jumlah oksigen yang dibutuhkan
hematologi mengevaluasi komponen selular, dengan menambah jumlah eritrosit sehingga
sedangkan profil kimia darah mengevaluasi dapat mengangkut lebih banyak oksigen.
komponen dalam cairan darah (Mitruka and Pada keadaan ini ginjal meningkatkan
Rawnsley,1981,. River, 1998 cit. Fitria dan pelepasan eritropoeitin untuk merangsang
Sarto,2014). produksi eritrosit sebagai respon terhadap
hipoksia pada jaringan tubuh.
Rendahnya jumlah eritrosit pada
Eritrosit sampel A3, A4, A5, A7, A8, B2, B5, B6, C2,
Jumlah eritrosit sapi bali yang dipelihara C4, dan C7 menunjukkan bahwa sapi-sapi
di TPA Alak berkisar antara 5,6 - 9,44 tersebut mengalami anemia. Menurut
x106/μL (Tabel 5). Kisaran normal jumlah Fransond (1993), anemia disebabkan oleh
eritrosit pada sapi bali menurut Diparayoga pembentukan darah yang kurang mencukupi
dkk (2014), 6,33 - 8,89 x106 /μL. Jika hasil yaitu karena gizi tidak baik termasuk adanya
pengujian sampel darah dari 24 ekor sapi bali defisiensi zat besi, Cu, vitamin dan asam
yang dipelihara di TPA Alak (Tabel 5) amino. Kurangnya nutrisi ini diduga
dibandingkan dengan jumlah eritrosit normal disebabkan karena sapi-sapi tersebut
pada sapi bali maka pada penelitian ini mengkonsumsi sampah dilokasi TPA,
terdapat satu ekor sapi yang memiliki jumlah sehingga asupan nutrisi tidak tercukupi
eritrosit yang lebih tinggi dari nilai normal dengan baik.
yaitu sapi nomor B2, dan sepuluh ekor sapi
yang memiliki jumlah eritrosit rendah yaitu Hemoglobin
pada sampel A3, A4, A5, A7, A8, B2, B5, Tabel 5 menunjukkan bahwa, semua
B6, C2, C4, dan C7, sedangkan 13 ekor kelompok umur sapi bali yang dipelihara di
lainnya berada dalam kisaran normal. TPA Alak memiliki konsentrasi hemoglobin
Adanya variasi nilai jumlah eritrosit berkisar antara 10 g/Dl - 15,9 g/dL. Nilai ini
pada sapi bali ini umumnya dipengaruhi oleh menunjukkan bahwa kadar hemoglobin sapi
kondisi fisiologis dari masing-masing bali yang dipelihara di TPA Alak hanya
individu. Tingginya jumlah eritrosit pada terdapat lima belas ekor sapi yang memiliki
sapi bali nomor B2 yang dipelihara di TPA jumlah Hb yang lebih tinggi jika
Alak diduga adanya akumulasi logam berat dibandingkan dengan kadar hemoglobin
(timbal) yang tinggi dan tidak dapat normal pada sapi bali. Berdasarkan hasil
ditoleransi lagi oleh tubuh sapi tersebut. penelitian Diparayoga dkk (2001) kadar
Sebagaimana telah diteliti oleh Dimu (2015), hemoglobin normal pada sapi bali yaitu 9,6 -
sampel darah sapi bali yang dipelihara di 10,5 g/dL. Lima belas ekor sapi tersebut
TPA Alak positif mengandung timbal. yaitu sampel nomor A1, A2, A6, B1, B2, B3,
Kandungan timbal dalam darah dapat B4, B7, B8, C1, C2, C3, C5, C6 dan C8.
menghambat sintesis Hb, akibatnya daya ikat
Hb terhadap oksigen terganggu (Matham, Hemoglobin merupakan komponen
2009). utama penyusun eritrosit yang berfungsi
Kondisi ini menyebabkan kurangnya mengangkut oksigen dan karbondioksida.
suplai oksigen dalam tubuh (hipoksia), yang Kadar hemoglobin selain dipengaruhi oleh
kemudian oleh tubuh direspon dengan kecukupan gizi, terutama protein sebagai
meningkatkan jumlah eritrosit dalam darah penyusun hemoglobin, juga dipengaruhi oleh
sebagaimana didapati pada sampel B2. Hal bangsa, umur, dan aktivitas (Price dan
ini didukung oleh Weiss dan Wardrop (2010) Wilson, 2006). Sapi bali tersebut dipelihara
yang menyatakan bahwa peningkatan di TPA Alak dan mengkonsumsi sampah-
produksi eritrosit dapat disebabkan karena sampah dilokasi TPA. Penelitian oleh Dimu
adanya hipoksia jaringan. Tubuh berusaha (2015) menemukan bahwa sampel darah sapi
Vol. 2 No. 2
76
Bunga et al. 2019
bali yang dipelihara di TPA Alak positif Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean
mengandung timbal dengan kadar yang Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan
cukup tinggi. Keadaan ini direspon oleh Mean Corpuscular Hemoglobin
tubuh dengan meningkatkan kadar Hb dalam Concentration (MCHC)
darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen
tubuh (Price dan Wilson, 2006). Berdasarkan hasil pada Tabel 5 dapat
diketahui bahwa kisaran nilai MCV sapi bali
Packed Cell Volume (PCV) pada penelitian ini yaitu 35,6 - 54,3 fl, jika
dibandingkan dengan nilai MCV normal sapi
Hasil perhitungan nilai PCV (Packed
bali menurut Diparayoga dkk (2014) yaitu 39
Cell Volume) sapi bali pada Tabel 5
fl - 50 fL, maka hal ini menunjukkan bahwa
menunjukkan bahwa nilai PCV dari 24 ekor
dalam penelitian ini hanya terdapat satu ekor
sapi bali yang dipelihara di TPA Alak pada
sapi yang memiliki nilai MCV rendah yaitu
semua kelompok umur mempunyai kisaran
sapi nomor A3 (35,6 fl), dan juga terdapat
nilai PCV yang beragam yaitu antara 20,5%
delapan ekor sapi yang memiliki jumlah
- 39,3%. Kisaran normal nilai PCV sapi bali
MCV tinggi yaitu pada sapi nomor B3, B4,
pada hasil penelitian Diparayoga dkk (2014)
B7, B8, C2, C3, C7 dan C8, sedangkan sapi-
adalah 31,5% - 34,7%. Berdasarkan data nilai
sapi lainnya berada dalam kisaran normal.
kisaran normal tersebut maka dapat
Menurut Stockham dan Scott (2008), MCV
dikatakan bahwa dalam hasil penelitian ini
menurun jika eritrosit lebih kecil dari normal
terdapat sebelas ekor sapi yang memiliki nilai
(mikrositik) yang biasanya disebabkan
PCV yang rendah yaitu sapi nomor A3, A4,
karena kekurangan zat besi. Dan MCV
A5, A7, A8, B1, B5, B6, C4, C6, C7, dan
meningkat jika eritrosit lebih besar dari
terdapat tujuh ekor sapi bali yang memiliki
normal (makrositik) biasanya disebabkan
nilai PCV tinggi yaitu sapi nomor A2, B2,
karena kekurangan vitamin B12 dan asam
B3, B4, B8, C1, C3, sedangkan nilai PCV
folat. Berdasarkan studi ini dapat
sapi bali lainnya berada pada kisaran normal.
diperkirakan bahwa asupan zat besi, vitamin
Rendahnya nilai PCV seperti pada
B12 dan asam folat dari sapi-sapi di TPA
sampel A3, A4, A5, A7, A8, B1, B5, B6, C4,
Alak dengan nilai MCV rendah dan tinggi
C6, C7 diduga karena sapi tersebut
adalah kurang dari standar kecukupannya.
mengalami kekurangan nutrisi, hal ini juga
mungkin dikarenakan respon fisiologis tubuh
Berdasarkan hasil pada Tabel 5 dapat
dari setiap individu berbeda, dimana sapi ini
diketahui bahwa kisaran nilai MCH sapi bali
dipelihara di TPA sehingga mengkonsumsi
pada penelitian ini yaitu 16,1 - 20,9 pg, jika
pakan sampah yang nilai gizinya kurang
dibandingkan dengan nilai MCH normal sapi
sehingga sapi ini mengalami kekurangan
bali hasil penelitian Diparayoga dkk (2014)
asupan nutrisi. Nilai PCV akan menurun pada
yaitu 11,6 - 15,2 pg maka semua sampel
keadaan asupan nutrisi yang kurang
darah sapi bali yang dipelihara di TPA Alak
(Frandson, 1993), karena nutrien merupakan
memiliki nilai MCH yang tinggi. Secara
hal yang penting dalam proses hemopoeiesis,
umum, MCH akan meningkat dalam keadaan
termasuk di dalamnya adalah proses
makrositosis (Nordenson, 2002 cit.
eritropoiesis (Schalm, 1965). Penurunan
Anggayasti, 2007). Makrositosis yaitu
persentase hematokrit dapat disebabkan
eritrosit yang berukuran lebih besar dari
akinbat kekurangan asam amino dalam
normal yang diproduksi dalam jumlah
pakan, sedangkan peningkatan persentase
banyak biasanya disebabkan oleh adanya
hematokrit disebabkan karena dehidrasi
penyakit pada hepar dan juga disebabkan
sehingga perbandingan eritrosit terhadap
oleh kekurangan besi dan vitamin B12
plasma darah berada diatas normal
(Weiss dan Wardrop, 2010), kondisi ini
(Frandson, 1993).
terjadi karena sapi bali yang dipelihara di
Vol. 2 No. 2
77
Bunga et al. 2019
TPA Alak mengkonsumsi sampah sehingga Alak pada semua kelompok umur yaitu 7,7 -
asupan nutrisi kurang tercukupi hal ini 44,3x103/μL, jika dibandingkan dengan
berdampak pada kurangnya zat besi dan jumlah leukosit normal pada sapi bali maka
vitamin B12 pada sapi bali tersebut. hanya terdapat lima sampel darah sapi bali
yang masih berada dalam kisaran normal
Berdasarkan hasil pada Tabel 5 dapat yaitu sapi nomor A3 (8x103/μL), A7 (7,8
diketahui bahwa kisaran nilai MCHC sapi x103 /μL), A8 (8 x103 /μL), B1 (8x103 /μL),
bali pada penelitian ini yaitu 37 - 52 g/dL, dan B6 (7,7 x103 /μL), sedangkan sapi-sapi
jika dibandingkan dengan nilai MCHC lainnya memiliki jumlah leukosit yang tinggi
normal sapi bali menurut Diparayoga dkk (leukositosis).
(2014) yaitu 29,8 - 33,0 g/dL, maka semua Tingginya jumlah leukosit diduga
sampel dalam penelitian ini memiliki nilai disebabkan oleh lingkungan yang buruk
MCHC yang tinggi. Nilai MCHC yang lebih karena sapi bali pada penelitian ini dipelihara
tinggi dari normal disebut hiperkromik atau di TPA Alak sehingga sapi-sapi tersebut
konsentrasi Hb dalam darah lebih tinggi dari mengkonsumsi sampah yang berada dilokasi
normal, kondisi ini dikarenakan terjadinya TPA sebagai sumber pakan organik yang
hemolisis yaitu pecahnya sel darah merah sudah bercampur dengan sampah anorganik,
dan keluarnya hemoglobin ke dalam plasma, yang terakumulasi di TPA Alak. Sampah
hal ini mengakibatkan terjadinya kondisi yang dimakan sapi berasal dari berbagai sisa
hemoglobinemia yaitu kondisi dimana kegiatan manusia, sehingga memiliki risiko
hemoglobin (Hb) bebas di plasma darah pencemar sangat tinggi. Aprianti et al.
sehingga menyebabkan hemoglobin dalam (2006), menyatakan bahwa nilai parameter
plasma darah ikut terhitung saat pengukuran hematologi dapat dipengaruhi oleh status
konsentrasi hemoglobin, ini yang nutrisi dan lingkungan. Apabila dikaitkan
menyebabkan nilai MCHC cenderung lebih dengan kondisi TPA, dimana tempat ini
tinggi dari normal (Stockham dan Scott merupakan tempat pembuangan akhir
2008). Selain itu, menurut Siswanto dkk sampah dari berbagai sumber, termasuk
(2014) ada beberapa faktor yang sampah rumah sakit. Pada lokasi ini sampah
memengaruhi antara lain nutrisi, lingkungan, organik dan anorganik sudah tercampur,
penyakit, penyimpanan darah. Berdasarkan demikian sampah yang mengandung bahan
observasi saat penelitian, sapi bali yang berbahaya lainnya. Lingkungan yang buruk
dipelihara di TPA Alak tidak menunjukkan dapat menstimulasi sistem imun tubuh
gejala klinis yang spesifik, dalam artian sebagai respon perlindungan, salah satunya
kondisi fisik dari sapi-sapi tersebut baik, dalam bentuk meningkatkan sel-sel
sehingga penyebab lain dari terjadinya pertahanan yaitu leukosit, sehingga
hemolisis yang mengakibatkan tingginya memunculkan kondisi leukositosis pada sapi-
nilai MCHC dalam penelitian ini diduga sapi tersebut.
disebabkan karena kurangnya asupan nutrisi Tingginya jumlah leukosit juga
dan penyimpanan darah yang kurang tepat kemungkinan disebabkan oleh pola
saat penelitian. pemeliharaan yang buruk, karena sapi bali
pada penelitian ini mengkonsumsi pakan
sampah yang ada di TPA Alak. Sampah-
sampah tersebut selain mengandung zat-zat
Leukosit kimia yang berbahaya tentunya secara tidak
Menurut Hartaningsih (1983), kisaran langsung juga dapat menjadi sarang penyakit
normal jumlah leukosit pada sapi bali yaitu serta mikroorganisme yang berbahaya
2,3 x103 /μL - 9,5 x103 /μL. Data pada Tabel sehingga tubuh berusaha semaksimal
5 menunjukkan bahwa kisaran jumlah mungkin untuk melindungi diri dari berbagai
leukosit sapi bali yang dipelihara di TPA agen penyakit dengan meningkatkan jumlah
Vol. 2 No. 2
78
Bunga et al. 2019
leukosit. Anderson & Lorraine (2006) sampah-sampah yang berada di lokasi TPA,
menyatakan bahwa peningkatan jumlah sedangkan logam berat timbal telah
leukosit total merupakan respon fisiologis terdeteksi pada darah sapi bali yang
untuk melindungi tubuh dari serangan dipelihara di TPA Alak (Dimu, 2015).
mikroorganisme. Selain itu, Scott dan Timbal berdampak negatif karena
Elizabeth (2009) juga menyatakan bahwa sel mengganggu enzim oksidase dan bekerja
darah putih melindungi tubuh dari infeksi menghambat metabolisme sel, salah satu
dengan cara fagositosis, sintesis molekul contohnya adalah menghambat sintesis
antibodi, penghancuran bakteri, pembersihan hemoglobin (Hb) dalam sumsum tulang
sisa-sisa sel pada jaringan yang mengalami (Matham, 2009).
inflamasi, dan melindungi area yang Menurut Wardhayani (2006),
terinfeksi. kompensasi penurunan sintesis Hb karena
terhambat timbal (Pb) adalah peningkatan
Gambaran morfologi eritrosit produksi eritropoesis, sehingga sel darah
Menurut Alagbe et al (2013), merah muda (retikulosit) banyak ditemukan
morfologi normal eritrosit terlihat melingkar akibat dari eritrosit gagal untuk menjadi
(tampak atas) dan cakram bikonkaf (tampak dewasa. Adanya anisositosis eritrosit
samping). Dan bagian tengah eritrosit tersebut terkait dengan proses deposisi zat
berbentuk pipih. Menurut Weiss dan besi yang kurang baik dan eritropoesis yang
Wardrop (2010), ada empat morfologi sel abnormal di sumsum tulang (Fritsch dan
darah merah yang harus dievaluasi yaitu Nelson, 1990). Tingginya retikulosit yang
warna,ukuran, bentuk dan keberadaan benda dilepaskan oleh sumsum tulang yang
inklusi. bersirkulasi di dalam pembuluh darah
a. Abnormalitas ukuran (anisositosis) mengindikasikan suatu keadaan anemia
karena jumlah eritrosit dewasa yang
Abnormalitas ukuran yang didapat bersirkulasi di dalam pembuluh darah tidak
dalam penelitian ini adalah makrositosis dan cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan
mikrositosis seperti yang terlihat pada (Guyton and Hall 2006).
Gambar 10. Makrositosis merupakan eritrosit b. Abnormalitas bentuk (poikilositosis)
yang berukuran lebih besar dari normal yang
diproduksi dalam jumlah banyak atau Salah satu abnormalitas bentuk yang
meningkatnya jumlah retikulosit dalam apus ditemukan pada sapi bali yang dipelihara di
darah. Mikrositosis merupakan eritrosit TPA Alak adalah spherositosis seperti
berukuran lebih kecil dari normal yang terlihat pada Gambar 10. Menurut Harvey
diproduksi dalam jumlah banyak (Harvey, (2012), spherositosis merupakan eritrosit
2012). Menurut Weiss dan Wardrop (2010) yang terlihat sedikit lebih gelap, berbentuk
bahwa, abnormalitas ukuran makrositosis bulat, dan lebih kecil dari eritrosit normal.
eritrosit pada sapi mengindikasikan Menurut Weiss dan Wardrop (2010),
terjadinya anemia regeneratif dan adanya spherositosis pada sapi berhubungan dengan
penyakit pada hepar dan juga disebabkan kondisi hereditary spherositosis dan
oleh kekurangan besi dan vitamin B12, anaplasmosis.
sedangkan mikrositosis pada sapi disebabkan Acanthositosis juga ditemukan pada
karena kekurangan besi. ulas darah sapi bali yang dipelihara di TPA
Adapun faktor yang menyebabkan Alak pada Gambar 9. Menurut Harvey
terjadinya abnormalitas makrositosis pada (2012), acanthositosis merupakan eritrosit
sapi bali yang dipelihara di TPA Alak juga dengan bentuk tidak teratur dan memiliki
disebabkan oleh kekurangan nutrisi dan ukuran spikula yang bervariasi. Menurut
logam berat timbal. Kurangnya nutrisi terjadi Purwoko (2000), acanthositosis
karena sapi-sapi tersebut mengkonsumsi kemungkinan disebabkan oleh adanya
Vol. 2 No. 2
79
Bunga et al. 2019
penyakit anemia hemolitik akibat reaksi penelitian ini yaitu normositik, mikrositik,
autoimun. Abnormalitas bentuk eritrosit yang makrositik, nilai MCH tinggi, hiperkromik
ditemukan selain spherositosis dan dan jumlah leukosit yang lebih tinggi dari
acanthositosis, ditemukan juga bentuk burr normal. Dan abnormalitas morfologi darah
crenation cell atau echinocytes. Echinocytes yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu
merupakan bentuk eritrosit yang memiliki anisositosis (makrositosis dan mikrositosis),
spikula atau tonjolan-tonjolan yang tersebar poikilositosis (spherositosis, acanthositosis,
merata pada permukaan eritrosit yang burr crenation cell / echinocytes, tear drop
berhubungan dengan anemia hemolitika dan cell), dan ditemukan abnormalitas warna
adanya dehidrasi sel eritrosit (Harvey, 2012). yaitu hypochromasia. Hal ini disebabkan
Selain itu, ditemukan juga kelainan bentuk karena sapi bali tersebut dipelihara di lokasi
eritrosit tear drop cell. Menurut Cowell TPA Alak yang kesehariannya mengonsumsi
(2004), tear drop cell disebabkan oleh sampah, sehingga sapi tersebut kekurangan
adanya gangguan fungsi limpa dan gangguan asupan nutrisi dan secara tidak langsung
mieloproliferatif. tercemar bahan-bahan kimia dan
Purwoko dkk (2000), menyatakan mikroorganisme yang berbahaya bagi tubuh.
bahwa kelainan-kelainan anisositosis,
poikilositosis dan hypochromasia DAFTAR PUSTAKA
disebabkan oleh gangguan eritropoesis pada Adam, M, Lubis, T.M, Abdyad, B,
sumsum tulang yang terjadi karena adanya Asmilia,N, Muttaqien, dan
defisiensi nutrisi seperti vitamin B12, atau Fakhrurrazi. 2015, Jumlah Eritrosit
cobalt. Kelainan tersebut mungkin juga Dan Nilai Hematokrit Sapi Aceh Dan
disebabkan oleh penyakit yang menyerang Sapi Bali Di Kecamatan Leumbah
sumsum tulang. Dalam penelitian ini Seulawah Kabupaten Aceh
ditemukan juga kelainan hypochromasia. Besar,Jurnal Medika Veterinaria,
Menurut Harvey (2012), hypochromasia Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
terjadi ketika kehadiran eritrosit dengan Syiah Kuala, Banda Aceh.
konsentrasi hemoglobin menurun.
Peningkatan hypochromasia disebabkan Alagbe, E.E, Susu, A.A, Dosunmo, A.O.
karena anemia defisiensi besi. Adanya 2013, Sickle Cell Disease (SCD)
abnormalitas eritrosit anisositosis, Management : A Theoretical Review,
poikilositosis, dan hypochromasia pada apus Nigeria, Vol: 16, Halaman 484-485.
darah sapi bali yang dipelihara di TPA Alak
diduga disebabkan oleh logam berat timbal. Ali, A.S, Ismoyowati, Indrasanti, D. 2013,
Menurut Darmono (2001), anemia akibat Jumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin
keracunan timbal ditandai dengan Dan Hematokrit Pada Berbagai Jenis
anisositosis, polikromasia, dan jumlah Itik Lokal Terhadap Penambahan
retikulosit naik Hal ini sejalan dengan Probiotik Dalam Ransum, Universitas
penelitian di TPA Alak yang menemukan Jenderal Soedirman, Purwokerto.
logam berat timbal (Dimu, 2015).
Anderson SP, Lorraine MW. 2006.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
SIMPULAN
Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta. EGC.
Karakteristik semen segar babi
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat
Anggayasti, G. 2007, Gambaran Hematologi
disimpulkan bahwa beberapa sapi bali yang
Anjing Pelacak Operasional Ras
dipelihara di Tempat Pembuangan Akhir
Labrador Retriever Di Subdit Satwa
Alak Kota Kupang menunjukkan adanya
Polri-Depok, IPB, Bogor.
perubahan atau kelainan dari nilai-nilai
hematologi seperti ditemukan dalam
Vol. 2 No. 2
80
Bunga et al. 2019
Darmono. 2001, Lingkungan Hidup dan Frandsond RD. 1993, Anatomi dan Fisiologi
Pencemaran, UI Press, Jakarta. ternak, Edisi ke 4, Yogyakarta (ID):
UGM Pr.
Dellma HD dan Brown EM. 1989, Histologi Fritsch G, Nelson R T. 1990. Bovine
veteriner, Edisi ke-3, Jakarta, UI: Press Erythroid (CFU-E, BFU-E) and
Granulocyte- Macrophage Colony
Dharmawan, N.S. 2002, Pengantar Patologi Formation in Culture. Exp Hematol
Klinik Veteriner, Penerbit Universitas 18 : 195–200.
Udayana, Denpasar.
Gelbert, M, Prihanto D, dan Suprihatin, A.
Dimu, R. 2015, Identifikasi Kandungan 1996, Konsep Pendidikan Lingkungan
Timbal Dalam Darah Sapi Yang Hidup dan ” Wall Chart ”, Buku
Memakan Sampah Di Tempat Panduan Pendidikan Lingkungan
Pembuangan Akhir (TPA) Alak Kota Hidup, PPPGT/VEDC, Malang.
Kupang [skripsi], Universitas Nusa
Cendana, Kupang. Guyton AC, Hall JE. 2006, Medical Physiology
Edisi 11, Jakarta: Penerbit Buku
Ditjen Bina Produksi Peternakan. 2002, Buku Kedokteran EGC, Terjemahan dari:
Statistik Peternakan Tahun 2002,
Vol. 2 No. 2
81
Bunga et al. 2019
Vol. 2 No. 2
82
Bunga et al. 2019
Sacher, R.A. 2004, Tinjauan Klinis Hasil Swenson, M.J., 1993. Duke’s Physiology of
Pemeriksaan Laboratorium, Buku Domestic Animals 11th edition.
Kedokteran EGC. Cornell University Press. Itaca dan
London. Chapter 3: 22-32
Salasia, S.I, Hariono, B. 2010, Patologi
Klinik Veteriner, Yogyakarta (ID): Themi, H, Diem, H. and Haferlach, T. 2004,
Samudra Biru. Color Atlas of Hematology,Thieme,
New York.
Sarwono.2001, Penggemukan Sapi Potong
Secara Cepat, Penebar Swadaya. Utama, I.H. 2001, Karakteristik anemia sapi
Jakarta. bali, J. Vet. 2(1):13-16.
Schalm, O.W., 1965. Veterinary Hematologi. Wardhayani Sutji. 2006, Analisis Risiko
6th Ed. Philadelphia: Lea and Febiger Pencemaran Bahan Toksik Timbal (Pb)
pada Sapi Potong Pada Tempat
Scott AS dan Elizabeth F. 2009. Body Pembuangan Akhir (TPA) Sampah
Structure and Function Eleventh Jatibarang Semarang [Thesis],
Edition.Unitedd States of America : Magister Kesehatan Lingkungan,
Delmar. Program Pascasarjana, Universitas
Diponegoro, Semarang.
Siswanto. 2011, Gambaran Sel Darah Merah
Sapi Bali (Studi Rumah Potong), Weiss, DJ and Wardrop KJ. 2010. Schalm’s
Kedokteran Hewan. Universitas veterinary hematology 6rd
Udayana : Bali. Ed.Singapore. Blackwell Publishing
Ltd.
Siswanto, Sulabda I.N, Soma I.G. 2014,
Kerapuhan Sel Darah Merah Sapi Bali,
Laboratorium Fisiologi Veteriner,
Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Udayana, Bali.
Vol. 2 No. 2
83
Bunga et al. 2019
Tabel 5. Total leukosit, eritrosit, Hb, PCV, MCV, MCH dan MCHC sampel darah sapi bali yang
dipelihara di TPA Alak.
NO KODE WBC RBC Hb PCV MCV MCH MCHC
(10 /μL)
3
(10 /μL)
6
(g/dL) (%) (fL) (pg) (g/dL)
Umur 0-1,5 tahun
1 A1 18 7,51 12,4 31,6 42,1 16,5 39
2 A2 15,3 8,79 14,1 36,8 41,9 16,1 38
3 A3 8 5,76* 10,6 20,5* 35,6* 18,4 52
4 A4 17,6 5,41* 10,2 25,3* 46,9 18,9 40
5 A5 16,4 5,6* 10,9 26,8* 47,9 19,5 41
6 A6 20,1 6,74 12,3 32,5 48,2 18,3 38
7 A7 7,8 5,41* 10,4 26,2* 48,4 19,2 40
8 A8 8 5,18* 10,8 25,6* 49,5 20,9 42
Umur 1,5-3 tahun
1 B1 8 5,67 11 27,4* 48,2 19,4 40
2 B2 21,8 9,44 15,9 38,7 41 16,9 41
3 B3 11,5 7 13,7 37,1 53,1 19,6 37
4 B4 10,5 6,64 13,1 35,1 52,9 19,7 37
5 B5 16,7 5,48* 10,5 25,8* 47 19,2 41
6 B6 7,7 5,44* 10,6 26,4* 48,6 19,5 40
7 B7 10,5 6,41 12,5 33,9 52,9 19,5 37
8 B8 11 6,81 13,3 36 52,9 19,5 37
Umur > 3 tahun
1 C1 31,5 8,24 14,8 39,3 47,7 18 38
2 C2 13,7 5,69* 12,4 30,9 54,3 21,8 40
3 C3 11,2 7,6 13,8 37,4 53 19,5 37
4 C4 16 5,27* 10 25,4* 48,2 19 39
5 C5 44,3 6,75 12,2 32,6 48,2 18,1 37
6 C6 16,2 6 11,9 29,3* 48,9 19,9 41
7 C7 16,8 4,97* 10,4 25,4* 51,1 20,9 41
8 C8 10,4 6,6 12,8 34,9 52,8 19,4 37
Nilai Normal 2,3-9,5 6,33-8,89 9,6-10,5 31,5-34,7 39 -50 11,6-15,2 29,8-33,0
(A) (B) (B) (B) (B) (B) (B)
Keterangan: Angka yang tebal: jumlah tinggi, angka yang tebal*: jumlah rendah. Referensi nilai
normal: A (Hartaningsih, 1983) , B (Diparayoga dkk, 2014).
Vol. 2 No. 2
84