You are on page 1of 30

JOURNAL READING

KESADARAN RISIKO OBESITAS PADA WANITA DENGAN


KANKER ENDOMETRIUM : STUDI CROSS SECTIONAL

Pembimbing :
dr. Sjafril Sanusi, Sp.OG

Disusun Oleh:

Yulita Swandani Aziz G4A017003


Diany Larasati G4A017007
Yulian Sodikin G4A017012

SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2017
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui Jurnal Reading dengan judul :


KESADARAN RISIKO OBESITAS PADA WANITA DENGAN
KANKER ENDOMETRIUM : STUDI CROSS SECTIONAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian


di Bagian Obstetri dan Ginekologi Program Profesi Dokter
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh :

Yulita Swandani Aziz G4A017003


Diany Larasati G4A017007
Yulian Sodikin G4A017012

Purwokerto, Oktober 2017

Mengetahui,
Dokter Pembimbing,

dr. Sjafril Sanusi, Sp. OG


KESADARAN RISIKO OBESITAS PADA WANITA DENGAN
KANKER ENDOMETRIUM : STUDI CROSS SECTIONAL

ABSTRAK

Pendahuluan: Untuk menilai apakah wanita dengan kanker endometrium dapat


dengan tepat mengklasifikasikan berat badannya dan mengidentifikasi hubungan
antara obesitas dan resiko kanker endoetrium, kanker payudara, dan kanker colon.
Metode: Penelitian ini mendapat persetujuan dari IRB (Project No. 14-0075),
dengan desain penelitian cross sectional pada wanita usia 18-80 tahun dengan
diagnosis kanker endometrium. Responden pada penelitian ini adalah pasien yang
telah menjalani histerektomi minimal 6 bulan yang lalu dan tidak menerima
kemoterapi atau radiasi 3 bulan yang lalu. Analisis statistik menggunakan Uji
Fisher, Uji T, ANOVA, Uji Wilcoxon, atau Uji Kruskal-Wallis. Nilai P merupakan
2 arah dengan P<0.05 yang berarti memiliki hubungan signifikan. Hasil: Sebanyak
140 wanita memenuhi kriteria inklusi dan hanya 133 kuesioner yang diisi lengkap
dan dikembalikan (95.0%). Rata- rata usia responden adalah 63.2 tahun (usia
kisaran 35-80 tahun) dan rata-rata BMI 33.4 kg/m2 (17.6-72.2). Responden
penelitian ini mayoritas adalah Ras Kaukasian (88.7%) dan rata-rata pendidikannya
di atas SMA (67.8%). Di antara wanita dengan BMI 30.0-34.99 kg/m2 , 12.9%
merasa dirinya masuk kelompok obesitas dibandingkan dengan 32.0% wanita
dengan BMI 35.0-39.99 kg/m2 dan 72.7% wanita dengan BMI >40.0 kg/m2 .
Kemampuan untuk mengklasifikasikan dengan tepat berat badan memiliki
hubungan yang signifikan dengan tingkat pendidikan (P=0.02). Kurang dari
setengah wanita yang mengidentifikasi obesitas sebagai faktor risiko untuk kanker
payudara (49.6%), kanker colon (48.1%), dan kanker endometrium (44.4%).
Sebanyak 77% pasien mendiskusikan mengenai berat badannya dengan dokter
umum, dan 38% mendiskusikan mengenai berat badannya dengan dokter ahli
onkologi (P<0.001). Kesimpulan: Mayoritas wanita obesitas dengan kanker
endometrium tidak dapat mengklasifikasikan berat badannya secara akurat. Karena
ketidakkonsistenan antara berat badan pasien dengan persepsi risiko kanker, hal ini
memberikan kesempatan kepada dokter ahli ginekologi dan onkologi untuk
mengedukasi pasien mengenai pengendalian berat badan.
PENDAHULUAN

Obesitas di Amerika telah mencapai level epidemik, dan sekarang mayoritas


(68.5%) orang dewasa yang berusia di atas 20 tahun termasuk ke dalam kriteria
obesitas dan berat badan berlebih (Ogden CL, Carroll MD, Kit BK et al, 2014).
Obesitas secara signifikan sangat berdampak kepada wanita, tingkat obesitas
morbid pada wanita (BMI >40 kg/m2) lebih tinggi dibandingkan dengan pria (8.3
dibanding 4.4%) (Ogden CL, Carroll MD, Kit BK et al, 2014). Sementara tingkat
obesitas pada mayoritas kelompok demografi di Amerika mulai stabil, wanita usia
di atas 60 tahun dengan cepat menjadi makin obesitas. Pada wanita usia di atas 60
tahun, sebanyak 38.1% nya mengalami obesitas pada tahun 2014 dibandingkan
pada tahun 2004 hanya sebanyak 31.5% yang mengalami obesitas (Ogden CL,
Carroll MD, Kit BK et al, 2014).
Peningkatan BMI berkorelasi dengan peningkatan risiko kanker endometrium
(Calle EE, Rodriguez C, Walker-Thurmond K et al, 2003; Crosbie EJ, Zwahlen M,
Kitchener HC, 2010; Jenabi E, Poorolaial J, 2015; MacKintosh ML, Crosbie EJ,
2013; Renehan A, Tyson M, Egger M et al, 2008). Setiap 5 kg/m2 peningkatan BMI
akan meningkatkan risiko relatif kanker endometrium 1.6 kali lipat dibandingkan
dengan kanker payudara postmenopause dan kanker colon yang hanya meningkat
1.1 kali lipat (Renehan A, Tyson M, Egger M et al, 2008). Kanker endometrium
merupakan kanker yang sering terjadi di urutan nomor 4 dan kanker yang paling
mematikan untuk wanita di urutan nomor 7 di Amerika dan insidensinya akan
diprediksi meningkat sejalan dengan bertambahnya usia dan obesitas (MacKintosh
ML, Crosbie EJ, 2013; Siegel R, Ma J, Zou Z et al, 2014).
Obesitas memberikan risiko lebih besar kepada pasien yang telah didiagnosis
kanker endometrium. Peningkatan BMI akan mengakibatkan makin buruknya
keadaan fisik dan fungsi sosial begitu juga dengan kualitas hidup seseorang
Koutoukidis DA, Knobf MT, Lancely A, 2015; Smits A, Lopes A, Das N et al,
2014). Hal yang paling mengejutkan adalah peningkatan mortalitas pada wanita
obesitas dengan kanker endometrium. Meta analisis pada 12 penelitian
menunjukkan hubungan yang signifikan antara obesitas dengan semua penyebab
kematian (Arem H, Irqwin ML, 2013). Hal ini didukung oleh analisis percobaan
tambahan GOP LAP2, yang tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi hasil
pada wanita dengan kanker endometrium setelah randomisasi laparoskopi
dibandingkan dengan prosedur staging terbuka (Gunderson CC, Java J, Moore KN
et al, 2014). Pada analisis ini, wanita obesitas lebih sering menunjukkan penyakit
risiko rendah (P<0.001), tapi lebih lama waktu rawat di rumah sakit, penggunaan
antibiotik, infeksi luka dan meningkatkan semua penyebab kematian (Gunderson
CC, Java J, Moore KN et al, 2014). Sebuah ulasan dari SEER menemukan bahwa
wanita dengan kanker endometrium memiliki probabilitas kematian yang tinggi
dari penyakit kardiovaskular dibandingkan penyakit kanker mereka (Ward KK,
Shah NR, Saenz CC et al, 2012). Sebuah meta analisis terkini dari 18 penelitian
sebelumnya tidak hanya menunjukkan hubungan yang signifikan antara obesitas
dan semua penyebab kematian, namun juga menemukan kemungkinan kematian
lebih tinggi dengan meningkatnya BMI (Secord, Hasselblad V AA, Von Gruenigen
VE et al, 2016). Disamping obesitas sebagai perhatian utama oleh penyedia
pelayanan kesehatan, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa wanita Amerika
tidak merasa sadar terhadap resiko hubungan obesitas seperti yang peneliti
harapkan. Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2008 menyatakan dari 1545
wanita ditemukan bahwa 58% tidak sadar terhadap hubungan antara BMI dan
kanker endometrium (Soliman PT, Bassett RL, Wilson EB et al, 2008). Tujuan
peneliti adalah untuk menentukan apabila wanita dengan kanker endometrium
dapat secara akurat mengidentifikasi kelas berat badannya dan mereka menyadari
obesitas sebagai faktor resiko kanker endometrium sama seperti kanker payudara
dan kanker colon.
METODE DAN BAHAN

Penelitian ini disetujui oleh IRB (Rumah Sakit Ibu dan Anak, No. Proyek 14-
0075), dengan desain penelitian studi cross sectional. Peneliti menginklusikan
wanita dengan usia 18-80 tahun dengan diagnosis kanker endometrium sebelumnya
yang telah dioperasi histerektomi sekurang-kurangnya 6 bulan dan tidak melakukan
kemoterapi atau radioterapi dalam waktu 3 bulan terakhir. Pasien akan
dieksklusikan jika mereka tidak dapat membaca maupun menulis dalam Bahasa
Inggris karena penelitian ini menggunakan Bahasa Inggris.
Kuisioner tersebut dalam bentuk anonim dan termasuk di dalamnya 24
pertanyaan mengenai tinggi badan, berat badan, riwayat kanker dalam keluarga dan
pribadi, pertanyaan resiko kesadaran, dan informasi demografis. Pertanyaan resiko
kesadaran dikembangkan berdasarkan pertanyaan yang telah divalidasi dan telah
dipublikasikan oleh Pusat Sistem Pengawasan Faktor Resiko Tingkah Laku Kontrol
Penyakit (Behavioral Risk factor surveillance system), Forum Harvard pada
pertanyaan Penelitian Kesehatan (Lake Snell Perry and Associates, 2003), dan
sebelumnya pernah diterapkan pada populasi umum wanita (Soliman PT, Bassett
RL, Wilson EB et al, 2008). Klasifikasi berat badan didefinisikan berdasarkan pada
WHO diantaranya adalah berat badan dibawah normal (BMI <19 kg/m2), berat
badan normal (BMI 19-24.99 kg/m2), berat badan berlebih (BMI 25-29.99 kg/m2),
obesitas (BMI 30-34.99 kg/m2), obesitas parah (BMI 35-39.99 kg/m2), dan obesitas
morbid (40+ kg/m2).
Pasien dilakukan skrining pada kunjungan klinik mereka untuk uji kelayakan,
dan pasien yang memenuhi syarat diberikan kuisioner pada saat pendaftaran.
Kuisioner yang telah lengkap dikembalikan pada saat akhir kunjungan. Variabel
kategorik dinilai menggunakan uji Fisher.Variabel kontinyu dinilai menggunakan
T test, uji ANOVA, uji Wilcoxon, atau uji Kruskal-Wallis. Uji tau-b Kendall
digunakan untuk menilai hubungan. Semua nilai P merupakan dua arah dengan P
<0.05 berdasarkan nilai signifikan secara statistik. Berdasarkan dari 110 kuisioner
yang diisi lengkap, ini memungkinkan untuk mendeteksi 10% perbedaan dalam
kemampuan untuk mengidentifikasi secara tepat kelas berat badan dengan
kelompok BMI dan 30% perbedaan dalam kesadaran pada obesitas sebagai faktor
resiko kanker.
HASIL
Dari total 140 kuisioner yang dibagikan kepada responden terpilih, 133
kuisioner (95,0%) diterima kembali. Dari 112 wanita (84,2%) berdasarkan usianya,
rata-rata umur responden yaitu 63,2 tahun. Dari 127 wanita (95,5%) berdasarkan
tinggi badan dan berat badannya, rata-rata BMI responden yaitu 33,4 kg/m2.
Mayoritas responden termasuk dalam Ras Kaukasian (88,7%). Data tingkat
pendidikan responden meliputi 42 wanita (31,6%) berpendidikan SMA sederajat
dan yang kurang dari itu, serta 32 wanita (24,1%) berpendidikan tingkat sarjana
atau profesi (Tabel 1).
Untuk menentukan bahwa responden mampu menggolongkan berat
badannya, responden diminta menyebutkan tinggi badan dan berat badan mereka
dan mendeskripsikan apakah mereka termasuk obesitas, berat badan berlebih, berat
badan normal, berat badan dibawah normal, atau tidak yakin. Bagi wanita obesitas
(BMI > 30 kg/m2), kenaikan BMI berkorelasi dengan meningkatnya kesadaran diri
akan keadaan obesitas yang diderita oleh dirinya. Tidak ada wanita dengan BMI
<30 kg/m2 merasa dirinya sebagai penderita obesitas. Dari wanita dengan BMI
30,0-34,99 kg/m2, 12,9% merasa dirinya termasuk obesitas, dibandingkan dengan
32,0% wanita dengan BMI 35,0-39,99 kg/m2, dan 72,7% wanita dengan BMI >40,0
kg/m2. Dari semua wanita obesitas (BMI >30,0 kg/m2), 35,9% merasa dirinya
sebagai obesitas (Tabel 2). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berhubungan
dengan peningkatan kemampuan untuk mengidentifikasi kelas berat badan yang
benar (P=0,02). Dari wanita dengan pendidikan SMA sederajat atau kurang, 65,8%
tidak setuju antara yang dirasakan dan pengukuran yang aktual tentang pembagian
kelas berat badan. Sebagai perbandingan, dari wanita dengan tingkat pendidikan
sarjana atau profesi, hanya 28,1% yang tidak menunjukkan kesesuaian dalam
menyampaikan kelas berat badan antara yang dirasakan dan pengukuran yang
aktual. Tidak terdapat korelasi yang signifikan dari tingkatan pendidikan dan
kategori BMI. Etnis dan pendapatan juga tidak berhubungan secara signifikan
dengan kemampuan mengidentifikasi kelas berat badan (p=0,4, p=0,2).
Wanita juga ditanya tentang hubungan antara kenaikan berat badan dengan
risiko kanker payudara, kanker kolon, dan kanker endometrium (Tabel 3). Respon
dari “kenaikan risiko yang banyak” atau “kenaikan risiko yang sedikit” dihitung
sebagai jawaban afirmatif. Dari wanita yang disurvey, 49,6% mengetahui bahwa
obesitas meningkatkan risiko kanker payudara. Wanita dengan tingkat pendidikan
sarjana atau profesi mampu menjawab secara lebih tepat (78,1%, p<0,0001). Dari
semua wanita yang disurvey, 48,1% mengetahui bahwa obesitas meningkatkan
risiko kanker kolon. Wanita dengan tingkat pendidikan sarjana atau profesi juga
lebih tepat dalam menjawab pertanyaan terkait kanker kolon (71,9%, p=0,003).
Dari penelitian tersebut, 44,4% wanita mampu menjawab secara tepat bahwa
obesitas meningkatkan risiko kanker endometrium. Namun, tidak ada korelasi yang
signifikan antara tingkat pendidikan dan peluang dalam menghubungkan obesitas
dengan risiko kanker endometrium (p=0,1). Kenaikan BMI juga berhubungan
dengan kemampuan untuk mengidentifikasi obesitas sebagai salah satu faktor risiko
kanker endometrium (p<0,0001), namun tidak untuk kanker payudara atau kanker
kolon (p=0,07, p=0,4). Dari kesemuanya, kurang dari separuh wanita yang disurvey
mengetahui hubungan antara obesitas dan kanker payudara, kanker kolon, atau
kanker endometrium (masing-masing 49,6, 48,1, dan 44,4%). Etnis, hubungan
pribadi, riwayat keluarga dari kanker lainnya tidak berkorelasi dengan kemampuan
untuk mengidentifikasi obesitas sebagai sebuah faktor risiko untuk kanker
payudara, kanker kolon, dan kanker endometrium.
Lebih lanjut, wanita juga ditanya tentang diskusi yang pernah dilakukan
sebelumnya tentang diet, olahraga, maupun pengendalian berat badan bersama
dokter umum atau ahli onkologi mereka. 77,3% wanita dengan dokter umum
dilaporkan pernah mendiskusikan hubungan berat badan ini, sedangkan 38,0%
wanita dilaporkan pernah mendiskusikan kenaikan berat badan ini dengan ahli
onkologi mereka. Temuan ini tidak terkait dengan BMI (p=0,2).
Tabel 1. Informasi Demografi Responden Penelitian, 2016
Tabel 2. Kelas Berat Badan berdasarkan Kategori BMI, 2016

Tabel 3. Resiko Obesitas terhadap Perkembangan Kanker, 2016


DISKUSI

Dengan meningkatnya jumlah obesitas pada wanita di Amerika Serikat dan


populasi tua, jumlah kanker endometrium terus meningkat. Untuk wanita yang telah
didiagnosis dengan kanker endometrium, obesitas terbukti sebagai faktor risiko
untuk semua penyebab mortalitas dan kualitas hidup yang lebih buruk (Calle EE,
Rodriguez C, Walker-Thurmond K et al, 2003; Koutoukidis DA, Knobf MT,
Lancely A, 2015; Smits A, Lopes A, Das N et al, 2014; Arem H, Irqwin ML, 2013;
Gunderson CC, Java J, Moore KN et al, 2014). Analisis retrospektif telah
menunjukkan bahwa BMI tidak berkorelasi dengan mortalitas penyakit tertentu;
sehingga, kenaikan mortalitas ini kemungkinan adalah efek sekunder dari komorbit
yang berhubungan dengan obesitas (Smits A, Lopes A, Das N et al, 2014; Arem H,
Irqwin ML, 2013; Gunderson CC, Java J, Moore KN et al, 2014). Setelah
didiagnosis kanker, pembagian tujuan antara pasien dan ahli onkologi mereka
adalah untuk memaksimalkan panjang hidup dan kualitas hidup. Obesitas adalah
salah satu faktor yang dapat diubah yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
dan kualitas hidup pasien sehingga merupakan target kunci perawatan kanker dan
individu yang selamat.
Sedangkan petugas pelayanan kesehatan secara umum sadar akan hubungan
antara obesitas dan kanker, banyak pasien yang tidak sadar akan hubungan ini.
Penelitian nasional terhadap penduduk dewasa di Amerika Serikat yang dilakukan
pada tahun 2003 menemukan bahwa 95% responden percaya bahwa obesitas
meningkatkan risiko kejadian penyakit jantung, hanya 52% yang berpikir bahwa
obesitas meningkatkan risiko kejadian beberapa kasus kanker (Behavioral Risk
factor surveillance system). Penelitian Soliman et al. pada 2008 terhadap wanita di
populasi umum menunjukkan bahwa hanya 42% wanita yang diteliti sadar bahwa
obesitas meningkatkan risiko kejadian kanker endometrium (Soliman PT, Bassett
RL, Wilson EB et al, 2008). Peneliti bermaksud mencari data tingkat kesadaran
risiko obesitas pada wanita dengan kanker endometrium sebagai sebuah usaha
untuk menemukan peluang kesenjangan yang ada sebagai peluang untuk edukasi
dan intervensi yang dapat dilakukan pada penderita kanker yang masih selamat.
Dari wanita yang diteliti yang melaporkan seseorang yang obesitas ditinjau
dari BMI, hanya 1/3 yang mampu mengidentifikasikan dirinya sebagai obesitas
(35,9%). Ketika diurutkan berdasarkan kenaikan BMI, wanita lebih sering mampu
mengidentifikasikan dirinya sebagai obese jika mereka memiliki BMI yang lebih
tinggi. Namun, sedikit wanita dengan obesitas (BMI 30-34,99 kg/m2) dan obesitas
berat (BMI 35-39,99 kg/m2) menilai dirinya sebagai obese (12,9, 32,0%). Dari
wanita yang obese morbid (BMI>40,0 kg/m2), sebagian besar (72,7%), namun tidak
semua, menilai dirinya sebagai obese. Temuan ini menyimpulkan bahwa pasien
mungkin tidak sadar terhadap keadaan obesitas dirinya sampai mereka mencapai
tingkatan obesitas morbid. Temuan yang sama juga dilaporkan dari penelitian pada
wanita yang menjalani konsultasi operasi bariatrik; 23% wanita obesitas
dibandingkan dengan 77% dari wanita obesitas morbid dapat diidentifikasi dengan
tepat sebagai obese (Henretta MS, Copeland AR, Kelley SL et al, 2014). Langkah
pertama untuk meningkatkan mortalitas dan kualitas hidup pasien obese dengan
kanker endometrium adalah mengidentifikasi obesitas sebagai sebuah
permasalahan sehingga intervensi dapat dilakukan dengan segera.
Sebagai tambahan terhadap penelitian mengenai kesadaran faktor risiko
endometrium, peneliti juga menanyakan tentang hubungan antara obesitas dengan
kejadian kanker payudara dan kanker kolon. Kurang dari separuh wanita
menghubungkan obesitas dengan resiko berkembangnya kanker payudara, kanker
kolon, atau kanker endometrium (masing-masing 49,6, 48,1, 44,4%). Sedangkan,
kebanyakan wanita dengan tingkat pendidikan lebih tinggi setuju bahwa obesitas
adalah salah satu faktor risiko untuk kanker payudara (78,1%) dan kanker kolon
(71,9%), sedikit dari wanita yang mengidentifikasikan obesitas sebagai salah satu
faktor risiko kanker endometrium (53,1%). Pada penelitian sebelumnya terhadap
populasi umum, 54% wanita sadar akan hubungan antara obesitas dan kanker
payudara, 53% wanita sadar akan hubungan antara obesitas dan kanker kolon, dan
hanya 42% menyampaikan hubungan antara obesitas dan kanker endometrium
(Soliman PT, Bassett RL, Wilson EB et al, 2008). Menariknya, pada kedua
populasi, yaitu populasi umum dan populasi orang yang selamat dari kanker
endometrium pada penelitian ini, terdapat kenaikan kesadaran akan hubungan
antara obesitas dan risiko kanker payudara dan kolon dibandingkan dengan risiko
kanker endometrium. Hasil ini menekankan bahwa obesitas adalah faktor risiko
yang tinggi terhadap perkembangan kanker endometrium daripada kanker lainnya
yang ada pada wanita (Renehan A, Tyson M, Egger M et al, 2008). Kesenjangan
ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya publisitas terhadap kanker payudara
dan kanker colon.
Separuh dari wanita yang diteliti pernah berdiskusi tentang berat badan
dengan ahli onkologi mereka dibandingkan dengan dokter umum (38,0 versus
77,3%). Sementara, secara historis, ini merupakan tugas dokter umum termasuk
mendiskusikan dan merawat obesitas, pada ahli ginekologi onkologi, peranan
obesitas pada perkembangan dan jalannya kanker menekankan pentingnya diskusi
dengan pasien terlaksana. Terdapat peluang yang signifikan untuk meningkatkan
diskusi tentang obesitas dan edukasi kepada pasien terhadap risiko obesitas
meskipun setelah diagnosis kanker endometrium ditegakkan. Sementara itu,
peneliti mengetahui bahwa obesitas berpengaruh buruk terhadap kelangsungan
hidup dan kualitas hidup pasien, peneliti belum mengetahui betul apakah penurunan
berat badan setelah diagnosis kanker endometrium ditegakkan dapat memberi
manfaat terhadap kelangsungan hidup. Ketika lebih banyak wanita yang selamat
dengan diagnosis ini, pengukuran penurunan berat badan menjadi sangat penting
setelah diagnosis sehingga meningkatkan kelangsungan hidup pasien.
Keterbatasan penelitan ini yakni ketergantungannya pada laporan pasien
mengenai tinggi badan dan berat badan serta ketidakmampuan peneliti untuk
menghubungkan laporan pasien terhadap data klinis objektif disebabkan oleh
format penelitian dalam bentuk anonim. Selain itu, penelitian ini merupakan
institusi tunggal dengan populasi etnis homogen. Kelebihan penelitian terletak pada
tingkat respon yang tinggi yang meminimalkan bias respon dan penggunaan
pertanyaan tervalidasi peneliti sebelumnya.
Peneliti menyimpulkan bahwa minoritas wanita obesitas dengan kanker
endometrium mengidentifikasikan dirinya sebagai obesitas, dan kurang dari
setengah jumlah wanita yang diteliti mengidentifikasikan obesitas adalah faktor
resiko kanker endometrium. Selain itu, setengahnya wanita cenderung untuk
mendiskusikan berat badan dengan ahli onkologi sebagai dokter perawatan primer
mereka. Hal ini merupakan suatu kesempatan bagi para ahli ginekologi dan
onkologi untuk mendiskusikan berat badan dengan pasien obesitas untuk
meningkatkan kesadaran penuh mereka terhadap resiko terkait berat badan mereka
sehingga kelangsungan hidup dan kualitas hidup dapat dioptimalkan.
Ucapan Terima Kasih
Persetujuan diperoleh dari Lembaga Ulasan Institusional Rumah Sakit Ibu dan
Anak (No. Proyek 14-0075) sebelum dilakukan pengumpulan data.

Kepatuhan terhadap standar etika

Konflik kepentingan
Penulis (EV Connor, CA Raker, MA Clark, dan AR Stuckey) menyatakan bahwa
mereka tidak memiliki konflik kepentingan untuk diungkapkan.
Semua prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini, yang melibatkan peserta
manusia, telah sesuai dengan standar etika institusi peneliti, yang telah disetujui
oleh Lembaga Ulasan Institusional peneliti, dan telah sesuai dengan deklarasi
Helsinki tahun 1964 dan amandemen selanjutnya atau standar etika yang sebanding.
Pernyataan informed consent disertakan di bagian atas instrumen penelitian yang
menjelaskan bahwa partisipasi bersifat sukarela, bahwa tanggapan akan
dipertahankan sebagai anonim, dan bahwa tanggapan penelitian tidak akan
mempengaruhi perawatan klinis mereka.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Ogden CL, Carroll MD, Kit BK et al (2014) Prevalence of childhood and
adult obesity in the US, 2011–2012. JAMA 311(8):806–814

[2] Calle EE, Rodriguez C, Walker-Thurmond K et al (2003) Overweight,


obesity, and mortality from cancer in a prospectively studied cohort of US
adults. N Engl J Med 348:1625–1638

[3] Crosbie EJ, Zwahlen M, Kitchener HC (2010) Body mass index, hormone
replacement therapy, and endometrial cancer risk: a meta-analysis. Cancer
Epidemiol Biomark Prev 19:3119–3130

[4] Jenabi E, Poorolaial J (2015) The effect of body mass index on endometrial
cancer: a meta-analysis. Public Health 129(7):872–880

[5] MacKintosh ML, Crosbie EJ (2013) Obesity-driven endometrial cancer: is


weight loss the answer? BJOG 120:791–794

[6] Renehan A, Tyson M, Egger M et al (2008) Body mass index and incidence
of cancer: a systematic review and meta-analysis of prospective observational
studies. Lancet 371:569–578

[7] Siegel R, Ma J, Zou Z et al (2014) Cancer statistics, 2014. Ca Cancer J Clin


64:9–29

[8] Koutoukidis DA, Knobf MT, Lancely A (2015) Obesity, diet, physical
activity, and health-related quality of life in endometrial cancer survivors.
Nutr Rev 73(6):399–408

[9] Smits A, Lopes A, Das N et al (2014) The impact of BMI on quality of life in
obese endometrial cancer survivors: does size matter? Gynecol Oncol
132(1):137–141

[10] Arem H, Irqwin ML (2013) Obesity and endometrial cancer survival: a


systematic review. Int J Obes (Lond) 37(5):634–639
[11] Gunderson CC, Java J, Moore KN et al (2014) The impact of obesity on
surgical staging, complications, and survival with uterine cancer: a
Gynecologic Oncology Group LAP2 ancillary data study. Gynecol Oncol
133(1):23–27

[12] Ward KK, Shah NR, Saenz CC et al (2012) Cardiovascular disease is the
leading cause of death among endometrial cancer patients. Gynecol Oncol
126(2):176–179

[13] Secord, Hasselblad V AA, Von Gruenigen VE et al (2016) Body mass index
and mortality in endometrial cancer: a systematic review and meta-analysis.
Gynecol Oncol 140:184–190

[14] Soliman PT, Bassett RL, Wilson EB et al (2008) Limited public knowledge
of obesity and endometrial cancer risk. Obstet Gynecol 112(4):835–842

[15] Behavioral Risk factor surveillance system. Center for Disease Control.
http://www.cdc.gov/brfss/questionnaires.

[16] Lake Snell Perry and Associates (2003) Obesity as a public health issue: a
look at solutions, results from a national poll

[17] World Health Organization, BMI Classification.


http://apps.who.int/bmi/index

[18] Henretta MS, Copeland AR, Kelley SL et al (2014) Perceptions of obesity


and cancer risk in female bariatric surgery candidates: highlighting the need
for physician action for unsuspectingly obese and high risk patients. Gynecol
Oncol 133(3):73–77
PEMBAHASAN

A. Kanker Endometrium
1. Definisi
Kanker endometrium adalah kanker ginekologi yang paling
sering terjadi di dunia barat, menempati urutan ke empat kanker pada
wanita setelah kanker payudara, kanker usus besar, dan kanker paru.
Dengan mortalitas sekitar 3.4 per 100.000 wanita diketahui bahwa
sebenarnya prognosis kanker ini cukup baik apabila diketahui dini dan
ditangani dengan tepat. Kanker endometrium memiliki 5 years life
survival sebesar 84%. Hal ini disebabkan karena sebagian kanker
endometrium berada dalam stadium awal sehingga dapat disembuhkan
secara sempurna. Lebih dari 75% wanita dengan kanker endometrium
adalah wanita menopause. Maka dari itu, gejala yang paling sering
terjadi adalah perdarahan post menopause (Creasman, 2017).
Kanker endometrium merupakan kanker yang dimulai di lapisan
endometrium (American Cancer Society, 2012). Berdasarkan
histopatologi, profil molekul dan perjalanan klinis kanker endometrium
dibagi menjadi dua kategori. Tipe I (Classic category) yaitu terjadi pada
wanita obese, wanita kulit putih, hiperlipidemia, hiperesterogen,
perdarahan pada uterus, infertilitas dan late menopause. Tipe ini
memiliki hiperplasia pada ovarium dan endometrium. Tipe ini sensitif
terhadap progesteron. Prognosis tipe ini baik, jarang ditemukan
penyebaran ke ekstra uterin. Kebanyakan wanita dengan kanker
endometrium masuk kategori ini. Tipe II tidak berkaitan dengan
hormon. Pada tipe II ini terjadi mutasi gen p53 dan hilangnya
heterozigositas di beberapa lokus kromosom. Kanker tipe II terkait
dengan penyebaran ke kelenjar getah bening dan penurunan sensitifitas
terhadap progesteron dan prognosis yang lebih jelek. Kebanyakan tipe
ini terjadi pada wanita kurus, multipara dan orang afrika amerika
(Creasman, 2017).
2. Etiologi dan faktor risiko
Beberapa fakto risiko telah diidentifikasi pada pasien yang mengalami
kanker endometrium, di antaranya adalah:
a. Obesitas meningkatkan fakto risiko terjadinya kanker endometrium.
Wanita yang mempunyai kelebihan berat badan 11-25 kg
mempunyai risiko 3 kali, sementara wanita yang mempunyai
kelebihan berat badan sebanyak 25 kg memiliki risiko 10 kali lipat
(Soekimin, 2005).
b. Nulliparitas
Pada wanita nulliparitas dijumpai peningkatan risiko sebesar 2-3
kali dibanding multipara. Hipotesis bahwa infertilitas menjadi faktor
risiko dari kanker endometrium didukung penelitian yang
menunjukkan risiko lebih tinggi untuk nullipara dibanding wanita
yang belum menikah (Frederic, 2005).
c. Late menopause
Wanita menopause setelah umur 52 tahun akan mengalami
peningkatan risiko sebesar 2,4 kali untuk terjadinya kanker
endometrium. Disamping itu kanker endometrium dapat terjadi pada
wanita pramenopause dengan siklus haid yang teratur (Soekimin,
2005).
d. Penggunaan Tamoxifen
Obat anti kanker yang paling umum digunakan adalah tamoxifen.
Beberapa penelitian menemukan bahwa obat ini sebagai penyebab
meningkatnya insidensi kanker endometrium. Data tersebut
diperoleh dari hasil analisis retrospektif pada wanita penderita
kanker payudara yang mengkonsumsi tamoxifen, ditemukan
peningkatan terjadinya kanker endometrium sebesar 2-3 kali.
Namun pada penelitian yang menggunakan database SEER, setelah
memperbaiki confounding factor, insidensi kanker endometrium
tidak meningkat pada pasien yang mengkonsumsi tammoxifen
(Creasman, 2017).
e. KB Pil
Beberapa penelitian menemukan bahwa konsumsi pil KB memiliki
0.5 resiko relative untuk menimbulkan kanker endometrium
dibandingkan wanita yang belum pernah konsumsi pil KB
(Creasman, 2017).
f. Merokok
Merokok menurunkan faktor risiko berkembangnya kanker
endometrium. Efek dari merokok berkaitan dengan berat badan.
Wanita yang memiliki kelebihan berat badan dan meroko memiliki
faktor risiko rendah. Wanita yang merokok mengalami menopause
1-2 tahun lebih cepat dibanding yang tidak merokok. Meskipun
dikatakan merokok mengurangi faktor risiko pengembangan
stadium awal dari kanker endometrium, namun keuntungan ini tidak
sebanding dengan risiko timbulnya kanker paru dan masalah
kesehatan lainnya akibat rokok (Creasman, 2017).
g. Kondisi medis terkait (kanker payudara, kanker colon)
Wanita yang memiliki kanker payudara memiliki faktor risiko 2-3
kali mengalami kanker endometrium. Wanita yang memiliki
hereditary nonpolyposis colon cancer (HNPCC) memiliki risiko
tinggi mengalami kanker endometrium. Wanita dengan HNPCC 2-
10% nya menderita kanker colon, namun 5% nya menderita kanker
endometrium (Creasman, 2017).
h. Sindrom metabolik
Sindroma metabolik dihubungkan dengan meningkatnya fakto
risiko timbulnya kanker endometrium (Soekimin, 2005)
i. Riwayat penyakit keluarga
Individu yang memiliki riwayat penyakit keluarga kanker
endometrium memiliki risiko lebih tinggi (Soekimin, 2005).

3. Patofisiologi
Terdapat 2 jenis kanker endometrium yang paling sering terjadi,
yaitu tipe endometrioid carsinoma dan serous carsinoma. Kedua tipe ini
dibedakan dari lesi awal yang mendahului kanker. Endometrioid
carsinoma berasal dari perkembangan lesi pra kanker hyperplasia
atypical. Serous carsinoma berasal dari lesi pra kanker atropic
endometrium (Kumar, Abul, dan Jon, 2015). Secara umum konsep
pertumbuhan jaringan terjadi akibat hilangnya fungsi fisiologis gen
tumor suppressor dan gen tumor proliferator (Berek, 2012).
Pada endometrioid carsinoma, lesi diawali dengan mutasi gen
PTEN pada 30-80% kasus. Gen lainnya yang juga mengalami mutasi
namun tidak pasti ditemukan di kebanyakan kasus yaitu gen KRAS,
FGF2, MSI, CTNNB1, dan TP53. Mutasi beberapa gen tersebut
menyebabkan peningkatan aktivitas pada jalur PI3K/AKT. Peningkatan
aktivitas jalur ini menyebabkan proliferasi sel abnormal secara besar-
besaran membentuk massa neoplasma (Kumar, Abul, dan Jon, 2015).
Neoplasma yang terbentuk pada endometrioid carsinoma berupa
struktur glandular, glandular-solid, dan dominan solid. Pada serous
carsinoma, lesi diawali dari mutasi gen tumor suppressor TP53.
Hilangnya gen suppressor ini menyebabkan proliferasi sel besar-
besaran. Neoplasma yang terbentuk pada serous carsinoma memiliki
struktur kelenjar yang mengeluarkan sekret dengan tipe serous.
Deskripsi ini dapat pula diungkapkan dengan derajat G1, G2, dan G3.
G1 yaitu diferensiasi sel masih baik. G2 yaitu sudah terdapat bagian
solid/padat. G3 yaitu sebagian sel adalah padat/solid, atau diferensiasi
sel sudah tidak baik lagi (undifferentiated) (Wiknjosastro, Abdul, dan
Trijatmo, 2012).
Struktur kedua tipe neoplasma yang terbentuk bersifat rapuh,
hiperemia, dan membentuk ulkus. Apabila ada trauma sedikit saja,
neoplasma mudah berdarah (Wiknjosastro, Abdul, dan Trijatmo, 2012).
Secara histologis, morfologi sel kedua jenis carsinoma endometrium
adalah sama, yaitu sel atipia, hiperkromatik, mitosis, dan padat (Berek,
2012).
Penyebaran sel carsinoma endometrium dapat melalui jalur
direct, limfogen, dan hematogen. Penyebaran terutama dapat diamati
pada derajat G3. Pada tahap awal, sel berproliferasi dan menyebar ke
kavum uterus dan endoserviks. Setelah sampai endoserviks, sel
neoplasma menyebar secara cepat ke kelenjar regional, kelenjar iliaka
luar dan iliaka dalam, kelenjar limfe inguinal dan femoral. Penyebaran
secara direct yaitu ke bagian distal vagina. Penyebaran hematogen
jarang terjadi (Kumar, Abul, dan Jon, 2015).
Serous carsinoma memiliki sifat sudah menyebar ekstrauterine
terlebih dahulu meskipun neoplasma baru sebatas di endometrium atau
epitel permukaan. Hal ini menjadi landasan terapi yang dilakukan pada
carsinoma endometrium yaitu pengangkatan uterus beserta kelenjar
limfe terkait (Wiknjosastro, Abdul, dan Trijatmo, 2012).

Gambar 1. Patofisiologi Karsinoma Endometrium (Robbins and Cotran Pathologic


Basis of Disease, 2015)
Gambar 2. Tipe I Endometrioid Carcinoma (Robbins and Cotran Pathologic
Basis of Disease, 2015)

Gambar 3. Tipe II Serous Carcinoma (Robbins and Cotran Pathologic Basis


of Disease, 2015)

4. Penegakkan Diagnosis
Tanda dan gejala klinis yang mengarahkan diagnosis kepada
carsinoma endometrium yaitu perdarahan irreguler pada
postmenopauseal vaginal bleeding, leukorrhea. Apabila sudah kronik,
terbentuk massa di uterus (Kumar, Abul, dan Jon, 2015).
Pemeriksaan fisik head to toe dapat dilakukan pada pasien
carsinoma endometrium. Pemeriksaan yang berpeluang akan
menghasilkan temuan klinis yaitu pemeriksaan conjunctiva, abdomen,
genitalia, dan organ-organ yang terkait apabila sudah terdapat metastasis
(Wiknjosastro, Abdul, dan Trijatmo, 2012).
Conjuctiva berpeluang menghasilkan keadaan anemis (pucat).
Pada pemeriksaan abdomen dapat ditemukan perut datar sampai
cembung akibat pembesaran massa, nyeri tekan, teraba massa abnormal,
perkusi timpani sampai pekak, auskultasi bising usus normal.
Pemeriksaan genitalia menekankan pada pemeriksaan palpasi bimanual
dan inspekulo. Inspeksi vulva vagina biasanya menghasilkan keadaan
yang normal. Palpasi bimanual dapat menghasilkan temuan pembesaran
uterus dan nyeri pada palpasi. Apabila terdapat metastasis, teraba massa
padat pada area sekitar uterus seperti vagina atau adneksa
(Wiknjosastro, Abdul, dan Trijatmo, 2012).
Penegakan diagnosis didasarkan dengan tanda dan gejala klinis
yang mengarahkan kepada carsinoma endometrium disertai tindakan
kuretase. Setelah diagnosis tegak, segera dilakukan Total Abdominal
Hysterectomy dan Bilateral Salphyngo-oophorectomy (TAH BSO) /
surgical staging untuk mengetahui sejauh manakah neoplasma sudah
menyebar dan menentukan prognosis (Berek, 2012). Penentuan stadium
pada carsinoma dapat mengikuti pedoman dari FIGO atau sistem TNM
seperti berikut (Gambar 4).
Gambar 4. Penentuan Staging Carsinoam Endometrium (NCCN, 2017)

5. Penyebaran
Penyebaran karsinoma endometrium dapat terjadi di beberapa
bagian, diantaranya (Sonoda, Barakat, 2005):
a. Jaringan sekitarnya
Penyebaran karsinoma endometrium pada jaringan sekitarnya
umumnya lambat, terutama pada yang berdiferensiasi baik.
Penyebarannya ke arah kavum uteri dan endoserviks. Dari kavum
uteri menuju stroma endometrium, maju ke miometrium, lalu ke
ligamentum latum dan jaringan sekitarnya.
b. Melalui kelenjar limfe
Penyebarannya melalui kelenjar limfe ovarium menuju ke kelenjar
para aorta. Melalui kelenjar uterus akan menuju ke kelenjar iliaka
interna, kelenjar iliaka eksterna, dan kelenjar iliaka komunis.
Melalui kelenjar limfe ligamentum rotundum akan menuju ke
kelenjar limfe inguinal dan femoral.
c. Melalui aliran darah
Biasanya proses penyebarannya sangat lambat. Tempat
metastasenya antara lain menuju ke paru, hati, dan otak.

6. Penatalaksanaan
Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis
merupakan pilihan terapi untuk adenokarsinoma endoserviks yang
masih terlokalisasi, sedangkan staging surgical yang meliputi
histerektomi simple dan pengambilan contoh kelenjar getah bening
para-aorta adalah penatalaksanaan umum adenokarsinoma
endometrium (Prawirohardjo, 2006).
a. Pembedahan
Kebanyakan penderita akan menjalani histerektomi (pengangkatan
rahim). Kedua tuba falopii dan ovarium juga diangkat (salpingo-
ooforektomi bilateral) karena sel-sel tumor bisa menyebar ke
ovarium dan sel-sel kanker dorman (tidak aktif) yang mungkin
tertinggal kemungkinan akan terangsang oleh estrogen yang
dihasilkan oleh ovarium. Jika ditemukan sel-sel kanker di dalam
kelenjar getah bening disekitar tumor, maka kelenjar getah bening
tersebut juga diangkat. Jika sel kanker telah ditemukan di dalam
kelenjar getah bening, maka kemungkinan kanker telah menyebar
ke bagian tubuh lainnya. Jika sel kanker belum menyebar ke luar
endometrium (lapisan rahim), maka penderita tidak perlu
menjalani pengobatan lainnya (Prawirohardjo, 2006).
b. Radioterapi
Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk
membunuh sel-sel kanker. Terapi penyinaran merupakan terapi
lokal, hanya menyerang sel-sel kanker didaerah yang disinari. Pada
stadium I, II atau III dilakukan terapi penyinaran dan pembedahan.
Angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien kanker endometrium
menurun 20-30% dibanding dengan pasien dengan operasi dan
penyinaran. Penyinaran bisa dilakukan sebelum pembedahan
(untuk memperkecil ukuran tumor) atau setelah pembedahan
(untuk membunuh sel-sel kanker yang tersisa). Stadium I dan II
secara medis hanya diberi terapi penyinaran. Pada pasien dengan
risiko rendah (stadium IA grade 1 atau 2) tidak memerlukan radiasi
adjuvan pasca operasi. Radiasi adjuvan diberikan kepada
(Prawirohardjo, 2006) :
1) Penderita stadium I, jika berusia diatas 60 tahun, grade III
dan/atau invasi melebihi setengah miometrium.
2) Penderita stadium IIA/IIB, grade I, II, III.
3) Penderita dengan stadium IIIA atau lebih diberi terapi tersendiri

Ada 2 jenis terapi penyinaran yang digunakan untuk mengobati


kanker endometrium (Schorge JO, et al. 2008):
1) Radiasi eksternal : digunakan sebuah mesin radiasi yang besar
untuk mengarahkan sinar ke daerah tumor. Penyinaran biasanya
dilakukan sebanyak 5 kali/minggu selama beberapa minggu dan
penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit. Pada radiasi
eksternal tidak ada zat radioaktif yang dimasukkan ke dalam
tubuh.
2) Radiasi internal (AFL): digunakan sebuah selang kecil yang
mengandung suatu zat radioaktif, yang dimasukkan melalui
vagina dan dibiarkan selama beberapa hari. Selama menjalani
radiasi internal, penderita dirawat di rumah sakit.
c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker.
Kemoterapi merupakan terapi sistemik yang menyebar ke seluruh
tubuh dan mencapai sel kanker yang telah menyebar jauh atau
metastase ke tempat lain (Schorge JO, et al. 2008).
Tabel 1. Kemoterapi pada Kanker Endometrium
Adjuvan AP (Doxorubicin 50-60 mg/m2,
Cisplatinum 60 mg/m2 dengan

Kemoradiasi Cis-platinum 20-40 mg/m2 setiap


minggu (5-6 minggu)
Xelloda 500-1000mg/hari (oral)
Gemcitabine 300mg/m2
Paclitacel 60-80 mg/m2, setiap
minggu (5-6 minggu)
Docetaxel 20 mg/m2setiap minggu
(5-6 minggu)

d. Terapi Hormonal
1) Terapi primer
Salah satu keunikan kanker endometrium adalah merespon
terapi hormon. Progestin digunakan sebagai terapi primer wanita
yang mempunyai resiko tinggi operasi. Namun terapi ini jarang
dilakukan. Ini bisa saja merupakan satu-satunya pilihan terapi
paliatif dalam beberapa kasus. Pada kasus yang jarang lainnya,
pada adenocarcinoma stadium 1 yang sulit di operasi, intrauterine
progestional dapat membantu. Namun terapi ini harus digunakan
dengan hati-hati (Schorge JO, et al. 2008).
2) Terapi Hormonal Adjuvan
Single-agent progestin telah menunjukkan aktifitas pada
penderita dengan stadium lanjut. Tamoxifen memodulasi ekspresi
dari progesteron reseptor dan meningkatkan efikasi progestin.
Tamoksifen dan progestin sebagai terapi adjuvan telah
menunjukkan tingkat respon yang tinggi. Secara umum, toksisitas
sangat rendah, kombinasi ini paling sering digunakan untuk
penyakit rekuren (Schorge JO, et al. 2008).
3) Terapi Pengganti Estrogen
Karena dugaan kelebihan estrogen sebagai penyebab
perkembangan kanker endometrium, ada kekhawatiran bahwa
penggunaan estrogen pada wanita dengan kanker endometrium
dapat meningkatkan resiko kekambuhan atau kematian. Namun,
efek seperti itu belum ada penelitiannya. Gog meneliti efek terapi
pengganti estrogen secara acak pada 1236 wanita yang telah
menjalani operasi kanker stadium I dan II dengan memberikan
estrogen atau plasebo. Hasilnya terdapat kekambuhan yang
rendah. Karena beresiko dan keamanannya belum terbukti, pasien
harus diberi konseling hati-hati sebelum memulai rejimen
estrogen pasca operasi (Schorge JO, et al. 2008).

7. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengontrol faktor risiko
yang masih bisa diubah (modifiable factor) seperti diabetes mellitus,
hipertensi esensial, dan obesitas (Wiknjosastro, Abdul, dan Trijatmo,
2012). Diabetes mellitus dikelola dengan dua cara yaitu mencegah agar
DM tidak terjadi dan kontrol gula darah apabila DM sudah terjadi. DM
dicegah dengan pola makan sehat seimbang (seimbang karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral). Sedangkan bagi para penderita DM,
kontrol gula darah adalah hal yang utama dengan konsumsi obat
(insulin, metformin) secara teratur dan ubah pola hidup (Sudoyo et al.,
2012).
Hipertensi esensial dapat diterapi menggunakan captopril,
losartan, hidroklorotiazide. Kemudian, konsumsi makanan berminyak
diturunkan dan hentikan aktivitas merokok (Sudoyo et al., 2012).
Obesitas meningkatkan kadar estrogen dalam tubuh melalui proses
aromatisasi lemak subkutan. Obesitas dapat dicegah dan diterapi dengan
olah raga 30 menit / hari selama 3-5 kali seminggu, mengurangi hidup
sedenter, mengontrol berat badan agar IMT 18,5 – 24,9 (Kasper et al.,
2015).
Pencegahan kanker endometrium paling utama yaitu dengan
mengenali tanda dan gejala sejak dini yaitu perdarahan abnormal di
masa menopause atau postmenopause karena kanker endometrium
sudah menunjukkan gejala perdarahan pada saat kanker masih terbatas
di uterus (Berek, 2012). Screening dini menggunakan Pap smear
dilaporkan tidak memiliki kemaknaan yang signifikan sehingga tidak
disarankan (Berek, 2012).

8. Prognosis
Sejumlah faktor prognosis di bawah ini digunakan untuk menilai
kekambuhan maupun keberhasilan terapi pada penyakit ini (Berek,
2012).
a. Umur penderita
b. Jenis histologi
c. Diferensiasi histologi
d. Invasi ke miometrium
e. Sitologi peritoneum
f. Metastase kelenjar limfe
g. Metastase adneksa
h. Reseptor hormon
i. Ukuran tumor
j. Lymph vascular space invasion
DAFTAR PUSTAKA

Berek, J. 2012. Berek & Novak’s Gynecology. Philadelphia : Lippincott


Williams & Wilkins.
Creasman, T. William. 2017. Endometrial Carcinoma
(https://emedicine.medscape.com/article/254083-overview#a1)
diakses 16 Oktober 2017
Frederic Amant, P. M. 2005. Endometrial cancer. Lancet, 491–505.
Kasper, D., Anthony S. F., Stephen L. H., Dan L., Larry J., dan Joseph L.
2015. Harrison’s Principles of Internal Medicine. New York : The
McGraw Hill Companies.
Kumar, V., Abul K. A., Jon C. A. 2015. Robbins and Cotran Pathologic Basis
of Disease. Philadelphia : Elsevier.
Prawirohardjo.S. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Schorge JO, et al. 2008. Endometrial Cancer. Dalam: Schorge JO, Schaffer JI,
Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG.
Williams Gynecology. USA:McGraw-Hill.
Soekimin, H. 2005. Adenocarcinoma Endometrium. Fakultas Kedokteran.
Jurusan Patologi Anatomi. Universitas Sumatera Utara
(http://library.usu.ac.id/download/fk/patologi-soekimin2.pdf) diakses
16 Oktober 2017
Sudoyo, A., Bambang S., Idrus A., Marcellus S., dan Siti S. 2012. Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Wiknjosastro, H, Abdul B. S., dan Trijatmo R. 2012. Ilmu Kandungan. Jakarta
: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjdjo.
Yukio Sonoda, M.D., Richard R. Barakat, M.D., 2005. Screening and the
prevention of gynecologic cancer: Endometrial cancer. Computer,
writing, rhetoric and literature. (Jurnal Elektronik ),:
http://www.sciencedirect.com/healthinfo/en/index.html.

You might also like