You are on page 1of 18

136 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2012, Vol. 9, No.

2, hal 136 - 153

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia


Volume 9 Nomor 2, Desember 2012

PERANAN ETIKA, PEMERIKSAAN, DAN DENDA PAJAK


UNTUK MENINGKATKAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI

Nur Cahyonowati
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
pemuda54@yahoo.com
Dwi Ratmono
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
dwi_ratmono@yahoo.com
Faisal
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
fe_faisal@yahoo.co.id

Abstract

This study aims to examine the determinants of compliance of Indonesian tax payers i.e. tax audit, fine and
ethical variables. This study proposes a hypothesis that tax compliance is not only affected by deterrence
factors such as tax audit and tax fine but also affected by the behavioral aspect of tax payers i.e. their ethics.
The effects of tax audit and tax fine on tax compliance depend on ethical standard. This study designs
experiment of 2x2 between subjects to examine the hypotheses. The participants of this experimental study
are 40 tax payers in Semarang City. The results of this study suggest that there is an interaction between
tax fine and ethics variables that affect tax compliance. However, there is no an empirical evidence of an
interaction between ethics and tax audit that affect the level of tax compliance.
Keywords: tax compliance, tax audit, tax fine, ethic.

Abstrak
Penelitian ini betujuan menguji determinan kepatuhan wajib pajak Indonesia seperti variabel pemeriksaan
pajak, denda pajak, dan etika. Penelitian ini mengajukan hipotesis bahwa kepatuhan pajak tidak hanya
dipengaruhi deterrence factors seperti pemeriksaan dan denda pajak namun juga aspek keperilakuan
wajib pajak yaitu tingkat etika mereka. Dihipotesiskan bahwa pengaruh pemeriksaan dan denda terhadap
kepatuhan pajak tergantung pada standar etika wajib pajak orang pribadi. Penelitian ini menggunakan desain
eskperimen 2x2 between subjects untuk menguji hipotesis. Partisipan dari penelitian eksperimental ini
adalah 40 wajib pajak di Kota Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat sebuah interaksi
antara variabel denda pajak dan etika dalam mempengaruhi kepatuhan pajak. Namun, tidak terdapat bukti
empiris adanya interaksi antara pemeriksaan pajak dan etika dalam mempengaruhi kepatuhan pajak.
Kata kunci: kepatuhan pajak, pemeriksaan pajak, denda pajak, etika.

PENDAHULUAN pajak Indonesia pada tahun 2011 adalah


sebesar 11,90% (www.data.worldbank.org,
Masih rendahnya rasio pajak (tax ratio) 19 September 2013). Di tingkat regional,
Indonesia menunjukkan bahwa pemungutan angka ini lebih rendah jika dibandingkan
pajak di Indonesia belum optimal. Data tax ratio negara-negara lain di kawasan
Worldbank menunjukkan bahwa rasio Asia Tenggara seperti Filipina (12,3%),
Nur Cahyonowati, Peranan Etika, Pemeriksaan, dan Denda Pajak untuk... 137

Thailand (17,6%), atau Singapura (14,1%). untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan
Rasio pajak Indonesia juga masih jauh di pajak WP orang pribadi, sekaligus untuk
bawah rasio pajak negara berkembang seperti meningkatkan perim-bangan penerimaan pajak
Australia dengan tax ratio sebesar 20,6%. antara WP orang pribadi dan WP badan. UU
Selain masih rendahnya tax ratio, tax coverage No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum
ratio Indonesia juga belum menunjukkan rasio dan tata cara perpajakan mengatur bahwa
yang ideal. Aviliani (2003) menunjukkan Dirjen Pajak dapat melakukan pemeriksaan
bahwa tax coverage ratio sebesar 1:18, artinya pajak untuk mengetahui apakah wajib pajak
dari 18 juta wajib pajak yang efektif terjaring telah memenuhi kewajiban formal dan/
hanya 1 (satu) juta wajib pajak. atau kewajiban material. Hasil pemeriksaan
Rendahnya penerimaan pajak kemung- tertuang pada Surat Ketetapan Pajak yang
kinan besar berhubungan dengan tingkat menunjukkan Kurang Bayar ataupun Lebih
kepatuhan wajib pajak. Hasil empiris Bayar. Dirjen pajak juga berwenang untuk
menunjukkan bahwa penerimaan pajak memberikan sanksi administrasi berupa
ditentukan oleh tingkat kepatuhan wajib denda untuk kepentingan tertib administrasi
pajak. Asri dan Vinola (2009) memberikan perpajakan dan meningkatkan kepatuhan
bukti empiris bahwa tingkat kepatuhan wajib Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
pajak badan berpengaruh positif terhadap menyampaikan Surat Pemberitahuan.
peningkatan penerimaan pajak. Penerimaan Hasil penelitian Cahyonowati (2011)
perpajakan Indonesia dari pajak penghasilan menunjukkan bahwa kepatuhan WP orang
(PPh) orang pribadi pada 2008 hanya 22,89%, pribadi di Indonesia harus dipaksakan melalui
sedangkan penerimaan dari PPh badan mekanisme denda dan pemeriksaan pajak
terhadap realisasi penerimaan PPh nonmigas (enforced tax compliance). Dengan kata lain,
mencapai 77,11% (www.pajakonline.com, WP orang pribadi belum mematuhi peraturan
30 Januari 2009). Padahal di negara maju, perpajakan secara sadar dan sukarela. Terkait
penerimaan PPh dari WP orang pribadi justru dengan kebijakan pemeriksaan pajak, Gosh
lebih besar daripada WP badan. dan Crain (1996) menyatakan bahwa kebijakan
Dalam rangka optimalisasi penerimaan tersebut mungkin hanya mempunyai dampak
pajak, Ditjen Pajak berupaya menegakkan kepatuhan pada jangka pendek saja.
aturan-aturan perpajakan antara lain melalui Berbeda dengan WP badan, dalam rangka
pemeriksaan pajak dan denda pajak yang meningkatkan kesadaran dan kepatuhan
tinggi bagi WP orang pribadi/badan yang pajak WP orang pribadi, otoritas pajak
diduga melakukan pelanggaran pajak (tax perlu memahami faktor-faktor keperilakuan
evasion). Kebijakan pemeriksaan tersebut (behavioral) apa yang memengaruhi tingkat
antara lain diatur dalam Surat Edaran Dirjen kepatuhan pajak (tax compliance) individu
Pajak tertanggal 24 Februari 2009 nomor WP orang pribadi sehingga dapat menyusun
SE-02/-PJ.04/2009 tentang Rencana dan suatu kebijakan perpajakan yang efektif.
Strategi Penyelesaian Pemeriksaan Tahun Meskipun juga ada aspek keperilakuan, namun
2009. Namun, program pemeriksaan pajak WP badan merupakan organisasi yang terdiri
tersebut mempunyai kendala yaitu terbatasnya atas sekumpulan individu sehingga analisis
jumlah pemeriksa pajak (fiskus). Dirjen Pajak perilakunya menjadi lebih sulit dilakukan. Oleh
menyatakan bahwa di negara-negara lain karena itu, Gosh dan Crain (1996) menyatakan
paling tidak rasio fiskus adalah rata-rata 30%- bahwa fokus penelitian kepatuhan pajak pada
35% dari keseluruhan jumlah pegawai pajak umumnya adalah pada WP orang pribadi.
yang dimiliki, sedangkan di Indonesia rasionya Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
masih di bawah 10% (www.indotaxcenter. motivasi terbesar kepatuhan wajib pajak
com, 30 Maret 2009). ditentukan oleh pemeriksaan pajak dan denda
Mekanisme pemeriksaan dan denda pajak pajak (misalnya Witte dan Woodbury 1985).
merupakan mekanisme yang sangat penting Namun, Alm et al. (1992) menyatakan bahwa
138 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2012, Vol. 9, No. 2, hal 136 - 153

deterrence factor (yaitu pemeriksaan dan denda eksperimen di mana bias-bias dalam penelitian
pajak) tidak cukup efisien untuk meningkatkan survei akan dapat dikurangi.
kepatuhan pajak karena probabilitas aktual Pembahasan selanjutnya meliputi: tin-
wajib pajak pribadi untuk diperiksa dan jauan pustaka mengenai kepatuhan pajak dan
denda pajak masih cukup rendah. Selanjutnya determinannya, perumusan hipotesis, desain
James et al. (2001) menyatakan bahwa tingkat eksperimen dan metode pengujian hipotesis.
kepatuhan pajak cenderung dipengaruhi oleh Pada bagian keempat akan dibahas mengenai
motivasi sosial misalnya etika, norma sosial, hasil pengujian. Selanjutnya, bagian akhir
keadilan, dan kewajaran dibandingkan sifat akan membahas mengenai kesimpulan dan
egois wajib pajak. Peneliti lain menggunakan keterbatasan penelitian.
konsep moral (Kaplan et al. 1997) dan etika
(Ghosh dan Grain 1996) sebagai variabel TINJAUAN PUSTAKA
perilaku untuk menjelaskan tingkat kepatuhan
wajib pajak. Aspek Keperilakuan dalam Keputusan
Berdasarkan penelitian terdahulu (Alm Kepatuhan pajak
et al. 1992, Ghosh dan Grain 1996, James Kepatuhan pajak (tax compliance)
et al. 2001), penelitian ini termotivasi untuk dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku di
memfokuskan pada isu faktor internal mana Wajib Pajak (WP) memenuhi semua
keperilakuan yang mempengaruhi kepatuhan kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak
WP orang pribadi, yaitu standar etika. Hal perpajakannya (Nurmantu 2000). Terdapat
ini juga konsisten dengan Caroll (1987) yang dua macam kepatuhan, yakni kepatuhan
menyatakan bahwa tingkat kepatuhan pajak formal dan kepatuhan materiil. Kepatuhan
lebih dipengaruhi oleh motivasi intrinsik formal adalah suatu perilaku di mana WP
dibandingkan faktor ekstrinsik. berupaya memenuhi kewajiban perpajakan
Penelitian survei telah menunjukkan secara formal sesuai dengan ketentuan formal
bahwa komitmen moral yang tinggi dapat dalam undang-undang perpajakan. Kepatuhan
meningkatkan kepatuhan pajak yang ditandai materiil adalah suatu perilaku di mana Wajib
dengan berkurangnya penggelapan pajak Pajak secara substantif memenuhi semua
(Baldry 1986). Hanno dan Violette (1996) ketentuan materiil perpajakan, yakni sesuai
menyatakan bahwa perilaku kepatuhan isi dan jiwa undang-undang perpajakan
pajak dipengaruhi nilai-nilai moral yang (Nurmantu 2000). Jika membahas kepatuhan
berkembang dan berevolusi sepanjang waktu. pajak WP orang pribadi maka kita harus
Literatur-literatur di atas menunjukkan bahwa menganalisis dalam konteks keperilakuan
standar etika yang tinggi dapat meningkatkan karena WP orang pribadi merupakan individu
kepatuhan pajak. Namun, argumentasi di atas yang unik dengan sifat-sifat dasar seperti
belum teruji secara empiris dalam penelitian rasionalitas, memaksimumkan utilitas, dan
eksperimental di mana hubungan kausalitas menghindari risiko (Hanno dan Violette 1996).
dapat lebih diyakini. Penelitian survei telah Pembayaran pajak merupakan sebuah
menunjukkan bahwa standar etika yang tinggi dilema sosial karena sering terjadi pertentangan
dapat mengurangi penghindaran pajak, namun antara kepentingan invidual dan kepentingan
temuan tersebut belum diyakini validitasnya kolektif (Holler et al. 2008). Dukungan
karena dalam survei terdapat bias keinginan keuangan dari pajak untuk aktivitas-aktivitas
sosial (social desirability bias) di mana ekonomis dan politis pemerintah akan dapat
responden akan berusaha memberikan jawaban efektif jika negara mampu memotivasi warga
yang baik secara sosial. Oleh karena itu, negaranya untuk menaati ketentuan-ketentuan
penelitian ini akan menguji kembali pengaruh perpajakan.
standar etika dalam meningkatkan kepatuhan Teori rational expectation menyatakan
pajak namun dengan menggunakan setting bahwa pembayar pajak (taxpayers) mem-
Nur Cahyonowati, Peranan Etika, Pemeriksaan, dan Denda Pajak untuk... 139

pertimbangkan probabilitas mereka diperiksa dalam SPT dan membuat estimasi tentang
dan didenda dalam kasus penggelapan pajak. pengurangan pajak.
Menurut teori tersebut, pembayar pajak hanya Pembayaran pajak dapat dipandang
akan taat tehadap aturan pajak jika terdapat sebagai sebuah transfer di mana bagian daya
kemungkinan besar mereka akan diperiksa beli seorang individu dipertukarkan dengan
dan jika denda pajaknya tinggi (Allingham jasa-jasa publik yang dapat diberikan oleh
dan Sandmo 1972). Namun, kebijakan pemerintah dari dana pajak yang dikumpulkan
pemeriksaan dan denda pajak terkadang dari pembayar pajak (Gosh dan Crain 1996).
mempunyai efek yang kontradiktif dengan Karena itu pembayar pajak mempunyai
yang diharapkan (Holler et al. 2008). Selain insentif untuk bertindak curang, yaitu akan
itu, kemungkinan terdapat variabel-variabel lebih menguntungkan untuk menyimpan uang
selain variabel ekonomis-rasional (seperti daripada mentransfernya kepada pemerintah
ancaman pemeriksaan dan denda) seperti dengan membayar pajak. Sekalipun demikian,
etika, tingkat kepercayaan terhadap sistem individu tidak sepenuhnya mempunyai moti-
hukum dan perpajakan, dan religiusitas yang vasi opportunistik seperti itu. Sebagai contoh,
mempengaruhi perilaku pajak (Holler et al. beberapa individu secara jujur melaporkan
2008). kewajiban pajak mereka meskipun mereka
Lebih jauh, Hanno dan Violette (1996) mempunyai kesempatan untuk berbuat curang
menyatakan bahwa keputusan untuk taat atau karena mereka meyakini tindakan curang
tidak taat terhadap aturan pajak merupakan tersebut tidak etis (Alm 1991).
sebuah perilaku kognitif yang berada dalam Pendekatan ekonomi dan kriminal
kontrol individual. Dalam membuat sebuah tradisional mengacu pada teori expected utility,
keputusan kepatuhan pajak, pembayar pajak yang meskipun cukup valid, namun sangat
mendasarkan pada sikap (attitudes) terhadap sedikit bisa menjelaskan mengapa orang
kepatuhan yang berkembang sepanjang membayar pajak. Alm (1991) berargumen
waktu melalui akuisisi keyakinan (beliefs) bahwa meskipun tingkat pemeriksaan dan
tentang keluaran (outcomes) dari kepatuhan denda pajak mempengaruhi kepatuhan, ke-
dan evaluasi terhadap outcomes tersebut. duanya belum dapat secara komprehensif
Dengan kemungkinan adanya pengaruh aspek menjelaskan mengapa wajib pajak mematuhi
psikologi pada perilaku membayar pajak aturan-aturan perpajakan.
seperti argumentasi di atas, maka penelitian ini Teori penalaran moral (moral reasoning)
tidak hanya mempertimbangkan teori ekonomi dari Kohlberg (1969) merupakan salah satu
saja namun juga teori-teori psikologi dalam alternatif teori yang penting untuk dapat
menganalisis perilaku kepatuhan pajak WP menjelaskan kepatuhan pajak (Trivedi et al.
orang pribadi. 2003). Kohlberg (1969) mengembangkan teori
tahapan penalaran moral (the stages of moral
Etika WP Orang Pribadi, Pemeriksaan, dan reasoning). Teori ini yang menyatakan bahwa
Denda Pajak individu membuat pertimbangan moral (moral
Secara umum, etika dipahami sebagai judgement) menggunakan sebuah konsep
gambaran dari prinsip-prinsip moral atau nilai- keadilan yang berkembang seperti halnya
nilai individu berdasarkan keyakinan (belief) bagaimana manusia menjadi dewasa. Kohlberg
dan sikap (attitudes) yang telah terinternalisasi (1969) mengidentifikasi tiga tingkatan
(Gosh dan Crain 1996). Song dan Yarbrough pengembangan moral (moral development)
(1978) mendefinisikan etika pajak sebagai yaitu pre-conventional, conventional, dan
norma-norma yang mengatur perilaku post conventional. Setiap tingkatan tersebut
warga negara sebagai pembayar pajak dalam mempunyai dua tahapan penalaran moral yang
hubungannya dengan pemerintah. Isu-isu berbeda. Dalam tingkatan pre-conventional,
etika dalam pajak antara lain dilaporkan atau motivasi untuk keputusan moral berasal
tidak dilaporkannya penghasilan tambahan dari ketakutan akan hukuman (tahap 1) atau
140 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2012, Vol. 9, No. 2, hal 136 - 153

dari kepentingan sendiri, seperti memenuhi cukup kecil.2 Probabilitas pemeriksaan yang
kebutuhan diri sendiri (tahap 2). Pada cukup rendah akan memengaruhi tingkat
tingkatan conventional, pengaruh keputusan kepatuhan pajak seseorang (Alm et al. 1992).
moral berasal dari kelompok sosial sehingga Beberapa penelitian menunjukkan bah-
individu bertindak untuk menyenangkan atau wa peningkatan kemungkinan pemeriksaan
membantu orang lain (tahap 3) atau untuk dan denda pajak yang tinggi akan dapat
menaati norma-norma sosial, hukum atau meningkatkan kepatuhan pajak (Witte dan
agama; disebut juga penalaran moral berbasis Woodbury 1985; Beck et al. 1991). Kepatuhan
aturan (tahap 4). Terakhir, pada tingkat post- pajak akan menurun jika pembayar pajak
conventional, individu membuat keputusan mempersepsikan pemeriksaan pajak akan
etis berdasar konsep keadilan seperti hak-hak sedikit karena meyakini bahwa mereka akan
individu dan standar yang diterima secara terus dapat melakukan kecurangan. Penelitian
sosial (tahap 5) atau prinsip-prinsip etika ini mempertimbangkan variabel pemeriksaan
universal seperti yang didefinisikan oleh dan denda pajak sebagai faktor yang dapat
kesadaran individu tersebut (tahap 6). meningkatkan kepatuhan pajak.
Gosh dan Crain (1996) menyatakan Namun berbeda dengan penelitian-
bahwa etika saja mungkin tidak cukup untuk penelitian sebelumnya, penelitian ini menguji
meningkatkan kepatuhan pajak karena bisa pengaruh interaksi antara standar etika
saja pembayar pajak berbuat jujur karena dan pemeriksaan serta denda pajak dalam
tidak ada kesempatan untuk berbuat curang.1 meningkatkan kepatuhan pajak. Penelitian-
Hanno dan Violette (1996) menyatakan bahwa penelitian sebelumnya menguji ketiga variabel
usaha-usaha untuk mengubah nilai-nilai etis tersebut secara terpisah, sedangkan penelitian
yang telah terinternalisasi dalam diri individu ini memfokuskan pada pengaruh moderasi
bukanlah usaha yang mudah dilakukan. Oleh dari masing-masing variabel. Argumentasinya
karena itu, upaya meningkatkan kepatuhan adalah, seperti diuraikan pada bagian
pajak melalui program etis saja mungkin tidak sebelumnya, standar etika saja mungkin tidak
cukup. Salah satu upaya untuk memastikan akan cukup untuk meningkatkan kepatuhan
tingkat kepatuhan pajak adalah dengan melalui pajak. Apalagi mengubah nilai-nilai moral
kebijakan pemeriksaan dan denda pajak. individu bukanlah pekerjaan yang mudah
Pasal 1 angka 25 Undang-undang Nomor 28 dilakukan (Gosh dan Crain 1996). Pemeriksaan
tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata dan denda pajak akan dapat meningkatkan
Cara Perpajakan mendefinisikan serangkaian kepatuhan pajak, namun efeknya adalah
kegiatan menghimpun dan mengolah data, temporer yaitu hanya dalam periode
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan pemeriksaan saja. Selain itu, pemeriksaan
secara objektif dan professional berdasarkan pajak memerlukan pengorbanan biaya dan
suatu standar pemeriksaan untuk menguji waktu yang cukup besar bagi fiskus. Saat ini
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Ditjen Pajak mempunyai keterbatasan dalam
dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka jumlah pemeriksa pajak (fiskus) sehingga
melaksanakan ketentuan peraturan perundang- pemeriksaan pajak belum bisa dilakukan secara
undangan perpajakan. Mengingat jumlah fiskus optimal. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
yang cukup sedikit jika dibandingkan dengan kepatuhan pajak, otoritas pajak seharusnya
jumlah wajib pajak maka probabilitas aktual mengombinasikan program pengembangan
bahwa seorang wajib pajak akan diperiksa etika pembayar pajak dan pemeriksaan pajak
serta denda pajak secara bersama-sama, tidak
1
Etika yang dimaksud dalam penelitian ini menunjukkan
2
kadar atau tingkat etika seseorang ketika menghadapi Rasio fiskus di Indonesia masih di bawah 10%
sebuah dilema dalam pengambilan keputusan seperti dibandingkan negara lain yang rata-rata 30%-35% dari
keputusan patuh atau tidak patuh pada aturan pajak keseluruhan jumlah pegawai pajak yang dimiliki (www.
(Gosh dan Crain, 1996). pajak.go.id, 30 Maret 2009).
Nur Cahyonowati, Peranan Etika, Pemeriksaan, dan Denda Pajak untuk... 141

Gambar 1
Hubungan antara Tingkat Kepatuhan, Pemeriksaan, dan Denda Pajak

hanya memfokuskan pada satu program saja. keterbatasan dalam ketersediaan data. Data
Hipotesis tersebut dapat digambarkan pada sekunder tentang kepatuhan pajak umumnya
Gambar 1 sebagai berikut: jarang tersedia. Sedangkan penelitian yang
Gambar 1 menunjukkan bahwa untuk menggunakan metodologi pengumpulan
meningkatkan kepatuhan pajak WP orang data dengan survei kuesioner mempunyai
pribadi, pemerintah seharusnya meng- keterbatasan dalam reliabilitas data karena
kombinasikan program peningkatan etika responden mungkin tidak menjawab secara
wajib pajak dan deterrence factors (yaitu jujur karena pertanyaan tentang kepatuhan pajak
pemeriksaan dan denda pajak) karena merupakan pertanyaan yang sensitif (Gosh dan
keduanya memiliki efek saling memoderasi. Crain 1996). Selain itu, penelitian survei tidak
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: bisa memastikan adanya hubungan kausalitas
H1: Pengaruh pemeriksaan pajak terhadap karena tidak terpenuhinya kriteria time order
kepatuhan pajak tergantung pada (Neumann 2000). Dengan menggunakan
standar etika wajib pajak orang setting laboratorium eksperimen, diharapkan
pribadi. diperoleh data kepatuhan pajak yang lebih
H2: Pengaruh denda pajak terhadap kepa- obyektif karena partisipan menjawab kasus
tuhan pajak tergantung pada standar perpajakan hipotetis (bukan kasus nyata yang
etika wajib pajak orang pribadi. sedang dihadapi individu yang bersangkutan)
sehingga diharapkan ukuran kepatuhan
METODE PENELITIAN menjadi lebih obyektif. Selain itu, desain
eksperimental dapat meningkatkan validitas
internal karena hubungan kausalitas lebih
Desain dan Partisipan Eksperimen dapat dipercaya dengan pengendalian terhadap
Penelitian ini menggunakan desain variabel-variabel pengganggu (Neumann
eksperimen untuk meningkatkan validitas 2000) dan terpenuhinya syarat time order.
internal dan obyektivitas data. Pemahaman Dengan demikian, penelitian eksperimental
tentang mengapa individu-individu taat atau lebih tepat digunakan untuk tujuan pengujian
tidak taat terhadap aturan pajak telah menjadi teori (Cook dan Campbell 1979). Dalam
ketertarikan banyak penelitian (Gosh dan Crain konteks penelitian kepatuhan pajak, belum
1996). Meskipun terdapat ketertarikan yang ada teori dan model yang mapan (established)
signifikan terhadap riset-riset kepatuhan pajak, karena masih sangat banyak faktor yang
namun pemahaman terhadap variabel-variabel kemungkinan memengaruhi tingkat kepatuhan
yang mempengaruhi kepatuhan pajak individu pajak WP orang pribadi sehingga desain
masih terbatas. Salah satu penyebabnya adalah eksperimental akan lebih tepat digunakan
keterbatasan dalam metodologi pengumpulan (Gosh dan Crain 1996).
data (Gosh dan Crain 1996). Penelitian Desain eksperimen yang digunakan adalah
yang mengumpulkan data kepatuhan pajak 2 x 2 between subject design dengan terdapat
dari database (data sekunder) mempunyai dua variabel independen yang dimanipulasi
142 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2012, Vol. 9, No. 2, hal 136 - 153

Tabel 1
Desain Eksperimen

Etika
Pemeriksaan Pajak(Denda Pajak)
Rendah Tinggi
Ya (Tinggi) Sel I Sel III
Tidak (Rendah) Sel II Sel IV

dan diukur dan masing-masing variabel yang lebih rendah. Setiap item pertanyaan
mempunyai 2 (dua) level, yaitu variabel etika diukur dengan skala 5 poin (1=sangat tidak
(rendah vs. tinggi) dan variabel pemeriksaan setuju, 5=sangat setuju). Nilai median
pajak (ya vs tidak) serta denda pajak (tinggi digunakan untuk mengelompokkan
vs rendah). Variabel dependen adalah tingkat partisipan ke dalam kategori etika rendah
kepatuhan pajak. Dengan desain di atas, maka (sel I dan II) atau kategori etika tinggi (sel
terdapat 4 kondisi/sel eksperimen sebagai III dan IV).
berikut: (b) Pemeriksaan Pajak
Partisipan/subjek eksperimental ini ada- Pemeriksaan pajak dimanipulasi menjadi
lah WP orang pribadi di Kota Semarang. 2 kategori yaitu ada pemeriksaan (sel I
Untuk menghindari bias-bias eksperimental, dan III) dan tidak ada pemeriksaan (sel
partisipan akan dimasukkan secara acak II dan IV). Dalam sel I dan III, partisipan
(randomly assigned) ke dalam masing- diberikan informasi bahwa data-data yang
masing sel. mereka laporkan dalam SPT akan diperiksa
kebenarannya oleh Kantor Pelayanan
Material dan Prosedur Eksperimen Pajak (KPP) setempat. Sedangkan dalam
Partisipan dikumpulkan dalam satu tempat II dan IV, partisipan akan diberikan
dan waktu yang sama sehingga diharapkan informasi bahwa data-data yang mereka
pengaruh dari variabel-variabel penganggu laporkan dalam SPT tidak akan diperiksa
dapat dikendalikan. Partisipan yang dipilih kebenarannya oleh Kantor Pelayanan
adalah wajib pajak orang pribadi yang memiliki Pajak (KPP) setempat. Informasi mengenai
Nomor Pokok Wajib Pajak dan secara aktif kemungkinan pemeriksaan disebutkan
melakukan pengisian SPT Tahunan. Dalam secara jelas pada material eksperimen.
pelaksanaan eksperimen, partisipan menerima Material eksperimen pada sel I dan III
sebuah material eksperimen yang terdiri dari: menyebutkan bahwa informasi yang
(a) instrumen pengukuran etika, (b) manipulasi disampaikan oleh wajib pajak pasti akan
ada tidaknya pemeriksaan pajak, (c) sebuah diperiksa oleh fiskus. Material eksperimen
skenario untuk mengukur kepatuhan pajak, pada sel II dan IV menyebutkan bahwa
dan (d) pertanyaan-pertanyaan tentang data informasi yang disampaikan oleh wajib
demografi seperti umur, gender, dan tingkat pajak tidak akan diperiksa oleh fiskus.
penghasilan. Diperlukan waktu sekitar 10 Selain itu, subjek eksperimen mendapat
menit untuk pengisian material eksperimen. penjelasan singkat mengenai material
Skenario manipulasi dan pengukuran variabel eksperimen sebelum melakukan pengisian
untuk eksperimen adalah sebagai berikut: metarial eksperimen.
(a) Etika (c) Denda Pajak
Variabel etika diukur menggunakan skala Variabel ini dimanipulasi pada dua level
Mach IV yang dikembangkan oleh Christie yaitu denda pajak tinggi dan rendah.
dan Geis (1970). Instrumen ini terdiri atas Informasi mengenai besarnya denda yang
18 item pertanyaan (lihat Lampiran) untuk harus ditanggung wajib pajak seandainya
mengukur Machiavelliniasme, dengan fiskus mengetahui bahwa informasi yang
skor yang lebih tinggi menunjukkan etika disampaikan tidak benar disebutkan
Nur Cahyonowati, Peranan Etika, Pemeriksaan, dan Denda Pajak untuk... 143

secara jelas pada material eksperimen. lebih besar. Partisipan diminta membuat
Dalam sel I dan III, partisipan diberikan keputusan dengan skala lima poin seberapa
informasi bahwa jika wajib pajak pribadi besar dari jumlah penghasilan tambahan
dengan sengaja tidak melaporkan secara tersebut yang akan dilaporkan (1= sama
benar data penghasilan dalam SPT maka sekali tidak dilaporkan, 2=sebagian kecil
ia akan dikenakan denda sebesar 50% dari saja, 3=sebagian, 4=sebagian besar, 5=
penghasilan yang tidak dilaporkan tersebut. seluruhnya). Semakin tinggi skor maka
Sedangkan dalam II dan IV, partisipan semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib
akan diberikan informasi bahwa jika pajak.
wajib pajak pribadi dengan sengaja tidak
melaporkan secara benar data penghasilan Pengujian Hipotesis
dalam SPT maka ia hanya akan dikenakan Pengujian hipotesis menggunakan two-
denda sebesar 1% dari penghasilan yang way Analysis of Variance (ANOVA) karena
tidak dilaporkan tersebut. Selain itu, ketiga variabel independen dalam penelitian
subjek eksperimen mendapat penjelasan ini (etika, pemeriksaan pajak, dan denda
mengenai material eksperimen sebelum pajak) mempunyai skala nominal dan
melakukan pengisian material eksperimen. variabel dependen (tingkat kepatuhan pajak)
(d) Tingkat Kepatuhan pajak mempunyai skala rasio. Untuk mengendalikan
Pengukuran variabel dependen tingkat pengaruh dari variabel-variabel penganggu
kepatuhan pajak menggunakan skenario maka data demografi partisipan (umur, jenis
situasi di mana responden harus menya- kelamin, dan tingkat penghasilan) dimasukkan
takan pilihan tingkat kepatuhan pada situasi sebagai covariates.
tertentu. Dalam skenario tersebut, partisipan
eksperimen diminta berperan seolah-
seolah sebagai seorang pegawai tetap pada HASIL DAN PEMBAHASAN
sebuah perusahaan. Selain penghasilan
Hasil Pilot Study Material Eksperimen
tetap dari perusahaan, partisipan se-
olah-olah juga mendapat penghasilan Penelitian ini didahului dengan tahap uji
tambahan sebagai konsultan freelance. coba (pilot study) material/kuesioner eks-
Hal ini menjadikan dilema apakah akan perimen kepada 25 orang responden. Tujuannya
melaporkan penghasilan tambahan yang adalah untuk mengevaluasi validitas dan
belum dipotong pajak tersebut dalam SPT reliabilitas kuesioner ekperimen sesuai dengan
dengan konsekuensi harus membayar PPh konteks perpajakan di Indonesia. Evaluasi
Tabel 2
Hasil Pengujian Validitas Konstruk

No. Item Pertanyaan Loading


1. Lebih penting menjadi orang yang rendah hati dan jujur daripada orang yang penting
0,818
dan tidak jujur.*
2. Kejujuran adalah cara terbaik dalam menyelesaikan semua masalah.* 0,759
3. Seseorang yang menderita penyakit yang sulit disembuhkan boleh meminta untuk
0,756
disuntik mati tanpa rasa sakit.
Apapun alasannya, berbohong kepada orang lain merupakan tindakan yang tidak
4. 0,754
dapat dibenarkan.*
5. Banyak orang dapat berkembang karirnya tanpa mengambil “jalan pintas”.* 0,613
6. Pada saat ini kita boleh berbuat tidak jujur karena banyak orang juga melakukannya. 0,585
7. Perbedaan terbesar seorang yang telah menjadi tersangka dan orang yang tidak 0,535
menjadi tersangka adalah si tersangka terlalu bodoh sehingga ketahuan kejahatannya.
Keterangan: * item pertanyaan yang dibalik (reverse questions)
144 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2012, Vol. 9, No. 2, hal 136 - 153

Tabel 3
Hasil Pengujian Reliabilitas Konstruk

Homogenitas
No. Item Pertanyaan Cronbach Alpha
Item
1. Lebih penting menjadi orang yang rendah hati dan jujur daripada 0,777**
orang yang penting dan tidak jujur.
2. Kejujuran adalah cara terbaik dalam menyelesaikan semua 0,768**
masalah.
3. Seseorang yang menderita penyakit yang sulit disembuhkan boleh 0,714**
meminta untuk disuntik mati tanpa rasa sakit.

4. Apapun alasannya, berbohong kepada orang lain merupakan 0,754**


tindakan yang tidak dapat dibenarkan. 0,80
5. Banyak orang dapat berkembang karirnya tanpa mengambil “jalan 0,641**
pintas”.
6. Pada saat ini kita boleh berbuat tidak jujur karena banyak orang 0,586**
juga melakukannya.
7. Perbedaan terbesar seorang yang telah menjadi tersangka dan 0,581**
orang yang tidak menjadi tersangka adalah si tersangka terlalu
bodoh sehingga ketahuan kejahatannya.

Keterangan: ** signifikan pada 0,01 * signifikan pada 0,05

validitas dilakukan terhadap variabel yang dalam konteks Indonesia. Hal ini kemungkinan
diukur, yaitu standar etika. Variabel standar menjadi penyebab terdapat 11 item pertanyaan
etika diukur menggunakan skala Mach IV yang yang tidak lolos pengujian validitas sehingga
dikembangkan oleh Christie dan Geis (1970). tidak dapat digunakan dalam kuesioner akhir.
Instrumen ini terdiri dari 20 item pertanyaan Setelah kriteria validitas konstruk
untuk mengukur Machiavelliniasme, dengan terpenuhi maka selanjutnya dilakukan analisis
skor yang lebih tinggi menunjukkan standar reliabilitas. Pengujian reliabilitas konstruk
etika yang lebih rendah. Setiap item pertanyaan dilakukan dengan menghitung Cronbach’s
diukur dengan skala 5 poin yaitu 1=sangat Alpha. Ukuran multi-item dianggap reliabel
tidak setuju dan 5=sangat setuju. jika Cronbach’s Alpha lebih tinggi dari 0,70
Hasil pengujian validitas dengan (Nunnally 1967). Pengujian reliabilitas tam-
exploratory factor analysis menunjukkan bahan dilakukan dengan menghitung koefisien
homogenitas, yaitu korelasi antara item
bahwa dari 20 item pertanyaan hanya terdapat
individual dengan skor total item. Kriteria
7 item pertanyaan yang memenuhi kriteria
reliabilitas terpenuhi jika nilai koefisien
validitas konstruk. Evaluasi dilakukan dengan homogenitas item di atas 0,5 dan signifikan
menganalisis nilai factor loading setiap item (Hair et al. 2010). Hasil pengujian reliabilitas
pertanyaan. Kriteria yang digunakan adalah disajikan pada Tabel 3 menunjukkan kriteria
factor loading harus di atas 0,5 sehingga reliabilitas telah terpenuhi, yaitu nilai
validitas konstruk terpenuhi (Hair et al. 2010). Cronbach’s Alpha lebih tinggi dari 0,70 dan
Hasil pengujian validitas konstruk untuk koefisien homogenitas item di atas 0,5 serta
ketujuh item kuesioner terdapat dalam Tabel 2. signifikan secara statistis.
Penelitian ini mengadaptasi instrumen
kuesioner etika yang dikembangkan oleh Hasil Uji Eksperimen
Christie dan Geis (1970) dan telah divalidasi Statistik Deskriptif Profil Responden
oleh Gosh dan Crain (1996). Namun, kuesioner Eksperimen laboratorium dilakukan
tersebut digunakan dalam konteks Amerika dengan responden atau partisipan sebanyak
Serikat sehingga terdapat kemungkinan ada 40 orang. Jumlah tersebut diperoleh dengan
beberapa item pertanyaan yang kurang relevan mengumpulkan partisipan wajib pajak orang
Nur Cahyonowati, Peranan Etika, Pemeriksaan, dan Denda Pajak untuk... 145

Tabel 4
Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Jumlah Persentase


Perempuan 26 65,00
Laki-laki 14 35,00
Jumlah 40 100,00

Tabel 5
Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat Pendidikan Responden Jumlah Persentase


SLTA 6 15,00
Diploma 8 20,00
S1 23 57,50
S2 3 7,50
Jumlah 40 100,00

pribadi di Kota Semarang dengan kualifikasi Tabel 6 menyajikan gambaran profil


telah melakukan pengisian SPT Tahunan. Hal responden menurut usia. Berdasar tabel ter-
ini dilakukan karena data mengenai wajib sebut nampak bahwa usia responden cukup
pajak merupakan data yang tidak dapat diakses homogen dengan rata-rata 27,35 tahun dan
pada Dirjen Pajak sehingga pengiriman surat deviasi standar 4,17. Usia responden termuda
kesediaan untuk menjadi partisipan tidak dapat adalah 22 tahun dan tertua 38 tahun sehingga
dilakukan. Selain itu, tidak semua responden jaraknya (range) adalah sebesar 16 tahun.
yang sesuai kualifikasi bersedia untuk menjadi Statistik deskriptif pada Tabel 6 menunjukkan
responden. bahwa responden sebagian besar berusia
Analisis terhadap profil responden meliputi muda. Secara keseluruhan, statistik deskriptif
jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan usia. menunjukkan bahwa profil mayoritas res-
Tabel 4 menyajikan distribusi frekuensi profil ponden adalah wanita, berpendidikan sarjana,
responden menurut jenis kelamin. Berdasarkan dan berusia relatif muda.
Tabel 4 maka dapat diketahui bahwa 65% (26
orang) responden adalah wanita dan 35% (14 Hasil Pengujian Hipotesis
orang) adalah pria. Pada bagian ini diuraikan hasil pengujian
Deskripsi responden berdasarkan tingkat statistis efek interaksi antara dua variabel
pendidikan terdapat pada Tabel 5 berikut ini. penelitian dengan analysis of covariate
Mayoritas responden (57,5%) atau sebanyak (ANCOVA). Analisis dilakukan dengan
23 orang memiliki tingkat pendidikan sarjana mengontrol pengaruh variabel usia, tingkat
(S1). Terdapat 20% responden atau sebanyak pendidikan, dan gender responden.
8 orang memiliki tingkat pendidikan diploma.
Hanya sedikit responden yang memiliki tingkat Interaksi Variabel Pemeriksaan Pajak dan
pendidikan SLTA (15%) dan S2 (7,5%). Etika
Tabel 6 Tabel 7 merupakan statistik des-kriptif
Profil Usia Responden tingkat kepatuhan pajak menurut interaksi dua
Nilai Usia (tahun) variabel, yaitu pemeriksaan pajak dan etika.
Hasil menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan
Minimum 22,00 pajak tertinggi didapatkan pada kelompok
Maksimum 38,00
responden yang kemungkinan besar atau
Rata-rata 27,35
hampir pasti akan diperiksa dan mempunyai
Deviasi Standar 4,17
etika tinggi (rata-rata=4,87). Tingkat kepa-
146 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2012, Vol. 9, No. 2, hal 136 - 153

Tabel 7
Statistik Deskriptif Tingkat Kepatuhan Pajak menurut
Kelompok Pemeriksaan Pajak dan Etika

Etika
Pemeriksaan Pajak
Rendah Tinggi
Ya Rata-rata=3,67 Rata-rata=4,87
sd=1,15 sd=0,35
n=12 n=8
Tidak Rata-rata=3,81 Rata-rata=4,11
sd=0,87 sd=0,92
n=11 n=9
Keterangan: sd= standard deviation (deviasi standar)
tuhan pajak terendah adalah responden yang juga menunjukkan bahwa variabel demografi
kemungkinan besar akan diperiksa dan standar responden, yaitu gender, tingkat pendidikan,
etika rendah (rata-rata=3,67). dan usia, tidak berpengaruh signifikan
Pada kelompok partisipan yang tidak terhadap tingkat kepatuhan pajak. Hasil
akan diperiksa dan etika rendah justru juga menunjukkan bahwa hanya main effect
mempunyai kepatuhan lebih tinggi (yaitu rata- variabel etika yang berpengaruh signifikan
rata sebesar 3,81) dibandingkan partisipan terhadap tingkat kepatuhan pajak dengan nilai
yang kemungkinan besar akan diperiksa dan p sebesar 0,048.
etika rendah (rata-rata=3,67). Temuan ini Secara keseluruhan, hasil pengujian
bertentangan dengan dugaan bahwa kepatuhan menunjukkan hipotesis bahwa pengaruh
terendah adalah pada kelompok partisipan pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan pajak
yang tidak akan diperiksa dan etika rendah. seseorang akan semakin besar sejalan dengan
Hal ini kemungkinan karena partisipan pada meningginya etika wajib pajak orang pribadi
kelompok partisipan yang tidak akan diperiksa tidak didukung bukti empiris. Interpretasi
dan etika rendah tergolong risk averse sehingga terhadap hasil ini adalah sebagai berikut. Hasil
takut terhadap risiko jika mereka tidak patuh. pengujian pada Tabel 8 menunjukkan bahwa
Tabel 8 merupakan hasil pengujian hipo- main effect variabel etika adalah signifikan
tesis 1 dengan ANCOVA untuk interaction dengan nilai p sebesar 0,048. Namun, interaction
effect variabel pemeriksaan dan etika setelah effect antara variabel pemeriksaan dan etika
mengontrol pengaruh variabel demografi tidak signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa
seperti gender, usia, dan tingkat pendidikan responden yang mempunyai tingkat etika
responden. Interaksi antara pemeriksaan pajak yang tinggi tidak perlu diancam dengan akan
dan etika tidak berpengaruh signifikan terhadap dilakukan pemeriksaan untuk meningkatkan
tingkat kepatuhan pajak (nilai p=0,116)3. Oleh kepatuhan mereka. Sesuai dengan teori
karena variabel interaksi tidak signifikan maka tahapan penalaran moral (the stages of moral
hipotesis 1 tidak didukung. Hasil pada Tabel 8 reasoning) dari Kohlberg (1969), individu
yang telah ada pada tahap post conventional
3
Lind dkk. (2006) menyebutkan bahwa peneliti harus akan berperilaku patuh karena kesadaran
menentukan tingkat signifikansi sebelum melakukan individu tersebut. Dalam tahapan tersebut,
pengujian statistis. Penelitian di bidang ilmu sosial mereka patuh karena memang sadar tindakan
pada umumnya menggunakan tingkat signifikansi
1% - 10% (misalnya customer research menggunakan tersebut merupakan sesuatu yang mereka
tingkat signifikansi 5%, penelitian politik menggunakan harus lakukan. Kepatuhan tersebut bukan
tingkat signifikansi 10%, dan penelitian mengenai karena ketakukan akan mendapat hukuman
quality assurance menggunakan tingkat signifikansi
1%). Merujuk pada Lind dkk (2006), peneliti telah setelah adanya pemeriksaan seperti pada tahap
menetapkan untuk menggunakan tingkat signifikansi pre-conventional.
10% sebelum melakukan pengujian statistis.
Nur Cahyonowati, Peranan Etika, Pemeriksaan, dan Denda Pajak untuk... 147

Tabel 8
Hasil Pengujian Hipotesis 1

Variabel SS Df MS F P
Intersep 13,545 1 13,545 15,816 0,000
Main effect:
Pemeriksaan 1,143 1 1,143 1,335 0,256
Etika 3,618 1 3,618 4,225 0,048
Interaction effect:
Pemeriksaan*etika 2,228 1 2,228 2,602 0,116
Variabel kontrol:
Gender 0,529 1 0,529 0,617 0,438
Pendidikan 0,139 1 0,139 0,163 0,689
Usia 0,508 1 0,508 0,594 0,447
Adjusted R Square: 11,93%

Tabel 9
Statistik Deskriptif Kepatuhan Pajak menurut
Kelompok Denda Pajak dan Etika

Etika
Denda Pajak
Rendah Tinggi
Tinggi Rata-rata=4,00 Rata-rata=4,40
sd=1,13 sd=0,84
n=15 n=10
Rendah Rata-rata=3,25 Rata-rata=4,57
sd=0,46 sd=0,78
n=8 n=7
Keterangan: sd= standard deviation (deviasi standar)

Interaksi Variabel Denda Pajak dan Etika pemeriksaan untuk meningkatkan kepatuhan
Tabel 9 merupakan statistik deskriptif mereka. Temuan ini mendukung teori tahapan
tingkat kepatuhan pajak menurut interaksi penalaran moral Kohlberg (1969). Tingkat
dua variabel, yaitu denda pajak dan etika. kepatuhan pajak terendah adalah responden
Hasil menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan yang mendapat denda rendah dan tingkat
pajak tertinggi adalah kelompok responden etika rendah (rata-rata=3,25). Hasil ini sesuai
yang akan mendapat denda pajak rendah dan dengan temuan Gosh dan Crain (1996) bahwa
mempunyai etika tinggi (rata-rata=4,57). kurangnya kesadaran moral pribadi dan tidak
Penafsiran terhadap statistik deskriptif adanya ancaman denda dari otoritas pajak
pada Tabel 9 adalah sebagai berikut. menyebabkan wajib pajak cenderung tidak
Tingkat kepatuhan tertinggi pada kelompok patuh.
responden yang akan mendapat denda Tabel 10 merupakan hasil pengujian
pajak rendah dan mempunyai etika tinggi hipotesis 2 dengan ANCOVA untuk interaction
menunjukkan bahwa wajib pajak yang sudah effect variabel denda pajak dan etika setelah
mempunyai etika yang tinggi tidak perlu mengontrol pengaruh variabel demografi
diancam dengan denda untuk meningkatkan seperti gender, usia, dan tingkat pendidikan
kepatuhan. Temuan ini sesuai dengan hasil responden. Hasil menunjukkan bahwa hanya
pengujian hipotesis 1, yaitu wajib pajak yang main effect variabel etika yang berpengaruh
telah mempunyai tingkat etika yang tinggi signifikan terhadap tingkat kepatuhan pajak
tidak perlu diancam dengan akan dilakukan dengan nilai p sebesar 0,026. Variabel denda
148 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2012, Vol. 9, No. 2, hal 136 - 153

Tabel 10
Hasil Pengujian Hipotesis 2

Variabel SS Df MS F P
Intersep 10,713 1 10,713 12,748 0,001
Main effect:
Denda 0,175 1 0,175 0,209 0,651
Etika 4,579 1 4,579 5,449 0,026
Interaction effect:
Denda*etika 2,858 1 2,858 3,401 0,074
Variabel kontrol:
Gender 0,721 1 0,721 0,858 0,361
Pendidikan 0,888 1 0,888 1,057 0,311
Usia 0,178 1 0,178 0,211 0,649
Adjusted R Square: 13,52%

Tabel 11
Statistik Deskriptif Kepatuhan pajak menurut
Kelompok Pemeriksaan dan Denda Pajak
Denda Pajak
Pemeriksaan Pajak
Rendah Tinggi
Ya Rata-rata=4,00 Rata-rata=4,25
sd=0,92 sd=1,21
n=8 n=12

Tidak Rata-rata=3,71 Rata-rata=4,07


sd=0,95 sd=0,86
n=7 n=13
Keterangan: sd= standard deviation (deviasi standar)

pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap yang kemungkinan besar akan diperiksa dan
kepatuhan pajak. Dengan menggunakan alpha mendapat denda pajak tinggi (rata-rata=4,25).
10% maka interaksi antara denda pajak dan Tingkat kepatuhan pajak terendah adalah
standar etika berpengaruh signifikan terhadap responden yang tidak akan diperiksa dan
tingkat kepatuhan pajak secara statistis. Oleh denda pajaknya rendah (rata-rata=3,71).
karena itu, terdapat bukti bahwa hipotesis 2 Tabel 12 berikut merupakan hasil
didukung oleh bukti empiris penelitian ini. pengujian ANCOVA untuk interaction effect
Hasil pengujian juga menunjukkan variabel variabel pemeriksaan dan denda pajak setelah
demografi responden, yaitu gender, tingkat mengontrol pengaruh variabel demografi
pendidikan, dan usia, tidak berpengaruh seperti gender, usia, dan tingkat pendidikan
signifikan terhadap tingkat kepatuhan pajak. responden. Hasil menunjukkan bahwa
tidak ada main effect yang berpengaruh
Analisis Tambahan: Interaksi Pemeriksaan signifikan terhadap tingkat kepatuhan pajak.
Pajak dan Denda Pajak Interaksi antara pemeriksaan dan denda
Tabel 11 merupakan statistik deskriptif pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap
tingkat kepatuhan pajak menurut interaksi dua tingkat kepatuhan pajak. Variabel demografi
variabel, yaitu pemeriksaan dan denda pajak. responden, yaitu gender, tingkat pendidikan,
Hasil menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan dan usia, tidak berpengaruh signifikan
pajak tertinggi adalah kelompok responden terhadap tingkat kepatuhan pajak.
Nur Cahyonowati, Peranan Etika, Pemeriksaan, dan Denda Pajak untuk... 149

Tabel 12
Hasil Pengujian Interaksi Pemeriksaan dan Denda Pajak

Variabel SS Df MS F P
Intersep 11,493 1 11,493 11,355 0,002
Main effect::
Pemeriksaan 0,961 1 0,961 0,949 0,337
Denda 0,153 1 0,153 0,151 0,700
Interaction effect:
Pemeriksaan* Denda 0,040 1 0,040 0,040 0,843
Variabel kontrol:
Gender 0,031 1 0,031 0,031 0,861
Pendidikan 1,222 1 1,222 1,207 0,280
Usia 0,917 1 0,917 0,906 0,348
Adjusted R Square: 11,93%

empiris pada tingkat signifikansi 10%.


KESIMPULAN Hasil analisis tambahan juga menunjukkan
interaksi pemeriksaan dan denda pajak tidak
Hasil eksperimen menunjukkan hipo- berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan
tesis 1 yang menyatakan bahwa pengaruh pajak. Hasil ini menunjukkan dukungan
pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan terhadap argumen bahwa determinan utama
pajak tergantung pada standar etika wajib kepatuhan pajak adalah standar etika wajib
pajak orang pribadi, tidak didukung oleh pajak pribadi. Variabel pemeriksaan dan
bukti empiris penelitian ini. Interpretasi denda pajak beserta interaksinya tidak cukup
terhadap hasil ini adalah sebagai berikut. untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Sesuai
Hasil pengujian menunjukkan bahwa main dengan teori moral reasoning ( Kohlberg
effect variabel etika signifikan, sedangkan 1969), wajib pajak dengan standar etika tinggi
interaction effect antara variabel pemeriksaan secara intrinsik akan memiliki kepatuhan yang
dan etika tidak signifikan terhadap kepatuhan. tinggi tanpa harus diancam dengan denda dan
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat etika saja pemeriksaan pajak.
sudah cukup memengaruhi tingkat kepatuhan Hasil penelitian ini menun-jukkan bahwa
wajib pajak orang pribadi. Wajib pajak yang faktor terpenting untuk upaya peningkatan
telah mempunyai tingkat etika yang tinggi kepatuhan pajak sukarela (voluntary tax
tidak perlu diancam akan diaudit agar mereka compliance) adalah peningkatan etika dan
patuh. Temuan ini sesuai dengan teori tahapan moral wajib pajak. Rekomendasi ini juga
penalaran moral dari Kohlberg (1969) bahwa didukung oleh hasil empiris pengujian setiap
seseorang yang telah berada tahap post variabel. Hasil eksperimen menunjukkan
conventional akan berperilaku patuh karena hanya variabel etika yang berperan signifikan
ia sadar bahwa perilaku tersebut memang dalam meningkatkan kepatuhan pajak. Variabel
seharusnya ia lakukan. Kepatuhan tersebut denda pajak berpengaruh signifikan terhadap
bukan karena ketakukan akan ancaman kepatuhan pajak jika wajib pajak mempunyai
diperiksa. Kepatuhan tersebut berasal dari standar etika rendah.
kesadaran pribadi, bukan karena ancaman Penelitian ini terbatas pada wajib pajak
hukuman seperti pada tahap pre-conventional. yang menerima penghasilan hanya dari
Hipotesis 2 yang menyebutkan bahwa satu pemberi kerja, meskipun pada awalnya
pengaruh denda pajak terhadap kepatuhan penelitian ini dirancang untuk mengetahui
pajak tergantung pada standar etika wajib kepatuhan wajib pajak pribadi terhadap
pajak orang pribadi didukung oleh bukti peraturan pajak penghasilan secara umum. Hal
150 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2012, Vol. 9, No. 2, hal 136 - 153

ini karena wajib pajak pribadi yang memiliki Anomin. Tax Ratio Indonesia. www.data.
usaha tidak bersedia dan relatif sulit untuk worldbank.org. 19 September 2013.
dijadikan subjek penelitian. Hasil penelitian Aviliani. 2003. Reformasi Aturan Pendukung
ini mungkin hanya bisa berlaku untuk setting dan Profesionalitas Aparat Pajak. Dalam
eksperimen wajib pajak PPh Pasal 21. Kompas 4 Oktober 2003.
Penelitian mendatang sebaiknya dapat Baldry, JC. 1986. Income Tax Evasion and Tax
menggunakan wajib pajak pribadi yang juga Schedule: Some Experimental Results.
pemilik usaha sebagai subjek penelitian. Public Finance, 42, 357-383.
Material eskperimen sebaiknya juga dirancang Beck, P., J. Davis and W. Jung. 1991.
untuk mengetahui kepatuhan pajak terhadap Experimental Evidence on Taxpayer
pajak penghasilan jenis tertentu. Reporting under Uncertainty. The
Accounting Review, 66 (July), 535-558.
Cahyonowati, Nur., D. Ratmono and E.
UCAPAN TERIMA KASIH Kiswara. 2011. Model Moral dan
Kepatuhan pajak Wajib Pajak Orang
Penelitian ini dibiayai oleh Direktur Penelitian Pribadi. Laporan Hibah Bersaing
dan Pengabdian kepada Masyarakat Direk- tahun I.
torat Jenderal Pendidikan Tinggi (DP2M Carroll, J. 1987. Compliance with The
Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan Law: A Decision-making Approach to
Nasional Tahun Anggaran 2013 melalui skim Taxpaying. Law and Human Behavior,
Hibah Bersaing. 11, 319–335.
Christie, R and F. L. Geis. 1970. Studies in
Machiavellianism. New York: Academic
DAFTAR PUSTAKA Press.
Cook, TD. and D. Campbell. 1979. Quasi-
Allingham, M.G. and A. Sandmo. 1972. Experimentation. NY: Houghton Mifflin
Income Tax Evasion: A Theoretical Company.
Analysis. Journal of Public Economics Gosh, D. and T. Crain. 1996. Experimental
1(3), 323-338. Investigation of Ethical Standards
Alm, J. 1991. A Perspective on the Experimental and Perceived Probability of Audit on
Analysis of Taxpayer Reporting. The Intentional Noncompliance. Behavioral
Accounting Review, 66 (July), 577-593. Research in Accounting, 8, 219-241.
Alm, J., G. McClelland, and W. Schulze. 1992. Hair, J., W. Black, B. Babin, and R. Anderson.
Why Do People Pay Taxes? Journal of 2010. Multivariate Data Analysis: A
Public Economics, 48, 21–38. Global Perspective (7th edition). New
Asri, FA. dan H. Vinola. 2009. Pengaruh Jersey: Pearson.
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Hanno, D. and G.Violette. 1996. An Analysis
Terhadap Peningkatan Penerimaan of Moral and Social Influences on
Pajak yang Dimoderasi oleh Taxpayer Behavior. Behavioral Research
Pemeriksaan Pajak Pada KPP Pratama. in Accounting, 8 , 57-75.
Paper dipresentasikan pada Simposium Holler, M., E.Hoezl, E, Kirchler and S. Leder.
Nasional Akuntansi XII. Palembang. 2008. Framing of Information on the Use
Anonim. Kontribusi PPh Wajib Pajak Pribadi of Public Finances, Regulatory Fit of
Recipients and Tax Compliance. Journal
Cuma 22,9%. http://www.pajakonline.
of Economic Psychology, 29, 579-611.
com/engine/artikel/art.php?artid=4748.
James, S., J. Hasseldine, P. Hite and M. Toumi.
30 Januari 2009
2001. Developing a Tax Compliance
Anonim. Setoran pajak minim karena kurang
Strategy for Revenue Services. Bulletin
fiskus. www.indotaxcenter.com. 30
for International Fiscal Documentation,
Maret 2009. 55, 158–164.
Nur Cahyonowati, Peranan Etika, Pemeriksaan, dan Denda Pajak untuk... 151

Kaplan, S. E., K. Newberry. and J. Reckers.


1997. The Effect of Moral Reasoning
and Educational Communication on Tax
Evasion Intentions. The Journal of the
American Taxation Association, 19 (2),
38-54.
Kohlberg, L. 1969. Stages and Sequences:
The Cognitive Development Approach
to Socialization. dalam D. Goslin (ed.).
Handbook of Socialization Theory and
Research. Chicago: Rand McNally.
Lind, D.A., Marchal, and J. Wathen. 2006.
Basic Statistics for Business and
Economics. 5th Ed. New York: McGraw-
Hill.
Neumann, WL. 2000. Social Research
Methods. NY: Allyn&Bacon.
Nunnally, J.C. 1967. Psychometric Theory.
New York: McGraw-Hill.
Nurmantu, S. 2000. Dasar-dasar Perpajakan.
Jakarta . Ind-Hill-Co.
Song, Y. and J. Yarbrough. 1978. Tax Ethics
and Taxpayer Attitudes: A Survey. Public
Adiministration Review (Sep-Okt), 442-
445.
Trivedi, V.U., M. Shehata, M. and B. Lynn.
2003. Impact of Personal and Situational
Factors on Taxpayer Compliance: An
Experimental Analysis. Journal of
Business Ethics, 47, 175-197.
Undang-undang Nomor 28 tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Witte, D.A., and D. Woodbury. 1985.
The Effects of Tax Law and Tax
Administration on Tax Compliance.
National Tax Journal, 38, 1-13.
152 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2012, Vol. 9, No. 2, hal 136 - 153

LAMPIRAN KUESIONER ETIKA

1. Seseorang yang percaya penuh pada orang lain berarti ia mengundang masalah.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

2. Sulit bagi kita untuk mencapai kemajuan tanpa melalui jalan pintas meskipun harus melanggar aturan.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

3. Saat ini masih mungkin bagi kita untuk berbuat jujur dalam semua aspek.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

4. Setiap orang mempunyai sifat jahat yang akan muncul ketika ia mempunyai kesempatan.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

5. Jangan menceritakan kepada orang lain alasan mengapa kita mengerjakan sesuatu kecuali hal tersebut
berguna.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

6. Saat ini merupakan hal yang lumrah untuk menyanjung seseorang yang kita anggap penting.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

7. Kita dapat bertindak hanya setelah memastikan bahwa tindakan tersebut benar secara moral.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

8. Lebih penting menjadi orang yang rendah hati dan jujur daripada orang yang penting dan tidak jujur.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

9. Seseorang yang menderita penyakit yang sulit disembuhkan boleh meminta untuk disuntik mati tanpa
rasa sakit.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

10. Semua orang pada dasarnya baik dan jujur.


1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

11. Apapun alasannya, berbohong kepada orang lain merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

12. Kebanyakan orang lebih mudah melupakan kematian orang tuanya daripada ketika kehilangan hartanya.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju
Nur Cahyonowati, Peranan Etika, Pemeriksaan, dan Denda Pajak untuk... 153

13. Banyak orang dapat berkembang karirnya tanpa mengambil “jalan pintas”.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

14. Banyak orang tidak mau bekerja keras kecuali dipaksa.


1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

15. Perbedaan terbesar seorang yang telah menjadi tersangka dan orang yang tidak menjadi tersangka
adalah si tersangka terlalu bodoh sehingga ketahuan kejahatannya.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

16. Cara terbaik untuk menangani seseorang adalah dengan menceritakan kepada mereka apa yang ingin
mereka dengar.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

17. Kejujuran adalah cara terbaik dalam menyelesaikan semua masalah.


1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

18. Pada saat ini kita boleh berbuat tidak jujur karena banyak orang juga melakukannya.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

You might also like