Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
PENDAHULUAN
dengan gizi kurang pada penduduknya (ACC/SCN, 1992). Berdasarkan data statistik
Indonesia sebanyak 6% atau sekitar 14.500.000 orang menderita gizi buruk dan
sebagian besar berusia di bawah lima tahun (balita). Menurut Wahlqvist, (1997),
1
tingginya gizi buruk di negara berkembang disebabkan antara lain: kurang dan tidak
kecacingan), begitu juga asuhan ibu yang buruk, kelangkaan makanan, dan kondisi
keluarga yang tidak mengetahui tentang gizi merupakan penyebab gizi buruk pada
pokok kegiatan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan gizi buruk tahun 2005-
serta revitalisasi sistem kewaspadaan pangan dan gizi). Salah satu bentuk kegiatan
Pos Gizi ( Pos pemulihan Gizi berbasis masyarakat) adalah salah satu upaya
kebutuhan gizi seluruh anggota keluarga. Target yang ingin dicapai pemerintah pada
2
sulitnya pelaksanaan pos gizi. Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan
METODOLOGI PENELITIAN
Jakarta Timur yang merupakan salah satu dari dua Pos Gizi yang menjadi model atau
percontohan yang selama ini dibina oleh LSM Wahana Visi. Penelitian ini
Informan dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak balita dengan
gizi buruk yang mengikuti kegiatan pos gizi. Informan kunci adalah kepala
puskesmas, petugas kesehatan, kader pos gizi, ketua RW, dan koordinator pos gizi
dari LSM Wahana Visi. Koordinator pelaksana pos gizi dari LSM Wahana Visi juga
FGD, dan observasi. Diskusi kelompok terarah (FGD) dilakukan terhadap ibu yang
mengikuti program pos gizi sebanyak empat orang, sedangkan wawancara mendalam
bagian gizi, Ketua RW, 2 kader pos gizi, koordinator pelaksana program pos gizi dari
LSM Wahana Visi yang membina Pos Gizi di wilayah Jakarta Timur. Observasi
3
kegiatan dilakukan pada saat pelaksanaan Pos Gizi, yaitu tanggal 6 s.d 16 Agustus
Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder. Data primer
yang terdiri dari: Faktor penyebab terjadinya kurang gizi di RW 13 Cipinang Muara,
Proses pelaksanaan pos gizi, Jenis kegiatan yang dilakukan dalam pos gizi , Persepsi
ibu yang memiliki anak gizi buruk dan terlibat dalam kegiatan pos gizi terhadap pos
gizi, Peran serta masyarakat dan tenaga kesehatan dalam kegiatan pos Gizi, Hasil
yang dicapai kegiatan pos Gizi, serta Faktor pendukung dan penghambat dalam
kegiatan pos gizi. Data sekunder meliputi: Jumlah balita yang menderita gizi buruk,
tenaga kesehatan yang terlibat dalam kegiatan pos gizi, dan kader di RW 13
Kelurahan Cipinang Muara yang tidak didapat dari catatan yang ada di Puskesmas
secara langsung saat wawancara kepada kader, ketua RW 13 Cipinang Muara, dan
koordinator pelaksana pos gizi dari LSM wahana Visi. Data sekunder digunakan
Semua informan adalah perempuan yang telah menikah berusia antara 25-30 tahun.
Sebagian besar informan memiliki dua anak, dan anak keduanya yang menderita gizi
buruk dan mengikuti kegiatan pos gizi. Penghasilan rata-rata informan sebesar Rp
10.000,-/hari dengan mata pencarian sebagai buruh, sebagian bekerja sebagai kuli
4
cuci, hampir semua informan berpendidikan tamat SMP. Seluruh informan telah
lebih dari lima tahun bertempat tinggal di wilayah RW 13 Cipinang Muara Jatinegara
Jakarta Timur.
Semua informan kunci berjenis kelamin wanita yang berusia antara 45–57 tahun.
kunci pernah mengikuti pelatihan tentang pelaksanaan pos gizi, pernah terlibat
langsung dalam kegiatan pos gizi, dan mereka bertempat tinggal di wilayah RW 13.
Karakteristik balita yang menderita gizi buruk yang mengikuti Pos gizi.
Jumlah balita di wilayah RW 13 Cipinang Muara sebanyak 300 balita (Wahana Visi,
2007) dan yang menderita gizi buruk sebanyak 10 orang (Kader RW 13 Cipinang
Muara, 2007). Semua balita yang mengikuti pos gizi berusia dibawah 2 tahun.
Sebagian kecil balita bukan anak kedua. Sebagian balita berat badannya di bawah
garis kuning dan sebagian lagi di bawah garis merah. Hampir semua balita tampak
lesu, kurang tertarik pada mainan dan tampak pendiam atau bingung.
Hampir semua informan mengatakan anaknya mengalami gizi buruk karena perilaku
anak itu sendiri, antara lain karena anak tidak mau makan dan susah walaupun sudah
disuapi, mengeluarkan makanan yang disuapkan, dan anak suka jajan snack atau es.
5
Anaknya susah banget kalau di suruh makan, padahal sudah disuapin, tapi
dia juga tidak mau ( Ibu S, 30 tahun).
Akbar senangnya jajan, kalau tidak di kasih jajan nangis terus..., dia sukanya ciki
dan es, tapi kalau disuapin makan susah banget ( Ibu A, 28 tahun).
Hal ini berbeda dengan pendapat informan kunci. Semua informan kunci mengatakan
bahwa penyebab gizi buruk pada balita karena perilaku ibunya sendiri, antara lain ibu
mala menyuapi anaknya dan ibu tidak tahu makanan yang bergizi untuk anaknya.
Ibunya tidak tahu makanan yang baik dan bergizi untuk anaknya, biasanya
anak-anak tidak penah dikasih sayur dengan alasan tidak suka dan cukup nasi,
kecap dan lauk ( Ibu I,PKM Kec. Jatinegara).
Ibunya malas nyuapin anaknya, kalau sudah tidak mau makan, tidak dibujuk lagi
ataupun dicari penyebabnya (Ibu N, PKM Kel.Cipinang Muara).
Pendapat informan kunci ini sesuai dengan pendapat Ngastiyah (1997) bahwa
penyebab gizi buruk pada anak adalah kurangnya pengetahuan tentang makanan
sehat. Penyebab kekurangan gizi pada anak di dalam rumah tangga terutama adalah
perilaku atau kebiasaan ibu yang tidak baik dalam memenuhi kebutuhan gizi anak
gizi terdiri atas tahap persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Tahap persiapan
dibentuk pos gizi (wilayah yang dipilih adalah wilayah yang memiliki balita gizi
buruk minimal 30% dari seluruh balita yang ada di wilayah tersebut). Melakukan
6
FGD dan wawancara pada keluarga yang memiliki penyimpangan positif. ( keluarga
yang dipilih adalah keluarga yang berasal dari keluarga kurang mampu yang memiliki
anak balita sehat atau BB pada KMS digaris hijau yang usianya diatas 8 bulan, bukan
anak pertama, tidak lahir dengan BBLR, serta kakak dari balita tersebut juga sehat).
Juga persiapan pelatihan kader, sosialisasi kepada ibu balita gizi buruk, dan
merancang kegiatan pos gizi. Tahap pelaksanaan adalah kegiatan pos gizi, dan tahap
”Pos gizi dibentuk atas arahan dan bimbingan dari LSM Wahana Visi.
Sebelumnya para kader dilatih, termasuk petugas kesehatan dari Puskesmas. Lalu
bersama kader, Lurah, RW, RT dan tokoh masyarakat dikumpulkan dana dan
bahan makanan yang diperlukan untuk pelaksanaan Pos gizi. RT juga membantu
untuk mengumpulkan orang-orang atau keluarga yang memiliki balita yang berat
badannya di KMS pada garis kuning ataupun BGM. Masyarakat yang langsung
memilih ketua Pos Giz ” (Ibu N, PKM Kel.Cipinang Muara).
“Selama ini pos gizi juga dikenalkan oleh LSM Wahana Visi. Kita petugas
kesehatan pada dilatih dulu, terus dilanjutkan pelatihan kader-kadernya ” ( Ibu I,
PKM Kec. Jatinegara).
Semua informan mengatakan pos gizi dilaksanakan selama 10 hari. Mulai dari
pk. 09.00 - 11.00 WIB, di kantor RW. Anak-anak ditimbang pada hari pertama kali
datang dan pada hari terakhir pelaksanaan pos gizi. Setiap kali datang ibu diminta
mengisi daftar hadir dengan menggunakan gambar- gambar yang ditempel di karton.
Lalu anak distimulus dengan aneka macam mainan, sementara sebagian ibu menjaga
balita dan sebagian lagi memasak bahan makanan yang dibawa oleh ibu balita yang
mengikuti pos gizi. Pertama kali dimasak makanan cemilan, seperti tahu atau tempe
goreng diberikan saat anak sedang bermain sambil menunggu makanan pokok
7
matang yang terdiri dari nasi, sayur, dan lauk. Sebelum makan anak-anak mencuci
tangan dengan menggunakan sabun di air yang mengalir. Setelah makanan matang,
ibu diminta menyuapi anaknya secara aktif. Contoh menu makanan yang diberikan 1)
nasi, sayur bening, lele goreng, buah pepaya, 2) nasi, sayur sop, telur dadar, pisang, 3)
nasi, sayur lodeh, ikan goreng, pisang. Setiap hari sambil ibu menyuapi anaknya,
kader memberikan pesan kesehatan kepada, antara lain piramida makanan, jajanan
sehat, KMS, cacingan, imunisasi dan ASI ekslusif. Setelah selesai menyuapi anaknya
dan mendengarkan pesan kesehatan, ibu balita bersama-sama membagi tugas untuk
pelaksanaan kegiatan pos gizi besok hari. Tugas tersebut antara lain pembagian tugas
memasak, menjaga anak, serta pembagian bahan makanan yang harus dibawa besok
Dua hari setelah kegiatan pos gizi, kader melakukan kunjungan rumah dua
kali selama satu minggu untuk setiap ibu balita peserta pos gizi. Kunjungan
dilakukan pada waktu-waktu makan balita baik pagi, siang atau sore hari. Kegiatan
kunjungan rumah dilakukan untuk melihat perilaku ibu dalam memberikan makanan,
menu, pengolahan, cara pemberian makan, jumlah makanan yang dimakan serta
frekuensi pemberian makan pada anak. Kader juga menanyakan kondisi kesehatan
anak dan permasalahan yang dihadapi ibu dalam pemberian makan pada anak, dan
hasil pelaksanaan pos gizi kepada balita yang telah mengikuti pos gizi dengan melihat
berat badan balita pada KMS saat penimbangan di Posyandu. Jika berat badan balita
8
mengalami kenaikan, maka balita tersebut dianggap lulus dalam mengkuti pos gizi,
jika tidak, balita dan ibu diberi kesempatan untuk mengulang satu kali. Hal ini sesuai
dengan proses pelaksanaan pos gizi yang dikemukakan oleh Wahana Visi (2007)
bahwa kegiatan pos gizi ada dua tahap yaitu 1) pelaksanaan pos gizi selama 10 hari
yang meliputi konstribusi makanan, penimbangan berat badan hari 1 dan hari 10,
kesehatan, menyuapi secara aktif, dan pembagian tugas untuk esok hari, 2)
kunjungan rumah (2-3 hari setelah pos gizi) dilakukan kepada seluruh peserta pos gizi
pelaksanaan pos gizi, yaitu kader dapat melihat langsung apakah ada perubahan
perilaku ibu dalam memberikan makan anak setelah mengikuti pos gizi.
Semua kegiatan di pos gizi ini dilakukan langsung oleh kader dan ibu balita,
tempat kegiatan dan bahan-bahan makanan yang akan dimasak dipersiapkan sendiri
oleh ibu balita secara bersama-sama. Hal tersebut menggambarkan bahwa pos gizi
dilaksanakan dari, oleh, dan untuk masyarakat yang memberdayakan keluarga secara
langsung sesuai dengan gambaran pos gizi yang dikemukakan oleh DepKes (2005).
Semua informan mengatakan bahwa pos gizi bertujuan untuk meningkatkan berat
“Pos Gizi tempat untuk membantu anak agar naik berat badannya” ( Ibu A, 28
tahun).
“Pos Gizi itu kegiatan yang tujuannya supaya anak-anak yang berat badannya
kurang jadi pada naik. Anak-anak yang susah makannya dilatih supaya mau
makan” ( Ibu S, 30 tahun).
9
Peran serta masyarakat dan tenaga kesehatan
dalam mendukung kegiatan pos gizi. Pelaksanaan pos gizi juga didukung oleh LSM
“ Kami saling mendorong dan bekerjasama dalam kegiatan ini. Saya minta agar
tiap RT melaporkan jika di wilayah RT nya ada balita yang BB nya kurang,
selanjutnya RT mendorong keluarga untuk membawa balita tersebut ke Pos Gizi.
Kader juga sudah ada di tiap RT. Bahan makanan kami dapat bantuan dari
Puskesmas dan juga LSM Wahana Visi (Ibu L, 57 tahun).
”Saya datang saat seleksi balita yang akan ikut Pos Gizi. Saya membantu
memeriksa kesehatan balita, menimbang dan mengukur tinggi badan bersama
kader dan juga petugas dari LSM Wahana Visi. Puskesmas sendiri memberikan
bantuan sebesarRp 200.000,- tapi tidak dalam bentuk uang, melainkan dalam
bentuk beras, susu, ataupun kacang hijau. Dana itu disisihkan dari dana JPKM
yang ada di Puskesmas.” (Ibu N, PKM Kelurahan Cipinang Muara).
”Untuk mainan, buku-buku, alat tulis, lemari, timbangan, format-format, susu,
biskuit, kami dapat dari LSM Wahana Visi. Dari Puskesmas kami juga dapat
bantuan beras, susu. Yang lainnya kami dapat dari hasil bantuan warga aja. Kami
juga punya uang kencleng yang kami dapat saat kegiatan Posyandu. Jumlahnya
tidak banyak tapi cukup” (Ibu R, 56 tahun).
kenaikan 100-400 gram setelah mengikuti pos gizi. Semua informan mengatakan
anaknya menjadi mau makan sayur dan ikan, serta makannya selalu habis. Semua
informan mengatakan setelah mengikuti pos gizi mereka menjadi lebih tahu tentang
mengolah dan memberikan makanan yang baik dan bergizi untuk anaknya. Sebagian
10
besar informan mengatakan setelah mengikuti pos gizi anaknya lebih berani bermain
”Aprilia jadi mau makan sayur, ikan dan makannya habis. Pas hari ke 10 kemarin
berat badannya juga naik 1ons, jadi 7 Kg” (Ibu Ap,26 Th).
” Di Pos Gizi saya diajarin cara memilih bahan makanan, disuruh nyuapin anak
sampai makanannya habis. Anak-anak juga dikasih cemilan , diajak bemrain.
Jadinya Atikah tidak pemalu lagi. Mau main dengan teman-temannya. ”. (Ibu
At,26Th).
kerjasamanya sangat baik. Semua informan mengatakan pos gizi mendapat bantuan
pada seleksi awal dan saat penimbangan di Posyandu. Semua informan mengatakan
tidak ada dana khusus dalam pelaksanaan pos gizi yang mereka dapat dari
pemerintah. Semua informan mengatakan sampai saat ini jumlah kader yang
mengikuti pos gizi masih sedikit. Sebagian besar informan mengatakan bahwa salah
satu penghambatnya adalah ibu malu membawa balitanya ke pos gizi. Sebagian besar
11
informan mengatakan tidak ke pos gizi karena tidak ada yang menemani anaknya
“Paling-paling hanya karena ibu atau keluarganya malu kalau anaknya ikut Pos
Gizi. Tetapi ada juga yang tidak mau karena alasan yang ada yang nganter ke Pos
Gizi, dirumah tidak ada orang.. ” ( Ibu R,56 tahun).
” Saya juga baru terlibat di pos gizi ini, hanya empat orang kader yang pernah
ikut pelatihan.” (Ibu E,49 tahun).
”Penghambatnya karena kami tidak punya dana khusus untuk pelaksanaan Pos
Gizi. Selain itu tenaganya tidak ada yang bisa terjun langsung setiap hari dalam
pelaksanaan Pos Gizi. Ibu-ibunya banyak yang malu kalau anaknya dikatakan gizi
kurang, jadi mereka susah untuk diajak ikut kegiatan Pos Gizi” (Ibu N, PKM
Kelurahan Cipinang Muara).
SIMPULAN
2. Proses pembentukan pos gizi dimulai dengan menentukan wilayah yang akan
gizi, melaksanakan kegiatan pos gizi bagi anak-anak yang mengalami kekurangan
gizi serta pengasuh mereka, mendukung perilaku baru melalui kunjungan rumah,
mengulangi kegiatan pos gizi sesuai kebutuhan, dan memperluas program pos
3. Kegiatan pos gizi ada dua tahap yaitu 1) pelaksanaan pos gizi selama 10 hari yang
meliputi konstribusi makanan, penimbangan berat badan hari 1 dan hari 10,
kesehatan, menyuapi secara aktif , dan pembagian tugas untuk esok hari, 2)
12
kunjungan rumah (2-3 hari setelah pos gizi) dilakukan kepada seluruh peserta pos
4. Ibu berpersepsi bahwa pos gizi adalah kegiatan yang bertujuan untuk
5. Peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pos gizi sangat baik. antara lain
memotivasi keluarga yang memiliki balita gizi buruk agar mau mengikuti pos
gizi, membantu menyiapkan bahan makanan yang akan di masak secara bersama-
sama menyiapkan tempat dan alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan pos
gizi.
6. Kegiatan pos gizi dapat meningkatkan berat badan balita, pengetahuan ibu tentang
gizi dan merubah perilaku ibu dan anak terhadap pola pengolahan dan pemberian
makanan.
yang sangat tinggi selain adanya bantuan dari puskesmas dan LSM Wahana Visi.
Faktor penghambatnya adalah jumlah tenaga kesehatan sedikit, jumlah kader pos
gizi sedikit, tidak ada dana khusus untuk pelaksanaan pos gizi dari puskesmas
ataupun kelurahan, keluarga masih ada yang belum memahami tentang manfaat
pos gizi.
SARAN
yang jelas serta terbuka mengenai jumlah balita yang menderita gizi buruk di
13
wilayahnya, sehingga pihak lain mudah dalam membantu mengatasi masalah gizi
2. Pos gizi agar terus dipertahankan dan mendapatkan pembinaan langsung oleh
3. Puskesmas perlu memperluas jejaring kerja dan mitra pelaksanaan program pos
gizi. Masalah gizi buruk tidak mudah untuk diatasi dan memerlukan keterlibatan
berbagai fihak.
Puskesmas harus lebih memperluas informasi pelaksanaan pos gizi ini kepada
masyarakat.
5. Petugas Puskesmas diharapkan berperan dan aktif dalam upaya mengatasi gizi
buruk pada balita di keluarga dengan selalu mengembangkan potensi yang ada di
secara mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
14
Buruk 2005-2009. Jakarta : Dep.Kes RI
Hungler, B.P. & Poltit, D.E. (1999). Nursing research: principles and methods.
(Sixth Edition). Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Wahlqvist (1997), Food and Nutrition Australia, Asia and the Pacific, St. Leonard,
Allen & Unwin
15
16