You are on page 1of 28

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Rheumatoid Arthritis

2.1.1 Definisi Rheumatoid Arthritis

Artritis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

inflamasi atau peradangan sendi. Kata ini berasal dari bahasa yunani,

arthros, yang artinya sendi dan itis, yang artinya inflamasi. (wendi,

2010).

Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi kronis, destruktif,

dimana sistem imun menyerang lapisan sendi dan bagian dari luar

tubuh, termasuk tendon, ligamen dan tulang. Penyakit ini cenderung

kambuh, biasanya tanpa alasan yang jelas, dan lalu sembuh sendiri

kadang-kadang selama satu bulan atau bahkan setahun. (wendi, 2010).

Artritis reumatoid(AR) adalah gangguan kronis, inflamasi sistemik

yang dapat mempengaruhi banyak jaringan dan organ, tetapi terutama

menyerang fleksibel (sinovial) sendi. Proses ini melibatkan suatu

respon inflamasi dari kapsul sekitar sendi (sinovium) sekunder

pembengkakan (hiperplasi) sel sinovial, cairan sinovial berlebih, dan

pengembangan jaringan fibrosa (pannus) di sinovium. (dalam IP

SUIRAOKA, 2012:128).
2.1.2 Etiologi

Penyebab Artritis Rhemathoid masih belum diketahui. Faktor

genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan

dalam timbulnya penyakit ini (Nugroho, 2012). Kecendrungan wanita

untuk menderita Artritis Rhemathoid dan sering dijumpainya remisi

pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya

faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang

berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian

hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan

sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan

bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini

(Nugroho, 2012)

Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab

Artitis Rhemathoid. Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab Artritis

Rhemathoid juga timbul karena umumnya onset penyakit ini terjadi

secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi

yang mencolok. Walaupun hingga kini belum berhasil dilakukan isolasi

suatu mikroorganisme dari jaringan sinovial, hal ini tidak

menyingkirkan kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen

peptidoglikan atau endotoksin mikroorganisme yang dapat mencetuskan

terjadinya Artritis Rhemathoid. Agen infeksius yang diduga merupakan

penyebab Artritis Rhemathoid antara lain adalah bakteri, mikroplasma

atau virus (Nugroho, 2012).


2.1.3 Manifestasi Klinis

Menurut Nugroho (2012), ada beberapa manifestasi klinis yang

lazim ditemukan pada penderita Artritis Rhemathoid. Gejala ini tidak

harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit

ini memiliki gambaran yang sangat bervariasi.

a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat

badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian

hebatnya.

b. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-

sendi ditangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi

interfalangs distal. Hampir semua sendi artrodial dapat terserang.

c. Kekakuan dipagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat

generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini

berbeda dengan kekakuan sendi pada Osteoartritis, yang biasanya

hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari

1 jam.

d. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran

radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di

tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.

e. Deformitas : kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi

dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari,

subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan

leher angsa adalah beberapra deformitas tangan yang sering

dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protusi (tonjolan)


kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.

Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan mengalami

pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan

gerak ekstensi.

f. Nodula-nodula Rhemathoid adalah massa subkutan yang

ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita Artritis

Rhemathoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah

bursa olekranon (sendi siku) atau disepanjang permukaan

ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-nodula ini

dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-

nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit

yang aktif dan lebih berat.

g. Manifestasi ekstra-artikular : Artritis Rhemathoid juga dapat

menyerang organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis),

paru-paru (pleuritis), mata dan pembuluh darah dapat rusak.

2.1.4 Patofisiologi

Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena

inflamasi dan degenerasi yang terlihat pada penyakit rematik. Inflamasi

akan terlihat pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit rematik

inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang

terjadi merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan

pannus (proliferasi jaringan synovial). Inflamasi merupakan akibat dari

respon imun (Nugroho, 2012).


Pada penyakit rematik degeneratif dapat terjadi proses inflamasi

yang sekunder. Sinovitis ini biasanya lebih ringan serta

menggambarkan suatu proses reaktif. Sinovitis dapat berhubungan

dengan pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas dari kartilago

artikuler yang mengalami degenerasi kendati faktor-faktor imunologi

dapat pula terlibat (Nugroho, 2012). Artritis Rhemathoid merupakan

manifestasi dari respon sistem imun terhadap antigen asing pada

individu-individu dengan predisposisi genetik (Nugroho, 2012).

Suatu antigen penyebab Artritis Rhemathoid yang berada pada

membran sinovial akan memicu proses inflamasi. Proses inflamasi

mengaktifkan terbentuknya makrofag. Makrofag akan meningkatkan

aktivitas fagositosisnya terhadap antigen dan merangsang proliferasi

dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibody. Setelah berikatan

dengan antigen, antibody yang dihasilkan akan membentuk komplek

imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi.

Pengendapan komplek imun ini akan mengaktivasi sistem komplemen

C5a (Nugroho, 2012).

Komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain

meningkatkan permiabilitas vaskuler, juga dapat menarik lebih banyak

polimorfonukler (PMN) dan monosit kearah lokasi tersebut (Nugroho,

2012). Fagositosi komplek imun oleh sel radang akan disertai

pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrin,

prostaglandin yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang.


Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi

hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas

cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan

proteoglikan rawan sendi (Nugroho, 2012).Pengendapan komplek imun

akan menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan

terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta

aktivasi jalur asam arakidonat yang akan memecah kolagen sehingga

terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya terbentuk

pannus (Nugroho, 2012).Masuknya sel radang ke dalam membran

sinovial akibat pengendapan komplek imun menyebabkan terbentuknya

pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam

pathogenesis Artritis Rhemathoid. Pannus merupakan jaringan granulasi

yang terdiri dari sel fibroblast yang berproliferasi, mikrovaskuler dan

berbagai jenis sel radang. Secara histopatologis pada daerah perbatasan

rawan sendi dan pannus terdapatnya sel mononukleus, umumnya

banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan proteoglikan

(Nugroho, 2012)
2.2 TEORI KELUARGA
1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang hidup

bersama melalui ikatan perkawinan dan kedekatan emosi yang masing-

masing mengidentifikasi diri sebagai bagian dari keluarga (Ekasari, 2000).

Menurut Duval, 1997 (dalam Supartini, 2004) mengemukakan

bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan

perkawinan, adopsi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan

mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,

mental, emosional dan sosial setiap anggota.

Bailon, 1978 (dalam Achjar, 2010) berpendapat bahwa keluarga

sebagai dua atau lebih individu yang berhubungan karena hubungan darah,

ikatan perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga,

berinteraksi satu sama lain dalam peranannya dan menciptakan serta

mempertahankan budaya.

Keluarga adalah suatu sistem sosial yang dapat menggambarkan

adanya jaringan kerja dari orang-orang yang secara regular berinteraksi

satu sama lain yang ditunjukkan oleh adanya hubungan yang saling

tergantung dan mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan (Leininger,

1976).

Jadi dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan dua

orang atau lebih yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi,

hubungan darah, hidup dalam satu rumah tangga, memiliki kedekatan


emosional, dan berinteraksi satu sama lain yang saling ketergantungan

untuk menciptakan atau mempertahankan budaya, meningkatkan

perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial setiap anggota dalam

rangka mencapai tujuan bersama.

2. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga

Tahap dan siklus tumbuh kembang keluarga menurut Duval 1985

dan Friedman 1998, ada 8 tahap tumbuh kembang keluarga, yaitu :

2.1 Tahap I : Keluarga Pemula

Keluarga pemula merujuk pada pasangan menikah/tahap

pernikahan. Tugas perkembangan keluarga saat ini adalah

membangun perkawinan yang saling memuaskan, menghubungkan

jaringan persaudaraan secara harmonis, merencanakan keluarga

berencana.

2.2 Tahap II : Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi

sampai umur 30 bulan)

Tugas perkembangan keluarga pada tahap II, yaitu membentuk

keluarga muda sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan

perkawinan yang memuaskan, memperluas persahabatan dengan

keluarga besar dengan menambahkan peran orang tua kakek dan

nenek dan mensosialisasikan dengan lingkungan keluarga besar

masing-masing pasangan.
2.3 Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua

berumur 2-6 tahun)

Tugas perkembangan keluarga pada tahap III, yaitu

memenuhi kebutuhan anggota keluarga, mensosialisasikan anak,

mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi

kebutuhan anak yang lainnya, mempertahankan hubungan yang

sehat dalam keluarga dan luar keluarga, menanamkan nilai dan

norma kehidupan, mulai mengenalkan kultur keluarga,

menanamkan keyakinan beragama, memenuhi kebutuhan bermain

anak.

2.4 Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6-

13 tahun)

Tugas perkembangan keluarga tahap IV, yaitu

mensosialisasikan anak termasuk meningkatkan prestasi sekolah

dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya,

mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan,

memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga,

membiasakan belajar teratur, memperhatikan anak saat

menyelesaikan tugas sekolah.

2.5 Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20

tahun)

Tugas perkembangan keluarga pada tahap V, yaitu

menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja


menjadi dewasa dan mandiri, memfokuskan kembali hubungan

perkawinan, berkomunikasi secara terbuka antara orang tua dan

anak-anak, memberikan perhatian, memberikan kebebasan dalam

batasan tanggung jawab, mempertahankan komunikasi terbuka dua

arah.

2.6 Tahap VI : Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda

(mencakup anak pertama sampai anak terakhir yang meninggalkan

rumah)

Tahap ini adalah tahap keluarga melepas anak dewasa muda

dengan tugas perkembangan keluarga antara lain memperluas

siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru yang

didapat dari hasil pernikahan anak-anaknya, melanjutkan untuk

memperbaharui dan menyelesaikan kembali hubungan perkawinan,

membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami dan

istri.

2.7 Tahap VII : Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan atau

pensiunan)

Tahap keluarga pertengahan dimulai ketika anak terakhir

meninggalkan rumah dan berakhir atau kematian salah satu

pasangan. Tahap ini juga dimulai ketika orang tua memasuki usia

45-55 tahun dan berakhir pada saat pasangan pensiun. Tugas

perkembangannya adalah menyediakan lingkungan yang sehat,

mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arah


dengan lansia dan anak-anak, memperoleh hubungna perkawinan

yang kokoh.

2.8 Tahap VIII : Keluarga dalam tahap pensiunan dan lansia

Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki

masa pensiun terutama berlangsung hingga salah satu pasangan

meninggal dan berakhir dengan pasangan lain meninggal. Tugas

perkembangan keluarga adalah mempertahankan pengaturan hidup

yang memuaskan, menyesuaikan terhadap pendapatan yang

menurun, mempertahankan hubungan perkawinan, menyesuaikan

diri terhadap kehilangan pasangan dan mempertahankan ikatan

keluarga antara generasi.

3. Tipe Keluarga

Menurut Maclin,1988 (dalam Achjar, 2010) pembagian tipe keluarga yaitu

3.1 Keluarga Tradisional


3.1.1 Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan

anak-anak yang hidup dalam rumah tangga yang sama.


3.1.2 Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu keluarga yang hanya

dengan satu orang yang mengepalai akibat dari perceraian,

pisah, atau ditinggalkan.


3.1.3 Pasangan inti hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa anak

atau tidak ada anak yang tinggal bersama mereka.


3.1.4 Bujang dewasa yang tinggal sendiri
3.1.5 Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagai pencari

nafkah, istri tinggal di rumah dengan anak sudah kawin atau

bekerja.
3.1.6 Jaringan keluarga besar, terdiri dari dua keluarga inti atau

lebih atau anggota yang tidak menikah hidup berdekatan dalam

daerah geografis.

3.2 Keluarga non tradisional


3.2.1 Keluarga dengan orang tua yang mempunyai anak tetapi tidak

menikah (biasanya terdiri dari ibu dan anaknya).


3.2.2 Pasangan suami istri yang tidak menikah dan telah mempunyai

anak
3.2.3 Keluarga gay/ lesbian adalah pasangan yang berjenis kelamin

sama hidup bersama sebagai pasangan yang menikah


3.2.4 Keluarga kemuni adalah rumah tangga yang terdiri dari lebih

satu pasangan monogamy dengan anak-anak, secara bersama

menggunakan fasilitas, sumber dan mempunyai pengalaman

yang sama.

Sedangkan tipe keluarga menurut Allender dan Spradley (2001)

3.1 Keluarga tradisional

3.1.1 Keluarga Inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang terdiri dari

suami, istri, dan anak kandung atau anak angkat

3.1.2 Keluarga besar (extended family) yaitu keluarga inti ditambah

dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah,

misalnya kakek, nenek, paman, dan bibi

3.1.3 Keluarga dyad yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri

tanpa anak
3.1.4 Single parent yaitu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua

dengan anak kandung atau anak angkat, yang disebabkan karena

perceraian atau kematian.

3.1.5 Single adult yaitu rumah tangga yang hanya terdiri dariseorang

dewasa saja

3.1.6 Keluarga usia lanjut yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami

istri yang berusia lanjut.

3.2 Keluarga non tradisional

3.2.1 Commune family yaitu lebih dari satu keluarga tanpa pertalian

darah hidup serumah

3.2.2 Orang tua (ayah/ ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan

anak hidup bersama dalam satu rumah


3.2.3 Homoseksual yaitu dua individu yang sejenis kelamin hidup

bersama dalam satu rumah tangga

Menurut Carter dan Mc Goldrick (1988) dalam Setiawan dan Darmawan (2005)

3.1 Keluarga berantai (sereal family) yaitu keluarga yang terdiri dari

wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan

merupakan satu keluarga inti.

3.2 Keluarga berkomposisi yaitu keluarga yang perkawinannya

berpoligami dan hidup secara bersama-sama.

3.3 Keluarga kabitas yaitu keluarga yang terbentuk tanpa pernikahan


4. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur

keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarganya. Fungsi

keluarga menurut Friedman (1998) dalam Setiawati dan Darmawan (2005),

yaitu:

4.1 Fungsi afektif

Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi

kebutuhan pemeliharaan kepribadian anggota keluarga.

4.2 Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialisasi bercermin dalam melakukan pembinaan

sosialisasi pada anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak,

memberikan batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak,

meneruskan nilai-nilai budaya anak.

4.3 Fungsi perawatan kesehatan

Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi

keluarga dalam melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota

keluarga serta menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik,

mental, dan spiritual, dengan cara memelihara dan merawat anggota

keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarga.

4.4 Fungsi ekonomi


Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti

sandang, pangan, dan papan, dan kebutuhan lainnya melalui

keefektifan sumber daya keluarga.

4.5 Fungsi biologis

Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskn keturunan

tetapi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan

generasi selanjutnya.

4.6 Fungsi psikologis

Fungsi psikologis terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih

sayang dan rasa aman/ memberikan perhatian diantara anggota

keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan

memberikan identitas keluarga.

4.7 Fungsi pendidikan

Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan

pengetahuan, keterampilan membentuk perilaku anak, mempersiapkan

anak untuk kehidupan dewasa mendidik anak sesuai dengan tingkatan

perkembangannya.

5. Tugas Keperawatan Keluarga


Tugas keluarga merupakan pengumpulan data yang berkaitan

dengan ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah

kesehatan. Asuhan keperawatan keluarga mencantumkan lima tugas

keluarga sebagai paparan etiologi/ penyebab masalah dan biasanya


dikaji pada saat penjajagan tahap II bila ditemui data malaadaptif pada

keluarga. Lima tugas keluarga yang diaksud adalah:


5.1 Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, termasuk

bagaimana persepsi keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit,

pengertian, tanda dan gejala, factor penyebab dan persepsi

keluarga terhadap masalah yang dialami keluarga.


5.2 Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, termasuk

sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya

masalah, bagaimana masalah dirasakan keluarga, bagaimana

keluarga menanggapi masalah yang dihadapi, adakah rasa takut

terhadap akibat atau adakah sifat negative dari keluarga terhadap

masalah kesehatan, bagaimana system pengambilan keputusan

yag dilakukan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.


5.3 Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit,

seperti bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakitnya, sifat,

dan perkembangan perawatan yang diperlukan, sumber-sumber

yang ada dalam keluarga serta sikap keluarga terhadap anggota

keluarga yang sakit.


5.4 Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan seperti

pentingnya hygiene sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan

penyakit yang dilakukan keluarga. Upaya pemeliharaan

lingkungan yang dilakukan keluarga, kekompakan anggota

keluarga dalam menata lingkungan dalam dan lingkungan luar

rumah yang berdampak terhadap kesehatan keluarga.


5.5 Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan, seperti kepercayaan keluarga terhadap petugas

kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan, keberadaan fasilitas


kesehatan yang ada, keuntungan keluarga terhadap penggunaan

fasilitas kesehatan, apakah pelayanan kesehatan terjangkau oleh

keluarga, adakah pengalaman yang kurang baik yang

dipersepsikan keluarga.

2.4 Diagnosa Keperawatan Keluarga

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan

menggambarkan respons manuasia. Dimana keadaan sehat atau perubahan

pola interaksi potensial/actual dari individu atau kelompok dimana perawat

dapat menyusun intervensi-intervensi definitive untuk mempertahankan status

kesehatan atau untuk mencegah perubahan (Carpenito, 2000).Untuk

menegakkan diagnosa dilakukan 2 hal, yaitu

a. Analisa data

Mengelompokkan data subjektif dan objektif, kemudian

dibandingkan dengan standar normal sehingga didapatkan masalah

keperawatan.

b. Perumusan diagnosa keperawatan

Komponen rumusan diagnosa keperawatan meliputi

masalah (problem) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya

kebutuhan dasar manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota

keluarga.Penyebab (etiologi) adalah kumpulan data subjektif dan

objektif.Tanda (sign) adalah sekumpulan data subjektif dan objektif

yang diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau tidak

langsung atau tidak yang mendukung masalah dan penyebab.


Dalam penyusunan masalah kesehatan dalam perawatan

keluarga mengacu pada tipologi diagnosis keperawatan keluarga

yang dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu

diagnosa sehat/Wellness/potensial, yaitu keadaan sejahtera dari

keluarga ketika telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya

dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang memungkinkan

dapat digunakan. Perumusan diagnosa potensial ini hanya terdiri

dari komponen Problem (P) saja dan sign /symptom (S) tanpa

etiologi (E).Diagnosa ancaman/risiko, yaitu masalah keperawatan

yang belum terjadi. Diagnosa ini dapat menjadi masalah actual bila

tidak segera ditanggulangi. Perumusan diagnosa risiko ini terdiri

dari komponen problem (P), etiologi (E), sign/symptom

(S).Diagnosa nyata/actual/gangguan, yaitu masalah keperawatan

yang sedang dijalani oleh keluarga dan memerlukn bantuan dengan

cepat. Perumusan diagnosa actual terdiri dari problem (P), etiologi

(E), dan sign/symptom (S).Perumusan problem (P) merupakan

respons terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan dasar.

Sedangkan etiologi mengacu pada 5 tugas keluarga.

c. Perencanaan

Perencanaan adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan

perawat untuk dilaporkan dalam memecahkan masalah kesehatan

dan keperawatan yang telah diidentifikasi

(Efendy,1998).Penyusunan rencana perawatan dilakukan dalam 2


tahap yaitu pemenuhan skala prioritas dan rencana perawatan

(Suprajitmo, 2004).

d. Skala prioritas

Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang

mempunyai skor tinggi dan disusun berurutan sampai yang

mempunyai skor terendah. Dalam menyusun prioritas masalah

kesehatan dan keperawatan keluarga harus didasarkan beberapa

criteria sebagai berikut yaitu Sifat masalah (actual, risiko,

potensial), kemungkinan masalah dapat diubah, potensi masalah

untuk dicegah, menonjolnya masalah.

Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa

keperawatan telah dari satu proses skoring menggunakan skala

yang telah dirumuskan oleh Bailon dan Maglay (1978) dalam

Effendy (1998).

Kriteria Bobot Skor

Sifat masalah 1 Aktual =3

Risiko =2

Potensial =1

Kemungkinan masalah untuk 2 Mudah =2

dipecahkan
Sebagian =1

Tidak dapat = 0

Potensi masalah untuk dicegah 1 Tinggi =3


Cukup =2

Rendah =1

Menonjolnya masalah 1 Segera diatasi = 2

Tidak segera diatasi = 1

Tidak dirasakan adanya

masalah = 0

Proses scoring dilakukan untuk setiap diagnosa

keperawatan. Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat

perawat, skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikaitkan dengan

bobot. Jumlahkan skor untuk semua criteria. Skor tertinggi berarti

prioritas (skor tertinggi 5)

e. Rencana

Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan

tujuan keperawatan. Tujuan dirumuskan untuk mengetahui atau

mengatasi serta meminimalkan stressor dan intervensi dirancang

berdasarkan tiga tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk

memperkuat garis pertahanan fleksibel, pencegahan sekunder

untuk memperkuat garis pertahanan sekunder, dan pencegahan

tersier untuk memperkuat garis pertahanan tersier (Anderson &

Fallune, 2000).Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan

jangka pendek. Tujuan jangka panjang mengacu pada bagaimana


mengatasi problem/masalah (P) di keluarga. Sedangkan penetapan

tujuan jangka pendek mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi

yang berorientasi pada lima tugas keluarga.

Adapun bentuk tindakan yang akan dilakukan dalam

intervensi nantinya adalah menggali tingkat pengetahuan atau

pemahaman keluarga mengenai masalah, mendiskusikan dengan

keluarga mengenai hal-hal yang belum diketahui dan meluruskan

mengenai intervensi/interpretasi yang salah, memberikan

penyuluhan atau menjelaskan dengan keluarga tentang faktor-

faktor penyebab, tanda dan gejala, cara menangani, cara perawatan,

cara mendapatkan pelayanan kesehatan dan pentingnya pengobatan

secara teratur. memotivasi keluarga untuk melakukan hal-hal

positif untuk kesehatan.Memberikan pujian dan penguatan kepada

keluarga atas apa yang telah diketahui dan apa yang telah

dilaksanakan.

2.5 Referensi

Hertman. Heather ( 2009 – 2011 ), Diagnosa Keperawatan dan Klasifikasi

( NANDA ). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

Nugroho Taufan ( 2012 ), Luka Bakar dan Artritis Rhemathoid. Numed :

Yogyakarta

Suprajitno ( 2004 ). Asuhan Keperawatan Keluarga, EGC : Jakarta

2.6 Hasil Penelitian Jurnal Keperawatan


Para ilmuwan dari Universitas Gorin di Israil pada tahun 2006 telah

menemukan bahwa dalam serei ada senyawa yang dapat meringankan

peradangan dan iritabilitas serta dalam tumbuhan serei itu juga terdapat

suatu senyawa yang dapat mematikan sel kanker, dalam tanaman serei

terkandung zat biotik yaitu minyak serei dikenal dengan minyak atsiri yang

dapat digunakan sebagai obat alternative untuk bahan pijat rematik.

Penelitian dari The Science and Technology yang dikutip dalam

livestrong.com telah menentukan bahwa serai memiliki manfaat antioksidan

yang dapat membantu mencegah kanker, dalam serei terdapat kandungan zat

anti-mikroba dan anti bakteri yang berguna sebagai obat infeksi serta

mengandung senyawa analgetik yang membantu menghilangkan rasa sakit

atau nyeri seperti nyeri otot dan nyeri sendi akibat artritis rheumatoid atau

anti rematik.

Menurut Sri Hyulita tahun 2013 tentang penelitian kompres serei

hangat yaitu sebelum dilakukan kompres serei hangat pada lanjut usia di

Kelurahan Tarok Dipo Wilayah Kerja Puskesmas Guguk Panjang Bukitt

Tinggi, pengukuran intensitas nyeri artritis rheumatoid lanjut usia dengan

data yang diperoleh intensitas nyeri ringan (1-3) sebanyak 3 orang (15%)

dan intensitas nyeri sedang (4-6) sebanyak 17 orang (85%). Dengan rata-

rata intensitas nyeri yang dirasakan 4,90 dan standart deviation intensitas

nyeri sebelum dilakukan kompres serei hangat sebesar 1,071. Setelah

dilakukan kompres serei hangat pada lanjut usia di Kelurahan Tarok Dipo

Wilayah Kerja Puskesmas Guguk Panjang Bukittinggi, pengukuran

intensitas nyeri artritis rheumatoid lanjut usia dengan data yang diperoleh
intensitas nyeri ringan (1-3) sebanyak 13 orang (65%) dan intensitas nyeri

sedang (4-6) sebanyak 7 orang (35%). Dengan rata-rata intensitas nyeri

yang dirasakan 2,95 dan standart deviation intensitas nyeri setelah dilakukan

kompres serei hangat sebesar 1,099. Ada pengaruh pemberian kompres serei

hangat terhadap penurunan intensitas nyeri artritis rheumatoid pada lanjut

usia dengan rata-rata penurunan intensitas nyeri yang dirasakan setelah

dilakukan kompres serei hangat 1,95 dan nilai signifikansi 0,000 <α 0,05.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh kompres serei

hangat terhadap penurunan intensitas nyeri artritis rheumatoid pada lanjut

usia.

Hasil penelitian Marlina Andriyani yang berjudul Pengaruh Kompres

Serei Hangat Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Artritis Rheumatoid Pada

Lanjut Usia Tahun 2016 didapatkan perbedaan intensitas nyeri artritis

rheumatoid sebelum dan setelah dilakukan kompres serei hangat. Ini

dibuktikan dengan uji t-test didapat nilai t sebesar 10,563 dengan nilai

signifikansi = 0,000, dengan hasil tersebut kompres serei hangat dapat

digunakan sebagai salah satu alternative untuk mengurangi intensitas nyeri

dan rasa nyeri yang dirasakan oleh lanjut usia yang menderita artritis

rheumatoid. Dapat disimpulkan bahwa kompres serei hangat berpengaruh

terhadap intensitas nyeri artritis rheumatoid dan dapat dilanjutkan sebagai

intervensi yang dapat dilakukan secara mandiri oleh penderita artritis

rheumatoid.

Menurut penelitian Astria Vina yang berjudul Perbedaan Intensitas

Nyeri Sebelum dan Sesudah Pemberian Kompres Sereh Hangat Pada Lansia
Rematik Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok Tahun

2014 menunjukan ada perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah

pemberian kompres sereh hangat pada lansia rematik. Rata-rata nyeri

sebelum 3,84 dan rata-rata sesudah 3,16. Rata-rata penurunan rasa nyeri

berdasarkan skala intensitas nyeri numerik 0,68 dan standar deviasi 0,13

dengan nilai p= 0,0005. Dari penelitian yang telah peneliti lakukan kompres

sereh hangat dapat menurunkan nyeri rematik. Diharapkan pihak puskesmas

agar dapat memberikan informasi dan menggunakan kompres sereh hangat

sebagai salah satu metode nonfarmakologi yang dapat mengurangi rasa

nyeri pasien rematik.

Berdasarkan jurnal keperawatan Ns. Ferawati, M.Kep. tahun 2017

yang berjudul Efektifitas Kompres Jahe Merah Hangat Dan Kompres Serai

Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Arthritis Remathoid Pada Lanjut Usia

Dari hasil penelitian 30 responden penderita Arthritis ramathoid di Desa

Mojoranu Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro mengenai Efektifitas

kompres jahe merah dan kompres serai terhadap penurunan intensitas nyeri

arthritis ramathoid pada lanjut usia didesa Mojoranu Kecamatan Dander

Kabupaten Bojonegoro dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh kompres

serai hangat terhadap penurunan intensitas nyeri arthritis remathoid pada

lansia di desa Mojoranu kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro

dikarenakan kompres serai hangat memiliki manfaat antioksidan yang dapat

membantu mencegah kanker, dalam serei terdapat kandungan zat anti-

mikroba dan anti bakteri yang berguna sebagai obat infeksi serta

mengandung senyawa analgetik yang membantu menghilangkan rasa sakit


atau nyeri seperti nyeri otot dan nyeri sendi akibat artritis rheumatoid atau

anti rematik.

2.7 Standar Operasional Prosedur Kompres Hangat Menggunakan Air

Rebusan Serai

2.7.1 Pengertian

Serei mengandung minyak atsiri yang memiliki sifat

kimiawi dan efek farmakologi yaitu rasa pedas dan bersifat hangat

sebagai anti radang (anti inflamasi) dan menghilangkan rasa sakit

atau nyeri yang bersifat analgetik serta melancarkan sirkulasi

darah, yang diindikasikan untuk menghilangkan nyeri otot dan

nyeri sendi pada penderita artritis rheumatoid, badan pengalinu dan

sakit kepala (Hembing, 2007)

2.7.2 Tujuan

- Diharapkan keluarga mengaplikasikan penggunaan tanaman

obat tradisional sebagai penanganan nyeri sendi maupun nyeri

otot akibat artritis rematoid


- Diharapkan keluarga dan klien mampu merawat anggota

keluarga dengan artritis rematoid menggunakan rebusan daun

serai

2.7.3 Manfaat

Serai memiliki manfaat antioksidan yang dapat membantu

mencegah kanker, dalam serei terdapat kandungan zat antimikroba

dan anti bakteri yang berguna sebagai obat infeksi serta

mengandung senyawa analgetik yang membantu menghilangkan


rasa sakit atau nyeri seperti nyeri otot dan nyeri sendi akibat artritis

rheumatoid atau anti rematik.

2.7.4 Indikasi

- Mengurangi nyeri sendi maupun nyeri otot sendi akibat

rematik

- Meningkatkan vasodilatasi perifer sehingga memberikan

relaksasi pada ketegangan otot dan nyeri

- Sebagai analgesik alami

2.7.5 Kontraindikasi

Penggunaan kompres serai hangat tidak memiliki kontraindikasi,

terapi ini akan bersifat sinergis dengan pengobatan medis artritis

remathoid.

2.7.6 Bahan dan Alat

Panci
Kompor
Baskom Kecil
Handuk Kecil/washlap
Gelas
Serei 7 Batang

Air 6 Gelas

2.7.7 Langkah-langkah

Rebus 6 gelas air dan serai yang sudah dicuci bersih hingga
mendidih

Diamkan hingga air terasa hangat atau suhu ± 36-38˚


Dekatkan dengan klien air serei yang sudah direbus dan handuk
kecil

Instruksikan kepada klien untuk duduk dengan kaki


menggantung

Celupkan handuk kecil kedalam baskom berisi air serei

Kompres pada bagian sendi yang terasa sakit selama 20menit

Jika terasa handuk sudah dingin, celupkan kembali handuk ke


dalam baskom berisi air serai lalu kompres kembali

Lakukan 1-2x sehari pagi dan sore hari

You might also like