You are on page 1of 16

GAMBARAN POS GIZI SEBAGAI MEKANISME

MANAJEMEN GIZI BURUK BERBASIS MASYARAKAT


DI KELURAHAN CIPINANG MUARA JATINEGARA
JAKARTA TIMUR

Mia Fatma Ekasari, Santun Setiawati, Paula Krisanty, Rosidawati, Rochimah*

ABSTRACT

Nutrition post is a new program from Indonesian government in planning of national


preventive actions and managing malnutrition in 2005 – 2009 (DepKes, 2005).
Purpose of this research was accomplished a description of managing nutrition post
as a mechanism of malnutrition management which based on community in Cipinang
Muara district, Jatinegara, East of Jakarta, which used a qualitative approach. Data
were collected by informants and key person, used the in-depth interview technique,
FGD, and observation. The study showed that the reasons why balita suffered
malnutrition such as mothers were lazy to give meals and lack of knowledge of high
nutrition foods. To build a nutrition post carried out by implementing 10 steps
activities. The nutrition post activities divided into two phase: managing the nutrition
post, and visiting the houses. The mothers’ perception to the nutrition post activities
was an activity to improve the balita’s weight. The involvements of the community in
the nutrition post activities were high. Nutrition post activities were improving
balita’s weight and mothers’ knowledge, changing mothers’and children behavior,
The supporting factor was the high community participation. The obstacle factor was
the small amount of health providers, lack of nutrition post’s kader, no special funds
for managing the nutrition post, and lack of knowledge of the families.

Keyword: nutrition post, malnutrition, community base.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki masalah

dengan gizi kurang pada penduduknya (ACC/SCN, 1992). Berdasarkan data statistik

kesehatan Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2005, dari 241.973.879 penduduk

Indonesia sebanyak 6% atau sekitar 14.500.000 orang menderita gizi buruk dan

sebagian besar berusia di bawah lima tahun (balita). Menurut Wahlqvist, (1997),

1
tingginya gizi buruk di negara berkembang disebabkan antara lain: kurang dan tidak

tersedianya makanan, infeksi berulang pada individu (diare, campak ataupun

kecacingan), begitu juga asuhan ibu yang buruk, kelangkaan makanan, dan kondisi

keluarga yang tidak mengetahui tentang gizi merupakan penyebab gizi buruk pada

balita (Sacharin,R, 1996).

Dalam upaya penanggulangan gizi buruk, pemerintah mencanangkan tujuh

pokok kegiatan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan gizi buruk tahun 2005-

2009 (revitalisasi Posyandu, revitalisasi Puskesmas, intervensi gizi dan kesehatan,

promosi keluarga sadar gizi, pemberdayaan keluarga, advokasi dan pendampingan,

serta revitalisasi sistem kewaspadaan pangan dan gizi). Salah satu bentuk kegiatan

pemulihan gizi pada masyarakat khususnya balita dengan pendekatan pemberdayaan

masyarakat adalah pos gizi (DepKes, 2005).

Pos Gizi ( Pos pemulihan Gizi berbasis masyarakat) adalah salah satu upaya

pemberdayaan keluarga untuk menanggulangi masalah gizi pada masyarakat yang

berbasis masyarakat dimana dalam pelaksanaannya dari, oleh dan untuk

masyarakat(Dep.Kes, 2005). Pos gizi merupakan suatu bentuk kegiatan

pemberdayaan keluarga yang bertujuan meningkatkan kemampuan keluarga untuk

mengetahui potensi ekonomi keluarga dan mengembangkannya untuk memenuhi

kebutuhan gizi seluruh anggota keluarga. Target yang ingin dicapai pemerintah pada

tahun 2009 yaitu terbentuknya 70.000 Pos Gizi di seluruh Indonesia.

Sulitnya mendapatkan informasi dan kurangnya petunjuk/pedoman yang

berkaitan dengan proses pembentukan dan pelaksanaan Pos gizi menyebabkan

2
sulitnya pelaksanaan pos gizi. Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan

penelitian yang bertujuan mengetahui gambaran Pos Gizi sebagai mekanisme

manajemen gizi buruk yang berbasis masyarakat di Kelurahan Cipinang Cempedak

Jatinegara Jakarta Timur.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan memeprgunakan desain

deskriptif eksploratif. Lokasi penelitian di wilayah RW 13 Cipinang Muara Jatinegara

Jakarta Timur yang merupakan salah satu dari dua Pos Gizi yang menjadi model atau

percontohan yang selama ini dibina oleh LSM Wahana Visi. Penelitian ini

dilaksanakan dari April sampai September 2007.

Informan dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak balita dengan

gizi buruk yang mengikuti kegiatan pos gizi. Informan kunci adalah kepala

puskesmas, petugas kesehatan, kader pos gizi, ketua RW, dan koordinator pos gizi

dari LSM Wahana Visi. Koordinator pelaksana pos gizi dari LSM Wahana Visi juga

dijadikan sebagai informan kunci.

Pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam ,

FGD, dan observasi. Diskusi kelompok terarah (FGD) dilakukan terhadap ibu yang

mengikuti program pos gizi sebanyak empat orang, sedangkan wawancara mendalam

dilakukan terhadap Kepala puskesmas, dua petugas kesehatan yang bertugas di

bagian gizi, Ketua RW, 2 kader pos gizi, koordinator pelaksana program pos gizi dari

LSM Wahana Visi yang membina Pos Gizi di wilayah Jakarta Timur. Observasi

3
kegiatan dilakukan pada saat pelaksanaan Pos Gizi, yaitu tanggal 6 s.d 16 Agustus

2007, dan tanggal 22 Agustus 2007.

Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder. Data primer

yang terdiri dari: Faktor penyebab terjadinya kurang gizi di RW 13 Cipinang Muara,

Proses pelaksanaan pos gizi, Jenis kegiatan yang dilakukan dalam pos gizi , Persepsi

ibu yang memiliki anak gizi buruk dan terlibat dalam kegiatan pos gizi terhadap pos

gizi, Peran serta masyarakat dan tenaga kesehatan dalam kegiatan pos Gizi, Hasil

yang dicapai kegiatan pos Gizi, serta Faktor pendukung dan penghambat dalam

kegiatan pos gizi. Data sekunder meliputi: Jumlah balita yang menderita gizi buruk,

tenaga kesehatan yang terlibat dalam kegiatan pos gizi, dan kader di RW 13

Kelurahan Cipinang Muara yang tidak didapat dari catatan yang ada di Puskesmas

Cipinang Muara ataupun dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara, tetapi didapatkan

secara langsung saat wawancara kepada kader, ketua RW 13 Cipinang Muara, dan

koordinator pelaksana pos gizi dari LSM wahana Visi. Data sekunder digunakan

sebagai informasi tambahan untuk mendukung data primer.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Informan

Semua informan adalah perempuan yang telah menikah berusia antara 25-30 tahun.

Sebagian besar informan memiliki dua anak, dan anak keduanya yang menderita gizi

buruk dan mengikuti kegiatan pos gizi. Penghasilan rata-rata informan sebesar Rp

10.000,-/hari dengan mata pencarian sebagai buruh, sebagian bekerja sebagai kuli

4
cuci, hampir semua informan berpendidikan tamat SMP. Seluruh informan telah

lebih dari lima tahun bertempat tinggal di wilayah RW 13 Cipinang Muara Jatinegara

Jakarta Timur.

Karakteristik Informan Kunci

Semua informan kunci berjenis kelamin wanita yang berusia antara 45–57 tahun.

Sebagian besar merupakan petugas kesehatan yang membina wilayah RW 13

Cipinang Muara, berpendidikan minimal D-III kesehatan. Hampir semua informan

kunci pernah mengikuti pelatihan tentang pelaksanaan pos gizi, pernah terlibat

langsung dalam kegiatan pos gizi, dan mereka bertempat tinggal di wilayah RW 13.

Karakteristik balita yang menderita gizi buruk yang mengikuti Pos gizi.

Jumlah balita di wilayah RW 13 Cipinang Muara sebanyak 300 balita (Wahana Visi,

2007) dan yang menderita gizi buruk sebanyak 10 orang (Kader RW 13 Cipinang

Muara, 2007). Semua balita yang mengikuti pos gizi berusia dibawah 2 tahun.

Sebagian kecil balita bukan anak kedua. Sebagian balita berat badannya di bawah

garis kuning dan sebagian lagi di bawah garis merah. Hampir semua balita tampak

lesu, kurang tertarik pada mainan dan tampak pendiam atau bingung.

Penyebab Tingginya Gizi Buruk

Hampir semua informan mengatakan anaknya mengalami gizi buruk karena perilaku

anak itu sendiri, antara lain karena anak tidak mau makan dan susah walaupun sudah

disuapi, mengeluarkan makanan yang disuapkan, dan anak suka jajan snack atau es.

5
Anaknya susah banget kalau di suruh makan, padahal sudah disuapin, tapi
dia juga tidak mau ( Ibu S, 30 tahun).
Akbar senangnya jajan, kalau tidak di kasih jajan nangis terus..., dia sukanya ciki
dan es, tapi kalau disuapin makan susah banget ( Ibu A, 28 tahun).

Hal ini berbeda dengan pendapat informan kunci. Semua informan kunci mengatakan

bahwa penyebab gizi buruk pada balita karena perilaku ibunya sendiri, antara lain ibu

mala menyuapi anaknya dan ibu tidak tahu makanan yang bergizi untuk anaknya.

Ibunya tidak tahu makanan yang baik dan bergizi untuk anaknya, biasanya
anak-anak tidak penah dikasih sayur dengan alasan tidak suka dan cukup nasi,
kecap dan lauk ( Ibu I,PKM Kec. Jatinegara).
Ibunya malas nyuapin anaknya, kalau sudah tidak mau makan, tidak dibujuk lagi
ataupun dicari penyebabnya (Ibu N, PKM Kel.Cipinang Muara).

Pendapat informan kunci ini sesuai dengan pendapat Ngastiyah (1997) bahwa

penyebab gizi buruk pada anak adalah kurangnya pengetahuan tentang makanan

sehat. Penyebab kekurangan gizi pada anak di dalam rumah tangga terutama adalah

perilaku atau kebiasaan ibu yang tidak baik dalam memenuhi kebutuhan gizi anak

( Positive Deviance, 2003).

Proses Pelaksanaan Pos Gizi

Hampir semua informan kunci mengatakan bahwa proses pelaksanaan pos

gizi terdiri atas tahap persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Tahap persiapan

dilakukan kegiatan pelatihan kepada petugas kesehatan, melakukan koordinasi

dengan pemerintahan dan masyarakat setempat, menentukan wilayah yang akan

dibentuk pos gizi (wilayah yang dipilih adalah wilayah yang memiliki balita gizi

buruk minimal 30% dari seluruh balita yang ada di wilayah tersebut). Melakukan

6
FGD dan wawancara pada keluarga yang memiliki penyimpangan positif. ( keluarga

yang dipilih adalah keluarga yang berasal dari keluarga kurang mampu yang memiliki

anak balita sehat atau BB pada KMS digaris hijau yang usianya diatas 8 bulan, bukan

anak pertama, tidak lahir dengan BBLR, serta kakak dari balita tersebut juga sehat).

Juga persiapan pelatihan kader, sosialisasi kepada ibu balita gizi buruk, dan

merancang kegiatan pos gizi. Tahap pelaksanaan adalah kegiatan pos gizi, dan tahap

akhir adalah mengulangi kegiatan pos gizi sesuai kebutuhan.

”Pos gizi dibentuk atas arahan dan bimbingan dari LSM Wahana Visi.
Sebelumnya para kader dilatih, termasuk petugas kesehatan dari Puskesmas. Lalu
bersama kader, Lurah, RW, RT dan tokoh masyarakat dikumpulkan dana dan
bahan makanan yang diperlukan untuk pelaksanaan Pos gizi. RT juga membantu
untuk mengumpulkan orang-orang atau keluarga yang memiliki balita yang berat
badannya di KMS pada garis kuning ataupun BGM. Masyarakat yang langsung
memilih ketua Pos Giz ” (Ibu N, PKM Kel.Cipinang Muara).
“Selama ini pos gizi juga dikenalkan oleh LSM Wahana Visi. Kita petugas
kesehatan pada dilatih dulu, terus dilanjutkan pelatihan kader-kadernya ” ( Ibu I,
PKM Kec. Jatinegara).

Jenis kegiatan pos gizi

Semua informan mengatakan pos gizi dilaksanakan selama 10 hari. Mulai dari

pk. 09.00 - 11.00 WIB, di kantor RW. Anak-anak ditimbang pada hari pertama kali

datang dan pada hari terakhir pelaksanaan pos gizi. Setiap kali datang ibu diminta

mengisi daftar hadir dengan menggunakan gambar- gambar yang ditempel di karton.

Lalu anak distimulus dengan aneka macam mainan, sementara sebagian ibu menjaga

balita dan sebagian lagi memasak bahan makanan yang dibawa oleh ibu balita yang

mengikuti pos gizi. Pertama kali dimasak makanan cemilan, seperti tahu atau tempe

goreng diberikan saat anak sedang bermain sambil menunggu makanan pokok

7
matang yang terdiri dari nasi, sayur, dan lauk. Sebelum makan anak-anak mencuci

tangan dengan menggunakan sabun di air yang mengalir. Setelah makanan matang,

ibu diminta menyuapi anaknya secara aktif. Contoh menu makanan yang diberikan 1)

nasi, sayur bening, lele goreng, buah pepaya, 2) nasi, sayur sop, telur dadar, pisang, 3)

nasi, sayur lodeh, ikan goreng, pisang. Setiap hari sambil ibu menyuapi anaknya,

kader memberikan pesan kesehatan kepada, antara lain piramida makanan, jajanan

sehat, KMS, cacingan, imunisasi dan ASI ekslusif. Setelah selesai menyuapi anaknya

dan mendengarkan pesan kesehatan, ibu balita bersama-sama membagi tugas untuk

pelaksanaan kegiatan pos gizi besok hari. Tugas tersebut antara lain pembagian tugas

memasak, menjaga anak, serta pembagian bahan makanan yang harus dibawa besok

hari untuk di masak pada kegiatan pos gizi.

Dua hari setelah kegiatan pos gizi, kader melakukan kunjungan rumah dua

kali selama satu minggu untuk setiap ibu balita peserta pos gizi. Kunjungan

dilakukan pada waktu-waktu makan balita baik pagi, siang atau sore hari. Kegiatan

kunjungan rumah dilakukan untuk melihat perilaku ibu dalam memberikan makanan,

menu, pengolahan, cara pemberian makan, jumlah makanan yang dimakan serta

frekuensi pemberian makan pada anak. Kader juga menanyakan kondisi kesehatan

anak dan permasalahan yang dihadapi ibu dalam pemberian makan pada anak, dan

kader memberikan nasehat sesuai dengan permasalahan.

Dalam pelaksanaan Posyandu bulan berikutnya kader mengevaluasi kembali

hasil pelaksanaan pos gizi kepada balita yang telah mengikuti pos gizi dengan melihat

berat badan balita pada KMS saat penimbangan di Posyandu. Jika berat badan balita

8
mengalami kenaikan, maka balita tersebut dianggap lulus dalam mengkuti pos gizi,

jika tidak, balita dan ibu diberi kesempatan untuk mengulang satu kali. Hal ini sesuai

dengan proses pelaksanaan pos gizi yang dikemukakan oleh Wahana Visi (2007)

bahwa kegiatan pos gizi ada dua tahap yaitu 1) pelaksanaan pos gizi selama 10 hari

yang meliputi konstribusi makanan, penimbangan berat badan hari 1 dan hari 10,

memasak, permainan, mencuci tangan dengan sabun, pemberian cemilan, pesan

kesehatan, menyuapi secara aktif, dan pembagian tugas untuk esok hari, 2)

kunjungan rumah (2-3 hari setelah pos gizi) dilakukan kepada seluruh peserta pos gizi

sebanyak 2 X kunjungan. Kunjungan rumah merupakan salah satu evaluasi hasil

pelaksanaan pos gizi, yaitu kader dapat melihat langsung apakah ada perubahan

perilaku ibu dalam memberikan makan anak setelah mengikuti pos gizi.

Semua kegiatan di pos gizi ini dilakukan langsung oleh kader dan ibu balita,

tempat kegiatan dan bahan-bahan makanan yang akan dimasak dipersiapkan sendiri

oleh ibu balita secara bersama-sama. Hal tersebut menggambarkan bahwa pos gizi

dilaksanakan dari, oleh, dan untuk masyarakat yang memberdayakan keluarga secara

langsung sesuai dengan gambaran pos gizi yang dikemukakan oleh DepKes (2005).

Persepsi ibu terhadap pos gizi

Semua informan mengatakan bahwa pos gizi bertujuan untuk meningkatkan berat

badan balita yang menderita gizi buruk.

“Pos Gizi tempat untuk membantu anak agar naik berat badannya” ( Ibu A, 28
tahun).
“Pos Gizi itu kegiatan yang tujuannya supaya anak-anak yang berat badannya
kurang jadi pada naik. Anak-anak yang susah makannya dilatih supaya mau
makan” ( Ibu S, 30 tahun).

9
Peran serta masyarakat dan tenaga kesehatan

Semua informan mengatakan bahwa peran serta masyarakat sangat tinggi

dalam mendukung kegiatan pos gizi. Pelaksanaan pos gizi juga didukung oleh LSM

Wahana Visi dan pihak puskesmas.

“ Kami saling mendorong dan bekerjasama dalam kegiatan ini. Saya minta agar
tiap RT melaporkan jika di wilayah RT nya ada balita yang BB nya kurang,
selanjutnya RT mendorong keluarga untuk membawa balita tersebut ke Pos Gizi.
Kader juga sudah ada di tiap RT. Bahan makanan kami dapat bantuan dari
Puskesmas dan juga LSM Wahana Visi (Ibu L, 57 tahun).
”Saya datang saat seleksi balita yang akan ikut Pos Gizi. Saya membantu
memeriksa kesehatan balita, menimbang dan mengukur tinggi badan bersama
kader dan juga petugas dari LSM Wahana Visi. Puskesmas sendiri memberikan
bantuan sebesarRp 200.000,- tapi tidak dalam bentuk uang, melainkan dalam
bentuk beras, susu, ataupun kacang hijau. Dana itu disisihkan dari dana JPKM
yang ada di Puskesmas.” (Ibu N, PKM Kelurahan Cipinang Muara).
”Untuk mainan, buku-buku, alat tulis, lemari, timbangan, format-format, susu,
biskuit, kami dapat dari LSM Wahana Visi. Dari Puskesmas kami juga dapat
bantuan beras, susu. Yang lainnya kami dapat dari hasil bantuan warga aja. Kami
juga punya uang kencleng yang kami dapat saat kegiatan Posyandu. Jumlahnya
tidak banyak tapi cukup” (Ibu R, 56 tahun).

Hasil kegiatan yang dicapai

Semua informan mengatakan bahwa berat badan anak balitanya mengalami

kenaikan 100-400 gram setelah mengikuti pos gizi. Semua informan mengatakan

anaknya menjadi mau makan sayur dan ikan, serta makannya selalu habis. Semua

informan mengatakan setelah mengikuti pos gizi mereka menjadi lebih tahu tentang

mengolah dan memberikan makanan yang baik dan bergizi untuk anaknya. Sebagian

10
besar informan mengatakan setelah mengikuti pos gizi anaknya lebih berani bermain

dan tidak pendiam lagi.

”Aprilia jadi mau makan sayur, ikan dan makannya habis. Pas hari ke 10 kemarin
berat badannya juga naik 1ons, jadi 7 Kg” (Ibu Ap,26 Th).
” Di Pos Gizi saya diajarin cara memilih bahan makanan, disuruh nyuapin anak
sampai makanannya habis. Anak-anak juga dikasih cemilan , diajak bemrain.
Jadinya Atikah tidak pemalu lagi. Mau main dengan teman-temannya. ”. (Ibu
At,26Th).

Faktor-faktor pendukung dan penghambat

Semua informan mengatakan partisipasi masyarakatnya sangat tinggi dan

kerjasamanya sangat baik. Semua informan mengatakan pos gizi mendapat bantuan

dari Puskesmas dan juga dari LSM Wahana Visi.

”Teman-teman yang jadi kader mau kerjasama. Ibu RW juga terus-terusan


mendorong kami. Walau kami tidak digaji, tapi senang. Dari LSM Wahana Visi,
kami dikasih kacang hijau, susu, dan biskuit. ” ( Ibu R,56 tahun).
“Di RW 13 masyarakatnya cukup baik. Semuanya aktif, mulai dari RW,RT,
kadernya, dan semua warganya. Mereka mau saling Bantu. Dananya juga dari
masyarakat sendiri, tempat pelaksanaannya di kantor RW.” (Ibu N, PKM
Kelurahan Cipinang Muara).

Semua informan mengatakan bahwa petugas puskesmas hanya datang

pada seleksi awal dan saat penimbangan di Posyandu. Semua informan mengatakan

tidak ada dana khusus dalam pelaksanaan pos gizi yang mereka dapat dari

pemerintah. Semua informan mengatakan sampai saat ini jumlah kader yang

mengikuti pos gizi masih sedikit. Sebagian besar informan mengatakan bahwa salah

satu penghambatnya adalah ibu malu membawa balitanya ke pos gizi. Sebagian besar

11
informan mengatakan tidak ke pos gizi karena tidak ada yang menemani anaknya

yang lain di rumah.

“Paling-paling hanya karena ibu atau keluarganya malu kalau anaknya ikut Pos
Gizi. Tetapi ada juga yang tidak mau karena alasan yang ada yang nganter ke Pos
Gizi, dirumah tidak ada orang.. ” ( Ibu R,56 tahun).
” Saya juga baru terlibat di pos gizi ini, hanya empat orang kader yang pernah
ikut pelatihan.” (Ibu E,49 tahun).
”Penghambatnya karena kami tidak punya dana khusus untuk pelaksanaan Pos
Gizi. Selain itu tenaganya tidak ada yang bisa terjun langsung setiap hari dalam
pelaksanaan Pos Gizi. Ibu-ibunya banyak yang malu kalau anaknya dikatakan gizi
kurang, jadi mereka susah untuk diajak ikut kegiatan Pos Gizi” (Ibu N, PKM
Kelurahan Cipinang Muara).

SIMPULAN

1. Penyebab balita menderita gizi buruk di wilayah RW 13 Cipinang Muara adalah

karena perilaku dan pengetahuan ibu yang kurang tentang gizi.

2. Proses pembentukan pos gizi dimulai dengan menentukan wilayah yang akan

dibentuk pos gizi, memobilisasi masyarakat, melatih nara sumber masyarakat,

mempersiapkan penyelidikan, melakukan penyelidikan, merancang kegiatan pos

gizi, melaksanakan kegiatan pos gizi bagi anak-anak yang mengalami kekurangan

gizi serta pengasuh mereka, mendukung perilaku baru melalui kunjungan rumah,

mengulangi kegiatan pos gizi sesuai kebutuhan, dan memperluas program pos

gizi pada masyarakat (10 langkah pembentukan pos gizi)

3. Kegiatan pos gizi ada dua tahap yaitu 1) pelaksanaan pos gizi selama 10 hari yang

meliputi konstribusi makanan, penimbangan berat badan hari 1 dan hari 10,

memasak, permainan, mencuci tangan dengan sabun, pemberian cemilan, pesan

kesehatan, menyuapi secara aktif , dan pembagian tugas untuk esok hari, 2)

12
kunjungan rumah (2-3 hari setelah pos gizi) dilakukan kepada seluruh peserta pos

gizi sebanyak 2 X kunjungan

4. Ibu berpersepsi bahwa pos gizi adalah kegiatan yang bertujuan untuk

meningkatkan berat badan balita yang menderita gizi buruk.

5. Peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pos gizi sangat baik. antara lain

memotivasi keluarga yang memiliki balita gizi buruk agar mau mengikuti pos

gizi, membantu menyiapkan bahan makanan yang akan di masak secara bersama-

sama menyiapkan tempat dan alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan pos

gizi.

6. Kegiatan pos gizi dapat meningkatkan berat badan balita, pengetahuan ibu tentang

gizi dan merubah perilaku ibu dan anak terhadap pola pengolahan dan pemberian

makanan.

7. Faktor pendukung dalam pelaksanaan pos gizi adalah partisipasi masyarakat

yang sangat tinggi selain adanya bantuan dari puskesmas dan LSM Wahana Visi.

Faktor penghambatnya adalah jumlah tenaga kesehatan sedikit, jumlah kader pos

gizi sedikit, tidak ada dana khusus untuk pelaksanaan pos gizi dari puskesmas

ataupun kelurahan, keluarga masih ada yang belum memahami tentang manfaat

pos gizi.

SARAN

1. Puskesmas diharapkan memiliki data yang lengkap dan memberikan informasi

yang jelas serta terbuka mengenai jumlah balita yang menderita gizi buruk di

13
wilayahnya, sehingga pihak lain mudah dalam membantu mengatasi masalah gizi

buruk pada balita di wilayah tersebut.

2. Pos gizi agar terus dipertahankan dan mendapatkan pembinaan langsung oleh

Puskesmas. Keterlibatan Puskesmas lebih ditingkatkan baik pada proses seleksi

awal, saat kegiatan pos gizi dilaksanakan dan akhir pelaksanaan.

3. Puskesmas perlu memperluas jejaring kerja dan mitra pelaksanaan program pos

gizi. Masalah gizi buruk tidak mudah untuk diatasi dan memerlukan keterlibatan

berbagai fihak.

4. Diperlukan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pos gizi, sehingga

Puskesmas harus lebih memperluas informasi pelaksanaan pos gizi ini kepada

masyarakat.

5. Petugas Puskesmas diharapkan berperan dan aktif dalam upaya mengatasi gizi

buruk pada balita di keluarga dengan selalu mengembangkan potensi yang ada di

dalam keluarga sehingga keluarga mampu mengatasi masalah kesehatannya

secara mandiri.

6. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perbandingan efektifitas

pelaksanaan pos gizi dengan pemberian makanan tambahan yang dilakukan di

Posyandu dalam mengatasi masalah gizi buruk pada balita.

DAFTAR PUSTAKA

ACC/SCN (1992), Highlights of the World Nutrition, SCN News 8: 1-3

Dep.Kes. RI.(2005). Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi

14
Buruk 2005-2009. Jakarta : Dep.Kes RI

Hungler, B.P. & Poltit, D.E. (1999). Nursing research: principles and methods.
(Sixth Edition). Philadelphia: J.B. Lippincott Company.

Kompas (2006), 14 juta lebih penduduk Indonesia menderita gizi buruk


www.kompas.com.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Oxfam News (2005), Food Crisis In Timor Leste. www.oxfam.org.au

Penanggulangan gizi buruk (2005). www.dinkespurworejo.go.id

Positive Deviance (2003) www.positive deviance.org

Poskota (2006). Di Jakarta Ribuan Balita menderita gizi buruk. www.poskota.co.id

Sacharin R. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC

Sudinkesmas Jakarta Timur,(2005). Laporan tahunan program perbaikan gizi


masyarakat Puskesmas Kecamatan Jatinegara tahun 2005. Tidak dipublikasikan.

Wahlqvist (1997), Food and Nutrition Australia, Asia and the Pacific, St. Leonard,
Allen & Unwin

Wong DL (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta:EGC

15
16

You might also like