You are on page 1of 10

PENDUGAAN UMUR SIMPAN DAGING AYAM ASAP PADA SUHU

PENYIMPANAN BERBEDA DENGAN METODE ARRHENIUS


Annisa Khaira W.2), Leni H. Afrianti1), dan Supli Effendi1)
Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik Universitas Pasundan, Bandung.
ABSTRACT
The objective of this research was studied smoke chicken meat processing and to
investegated exactly shelf-life of smoke chicken meat. Result of this study was hoped given
information to society producen of chiken meat and its quality and shelf-life of chicken meat that
was stored at different temperature. The research method was determine shelf-life of smoke
chicken meat with approximately Arrhenius method, with experiment variable was stored
temperature at 8C, 28C and 38C. Smoke chicken meat was packed in HDPE plastic bag with
vacuum condition, therefore, smoke chicken meat stored for 10 days at stored temperature above
and each interval time 2 days was conducted sampling and was analyzed water content, total
microorganism, total barbituric acid content, fat and protein content. The result of main research
indicated that smoke chicken meat that stored at different temperature for 10 days that calculated
by approximately Arrhenius method, given shelf-life of smoke chicken meat according to water
content it take 460 days if it stored at 8C, shelf-life for 253 days at 28C storage temperature and
if it stored at 38C, shelf-life average for 213 days. According to total microorganism it take 614
days if it stored at 8C, shelf-life for 469 days at 28C storage temperature and if it stored at
38C, shelf-life average for 419 days. According to total barbiturate acid it take 38 days if it
stored at 8C, shelf-life for 27 days at 28C storage temperature and if it stored at 38C, shelf-life
average for 23 days.
Key Words: Smoked Chicken, Storage, Vacuum,

Pendahuluan
Daging
unggas
merupakan
sumber protein hewani yang baik,
karena mengandung asam amino
essensial yang lengkap. Selain itu seratserat dagingnya pendek dan lunak
sehingga mudah dicerna.
Menurut
Direktorat
Gizi,
Departemen Kesehatan (1992), daging
ayam memiliki kandungan protein
sebesar 18,20 gram per 100 gram dan
lemak sebesar 25 gram per 100 gram,
serta memiliki kalori sebesar 302 Kkal
per 100 gram daging ayam.
Pengasapan
adalah
proses
pengawetan daging dengan cara
1)

Dosen Jurusan Teknologi Pangan,


Fakultas Teknik Universitas Pasundan
2)
Mahasiswa Sarjana Teknologi Pangan,
Fakultas Teknik Universitas Pasundan

memberikan asap pada daging dalam


suhu dan jangka waktu tertentu. Tujuan
utama
pengasapan
adalah
pengembangan cita rasa, pengawetan,
pengembangan warna, membuat atau
menciptakan
produk
baru,
dan
melindungi dari oksidasi lemak. Akibat
yang
ditimbulkan
dari
proses
pengasapan yaitu memberi pengaruh
yang bersifat mengawetkan, keringnya
permukaan daging yang diasapkan,
bebas dari proses ketengikan, dan
memberi cita rasa yang khas (Sutaryo,
2004).
Umur simpan merupakan suatu
parameter ketahanan produk selama
penyimpanan. Pendugaan umur simpan
dapat dilakukan dengan metode
konvensional dan metode akselerasi.
Metode konvensional membutuhkan
waktu lama dan biaya yang mahal

karena pendugaan umur simpan


dilakukan dalam kondisi normal seharihari. Namun demikian, metode ini
sangat akurat dan tepat. Metode
akselerasi dapat dilakukan dalam waktu
relatif singkat pada kondisi ekstrim
namun tetap memiliki ketepatan dan
akurasi yang tepat (Arpah 2001).
Pendugaan laju penurunan mutu
cukup dengan menggunakan persamaan
Arrhenius. Semakin sederhana model
yang digunakan untuk menduga, maka
biasanya semakin banyak asumsi yang
dipakai. Jangka waktu kadaluwarsa ini
sangat
dipengaruhi
oleh
suhu
penyimpanan, yaitu semakin tinggi suhu
penyimpanan maka semakin pendek
jangka waktu kadaluwarsanya. Suhu dan
kelembaban mencerminkan suatu indeks
kerusakan (Syarief, 1993).
Maksud dari penelitian ini adalah
untuk mempelajari jenis bahan pengasap
terbaik, mempelajari suhu penyimpanan
terhadap laju penurunan mutu daging
ayam asap, untuk mengetahui umur
simpan dari daging ayam asap, serta
menambah penganekaragaman produk
dari daging ayam.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mempelajari dan mengetahui
proses pembuatan daging asap dari
daging ayam, serta untuk mengetahui
umur simpan yang tepat dari daging
ayam asap.
Material dan Metode
Bahan utama yang digunakan
dalam penelitian ini adalah ayam broiler
organik, ayam broiler biasa, air, garam,
tempurung kelapa, dan serbuk gergaji.
Bahan-bahan
kimia
yang
digunakan untuk analisis adalah NHexane, garam kjedahl, H2SO4 pekat,
NaOH 30%, granul Zn, HCl 0,1 N,
PDA (Potatoes Dextroes Agar), air
steril, dan aquades.
Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tungku pengasapan,

termometer, wadah, pisau, tali, dan


penjepit daging.
Alat-alat yang digunakan untuk
analisis kimia adalah gelas kimia 100
mL, labu ukur 100 mL, labu erlenmeyer,
pipet volumetri, batang pengaduk,
kompor, labu kjedahl, destilator, oven
dengan suhu 105oC, desikator, tangkrus,
alat ekstraksi soxhlet lengkap dengan
kondensor dan labu lemak, thermometer
air raksa, kertas saring, dan neraca
analitik.
Penelitian ini dilakukan dengan
metode eksperimen (percobaan), yang
terdiri dari tiga tahap yaitu (1) penelitian
pra pendahuluan, (2)
penelitian
pendahuluan, dan (3) penelitian utama.
Penelitian pra pendahuluan ini
dimaksudkan untuk mengetahui waktu
pengasapan dan jenis ayam terbaik
dalam proses pembuatan ayam asap.
Variasi waktu pengasapan terdiri dari 12
jam dan 18 jam, sedangkan variasi jenis
ayam yaitu ayam broiler organik dan
ayam broiler biasa.
Penelitian
pendahuluan
ini
dimaksudkan untuk menentukan jenis
bahan pengasap terbaik dalam proses
pembuatan ayam asap, dengan variasi
jenis bahan pengasap yaitu batok kelapa,
serbuk gergaji, dan campuran antara
batok kelapa dan serbuk gergaji dengan
perbandingan 1 : 1.
Pengujian
pada
penelitian
pendahuluan produk ayam asap yaitu uji
organoleptik. Uji organoleptik untuk
penelitian pendahuluan menggunakan
cara uji hedonik, yaitu berdasarkan
tingkat kesukaan panelis sebanyak 15
orang terhadap produk ayam asap.
Penilaian produk ayam asap dilakukan
terhadap sifat organoleptik rasa dan
aroma ayam asap.
Penelitian utama dilakukan
untuk mengetahui umur simpan daging
ayam
asap
dimana
kondisi
penyimpanan divariasikan menjadi
beberapa suhu, yaitu 8oC, 28oC, dan

38oC dengan menggunakan metoda


Arrhenius dimana cara penyimpanan
dilakukan selama 10 hari dan pengujian
dilakukan tiap 2 hari sekali.
Pada penelitian umur simpan
ayam asap, kondisi penyimpanan ayam
asap dalam suhu yang berbeda-beda
dengan
perlakuan
menggunakan
kemasan HDPE dalam keadaan vakum.
Umur simpan dihitung melalui
pendekatan Arrhenius. Metode ini
diterapkan pada penyimpanan yang
diakselerasi atau ASLT (Accelerated
Shelf Life Testing). Persamaan yang
digunakan ada dua jenis, yaitu
persamaan ordo nol dan ordo satu.
(Arpah, 2001).

Data yang digunakan sebagai


parameter mutu yang diamati terhadap
ayam asap setiap 2 hari sekali selama 10
hari, meliputi kadar air dengan metode
gravimetric, jumlah total mikroba
dengan metode TPC, kadar TBA, kadar
protein dengan metode Kjedahl, dan
kadar lemak dengan metode Soxhlet.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian pra pendahuluan yang
dilakukan yaitu membuat daging ayam
asap dengan variasi waktu pengasapan
yang terdiri dari 12 jam dan 18 jam,
sedangkan variasi jenis ayam yaitu ayam
broiler organik dan ayam broiler biasa.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
yaitu terdapat pada tebel 3.

Tabel 1. Hasil Penelitian Pra Pendahuluan Daging Ayam Asap


Perlakuan
Organoleptik
Jenis
Waktu
Rasa
Aroma
ayam
Pengasapan
Ada rasa sepet asap Aroma asap pas,
12 jam
rasa asin dari garam
tidak terlalu
cukup
menyengat
Broiler
organik
Aroma asap
rasa sepet asap lebih
menyengat
18 jam
terasa, rasa daging
sekali
sangat asin
Ada rasa sepet asap, Aroma asap pas,
ada aroma anyir
12 jam
rasa daging ayam
asin
ayam
Broiler
Aroma asap
biasa
Rasa sepet lebih
lebih
18 jam
terasa, rasa saging
menyengat, ada
sangat asin
aroma anyir
Berdasarkan hasil penelitian rasa
ayam asap, bahwa dengan waktu
pengasapan yang lebih lama, rasa sepat
pada daging ayam asap lebih terasa.
Rasa sepet asap ini diduga diakibatkan
karena menempelnya senyawa yang
dihasilkan oleh asap. Jenis ayam dengan
lama pengasapan yang berbeda tidak
menunjukkan rasa daging ayam asap
yang berbeda.

Tekstur
Daging empuk, tidak
terlalu keras, tekstur
daging lebih padat
Daging lebih keras,
sulit untuk digigit
Daging empuk
Daging lebih keras,
sulit untuk digigit

Berdasarkan hasil penelitian


aroma ayam asap, bahwa aroma ayam
asap yang diasap selama 18 jam lebih
menyengat dibandingkan dengan ayam
yang diasap selama 12 jam. Hal ini
diduga karena senyawa volatil yang
menempel lebih banyak akibat waktunya
yang lebih lama. Sedangkan, jenis ayam
menunjukkan aroma yang berbeda,
dimana pada ayam broiler biasa aroma

daging lebih bau anyir dibandingkan


dengan ayam broiler organik.
Berdasarkan
hasil penelitian
tekstur ayam asap, bahwa ayam yang
diasap selama 18 jam memiliki tekdtur
lebih keras dibandingkan dengan lama
pengasapan 12 jam. Diduga, semakin
lama pengasapan semakin banyak air
yang teruapkan akibat panas dari asap,
sehingga tekstur daging lebih keras.
Sesuai pernyataan Bilgin (2008), dimana
garam dan pengasapan mengurangi
secara signifikan kadar air serta
meningkatkan kadar lemak dan protein
pada produk ikan asap.

Rasa yang ditimbulkan oleh


bahan pangan bisa berasal dari bahan itu
sendiri atau pada saat proses yaitu
ditambahkan serta zat lain sehingga rasa
aslinya bisa berkurang atau bertambah
tergantung pada senyawa penyusunnya,
misalnya penambahan gula dapat
memberikan rasa manis pada produk
makanan (Winarno, 1997).
Hasil analisis uji organoleptik
menunjukkan bahwa jenis bahan
pengasap berpengaruh terhadap rasa
daging ayam asap.

Tabel 2. Hasil Penelitian Utama Uji Organoleptik Daging Ayam Asap


Parameter
Jenis Bahan Pengasap
Rasa
serbuk kayu
3.77 a
tempurung kelapa
3.82 a
campuran tempurung kelapa + serbuk kayu
5.04 b
Data pada tabel 2 menunjukkan
bahwa
rasa
ayam
asap
yang
menggunakan bahan pengasap serbuk
kayu tidak berbeda nyata dengan
perlakuan
menggunakan
bahan
pengasap tempurung kelapa, namun
berbeda nyata dengan jenis bahan
pengasap
campuran
keduanya
(tempurung kelapa dan serbuk kayu).
Hal ini disebabkan rasa ayam asap yang
menggunakan
bahan
pengasap
campuran lebih disukai oleh panelis
dibanding yang lain. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan perbedaan
nilai kesukaan terhadap rasa ayam asap
diduga dipengaruhi oleh senyawa yang
terkandung dalam asap. Menurut Suradi
(2011), senyawa kimia dalam asap
diantaranya asam, fenol, formaldehid,
furaldehid dan senyawa kimia lainnya
akan lebih meresap kedalam daging
pada pengasapan dengan temperatur
lebih tinggi, sehingga menghasilkan
daging asap broiler yang memiliki rasa
yang lebih disukai. Menurut Daun

Aroma
3.45 a
3.75 a
5.10 b

(1979) dalam Tampubolon (1988) dan


Amri (2006), rasa dan aroma yang khas
pada daging yang diasap terutama
disebabkan oleh senyawa-senyawa fenol
yaitu guaicol; 4-metil guaiacol; 2,6dimetoksi fenol yang pengaruhnya lebih
besar terhadap cita rasa, sedangkan
syringol berpengaruh terhadap aroma.
Data pada Tabel 2 menunjukkan
nilai rata-rata aroma daging ayam asap
yang menggunakan bahan pengasap
campuran berbeda nyata dengan ayam
asap
yang
menggunakan
bahan
pengasap serbuk kayu dan tempurung
kelapa. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan perbedaan nilai kesukaan
terhadap aroma daging ayam asap
diduga dipengaruhi oleh senyawa volatil
yang terkandung dalam asap baik yang
dihasilkan oleh serbuk kayu tempurung
kelapa, maupun campuran keduanya.
Menurut Hamm (1997) dalam Kumolu
(2011) kayu yang digunakan untuk
proses
pengasapan
mengandung
celulosa, hemiselulosa, dan lignin,

kandungan yang berpengaruh penting


terhadap aroma asap, diproduksi oleh
pirolisis dari fraksi lignin. Menurut
Daun (1979) dalam Tampubolon (1988)
dan Amri (2006), aroma yang khas pada
daging yang diasap terutama disebabkan
oleh senyawa fenol syringol yang
terkandung dalam asap.

Berdasarkan hasil pengamatan uji


organoleptik
pada
percobaan
pendahuluan ternyata sampel 381 yaitu
bahan pengasap campuran antara
tempurung kelapa dan serbuk gergaji
menunjukkan nilai aroma dan rasa yang
disukai panelis dan sampel ini
digunakan sebagai acuan pada penelitian
utama.

Tabel 3. Hasil Analisis Kimia Daging Ayam Asap Selama Penyimpanan


Hari keParameter Suhu
0
2
4
6
8
49,6753
49,7268
49,5146
49,50
49,2537
8oC
Kadar Air 28oC
49,6753
49,7462
49789
49,7976
50,237
38oC
49,6753
497487
50,00
50,2347
50,2439

10
49,4763
49,9414
49,9921

Total
Mikroba

8oC
28oC
38oC

0
0
0

500
600
650

600
820
1000

1200
1760
1960

1380
1940
1980

1590
2170
2230

Kadar
TBA

8oC
28oC
38oC

0,5567
0,5567
0,5567

0,7566
0,7555
0,9899

0,9316
1,0827
1,0098

1,2834
1,1324
1,2155

1,1794
1,4255
1,4853

1,2165
1,4012
1,8763

Kadar
Lemak

8oC
28oC
38oC

16,4835
16,4835
16,4835

16,5992
16,3866
16,1826

16,6038
16,3265
16,4063

16,5877
16,5217
16,2362

16,5354
16,4751
16,0714

16,4745
16,4637
16,4365

Kadar
Protein

8oC
28oC
38oC

31,9646
31,9646
31,9646

31,8475
31,7042
31,7669

31,5297
31,5875
31,4708

31,5593
31,5292
31,3517

31,2375
31,2331
31,2083

31,6533
31,5411
31,1871

Di dalam proses pengasapan


terjadi kehilangan air pada bahan yang
disebabkan karena adanya proses
penguapan akibat panas dari asap. Selain
itu, pada proses curing menggunakan
garam terjadi osmosis dimana air
berdifusi keluar dari bahan. Hal ini
dibuktikan dengan menurunnya kadar
air dari ayam mentah ke ayam asap yaitu
61,4% menjadi 49,6753%. Sesuai
pernyataan Bilgin (2008), dimana garam
dan pengasapan mengurangi secara
signifikan kadar air serta meningkatkan
kadar lemak dan protein pada produk
ikan asap.

Kelembaban relatif (RH) pada suhu 8oC


yang terukur pada alat humidity meter
menunjukkan nilai 32,6, sedangkan pada
suhu 28oC diperoleh nilai 56, dan pada
suhu 38oC diperoleh nilai 57,3.
Perbedaan kelembaban inilah yang
diduga
menyebabkan
terjadinya
perbedaan jumlah kadar air yang
terkandung dalam daging ayam asap
selama penyimpanan. Pada suhu 8oC, air
yang terkandung didalam bahan
berkurang diduga karena air yang
terdapat di dalam daging membeku di
dalam jaringan daging. Sedangkan, pada
suhu penyimpanan 28oC dan 38oC, air

yang terkandung didalam daging ayam


asap bertambah, diduga karena proses
penyerapan air oleh daging. Hal ini
sesuai
dengan
pernyataan
Sumopraswoto
(2004)
dalam
Kasmadiharja (2008), bahwa dalam
ruang penyimpanan yang dingin dengan

kelembaban udara yang relatif rendah


menyebabkan menguapnya kandungan
air dari dalam daging. Sebaliknya pada
ruang penyimpanan dengan suhu tinggi
memiliki kelembaban udara yang relatif
tinggi sehingga daging lebih mudah
menyerap uap air yang ada disekitarnya.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Umur Simpan Daging Ayam Asap


Suhu
Parameter
Keterangan
8oC
28oC
k (/hari)
0,0208
0,0381
Kadar Air
ts (hari)
10,43
5,70
Q10
k (/hari)
162,65
213,13
Total Mikroba
ts (hari)
61,4
46,9
Q10
1,12
k (/hari)
0,0686
0,0969
Kadar TBA
ts (hari)
29,90
21,13
Q10
1,15
k (/hari)
0,0033
0,0067
ts (hari)
0,17
0,18
Kadar Lemak
Q10
1,33
k (/hari)
0,0452
0,0621
Kadar Protein
ts (hari)
0,22
0,22
Q10
1,14
Ket: k = penurunan mutu ; ts = umur simpan
Selama penyimpanan, produk
ayam asap disimpan dalam kemasan
HDPE dalam keadaan vakum. Diduga,
pengemasan dalam keadaan vakum
dapat menghambat trasportasi uap air ke
bahan. Pengemas HDPE memiliki poripori yang kecil sehingga mengurangi
penangkapan uap air oleh bahan. Selain
itu, pada proses pengemasan vakum
udara yang terdapat pada bahan
dikurangi sehingga selama penyimpanan
bahan sedikit kontak dengan udara,
akibatnya air lebih sedikit menguap. Hal
tersebut tentu akan menambah umur
simpan dari daging ayam asap. Sesuai
dengan pernyataan Arashia et al. (2000),
pengemasan vakum digunakan untuk
penyimpanan dalam waktu yang lama.
Produk yang di-vakum memiliki sifat
penghalang yang baik terhadap oksigen

38oC
0,0490
4,43
238,54
41,9
0,1118
18,32
0,0089
0,32
0,0709
0,22

dan air, juga dapat di segel dengan


mudah. Udara dibuang dalam kondisi
vakum dan kemasan direkatkan.
Laju peningkatan kadar air selama
penyimpanan tidak signifikan dari hari
ke hari. Karena kecilnya laju
peningkatan kadar tersebut, maka umur
simpan produk ayam asap cukup lama
yaitu 10,43, 5,70, dan 4,49 hari.
Standar
international
dari
internasional
Committee
on
Microbiologycal Specification for foods
(ICMSF)
menetapkan
standar
mikrobiologi bahan pangan untuk
produk daging sapi beku mempunyai
total mikroba kurang dari 0,5 juta per
gram bahan. Sedangkan untuk produk
olahan daging yang dikemas vakum atau
dikalengkan yaitu untuk kategori baik
dengan total mikroba kurang dari 1000,

kategori diragukan pada 1000-10.000


gram dan kategori buruk dengan total
mikroba di atas 10.000 /gram. Dengan
perhitungan kinetika reaksi, diperoleh
umur simpan daging ayam asap yaitu
61,4 hari (8oC), 46,9 hari (28oC), dan
41,9 hari (38oC).
Jumlah total mikroba pada hari ke
nol menunjukkan bahwa tidak ada
mikroba pada hari ke nol. Hal ini diduga
akibat adanya panas yang diterima
daging ayam serta menempelnya asap
pada daging bagian luar, sehingga tidak
ada mikroba yang tumbuh. Hal ini
seperti yang dinyatakan Bilgin (2008),
pengasapan dan pemanasan memberikan
pengaruh nyata (P <0,05) dalam
menurunkan
TPA,
TMC,
Staphylococcus, dan Micrococcus pada
hari pertama. olakoglu (2004) dalam
Bilgin (2008) menyatakan bahwa teknik
pengasapan panas secara signifikan
menurunkan kandungan mikroba ikan
dibandingkan dengan fillet ikan segar.
Pertumbuhan
mikroba
pada
daging ayam asap dihambat oleh zat
bakteriostatik yang terkandung dalam
asap. Zat tersebut menempel pada
dinding terluar daging dan membentuk
perisai
sehingga
mikroba
yang
menempel pada daging asap dihambat
pertumbuhannya.
Sesuai
dengan
pernyataan Eboigbe (1999), Jacob
(1989), Pearson and Tauber (1984)
dalam Ebabhamiegbebho (2011) bahwa
daging dapat diasap dengan berbagai
cara tetapi pada prinsipnya semakin
lama daging tersebut diasap, semakin
lama
juga
kemungkinan
umur
simpannya. Moelyanto (1982) dalam
Suradi (2008) menyatakan bahwa
senyawa yang terdapat di dalam asap,
yaitu
alkohol-alkohol
aliphatik,
aldehida, keton, dan asam organik
termasuk furfural, formaldehida, asamasam dan fenol yang memiliki daya
bakterostatik atau bakterisidal. Bagian
ligninnya akan pecah menjadi senyawa

fenol, quinol, quaicol dan pyrogalol


yang merupakan bagian dari jenisjenis
senyawa antioksidan dan antiseptik.
Laju
pertumbuhan
mikroba
dipengaruhi oleh suhu penyimpanan.
Semakin tinggi suhu penyimpanan,
maka semakin tinggi total mikroba pada
daging
tesebut.
Sesuai
dengan
pernyataan Soeparno (1992), kondisi
suhu
penyimpanan
sangat
mempengaruhi
populasi
mikroorganisme yang terdapat dalam
makanan. Suhu yang lebih tinggi dari
suhu optimum bagi mikroorganisme
tersebut bersifat merusak, sedangkan
suhu yang lebih rendah dapat
memperlambat aktivitas metabolisme
dan menghambat pertumbuhan mikroba.
Selain itu juga mencegah terjadinya
reaksi-reaksi kimia dan hilangnya kadar
air dari bahan pangan.
Bakteri yang terkandung dalam
daging yang dikemas non vakum
memperlihatkan jumlah koloni bakteri
yang lebih tinggi dibandingkan dengan
yang dikemas secara vakum. Hal ini
dimungkinkan karena pada kemasan
vakum dapat menghambat pertumbuhan
bakteri aerob yang pertumbuhannya
sangat tergantung oksigen. Bakteri yang
mungkin hidup pada kemasan vakum
adalah bakteri anaerobik dan fakultatif
anaerobik. Penyimpanan pada suhu
rendah dapat menghambat aktivasi
enzim-enzim fisiologi yang berperan
terhadap proses pertumbuhan bakteri,
sehingga bakteri dalam keadaan
dormasi. Hal ini berdampak pada
semakin lamanya masa simpan daging
(Nurdjannah, 2010).
Panas yang dihasilkan dari asap,
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme, mengahambat aktivitas
enzim, menambah aroma, rasa, dan
warna, tetapi kualitas produk asap
tersebut
dapat
menurun
selama
penyimpanan akibat dari oksidasi lemak

dan
pertumbuhan
mikroorganisme
(Kumolu, 2011).
Berdasarkan
pada
hasil
pengamatan, nilai TBA selama waktu
penyimpanan mengalami peningkatan.
Kenaikan angka TBA menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan.
Reaksi ketengikan yang terjadi pada
daging ayam asap yang disimpan pada 3
suhu
penyimpanan
cenderung
meningkat seiring meningkatnya suhu
penyimpanan, dengan demikian dapat
dikatakan bahwa semakin tinggi suhu
penyimpanan, maka reaksi ketengikan
makin cepat terjadi.
Menurut Bilgin et. al (2008),
kenaikan nilai TBA selama proses
pengasapan
dan
penyimpanan
dikarenakan dehidrasi pada ikan, serta
peningkatan oksidasi asam lemak tidak
jenuh sebagai hasil dari pengasapan
pada suhu tinggi. Selama pengasapan
panas, ikan yang terkena panas dan
oksigen atmosfer. Faktor-faktor ini
dapat mempercepat oksidasi lipid,
sehingga mengakibatkan peningkatan
TBA. Mansour dan Khalil dalam Aliana
et. al (2011) menyatakan bahwa nilai
TBA
mungkin
meningkat
pada
penyimpanan dan mulai menurun
setelah
beberapa
hari
karena
dekomposisi
dan
polimerisasi
malonaldehid (MDA). Proses oksidasi
terjadi karena kontak antara oksigen
dengan lemak yang menghasilkan asam
lemak, kemudian peroksida dioksidasi
membentuk aldehid dalam bentuk
malonaldehid (Simamora 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
laju oksidasi lemak dalam makanan
adalah suhu tinggi, cahaya, dan adanya
oksigen dan pro-oxidants.Oksidasi asam
lemak polyenoic terdapat pada tingkat
yang lebih tinggi dibandingkan oksidasi
asam lemak monoenoic.Secara alami
maupun
penambahan
antioksidan,
oksidasi terjadi melalui berbagai
mekanisme.

Berbagai
produk
oksidasi
kolesterol telah ditemukan dalam
makanan. Oksidasi lipid member efek
racun dan merusak kesehatan karena
hilangnya
vitamin,
asam
lemak
polyenoic, dan komponen gizi penting
lainnya,
pembentukan
radikal,
hydroperoxides, aldehida, epoksida,
dimer, dan polimer, dan partisipasi
produk sekunder dalam inisiasi oksidasi
protein dan dalam reaksi Maillard. (Tai
et al, (1999), Wa sowicz (2002) dalam
Sikorsky, (2005).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian,
maka dapat diambil kesimpulan yaitu
parameter kadar protein dan lemak tidak
bisa dijadikan acuan dikarenakan
hasilnya yang tidak signifikan, sehingga
parameter yang dijadikan acuan dalam
penentuan umur simpan produk ayam
asap yaitu kadar air, total mikroba, dan
kadar TBA. Dari hasil penelitian,
diketahui kandungan kimia ayam asap
memiliki kadar air sebesar 49,6753%,
kandungan lemak sebesar 16,4835%,
dan kandungan protein 31,9646%. Suhu
penyimpanan berpengaruh terhadap laju
penurunan mutu ayam asap, sehingga
lamanya umur simpan berbeda-beda.
Semakin tinggi suhu penyimpanan,
maka semakin tinggi pula laju
penurunan mutu yang mengakibatkan
semakin sebentar umur simpan ayam
asap tersebut. Sebaliknya, semakin
rendah suhu penyimpanan, semakin
rendah juga laju penurunan mutu
sehingga lamanya umur simpan ayam
asap lebih lama.
Saran peneliti dalam pelaksaan
penelitian yaitu perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai proses
penyerapan uap air oleh bahan pada
pengemasan vakum, perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai
kandungan
senyawa
lain
yang
terkandung dalam ayam asap, terutama
kandungan senyawa karsinogenik yang

berasal dari asap, sehingga dapat


ditetapkan batasan jumlahnya, serta
perlu dilakukan penelitian berdasarkan
parameter aw terhadap umur simpan
ayam asap.
Daftar Pustaka
Aliana, Ar., et. All, (2011), Oxidative
Stability of Smoked Chicken
Sausage Substituted with Red
Palm mid Fraction During
Chilled Storage, World Applied
Sciences Journal 17 (Towards the
Traceability
of
Halal and
Thoyyiban Application), Page 6266.
Amri, M. Syaiful, (2006), Mempelajari
Pengaruh Suhu dan Lama
Pengasapan Terhadap Mutu
Ikan Mayung Asap, Skripsi,
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan,
Institut
Pertanian
Bogor.
Arpah,
(2001),
Penentuan
Kedaluwarsa Produk Pangan.
Program Studi Ilmu Pangan,
Institut Pertanian Bogor.
Bilgin, Sengul, et. All, (2008), The
Determination of the Shelf Life
and
Some
Nutritional
Components
of
Gilthead
Seabream (Sparus aurata L.,
1758) after Cold and Hot
Smoking, Turkey J. Vet. Animal
Science, Vol. 32(1), Page 49-56.
Direktorat Gizi Depkes RI. (1995).
Daftar Komposisi Zat Gizi
Pangan Indonesia. Departemen
Kesehatan.
Ebabhamiegbebho, P A; Igene, J O;
Evivie, S E, (2012), The Effect of
Preservative Methods on the
Yield, Water Content and
Microbial Stability of Dairy
Products, Journal Application

Science Environment Manage,


Vol. 15 (2), Page 265 271.
Herawati, Heny, (2008), Penentuan
Umur Simpan Produk Pangan,
Jurnal Litbang Pertanian, Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian
Jawa Tengah, Bukit Tegalepek.
Kamshadiharja,
Hendrick,
(2008),
Kajian Penyimpanan Sosis,
Naget Ayam Dan Daging Ayam
Berbumbu Dalam Kemasan
Polipropilen Rigid, Skripsi,
Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB, Bogor.
Kumolu-Johnson, C. A., dan P. E.
Ndimele, (2011), The AntiOxidative
and
Anti-Fungal
Effect of Fresh Garlic (Allium
sativum) on The Shelf-Life of
Hot Smoked Catfish (Clarias
gariepinus,
Burchell,1822),
Journal of Research Review in
Science, Vol. 2, Page 21-25.
Nurdjannah, Rahmawati, dan R.
Sumarlin, (2010), Pengaruh
Pengemasan Vakum Dan Suhu
Penyimpanan Terhadap Sifat
Mutu Daging Domba Lokal,
Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner 2010,
Bogor.
Sikorsky, Z. E., (2005), The Effect of
Processing on the Nutritional
Value and Toxicity of Foods,
CRC Press, Chapter 13.
Simamora,
J.
Holland,
(2011),
Identifikasi Teknik Pengolahan
Dan Pendugaan Umur Simpan
Udang Kering Tanpa Kulit
Studi Kasus: Indragiri HilirRiau, Skripsi, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor.

Soeparno, (2005), Ilmu dan Teknologi


Daging, Gajah Mada Press,
Yogyakarta.
Suradi, Kusmajadi, Lilis S., dan Balqis
B, (2011), Keempukan dan
Akseptabilitas Daging Ayam
Broiler Asap pada Berbagai
Temperatur
dan
Lama
Pengasapan, Jurnal Ilmu Ternak,
Vol 11, No. 1, page 53-56.
Sutaryo, (2004), Modul Materi Kuliah
Pokok Bahasan Penyimpanan
dan
Pengawetan
Daging,
Universitas
Diponegoro,
Semarang.
Syarief, R. dan Haryadi H., (1993),
Teknologi
Penyimpanan
Pangan, Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi IPB, Penerbit
Arcan, Bogor.

You might also like