You are on page 1of 20

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

PEMICU 4
MODUL MUSKULOSKELETAL

Kelompok Diskusi 2

Solafide Binsar Hamonangan L.: I11107069


Muhammad Redha Ditama : I1011131046
Briegita Adhelsa M. Dommy : I1011131057
Nur Al Huda : I1011151023
Muhammad Faisal Haris : I1011151024
Swiny Anniza : I1011151029
Rhaina Dhifaa Maswibowo : I1011151036
Muhammad Okti Ichsandra : I1011151042
Nadya Siti Syara : I1011151051
Irmaningsih : I1011151063
Devi Oktavitalis : I1011151067

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Trigger
A 22-year-old man who is a known IV drug abuser presents with a 6-day
history of pain and swelling in his left knee. On examination there are
multiple sites of IV puncture on his arms. His left knee is hot, tender,
swelling, and highly restricted range of movement. There is cellulitic changes
of the overlying skin. There is no sign of inflammation in any other joints. His
temperature is 38,90C. There is no history of trauma before.

1.2 Clarification and Definition


1. Cellulitic is severe inflammation of the dermis and hypodermis sparing
the fascial planes due to an infevtive, generally bacteria caused
2. Tender is abnormal sensitiveness in touch of fascial
3. Puncture is an injury that is caused by or pointed object that
pierces/penetrate the skin

3.3 Keywords
1. A 22 years old man
2. Intravena drug abuser
3. 38,90C
4. Cellulitic
5. Restricted ROM
6. Pain and swelling for 6 days
7. Left knee
8. Intravena puncture

3.4 Problem Identification


What happened with a 22 years old man with history of intravena
drug abuser and the manifestations are pain and swelling for 6 days,
restricted ROM on left knee cellulitic overlying skin, also fever?

2
3.5 Problem Analyze

3.6 Hypothesis
A 22 years old man suffered septic arthritis.

3.7 Learning issues


1. Septic Arthritis
a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemiologi
d. Pathogenesis
e. Klasifikasi

3
f. Diagnosis
g. Penatalaksanaan
h. Manifestasi klinis
i. Diagnosis banding
2. Obat intravena
a. Definisi
b. Indikasi dan kontraindikasi
3. Studi kasus : Hubungan antara penggunaan obat intravena dengan
infeksi arthritis?
4. Apa itu selulitis dan bagaimana proses terjadinya? Edukasi pada
tatalaksana

BAB II

4
PEMBAHASAN

2.1 Septic Arthritis


2.1.1 Definisi Arthritis
Septik arthritis adalah suatu penyakit radang sendi yang disebabkan
oleh bakteri atau jamur. Infeksi primer disebabkan oleh inokulasi
langsung akibat trauma termasuk pembedahan. Infeksi sekunder
akibat penyebaran secara hematogen atau perluasan dari
osteomielitis. Septik arthritis memiliki karakteristik hanya melibatkan
satu bagian sendi. 1

2.1.2 Etiologi Arthritis


Kuman yang paling sering menjadi penyebab timbulnya septik atritis
adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, dan
Streptococcus pyogenes. Bakteri ini sering pula ditemukan pada
penderita penyakit autoimun, infeksi kulit sistemik maupun trauma.
Sementara pasien dengan riwayat intravenousdrugabuse (IVDA), usia
ekstrim, imunokompromis lebih sering terinfeksi oleh bakteri basil
gram negatif seperti Pseudomonas auruginosa dan Escherichia coli.
Kuman anaerob dapat pula menyebabkan septik atritis, namun hanya
dalam jumlah yang sedikit.Kuman ini biasa ditemukan pada penderita
DM dan pemakaian prosthesis sendi (operasi penggantian sendi).
Terdapat beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang lebih
rentan terkena resiko artritis septik, yaitu faktor sistemik dan faktor
lokal. Faktor sistemik meliputi usia ekstrim, artritis rheumatoid,
diabetes melitus, pemakaian obat imunosupresi (obat untuk menekan
aktivitas imun), penyakit hati, alkoholisme, penyakit hati kronik,
malignansi, penyakit ginjal kronik, memakai obat suntik, pasien
hemodialisis (cuci darah), transplantasi organ. Sedangkan faktor lokal
meliputi sendi prostetik, infeksi kulit, operasi sendi, trauma sendi,
osteoartritis.2

2.1.3 Epidemiologi

5
Insiden septik artritis pada populasi umum bervariasi 2-10 kasus per
100.000 orang per tahun. Insiden ini meningkat pada penderita dengan
peningkatan risiko seperti artritis rheumatoid 28-38 kasus per 100.000 per
tahun, penderita dengan prosthesis sendi 40-68 kasus/100.000/tahun.
Puncak insiden pada kelompok umur adalah anak-anak usia kurang dari 5
tahun (5 per 100.000/tahun) dan dewasa usia lebih dari 64 tahun (8,4
kasus/100.000 penduduk/tahun). 3,4
Kebanyakan artritis septik terjadi pada satu sendi, sedangkan keterlibatan
poliartikular terjadi 10-15% kasus. Sendi lutut merupakan sendi yang
paling sering terkena sekitar 48-56%, diikuti oleh sendi panggul 16-21%,
dan pergelangan kaki 8%.4,5

2.1.4 Patogenesis Septik Arthritis


Patogenesis artritis septik merupakan multifaktorial dan tergantung
pada interaksi pathogen bakteri dan respon imun hospes. Proses yang
terjadi pada sendi alami dapat dibagi pada tiga tahap yaitu kolonisasi
bakteri, terjadinya infeksi, dan induksi respon inflamasi hospes.6
1. Kolonisasi Bakteri
Sifat tropism jaringan dari bakteri merupakan hal yang sangat
penting untuk terjadinya infeksi sendi. S. aureus memiliki reseptor
bervariasi (adhesin) yang memediasi perlengketan efektif pada
jaringan sendi yang bervariasi. Adhesin ini diatur secara ketat oleh
faktor genetik, termasuh regulator gen asesori (agr), regulator
asesori stafilokokus (sar), dan sortase A.6,7
2. Faktor Virulensi Bakteri
Selain adhesin, bahan lain dari dinding sel bakteri adalah
peptidoglikan dan mikrokapsul polisakarida yang berperan
mengatur virulensi S. aureus melalui pengaruh terhadap
opsonisasi dan fagositosis. Mikrokapsul (kapsul tipis) penting pada
awal kolonisasi bakteri pada ruang sendi yang memungkinkan
faktor adhesin stafilokokus berikatan dengan protein hospes dan
selanjutnya produksi kapsul akan ditingkatkan membentuk kapsul
yang lebih tebal yang lebih resisten terhadap pembersihan imun
hospes. Jadi peran mikrokapsul disini adalah resisten terhadap

6
fagositosis dan opsonisasi serta memungkinkan bakteri bertahan
hidup intraseluler. 6,8
3. Respon Imun Hospes
Sekali kolonisasi dalam ruang sendi, bakteri secara cepat
berproliferasi dan mengaktifkan respon inflamasi akut. Awalnya
sel sinovial melepaskan sitokin proinflamasi termasuk interleukin-
1 (IL-1 ), dan IL-6. Sitokin ini mengaktifkan pelepasan protein
fase akut dari hepar dan juga mengaktifkan sistem komplemen.
Demikian juga terjadi masuknya sel polymorphonuclear (PMN) ke
dalam ruang sendi. Tumor necrosis factor- (TNF- dan sitokin
inflamasi lainnya penting dalam mengaktifkan PMN agar terjadi
fogistosis bakteri yang efektif. Kelebihan sitokin seperti TNF- , IL-
1 , IL-6, dan IL-8 dan macrophage colony-stimulating factor
dalam ruang sendi menyebabkan kerusakan rawan sendi dan
tulang yang cepat. Sel-sel fagosit mononoklear seperti monosit
dan makrofag migrasi ke ruang sendi segera setelah PMN, tetapi
perannya belum jelas. Komponen lain yang penting pada imun
inat pada infeksi stafilokokus adalah sel natural killer (NK), dan
nitric oxide (NO). Sedangkan peran dari limfosit T dan B dan
respon imun didapat pada artritis septik tidak jelas.6,9

2.1.5 Klasifikasi Septik Arthritis


Septic Arthritis diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu
Gonococcal dan nongonococcal arthritis.

1. Gonococcal Arthritis
Gonococcal arthritis disebabkan oleh infeksi bakteri gram
negative diplococcus Neisseria gonorrhoeae. Pasien dengan
arthritis gonococcal biasanya memerlukan terapi antibiotic
intravena, bila keadaan semakin membaik, dapat diberikan secara
oral. Tidak seperti Staphylococcus aureus septic arthritis,
gonococcal arthritis jarang berhubungan dengan perusakan
sendi.10
2. Nongonococcal Arthritis
Nongonococcal arthritis adalah penyakit akut atau subakut
dengan potensi morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Hal ini

7
dapat disebabkan oleh bakteri, mycobacteria, atau fungi. Infeksi
nongonococcal merupakan penyakit monoartikular, namun pada
kurang lebih 10% dari pasien nongonococcal arthritis mengalami
efek pada beberapa sendi.11,12

2.1.6 Diagnosis Septik Arthritis 2


Pemeriksaan awal yang dapat dilakukan adalah anamnesis.Hal
yang perlu diperhatikan adalah faktor predisposisi, mencari sumber
bakterimia yang transien atau menetap (infeksi kulit, pneumonia, infeksi
saluran kemih, adanya tindakan- tindakan invasiv, pemakai obat suntik,
dll), mengidentifikasi adanya penyakit sistemik yang mengenai sendi atau
adanya trauma sendi.
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda-tanda seperti
eritema, pembengkakan (90% kasus), hangat, dan nyeri tekan yang
merupakan tanda penting untuk mendiaganosis infeksi. Ditemukan pula
efusi (sejenis penggumpulan cairan) yang sangat jelas atau banyak
sehingga akan berpengaruh terhadap keterbatasan ruang lingkup gerak
sendi baik pasif maupun aktif. Tetapi tanda ini akan menjadi kurang jelas
jika infeksinya terjadi di sendi tulang belakang, panggul, dan sendi bahu.
Untuk pemeriksaan penunjang, bisa dilakukan dengan beberapa
cara seperti:
a. Pemeriksaan Darah Tepi
Terjadi peningkatan leukosit, khususnya neutrofil
segmental, peningkatan laju endap darah dan C-reactive
Protein (CRP).Kultur darah memberikan hasil yang positif pada
50-70% kasus.
b. Pemeriksaan Cairan Sendi
Aspirasi cairan sendi segera dilakukan bila kecurigaan
terhadap atritis septik sudah cukup kuat. Cairan sendi akan
tampak keruh, purulent (eksudat yang memiliki nanah), leukosit
cairan sendi lebih dari 50.000 sel/mm3 predominan PMN atau
polymorphonuclear neutrophilic leukocyte, sering mencapai
75%-80%. Pada penderita dengan malignansi, mendapatkan
terapi kortikosteroid, dan pemakai obat suntik sering dengan
leukosit kurang dari 30.000 sel/mm3. Harus dilakukan

8
pengecatan gram pada cairan sinovial. 75% kasus arthritis
positif menunjukkan kultur stafilokokus dan 50% pada artritis
positif kultur basil gram negatif.
c. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR dapat mendeteksi adanya asam nukleat
bakteri dalam jumlah kecil dengan sensifitas dan spesifitas
hampir 100%. Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan
PCR adalah: (1) bakteri dapat terdeteksi dengan cepat, (2)
bakteri dengan pertumbuhan lambat dan yang tidak dapat
dikultur juga dapat terdeteksi, (3) pada pasien yang sedang
menjalani terapi, bakterinya juga dapat terdeteksi, (4)
mengidentifikasi bakteri baru sebagai penyebab. Namun apabila
selama proses pemeriksaan bahan maupun reagen yang
digunakan mengalami kontaminasi, maka hasil yang didapatkan
positif palsu.
d. Pemeriksaan Radiologi
Pada hari pertama ditemukan adanya pembengkakan
kapsul sendi dan jaringan lunak sendi yang terkena, pergeseran
bantalan lemak, dan pelebaran ruang sendi.Pada minggu
pertama terjadi o steoporosis periartikular.7-14 hari terjadi
penyempitan ruang sendi difus dan erosi karena destruksi
kartilago. Apabila tidak dilakukan terapi yang adekuat, maka
akan nampak destruksi sendi, osteomyelitis, ankilosis,
kalsifikasi jaringan periartikular, atau hilangnya tulang
subkondral diikuti dengan sklerosis reaktif.
e. Pemeriksaan USG
Dilakukan apabila kelainan baik intra maupun ekstra
articular tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi.Cairan
sinovial yang hiperekoik dan penebalan kapsul sendi
merupakan gambaran karakteristik artritis septik.Sedangkan
pemeriksaan dengan MRI ataupun CT-scan dilakukan untuk
menentukan luasnya tulang dan jaringan mengalami infeksi.
Jadi, secara umum diagnosis klinis dari artritis septik
adalah nyeri pada sendi, terjadi pembengkakan, terasa hangat
disertai demam yang terjadi secara akut disertai dengan

9
pemeriksaan cairan sendi dengan jumlah lekosit >50.000
sel/mm3 dan dipastikan dengan ditemukannya kuman patogen
dalam cairan sendi.

2.1.7 Penatalaksanaan Septic Arthritis


Tujuan utama penanganan artritis septik adalah
dekompresisendi,sterilisasisendi, dan mengembalikan fungsi sendi.Terapi
atrhritis septik meliputi terapi nonfarmakologi, farmakologi, dan drainase
cairan sendi.
a. Terapi non-Farmakologi
Pada fase akut, pasien disarankan untuk mengistirahatkan sendi
yang terkena. Rehabilitasi merupakan hal yang penting untuk
menjaga fungsisendi dan mengurangi morbiditas artritis septik.
Rehabilitasi seharusnya sudah dilakukan saat munculnya artritis
untuk mengurangi kehilangan fungsi. Pada fase akut, fase
supuratif, pasien harus mempertahankan posisi fleksi ringan
sampai sedang yang biasanya cenderung membuat kontraktur.
Pemasangan bidai kadang perlu untuk mempertahankan posisi
dengan fungsi optimal; sendi lutut dengan posisi ekstensi, sendi
panggul seimbang posisi ekstensi dan rotasi netral, siku fleksi 90
derajat , dan pergelangan tangan posisi netralsampaisedikit
ekstensi.Walaupun pada fase akut, latihan isotonik harus segera
dilakukan untuk mencegah otot atropi. Pergerakan sendi baik aktif
maupun pasif harus segera dilakukan tidak lebih dari 24 jam
setelah keluhan membaik
b. Terapi Farmakologi
Sekali artritis septik diduga maka segera dilakukan
pengambilan sampel untuk pemeriksaan serta pemberian terapi
antibiotika yang sesuai dan segera dilakukan drainase cairan
sendi. Pemilihan antibiotika harus berdasarkan beberapa
pertimbangan termasuk kondisi klinis, usia, pola dan resisitensi
kuman setempat, dan hasil pengecatan gram cairan sendi. 3,28
Pemilihan jenis antibiotika secara empirisseperti pada tabel 1 yang
dikutip dari panduan The British Society for Rheumatology tahun
2006.

10
Modifikasi antibiotika dilakukan bila sudah ada hasil kultur dan
sensitivitas bakteri. Perlu diingat bahwa vankomisin tidak
dilanjutkan pada pasien dengan infeksi stafilokokus atau
streptokokus yang sensitif dengan Blaktam. Perjalanan klinik
pasien juga perlu sebagai bahan pertimbangan karena korelasi
pemeriksaan sensitivitas dan resistensi bakteri in vitro dengan in
vivo tidak absolut sesuai.
Secara umum rekomendasi pemberian antibiotika intravenus
paling sedikit selama 2 minggu, diikuti dengan pemberian
antibiotika oral selama 1-4 minggu. Pemberian antibiotika
intravenus yang lebih lama diindikasikan pada infeksi bakteri yang
sulit dieradikasi seperti P aerogenosa atau Enterobacter sp. Pada
kasus yang bakterimia S aureus dan arthtritis sekunder S aureus
diberikan antibiotika parenteral 4 minggu untuk mencegah infeksi
rekuren. Pemberian antibiotika intra artikulartidak efektif dan justru
dapat menimbulkan sinovitis kemikal.13,14

2.1.8 Manifestasi Klinis Septik Arthritis


Gejala klasik artritis septik adalah demam yang mendadak,
malaise, nyeri lokal pada sendi yang terinfeksi, pembengkakan sendi, dan
penurunan kemampuan ruang lingkup gerak sendi. Sejumlah pasien
hanya mengeluh demam ringan saja. Demam dilaporkan 60-80% kasus,
biasanya demam ringan, dan demam tinggi terjadi pada 30-40% kasus
sampai lebih dari 390C. Nyeri pada artritis septik khasnya adalah nyeri
berat dan terjadi saat istirahat maupun dengan gerakan aktif maupun
pasif.6,15
Evaluasi awal meliputi anamnesis yang detail mencakup faktor
predisposisi, mencari sumber bakterimia yang transien atau menetap
(infeksi kulit, pneumonia, infeksi saluran kemih, adanya tindakan-tindakan
invasiv, pemakai obat suntik, dll), mengidentifikasi adanya penyakit
sistemik yang mengenai sendi atau adanya trauma sendi.8,4,5
Sendi lutut merupakan sendi yang paling sering terkena pada
dewasa maupun anak-anak berkisar 45%-56%, diikuti oleh sendi panggul
16-38%. Artritis septic poliartikular, yang khasnya melibatkan dua atau
tiga sendi terjadi pada 10%-20% kasus dan sering dihubungkan dengan

11
artritis reumatoid. Bila terjadi demam dan flare pada artritis reumatoid
maka perlu dipikirkan kemungkinan artritis septik.6,15
Pada pemeriksaan fisik sendi ditemukan tanda-tanda eritema,
pembengkakan (90% kasus), hangat, dan nyeri tekan yang merupakan
tanda penting untuk mendiaganosis infeksi. Efusi biasanya sangat
jelas/banyak, dan berhubungan dengan keterbatasan ruang lingkup gerak
sendi baik aktif maupun pasif. Tetapi tanda ini menjadi kurang jelas bila
infeksi mengenai sendi tulang belakang, panggul, dan sendi bahu.6,15

2.1.9 Diagnosis Banding Septik Arthritis


Sejumlah kelainan sendi yang perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding arthitis septik seperti infeksi pada sendi yang
sebelumnya mengalami kelainan, arthritis terinduksi-kristal, artrhitis
reaktif, arthritis traumatik, dan arthritis viral.6
1. Arthritis terinduksi-kristal
Gout dan pseudogout menyerupai gejala dan tanda arthritis
septik. Sehingga cairan sendi harus diperiksa menggunakan
mikroskop cahaya polarisasi untuk melihat adanya kristal
birefringen negatif (asam urat) atau birefringen positif (kalsium
pirofosfat dihidrat) untuk menyingkirkan adanya penyakit kristal
pada sendi. Tapi harus diingat bahwa adanya laporan tentang
adanya kejadian yang bersamaan artritis septik dengan penyakit
sendi karena kristal.6,16
2. Arthritis reaktif
Adanya respon inflamasi sendi terhadap adanya proses infeksi
bakteri di luar sendi dikenal dengan arthritis reaktif. Sering riwayat
penderita adanya infeksi di bagian distal seperti pada saluran
gastrointestinal (contoh : Shigella spp.,Salmonella
spp.,Campilobacter spp., atau Yersinia spp.), saluran
genitourinaria (contoh: chlamydia danmycoplasma), dan saluran
respirasi (contoh Streptococcus pyogenes). Sendi dalam keadaan
inflamasi tetapi steril. Pada pemeriksaan PCR terdeteksi antigen
mikroba di dalam sendi. Adanya antigen mikroba ini
mencerminkan respon penyaringan alami dari sinovium dan
dengan makin banyaknya antigen bakteri ini akan menstimulasi

12
inflamasi.Penderita juga sering mengalami entesopati atau uveitis,
lesi kulit atau membran mukosa.6,16
3. Preexisting joint infection.
Penderita dengan penyakit sendi kronik yang mendasari
seperti arthritis rheumatoid, osteoartritis, dan penyakit jaringan ikat
lainnya mengalami flare dan memberikan gambaran yang
menyerupai artritis septik atau mengalami infeksi sehingga
memberikan prognosis yang buruk karena sering terjadi
keterlambatan diagnosis artritis septik. Sering pasien tidak
mengalami demam dan gambaran klinis yang indolen. Sehingga
diagnosis artritis septic harus selalu dipikirkan bila terjadi inflamasi
mendadak pada satu atau dua sendi pada pasien ini.6
4. Arthritis traumatik
Artritis traumatik merupakan artritis yang disebabkan oleh
adanya trauma baik trauma tumpul, penetrasi, maupun trauma
berulang atau trauma dari pergerakan yang tidak sesuai dari sendi
yang selanjutnya menimbulkan nekrosis avaskular. Nekrosis
avaskular terjadi karena terhentinya aliran darah ke bagian kaput
femoral dan selanjutnya tulang menjadi rapuh. Kartilago yang
mengelilingi menjadi rusak dan menimbulkan keluhan dan gejala
berupa pembengkakan, nyeri, instabilitas sendi, dan perdarahan
internal. Analisa cairan sendi ditemukan banyak se-sel darah
merah.8,17
5. Arthritis viral
Penderita dengan artritis viral biasanya dengan manifestasi
poliartritis umumnya mengenai sendi-sendi kecil yang simetris,
demam, limfadenopati dan adanya karakteristik rash. Pada
pemeriksaan cairan sendi tampak banyak sel-sel mononuklear
dan kadar glukosa yang normal.6,16

2.2 Obat Intravena


2.2.1 Definisi
Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui
jarum, langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung

13
elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrient (biasanya glukosa),
vitamin atau obat.18
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika
pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk
memberikan garam yang dirperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk
metabolisme dan memberikan medikasi.19

2.2.2 Indikasi dan kontraindikasi pemberian terapi intravena 19,20


Indikasi pada pemberian terapi intravena: pada seseorang dengan
penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke
dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri
dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan
lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering terjadi,
meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan pada
infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa
melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut)
pada kebanyakan pasien dirawat di rumah sakit dengan infeksi
bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih
menguntungkan dari segi kemudahan administrasi rumah sakit, biaya
perawatan, dan lamanya perawatan
Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam
darah jika dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya
tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya
antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya
“polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui
jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah).
Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.
Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang
tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada
keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur
lain seperti rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di
bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).

14
Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedakobat
masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain
dipertimbangkan.
Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga
diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh
balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah
tercapai, misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat
dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini
juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui
infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki
bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat
dalam darah untuk membunuh bakteri.
Kontraindikasi pada pemberian terapi intravena: Inflamasi
(bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada
tindakan hemodialisis (cuci darah). Obat-obatan yang berpotensi iritan
terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya
pembuluh vena di tungkai dan kaki).

2.3 Studi Kasus : Hubungan Antara Penggunaan Obat Intravena dengan


Infeksi Arthritis?
Pengguna obat intravena memiliki faktor resiko sebanyak 21% dari 180
kasus yang direview oleh Ross JJ et al dengan 49% nya disebabkan oleh
bakteri Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada pengguna obat
intravena yang terinfeksi Pseudomonas aeruginosa menurun drastis pada
penyalahgunaan pentzocine pada tahun 1980-an. Bakteri masuk ke sendi
melalui vena dari obat-obatan yang telah terkontaminasi.21
Agen penginfeksi kemudian menyebar secara langsung atau tidak
langsung ke dalam aliran darah. Hal ini memungkinkan agen penginfeksi
tersebut meyebar ke hampir semua sistem organ lainnya termasuk sendi
pada lutut.2

2.4 Apa itu Selulitis dan Bagaimana Proses Terjadinya?


2.4.1 Definisi Selulitis

15
Selulitis adalah infeksi kulit yang menyerupai erisipelas, merupakan
infeksi akut oleh Streptococcus hemolyticus. Perbedaannya ialah
selain mengenai epidermis dan dermis, juga mengenai subkutis.
Gejala konstitusi dan tempat predileksi sama dengan erisipelas, tetapi
pada selulitis kelainan kulit berupa infiltrate difus di subkutan disertai
tanda radang akut. 23

2.4.2 Patofisiologi Selulitis 24


Bakteri pathogen yang menembus lapisan luar menimblkan infeksi
pada permukaan kulit atau menimbulkan peradangan, penyakit infeksi
sering berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau
orang tua pikun dan pada orang kencing manis yang pengobatannya
tidak adekuat.
Gambaran klinis eritema lookal pada kulit dan sistem vena limfatik
pada kedua ekstremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan
ditemukan kemerahan yang karakteristik hangat, nyeri tekan, demam
dan bakterimia.
Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh
Streptococcus grup A, Streptococcus lain atau staphylococcus
aureus, kecuali jika luka yang terkait berkembang bakterimia, etiologi
microbial yang pasti sulit ditentukan, untuk abses lokalisata yang
mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau bahan yang diaspirasi
diperlukan. Meskipun etiologi abses ini biasanya adalah
staphylococcus, abses ini kadang disebabkan oleh campuran bakteri
aerob dan anaerob yang lebih kompleks. Bau busuk dan pewarnaan
gram pus menunjukkan adanya organism campuran.
Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan
berindurasi serta dapat mengalami super infeksi. Etiologinya tidak
jelas,tetapi mungkin merupakan hasil perubahan peradangan benda
asing, nekrosis, dan infeksi derajat rendah.
Berikut adalah pathway dari selulitis :

16
2.5 Edukasi pada Tatalaksana
Tatalaksana yang dapat dilakukan diantaranya yaitu membuang cairan
synovial yang telah terinfeksi, pemberian terapi antimikroba yang tepat dan
imobilisasi sendi untuk mengontrol rasa nyeri. Edukasi pada pasien dapat
dilakukan dengan menganjurkannya rutin mengonsumsi obat antimikroba
yang diberikan. Imobilisasi tidak perlu dilakukan pada saat-saat pertama.
Apabila kondisi pasien berespon adekuat setelah 5 hari dari tatalaksana,
mobilisasi pada sendi yang terinfeksi dapat dilakukan, sedangkan
pembuangan cairan synovial lewat operasi hanya dilakukan apabila sendi
yang terinfeksi sulit untuk dijangkau seperti sendi pada pinggul.[1]
Edukasi pasien tentang penggunaan obat intravena secara berlebihan
juga dapat diberikan agar apabila prognosis dari kasus baik, septic arthritis
tidak muncul kembali.25

17
BAB III
KESIMPULAN
A 22 years old man suffered septic arthritis caused by Staphylococcus aureus
systemic infection and it will need pharmacological and non-pharmacological
teraphy.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Doherty, Gerard M. Septic Arthritis, In: Current Surgical Diagnosis and


Treatment 12th Edition. New York: McGraw-Hill. 2003. pp 1199-1200
2. Darya, Wayan dan Tjokorda Raka Putra. Diagnosis Dan Penatalaksanaan
Artritis Septik. Denpasar: FK Universitas Udayana-RSUP Sanglah; 2009
3. Gupta MN, Sturrock RD, Field M. A prospective 2-year study of 75
patients with adult-onset septic arthritis. J Rheumatology 2001;40:24-3
4. Kaandorp CJE, Dinant HJ, van de Laar MAFJ, Moens HJB, Prins APA,
Dijkmans BAC. Incidence and source of native and prosthetic joint
infection: a community based prospective survey.
5. Morgan DS, Fisher D, Merianos A,Currie BJ. An 18 year clinical review of
septic arthritis from tropical Australia. Epidemiol Infect 1996;117 (3):423-8
6. Shirtliff ME, Mader JT. Acute septic arthritis. Clinical microbiology reviews
2002:15;527-44
7. Hughes LB. Infectious Arthritis. In: Koopman WJ, Moreland LW, Ed.
Arthritis and allied conditionsa text book of rheumatology. 15th ed.
Philadelpia: Lippincott William & Wilkins, 2005.p.2577-2601
8. Gupta M N, Sturrock R D, Field M. Prospective comparative study of
patients with culture proven and high suspicion of adult onset septic
arthritis. Annals of the Rheumatic Diseases 2003;62:327-31.
9. Albus A, Arbeit RD, Lee JC.Virulence of Staphylococcus aureus mutants
altered in type 5 capsule production. Infect Immun 1991;59(3):1008-14.
10. Dalla Vestra M, Rettore C, Sartore P, Velo E, Sasset L, Chiesa G, et al.
Acute septic arthritis: remember gonorrhea. Rheumatol Int. 2008 Nov.
29(1): 81-5.
11. Smith JW, Chalupa P, Shabaz Hasan M. Infectious arthritis, clinical
features, laboratory findings and treatment. Clin Microbiol Infect. 2006
Apr. 12(4): 309-14.
12. Garcia-De La Torre I, Nava Zalava a. Gonococcal and nongonococcal
arthritis. Rheum Dis Clin North Am. 2009 Feb. 35(1): 63-73.
13. Shirtliff ME, Mader JT. Acute septic arthritis. Clinical microbiology reviews
2002:15;527-44

19
14. Coakley G, Mathews C, Field M, Jones A, Kingsley G, et al. BSR &
BHPR, BOA, RCGP and BSAC guidelines for management of the hot
swollen joint in adults. Rheumatology 2006;45:1039–41
15. Hultgren O, Kopf M, Tarkowski A. Staphylococcus aureus-induced septic
arthritis and septic : death is decreased in IL-4-deficient mice: role of IL-4
as promoter for bacterial growth. Journal of Immunology 1998;160:5082-
7.
16. Brusch JL. Septic arthritis. Available from: URL: http://www.emedicine.
com/med/topic3394.htm. Accessed on: 15th April 2008.
17. Dikranian AH, Weisman MH. Principle of diagnosis and treatment of joint
infections. In : Koopman WJ, Ed. Arthritis and allied conditions. 14th ed.
New York: Lippincott Williams & Wilkins, 1998.p.2551-67.
18. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol
3. Jakarta : EGC
19. Potter, Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Proses Dan Praktik.
Ed. 4. Jakarta: EGC
20. Darmadi, 2008, Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya,
Salemba Medika, Jakarta.
21. Ross JJ, Shamsuddin H. Sternoclavicular septic arthritis: review of 180
cases. Medicine (Baltimore). 2004 May. 83(3): 139-48.
22. http://www.medicinenet.com/script/main/mobileart.asp?articlekey=97492&
page=5, diakses tanggal 23 Desember 2016, pukul 03:15
23. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Bukuajarpatologiedisi 9. Jakarta
:PenerbitBukuKedokteran EGC. 2013
24. Braunwald, E., Fauci, A.S., Isselbacher, K.J., Wilson, J.D., Martin, J.B.,
Kasper, D.L., et al, 2001. Harrison's Principles of Internal Medicine.
Philadelphia: McGraw-Hill
25. http://emedicine.medscape.com/article/236299-treatment#d12

20

You might also like