Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Rangkuman PDF
Jurnal Rangkuman PDF
Abstract
Cirebon city belong to a silk route or trade route, therefore, Cirebon city is much
visited by many merchants who were trading or just stopping by. It is undeniable, many
cultures are brought in and thriving in this city. Cirebonese mosque’s architecture is a
cultural product that is inseparable from cultural diversity.
In Islam, it is known a private and sacred place. According to Islamic teaching,
that place is a worship place to become closer to The Creator. The sacred space
allocation is represented in space composition from the opening entry gate to an
enclosed space. Basically, the ornament is a characteristic of a particular region or a
cultural representation that is brought in to that particular region. So there is a distinction
on every culture influencing composition and ornament. This study aims to discover any
cultural influences that affects the spatial and ornamentation in Panjunan Mosque’s and
Sang Cipta Rasa Great Mosque’s architecture, so that by discovering the cultural
influence, the persistence of utilization and physical change form on mosque building.
Cultural diversity that influences mosque architecture affects its form and ornaments.
However, as the time progressed, either in ritual space ordinances or social perspective,
cultural influences is also developing.
This conducted study is a qualitative study utilizing analytical description method.
The study was conducted in August to November 2017 and collecting research object of
Panjunan mosque and Sang Cipta Rasa great mosque. Selection of research object is
utilizing purposive sampling method. Data used on this study is data from the field and
relevant literature references. This study sums up that Javanese and Hindu culture are
the most influential culture on those two mosques.
Abstrak
Kota Cirebon merupakan kota yang termasuk dalam jalur sutera atau jalur
perdagangan, oleh karena itu Kota Cirebon banyak dikunjungi oleh saudagar-saudagar
yang berdagang maupun singgah dan tidak bisa dipungkiri berbagai budaya ikut terbawa
dan berkembang di kota Cirebon. Arsitektur Masjid Cirebon merupakan produk budaya,
tidak bisa dilepaskan dari pengaruh keragaman budaya.
Penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif, dengan menggunakan metode
deskriptif analisis. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga November 2017 dan
mengambil objek penelitian berupa Masjid Panjunan serta Masjid Agung Sang Cipta
Rasa. Pemilihan objek dilakukan dengan metoda purposive sampling. Data yang
digunakan pada penelitian ini merupakan data dari lapangan, dan buku-buku referens
yang relevan dengan topik penelitian.
Dalam Agama Islam dikenal dengan tempat kesakralan yang bersifat privat,
menurut ajaran Islam tempat tersebut adalah tempat ibadah untuk mendekatkan diri
1. Pendahuluan
Masjid Sang Cipta Rasa dan Masjid Panjunan Cirebon termasuk dalam beberapa
masjid peninggalan pada zaman Kerjaaan Majapahit abad ke-15. Dilihat dari segi kota,
Kota Cirebon merupakan kota pelabuhan yang menjadi tempat persinggahan untuk para
saudagar-saudagar dan pedagang yang datang ke Jawa Barat. Maka dari itu banyak
sekali budaya yang masuk ke Kota Cirebon sehingga banyak terjadi akulturasi, antara
lain budaya Hindu, Jawa, Cina dan Islam, serta Kolonial. Masjid Sang Cipta rasa dan
Masjid Panjunan merupakan contoh dari tempat ibadah agama Islam yang kental akan
akulturasi budaya pada bangunannya. Masjid Sang Cipta Rasa merupakan masjid yang
dirancang oleh Sunan Kali Jaga dan Raden Sepat. Sunan Kali Jaga merupakan salah
satu dari Wali Songo yang membawa pengaruh Islam di Pulau Jawa. Raden Sepat
adalah seorang Arsitek Majapahit yang menjadi tawanan setelah perang Demak-
Majapahit. Sunan Kali Jaga sendiri dipercaya menjadi arsitek Masjid Agung Demak.
Raden Sepat ditunjuk sebagai arsitek juga untuk membangun Masjid Sang Cipta Rasa
karena pembangunan masjid ini terjadi pada abad ke-15 yaitu masih jaman Kerajaan
Majapahit. Raden Sepat merupakan salah satu mantan pemimpin pasukan di Jawa
Barat, sehingga beliau dan pasukannya ditunjuk untuk membantu proses pembangunan
Masjid Sang Cipta Rasa ini.
Masjid Panjunan merupakan masjid yang dirancang oleh Sunan Gunung Jati.
Dahulu masjid ini bernama Masjid Al-Atiyah yang artinya pemberian karunia. Setelah
Sunan Gunung Jati menjadi raja maka kepengurusan masjid ini diserahkan kepada
Syekh Abdurrahman Al-Magrobi atau yang dikenal dengan Pangeran Panjunan. Nama
masjid Merah sendiri diberikan bukan karena warnanya yang serba merah, melainkan
karena di Masjid ini tidak pernah dipakai solat Jumat. Merah artinya libur. Setiap hari
solat Jumat dilaksanakan di Masjid Agung Sang Cipta Rasa Kasepuhan Cirebon,
sehingga kegiatan di Masjid Merah “diliburkan”. Awalnya masjid ini merupakan langgar
atau musala sederhana. Namun karena lingkungan tersebut menjadi tempat bertemu
pada pedagang dari berbagai suku bangsa, Pangeran Panjunan berinisiatif membangun
musala tersebut menjadi masjid dengan perpaduan budaya dan agama sebelum Islam.
Dalam pandangan masyarakat bangunan ibadah agama Islam, sudah terbentuk
dengan sendirinya oleh adanya pengaruh lingkungan pada masyarakat tersebut. Dari hal
tersebut sangat jelaslah bahwa kedua bangunan ibadah ini (Masjid Sang Cipta Rasa dan
Masjid Panjunan) sangat kental akan fungsi masjid yang tercampur dengan budaya
lainnya.
Pengaruh paling sederhana yang terlihat adalah pengaruh pada ornamen dan tata
ruang pada kedua masjid tersebut. Hal ini sangat menarik untuk diteliti karena ornamen
dan tata ruang merupakan hal yang paling mudah dilihat akan budaya yang
memengaruhinya.
Suatu langgam arsitektur di dalam suatu komunitas atau daerah dapat terbentuk
oleh suatu kebutuhan akan bangunan yang kemudian kebutuhan itu dibentuk melalui
kegiatan bersama yang pada akhirnya menjadi identitas komunitas tersebut. Suatu
proses penggabungan langgam arsitektur terjadi karena adanya budaya-budaya atau
langgam arsitektur yang masuk ke dalam komunitas tersebut dan diterima oleh
komunitas tersebut, sehingga terjadilah suatu bentuk proses sosial yang berupa
percampuran budaya yang menghasilkan suatu identitas dan jati diri dari sebuah
peradaban baru.
Ruang merupakan elemen yang sangat penting dalam arsitektur. Secara harfiah,
ruang (space) berasal dari bahasa Latin, yaitu spatium yang berarti ruangan atau luas
(extent). Jika dilihat dalam bahasa Yunani dapat diartikan sebagai tempat (topos) atau
lokasi (choros) yaitu ruang yang memiliki ekspresi kualitas dimensi tiga. Menurut
Aristoteles, ruang adalah suatu yang terukur dan terlihat, dibatasi oleh kejelasan fisik,
enclosure yang terlihat sehingga dapat dipahami keberadaanya dengan jelas dan mudah.
Budaya Hindu Memahami ruang candi pada hakikatnya tidak hanya merujuk pada
massa solid (ruang dalam) saja melainkan juga berkaitan dengan void (ruang luarnya).
Komposisi yang sinergis antara ruang dalam dan luar membentuk susunan cluster
geometrik merupakan karakter tata ruang dan massa yang ditunjukkan dari suatu candi.
Perletakan pengelompokan candi diduga berhubungan erat dengan alam pikiran dan
keadaan masyarakat pada jaman itu. Bentuk perletakan tersebut oleh para ahli kemudian
dianalogikan dengan sistem pemerintahan dari kerajaan tersebut, yang terdiri dari daerah
bawahan (swahtara) yang mempunyai kedudukan sama, baik sentralistik maupun
federal. Namun demikian bahwa komposisi perletakan candi tidak terlepas dari konsep
mandala yang dipergunakan, baik yang bersifat Hindu maupun Budha.
Gambar 2 : Tata Peletakan Candi Tipe 1 Gambar 3 : Tata Peletakan Candi Tipe 2
Perkembangan selanjutnya adalah hunian yang lebih besar dan dianggap lengkap
yang dikenal dengan bentuk Si-He-Yuan dengan courtyard di dalam. Denahnya biasanya
berorientasi sumbu simetris Utara-Selatan, serta muka bangunan dianjurkan menghadap
Selatan untuk memperoleh panas dan sinar matahari secara maksimal. Dinding sisi
Utara yang rapat melindungi penghuni dari arus hawa dingin dan debu pasir yang bertiup
dari arah ini. Suatu penyikapan tradisional untuk memberikan privasi namun
mendapatkan udara dan sinar matahari.
Budaya Jawa konsep ruang dalam rumah tinggal menurut tradisi arsitektur Jawa
pada kenyataannya berbeda dengan konsep ruang menurut tradisi Barat. Tidak ada
sinonim kata ruang dalam bahasa Jawa, yang mendekati adalah Nggon, kata kerjanya
menjadi Manggon dan Panggonan berarti tempat atau Place. Jadi bagi masyarakat
tradisional Jawa lebih tepat pengertian tempat dari pada ruang. Rumah tinggal bagi
masyarakat Jawa dengan demikian adalah tempat atau tatanan tempat, konsep ruang
geometris tidak relevan dalam pengertian rumah tinggal Jawa. Pengertian tempat lebih
lanjut dapat dilihat pada bagian-bagian rumah tinggal orang Jawa.
Budaya Islam Arsitektur Arab sangat berhubungan erat dengan arsitektur Islam,
hal ini tidak terlepas dari penyebaran agama Islam yang bermula dari daerah jazirah
Arab. Nilai-nilai spritualitas dalam arsitektur Islam biasanya diimbangi dengan nilai-nilai
estetika yang dimilikinya, yang merupakan sebuah kolaborasi dari keindahan lahiriah
dengan nilai-nilai batiniah yang terdapat di dalamnya.
Sosok yang paling identik dengan arsitektur Islam adalah Masjid. Sosok atau
bentuk masjid berbeda-beda di setiap sesuai dengan kultur masing-masing wilayah
tempat masjid itu berdiri, hal ini disebabkan sebuah pertimbangan memadukan unsur –
unsur budaya lama dengan budaya baru dalam arsitektur Islam menandakan adanya
proses perpaduan budaya dalam perwujudan arsitektur Islam.
4. Masjid
Masjid Panjunan terletak di Jalan Kolektoran, dimana Jalan Kolektoran
merupakan sebuah jalan kolektor ( jalan kecil ) yang merupakan penghubung jalan besar
yaitu Jalan Karang Getas. Bila melihat kondisi seperti ini masjid panjunan terletak di
daerah yang tidak terlalu ramai sehingga tidak mengganggu masyarakat yang sedang
beribadah di masjid ini. Di dukung dengan kondisi keadaan sekitar masjid yang dikelilingi
oleh bangunan bangunan rumah tinggal. Bangunan rumah tinggal di sekitar masjid ini
rata rata bergaya arsitektur kolonial.
Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di Cirebon. Umur masjid ini lebih
tua dari masjid Sang Cipta Rasa yang terletak di wilayah Keraton Kasepuhan Cirebon.
Masjid Panjunan terletak disebelah utara Keraton Kasepuhan, seperti keraton yang
lainnya Keraton Kasepuhan berorientasi ke arah utara. Meskipun terletak dalam satu
garis lurus tidak terindikasi adanya hubungan antara Masjid Merah Panjunan dengan
Keraton Kasepuhan, hal ini dilatarbelakangi oleh pendiri dari masing – masing tempat
yang berbeda dimana Masjid Merah Panjunan didirikan oleh Maulana Abdul Rahman
sedang Keraton Kasepuhan didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Menurut penuturan warga
di sekitar objek penelitian, Sunan Gunung Jati hanya turut serta dalam proses
pengembangan Masjid Merah Panjunan Cirebon bukan ikut serta dalam perancangan
awal masjid.
Masjid ini merupakan sebuah masjid berumur sangat tua yang didirikan pada
tahun 1480 oleh Maulana Abdul Rahman atau Pangeran Panjunan. Ia adalah seorang
keturunan Arab yang memimpin sekelompok imigran dari Baghdad, dan kemudian
menjadi murid Sunan Gunung Jati. Masjid Merah Panjunan terletak di sebuah sudut jalan
di Kampung Panjunan, kampung dimana terdapat banyak pengrajin tembikar.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa terletak di Jalan Kasepuhan, dimana jalan
Kasepuhan merupakan bagian dari wilayah Keraton Kasepuhan Cirebon. Bila melihat
kondisi seperti ini Masjid Agung Sang Cipta Rasa terletak di daerah yang ramai karena
pada dasarnya Masjid Agung Sang Cipta Rasa biasa disebut juga sebagai Masjid
Kasepuhan, karena letaknya yang berada pada komplek Keraton Kasepuhan. Bagian
belakang masjid saat ini merupakan kawasan perumahan sedangkan bagian depan
masjid merupakan alun-alun Kota Cirebon.
4. Tata Ruang
Tata ruang Masjid Panjunan ini mengadopsi tata ruang masjid pada umumnya
hanya masjid ini tidak memiliki minaret atau menara. Selain itu pembagian ruang pada
bangunan inti masjid ini yang terdiri dari ruang sakral, ruang shalat dan ruang pendopo
yang serupa dengan pembagian ruang pada rumah tradisional Jawa yaitu pendapa,
pringitan dan dalem atau omah. Hal ini dapat dikatakan serupa karena pembagian sifat
ruangan yang semakin kedalam semakin bersifat privat, dalam kepercayaan masyarakat
Jawa semakin dalam ruang pada rumah semakin bersifat sakral yang dalam hal ini dapat
diartikan privat.
Konfigurasi ruang rumah tradisional Jawa membentuk tatanan tiga bagian linier ke
belakang. Bagian depan pendopo, di tengah peringgitan dan yang paling belakang dan
terdalam adalah dalem atau omah. Rumah tinggal orang Jawa selalu memperhatikan
Tata ruang Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini sama dengan Masjid Panjunan
sama-sama tidak memiliki minaret atau menara. Selain itu pembagian ruang pada
bangunan inti masjid ini yang terdiri dari ruang sakral, ruang shalat dan ruang pendopo
yang serupa dengan pembagian ruang pada rumah tradisional Jawa yaitu pendapa,
pringitan dan dalem atau omah. Hal ini dapat dikatakan serupa karena pembagian sifat
ruangan yang semakin kedalam semakin bersifat privat, dalam kepercayaan masyarakat
Jawa semakin dalam ruang pada rumah semakin bersifat sakral yang dalam hal ini dapat
diartikan privat.
Sedangkan tata ruang pada Arsitektur Cina dan Arsitektur Jawa masa Majapahit
tidak terdapat pada tata ruang pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Contoh tata ruang
Arsitektur Cina adalah seperti denah San-He-Yuan dan tata ruang arsitektur Jawa masa
Majapahit adalah seperti denah candi.
5. Ornamen
Keragaman ornamen-ornamen yang ditemukan pada Masjid Panjunan ini
beragam. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya ornamen-ornamen yang berasal dari
langgam arsitektur Jawa masa Majapahit, langgam Arsitektur Cina dan langgam
Arsitektur Islam pada masjid ini. Secara umum ornamen yang ditemukan pada Masjid
Panjunan merupakan ornamen-ornamen yang mengacu pada bentuk-bentuk geometris
dan flora. Tidak ditemukan ornamen-ornamen yang berbentuk relief cerita ataupun
patung-patung dikarenakan fungsi bangunan ini adalah masjid dan masjid merupakan
tempat shalat atau tempat beribadah bagi umat Muslim. Selain itu tidak adanya ornamen
berbau relief atau patung dikarenakan ajaran umat Muslim yang melarang segala hal
yang berbau supranatural atau mistik karena dikhawatirkan akan menyimpangkan iman
pada saat beribadah. Berikut ini akan dibahas secara merinci tentang ornamen-ornamen
yang terdapat pada Masjid Panjunan.
Gambar 18 : Memolo
Acuan
1
Mircea, Eliade, 1959. Encyclopedia of Philosophy
2
Prajudi, Rahadian, H. 1999. Kajian Tipo-morfologi Arsitektur Candi di Jawa
3
Depdikbud, RI. 1998. Arsitektur Tradisional D.I. Yogyakarta
4
Laurence G, Liu. 1989. Chinese Architecture.
5
Knapp, Roland G. 1990. Chinese House: Craft, Symbol, and Folk Tradition
6
Critchlow, Keith. 1992. Islamic Patterns An Analytical and Cosmological Approach
7
Fanani, Achmad. 2009. Arsitektur Masjid
8
Nas, J.M. Peter. 2006. The Past in The Present Architecture in Indonesia