Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Dengue Haemorhagic Fever (DHF) is a public health problem in Indonesia which has
the number of sufferers always be increase and spread more widely. East Java is one
dengue endemic areas. One of the districts in East Java that dengue endemic is
Jember. The number of dengue cases continued to increase from year 2008 to 2012.
In 2010 an outbreak (KLB) with the number of case is 1.494 and the incident rate is 62
per 100.000 poppulation. This study aim to describe environmental sanitation,
mosquito and larva control (PJN) behavior, and population density. Beside there to
analyze the relationship between environmental sanitation, mosquito and larvae
control behavior, and population density with dengue haemorhagic fever in Jember.
The Method is observational research use a cross sectional design. Test analysis use
the association of asymmetry lambda and association somers’d. The results and
conclution of the study showed the environmental sanitation and PJN behavior in the
middle category. Based on statistic test showed that there was no significant
relationship between environmental sanitation (ρ=0,483), mosquito and larva control
behavior (ρ=0,157), and population density (ρ=0,500) with DHF incidence in Jember.
Abstrak
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia yang memiliki jumlah penderita yang selalu meningkat dan menyebar lebih
luas. Jawa Timur merupakan salah satu daerah endemis DBD. Salah satu kabupaten
di Jawa Timur yang endemik demam berdarah adalah Kabupaten Jember. Jumlah
kasus DBD terus meningkat dari tahun 2008 sampai 2012. Pada tahun 2010 terjadi
KLB dengan jumlah kasus 1.494 dengan incident rate 62 per 100.000 penduduk.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi sanitasi ligkungan, perilaku
pengendalian jentik dan nyamuk (PJN), dan kepadatan penduduk. Selain itu juga
menganalisis hubungan antara sanitasi lingkungan, perilaku PJN, dan kepadatan
penduduk dengan DBD di Jember. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan
menggunakan rancang bangun cross sectional. Pengujian menggunakan asosiasi
asimetri lambda dan asosiasi somers'd. Hasil dan kesimpulan penelitian menunjukkan
kondisi sanitasi lingkungan dan perilaku PJN dalam kategori sedang. Berdasarkan uji
statistik tidak ada hubungan yang signifikan antara sanitasi lingkungan (ρ=0,483),
perilaku pengendalian jentik dan nyamuk (ρ=0,157), dan kepadatan penduduk
(ρ=0,500) dengan kejadian DBD di Kabupaten Jember.
perilaku PJN sedang. Hasil uji statistik baik 48%. Nilai tersebut masih belum bisa
menunjukkan ρ (sig.) = 0,157 yang berarti memenuhi dan mendukung pencapaian target
tidak terdapat hubungan yang signifikan MDG’s 2015 tujuan ketujuh poin ketiga yakni
antara perilaku PJN dengan DBD. proporsi rumah tangga dengan akses
Hasil data sekunder kepadatan berkelanjutan terhadap sanitasi dasar dan
penduduk di wilayah penelitian: layak di perkotaan dan perdesaan sebesar
62,41% [11]. Kondisi sanitasi lingkungan
Luas Jumlah Kepadatan Jember dalam penelitian ini masih dibawah
Wilayah Wilayah Penduduk Penduduk target MDG’s tersebut. Meskipun selisih
(Km ) 2
(Jiwa) (Jiwa/Km2) angkanya tidak terlalu besar, namun
Kelurahan membutuhkan usaha keras untuk memenuhi
4,65 36.227 7.790,5 target di tahun 2015. Keadaan tersebut
Sumbersari
Kelurahan dikarenakan kurangnya kesadaran
7,62 14.742 1.934,6 masyarakat dan tingginya kebiasaan buruk
Tegal Besar
Kelurahan masyarakat Kabupaten Jember yang menjadi
3,71 13.964 3.763,8 sebuah budaya dalam lingkungannya
Kaliwates
Desa Kesilir 12,03 16.285 1.353,7 terutama di wilayah pedesaan. Hal tersebut
Desa berhubungan dengan paradigma masyarakat
10,83 15.053 1.389,9 yang salah terhadap berperilaku sehat dalam
Tanjungrejo
Sumber: Data sekunder BPS Jember konteks sanitasi lingkungan yang perlu
mendapatkan pengolahan untuk dilinierkan
Kepadatan penduduk tertinggi dimiliki
dengan tujuan kesehatan. Hal tersebut
oleh Kelurahan Sumbersari sebesar 7.790,5
didukung kajian pustaka WASPOLA Facility
jiwa/km2. Sedangkan kepadatan penduduk
[12] yakni di pedesaan ketersediaan tempat
terendah dimiliki Desa Kesilir sebesar 1.353,7
bisa dikatakan tidak bermasalah, akan tetapi
jiwa/km2.
kebiasaan masyarakat BAB di sembarang
Hasil klasifikasi kepadatan penduduk
tempat telah menjadi perilaku yang telah
dan jumlah kasus DBD setiap wilayah
internalized (mendarah daging) sehingga
penelitian dan analisis uji statistik:
Jumlah Kepadata perubahannya lebih sulit lagi karena harus
kasus n
merubah mindset (pola pikir) masyarakat yang
Wilayah
DBD
Kategori
Penduduk
Kategori telah menjadi kesadaran klektif.
Pada tabel penilaian kondisi sanitasi
(orang) (jiwa/km2)
Kel. lingkungan berdasarkan status DBD dapat
Sangat dilihat bahwa responden DBD memiliki kondisi
Sumbersa 47 Tinggi 7.790,5
Padat sanitasi lingkungan yang baik (53%) lebih
ri tinggi daripada kondisi yang buruk (2%).
Kel. Tegal Tidak
50 Tinggi 1.934,6 Berdasarkan analisis uji statistik menunjukkan
Besar padat bahwa tidak terdapat hubungan yang
Kel.
10 Rendah 3.763,8 Padat signifikan antara sanitasi lingkungan dengan
Kaliwates penyakit DBD.
Desa Tidak
14 Rendah 1.353,7 Hasil pnelitian ini berbeda dengan
Kesilir padat penelitian Zulkarnaini dkk. [13], menyebutkan
Desa
Tidak bahwa ada hubungan antara kondisi sanitasi
Tanjungre 13 Rendah 1.389,9 lingkungan rumah tangga dengan adanya
padat
jo jentik dengue yang menyebabkan terjadinya
r (value) = 0,286 ρ (sig.) = 0,500 penyakit demam berdarah dengue. Penelitian
lain yang juga memiliki hasil yang berbeda
Jumlah kasus DBD dan kepadatan penduduk adalah penelitian Yuniati [14] yang
diklasifikasikan menjadi 3 kategori yakni kasus menunjukan bahwa ada hubungan dan
DBD rendah, tinggi, dan sangat tinggi; dan pengaruh yang signifikan antara sanitasi
kepadatan penduduk tidak padat, padat, dan lingkungan (sampah, SPAL, tempat
sangat padat. Hasil uji statistik menunjukkan ρ perindukan nyamuk, pencahayaan dan
(sig.) = 0,500 yang berarti tidak terdapat kelembaban, dan ventilasi) terhadap kejadian
hubungan yang signifikan antara kepadatan DBD di DAS Deli kota Medan.
penduduk dengan DBD. Perbedaan hasil penelitian sekarang
dengan peneliti sebelumnya mengindikasikan
Pembahasan bahwa terdapat trend epidemiologi DBD yang
berbeda di Kabupaten Jember. Berdasarkan
Hasil observasi menunjukkan bahwa
pengamatan peneliti, keadaan tersebut
kondisi sanitasi lingkungan pada penelitian ini
dikarenakan kondisi lingkungan sekitar rumah
mayoritas kategori sedang 51% dan sudah
yang tidak terkontrol. Meskipun kondisi hanya 15%. Nilai tersebut merupakan
sanitasi lingkungan rumah baik, namun kondisi pencapaian yang tidak memuaskan.
sanitasi di lingkungan sekitar masih buruk. Pencapaian PJN berimplikasi pada
Masyarakat kurang memperhatikan pencapaian ABJ. Rendahnya pencapaian
kebersihan lingkungan sekitar, terutama di tersebut sejalan dengan data Dinas
daerah pedesaan. Banyak tempat yang Kesehatan Jember dalam pencapaian Angka
ditemukan di sekitar rumah responden yang Bebas Jentik (ABJ) di wilayah penelitian pada
memiliki kebersihan dan perawatan kurang bulan Januari hingga Mei 2014 yang kurang
baik. Kondisi tesebut diantaranya terdapat memuaskan yakni sebesar 91,73% [16].
semak-semak yang tidak dipotong dan Pencapaian ABJ tersebut belum mencapai
dibersihkan, terdapat badan air (sungai) yang target harapan ABJ sebesar 95%. Kondisi ini
ditumpuki oleh sampah, banyak tanah lapang diakibatkan karena kurangnya edukasi kepada
yang digunakan untuk menumpuk sampah, masyarakat tentang perilaku pemberantasan
banyak kandang-kandang hewan peliharaan nyamuk yang lebih kompleks. Selama ini
(sapi dan kambing) di belakang rumah yang masyarakat hanya diberikan informasi tentang
tidak dirawat dengan baik dan terdapat 3M. Padahal untuk mengurangi kejadian DBD
beberapa tempat makan (warung) yang perlu ada pengendalian yang lebih kompleks
memiliki pembuangan air limbah kurang baik. baik pengendalian jentik maupun nyamuk,
Buruknya kondisi sanitasi lingkungan tersebut seperti pengendalian pada tempat istirahatnya
berpotensi menjadi tempat feeding habbit, dan pengendalian terhadap pola aktivitasnya,
resting habbit, dan breeding habbit nyamuk sehingga 3M saja tidak cukup. Karena itu
aedes sp. diperlukan diperlukan edukasi yang baik dan
Pernyataan di atas didukung oleh kompleks agar masyarakat dapat
penemuan terbaru BBTKLPP [15] yang meningkatkan keikutsertaannya dalam
menyatakan bahwa jenis kontainer yang mengontrol keberadaan jentik dan nyamuk,
berpeluang menjadi tempat perindukan mengingat bahwa Jember merupakan daerah
nyamuk aedes sp. tidak hanya bak mandi dan endemis DBD. Sesuai dengan arahan WHO
tempayan plastik, namun juga tempat minum [17] bahwa pendidikan kesehatan sangat
burung/ ayam, dan vas/pot bunga. Sedangkan penting dalam keberhasilan pastisipasi
kontainer non buatan di luar rumah yang baru komunitas. Hal tersebut merupakan proses
ditemukan antara lain bekas potongan bambu, jangka panjang yang akan merubah perilaku
batang pisang, tempurung kelapa, kelopak manusia dan akan menjadi dasar yang kuat
bunga pisang yang jatuh, ketiak daun pisang, dan kontinyu. Jika negara tidak memiliki
lubang kayu, dan sampah-sampah plastik sumber daya manusia yang cukup, maka yang
kemasan air mineral di kebun-kebun luar diutamakan adalah daerah yang endemik dan
rumah. Adapun tempat resting di luar rumah memiliki faktor resiko tinggi terkena DBD.
antara lain di tangkai daun, pelepah daun, Pada prinsipnya jika PJN buruk maka
semak-semak yang teduh dan tidak terkena dapat meningkatkan terjadinya penularan
sinar matahari langsung. DBD. Namun pada penelitian ini ditunjukkan
Selain itu, kejadian DBD di Kabupaten bahwa penderita DBD memiliki status PJN
Jember diindikasikan menyebar karena baik sebesar 13% yakni lebih tinggi dari
buruknya sanitasi tempat umum. Hal tersebut penderita DBD status PJN buruk sebesar 4%.
didukung beberapa pernyataan responden Berdasarkan analisis uji statistik menunjukkan
yang menyebutkan bahwa responden tergigit bahwa tidak terdapat hubungan yang
nyamuk sebelum menderita DBD di tempat- signifikan antara perilaku PJN dengan
tempat umum diantaranya adalah sekolah, kejadian penyakit DBD.
warung, tempat kerja, dan lingkungan kos. Hasil tersebut berseberangan dengan
Kondisi ini sesuai dengan teori bahwa salah penelitian Suhardiono [18] yang menunjukkan
satu pusat penularan DBD adalah tempat ada hubungan sikap dan tindakan masyarakat
umum. Tempat-tempat umum merupakan
dengan kejadian DBD. Berbeda pula dengan
tempat berkumpulnya orang-orang yang
datang dari berbagai wilayah, sehingga penelitian Sitio [19] yang menunjukkan hasil
kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa bervariatif diantara variabel yang diteliti.
tipe virus dengue cukup besar [6]. Terdapat variabel yang menunjukkan adanya
Pengendalian jentik dan nyamuk hubungan dan tidak ada hubungan yang
merupakan perilaku yang dilakukan untuk bermakna. Beberapa variabel yang
mencegah, mengontrol, dan menghilangkan menunjukkan adanya hubungan bermakna
jentik dan nyamuk melalui berbagai metode
adalah kebiasaan menggunakan anti nyamuk
(termasuk 3M plus). Hasil penelitian
menunjukkan pencapaian status PJN baik di siang hari dan kebiasaan menggantungkan
baju. Sedangkan variabel yang menunjukkan Kelurahan Sumbersari dengan Desa Kesilir.
tidak ada hubungan adalah sikap dan Kondisi tersebut dikarenakan perbedaan
pengetahuan tentang PSN, praktek PSN, karakteristik wilayah dimana Kel. Sumbersari
kebiasaan tidur siang, dan kebiasaan adalah wilayah perkotaan dan Desa Kesilir
menggunakan kelambu. merupakan pedesaan. Perbedaan tersebut
Perbedaan yang mendasari penelitian memicu terjadinya urbanisasi yang cukup
ini dengan penelitian sebelumnya adalah cara besar. Hal ini karena di kota terdapat banyak
analisis pada penelitian ini seluruh perilaku kesempatan untuk mendapatkan taraf hidup
dipusatkan menjadi satu sebagai variabel yang lebih tinggi melalui lapangan pekerjaan,
perilaku pengendalian jentik dan nyamuk agar pendidikan, dan wilayah yang strategis dekat
terjadi homogenitas perilaku yang utuh. dengan kantor-kantor pemerintahan.
Sedangkan pada penelitan sebelumnya Pernyataan tersebut didukung oleh Todaro
menganalisis komponen setiap perilaku. Pada [22] yang mengatakan bahwa terdapat faktor
penelitian ini perilaku merupakan sekumpulan penarik masyarakat melakukan perpindahan
tindakan yang muncul karena kesadaran dan ke kota diantaranya adalah adanya
kebiasaan sehingga tidak bisa dipisahkan kesempatan memperoleh pendidikan yang
antara perilaku satu dengan yang lainnya. lebih baik, adanya aktivitas-aktivitas di kota
Artinya bahwa terdapat peran dan hubungan besar, tempat-tempat hiburan, pusat
yang saling menguatkan dan melemahkan kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-
antar perilaku yang biasa dilakukan oleh orang daerah lain untuk bermukim di kota
masyarakat. Hal ini diperdalam bahwa perilaku besar, dan adanya harapan akan memperoleh
merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup.
seseorang, yang merupakan hasil bersama
atau resultance antara berbagai faktor, baik Berdasarkan analisis uji statistik
internal maupun eksternal [20]. menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara kepadatan penduduk
Selain itu dalam kondisi ini dengan penyakit DBD. Hasil uji statistik
dipengaruhi oleh rendahnya partisipasi penelitian ini tidak sependapat dengan
masyarakat dalam berperilaku dan mengajak penelitian Sholehhudin [23] yang membahas
anggota masyarakat lain dalam berperilaku kejadian DBD pada tahun 2012. Penelitian
PJN. Ini telihat masih terdapat 4% memiliki tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi
status PJN buruk. Padahal setiap satu nyamuk antara kepadatan penduduk dengan kasus
DBD di Kabupaten Jember. Perbedaan pada
bertelur dapat mengahasilkan lebih dari 200
penelitian tersebut yakni menggunakan
telur. Jika 1% saja PJN buruk, dapat metode deskriptif crosstabs yang hanya
berpotensi meningkatkan perkembangbiakan mengetahui presentase korelasi setiap
dan persebaran nyamuk. Pentingnya variabel.
partisipasi masyarakat ini didukung oleh Penelitian yang sekarang juga
Notoatmodjo yang menyatakan bahwa berseberangan dengan penelitian Setianingsih
partisipasi masyarakat adalah pendekatan [24] yang menyatakan dalam penelitiannya
bahwa terdapat hubungan yang bermakna
terbaik untuk memecahkan masalah
antara kepadatan penduduk dan kepadatan
kesehatan di negara berkembang [20]. rumah dengan kejadian penyakit DBD. Selain
Kepadatan penduduk di setiap wilayah itu penelitian Suyasa [25] menyebutkan ada
pada penelitian ini menunjukkan tingkat hubungan antara kepadatan penduduk
kepadatan penduduk yang berbeda. dengan kejadian penyakit DBD dimana
Kepadatan penduduk tertinggi dimiliki oleh wilayah yang padat penduduk memudahkan
Kelurahan Sumbersari sebesar 7.790,5 terjadinya penularan penyakit DBD.
Perbedaan kondisi ini dikarenakan
jiwa/km2. Sedangkan kepadatan penduduk
adanya perbedaan penentuan sampel
terendah dimiliki Desa Kesilir sebesar 1.353,7 walaupun dalam 1 kabupaten yang sama,
jiwa/km2. Berdasarkan UU No.56 tahun 1960 perbedaan uji analisis yang digunakan,
seluruh wilayah tersebut termasuk dalam ataupun diakibatkan karena penentuan
kategori sangat padat yakni lebih dari 401 klasifikasi kepadatan penduduk belum
jiwa/km2 [21]. Meskipun memiliki tingkat memiliki aturan yang pasti dalam bentuk
kepadatan yang sama-sama tinggi, terdapat kategorial. Persebaran kejadian DBD di
Kabupaten Jember bisa dikarenakan faktor
jarak yang sangat jauh antara kepadatan