You are on page 1of 9

ISU PASANGAN KLIEN PADA PELAYANAN VCT: STUDI EKSPLORASI

PADA DUA PELAYANAN DI JAKARTA

Issue Of VCT Client's Partner In VCT Services: An Exploration Study


At Two Services In Jakarta

Dini Dachlia, Nurul Huriah Astuti, Luluk Ishardini, Yudarini

Pusat Penelitian Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia


Depok, Jawa Barat

Email: dachliadini@yahoo.com

Abstract
Background: Voluntary Counseling and Testing (VCT) means to know the status of HIV infection and
further to prevent its spreading. Result of VCT is confidential, but it becomes complicated when someone
with HIV has spouse/sexual partner.
Objective: This article describes clients and their spouse issues in VCT services.
Methode: The study used qualitative method assessed semi-structure interview to 66 post-services clients,
employed indepth interview to two program managers, focus group discussion with two counsellor groups,
and document review on VCT guidelines. The study took place in a government-owned referral hospital
and a non-government organization focuses on HIVand AIDS prevention, both located in Jakarta.
Result: Result shows that VCT services has not yet optimally considered spouse needs due to barriers from
the client itself, besides the counseling process has not put the spouse issue yet. Additionally, this situation
was not supported by sufficient VCT guidelines in considering client' spouse issue in VCT services.
Conclusion: VCT training needs to underline the awareness on the confidentiality matter, differences of
HIV infection modes between man and woman, and the success stories of disclosure done by PLWHs to
their spouse.

Kata kunci: VCT, pasangan klien, buka status

Absirak

Latar belakang : Voluntary Counseling and Testing (VCT) merupakan sarana mengetahui status infeksi
HIV dan pencegahan penularan terhadap orang lain. Hasil VCT dijamin kerahasiaannya. Namun hal
kerahasiaan menjadi sulit ketika seseorang sudah mempunyai calon/pasangan seks tetap.
Tujuan: Tulisan ini mendeskripsikan isu pasangan klien dalam pelayanan VCT.
Metoda: Studi menggunakan metode kualitatif dengan wawancara semi-terstuktur terhadap 66 klien pasca-
pelayanan, wawancara mendalam kepada dua manager program, diskusi kelompok terarah (DKT) dengan
dua kelompok konselor, dan telaah pedoman pelaksanaan VCT. Studi dilakukan di satu Rumah Sakit (RS)
rujukan pemerintah dan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Jakarta.
Hasil: Hasil studi memperlihatkan pelayanan VCT belum optimal mempertimbangkan kebutuhan pasangan
klien karena hambatan dari klien sendiri, di samping konseling .belum optimal memasukkan isu pasangan
klien. Situasi ini juga tidak didukung oleh pedoman pelaksanaan VCT yang memadai dalam
mempertimbangkan isu pasangan klien.
Kesimpulan : Studi merekomendasikan Pelatihan yang memperbaiki pemahaman makna konfidensialitas
dan memaknai adanya ketimpangan cara penularan HIV antara laki-laki dan perempuan diperlukan guna
mendorong ODHA membuka status kepada pasangannya sedini mungkin.

Keywords: VCT, pasangan klien, buka status

PENDAHULUAN Human Immunodeficiency Virus (HIV), guna


„ ,
Voluntary ,, ,. and
Counseling ~ j Testing
r *• (\J^T\
(VCT) memungkinkan , secara . lebih dini
. A . . ° • .<• i • mendapatkan pelayanan terkait perawatan,
merupakan sarana mengetahui status infeksi

51
Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol. 1 No 1, Desember 2010 : 51 - 59

dukungan, pengobatan, serta mencegah perkawinannya, yaitu tertular suami yang


penularan kepada orang lain.1 Pemeriksaan berperilaku berisiko. 18,16,19,20.21 Laporan
HIV melalui VCT mensyaratkan seseorang triwulan VCT menggambarkan penambahan
melakukannya secara sukarela, bukan jumlah ODHA perempuan lebih cepat
dipaksa atau diwajibkan. Salah satu prinsip dibandingkan ODHA laki-laki dalam tiga
pelayanan VCT menyebutkan bahwa hasil tahun terakhir.4 Melihat situasi HIV dan cara
VCT bersifat rahasia dan dijamin penularannya saat ini, konselor dan
kerahasiaannya, serta informasi kasus hanya pelayanan VCT perlu menganggap penting
dapat diketahui seijin klien. Kerahasiaan ini kebutuhan pasangan klien dan membuka
berguna untuk melindungi klien dari status HIV pada pasangannya agar epidemi
diskriminasi.2'3'4 Namun, isu kerahasiaan ini menjadi terkendali. Tulisan ini
menjadi penting dalam epidemi HIV ketika mendeskripsikan tentang belum optimalnya
seorang klien sudah mempunyai pelayanan VCT mempertimbangkan isu
calon/pasangan seksual, terkait dengan pasangan klien beserta hambatan dalam
pengetahuan bahwa hubungan seks melaksanakannya.
merupakan cara penularan yang angkanya
konsisten tinggi dalam beberapa tahun
terakhir.5 METODE
Alasan orang dengan HIV dan AIDS Studi menggunakan rancangan kualitatif
(ODHA) tidak mau membuka status HIV yang mencakup wawancara semi-terstuktur
kepada keluarga atau pasangan seks adalah kepada klien yang sudah VCT, untuk
stigma dan hambatan sosial budaya mengetahui isu pasangan klien dari
masyarakat.6'7'8 Namun demikian, membuka pandangan klien dan menceritakan proses
status HIV sangat mungkin dilakukan. VCT yang sudah diterima. Temuan tersebut
Konselor dan proses konseling menentukan kemudian diklarifikasi dan dieksplorasi
klien memutuskan mau membuka status HFV melalui wawancara mendalam kepada
kepada pasangannya.9'10 Semakin dini ini manager program, diskusi kelompok terarah
dilakukan, semakin banyak keuntungannya, (DKT) dengan konselor, serta telaah
misalnya lebih baik dalam menjaga dokumen pedoman pelaksanaan VCT.
kesehatan, lebih mendapat dukungan, dan Wawancara dan diskusi menggunakan acuan
lebih dini mendapatkan penanganan bila daftar pertanyaan. Wawancara semi-
pasangan terinfeksi.11"12'13 Dibandingkan laki- terstruktur mencakup 66 klien, diwawancarai
laki, tampaknya ODHA perempuan saat pascapelayanan pada Juli-September
seringkali mendapat kekerasan atau 2009 atau klien sudah VCT dalam 2 bulan
pengusiran dari rumah bila lebih dahulu terakhir. DKT mengikutsertakan 15 konselor
membuka status HIV kepada pasangan.14'9 dan wawancara mendalam dilakukan kepada
Hal ini karena masyarakat umumnya lebih dua manager program. Studi dilakukan di
bertoleransi terhadap perilaku laki-laki yang satu RS rujukan pemerintah (pelayanan statis
merugikan seperti hubungan seks di luar VCT) dan satu Lembaga Swadaya
nikah, di samping banyak perempuan Masyarakat/LSM (pelayanan mobile VCT) di
tergantung secara finansial kepada laki- Jakarta. Proses DKT dan wawancara
laki.15'9 Hambatan budaya membuat mendalam direkam dengan tape recorder,
perempuan merasa aneh bila harus berdiskusi dan transkripsi rekaman dipetakan dan
seksualitas termasuk tentang kondom karena dianalisis secara tematik. Dokumen yang
selama ini selalu mempercayai suami.16'17 ditelaah adalah pedoman pelaksanaan
pelayanan VCT, modul pelatihan VCT, serta
Pengabaian isu pasangan klien telah
peraturan terkait seperti peraturan pemerintah
berdampak dalam epidemi HIV.
dan undang-undang. Hasil telaah dianalisis
Diperkirakan lebih dari 90% perempuan
menunjang tema sesuai tujuan seperti tersaji
ODHA terinfeksi dari pasangan seksual yang
pada tabel 1. Keikutsertaan klien dan
telah lama berhubungan.16 Kebanyakan
informan bersifat sukarela melalui informed
perempuan menjadi ODHA di masa
consent lisan.

52
Isu pasangan klien pada..,( Dini, Nurul, Luluk & Yudanni)

Tabel 1. Tema pertanyaan dan diskusi berdasarkan informan/tahapan studi

Informan/tahapan Tema
Klien Pendapat tentang anggapan masyarakat bahwa laki-laki wajar mempunyai lebih dari
satu pasangan
Pendapat perlu tidaknya membicarakan isu seksual dengan pasangan
Khusus ODHA: membuka status HIV kepada pasangan tetap
Konselor dan Pendapat tentang perempuan banyak yang terinfeksi dari laki-laki pasangan
manager program Pendapat tentang konfidensialitas
Pengalaman tentang alasan klien tidak membuka status HIV kepada pasangannya
Interaksi klien Informasi & penguatan tanggung jawab penggunaan kondom bagi klien laki-laki
dan konselor Informasi & negosiasi penggunaan kondom bagi klien perempuan
Review pedoman Konfidensialitas klien
VCT Membuka status HIV kepada pasangan

HASIL bertukar jarum suntik dan perilaku seks pra


atau ekstra-marital tak aman. Semua klien
Karakteristik klien dan informan
perempuan terinfeksi karena perilaku
Seluruh klien VCT berjumlah 66 orang, 19 berisiko dari laki-laki pasangan atau
laki-laki dan 47 perempuan. Namun suaminya. Tiga perempuan melakukan VCT
distribusi klien berdasarkan gender ini setelah suami meninggal (dua bulan
berbeda di LSM dan RS, di mana seluruh sebelumnya), seorang perempuan terjaring
klien LSM adalah perempuan sedangkan melalui mobile VCT ibu hamil, satu
klien RS ada laki-laki dan perempuan. Usia perempuan disarankan VCT karena suami
klien laki-laki lebih tua (rata-rata 30 tahun) sedang menjalani rawat inap, serta satu
dibandingkan klien perempuan (rata-rata 26 perempuan melakukan VCT karena
tahun). Sebagian besar klien laki-laki dan mengeluh sariawan parah sementara
separuh klien perempuan berpendidikan SMP suaminya ODHA.
ke atas. Sebagian besar klien perempuan dan
separuh klien laki-laki berstatus kawin. Konselor mengakui bahwa banyak klien
Sebagian besar klien perempuan ibu rumah perempuan terinfeksi dari suaminya.
tangga dan sebagian besar klien laki-laki Wawancara dengan konselor memperkuat
berdagang, sopir/pelaut, pegawai, dan situasi tersebut, seperti terdapat dalam
kutipan berikut.
sebagian lainnya mahasiswa/tidak
mempunyai pekerjaan. "Kebanyakan istri tertular suaminya. Nah,
Konselor dan manager program yang yang saya katakan tadi lebih dari tujuh puluh
diwawancarai berjumlah 17 orang (7 dari RS persen faktor risiko tertularnya perempuan
dan 10 dari LSM). Sebagian besar konselor itu dari heteroseks ". (DKT Konselor RS)
pernah mengikuti minimal sekali pelatihan
VCT. Sebagian besar konselor menikah, "Dulu sekitar belasan persen, sekarang
berusia 25-58 tahun, berpendidikan SMA hampir 30 persen. Itu kemungkinan ini kan
sampai sarjana. Jumlah konselor LSM lebih sudah ada infeksi di dalam keluarga.
banyak karena adanya relawan. Pengetahuan Ternyata memang betul sehingga dalam hal
HIV dan AIDS diperoleh dari pelatihan, ini boleh dibilang yang namanya perempuan
hanya seorang konselor LSM yang mendapat itu sebagai korban. Gitu. Anggapnya
pelatihan khusus tentang analisis gender. begitulah.. " (Manager program RS)

"Sebenarnya epidemi HIV ini semakin lama


Perempuan terinfeksi sebagai dampak ini, semakin mengarah kepada kelompok
perilaku pasangan perempuan kan? Jadi e.. kalau sebelumnya
epidemi itu di lelaki, HIV itu mayoritas
Dari 66 orang yang melakukan VCT, 23 lelaki, sekarang itu kan sudah masuk ke
klien HIV positif (17 laki-laki dan 6 pasangannya, perempuan... " (Manager
perempuan). Semua klien laki-laki terinfeksi program LSM)
HIV karena perilaku berisiko dirinya seperti

53
Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol. 1 No 1, Desember 2010 : 51 - 59

Klien laki-laki tidak segera membuka Anggapan tidak perlu membicarakan masalah
status HIV kepada pasangan seksual dengan pasangan disebutkan oleh
Dari enam klien laki-laki positif HIV yang lebih banyak klien perempuan (41%)
mempunyai pasangan tetap hanya dua yang daripada klien laki-laki (10%). Namun pada
kemudian membawa pasangannya untuk proses konseling VCT, tidak ada klien laki-
laki dan sekitar 13% klien perempuan
VCT. Satu perempuan pasangan klien sudah
mengakui membicarakan masalah terkait
menjalani dua kali VCT dan hasilnya negatif.
pasangannya dengan konselor. Umumnya
Sedangkan satu perempuan pasangan klien
masalah yang dikeluhkan adalah perilaku
terinfeksi karena tidak disiplin menggunakan l
jajan' laki-laki pasangan, cara komunikasi
kondom. Empat klien lainnya beranggapan
dengan pasangan, menjaga jarak kelahiran,
perempuan pasangannya hingga saat ini
bahkan melebar sampai pada cara berbagi
terlihat sehat-sehat saja sehingga tidak perlu
tugas di dalam rumah tangga.
melakukan VCT.
DKT dengan konselor menggali kenyataan
Konselor mengakui bahwa kebanyakan klien
tidak semua klien terbiasa menyampaikan
laki-laki tidak segera membuka status
masalah pribadi yang dihadapi. Diperlukan
HIVnya. Khawatir ditolak, perasaan malu,
pendekatan lebih baik selama konseling dan
dan hambatan keluarga merupakan alasan
terganrung budaya masing-masing, seperti
yang diceritakan seperti berikut.
kutipan berikut.
"Jadi dia (suami, red) belum sempat
"Pertanyaan di awal saya selalu
memberi tahu saya (dia) ini positif. Tapi,
menanyakan bagaimana ibu, siapa yang
sampai meninggal ia tidak sempat
masak, siapa yang mengantar anak sekolah.
memberitahukan ke istrinya. Setelah lama,
Kaitannya dengan suami, emang suami ibu
istrinya sakit. Dokter yang merawatnya
ke mana?". (Konselor LSM)
bertanya, suaminya mana? Meninggal.
Mungkin dokternya curiga. Konseling "...Kalau disangkutkan dengan ituya, kalau
juga..". (DKTKonselor RS) pemahaman pribadi saya sendiri itu ya
memang hal itu tidak pasti. Kalau dominan,
"Ya kesulitannya gini ya. Dia datang ke sini,
ya nggak cuma suami, ada juga istrinya kan.
udah kitanya gini.. tapi ke kitanya dia nsgak
Kalau saya sih lebih mengembalikan kepada
man terbuka. Biasanya keluarga itu bisa
mereka. Kita mengembalikan kepada kultur
bikin kita enggak terbuka masalah seperti
mereka masing-masing". (Konselor RS)
itu " (DKT Konselor RS)
Anggapan laki-laki wajar mempunyai banyak
"Ada yang pengantin bam, waktu pengantin
pasangan disebutkan oleh sekitar 15% klien
barunya, dia tahu ini dia positif. Tapi tetap
perempuan dan sekitar 5% klien laki-laki.
aja.. (melakukan hubungan seks, red).
Pendapat ini mencerminkan seolah
Beberapa kasus kita itu begitu" (DKT
perempuan lebih 'nrimo' daripada laki-laki.
Konselor RS)
Hal yang sama diakui konselor seperti
"..takut ditinggalin, selama ini, kondisi baik- diungkap berikut.
baik aja, gitu kan. Selama ini, nggak pernah
".. ada seorang wanita yang tidak pernah
ada sakit. Hal-hal yang seperti itu, dia lebih
mempunyai pendapat sendiri, mendapatkan
e.. memikirkan psikososialnya. Masalahnya
suami pilihan orangtua. Itu suatu
ada keluarganya, ada anak-anak, kalau
contoh...Artinya, perempuan sangat lemah
sampai istri ninggalin, apa yang akan
dalam memberikan keputusan. " (Konselor
terjadi". (Konselor LSM)
LSM, Jakarta)
"..perempuan seringkali, bilang, nanya
Proses konseling: ketimpangan kebutuhan suami, nanya suami. Secara pribadi, saya
komunikasi seksual suka tidak setuju, dalam beberapa hal tidak
harus menunggu keputusan suami. Karena
Kepada subyek ditanyakan pendapat perlu
tidaknya membicarakan masalah seksual kita juga punya hak untuk ngomong. Kalau di
konseling sih, kita tidak masukkan hal itu."
dengan pasangan, serta anggapan kewajaran
laki-laki mempunyai banyak pasangan. (Konselor LSM, Jakarta)

54
Isu pasangan klien pada...( Dini, Nurul, Luluk & Yudarini)

Proses konseling: ketimpangan kebutuhan "Yah, untuk strategi penggunaan kondom itu
informasi dan penguatan kondom ada penekanan sendiri. Laki-laki baik
perempuan, ada penekanannya.
Dari semua informan, 63% klien laki-laki dan
Penekanannya lebih sebagai bentuk
85% klien perempuan melaporkan mendapat
tanggung jawab, sebagai bentuk pemutus
informasi kondom selama konseling. Dari
rantai penularan. Lebih banyak
klien tersebut, sebanyak 41,1% klien laki-laki
penekanannya gitu.. termasuk persepsi salah
dan 52,2% klien perempuan menyebutkan
yang harus diluruskan. Persepsi selama ini,
konselor telah sangat jelas atau jelas dalam
kondom itu lebih kepada kontrasepsi". (FGD
menyampaikannya. Namun, hanya 42% klien
Konselor LSM)
laki-laki melaporkan mendapatkan penguatan
tanggung jawab dan 17% klien perempuan "Kalau dalam penggunaan kondom, saya
melaporkan mendapatkan penguatan selalu ngomong, paling tidak, tanggung
negosiasi untuk menggunakan kondom. jawab moral untuk tidak menularkan pada
orang lain.. (Wawancara Konselor LSM)
Memperkuat informasi pentingnya kondom
merupakan salah satu bentuk perlindungan "Termasuk, teknisnya. Jadi maksudnya gini,
bagi pasangan klien, terutama bagi ODHA e.. Mbak suami saya bilangnya nggak enak,
kepada pasangannya. Dari enam ODHA laki- jadi saya males makenya. Itu termasuk, kita
laki yang mempunyai pasangan tetap, empat ajarin gini. Sekarang kan uda banyak aroma,
orang melaporkan mendapat penguatan coba kita pake..yang aroma duren. Jadi,
tanggung jawab untuk menggunakan kondom istrinya juga kita ajarin untuk pintar, untuk
selama konseling, sedangkan dua ODHA ngajak si suami, bahwa kondom itu ada
lainnya tidak. Sedangkan dari tiga ODHA aroma, duren, mint, stroberi, apa gitu."
perempuan yang masih mempunyai pasangan (Wawancara Konselor LSM)
tetap, dua orang melaporkan mendapat
penguatan dalam konselingnya agar selalu
menggunakan kondom. Namun ini bukan Pedoman dan kebijakan buka status
termasuk penguatan negosiasi tetapi lebih kepada pasangan klien kurang jelas
kepada alasan keharusan 'pakai kondom.
Ada dua pedoman pelaksanaan VCT yang
Terungkap alasannya ada dua, yaitu pertama:
digunakan dalam pefayanan di lokasi studi:
karena sedang hamil maka kondom dipakai
'Modul Pelatihan Konseling dan Tes
untuk mencegah perpindahan virus dari
Sukarela' dari Depkes Tahun 2002 dan
suami, dan kedua: untuk menjaga kesehatan
'Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing
supaya mendapat ARV gratis. Sedangkan
HIV/AIDS secara Sukarela' dari Depkes
seorang perempuan ODHA lainnya
Tahun 2006. Buku Pedoman VCT 2006
menyebutkan tidak menerima penguatan
menguraikan isu membuka status kepada
informasi tentang penggunaan kondom
pasangan klien pada halaman 28. Ditulis
karena suaminya sedang menjalani rawat
dalam sub 'VCT dan etik pemberitahuan
inap.
kepada pasangan', uraiannya lebih mengaran
Tergali dalam DKT dengan konselor bahwa kepada konfidensialitas bagi petugas, bukan
materi penguatan informasi kondom yang memuat manfaat membuka status bagi kiien,
diberikan selama konseling tidaklah sama pasangan, dan keluarga pada masa
antara oleh konselor RS dan LSM. Konselor mendatang. Buku Modul VCT (2002)
RS tidak membedakan latar belakang klien, menguraikan pemberitahuan kepada
sedangkan konselor LSM membedakannya. pasangan klien pada halaman 214. Ditulis
dalam sub 'Diskusi tentang strategi
"Kalau panduannya sama... Karena pada
pengurangan risiko', uraiannya kurang jelas
prinsipnya itu kan lebih pada faktor
karena tidak memuat seperti apa strateginya
resikonya. Pengambilan keputusan dari
serta tidak ada contoh cara buka status bagi
suami ya, Tapi dari konseling sih enggak
ODHA laki-laki dan ODHA perempuan.
berbeda. Pemberian informasi lelaki dan
perempuan, prosedurnya sama. (FGD Konfidensialitas menurut ketentuan di
Konselor RS) Indonesia terdapat dalam UU Kesehatan No.
36/200922 pasal 1 dan Peraturan Pemerintah
No. 10/196623 tentang Wajib Simpan Rahasia

55
Jurnal Kesehatan Reproduksi Voi. 1 No 1. Desember 2010 : 5! - 59

Kedokteran. Kedua peraturan sudah jelas "Ya. Kalau suami positif. Kita sebagai
menguraikan maksud konfidensialitas dan konselor kita kan mengingatkan aja. Mereka
tidak ada kaitannya dengan strategi membuka ini kan yang ngasih tahu ke istri, mereka
status. UU No.36/2009 pasal 57 sendiri. Kalau suami positif, suami kasih
menyebutkan "Setiap orang berhak atas tahu istri. Kalau istri yang positif, istri kasih
rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang tahu suami. Nanti kalau kita yang kasih tahu
telah dikemukakan kepada penyelenggaraan nanti jontok-jontokkan.." (FGD Konselor
pelayanan kesehatan". Selanjutnya RS)
dijelaskan lebih rinci dalam pasal 2
"Di masyarakat, stigma pada ODHA masih
"Ketentuan mengenai hak atas rahasia
sangat tinggi. Cuman kita mengajarkan
kondisi kesehatan pribadi sebagaimana
bahwa sebagai seorang ODHA tidak perhi
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam
terbuka yang tidak pada tempatnya. Terbuka
hal: perintah undang-undang; Perintah
itu ada tempatnya sendiri-sendiri. Terbuka di
pengadilan; Izin yang bersangkutan,
luar pun akan menimbulkan stigma" (FGD
Kepentingan masyarakat; atau Kepentinsan
Konselor LSM)
orang tersebut". Sedangkan PP No. 10/1966
menyebutkan dalam pasal 1 "Yang dimaksud "Kita bukan menyarankan ya. Tetapi, kita
dengan rahasia kedokteran. ialah segala memotivasi si klien ini, baik kalau dia laid-
sesuatu yang diketahui oleh orang-orang laki ataupun perempuan, yang sudah punya
tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau pasangan, untuk membuka statusnya kepada
selama melakukan pekerjaannya dalam e.. pasangannya. Dalam hal ini tentu kita e..
lapangan kedokteran" Penjelasan pasal ini menggambarkan lebih ke hal positifnya.
terdapat dalam pasal berikutnya Misalnya, kalau positif, kan suatu saat
"Pengetahuan tersebut pasal I hams mungkin dia memerlukan bantuan, yang
dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut paling dekat dengan dia adalah
dalam pasal 3, kecuali apabila suatu pasangannya. " (Wawancara Konselor LSM)
peraturan lain yang sederajat atau lebih "Jadi kita memberikan motivasi yang positif.
tinggi daripada Peraturan Pemerintah ini Meskipun buka status ada yang rugi buat dia.
menentukan lain " Petugas yang dimaksud kita sampaikan juga. Reaksi positif adalah
dijelaskan dalam pasal 3 yang berbunyi "(a). dia menerima, mensupport. Reaksi negatif,
Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UL' itu dia akan marah-marah, bahkan yang
tentang tenaga kesehatan (LN/1963 No.78); paling ekstrim, pisah. Hal-hal seperti itu, kita
(b). Mahasiswa kedokteran, murid yang siapkan mental dia, kalau hal itu terjadi.
bertugas dalam lapangan pemeriksaan, solusi apa yang bisa kita tawarkan. Itu aja.
pengobatan dan/atau perawatan, dan orang (Wawancara Konselor LSM)
lain yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan."
Berlainan. dengan isi peraturan tersebut, PEMBAHASAN
sebagian konselor enggan memberikan Secara biologis perempuan mempunyai risiko
dorongan kepada klien untuk membuka lebih besar terinfeksi HIV daripada iaki-laki
status HIV justru karena alasan karena bentuk anatomi organ seksual
konfidensialitas. Dibandingkan konselor RS, perempuan yang luas dibandingkan Iaki-
konselor LSM mempunyai pendapat lebih laki. 24.25 Risiko ini meningkat karena
baik tentang konfidensilitas, seperti kutipan perempuan bergantung secara ekonomi
berikut: kepada Iaki-laki dan sikap perempuan yang
"lya, kerahasiaannya. Karena.. e.. pra lebih "nrimo' merupakan nilai lazim di
sebelum konseling itu, itu catatan pertama, masyarakat.26 Bila melihat cara
bahwa konseling ini, kerahasiaannya kita penularannya, sebagian besar perempuan
iamin. Karena, kalau tidak begitu, mereka risiko rendah seperti ibu rumah tangga
tidak mau nemui. Nggak terbuka. Jadi itu ternyata terinfeksi dari Iaki-laki
sudah kita garansi dulu. Jadi ini terjaga pasangannya.16'20"27 Studi ini juga
kerahasiaannya. " (FGD Konselor RS) memperlihatkan ketimpangan cara penularan
tersebut. Sebab ketimpangan pertama: Iaki-
laki terlambat mengetahui status HIV dirinya,

56
Isu pasangan klien pada. -.( Dini Nurui. Luluk & Yudarini)

kedua: laki-laki ODHA tidak segera membuka status HIV kepada pasangannya
membuka status HIV kepada pasangannya, justru menguntungkan diri sendiri dan
dan ketiga: laki-laki ODHA tidak membawa pasangannya. Klien yang membuka status
pasangan sedini mungkin untuk mengikuti HIVnya lebih mendapat dukungan untuk
VCT. Sebab pertama dapat dijawab dengan patuh minum ARV, menjaga kesehatan,
memperluas akses VCT bagi laki-laki mengubah perilaku tidak aman.
berisiko sehingga dapat segera mendapat meningkatkan dukungan sosial, dan
pelayanan. Namun perluasan akses VCT menguatkan hubungan. Sedangkan pasangan
tidak berarti bagi pengendalian infeksi HIV klien yang lebih dini mengetahui status HIV
bila tidak diiringi konseling yang mendorong dirinya, akan lebih dini mencari pengobatan,
klien membuka status HIVnya sedini termasuk pelayanan PMTCT bila
mungkin kepada pasangannya mengingat diperlukan. Dengan demikian, ketika
adanya sebab ketimpangan kedua dan ketiga. kecenderungan penularan HIV terjadi dalam
keluarga seperti saat ini, tidak ada alasan bagi
Konseling yang berupaya mendorong klien
pelayanan VCT untuk tidak mendorong dan
untuk membuka status HIV kepada
memastikan klien sedini mungkin membuka
pasangannya memang bukan hal mudah, dan
status HIV kepada pasangannya.
tantangan terbesar berasal dari nilai di
masyarakat. Kebanyakan masyarakat Konselor VCT bekerja berdasarkan pedoman.
Indonesia tidak terbiasa membicarakan isu Bila pedomari tidak tegas menyampaikan
berbau seksual/sensitif dengan pasangannya, suatu hal, maka hal tersebut menjadi semakin
seperti masalah penularan HIV, membuka tidak jelas dalam pelaksanaannya. Studi ini
status HIV, bahkan seringkali perempuan memperlihatkan bahwa konfidensialitas
merasa risih bila berinisiatif untuk suami menjadi salah satu alasan konselor kurang
menggunakan kondom karena terbiasa termotivasi untuk mendorong klien membuka
mempercayai suami,28'16'29 Studi ini status HIVnya. Sebenarnya UU Kesehatan
memperlihatkan adanya hambatan tersebut, No.36/2009 khususnya pasal 57 dan PP
terutama pada klien perempuan. Dengan No. 10/1966 pasal 1 telah menyatakan secara
demikian dapat difahami bila klien laki-laki jelas bahwa konfidensialitas berlaku bagi
juga mengalami hambatan yang sama pada petugas kesehatan dan tidak berlaku bila
saat harus membuka status HIVnya kepada terkait kepentingan masyarakat atau
perempuan pasangannya. Situasi ini kepentingan klien tersebut. Konfidensialitas
memperlihatkan konseling perlu yang dimaksud melindungi klien karena
membedakan kebutuhan dan latar belakang kasus AIDS kental dengan stigma dan
yang bervariasi pada klien dan pasangannya, diskriminasi, tidak mengartikan konselor
konseling bukan semata pemberian boleh tidak mempedulikan klien yang tidak
informasi. Studi ini juga memperlihatkan membuka status HIV kepada pasangannya.
bahwa konselor LSM yang lebih banyak Buku Pedoman Pelaksanaan VCT (2006)
terpapar isu gender akan lebih baik dalam memang menempatkan konfidensilitas
memotivasi klien untuk berubah. Sebenarnya bersamaan dengan cara pemberitahuan hasil
dengan pendekatan yang tepat maka seorang VCT sehingga konselor memahaminya
konselor akan mampu mempengaruhi sebagai salah satu pembatasan dalam
seorang klien mengambil keputusan.30 mendorong klien untuk membuka status HIV.
Dengan demikian sangat dimungkinkan Ketidakjelasan pedoman dan keterbatasan
konseling mendorong klien, terutama ODHA pemahaman konselor tentang hal ini
laki-laki, untuk sedini mungkin membuka berpotensi melanggengkan berbagai alasan
status HIVnya dan mengajak pasangannya sehingga proses konseling tidak mendorong
untuk VCT. klien untuk membuka status HIV kepada
pasangannya.
Beberapa studi lain melaporkan bahwa
membuka status HIV kepada pasangan
merupakan tahapan sulit, dan cara
KESIMPULAN DAN SARAN
menyampaikannya memerlukan strategi yang
berbeda untuk membuka status antara ODHA Studi ini memperlihatkan bahwa isu
perempuan dan ODHA laki-laki.3"032 pasangan klien, termasuk membuka status
Disepakati bahwa semakin dini ODHA HIV, belum optimal menjadi pembicaraan

57
Jurnal Kcsehatan Reproduksi Vol. 1 No 1, Desember 2010 : 51 - 59

dalam konseling VCT, terutama bagi ODHA Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL),
laki-laki kepada pasangannya. Dorongan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010.
6. Ford, K., Wirawan D.N., Sumantera G.M., Sawitri
untuk membuka status ODHA laki-laki A.A.S., Stahre M. Voluntary HIV Testing,
kepada pasangan sangat diperlukan disclosure, and stigma among injection drug users
sehubungan semakin banyaknya perempuan in Bali, Indonesia, AIDS Education and
terinfeksi dari pasangannya dalam hubungan Prevention, 2004, 16 (6), 487^98.
7. Datye V., Kilemann K., Sheikh K., Deshmukh D.,
perkawinan. Pengambil kebijakan pada
Deshpande S., Porter J., Rangan S. Private
pelayanan VCT diharapkan dapat pratitioners' communications with patients around
memperhatikan rekomendasi berikut: HrV testing in Pune, India. Oxford University
pertama, perlu pelatihan yang memperbaiki Press and The London School of Hygiene and
pemahaman makna konfidensialitas dan Tripical Medicine, 2006.
8. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS
memaknai adanya ketimpangan cara (UNAIDS). Men and AJDS - A Gendered
•penularan HIV antara laki-laki dan Approach, 2000 World AIDS Campaign. Geneva:
perempuan agar konselor lebih baik dalam UNAIDS, 2000.
mendorong ODHA membuka status kepada 9. Maman S, Mbwambo, J.K., Hogan, N.M., Weiss
E., Kilonzo G.P., & Sweat M.D. High rates and
pasangannya sedini mungkin. Kedua, perlu
positive outcomes of HFV-serostatus disclosure to
memperkaya modul pelatihan dan pedoman sexual partners: reason for cautious optimism from
pelaksanaan VCT dengan mengangkat a voluntary counseling and testing clinic in Dar es
berbagai kisah sukses ODHA laki-laki Salaam, Tanzania. AIDS and Behavior. 2002, 7
membuka status HIV kepada pasangannya (4).
10. World Health Organization (WHO). Gender
atau sebaliknya agar konselor memahami Dimensions of HrV Status Disclosure to Sexual
kesulitan dan cara penanganannya di Partners: Rates, Barriers, and Outcomes, A
lapangan. Review Paper. Geneva: WHO, 2004.
11. Kalichman S.C., Rompa D., DiFonzo K., Simpson
D., Kyomugisha F., Austin J., & Luke W. Initial
development of scales to asses self-efficacy for
UCAPAN TERIMA KASIH disclosing HIV status and negotiating safer sex in
HIV-positive persons. AIDS and Behavior, 2001,
Terima kasih kepada KPAN-HCPI atas
5(3).
dukungan Dana Penelitian HIV Tahun 2009, 12. Stirratt M.J., Remien R.H., SmithA., Copeland
bimbingan Prof. Budi Utomo dan Dr. O.Q., Dolezal C., & Krieger D. The Role of HIV
Sabarinah Prasetyo, serta Balitbangkes serostatus in antiretroviral medication adherence.
Depkes. AIDS Behavior, 2006, 10, 483-493.
13. Grau L.E., White E., Niccolai L.M., Toussova
O.V., Vevevochkin S.V., Kozlov A.P, & Heimer,
R. HP/ disclosure, condom use, and awarness of
DAFTAR PUSTAKA HIV infection among HIV-positive, heterosexual
druginjectors in St.Peterburg, Russian Federation.
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. AIDS Behavior, 2010.
Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing 14. Gari T., Habte D., & Markos E. HIV positive
HIV/AIDS Secara • Sukarela (Voluntary status disclosure to sexual partner among women
Counselling and Testing). Jakarta: Direktorat attending ART clinical Hawassa university
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Referral Hospital, SNNPR, Ethiopia. Ethiopia J.
Lingkungan (P2PL), Departemen Kesehatan Health Dev, 2010, 24(1).
Republik Indonesia, 2006. 15. World Health Organization (WHO). Violence
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Against Women and HIV/AIDS: Critical
Modul Pelatihan Konseling dan Tes Sukarela HFV Intersections - Intimate partner violence and
(Voluntary Counselling and Testing = VCT). HIV/AIDS, Information Bulletin Series, 2001,
Jakarta. Direktorat Jenderal Pengendalian Number ]
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), 16. Interagency Gender Working Group. How To
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002. Integrate Gender into HIV/AIDS Program, Using
3. Family Health International (FHI) & United State Learned From USAID and Partner Organization.
Agency for International Development (USAID). Washington: IGWG, 2004.
VCT Toolkit: A Guide to Establishing Voluntary 17. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS
Counseling and Testing Services for HIV. (UNAIDS). HIV Transmission in Intimate Partner
Arlington: FHI & USAID, 2002. • Relationship in Asia, Geneva: UNAIDS,2009.
4. World Health Organization (WHO). The Right To 18. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS
Know: New Approaches to HIV Testing and (UNAIDS). Operational Guide on Gender &
Counselling. Geneva: WHO, 2003 HIV/AIDS: A Right-based Approach,
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Amsterdams: Interagency Task team on Gender &
Laporan Kasus HIV/AIDS sampai Juni 2010. H1V/AIDS-UNAIDS, 2005.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian

58
Isu pasangan klien pada...( Dini, Nurul, Luluk & Yudarini)

19. Newmann, et al, , Marriage, Monogami, and for The Advancement of Women,WHO and
HIV: a Profile of HIV Infected Women in South UNAIDS, 2000
India [cited 2010 Jan 14] Available fromURL: 27. Indah, S. Mekanisme Koping Wanita yang
http://iisa.rsmjoumals.com/cgi/contentyabstract/1 I/ Terinfeksi HFV dari Suaminya (Studi Kualitatif di
4/250?maxtoshow=&HITS=10&hits=10&RESUL Yayasan Pelita Ilmu Jakarta). Jakarta: RSPN Cipto
TFORMAT=&searchid=l&FIRSTINDEX=0&mi Mangunkusumo, Departmen Psikiatri Fakultas
nscore=5000&resourcetvpe=HWCIT. Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
20. Australian Government's overseas aid program 28. World Health Organization. Document Summary
(AusAid) & Indonesia HIV/AIDS Prevention and HIV status disclosure to sexual partner: rates,
Care Project (IHPCP), Perempuan di Lingkar barriers and outcomes for women. Geneva: WHO,
NapzaSuntik, Penelitian Eksploratif di Delapan 2004
Kota di Indonesia Tahun 2007. Jakarta: fflCPCP 29. Badan Pusat Statistik (EPS), Badan {Coordinator
and AusAid, 2009 Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
21. Baby Jim Aditya, Kerentanan Perempuan Departemen Kesehatan (Depkes), dan Macro
Terhadap HIV/AIDS dalam Jurnal Perempuan No. International Inc., United State Agency for
43: Melindungi Perempuan dari HIV/AIDS. International Development (USAID). Survei
Jakarta; September 2005 Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007.
22. Republik Indonesia. Undang Undang No.36/2009 Jakarta: BPS, BKKBN, Depkes, ORC Macro,
tentang Kesehatan USAID, 2008.
23. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 30. Relf M.V., Bishop T.L., LachatM.F., Schiavone
10/1966 tentang Wajib Simpan Rahasia D.B., Pawlowski L., Bialko M.F., Boozer D.L., &
Kedokteran Dekker D. A qualitative analysis of partner
24. AIDS Community Research Initiative of America selection, HIV serostatus disclosure, and sexual
(ACRIA). Treatment Issues for Women. 2005. behaviors among HIV-positive urban men. AIDS
New York; 2001. Education and Prevention, 2009, 21 (3), 280-297.
25. Gender-specific Problems Available from:URL: 31. Waddell E.N. & Messeri P.A. Social support,
http://www.womenshealth.gOv/hiv/gender/index.c disclosure, and use of antiretroviral theraphy.
fin AIDS and Behavior, 2006, 10 (3).
26. World Health Organization and Joint United 32. Sullivan KM. Male self-disclosure of HIV-
Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS). positive serostatus to sex partner: a review of the
The HIV/AIDS Pandemic and Its Gender literature, JOURNAL OF THE ASSOCIATION
Implications. New York: United Nations Division OF NURSES IN AIDS CARE, 2005, 16 (6), 33-
47.

59

You might also like