You are on page 1of 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Diare merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas
anak di negara yang sedang berkembang.Di perkirakan angka kejadian di negara
berkembang berkisar 3,5 – 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama
kehidupan dan 2 – 5 episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama
kehidupan.1
Penyakit diare menduduki urutan ketiga penyebab kematian setelah
perinatal (23%) dan infeksi saluran pernafasan akut (18%). Kematian akibat diare
mengalami peningkatan pada tahun 2002 sebanyak 15% (8,4/1.000 balita
meninggal) dibandingkan tahun 2000 dan 2001 yang hanya 13%.2
Hasil survei oleh Depkes diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000
sebesar 301 per 1000 penduduk angka ini meningkat bila dibanding survei pada
tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk.(Depkes 2000)Hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu
penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita.1
Di DKI Jakarta kepadatan penduduk cenderung tinggi sehingga penyakit
diare masih merupakan masalah kesehatan yang dapat menimbulkan Kejadian
Luar Biasa (KLB) diare. Terdapat sekitar rata-rata 150.000 kasus diare terjadi
setiap tahunnya di Pusat Kesehatan Masyarakat.1
Pengetahuan sebagai salah satu penyebab terjadinya diare merupakan hal
penting yang harus diperhatikan selain faktor sosial ekonomi, sanitasi lingkungan,
faktor gizi, dan faktor penyebab lainnya, sesungguhnya pengetahuan adalah faktor
penentu dari faktor – faktor yang lain, karena dengan pengetahuan yang cukup
mengenai kesehatan khususnya mengenai diare sudah tentu masyarakat akan
melakukan antisipasi dan tindakan – tindakan pencegahan agar tidak ikut
terjangkit diare, jika pun mengalami diare setidaknya masyarakat dapat
melakukan upaya – upaya pengobatan utama sebelum akhirnya harus pergi ke
pusat kesehatan untuk melakukan pengobatan terhadap diare.
Puskesmas memegang peranan penting sebagai unit pelayanan kesehatan
terdepan dalam upaya pemberantasan penyakit menular yang salah satunya adalah

1
pencegahan dan penanggulangan diare. Puskesmas diharapkan dapat melakukan
pencegahan penularan penyakit serta mengurangi angka kesakitan dan kematian
akibat diare baik dengan penanganan aktif maupun dengan penyuluhan.

1.2 Perumusan Masalah


Tinggi dan rendahnya angka kesakitan diare selain dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, juga dipengaruhi oleh faktor berupa pengetahuan masyarakat tentang
diare. Namun pada saat ini masih belum ada penelitian tentang gambaran
pengetahuan masyarakat Kuala Batee tentang diare.

1.3Tujuan
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan tentang pencegahan dan
penanggulangan awal diare yang benar pada masyarakat kuala batee sebelum dan
sesudah diberikan penyuluhan.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritik
Mini project ini dilakukan untuk memperoleh pengalaman belajar di
lapangan melalui studi kasus dan untuk meningkatkan pengetahuan di bidang
promosi kesehatan.

1.4.2 Manfaat Aplikatif


1. Tercapainya sosialisasi dan edukasi tentang penyakit diare, pencegahan
dan penanganan awal yang benar
2. Sebagai informasi dan data bagi pelaksana program terutama yang akan
melaksanakan program yang berhubungan dengan mini project ini dan
khususnya bagi penulis dapat menambah wacana keilmuan dan wawasan
di bidang ilmu penyakit menular.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan
2.1.1 Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.3
Tingkat pengetahuan dalam dominan kognitif menurut Noto Atmojo
(2003) mempunyai 6 tingkat yaitu:3
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dapat dipelajari
sebelumnya. 3
2.Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat meninterprestasikan materi tersebut dengan
benar.3
3.Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari
pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). 3
4.Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabrakan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 3
5.Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata
lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formula yang ada. 3
6.Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justufikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian-penilaian itu berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang
ada. 3

3
2.1.2 Sumber Pengetahuan Manusia
Sumber pengetahuan manusia dapat diperoleh dari: 3
1.Tradisi
Dengan adat istiadat kita dan profesi medis, beberapa pendapat dapat
diterima sebagai suatu yang benar. Banyak pertanyaan terjawab dan banyak
permasalahan dapat dipecahkan berdasarkan suatu tradisi. Tradisi adalah suatu
dasar pengetahuan dimana setiap orang dianjurkan untuk memulai mencoba
memecahkan masalah. Akan tetapi, tradisi mungkin terdapat kendala untuk
kebutuhan manusia karenan beberapa tradisi begitu melekat sehingga validasi,
manfaat dan kebenaran tidak pernah dicoba diteliti.
2.Autoritas
Dalam masyarakat yang semakin majemuk ada suatu autoritas atau
seseorang dengan keahlian tertentu. Ketergantungan terhadap autoritas menjadi
seorang ahli dalam mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi.
3.Pengalaman seseorang
Kita semua memecahkan suatu masalah berdasarkan observasi dan
pengalaman sebelumnya, dan ini merupakan pendekatan penting dan bermanfaat.
Kemampuan untuk menyimpulkan, mengetahui aturan dan membuat prediksi
berdasarkan observasi adalah penting bagi pola penalaran manusia, akan tetapi
pengalaman individu tetap mempunyai keterbatasan pemahaman.
a.Setiap pengalaman seseorang mungkin terbatas untuk membuat
kesimpulan yang valid tentang situasi
b.Pengalaman seseorang diwarnai dengan penelitian yang bersifat objektif.
4.Trial dan Eror
Kadang-kadang kita menyelesaikan sesuatu permasalahan kebersahilan
dalam menggunakan alternatif pemecahan masalah “trial and error” meskipun
pendekatan ini untuk beberapa masalah lebih praktis sering tidak efektif. Metode
ini lebih cenderung kesuatu yang lebih tinggi.
5.Alasan yang logis
Penyelesaian suatu masalah berdasarkan proses pemikiran logis.
Pemikiran ini merupakan komponen yang penting dalam pendekatan ilmiah, akan
tetapi alasan yang sangat rasional sangat terbatas dikarenakan validitas alasan

4
yang deduktif tergantung dari informasi dimana seseorang memulai dan alasan
tersebut mungkin tidak efektif untuk mengevaluasi akurasi permasalahan.
6.Metode Ilmiah
Pendekatan ilmiah adalah pendekatan yang paling tepat untuk mencari
kebenaran karenan didasari pengetahuan yang terstruktur dan sistematis serta
dalam pengumpulan dana menganalisa datanya didasarkan pada prinsip validasi
dan realibilitas. Adapaun faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah:
a.Umur
Sigit D. Gunarsa (1999) mengemukakan semakin tua umur seseorang maka proses
perkembangan mental ini tidak secepat seperti berumur belasan tahun. Selain itu
Abu Ahmadi (2000) mengemukakan bahwa memori/ daya ingat seseorang itu
salah satunya dipengaruhi oleh umur.
b.Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima
informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki (Nur Salam, 2001)
c.Informasi
Pengetahuan juga dapat diperoleh dari informasi-informasi yang diterima baik
melalui poster maupun dalam bentuk penyuluhan.

2.2 Diare
2.2.1 Definisi Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) yang mengalami perubahan pada
konsistensi dan frekuensi. Perubahan konsistensi yang dimaksud adalah
peningkatan kandungan air dalam feses, yaitu lebih dari 10 ml/kgBB/hari (pada
anak) atau lebih dari 200 ml/hari1 (pada dewasa). Perubahan frekuensi yang
dimaksud adalah lebih dari tiga kali sehari. Pada bayi yang masih mendapat ASI
tidak jarang frekuensi defekasinya lebih dari 3-4 kali sehari. keadaan ini tidak
dapat disebut diare, melainkan masih bersifat fisiologis atau normal.4.5.6
2.2.2 Klasifikasi Diare
Berdasarkan batasan waktu, diare diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1)
diare akut, apabila berlangsung kurang dari 14 hari, (2) diare persisten, yaitu diare
akut yang melanjut menjadi lebih dari 14 hari hingga 30 hari, dan (3) diare kronik,
yaitu diare yang berlangsung lebih dari 30 hari.4.5.6

5
Berdasarkan mekanisme patofisiologis yang terjadi, diare diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu (1) diare sekretorik, yang biasanya disebabkan oleh infeksi,
misalnya infeksi Rotavirus, dan (2) diare osmotik, yang biasanya disebabkan oleh
malabsorbsi laktosa.4
Berdasarkan penyebab, diare diklasifikasikan menjadi (1) diare organik,
yaitu bila ditemukan penyebab yang bersifat anatomik, bakteriologik, hormonal,
atau toksikologik, dan (2) diare fungsional, yaitu bila tidak ditemukan penyebab
organik. Di dalam kelompok diare organik juga terdapat diare infektif, yaitu diare
yang disebabkan oleh infeksi.4,5
Selain itu, dikenal pula istilah disentri, yaitu kumpulan gejala atau sindrom
yang terdiri dari diare disertai darah, lendir, dan tenesmus.4

2.2.3 Epidemiologi
Diare adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara
berkembang. Pada tahun 2003, diperkirakan 1,87 juta anak dibawah usia 5 tahun
meninggal karena diare. Hal ini menempatkan diare pada peringkat kedua
penyebab kematian kedua tersering setelah infeksi pernapasan.Delapan dari
sepuluh kematian akibat diare berlangsung pada dua tahun pertama
kehidupan.Rata-rata anak berusia dibawah 3 tahun di negara berkembang
mengalami 3 episode diare setiap tahunnya.Angka kejadian diare di Indonesia
hingga saat ini masih tinggi, yaitu 423 per 1000 penduduk untuk semua umur
pada tahun 2006 (hasil Subdit Diare, Ditjen PP-PL, Depkes RI), dimana angka ini
meningkat dari tahun ke tahun.4.7
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fekal – oral, yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung
dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman
enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare. Perilaku tersebut antara lain:1,7
- Tidak memberikan air susu ibu (ASI) secara penuh pada 4 hingga 6
bulan pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI terjadi
peningkatan risiko menderita diare dan kemungkinan menderita dehidrasi
yang lebih berat.
- Menggunakan botol susu yang higienenya kurang terjaga.
- Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, sehingga dalam
beberapa jam akan tercemar oleh kuman yang mudah berkembang biak.

6
- Menggunakan air minum yang tercemar.
- Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang
tinja anak, sebelum makan, dan sebelum menyuapi anak.
- Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi dan tinja binatang)
dengan benar.
Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare1,7
- Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun, sehingga anak kekurangan
antibodi yang penting untuk melindungi tubuh dari berbagai bakteri,
misalnya Shigella sp. atau V. cholera.
- Status gizi kurang dan gizi buruk.
- Campak, di mana terjadi penurunan imunitas tubuh sehingga lebih
rentan terhadap diare dan disentri.
- Kondisi imunodefisiensi atau imunosupresi, misalnya pada pasien
dengan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome).
- Secara proporsional, diare lebih banyak (55%) terjadi pada
golongan balita.
2.2.4 Etiopatogenesis
Penggolongan penyebab diare
a. Infeksi
-Enteral
Dari golongan bakteri dapat disebabkan oleh Shigella sp, E. coli patogen,
Salmonella sp, Klebsiella, Proteus sp, Pseudomonas aeruginosa.Dari
golongan virus dapat disebabkan oleh Rotavirus, Norwalk virus, HIV,
Cytomegalovirus, dll.Parasit yang dapat menyebabkan diare adalah
Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Ballantidium coli, Cryptosporum
parvum.Cacing seperti Ascaris lumbricoides, cacing tambang, Tricuris
trichiura, S. Stercoralis. Jamur yang dapat menyebabkan diare adalah
Candida sp.2,8

Tabel 2.1 Jasad patogen yang paling sering ditemukan pada anak diare di negara berkembang
5
Jenis Patogen Spesies Patogen Persentase Kasus

7
Virus Rotavirus 15-25

Bakteri Eschericia coli enterotoksigenik 10-20

Shigella 5-15

Campylobacter jejuni 10-15

Vibrio cholerae 01 5-10

Salmonella (non-typhi) 1-5

Escherichia coli enteropatogenik 1-5

Protozoa Cryptosporidium 5-15

Tidak terdapat pathogen 20-30

(Sumber:Buku ajar diare. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare. Jakarta : Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 1999)

-Parenteral
Disebabkan oleh Otitis media akut, pneumonia, traveler’s diarrhea, E.
coli, Giardia lamblia, Shigella sp, Entamoeba hystolitica, dan intoksikasi
makanan. Intoksikasi tersebut dapat berupa makanan beracun atau
mengandung logam berat, makanan mengandung toksin Clostridium
perfringens, Bacillus cereus, dll. Dapat pula karena intleransi laktosa,
malabsorbsi atau maldigesti karbohidrat, lemak trigliserida rantai panjang,
asam amino tertentu, malabsorbsi gluten.2,5,8

b. Imunodefisiensi
c. Terapi obat seperti antibiotic, antasida dan kemoterapi
d. Tindakan Tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi dan radiasi tinggi

Secara umum diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi
seperti dibawah ini.4
1. Peningkatan osmolaritas intra lumen usus. Hal ini menyebabkan
masa intra lumen menarik atau menahan cairan intra lumen dan terjadi
diare. Penyebab diare osmotik di antaranya adalah MgSO4, Mg(OH)2,
malabsorbsi umum dan defek absorbsi mukosa usus seperti defisiensi
disakaridase, malabsorbsi glukosa atau galaktosa.
2. Sekresi cairan dan elektrolit terganggu. Pada keadaan ini sekresi air
dan elektrolit meningkat, reabsorbsi menurun. Sehingga masa dalam
lumen akan menjadi lebih cair, dan terjadi diare. Ciri dari diare tipe ini

8
adalah jumlahnya yang banyak sekali. Diare tipe ini tetap berlangsung
walaupun pasien puasa. Penyebabnya umumnya toksin bakteri seperti
Vibrio cholerae, E. coli, reseksi ileum.
3. Malabsorbsi asam empedu dan lemak. Hal ini dapat terjadi pada
pasien dengan gangguan fungsi hepatobilier. Lemak yang tetap berada
dalam lumen usus akan meningkatkan tekanan osmotik intra lumen.
4. Defek pertukaran atau transport ion elektrolit aktif pada enterosit.
Terganggunya pomapa Na+ K+ATP-ase di enterosit menyebabkan absorbsi
Na+ abnormal. Na+ tetap berada dalam lumen usus dan menahan cairan.
5. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal. Terlalu tingginya
motilitas usus, motilitas iregular, dan singkatnya waktu transit dalam usus
menyebabkan pencernaan belum sempurna dan banyak cairan yang tidak
sempat direabsorbsi. Kondisi ini ditemukan pada pasien diabetes melitus,
hipertiroid, dan pasien pasca vagotomi.
6. Gangguan permeabilitas usus. Terdapat kelainan morfologi sel
enterosit. Hal ini menyebabkan penyerapan zat makanan teganggu.
7. Inflamasi dinding usus. Terdapat kerusakan mukosa usus sehingga
terjadi proses inflamasi. Proses inflamasi ini menyebabkan produksi
mukus berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen usus,
disertai gangguan absorbsi. Keadaan ini menyebabkan diare inflamatorik,
seperti pada diare Shigella, kolitis ulseratif, dan penyakit Crohn.
8. Infeksi dinding usus. Merupakan keadaan yang mendasari diare
infektif. Tipe diere ini adalah tipe yang paling sering terjadi. Infeksi
mikroorganisme tersebut secara garis besar dibedakan menjadi dua, non
invasif dan invasif. Pada tipe non invasif, mikroorganisme tersebut
mngeluarkan toksin yang menyebabkan diare, sehingga diare yang timbul
disebut diare toksikogenik. Contohnya pada diare yang disebabkan Vibrio
cholerae, kuman meproduksi toksin yang meningkatkan produksi cAMP.
Tingginya cAMP akan menyebabkan sekresi aktif ion klorida yang diikuti
air, Na+, K+, dan bikarbonat. Toksin kolera ini tidak mempengaruhi
absorbsi natrium.

Patogenesis diare akibat infeksi bakteri atau parasit.2


1. Diare karena bakteri non invasif (enterotoksikogenik)

9
Bakteri yang tidak merusak mukosa usus seperti V. Cholerae eltor,
Enterotoksigenik E.colli (ETEC), dan E. perfringen, V. cholerae eltor
mengeluarkan toksin kolera dengan efek yang telah dijelaskan
sebelumnya.
2. Diare karena bakteri atau parasit invasif (enteroinvasif)
Contoh bakteri golongan ini adalah Enteroinvasif E. colli (EIEC),
Salmonella, Shigella, Yersinia, dan Clostridium perfringens tipe C. Parasit
yang sering menye babkan diare tipe ini adalah E. hystolitica dan Giardia
lamblia.Diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus, nekrosis dan
ulserasi. Diare bersifat eksudatif, dapat bercampur lendir maupun darah.

Patogenesis diare akibat virus adalah seperti di bawah ini.5


1. Virus merusak vili usus secara langsung, menurunkan luas
permukaan usus sehingga sekresi cairan tidak dapat terimbangi.
2. Rotavirus kemudian memperoduksi enterotoxin yang
meningkatkan sekresi cairan usus. Kedua mekanisme ini menyebabkan
terjadinya diare pada infeksi virus.

2.2.5 Tanda dan Gejala Klinis Diare


Karakteristik dari diare, meliputi konsistensi, warna, volume dan frekuensi
buang air, dapat menjadi petunjuk berharga dalam menentukan sumber diare.6
Secara ringkas, karakteristik ini diperlihatkan pada berikut :6
Tabel 2.2 Hubungan Karakteristik Tinja dengan Sumber Diare
6
Karakter Feses Usus Halus Usus Besar
Keadaan umum Cair Berdarah/ mukoid
Volume Besar Kecil
Darah Biasanya positif tapi tak Biasanya terlihat secara kasat mata
kasat mata
Keasaman <5,5 >5,5
Tes reduksi Dapat positif Negatif
Sel darah putih <5/lapang pandang besar >10/ lapang pandang besar
Sel darah putih Normal Dapat leukositosis
Serum
Organisme Virus: Bakteri Invasif:
Rotavirus E.Coli(enteroinvasif,enterohemorrhagic)
Adenovirus Shigella species
Calicivirus Salmonella species
Astrovirus Campylobacter species
Norwalk virus Yersinia species

10
Bakteri Enterotoksik: Aeromonas species
E.coli Bakteri Toksik:
Clostridium perfringens Clostridium difficile
Cholera Parasit:
Vibrio Entamoeba organisms
Parasit:
Giardia
Cryptosporidium
(Sumber : Frye RE, Tamer MA. Diarrhea. September 2009)

Pemeriksaan fisik harus memperhatikan : keadaan umum dan aktivitas


pasien, tanda -tanda vital (nadi, pernapasan, suhu, tekanan darah), berat badan
aktual, tanda-tanda dehidrasi, terutama pada anak: rewel (restlessness or
irritability), letargi/penurunan kesadaran, Sunken eyes (mata cekung secara
mendadak), ubun-ubun besar cekung (sunken fontanel), mukosa bibir dan
orofaring kering, penurunan turgor kulit , terlihat kehausan atau sulit minum atau
tidak bisa minum, anoreksia, takikardia (fast weak pulse), oliguria, darah dalam
tinja, tanda-tanda malnutrisi berat, massa abdominal, distensi abdomen.4

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


Untuk diare yang berlangsung lebih dari beberapa hari atau diare dengan
dehidrasi perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti dibawah ini.2,4
1. Pameriksaan darah tepi: kadar hemoglobin, hematokrit, hitung
leukosit, hitung diferensial leukosit. Penting untuk mengetahui berat
ringannya hemokonsentrasi darah, dan respon leukosit. Contohnya pada
diare karena Salmonella dapat terjadi neutropenia. Pada diare karena
kuman yang bersifat invasif dapat terjadi shift to the left leukosit.
2. Elektrolit darah. Diperlukan untuk mengobservasi dampak diare
terhadap kadar elektrolit darah.
3. Ureum dan kreatinin. Diperlukan untuk memonitor adanya gagal
ginjal akut.
4. Pemeriksaan tinja untuk mencari penyebab diare. Pada infeksi
bakteri, ditemukan leukosit pada tinja. Dapat pula ditemukan telur cacing
maupun parasit dewasa. Dapat pula dilakukan pengukuran toksin
Closstridium difficile pada pasien yang telah mendapatkan terapi antibiotik
dalam jangka waktu tiga bulan terakhir.Tinja dengan pH ≤5,5

11
menunjukkan adanya intoleransi karbohidrat yang umumnya terjadi
sekunder akibat infeksi virus. Pada infeksi oleh organisme enteroinvasif,
leukosit feses yang ditemukan umumnya berupa neutrofil. Tidak
ditemukannya netrofil tidak mengeliminasi kemungkinan infeksi
enteroinvasif, tetapi ditemukannya neutrofil feses mengeliminasi
kemungkinan infeksi organisme enterotoksin dan virus.
5. Apabila ditemukan leukosit pada feses, lakukan kultur feses untuk
menentukan apakah penyebab diare adalah Salmonella, Shigella,
Campylobacter, atau Yersenia.
6. Pemeriksaan serologis untuk mencari amoeba.
7. Foto roentgen abdomen. Untuk melihat morfologi usus yang dapat
membantu diagnosis.
8. Rektoskopi, sigmoideoskopi, dapat dipertimbangkan pada pasien
dengan diare berdarah, pasien diare akut persisten. Pada pasien AIDS,
kolonoskopi dipertimbangkan karena ada kemungkinan diare disebabkan
oleh infeksi atau limfoma di area kolon kanan. Biopsy mukosa sebaiknya
dilakukan bila dalam pemeriksaan tampak inflamasi berat pada mukosa.
9. Biopsi usus. Dilakukan pada diare kronik, atau untuk mencari
etiologi diare pada AIDS.

2.2.7 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada diare akut adalah dehidrasi
(dengan berbagai derajat dari ringan hingga berat / syok), asidosis metabolik,
hipokalemia, hiponatermia, dan hipoglikemia.4

Derajat dehidrasi dapat dinilai berdasarkan beberapa tanda dan gejala,


seperti ditampilkan pada berikut:

Tabel 2.3Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO (2005)

12
Penilaian A B C
Keadaan umum Baik, Sadar Gelisah, Rewel Lesu, lunglai atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Kering
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, Haus,ingin Malas minum
tidak haus banyak minum atau tidak bisa
minum
Periksa: Turgor Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
lambat
Hasil Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat
pemeriksaan sedang (bila ada 1 (bila ada 1 tanda
tanda ditambah 1 ditambah 1 atau
atau lebih tanda lebih tanda lain)
lain)
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

Keterangan tabel 2.3 :


* terutama berguna pada bayi-bayi untuk menilai dehidrasi dan memantau
rehidrasi
1. Berguna pada bayi-bayi sampai ubun-ubun menutup pada 6-18 bulan.
Setelah penutupan, pada beberapa anak terdapat sedikit penekanan.
2. Tidak berguna pada malnutrisi marasmus atau obesitas.
3. Kekeringan mulut dapat diraba dengan jari yang bersih. Mulut dapat
kering pada anak yang bernafas dengan mulut. Mulut dapat basah pada
pasien rehidrasi karena muntah atau minum.
4. Bayi yang marasmus atau mendapat cairan hipotonik mengeluarkan
jumlah urin yang cukup pada keadaan dehidrasi
5. Sukar dinilai pada bayi-bayi

2.2.8 Prinsip Tatalaksana Diare


Prinsip tatalaksana diare, yaitu:5
a. Mencegah terjadinya dehidrasi
Mencegah dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan
memberikan lebih banyak cairan (minum). Macam cairan yang diberikan

13
tergantung pada kebiasaan setempat dalam mengobati diare, tersedianya
cairan sari makanan yang cocok, jangkauan pelayanan kesehatan, dan
tersedianya oralit.
b. Mengatasi dehidrasi
Pengobatan diare dilakukan melalui beberapa langkah yang disebutkan
satu persatudibawah ini.1
1. Tetapkan derajat dehidrasi penderita, apakah tanpa dehidrasi, dehidrasi
ringan, dehidrasi sedang, atau dehidrasi berat. Klasifikasinya dapat
dilihat pada Tabel 2.4.
2. Tetapkan rencana pengobatan sesuai derajat dehidrasi penderita :
 Rencana terapi A untuk pasien tanpa dehidrasi
 Rencana terapi B untuk pasien dengan dehidrasi ringan- sedang
 Rencana terapi C untuk pasien dengan dehidrasi berat.

Tabel 2.4 Penentuan Derajat Dehidrasi berdasarkan Tanda dan Gejala


1

Klasifikasi Gejala/Tanda
Dehidrasi berat Dua atau lebih tanda-tanda berikut:
▪ Letargi/tidak sadar
▪ Sunken eyes
▪ Tidak dapat minum atau sulit minum
▪ Skin pinch sangat lambat kembali (>2 detik)
Dehidrasi ringan-sedang Dua atau lebih tanda-tanda berikut:
▪ Rewel
▪ Sunken eyes
▪ Terlihat kehausan
Skin pinch lambat kembali
Tanpa Dehidrasi Tidak cukup tanda-tanda untuk mengklasifikasikannya sebagai

14
dehidrasi ringan-sedang atau berat

Pada rencana terapi A, pemberian oralit hanya pada saat setiap kali pasien
buang air besar saja. Banyaknya pemberian cairan setiap buang air besar dapat
dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Rencana Terapi A untuk Diare Tanpa Dehidrasi


Pemberian ORALIT
≤ 2 tahun 50-100 ml / mencret
≥ 2 tahun 100-200 ml/ mencret
Sumber :Standar penanggulangan penyakit diare. Volume 7 Edisi 1, Jakarta:Depkes RI;2007

Berikan anak cairan lebih sering dari biasa dan berikan tablet Zinc 10-20 mg
selama 10 hari.

Pada rencana terapi B, jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama
disesuaikan dengan berat badan. Oralit yang diberikan dihitung dengan
mengalikan berat badan pasien (kg) dengan 75 ml.

Tabel 2.6 Rencana Terapi B untuk Penderita Diare dengan Ringan-Sedang


ORALIT  75 ml/kg BB/ 3 atau 4 jam

Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian diberikan lagi perlahan-lahan

Untuk rencana terapi C, hal paling pertama yang harus dilakukan adalah
menentukan bagaimana cairan akan diberikan, yaitu dengan jalur oral atau dengan
jalur intravena. Jalur pilihan pada pasien dengan dehidrasi berat sebenarnya
adalah jalur intravena, karena membutuhkan waktu rehidrasi yang cepat. Cairan
yang paling baik adalah Ringer Laktat (Hartmann’s Solution for Injection). Jika
tidak ada, maka dapat digantikan dengan NaCl 0,9%. Larutan dekstrosa 5%

15
tunggal tidak efektif dan tidak boleh digunakan. Bila pada pasien tidak bisa
diberikan cairan secara intravena, segera berikan per oral dengan pipa nasogastrik
sejumlah 20 ml/kgBB/jam selama 6 jam. Jumlah dan lama cairan yang diberikan
pada pasien dengan dehidrasi berat dapat dilihat pada berikut.1
Tabel 2.7 Rencana Terapi C untuk Penderita Diare dengan Dehidrasi Berat.
Umur Fase Awal Fase Lanjutan
< 1 tahun 30cc/kg BB dalam 1 jam 70cc/kgBB dalam 5 jam

≥1 tahun 30cc/kgBB dalam ½ jam 70cc/kgBB 2½ jam

Jika pasien bisa minum, boleh diberikan cairan rehidrasi oral (CRO)
sebanyak 5 ml/kgBB/ jam sambil diberikan cairan secara intravena selama 3-4
jam. Setelah 6 jam, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan sebanyak 20
ml/kgBB/jam selama 6 jam. Setelah itu dilakukan penilaian ulang derajat
dehidrasi.1
Cairan rehidrasi oral yang tersedia di pasaran tersedia dalam bentuk oralit
dan dikemas dalam bentuk serbuk. Terdapat dua jenis kemasan serbuk oralit, yaitu
serbuk yang membutuhkan pengenceran dengan larutan 200 cc dan yang lainnya
dengan 1 liter. Apabila cairan oralit tidak tersedia, dapat diberikan pengganti oralit
yang dikenal dengan nama cairan rumah tangga. Cairan rumah tangga dapat
berupa air tajin, sup, dan larutan gula dan garam. Namun, takaran yang diberikan
harus sesuai agar tidak menyebabkan keadaan hiperosmolar plasma yang
memperburuk dehidrasi.1
Pemerintah menyediakan dua macam kemasan oralit yaitu:9
a. bungkusan 1 liter (20% dari sediaan) digunakan untuk rumah-sakit atau
kejadian luar biasa (KLB) dan diberikan atau dilarutkan di sarana
kesehatan
b. bungkusan 200 ml (80% dari sediaan) tersedia di Posyandu yang dapat
diberikan atau dibawa pulang oleh masyarakat
Dosis oralit disesuaikan dengan umur dan keadaan diare atau dehidrasinya.
Dosis acuan yang harus diingat oleh petugas kesehatan dapat dilihat pada tabel
berikut

16
Tabel 2.8Dosis acuan oralit sesuai umur
9
No. Umur Dosis Acuan
1. Di bawah 1 tahun 3 jam pertama 1,5 gelas kemudian 0,5 gelas setiap mencret
2. Antara 1-5 tahun 3 jam pertama 3 gelas kemudian 1 gelas setiap mencret
3. Antara 5-12 tahun 3 jam pertama 6 gelas kemudian 1,5 gelas setiap mencret
4. Di atas 12 tahun 3 jam pertama 12 gelas kemudian 2 gelas setiap mencret
Sumber : Departemen Kesehatan RI. Buku Ajar Diare: Pendidikan Medik Pemberantasan Diare
(PMPD). Jakarta:Depkes RI Direktorat Jenderal PPM&PL, 2000. h.3-14

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan nutrisi


yang cukup pada penderita sehingga status gizi dapat dipertahankan baik,
menstimulasi perbaikan usus, serta mengurangi derajat dan lamanya penyakit.
Pada bayi dan anak, rekomendasi ini dikenal sebagai pemberian makanan
secepatnya (early refeeding) dan terutama menekankan pada meneruskan
pemberian ASI dan makanan sehari-hari. Pemberian ASI dilakukan sejak awal
terapi dan diberikan sesuai keinginan bayi.9
Pemberian obat yang rasional pada penderita diare meliputi pengobatan
simptomatik dan kausal. Pengobatan simptomatik yang biasa diberikan adalah anti
diare, anti emetik, dan anti piretik. Penggunaanya masing-masing harus
mempertimbangkan risk and benefit secara matang, karena penggunaan obat
simtomatik seringkali mempengaruhi lama dan perjalanan penyakit. Bahkan, saat
ini pengobatan simtomatik seringkali tidak digunakan karena manfaatnya
diragukan. Obat-obat ini tidak boleh diberikan pada anak dibawah 5 tahun.1,9
Obat simtomatik anti diare yang masih dianjurkan pada orang dewasa
adalah derifat opioid berupa loperamid, difenoksilat-atropin, dan tinktur atropine.
Loperamid dipilih karena tidak menyebabkan adiksi dan efek samping minimal.
Bismuth subsalisilat dapat dipilih, tetapi pada pasien AIDS penggunaannya dapat
menyebabkan ensefalopati bismuth. Pemberian obat anti diare pada pasien yang
panas harus berhati-hati, karena bila tidak diikuti pemberian anti mikroba maka
penyembuhan penyakit menjadi terlambat.Selain derifat opioid, obat yang
mengeraskan konsistensi tinja dapat dipilih. Attapulgite diberikan 4 kali sehari,
masing-masing dua tablet. Smectite diberikan tiga kali sehari, masing-masing satu
sachet setiap pasien diare sampai diare berhenti. Satu lagi golongan obat yang
dapat dipilih adalah anti sekretorik atau anti enkephalinase berupa hidrasec tiga
kali sehari, masing-masing satu tablet.4

17
Pengobatan kausal dapat diberikan dengan pertimbangan 50-70% pasien
diare di Indonesia diakibatkan oleh infeksi. Pemeriksaan leukosit tinja secara
praktis dapat digunakan untuk melihat kemungkinan infeksi enteral sebagai
penyebab diare. Jika pemeriksaan leukosit tinja menunjukkan jumlah leukosit >
10 / lapang pandang, dapat dianggap penyebab diare adalah infeksi enteral. Untuk
itu, terapi antibiotika dapat dilakukan. Mempertimbangkan hal ini, maka
antibiotik hanya dapat diberikan apabila : ditemukan darah pada tinja, secara
klinis terdapat tanda-tanda yang menyokong adanya infeksi enteral, pada pasien di
daerah endemik kolera, serta pada pasien neonatus dengan dugaan terjadi infeksi
nosokomial.6
Siprofloksasin sangat efektif untuk mengatasi infeksi Campilobacter,
Shigella, Salmonella, Yersinia, dan Aeromonas. Siprofloksasin 500 mg diberikan
dua kali sehari selama lima sampai tujuh hariSebagai alternatif dapat diberikan
kotrimoksazol (trimetoprim 160 mg dan sulfametoksazol 800 mg) dua kali sehari.
Dapat pula diberikan eritromisin 250-500mg empat kali sehari. Pemberian
metronidazol 250mg tiga kali sehari selama tujuh hari dilakukan bila ada
kecurigaan infeksi Giardia. Patogen spesifik yang harus diterapi dengan antibiotik
adalah Vibrio cholerae dan Clostridium difficile. Untuk mengobati Clostridium
difficile diberikan metronidazol per oral 250-500 mg empat kali sehari selama
tujuh sampai sepuluh hari. Sebagai alternatif dapat diberikan vankomisin, tetapi
lebih mahal.6

2.2.9 Pencegahan Diare


Tujuan pencegahan adalah tercapainya penurunan angka kesakitan. Hasil
penelitian terakhir menunjukkan bahwa cara pencegahan yang benar dan efektif
yang dapat dilakukan meliputi tujuh langkah yaitu (1) pemberian ASI eksklusif
sampai bayi berusia hingga 6 bulan, (2) memperbaiki makanan pendamping ASI,
(3) menggunakan air bersih yang cukup, (4) kebiasaan mencuci tangan, (5)
menggunakan jamban, (6) membuang tinja bayi dengan benar, dan (7)
memberikan imunisasi campak.9

2.3 Program Pemberantasan Penyakit Diare (P2D)


Program Pemberantasan Penyakit Diare adalah salah satu usaha pokok di
Puskesmas. Kebijaksanaan Program P2D ini adalah menurunkan angka kesakitan,

18
kematian, dan penanggulangan KLB karena diare yang akan terus dilaksanakan
dengan mengintensifkan peningkatan mutu pelayanan (quality assurance),
meningkatkan kerja sama lintas program dan sektoral terkait serta
mengikutsertakan partisipasi aktif masyarakat secara luas, antara lain dengan
organisasi profesi dan LSM di pusat maupun daerah.1
Target atau cakupan yang ditetapkan sebagai indikator keberhasilan dalam
pemberantasan penyakit diare di propinsi DKI Jakarta meliputi:
 100% Rumah Sakit, Puskesmas, dan swasta melaporkan kasus diare tepat
waktu (tanggal 10 setiap bulannya),
 Angka kematian 0%,
 Kejadian luar biasa (KLB) diare 0%,
 100% masyarakat terlayani air bersih,
 100% Puskesmas Kecamatan dan Puskesmas Kelurahan mampu melakukan
rehidrasi intravena,
 Angka kesakitan < 1% (50 / 1000 penduduk tahun 2005),
 100% kader terlatih tentang penanganan penderita diare,
 100% penderita diare tertangani,
 100% oralit tersedia di kader minimal 10 sacchet (@ 200 ml),
 100% tenaga medis dan paramedis melakukan tatalaksana diare (MTBS),
 100% ketepatan diagnosis,
 100% cakupan imunisasi campak,
 100% Puskesmas mempunyai protap tatalaksana diare,
 100% penderita diare diobati dan mendapat oralit,
 100% PDAM bebas kuman,
 100% Puskesmas Kecamatan dan Puskesmas Kelurahan mempunyai pojok
oralit,
 100% Puskesmas Kecamatan mempunyai klinik sanitasi, dan
 100% masyarakat menggunakan jamban pada daerah kumuh.
Program P2D dilakukan dengan berfokus pada pelanggan, yaitu
menjalankan segala kegiatan yang dapat memuaskan pelanggan dengan pelayanan
yang profesional, sarana dan prasaran yang memadai, dan informasi yang mudah
didapat. Hal ini meliputi:

19
 Semua penderita diare didiagnosis dan diberikan pengobatan sesuai dengan
tatalaksana atau dengan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS).
 Pengambilan anal swab dilakukan bila penderita dicurigai kolera dan bila
terjadi kejadian luar biasa.
 Pengobatan penderita dengan memberikan oralit tanpa obat anti diare atau
antibiotik, kecuali pada kasus disentri atau kolera.
 Pelayanan prima bagi penderita diare meliputi:
- Waktu tunggu 5 menit
- Waktu tunggu gawat darurat 1 menit
- Petugas harus ramah
- Petugas menguasai standar operasional prosedur pelayanan
 Lokasi pelayanan mudah dijangkau.
 Informasi tentang diare mudah dimengerti oleh masyarakat.
 Penderita diare mendapatkan pelayanan yang sama di semua unit pelayanan
kesehatan, baik Puskesmas maupun Rumah Sakit.
 Masyarakat menginginkan pelayanan cepat, tepat / akurat, murah, mudah
dijangkau, dilayani secara manusiawi dengan pengobatan sesuai standar dan
mendapat informasi yang jelas tentang cara-cara penanggulangan diare.
 Pelatihan bagi kader untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
dilengkapi buku pedoman penanggulangan diare.
 Pelatihan bagi petugas kesehatan untuk peningkatan ketrampilan.
 Petugas kesehatan menginginkan prosedur kerja sederhana, tersedianya sarana
pengobatan yang memadai, serta website diare.
Pengorganisasian program P2D di Puskesmas kelurahan meliputi (1)
penyediaan pelayanan pemeriksaan, pengobatan, dan rujukan ke Puskesmas
kecamatan dan rumah sakit serta (2) koordinasi dengan Puskesmas kecamatan bila
terjadi peningkatan kasus di wilayah kerjanya.1
Sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan program P2D di Puskesmas
kelurahan adalah dokter umum sebagai pemeriksa dan perawat sebagai wasor
program diare dan petugas perawatan kesehatan masyarakat. Dokter umum harus
memiliki kompetensi untuk melaksanakan penanggulangan diare sesuai dengan
standar. Perawat / wasor harus mampu menganalisis data dalam rangka sistem

20
kewaspadaan dini serta mampu memberikan penyuluhan (KIE – komunikasi,
informasi, dan edukasi) dan pemeriksaan di Posyandu. Selain itu, pada kegiatan
Posyandu diperlukan kader / toma yang membantu perawat atau bidan dalam
memberikan penyuluhan. Untuk memperlengkapi petugas dengan kompetensi dan
ketrampilan tersebut, dibutuhkan beberapa pelatihan tentang (1) program
pemberantasan diare (P2D) yang meliputi aspek manajemen, aspek klinik, aspek
epidemiologi, dan aspek laboratorium, (2) peningkatan peran serta masyarakat
bagi kader kesehatan di Posyandu, (3) tatalaksana diare bagi petugas Puskesmas,
dan (4) tatalaksana diare dengan pendekatan manajemen terpadu balita sakit
(MTBS) bagi petugas kesehatan di Puskesmas. Selain kompetensi tersebut,
petugas juga perlu memiliki sikap dan perilaku tertentu, yaitu dokter umum harus
memiliki sikap peduli, cepat, dan tanggap dalam menangani penderita diare,
perawat / wasor harus mempunyai sikap peduli, cepat, dan tanggap dalam
melaksanakan perawatan kesehatan masyarakat, dan kader harus mampu
memotivasi dan menggerakkan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan
sehat.1
Secara umum, pembiayaan program P2D bersumber dari APBN, APBD tingkat I
dan II, BLN, LSM, dan swadana masyarakat. Pembiayaan ini digunakan untuk
pengadaan sarana dan prasarana, dan menunjang kegiatan operasional. Ketentuan
yang berlaku adalah (1) 100% sumber anggaran pengadaan obat dan oralit bersifat
swadaya Puskesmas, (2) 100% pembiayaan operasional manajemen P2D di
Sudinkesmas berasal dari anggaran APBD tingkat II, dan (3) biaya operasional
pengobatan berasal swadana Puskesmas.1
Sarana dan prasarana yang diperlukan di Puskesmas kelurahan untuk mendukung
terlaksananya program P2D adalah (1) ruang periksa dengan ukuran 4 x 5 m 2,
cukup pencahayaan dan ventilasi, dan bertemperatur maksimum 23o Celcius, (2)
ruang tunggu pasien yang terbuka dan cukup pencahayaan, serta (3) pojok oralit
sebagai tempat konsultasi tentang diare. Pada Posyandu, sarana dan prasarana
yang diperlukan adalah (1) oralit untuk rehidrasi oral bagi penderita diare dan (2)
lembar penyuluhan.1

21
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross
sectional untuk mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat Kuala batee
tentang diare sesudah dan sebelum diberikan penyuluhan tentang diare pada
responden.

3.2 Waktu dan Tempat


Pelaksanaan kegiatan dilakukan di Puskesmas kuala batee. Kegiatan
dilaksanakan pada Januari – Februari 2018.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di wilayah
kerja Puskesmas Kuala Batee.

3.3.2 Sampel Penelitian

22
Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat kecamatan Kuala batee yang
datang berkunjung ke puskesmas Kuala Batee mulai Januari – Februari 2018
yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Bersedia menjadi responden penelitian untuk mengisi kuesioner yang
diajukan.
2. Bersedia mengikuti penelitian sampai dengan selesai.
Sedangkan kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kuala
Batee yang tidak bersedia menjadi responden penelitian.

3.4 Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan :
1. Data primer
Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan
kuesionerpada masyarakat Kuala batee yang berkunjung ke Puskesmas Kuala
Batee.
3.5Metode Pelaksanaan
Pelaksanaan mini project dilakukan dengan metode wawancara dengan
kuesioner, kemudian responden diberikan penyuluhan tentang diare dengan cara
diskusi, lalu mengisi kembali kuesioner untuk evaluasi tingkat pengetahuan
setelah responden diberikan penyuluhan terkait diare.

3.6 Langkah – Langkah Yang Dilakukan


Pelaksanaan program dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Pengisian kuesioner tentang diare oleh responden (Lampiran 1)
2. Tanya Jawab dan diskusi dengan responden tentang materi diare serta
menerangkan cara pembuatan larutan gula garam (LGG) (Lampiran 2)
3. Pengisian kuesioner kembali oleh responden untuk mengevaluasi tingkat
pengetahuan responden setelah penyuluhan dan diskusi tentang diare.
(Lampiran 1)
4. Setiap jawaban benar diberi nilai 2 dan jawaban yang salah diberi nilai 1.
5. Jumlah nilai paling tinggi adalah 24 dan nilai paling rendah adalah 12.

23
BAB IV
PENYAJIAN DATA

4.1 Profil Umum Puskesmas Kuala Batee


Puskesmas Kuala Batee adalah salah satu Puskesmas terletak di desa
Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya yang
terletak di kecamatan Kuala Bate. Kecamatan kuala batee terletak antara 01033'
LU dan 99 0 45' BT dengan luas wilayah 83,03 Km². Kecamatan ini berada pada
ketinggian 0-800 meter diatas permukaan laut. Batas-batas wilayah kecamatan
kuala batee adalah sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbats dengan Bukit Barisan
b. Sebelah selatan berbatas dengan Samudra Hindia
c. Sebelah barat berbatas dengan Kecamatan Babahrot
d. Sebelah timur berbatas dengan Wilayah Puskesmas Alue Pisang

Keadaan geografis kecamatan Kuala Batee mayoritas berupa dataran tinggi,


pengunungan dan sungai. Hampir semua wilayah dapat dicapai dengan
menggunakan transportasi.

24
4.2 Data Demografi
Puskesmas Perawatan Kuala batee mempunyai wilayah kerja
dari 10 desa dengan luas wilayah dan jumlah penduduk sebagai
berikut :

Luas
Laki-
No Nama Gampong wilayah Perempuan Jumlah
laki
( Ha)
1 Alue Padee 2,00 598 481 1.079
2 Blang Panyang 5,00 208 186 394
3 Kampung Tengah 4,00 564 554 1.118
4 Blang Makmur 3,50 667 678 1.345
5 Krung Panto 0,51 405 393 789
6 Panto Cut 3,30 465 502 967
7 Pasar Kota Bahagia 0,40 685 732 1.417
8 Kota Bahagia 3,10 425 448 873
9 Geulanggang 2,50 689 745 1.434
10 Gajah 3,60 54 547 1.088
Kuala Terebue

JUMLAH 27,91 5.247 5.266 10.513


Tabel luas wilayah dan jumlah penduduk dalam wilayah kerja puskesmas kuala
bate

25
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa dari 10 desa yang ada 2 desa yang
mempunyai wilayah yang luas dan banyak penduduknya yaitu Pasar kota bahagia
dan Kuala terubu, sedangkan desa yang lainnya banyak jumlah penduduknya
namun desa nya relative tidak luas. Sehingga memerlukan analisis-analisis
terhadap luas wilayah dan jumlah penduduk dalam rangka untuk pembangunan di
bidang kesehatan.

26
Peta wilayah kerja Puskesmas Kuala Batee

4.3 Sarana Kesehtan


Sarana yang ada di Wilayah kerja Puskesmas perawatan Kuala Batee yaitu:
1. Puskesmas Induk yaitu Puskesmas Perawatan Kuala Batee didesa
Krueng Panto.
2. Instalasi Gawat Darurat ( IGD ) Puskesmas Perawatan Kuala Batee
3. Puskesmas Pembantu ada 2 Pustu :
 Pustu Alue Padee di desa Alue Padee
 Pustu Kuala Terebue di desa Kuala Terebue
4. Poskesdes ada 6 Poskesdes dan 1 Posyandu plus yang merupakan
jejaring dari Puskesmas Induk yang berfungsi sebagai tempat
memberikan pelayanan kuratif dan ditempati oleh bidan desa. Adapun
Poskesdes dan posyandu plus tersebut adalah sbb :
 Poskesdes Blang Panyang di desa Blang Panyang yang
dipertanggungjawabkan kepada bidan desa Ida Mailita, Amd.Keb.
( memiliki kendaraan Roda 2 )
 Posyandu plus Kota Bahagia di desa Kota Bahagia yang
dipertanggungjawabkan kepada bidan desa Siti Khadijah,
Amd.Keb.
 Poskesdes Blang Makmur di desa Blang Makmur yang
dipertanggungjawabkan kepada bidan desa Taufiqah, Amd.Keb.
( memiliki kendaraan Roda 2 )

27
 Poskesdes Kampung Tengah di desa Kampung Tengah yang
dipertanggungjawabkan kepada bidan desa Murnita, Amd.Keb.
( memiliki kendaraan Roda 2 )
 Poskesdes Geulanggang Gajah di Geulanggang Gajah yang
dipertanggungjawabkan kepada bidan desa Asysyifa, Amd.Keb.
 Poskesdes Panto Cut di Panto Cut yang dipertanggungjawabkan
kepada bidan desa Neneng Safitri,A.md.Keb.
 Poskesdes Pasar Kota Bahagia di Pasar Kota Bahagia Yang
diprtanggungjawabkan kepada
Bidan desa Cut Rahwatul Ulfia,Amd.Keb.

Bidan desa di 5 desa lainnya yang tidak memiliki Poskesdes atau lainnya
adalah sebagaimana diuraikan dibawah dan di pertanggung jawabkan kepada
bidan desa Posyandu plus.

5. Posyandu :
sehubungan dengan luasnya desa dan tersebarnya dusun yang jauh dari
jangkauan pusat desa, maka pada desa-desa tertentu dengan
wilayahnya lebar dibentuk beberapa pos seperti dalam daftar dibawah
ini :
No Nama Gampong Jumlah Pos Jumlah kader Ket.
1 Alue Padee 2 pos 8 org
2 Blang Panyang 1 pos 4 org
3 Kampung Tengah 2 pos 8 org
4 Krung Panto 1 pos 4 org
5 Blang Makmur 3 pos 12 org
6 Panto Cut 2 pos 8 org
7 Pasar Kota Bahagia 2 pos 8 org
8 Kota Bahagia 2 pos 8 org
9 Geulanggang Gajah 2 pos 8 org
10 Kuala Terebue 2 pos 8 org
JUMLAH 19 Pos 76 org

28
4.4 Data Tenaga Kesehatan

No. Jenis Tenaga Kesehatan Jumlah Satuan

1 Dokter Spesialis - Orang


2 Dokter 2 Orang
3 Dokter Gigi - Orang
4 Perawat 10 Orang
5 Bidan 19 Orang
6 Tenaga Kesmas 2 Orang
7 Tenaga Kesling 2 Orang
8 Tenaga Gizi 1 Orang
9 Tenaga Laboratorium Medik 1 Orang
10 Tenaga Kefarmasian - Orang
11 Tenaga Administrasi 3 Orang

4.5 Data Kesehatan Masyarakat


Kunjungan masyarakat ke Puskesmas Kuala Batee dapat diurutkan
berdasarkan jumlah penyakit terbesar yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.
JANUARI 2018
No. Penyakit Rawat Jalan Penyakit Rawat Inap

1. ISPA 302 Dyspnue 25


2. Dyspepsia 189 Fraktur 21
3. Remathoid artritis 129 Hipotensi 9
4. Comon cold 113 Ginggivitis 6
5. Hipertensi 83 GEA 4

29
6 Febris 81 DHF 2
7. Chepalgia 67 Hipertensi 2
8. Alergi 52 TIA 2
9. Dermatitis 43 Abdomen pain 1
10. Diabetes Melitus 36 Ulkus debitus 1

FEBRUARI 2018
No. Penyakit Rawat Jalan Penyakit Rawat Inap

1. ISPA 300 Dyspepsia 33


2. Dyspepsia 153 Febris 13
3. Remathoid artritis 116 Hipertensi 12
4. Comon cold 99 GEA 6
5. Hipertensi 90 HEG 5
6 Febris 61 App akut 2
7. Chepalgia 78 TBC 2
8. Alergi 84 Thypoid fever 2
9. Vulnus laceratum 51 Asma brochial 1
10. Diabetes Melitus 36 Disentri 1

Sedangkan kunjungan penderita diare di Puskesmas Kuala batee Januari


hingga Februari 2018 berjumlah 55 orang.Berikut rincian jumlah kunjungan Diare
sebagai berikut :
Jumlah Kunjungan Penderita Diare Januari – Februari 2018
No. Bulan Jumlah Kunjungan
1. Januari 34
2. Februari 21
Total 55

30
BAB V
DISKUSI

Mini Project ini telah dilaksanakan sekitar kurang lebih sebulan (periode
Januari – Februari 2018). Data Mini Project ini berupa data primer yaitu data yang
dihasikan melalui kuesioner sebagai alat pengumpulan data dan data sekunder
yang diperoleh berdasarkan laporan angka kunjungan pasien di Puskesmas Kuala
batee.
Data pengetahuan masyarakat Kuala batee terhadap diare diperoleh dari
hasil pengisian kuesioner yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan
sesudah responden diberikan penyuluhan.
Penelitian ini melibatkan 20 orang responden yang dinilai tingkat
pengetahuannya terhadap diare.Skor terendah dalam penelitian ini adalah 12 dan
skor tertinggi adalah 24. Adapun tingkat pengetahuan responden sebelum
diberikan penyuluhan antara lain skor pengetahuan 24 sebanyak 2 orang
responden (10%), skor 23 sebanyak 2 orang responden (10%), skor 22 sebanyak 3
orang responden (15%), skor 21 sebanyak 5 orang responden (25%), skor 20
sebanyak 2 orang responden (10%) skor 19 sebanyak 3 orang responden (15%)
skor 18 sebanyak 2 orang responden (10%), dan skor 17 sebanyak 1 orang
responden (5%)
Frekuensi Pengetahuan Responden Terhadap Diare Sebelum Diberikan
Penyuluhan
Pengetahuan Frekuensi (Orang) Persentase (%)
17 1 5
18 2 10
19 3 15
20 2 10
21 5 25
22 3 15
23 2 10
24 2 10

31
Total 20 100

Namun setelah diberikan penyuluhan diare terhadap responden, tingkat


pengetahuan responden meningkat secara signifikan meningkat. Tingkat
pengetahuan responden setelah responden diberikan penyuluhan antara lain skor
pengetahuan 24 sebanyak 3 orang responden (15%), skor 23 sebanyak 3 orang
responden (15%), skor 22 sebanyak 2 orang responden (10%), skor 21 sebanyak 4
orang responden (20%), skor 20 sebanyak 4 orang responden (20%) skor 19
sebanyak 3 orang responden (15%) skor 18 sebanyak 2 orang responden (5%),
dan skor 17 sebanyak 0 orang responden (0%).

Tabel 5.2 Frekuensi Pengetahuan Responden Terhadap Diare Setelah Diberikan


Penyuluhan
Pengetahuan Frekuensi (Orang) Persentase (%)
17 0 0
18 1 5
19 3 15
20 4 20
21 4 20
22 2 10
23 3 15
24 3 15
Total 20 100
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang
menjadi responden dalam penelitian ini mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang diare,baik itu pencegahan diare serta cara memberikan pertolongan
pertama yang tepat dan benar. Lebih lanjut responden juga diberikan intervensi
berupa diskusi tentang diare, dan secara signifikan pengetahuan responden yang
bersangkutan semakin lebih baik. Namun, masih diperlukan penyuluhan dan
sosialisasi lebih lanjut tentang diare serta cara memberikan pertolongan pertama
ketika mengalami diare.
Penyuluhan ini sebaiknya dilaksanakan bersamaan dengan penyuluhan
tentang perilaku hidup bersih dan sehat sebagai salah satu upaya pencegahan
diare.Dari hasil presentasi dan diskusi didapatkan beberapa pendapat dan masukan
yang membangun untuk kelancaran program mini project ini, diantaranya :

32
1. Program ini harus dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga
mencakup semua desa (10 desa) yang ada dalam ruang lingkup
Puskesmas Kuala Batee.
2. Program ini harus bekerja sama dengan para bidan dan perawat yang
bertugas di desa sehingga sasaran seluruh masyarakat mendapatkan
pengetahuan tentang diare dan penanganan awal diare.
3. Untuk evaluasi lebih lanjut, pemantauan terhadap jumlah kunjungan
pasien diare ke puskesmas maupun bidan desa tetap dilakukan secara
berkesinambungan.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari pelaksanaan mini project dapat disimpulkan bahwa :


1. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang diare di Kuala Batee cukup
2. Pemberian penyuluhan dan diskusi tentang diare ini berpengaruh baik
terhadap peningkatan pengetahuan masyarakat dan diharapkan dapat

33
semakin menekan angka kejadian diare di wilayah kerja Puskemas Kuala
Batee
b. Saran

Berdasarkan hasil dari pelaksanaan mini project ini, pelaksana menyarankan :


1. Pemberian penyuluhan pencegahan dan penanganan awal diare kepada
masyarakat dilaksanakan rutin di setiap desa.
2. Pemberian pemahaman terhadap diare juga sebaiknya rutin dilaksakan di
setiap kunjungan pasien diare di poli maupun di UGD.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku ajar diare. Pendidikan


Medik Pemberantasan Diare. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 2000.
2. World Health Organization. Pocket book of hospital care for children,
guidelines for the management of common illnesses with limited resources.
Geneva: World Health Organization; 2007.
3. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi kesehatan dan ilmu prilaku. Jakarta : PT.
Rineka Cipta; 2007
4. Diare akut. Dalam :Sudoyo AW, dkk (ed).Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI; 2006.

34
5. Ghishan FK. Chronic diarrhea. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, editors. Nelson textbook of pediatrics 17 th ed. Philadelphia: Saunders;
2004. p.1276-1281.
6. Frye RE, Tamer MA. Diarrhea. Diunduh dari : http://www.emedicine.com
pada 13 Juni 2012
7. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Angka kejadian diare masih tinggi. Diunduh dari :http://www.depkes.go.id.
Diakses pada tanggal 2 Februari 2018.
8. World Health Organization dan United Nations Children Foundation. Clinical
management on acute diarrhoea. Geneva : World Health Organization and
United Nations joint statement; 2007.
9. Utamaningsih, Wahyu Rahayu. Menjadi dokter bagi anak anda. Yokyakarta :
Cakrawala Ilmu; 2010

LAMPIRAN 1

No. Responden:

(Tidak untuk diisi)

Petunjuk Pengisian Kuesioner

 Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan teliti


 Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang anda anggap sesuai.

Identitas Diri:

1. Nama :
2. Jenis Kelamin :

35
( ) Laki – laki
( ) Perempuan

3. Status Perkawinan:

( ) Belum menikah
( ) Menikah
( ) Pernah menikah (duda/janda)

4. Pendidikan Terakhir anda yang telah ditamatkan:

( ) SD ( ) D1 ( ) S1
( ) SMP ( ) D2
( ) SMA ( ) D3

1. Pengetahuan anda, diare adalah:


a. Penyakit yang ditandai dengan buang air besar bentuk tinja encer atau
cair yang tidak bercampur darah atau lendir umumnya terjadi 3 kali
atau lebih dari 24 jam
b. Penyakit yang ditandai dengan buang air besar bentuk tinja encer atau
cair yang dapat bercampur darah atau lendir umumnya terjadi 3 kali
atau lebih dari 24 jam
2. Manakah pernyataan dibawah ini yang paling benar:
a. Diare adalah salah satu penyakit menular
b. Diare adalah penyakit yang tidak menular
3. Penyakit diare hanya dapat diderita pada anak bayi dan balita
a. Benar
b. Salah
4. Gejala diare yang benar di bawah ini adalah
a. Sakit perut, mules, buang air besar yang cair lebih dari 3 kali
b. Gatal – gatal, sesak nafas, dan pegal – pegal
5. Muntah, badan terasa panas dan penurunan kesadaran , tanda – tanda
penyakit yang tidak terjadi pada penderita diare:
a. Benar
b. Salah
6. Salah satu penyebab diare adalah yang benar di bawah ini adalah:
a. Diare disebabkan oleh makan makanan yang kotor, yang telah
terkontaminasi oleh kuman penyebab diare.
b. Diare disebabkan oleh kondisi tubuh yang lemah, panas badan dan
kurang olah raga.
7. Lingkungan yang kotor dan tidak bersih dapat menyebabkan diare:
a. Benar
b. Salah

36
8. Lalat adalah salah satu hewan pembawa bakteri penyebab diare:
a. Benar
b. Salah

9. Penyediaan air bersih untuk keperluan sehari – hari adalah salah satu
pencegah diare:
a. Benar
b. Salah
10. Jarak sumber air (sumur) dengan WC yang benar untuk mencegah diare
adalah
a. Kurang dari 10 meter
b. Lebih dari 10 meter
11. Tindakan utama yang seharusnya dilakukan sebelum membawa penderita
diare ke puskesmas adalah:
a. Memberikan oralit atau air tajin
b. Memberikan obat penurun panas dan vitamin untuk meningkatkan
stamina tubuh
12. Di bawah ini, adalah akibat yang dapat terjadi pada penderita diare:
a. Kekurangan cairan tubuh dan garam – garaman yang diperlukan tubuh.
Makin lama seseorang menderita diare, semakin banyak dan cepat pula
tubuhnya kehilangan cara akibat kekurangan yang terus menerus akan
menimbulkan kematian.
b. Kelumpuhan dan kekurangan darah dan bila tidak segera diobati dapat
menyebabkan kematian.

37
LAMPIRAN 2
Cara Pembuatan Larutan Gula Gara, (LGG)

Pembuatan Larutan Gula Garam (LGG)


Persiapan alat dan bahan
1. Gelas ukuran 200 cc
2. Garam ( ¼ sendok makan)
3. Gula pasir ( 1 sendok makan)
4. Air matang yang hangat dan tidak mendidih sebanyak 200cc
5. Sendok makan

Cara pembuatan LGG:


 Cucilah tangan sampai bersih agar tidak ada kuman penyakit yang
menyebar
 Tuangkan air matang kedalam gelas sebanyak 200 cc
 Masukkan gula pasir dan garam dapur sesuai takaran
 Aduk sampai rata sehingga larut dalam air

38

You might also like