You are on page 1of 29

THALASEMIA

Oleh :
FARID SUCAHYONO
14201.09.17077

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATI ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Huwalladziarsala rasulahubilhuda wa dinnilkhaq liyudzirohu ‘aladdinnikulihi
wa kaffa billahisyahida. Asyhadualla illa hailallah wa asyhadu anna muhammadan
‘abduhu warosuluh.
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya berupa kesehatan, keimanan dan islam. Solawat dan salam
semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang senantiasa kita
tunggu syafa’atnya di yaumul akhir nanti, juga kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Berkat ridho dari-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
dan penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pihak-pihak tersebut antara lain:
1. Bapak KH. Muttawakil Allalh selaku Ketua Yayasan Hafshawaty Genggong.
2. Ibu Iin Aini Isnawati, S.Kep. Ns., M.Kes. selaku Ketua STIKES Hafshawaty
Genggong
3. Ibu Ana Fitria Nusantara, S.Kep. Ns., M.Kep. selaku Ketua Prodi S1
Keperawatan STIKES Hafshawaty Genggong
4. Ibu Shinta W., S.Kep. Ns., M.Kep., Sp.Kep.Mat. selaku koordinator RMK
5. Segenap keluarga besar dosen keperawatan dan karyawan Si Keperawatan
STIKES Hafshawaty Genggong.
6. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Tiada gading yang tak retak. Sebuah peribahasa yang cukup mewakili segenap
kekurangan kami dalam penulisan dan penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu kami
mohon maaf atas segala kesalahan tersebut, baik yang kami sengaja maupun tidak, yang
kami ketahui maupun tidak, dan yang penulis sadari maupun tidak.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dimanfaatkan
sebagaimana mestinya oleh penulis dan pembaca yang semoga dirahmati Allah SWT.
Amien.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Genggong, 2018

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
BAB I PENDAHULUAN
1 A. Latar Belakang
1 B. Rumusan Masalah
2 C. Tujuan Penelitian
3 D. Manfaat Penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 A. Pengertian Talasemia
5 B. Manifestasi Klinis
7 C. Terapi Untuk Talasemia
8 1. Transfusi Darah
9 2. Iron Chelator
9 3. Splenektomi
10 4. Transplantasi Sumsum Tulang
10 D. Dampak Psikososial Talasemia
10 E. Pengetahuan (Knowledge) 11

BAB III KERANGKA KONSEP


22 A. Kerangka Konsep Penelitian 22 B. Definisi Operasional 23

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 25 A. Jenis Penelitian 25 B. Populasi


Sampel 25 C. Tempat Dan Waktu Penelitian 26 D. Instrumen Penelitian 26 E.
Teknik Pengumpulan Data 27 F. Pengolahan Data 27 G. Analisa Data 28

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 29 A. Gambaran Umum


Lokasi Penelitian 29 B. Hasil Penelitian 30
C. Pembahasan 33
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 37 A. Kesimpulan 37 B. Saran 37
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang
dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali
dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh
seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925.
Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah
berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan
anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley
sesuai dengan nama penemunya
Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah
agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan,
anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali
dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth),
bibir agak tertarik, maloklusi gigi.
Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga
di Asia Tenggara yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum
pertama sekali ditemui pada tahun 1925 (Lihat Gambar 2). Di Indonesia banyak
dijumpai kasus thalassemia, hal ini disebabkan oleh karena migrasi penduduk dan
percampuran penduduk. Menurut hipotesis, migrasi penduduk tersebut diperkirakan
berasal dari Cina Selatan yang dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok migrasi
pertama diduga memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut
Protomelayu (Melayu awal) dan migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu disebut
Deutromelayu (Melayu akhir) dengan fenotip Monggoloid yang kuat. Keseluruhan
populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan Indonesia tersebar di Kalimantan,
Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dapat diuraikan sebagai
berikut :
- Apa pengertian dari thalasemia?
- Apa penyebab dan bagaimana proses terjadinya tanda dan gejala klinis pada
penderita thalasemia?
- Apakah penyebab utama pada manifestasi klinis penderita thalasemia tersebut
disebabkan oleh adanya kelainan dalam produksi hemoglobin?
- Bagaimana pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pada penderita
thalasemia?
- Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan pada penderita thalasemia?

Tujuan (Umum dan Khusus)


 Dapat mengetahui patofisiologi tanda dan gejala klinis thalasemia.
 Dapat menetapkan penyebab utama manifestasi klinis thalasemia yang
disebabkan oleh adanya kelainan produksi hemoglobin.
 Mampu melakukan penetapan diagnosis atau diagnosis banding pada penderita
thalasemia.
 Mampu memberikan terapi atau penatalaksanaan dan pencegahan pada penderita
thalasemia.

Manfaat
Pembaca dapat mengerti definisi, etiologi, pathofisilogi dan penatalaksanaan
pada pasien thalasemia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian
Thalassemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang diturunkan
secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai
polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan
terjadinya anemia hemolitik (Broyles, 1997). Dengan kata lain, thalassemia
merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah di dalam
pembuluh darah sehingga umur eritosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari).
Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari
gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari 2
rantai beta. Pada beta thalassemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat.
Kurangnya rantai beta berakibat pada meningkatnya rantai alpha. Rantai alpha ini
mengalami denaturasi dan presitipasi dalm sel sehingga menimbulkan kerusakan
pada membran sel, yaitu membrane sel menjadi lebih permeable. Sebagai
akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelebihan
rantai alpha akan mengurangi stabilitas ggugusan hem yang akan mengoksidasi
hemoglobin dan membrane sel, sehingga menimbulkan hemolisa.
Dibawah ini beberapa pengertian Thalasemia:
1. Thalasemia merupakan suatu sindrom yang ditemukan pada ras mediterania,
India, dan Cina. Suatu kelompok penyakit anemia kronis yang heterogen,
dimana sebagaian besar adalah anemia hemolitik, tetapi defeknya yang
terutama adalah karena menurunnya produksi rantai polipeptida Hb.
2. Thalasemia syndrome adalah sekelompok penyakit atau keadaan dimana
produksi satu atau lebih jenis rantai polipeptida terganggu (Kosasih, 2001).
3. Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif menurut hukum Mendel pada tahun 1925, diagnosa penyakit ini
pertama kali ini diumumkan oleh Thomas Cooleg yang didapat dari keluarga
keturunan Italia yang bermukim di USA. Kata “thalasemia” berasal dari
bahasa Yunani yang berarti “laut”.
4. Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari
kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif. Menurut Hukum
Mande.
5. Thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana
produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu.
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh
defesiensi pada haemoglobin. (Suryadi, 2001)b atau aproduksi rantai.
6. Thalasemia merupakan penyakit anemia hemofilia dimana terjadi kerusakan
sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit pendek
(kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997)

Jadi Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi


kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari
100 hari), yang disebabkan dan oleh defesiensi produksi satu atau lebih dari satu
jenis rantai , yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya
secara resesif.

Etiologi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi
kerusakan pada sel darah merah di dalam pembuluh darah sehinga umur eritrosit
pendek (kurang dari 120 hari). Kerusakan tersebut disebabkan oleh HB yang tidak
normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan rantai globin atau struktur
HB. (Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak). Defek genetik yang mendasari
Thalasemia meliputi delesi total atau parsial gen rantai globin dan substitusi, delesi
atau insersi nukleotida akibat dari perubahan ini adalah penurunan atau tidak
adanya m-RNA bagi satu atau lebih ranti globin atau pembentuka m-RNA yang
cacat secara fungsional akibatnya adalah penurunan atau supresi total sintesis rantai
polipeptida HB (Ilmu Kesehatan Anak).
Ketidakseimbangan dalam rantai globin alfa dan beta, yang diperlukan
dalam pembentukan HB disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan secara
resesif dari kedua orang tua. Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana
umur eritrosit menjadi lebih pendek. Umur eritrosit ada yang 6 minggu atau 8
minggu. Bahkan dalam kasus berat umureritrosit ada yang hanya mampu bertahan
selama 3 minggu saja. Jadi thalasemia letak rantai polipeptida berbeda urutannya
atau ditukar dengan jenis asam amino lain.

Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang menghasilkan


keturunan Thalasemia (homozigot).
a. Sel darah merah
Sel darah merah (eritrosit) membawa hemoglobin ke dalam
sirkulasi. Sel ini berbentuk lempengan bikonkaf dan dibentuk di sum-sum
tulang. Leukosit berada di dalam sirkulasi selama kurang lebih 120 hari.
Hitung rata-rata normal sel darah merah adalah 5,4 juta /ml pada pria dan 4,8
juta/ml pada wanita. Setiap sel darah merah manusia memiliki diameter mm
dan tebal 2 sekitar 7,5. Pembentukan sel darah merah (eritro poresis)
mengalami kendali umpan balik.
Pembentukan ini dihambat oleh meningkatnya kadar sel darah
merah dalam sirkulasi yang berada di atas nilai normal dan dirangsang oleh
keadaan anemia. Pembentukan sel darah merah juga dirangsang oleh
hipoksia.

b. Haemoglobin
Haemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam
sel darah merah, suatu protein yang mempunyai berat molekul 64.450.
Sintesis haemoglobin dimulai dalam pro eritroblasdan kemudian dilanjutkan
sedikit dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan
sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit tetap
membentuk sedikit mungkin haemoglobin selama beberapa hari berikutnya.
Tahap dasar kimiawi pembentukan haemoglobin. Pertama, suksinil
KoA, yang dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk
membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk
membentuk protopor firin IX yang kemudian bergabung dengan besi untuk
membentuk molekul heme. Akhirnya, setiap molekul heme bergabung
dengan rantai polipeptida panjang yang disebut globin, yang disintetis oleh
ribosom, membentuk suatu sub unit hemoglobulin yang disebut rantai
hemoglobin.Terdapat beberapa variasi kecil pada rantai sub unit hemoglobin
yang berbeda, bergantung pada susunan asam amino di bagian polipeptida.
Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma,
dan rantai delta. Bentuk hemoglobin yang paling umum pada orang dewasam,
yaitu hemoglobin A, merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai
beta. o 2 Suksinil-KoA + 2 glisin protoporfirin Ixo 4 pirol Hemeprotoporfirin
IX + Fe++ ) atau Rantai hemoglobin (Heme + Polipeptida hemoglobin A + 2
rantai 2 rantai)

c. Katabolisme hemoglobin
Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah
pecah, akan segera difagosit oleh sel-sel makrofag di hampir seluruh tubuh,
terutama di hati (sel-sel kupffer), limpa dan sumsum tulang. Selama beberapa
jam atau beberapa hari sesudahnya, makrofag akan melepaskan besi yang
didapat dari hemoglobin, yang masuk kembali ke dalam darah dan diangkut
oleh transferin menuju sumsum tulang untuk membentu sel darah merah baru,
atau menuju hati dari jaringan lain untuk disimpan dalam bentuk faritin.
Bagian porfirin dari molekul hemoglobin diubah oleh sel-sel makrofag
menjadi bilirubin yang disekresikan hati ke dalam empedu. (Guyton & Hall,
1997).

Patofisiologi
Pernikahan penderita thalasemia carier menyebabkan penurunan penyakit
thalasemia secara resesif, berupa gangguan sintesis rantai globin α dan β
(kromosom 11 dan 16) yang dapat mengakibatkan :
 Pembentukan rantai α dan β di eritrosit tidak seimbang.
 Rantai β kurang dibanding rantai α.
 Rantai β tidak terbentuk sama sekali
 Rantai β yang terbentuk tidak cukup.
Keempat akibat tersebut dapat menyebabkan terjadinya thalasemia β.
Gangguan pada sintesis rantai globin α dan β juga dapat mengakibatkan
rantai α yang terbentuk sedikit dibanding rantai β sehingga terjadilah thalasemia α.
Thalasemia α dan β dapat mengakibatkan :
 Pembentukan rantai α dan β
 Pembentukan rantai α dan β kurang
 Penimbunan dan pengendapan rantai α dan β yang berlebihan

Ketiga akibat tersebut dapat menyebabkan tidak terbentuknya HBA


(2α dan 2β) sehingga terjadi akumulasi endapan rantai globin yang berlebihan
(inclussion bodies) yang dapat mengakibatkan rantai globin menempel pada
dinding eritrosit sehingga dindung eritrosit mudah rusak. Dinding eritrosit yang
rusak tersebut mengakibatkan terjadinya hemolisis, sehingga eritrosit tidak efektif
dan penghancuran prekursom eritrosit di intra medular (sumsum tulang). Selain itu
juga terjadi kurangnya sintesis HB sehingga eritrosit hipokrom dan mikro siher,
maka terjadilah hemolisis eritrosit yang imatur dan terjadilah falasemia.
Thalasemia dapat menyebabkan penurunan suplai darah ke jaringan
sehingga suplai O2dan nutrisi ke jaringan menurun, mengakibatkan menurunnya
metabolisme dalam sel. Dan terjadilah perubahan pembentukan ATP, sehingga
energi yang dihasilkan menurun dan terjadilah kelemahan fisik, sehingga pasien
mengalami defisit perawatan diri dan intoleransi aktivitas.
Selain menyebabkan penurunan suplai O2 dan nutrisi, penurunan suplai
darah ke jaringan juga membuat tubuh merespin dengan pembentukan eritroporetin
yang dapat merangsang eritroporesis, sehingga eritrosit imatur dan mudah lisis,
maka terjadilah penurunan HB, maka memerlukan transfusi.
Transfusi jangka panjang dapat mengakibatkan penumpukan Fe di organ
(hemokromotosis), penumpukan Fe terjadi di limpa dan hati. Di limpa penumpukan
Fe ini dapat mengakibatkan spleno megali maka harus dilakukan splenoktomi
sehingga beresiko terjadi infeksi. Di hati penumpukan Fe mengakibatkan
hepatomegali / sirohepatis yang menyebabkan anoreksia sehingga pasien
mengalami gangguan pemenuan nutrisi kurang dari kebutuhan. Selain akibat
tersebut penumpukan Fe juga dapat mengakibatkan perubahan sirkulasi sehingga
kulit rusak dan mengalami resiko kerusakan intregritas kulit.
Thalasemia juga dapat mengakibatkan menurunnya pengikatan O2 oleh
eritrosit sehingga aliran darah ke organ vital dan seluruh jaringan menurun,
sehingga O2 dan nutrisi tidak ditransport secara adekuat yang mengakibatkan
perfusi jaringan terganggu maka terjadilah perubahan perfusi jaringan.

Manifestasi Klinis
Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya
bervariasi. Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.
1. Thalasemia minor (talasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala
berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan
sering tidak terdeteksi.
2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6
bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.
a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat
dijelaskan, cara makan yang buruk, peningkatan BB dan pembesaran
limpa.
b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung,
pankreas, kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau
warna kulit mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung
datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual.

3. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan


kerusakan sel resultan yang mengakibatkan :
a. Splenomegall
b. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala,
tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur
spontan.
c. Komplikasi jantung, seperti aritmaia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat
otot jantung.
d. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
e. Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
f. Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat
besi.
g. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.

4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar.


Hal ini karena oksigen yagn dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan
beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-
debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat
lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar
karena penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga
bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan Hb,
sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi
pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung
akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan salah satu tanda
khas penderita thalasemia.

Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan


sesuai beratnya gejala klinis :
1. mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara
tingkatan tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada
umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah
merah berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban
besi. Limpa yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan
menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan
dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa
deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang
mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan
muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang
prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembanga fisik
tidak sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien
tidak sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa
dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
5. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada
Thalasemia mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl) Gejala
deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra
medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa
6. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
 Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
 Thalasemia intermedia
 Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik,
anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan
banyak sel normoblas).
7. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap
besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol Elektroforesis
hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang
ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45%
pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
8. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat
meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
9. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi
memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya
atau tidak adanya sintetis rantai beta.

Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung.
Transfusi darah yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi
dalam darah tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar,
limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat
tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang
ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak.
Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif
kolelikiasis sering dijumpai, komplikasi lain :
• Infark tulang
• Nekrosis
• Aseptic kapur femoralis
• Asteomilitis (terutama salmonella)
• Hematuria sering berulang-ulang

Pemeriksaan Diagnostik Dan Laboraturium


1. HPl akan menyatakan mikrositosis, hipokromia, amsositosis, polikhositosis,
sel target, dan bercak basofil, nilai HB dan hematokrit menurun.
2. Hitung retikulosif akan menurun
3. Elektroforesis Hb akan menyatakan peningkatan nilai HB F dan HBA.
4. CVS atau analisa darah atau sel janin akan menyaring thalasemia saat
pranatal
a. Thalasemia Mayor
Darah tepi didapatkan gambaran hipokrom mikrosifik, anisositosis,
polikilo sitosis dan adanya sel target, jumlah retikulosit meningkat serta
adanya sel seri eritrosit, muda (normoblast) HB rendah, resistensi
osmotik patologis, nilai MC, MCV, MCFI, dan MCHC menurun,
jumlah leukosit normal/menignkat, kadar Fe dalam serum meningkat,
bilirubin, SGOT dan SGPT meningkat karena kerusakan parenkim hati
oleh hemolisis.
b. Thalasemia Minor
Kadar HB bifarrasi. Gambaran darah tepi dapat menyerupai thalasemia
mayor / hanya sekedar nilai MC dan MCH biasanya menurun,
sedangkan MCHC biasanya normal, resistensi osmotik meningkat.
c. Pemeriksaan lebih maju adalah analisa DNA,
DNA drobing, geneblotting, dan pemeriksaan PCR (Poly merase Chain
Reaction).
d. Gambaran radiologis,
Tulang akan memperlihatkan medulanya. Tipsi dan trabekula kasar.
Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak usia bermain
kadang-kadang terlihat bruch apperance (menyerupai rambut berdiri
potongan pendek). Fraktur kompresi vertebra dapat terjadi. Tulang iga
melebar, terutama pada bagian artikulasi dengan prosesis transversus.
Pemeriksaan Diagnostik yang lain:
 Darah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah
trombosit dalam batas normal
 Hapusan darah tepi : hipokrom mikrositer,anisofolkilositosis,
polikromasia sel target, normoblas.pregmentosit
 Fungsi sum sum tulang : hyperplasia normoblastik
 Kadar besi serum meningkat
 Bilirubin indirect meningkat
 Kadar Hb Fe meningkat pada thalassemia mayor
 Kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia minor.
 Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang
labor, korteks tipis dan trabekula kasar.
 Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-on-end” yang
disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam tulang korteks.
 Transfusi darah berupa sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb
11 g/dl. Jumlah SDM yang diberikan sebaiknya 10 – 20 ml/kg
BB.
 Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari), jika diit buruk
 Pemberian cheleting agents (desferal) secara teratur membentuk
mengurangi hemosiderosis. Obat diberikan secara intravena atau
subkutan, dengan bantuan pompa kecil, 2 g dengan setiap unit
darah transfusi.
 Vitamin C, 200 mg setiap, meningkatan ekskresi besi dihasilkan
oleh Desferioksamin.
 Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan
darah. Ini ditunda sampai pasien berumur di atas 6 tahun karena
resiko infeksi.
 Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk
merangsang hipofise jika pubertas terlambat.
 Pada sedikit kasus transplantsi sumsum tulang telah
dilaksanakan pada umur 1 atau 2 tahun dari saudara kandung
dengan HlA cocok (HlA – Matched Sibling). Pada saat ini
keberhasilan hanya mencapai 30% kasus. (Soeparman, dkk 1996
dan Hoffbrand, 1996)

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Perawatan
1. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
2. Perawatan khusus :
 Transpusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%)
atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
 Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila
limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat
perdarahan cukup besar.
 Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
 Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu
membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus
dianjurkan minum teh.
 Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur
diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena
biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.

Penatalaksanaan Pengobatan
1. Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu membutuhkan
transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan terjadi kompensasi tubuh
untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja lebih keras sehingga
terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limpa, pembesaran hati, penipisian
tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat mengakibakan gagal jantung, perut
membuncit, dan bentuk tulang wajah berubah dan sering disertai patah tulang
disertai trauma ringan.
2. Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada organ-
organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman , sementara
penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada jantung, kelenjar
endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung, pubertas terlambat, tidak
menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak dapat mempunyai keturunan.
3. Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis B,
hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak
thalassemia menjadi rendah diri.
4. Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang pembawa
sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25% anak normal/
sehat, 50% anak pembawa sifat/thalassemia minor, dan 25% anak sakit
thalassemia mayor.
Penatalaksanaan Pencegahan.
1. Pencegahan primar
penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah
perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan
yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan
keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25
normal.
2 Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan
dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran
kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier,
sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu
kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin
sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk,
1996).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial)
seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak
dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak
diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor
biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
3. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi
lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak
masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah
kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual,
seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan
tidak sesuai usia.
6. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua
juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia
mayor.
8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu
kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal
hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada : Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut : Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali).
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah
normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak
tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun
kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena
adanya anemia kronik.
i. Kulit : Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat
transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena
adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan hemoglobin abnormal, penurunan kadar
oksigen , dehidrasi.
2. Nyeri berhubungan dengan anoxia membran (vaso occlusive krisis)
3. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak
pada fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.
Intervensi Keperawatan
1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan ketidaknormalan hemoglobin, penurunan
oksigen, dehidrasi.
Tujuan:
a. Jaga agar pasien mendapat oksigen yang cukup
 Intervensi keperawatan:
Ukur tekanan untuk meminimalkan komplikasi berkaitan dengan eksersi
fisik dan stres emosional
Rasional: - menghindari penambahan oksigen yang dibutuhkan
- Jangan sampai terjadi infeksi
- Jauhkan dari lingkungan yang beroksigen rendah.
 Hasil yang diharapkan:
Hindarkan anak dari situasi yang dapat menyebabkan kekurangan
oksigen dalam otak.
b. Jaga agar anak tidak mengalami dehidasi
 Intervensi keperawatan.
1) Observasi cairan infus sesuai anjuran (150ml/kg) dan kebutuhan
minimum cairan anak; infus.
Rasional: agar kebutuhan cairan ank dapat terpenuhi.
2) Meningkatkan jumlah cairan infus diatas kebutuhan minimum ketika
ada latihan fisik atau stress dan selam krisis.
Rasional: agar tercukupi kebutuhan cairan melalui infus.
3) Beri inforamasi tertulis pada orang tua berkaitan dengan kebutuhan
cairan yang spesifik.
Rasional: untuk mendorong complience.
4) Dorong anak untuk banyak minum
Rasional: untuk mendorong complience.
5) Beri informasi pada keluarga tentang tanda – tanda dehidrasi
Rasional: untuk menghindari penundaan terapi pemberian cairan.
6) Pentingnya penekanan akan pentingnnya menghindari panas
Rasional: menghindari penyebab kehilangan cairan.
 Hasil yang diharapkan:
Anak banyak minum dan jumlah cairan terpenuhi sehingga tidak terjadi
dehidarsi.
c. Bebas dari infeksi
 Intervensi keperawatan
1) Tekankan pentingnya pemberian nutrisi; imunisasi yang rutin,
termasuk vaksin pneumococal dan meningococal; perlindungan
dari sumber – sumber infeksi yang diketahui; pengawasan
kesehatan secara berkala.
2) Laporkan setiap tanda infeksi pada yang bertanggung jawab dengan
segera.
Rasional: agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan.
3) Beri terapi antibiotika
Rasional: untuk mencegah dan merawat infeksi.
 Hasil yang diharapkan:
Anak terbebas dari infeksi.
d. Menurunnya resiko yang berhubungan dengan efek pembedahan.
 Intervensi keperawatan
1) Jelaskan pentingnya transfusi darah
Rasional: untuk meningkatkan konsentrasi Hb A
2) Jaga anak agar tidak dehidrasi
3) Bujuk anak agar tidak tegang.
Rasional: Kecemasan dapat meningkatkan kebutuhan oksigen.
4) Beri anlgesik
Rasional: agar anak merasa nyaman dan menurunkan respon cemas.
5) Mencegah kegiatan yang tidak perlu
Rasional: untuk mencegah penambahan kebutuhan oksigen.
6) Jaga bersihan jalan nafas postoperasi
Rasional: untuk mencegah infeksi
7) Lakukan latihan ROM pasif
Rasional: untuk memacu sirkulasi.
8) Kolaborasi untuk pemberian oksigen
Rasional: untuk menambah kadar hemoglobin.
9) Obsevasi tanda – tanda infeksi.
Rasional: agar dapat cepat ditangani.
 Hasil yang diharapkan:
Ketika anak dioperasi tidak mengalami krisis.
2. Nyeri berhubungan dengan anoksia membran (krisis vaso-occlusive)
Tujuan:
Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan
bagi si anak
 Intervensi keperawatan:
1) Jadwalkan medikasi untuk pencegahan secara terus – menerus meskipun
tidak dibutuhkan.
Rasional: untuk mencegah sakit.
2) Kenali macam – macam analgetik termasuk opioid dan jadwal medikasi
mungkin diperlukan.
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana rasa sakit dapat diterima.
3) Yakinkan si anak dan keluarga bahwa analgetik termasuk opioid, secara
medis diperlukan dan mungkin dibutuhkan dalam dosis yang tinggi.
Rasional: karena rasa sakit yang berlebihan bisa saja terjadi karena
sugesti mereka.
4) Beri stimulus panas pada area yang dimaksud karena area yang sakit
5) Hindari pengompresan dengan air dingin
Rasional: karena dapat meningkatkan vasokonstriksi
 Hasil yang diharapkan:
Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu
menyakitkan bagi si anak.
3. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak
terhadap fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.
Tujuan:
a. Agar mendapatkan pemahaman tentang penyakit tersebut
 Intervensi keperawatan:
1) Ajari keluarga dan anak yang lebih tua tentang karakteristik dari
pengukuran – pengukuran.
Rasional: untuk meminimalkan komplikasi.
2) Tekankan akan pentingnya menginformasikan perkembangan
kesehatan, penyakit si anak.
Rasional: untuk mendapatkan hasil kemajuan dari perawatan yang
tepat.
3) Jelaskan tanda – tanda adanya peningkatan krisis terutama demam,
pucat dan gangguan pernafasan.
Rasional: untuk menghindari keterlambatan perawatan.
4) Berikan gambaran tentang penyakit keturunan dan berikan
pendidikan kesehatan pada keluargatentang genetik keluarga mereka.
Rasional: agar keluarga tahu apa yang harus dilakukan.
5) Tempatkan orang tua sebagai pengawas untuk anak mereka.
Rasional: agar mendapatkan perawatan yang terbaik.
 Hasil yang diharapkan:
Anak dan keluarga dapat benar – benar mengetahui tentang penyakit
si anak secara etiologi dan terapi – terapinya.
b. Agar menerima dorongan yang cukup.
 Intervensi keperawatan:
1) Mengacu pada organisasi yang terpercaya.
Rasional: Untuk mendukung proses perawatan.
2) Daftarkan anak pada klinik anemia
Rasional: untuk mendapatkan perawatan yang tepat.
3) Selalu waspada terhadap suatu keluarga bila 2 atau lebih anggota
keluarganya terjangkit penyakit ini.
 Hasil yang diharapkan:
Keluarga dapat mengambil manfaat dari layanan tersebut dan abnak
dapat menerima perawatan dari fasilitas yang tepat.

You might also like