Professional Documents
Culture Documents
PEMICU 4
MODUL MUSKULOSKELETAL
Kelompok Diskusi 2
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Trigger
A 22-year-old man who is a known IV drug abuser presents with a 6-day
history of pain and swelling in his left knee. On examination there are
multiple sites of IV puncture on his arms. His left knee is hot, tender,
swelling, and highly restricted range of movement. There is cellulitic changes
of the overlying skin. There is no sign of inflammation in any other joints. His
temperature is 38,90C. There is no history of trauma before.
3.3 Keywords
1. A 22 years old man
2. Intravena drug abuser
3. 38,90C
4. Cellulitic
5. Restricted ROM
6. Pain and swelling for 6 days
7. Left knee
8. Intravena puncture
2
3.5 Problem Analyze
3.6 Hypothesis
A 22 years old man suffered septic arthritis.
3
f. Diagnosis
g. Penatalaksanaan
h. Manifestasi klinis
i. Diagnosis banding
2. Obat intravena
a. Definisi
b. Indikasi dan kontraindikasi
3. Studi kasus : Hubungan antara penggunaan obat intravena dengan
infeksi arthritis?
4. Apa itu selulitis dan bagaimana proses terjadinya? Edukasi pada
tatalaksana
BAB II
4
PEMBAHASAN
2.1.3 Epidemiologi
5
Insiden septik artritis pada populasi umum bervariasi 2-10 kasus per
100.000 orang per tahun. Insiden ini meningkat pada penderita dengan
peningkatan risiko seperti artritis rheumatoid 28-38 kasus per 100.000 per
tahun, penderita dengan prosthesis sendi 40-68 kasus/100.000/tahun.
Puncak insiden pada kelompok umur adalah anak-anak usia kurang dari 5
tahun (5 per 100.000/tahun) dan dewasa usia lebih dari 64 tahun (8,4
kasus/100.000 penduduk/tahun). 3,4
Kebanyakan artritis septik terjadi pada satu sendi, sedangkan keterlibatan
poliartikular terjadi 10-15% kasus. Sendi lutut merupakan sendi yang
paling sering terkena sekitar 48-56%, diikuti oleh sendi panggul 16-21%,
dan pergelangan kaki 8%.4,5
6
fagositosis dan opsonisasi serta memungkinkan bakteri bertahan
hidup intraseluler. 6,8
3. Respon Imun Hospes
Sekali kolonisasi dalam ruang sendi, bakteri secara cepat
berproliferasi dan mengaktifkan respon inflamasi akut. Awalnya
sel sinovial melepaskan sitokin proinflamasi termasuk interleukin-
1 (IL-1 ), dan IL-6. Sitokin ini mengaktifkan pelepasan protein
fase akut dari hepar dan juga mengaktifkan sistem komplemen.
Demikian juga terjadi masuknya sel polymorphonuclear (PMN) ke
dalam ruang sendi. Tumor necrosis factor- (TNF- dan sitokin
inflamasi lainnya penting dalam mengaktifkan PMN agar terjadi
fogistosis bakteri yang efektif. Kelebihan sitokin seperti TNF- , IL-
1 , IL-6, dan IL-8 dan macrophage colony-stimulating factor
dalam ruang sendi menyebabkan kerusakan rawan sendi dan
tulang yang cepat. Sel-sel fagosit mononoklear seperti monosit
dan makrofag migrasi ke ruang sendi segera setelah PMN, tetapi
perannya belum jelas. Komponen lain yang penting pada imun
inat pada infeksi stafilokokus adalah sel natural killer (NK), dan
nitric oxide (NO). Sedangkan peran dari limfosit T dan B dan
respon imun didapat pada artritis septik tidak jelas.6,9
1. Gonococcal Arthritis
Gonococcal arthritis disebabkan oleh infeksi bakteri gram
negative diplococcus Neisseria gonorrhoeae. Pasien dengan
arthritis gonococcal biasanya memerlukan terapi antibiotic
intravena, bila keadaan semakin membaik, dapat diberikan secara
oral. Tidak seperti Staphylococcus aureus septic arthritis,
gonococcal arthritis jarang berhubungan dengan perusakan
sendi.10
2. Nongonococcal Arthritis
Nongonococcal arthritis adalah penyakit akut atau subakut
dengan potensi morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Hal ini
7
dapat disebabkan oleh bakteri, mycobacteria, atau fungi. Infeksi
nongonococcal merupakan penyakit monoartikular, namun pada
kurang lebih 10% dari pasien nongonococcal arthritis mengalami
efek pada beberapa sendi.11,12
8
pengecatan gram pada cairan sinovial. 75% kasus arthritis
positif menunjukkan kultur stafilokokus dan 50% pada artritis
positif kultur basil gram negatif.
c. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR dapat mendeteksi adanya asam nukleat
bakteri dalam jumlah kecil dengan sensifitas dan spesifitas
hampir 100%. Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan
PCR adalah: (1) bakteri dapat terdeteksi dengan cepat, (2)
bakteri dengan pertumbuhan lambat dan yang tidak dapat
dikultur juga dapat terdeteksi, (3) pada pasien yang sedang
menjalani terapi, bakterinya juga dapat terdeteksi, (4)
mengidentifikasi bakteri baru sebagai penyebab. Namun apabila
selama proses pemeriksaan bahan maupun reagen yang
digunakan mengalami kontaminasi, maka hasil yang didapatkan
positif palsu.
d. Pemeriksaan Radiologi
Pada hari pertama ditemukan adanya pembengkakan
kapsul sendi dan jaringan lunak sendi yang terkena, pergeseran
bantalan lemak, dan pelebaran ruang sendi.Pada minggu
pertama terjadi o steoporosis periartikular.7-14 hari terjadi
penyempitan ruang sendi difus dan erosi karena destruksi
kartilago. Apabila tidak dilakukan terapi yang adekuat, maka
akan nampak destruksi sendi, osteomyelitis, ankilosis,
kalsifikasi jaringan periartikular, atau hilangnya tulang
subkondral diikuti dengan sklerosis reaktif.
e. Pemeriksaan USG
Dilakukan apabila kelainan baik intra maupun ekstra
articular tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi.Cairan
sinovial yang hiperekoik dan penebalan kapsul sendi
merupakan gambaran karakteristik artritis septik.Sedangkan
pemeriksaan dengan MRI ataupun CT-scan dilakukan untuk
menentukan luasnya tulang dan jaringan mengalami infeksi.
Jadi, secara umum diagnosis klinis dari artritis septik
adalah nyeri pada sendi, terjadi pembengkakan, terasa hangat
disertai demam yang terjadi secara akut disertai dengan
9
pemeriksaan cairan sendi dengan jumlah lekosit >50.000
sel/mm3 dan dipastikan dengan ditemukannya kuman patogen
dalam cairan sendi.
10
Modifikasi antibiotika dilakukan bila sudah ada hasil kultur dan
sensitivitas bakteri. Perlu diingat bahwa vankomisin tidak
dilanjutkan pada pasien dengan infeksi stafilokokus atau
streptokokus yang sensitif dengan Blaktam. Perjalanan klinik
pasien juga perlu sebagai bahan pertimbangan karena korelasi
pemeriksaan sensitivitas dan resistensi bakteri in vitro dengan in
vivo tidak absolut sesuai.
Secara umum rekomendasi pemberian antibiotika intravenus
paling sedikit selama 2 minggu, diikuti dengan pemberian
antibiotika oral selama 1-4 minggu. Pemberian antibiotika
intravenus yang lebih lama diindikasikan pada infeksi bakteri yang
sulit dieradikasi seperti P aerogenosa atau Enterobacter sp. Pada
kasus yang bakterimia S aureus dan arthtritis sekunder S aureus
diberikan antibiotika parenteral 4 minggu untuk mencegah infeksi
rekuren. Pemberian antibiotika intra artikulartidak efektif dan justru
dapat menimbulkan sinovitis kemikal.13,14
11
artritis reumatoid. Bila terjadi demam dan flare pada artritis reumatoid
maka perlu dipikirkan kemungkinan artritis septik.6,15
Pada pemeriksaan fisik sendi ditemukan tanda-tanda eritema,
pembengkakan (90% kasus), hangat, dan nyeri tekan yang merupakan
tanda penting untuk mendiaganosis infeksi. Efusi biasanya sangat
jelas/banyak, dan berhubungan dengan keterbatasan ruang lingkup gerak
sendi baik aktif maupun pasif. Tetapi tanda ini menjadi kurang jelas bila
infeksi mengenai sendi tulang belakang, panggul, dan sendi bahu.6,15
12
inflamasi.Penderita juga sering mengalami entesopati atau uveitis,
lesi kulit atau membran mukosa.6,16
3. Preexisting joint infection.
Penderita dengan penyakit sendi kronik yang mendasari
seperti arthritis rheumatoid, osteoartritis, dan penyakit jaringan ikat
lainnya mengalami flare dan memberikan gambaran yang
menyerupai artritis septik atau mengalami infeksi sehingga
memberikan prognosis yang buruk karena sering terjadi
keterlambatan diagnosis artritis septik. Sering pasien tidak
mengalami demam dan gambaran klinis yang indolen. Sehingga
diagnosis artritis septic harus selalu dipikirkan bila terjadi inflamasi
mendadak pada satu atau dua sendi pada pasien ini.6
4. Arthritis traumatik
Artritis traumatik merupakan artritis yang disebabkan oleh
adanya trauma baik trauma tumpul, penetrasi, maupun trauma
berulang atau trauma dari pergerakan yang tidak sesuai dari sendi
yang selanjutnya menimbulkan nekrosis avaskular. Nekrosis
avaskular terjadi karena terhentinya aliran darah ke bagian kaput
femoral dan selanjutnya tulang menjadi rapuh. Kartilago yang
mengelilingi menjadi rusak dan menimbulkan keluhan dan gejala
berupa pembengkakan, nyeri, instabilitas sendi, dan perdarahan
internal. Analisa cairan sendi ditemukan banyak se-sel darah
merah.8,17
5. Arthritis viral
Penderita dengan artritis viral biasanya dengan manifestasi
poliartritis umumnya mengenai sendi-sendi kecil yang simetris,
demam, limfadenopati dan adanya karakteristik rash. Pada
pemeriksaan cairan sendi tampak banyak sel-sel mononuklear
dan kadar glukosa yang normal.6,16
13
elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrient (biasanya glukosa),
vitamin atau obat.18
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika
pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk
memberikan garam yang dirperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk
metabolisme dan memberikan medikasi.19
14
Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedakobat
masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain
dipertimbangkan.
Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga
diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh
balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah
tercapai, misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat
dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini
juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui
infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki
bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat
dalam darah untuk membunuh bakteri.
Kontraindikasi pada pemberian terapi intravena: Inflamasi
(bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada
tindakan hemodialisis (cuci darah). Obat-obatan yang berpotensi iritan
terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya
pembuluh vena di tungkai dan kaki).
15
Selulitis adalah infeksi kulit yang menyerupai erisipelas, merupakan
infeksi akut oleh Streptococcus hemolyticus. Perbedaannya ialah
selain mengenai epidermis dan dermis, juga mengenai subkutis.
Gejala konstitusi dan tempat predileksi sama dengan erisipelas, tetapi
pada selulitis kelainan kulit berupa infiltrate difus di subkutan disertai
tanda radang akut. 23
16
2.5 Edukasi pada Tatalaksana
Tatalaksana yang dapat dilakukan diantaranya yaitu membuang cairan
synovial yang telah terinfeksi, pemberian terapi antimikroba yang tepat dan
imobilisasi sendi untuk mengontrol rasa nyeri. Edukasi pada pasien dapat
dilakukan dengan menganjurkannya rutin mengonsumsi obat antimikroba
yang diberikan. Imobilisasi tidak perlu dilakukan pada saat-saat pertama.
Apabila kondisi pasien berespon adekuat setelah 5 hari dari tatalaksana,
mobilisasi pada sendi yang terinfeksi dapat dilakukan, sedangkan
pembuangan cairan synovial lewat operasi hanya dilakukan apabila sendi
yang terinfeksi sulit untuk dijangkau seperti sendi pada pinggul.[1]
Edukasi pasien tentang penggunaan obat intravena secara berlebihan
juga dapat diberikan agar apabila prognosis dari kasus baik, septic arthritis
tidak muncul kembali.25
17
BAB III
KESIMPULAN
A 22 years old man suffered septic arthritis caused by Staphylococcus aureus
systemic infection and it will need pharmacological and non-pharmacological
teraphy.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
14. Coakley G, Mathews C, Field M, Jones A, Kingsley G, et al. BSR &
BHPR, BOA, RCGP and BSAC guidelines for management of the hot
swollen joint in adults. Rheumatology 2006;45:1039–41
15. Hultgren O, Kopf M, Tarkowski A. Staphylococcus aureus-induced septic
arthritis and septic : death is decreased in IL-4-deficient mice: role of IL-4
as promoter for bacterial growth. Journal of Immunology 1998;160:5082-
7.
16. Brusch JL. Septic arthritis. Available from: URL: http://www.emedicine.
com/med/topic3394.htm. Accessed on: 15th April 2008.
17. Dikranian AH, Weisman MH. Principle of diagnosis and treatment of joint
infections. In : Koopman WJ, Ed. Arthritis and allied conditions. 14th ed.
New York: Lippincott Williams & Wilkins, 1998.p.2551-67.
18. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol
3. Jakarta : EGC
19. Potter, Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Proses Dan Praktik.
Ed. 4. Jakarta: EGC
20. Darmadi, 2008, Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya,
Salemba Medika, Jakarta.
21. Ross JJ, Shamsuddin H. Sternoclavicular septic arthritis: review of 180
cases. Medicine (Baltimore). 2004 May. 83(3): 139-48.
22. http://www.medicinenet.com/script/main/mobileart.asp?articlekey=97492&
page=5, diakses tanggal 23 Desember 2016, pukul 03:15
23. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Bukuajarpatologiedisi 9. Jakarta
:PenerbitBukuKedokteran EGC. 2013
24. Braunwald, E., Fauci, A.S., Isselbacher, K.J., Wilson, J.D., Martin, J.B.,
Kasper, D.L., et al, 2001. Harrison's Principles of Internal Medicine.
Philadelphia: McGraw-Hill
25. http://emedicine.medscape.com/article/236299-treatment#d12
20