You are on page 1of 16

I.

PENDAHULUAN

Penyakit batu empedu (Cholelithiasis atau gallstone) merupakan salah satu penyakit abdomen
paling banyak yang menyebabkan pasien datang ke rumah sakit.1,2 Penyakit batu empedu sering
terjadi di Amerika Serikat, ditemukan pada 5-l5% dari populasi total dan 25% dari wanita yang
berusia di atas 50 tahun. Dari jutaan orang yang didiagnosis batu empedu setiap tahunnya di Amerika
Serikat, setengahnya telah dilakukan operasi traktus biliaris.3,4 Walaupun kolesistektomi laparoskopik
relatif mudah dan sudah lama dikenal, masih terdapat beberapa masalah di antara klinisi seperti
bagaimana mengevaluasi pasien yang menderita batu empedu, menentukan siapa yang harus diterapi
serta bagaimana melakukan pencegahan terjadinya batu empedu pada orang-orang dengan risiko tinggi.3

Angka kejadian batu empedu di tiap negara berbeda-beda. Banyak faktor yang mempengaruhi
pembentukan batu empedu di antaranya ras, pola hidup, genetik, dan infeksi.2,3,5 Prevalensi batu
empedu di beberapa negara Barat hampir sama dengan di Amerika Serikat, tetapi di negara-negara
Asia lebih rendah.3,4,6 Di Indonesia belum ada penelitian epidemiologis, diduga insidensi batu empedu
masih lebih rendah bila dibandingkan dengan di negara Barat. Tetapi dengan adanya kecenderungan
pola hidup modern maka mungkin batu empedu di Indonesia pada masa mendatang akan merupakan
suatu masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian.

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatik) dan
seringkali ditemukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan Ultrasonography (USG) atau pada saat
pemeriksaan karena keluhan lain.8 Pasien dapat mengalami nyeri abdomen (kolik biliaris) atau
ditemukan gejala yang disebabkan komplikasi akibat obstruksi oleh batu atau akibat proses inflamasi,
seperti kolesistitis, kolangitis, jaundice, koledokolitiasis dan lain-lain.1-7

Hasil pemeriksaan laboratorium pada penderita batu empedu biasanya dalam batas normal.
Pada 10-20% kasus, dapat terjadi peningkatan ringan dari bilirubin serum, alkali fosfatase, enzim
aminotansferase (Aspartate transaminase/AST) dan Alanine transaminase (ALT) atau y-glutamyl
transferase (GGT). Diagnosis batu empedu ditegakkan secara radiologis (X-ray abdomen polos,
USG, Computed tomography (CT), Magnetic resonance cholangiography (MRCP), Endoscopic
ultrasound (EUS), Biliarys cintigraphy, dan lain-lain).3-9

1
II. TINJAUAN PUSTAKA

Dari hasil otopsi diperkirakan sekitar 12% laki-laki dan 24% perempuan dari segala umur
memiliki batu empedu. Prevalensi kelainan ini di Amerika Utara mirip dengan keadaan di Inggris, dan
diduga 10-30% batu empedu menjadi simptomatik. Terdapat prevalensi yang tinggi pada penduduk asli
Amerika, yaitu 50% pada laki-laki dan 75% pada wanita dengan usia antara 25-44 tahun dengan peran
faktor genetik yang jelas.

Di Inggris lebih dari 40.000 kolesistektomi dilakukan setiap tahun.9

2.1. Anatomi Kandung Empedu Dan Sistem Biliaris Ekstrahepatik9


Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat, panjangnya sekitar 4-6 cm cm dan
berisi sekitar 30-60 ml empedu. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum dan kolum.
Sebagian besar korpus menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Fundus bentuknya bulat, ujung
buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati, dan sebagian besar tersusun atas
otot polos dan jaringan elastik, merupakan tempat penampungan empedu. Korpus merupakan bagian
terbesar dari kandung empedu, dan ujungnya akan membentuk leher (neck) dari kandung empedu.
Infundibulum kandung empedu longgar, karena tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan
peritoneum. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, maka bagian
infundibulum menonjol seperti kantong dan disebut kantong Hartmann.

Gambar.1 Anatomi Saluran Empedu


Duktus sistikus menghubungkan kandung empedu ke duktus koledokus. Panjang duktus sistikus 1-2
cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya berbentuk katup spiral disebut katup spiral Heister, yang
memudahkan cairan empedu mengalir masuk kedalam kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.
Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika yang terbagi menjadi anterior dan
posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri hepatika kanan, tetapi asal dari arteri sistika
bervariasi. Arteri sistika muncul dari segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus, duktus hepatikus
komunis, dan ujung hepar). Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya ke dalam cabang
kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung ke dalam hati dan juga ke nodus-nodus di

2
sepanjang permukaan vena porta. Persarafannya berasal dari nervus vagus dan cabang simpatik yang
melewati pleksus seliakus (preganglionik T8-9). Impuls dari liver, kandung empedu, dan saluran bilier
melewati aferen simpatetik melalui nervus splangnikus dan menyebabkan nyeri kolik. Saraf muncul dari
aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi nyeri diperantarai oleh serat viseral,
simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung empedu dibawa melalui cabang vagus dan
ganglion seliaka.
Sering ditemukan variasi anatomi kandung empedu, saluran empedu, dan pembuluh arteri yang
memperdarahi kandung empedu dan hati. Variasi yang kadang terdapat ini, perlu diperhatikan para ahli
bedah untuk menghindari komplikasi pembedahan, seperti perdarahan atau cedera pada saluran bilier.
Duktus Biliaris
Duktus biliaris ekstrahepatal terdiri atas duktus hepatikus kiri dan kanan, duktus hepatikus komunis
(common hepatic duct), duktus sistikus, dan duktus koledokus (common bile duct). Duktus hepatikus
kanan dan kiri keluar dari hati dan bergabung dengan hilum membentuk duktus hepatikus komunis,
umumnya disebelah depan bifurkasio vena porta dan proksimal dekat dengan arteri hepatika kanan.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Bagian duktus ekstra hepatikus
kiri cenderung lebih panjang. Duktus hepatikus komunis membangun batas kiri dari segitiga Calot dan
berlanjut dengan duktus koledokus. Pembagian terjadi pada tingkat duktus sistikus.
Duktus koledokus panjangnya sekitar 8 cm dan terletak antara ligamentum hepatoduodenalis, ke
kanan dari arteri hepatika dan anterior terhadap vena porta. Segmen distal dari duktus koledokus terletak
di dalam substansi pankreas. Duktus koledokus mengosongkan isinya ke dalam duodenum sampai ampula
Vateri, orifisiumnya dikelilingi oleh muskulus dari sfingter Oddi. Secara khas, ada saluran bersama dari
duktus pankreatikus dan duktus koledokus distal.

2.2. Fisiologi9
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml per hari. Di luar waktu makan, empedu
disimpan sementara di dalam kandung empedu dengan kapasitas penyimpanan sebesar 40-50 ml dan
mengalami pemekatan sekitar 50%.
Pengaliran cairan empedu dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi
kandung empedu dan tahanan sfingter koledokus. Setelah makan kandung empedu akan berkontraksi,
sfingter Oddi relaksasi dan empedu mengalir ke dalam duodenum. Dalam keadaan puasa empedu yang
diproduksi akan dialirkan ke dalam kandung empedu.

3
Gambar.2 Sekresi Liver dan Pengosongan Kandung Empedu
Salah satu yang merangsang pengosongan kandung empedu adalah hormon cholecystokinin (CCK)
merupakan sel amine-precursor-uptake (APUD) dari selaput lendir usus halus duodenum. Kolesistokinin
(CCK) dikeluarkan atas rangsang makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus
duodenum. Ketika terjadi stimulasi makanan, maka kandung empedu akan mengosongkan isinya sekitar
50-70 persen dalam waktu 30-40 menit. Dengan demikian, CCK menyebabkan terjadinya kontraksi
empedu setelah makan. Kandung empedu akan terisi kembali setelah 60-90 menit, hal ini berkorelasi
dengan berkurangnya level CCK.

2.3. Penyakit Batu Empedu (Cholelithiasis)10


Cholelithiasis terdiri dari dua kata, yaitu chole (awalan mengenai empedu) dan lithos (batu). Istilah
Cholelithiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama
batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu (kolesistolitiasis). Kalau batu kandung empedu ini
berpindah ke dalam saluran empedu ekstrahepatik, disebut batu saluran empedu sekunder atau
koledokolitiasis sekunder.

Beberapa keadaan lain yang menjadi predisposisi, diantaranya obesitas, kehamilan, faktor diet,
penyakit Crohn’s, reseksi ileum terminal, kelainan hematologis seperti anemia sel sabit dan thalassemia.
Wanita dibanding laki-laki adalah 2 : 1, hal ini dikarenakan ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena batu empedu. Penggunaan pil
kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan
penurunan aktivitis pengosongan kandung empedu. dan bila terdapat riwayat anggota keluarga yang
terkena dengan penyakit ini maka anggota keluarga lainnya memiliki risiko dua kali lipat untuk
mengalami penyakit ini.

4
2.3.1. Jenis Batu
Batu kolesterol
Batu kolesterol murni jarang ditemukan, dan lebih sering ditemukan campuran antara kolesterol
70%, sisanya adalah pigmen empedu dan kalsium. Biasanya multiple, ukuran dan bentuk bervariasi,
dengan warna dari putih kekuningan sampai hijau atau hitam. Biasanya batu ini radioulsen dan
kurang dari 10% bersifat radioopak.
Baik batu kolesterol murni maupun batu campuran, yang mengawali terbentuknya batu kolesterol
disebabkan adanya supersaturasi dari empedu oleh kolesterol. Karena itu tingkat kolesterol dalam
empedu dan batu kolesterol merupakan satu kesatuan penyakit. Kolesterol dan lipid lain dalam cairan
empedu bersifat tidak larut dalam air namun harus tetap dijaga dalam keadaan larut air untuk
mencegah pembentukan batu. Mekanisme pelarutan senyawa-senyawa ini tergantung dalam
pemindahan kolesterol ke bagian lipofilik dari micelles. Garam empedu dan lesitin bersifat amfoterik
dan beragregasi untuk membentuk bagian lipofilik dari micelles yang akan membawa kolesterol
sehingga garam empedu dan lesitin ini penting untuk menjaga kolesterol tetap larut dalam air.
Kemampuan maksimal dari micelles untuk membawa kolesterol disebut critical micellar
concentration. Ketika konsentrasi ini terlewati, maka kolesterol akan berpresipitasi dan beragregasi
membentuk kristal kolesterol. Jadi dapat disimpulkan, bahwa sekresi kolesterol yang berlebihan
melebihi kemampuan micelles untuk melarutkan kolesterol, akan menyebabkan pembentukan batu
empedu ini. Beberapa senyawa lain seperti apo-AI, mukus dan beberapa protein lain juga ikut
berperan dalam pembentukan batu empedu.
Batu Pigmen
Batu pigmen mengandung kurang dari 20% kolesterol dan berwarna gelap karena adanya kalsium
bilirubinat. Batu hitam biasanya kecil, rapuh, dan berduri. Mereka terbentuk dari supersaturasi dari
kalsium bilirubinat, karbonat dan fosfat, biasanya sekunder dari kelainan hemolitik misalnya
sferositosis herediter dan anemia sel sabit dan juga sirosis.
Seperti batu kolesterol, tersering terbentuk pada kandung empedu. Batu ini terbanyak ditemukan di
negara Asia seperti Jepang.
Tingkat bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih misalnya pada anemia hemolitik, meningkatkan
bilirubin tak terkonjugasi, sehingga meningkatkan pembentukan batu pigmen. Sirosis juga akan
meningkatkan sekresi bilirubin tak terkonjugasi.
Batu coklat biasanya kurang dari 1 cm, coklat kekuningan dan lembut. Batu ini terbentuk
terutama pada kandung empedu atau duktus biliaris, biasanya sekunder dari infeksi bakteri yang
disebabkan karena stasis empedu. Kalsium bilirubinat yang mengendap dan sel-sel bakteri yang mati
membentuk inti dari batu. Bakteri seperti Escherichia coli ensekresi beta-glucuronidase yang akan

5
memecah bilirubin glukuronide yang akan menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin ini akan
mengendap dengan kalsium, bersama dengan sel-sel bakteri yang mati, akan menjadi batu coklat.
Batu coklat biasanya ditemukan di saluran empedu masyarakat Asia dan berhubungan dengan stasis
bilier karena infeksi parasit. Pada populasi Barat, batu coklat terbentuk pada duktus biliaris secara
primer pada pasien dengan striktur bilier atau batu duktus koledokus yang menyebabkan stasis.
Beberapa faktor juga disangka berperanan adalah faktor geografi, hemolisis, dan sirosis hepatik.
Sebaliknya jenis kelamin, obesitas dan gangguan penyerapan di ileum tidak mempertinggi resiko batu
bilirubin pada kolangitis oriental atau kolangitis piogenik rekurens ditemukan batu pigmen
intrahepatik primer yang menimbulkan kolangitis rekurens. Keadaan lain yang berhubungan dengan
batu pigmen dan kolangitis bakteria gram negatif di Asia Timur ialah infestasi Clonorchis sinensis,
Fasciola hepatica, dan Ascaris lumbricoides.

2.3.2. Patogenesis10
Hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat di dalam saluran empedu dari awal percabangan
duktus hepatikus kanan dan kiri meskipun percabangan tersebut mungkin terdapat di luar parenkim
hati. Batu tersebut umumnya berupa batu pigmen berwarna cokelat, lunak, bentuknya seperti lumpur
dan rapuh.
Hepatolitiasis akan menimbulkan kolangitis piogenik rekurens atau kolangitis oriental yang
sering sulit penanganannya.
Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui duktus sistikus. Di
dalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan saluran
empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Pasase batu empedu
berulang melalui duktus sistikus yang sempit dapat menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat
menimbulkan peradangan dinding duktus sistikus dan striktur. Kalau batu terhenti di dalam duktus
sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada di sana
sebagai batu duktus sistikus.
Kolelitiasis asimtomatik biasanya diketahui secara kebetulan, sewaktu pemeriksaan USG,
pembuatan foto polos perut, atau perabaan sewaktu operasi. Pada pemeriksaan fisik dan laboratorium
tidak ditemukan kelainan.

2.3.3. Gambaran Klinis10


ANAMNESIS. Setengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu adalah asimtomatik.
Keluhan yang timbul mungkin berupa dispepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan
berlemak.

6
Pada yang simtomatik, keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran atas kanan
atau prekordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsusng lebih dari 15
menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-
lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual
dan muntah.
Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang setelah makan antasid.
Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik napas dalam dan
sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik napas, yang
merupakan tanda rangsangan peritoneum setempat (tanda Murphy).
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas akan
disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus
dan urin berwarna gelap yang hilang timbul. Ikterus yang hilang timbulnya berbeda dengan ikterus
karena hepatitis.
Pruritus ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan lebih banyak ditemukan di
daerah tungkai daripada di badan.
Pada kolangitis dengan sepsis yang berat, dapat terjadi kegawatan disertai syok dan gangguan
kesadaran.
PEMERIKSAAN FISIK. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di
daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik napas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan
pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas.
Batu saluran empedu kadang tidak menimbulkan gejala atau tanda dalam fase tenang. Kadang
teraba hati agak membesar dan sklera ikterik perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang
dari 3mg/dL, gejala ikterus tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, baru akan
timbul iketrus klinis.

2.3.4. Pemeriksaan Penunjang10


LABORATORIUM. Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Kadar bilirubin
serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam koledokus. Kadar fosfatase alkali serum
biasanya meningkat sedang setiap kali ada seranngan akut.
PENCITRAAN. Ultrasonografi mempunyai derajat spesifitas dan sensitivitis yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik.

7
Dengan ultrasonografi juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau
udem karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang
sulit dideteksi karena terhalang udara dalam di dalam usus. Dengan ultrasonografi, lumpur empedu
dapat diketahui karena bergerak sesuai dengan gaya gravitasi. Bahkan dengan ultrasonografi juga,
punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang gangren lebih jelas daripada palpasi
biasa.
Foto polos perut biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15%
batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan
empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat pada foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan yang
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.
CT-scann tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu kandung empedu.
Cara ini berguna untuk membantu diagnosis keganasan pada kandung empedu yang mengandung
batu, dengan ketepatan sekitar 70-90%.
Foto Roentgen dengan kolangiopankreatikografi endoskopi retrograd (ERCP) di papilla Vater
atau melalui kolangiografi transhepatik perkutan (PTC) berguna untuk pemeriksaan batu di duktus
koledokus. Indikasinya ialah batu kandung empedu dengan gangguan fungsi hati yang tidak dapat
dideteksi dengan ultrasonografi dan kolesistografi oral, misalnya karena batu kecil.
Magnetic Resonance Cholangio-Pancreaticography (MRCP) memberikan detil anatomi yang
sangat jelas dan memiliki sensitivitas 95% dan spesifitas 89% untuk mendiagnosis batu pada duktus
koledokus. Pada pencitraan ini struktur saluran empedu lebih terang dengan intensitas sinyal yang
tinggi, tanpa menggunakan bahan kontras, instrumentasi, maupun ion radiasi, dapat memvisualisasi
saluran empedu, gambaran seluruh cabang-cabang saluran empedu intrahepatal, dapat mendeteksi
batu berukuran 2 mm tanpa walaupun tidak dijumpai dilatasi saluran empedu. Ada juga beberapa
pemeriksaan diagnostik lainnya seperti Endoscopic Ultrasound (EUS), CT scann (CT), Radioisotop
Scann, Intravenous cholangiografi, dan Percutaneus transhepatic cholangiografi (PTC).

2.3.5. Penatalaksanaan
Kolelitiasis ditangani baik secara nonbedah maupun dengan pembedahan. Tata laksana nonbedah
terdiri atas lisis batu dan pengeluaran secara endoskopik. Selain itu dapat dilakukan pencegahan
kolelitiasis pada orang yang cenderung memiliki empedu litogenik dengan mencegah infeksi dan
menurunkan kadar kolesterol serum dengan cara mengurangi asupan atau menghambat sintesis
kolesterol. Obat golongan statin dikenal dapat menghambat sintesis kolesterol karena menghambat
enzim HMG-CoA reduktase.10

8
Penanganan profilaktik untuk batu empedu asimtomatik tidak dianjurkan. Sebagian besar pasien
dengan batu asimptomatik adalah tidak akan mengalami keluhan dan jumlah, besar dan komposisi
batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan.
Untuk batu empedu simtomatik, dapat digunakan teknik kolesistektomi laparoskopik dan
kolesistektomi terbuka.
a) Kolesistektomi laparaskopik
Suatu teknik pembedahan invasif minimal di dalam rongga abdomen dengan menggunakan
pneumoperitoneum, sistem endokamera dan instrument khusus melalui layar monitor tanpa
menyentuh dan melihat langsung kandung empedu. Kolesistektomi laparoskopik telah
menjadi prosedur baku untuk pengangkatan kandung empedu simptomatik. Keuntungan
kolesistektomi laparoskopik ini yaitu dengan teknik ini hanya meliputi operasi kecil (2-10
mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.
b) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris
yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang
dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolibiliaris rekuren, diikuti
oleh kolesistitis akut. Pada kolesistektomi terbuka, insisi dilakukan di darah subcostal,
biasanya pada kolesistektomi terbuka dilakukan intraoperatif kolangiogram dengan cara
memasukkan kontras lewat kateter dalam duktus sistikus untuk mengetahui outline dari saluran
bilier, alasan dilakukannya intraoperatif kol angiogram adalah karena ada kemungkinan
10% terdapat batu pada saluran empedu.

Gambar.3 Kolesistektomi

9
III. LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. A.W

No. DM : 28 67 87

Umur : 28 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Menikah

Pekerjaan : IRT

Alamat : Bhayangkara

Agama : Yehuwa

MRS : 10 Juni 2014

KRS : 21 Juni 2014

B. Anamnesia (autoanamnesis)
1. Keluhan utama : Nyeri perut kanan atas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas dan nyeri pada ulu hati yang dirasakan
hilang timbul hingga punggung dan tulang belakang. Hal ini dirasakan oleh pasien sejak ± 2
tahun yang lalu (tahun 2012). Pasien sering berobat sejak ada keluhan demikian, tetapi
dikatakan sebagai sakit maag, sehingga pasien sering diberikan obat maag setiap kali
berobat.
Nyeri tersebut meningkat pada saat makan makanan berlemak. Pasien sering mengalami
kesulitan BAB, ada rasa mual hingga muntah.
Menurut pasien, keluhan-keluhan ini semakin sering dirasakan sejak akhir tahun lalu dan
puncaknya pada bulan Mei ini.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah menderita infeksi saluran kencing. Pasien juga pernah menjalani operasi
pengangkatan usus buntu dan operasi kista pada tahun 2010.

10
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga pasien tidak ada yang sakit seperti ini.
5. Riwayat Penyakit Sosial
Ada riwayat minum alkohol, merokok, dan makan makanan berlemak.

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: tampak sakit sedang, Kesadaran: Compos Mentis
TD: 120/80 mmHg, N: 76 /menit, R: 20/menit, S: 36,8°C
Status Generalis
Kepala & Leher : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Pembesaran KGB (-)
Thoraks : I: Simetris, ikut gerak napas, Retraksi (-)
P: Focal fremitus D=S
P: Sonor pada paru dan pekak pada jantung
A: Suara nafas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-), Bunyi jantung I-II
Reguler
Abdomen : I : Datar, warna sesuai, tidak tampak sikatriks atau keloid
A : Bising Usus (+) 4-6x
P : Supel, Nyeri tekan pada regio hipokondrium dextra , tidak teraba massa,
Hepar/Lien (tak teraba/tak teraba)
P : Nyeri ketuk tidak ada, Timpani
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema, CRT < 2”
Genitalia : ♀, dalam batas normal
Status Lokalis
Regio Abdomen
I : Datar, warna sesuai, tidak tampak sikatriks atau keloid
A : Bising Usus (+) 4-6x
P : Supel, Nyeri tekan pada regio hipokondrium dextra , tidak teraba massa, Hepar/Lien (tak
teraba/tak teraba)
P : Nyeri ketuk tidak ada, Timpani

11
D. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Jenis Pemeriksaan Hasil
GDS 85 mg/Dl Bleeding Time 3’00”
Kreatinin 1,1 mg/dL Clothing Time 6’30”
Ureum 20 mg/dL PT 9,2”
Protein Total 7,0 g/dL aPTT 24,0”
Albumin 4 g/Dl
Globulin 2,9 g/dL
SGOT 19 U/L
SGPT 11 U/L
Natrium 140 mmol/L
Kalium 3,9 mmol/L
ssWBC 7,40x103/uL
RBC 5,32x103/uL
Hb 13,7 g/dL
HCT 39,7 %
PLT 2,37x103/uL

 USG Abdomen (6 Mei 2014)

Kesan : Cholelithiasis Multiple 0,3-0,4 cm

12
E. Diagnosis
Cholelithiasis

F. Diagnosis Banding
o Gastritis
o Dyspepsia
o Cholesisthitis

G. Penatalaksanaan
o Pro Cholesistectomy

Laporan Operasi
Tanggal Operasi : 17/6-2014
Nama : Ny.Ana Wakum
Umur : 28 tahun
No.DM : 28 67 87
Ruangan : RBW
Nama Ahli Bedah : dr.Sony Gunawan, Sp.B
Nama Assisten : dr.Khrisna
Nama Ahli Anestesi : dr.Diah, Sp.An,KIC
Jenis Anestesi : General Anestesi
Diagnosis Pre operatif : Multiple Cholelithiasis
Diagnosis Post operatif : Multiple Cholelithiasis
Tindakan/Jenis Pembedahan : Cholesistectomy
Laporan :
 Pasien berbaring posisi supine dengan GA, septik antiseptik
 Pasang doeg steril
 Insisi sub costa, perdalam tajam dan tumpul tembus periosteum
 Identifikasi Gall Blader
 Pisahkan Gall Blader dari Hepatic Bad secara tumpul
 Kontrol perdarahan
 Bersihkan area operasi dengan NaCl sampai bersih
 Tutup area operasi lapis demi lapis sampai kulit
 Operasi selesai

13
H. Prognosis
o Ad Vitam : Bonam
o Ad Fungsionam : Dubia
o Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

I. Resume
Pasien perempuan, umur 28 tahun MRS datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas dan nyeri
pada ulu hati yang dirasakan hilang timbul hingga punggung dan tulang belakang. Nyeri tersebut
meningkat pada saat makan makanan berlemak. Pasien sering mengalami kesulitan BAB, ada rasa mual
hingga muntah.
Berdasarkan pemeriksaan fisik keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran: Compos Mentis,
TD: 120/80 mmHg, N: 76 /menit, R: 20/menit, S: 36,8°C, ditemukan nyeri tekan pada regio
hipokondrium dextra. Pada pemeriksaan penunjang dilakukan USG Abdomen dengan bacaan ditemukan
kesan cholelithiasis multiple ukuran 0,3-0,4 cm.

14
IV. PEMBAHASAN

Pada kasus ini jika ditinjau dari faktor jenis kelamin, telah sesuai dengan data insiden yang ada di
mana pasien ini merupakan pasien wanita. “Dikatakan bahwa wanita dibanding laki-laki adalah 2 : 1.”
Pasien ini didiagnosis Cholelithiasis telah sesuai dengan teorinya, di mana didapatkan melalui
anamnesis keluhan seperti nyeri perut yang pada awalnya dari daerah epigastrium yang kemudian
menetap ke daerah hipokondrium kanan dan menembus ke daerah punggung dan tulang belakang. Selain
itu, pasien juga mengeluhkan adanya rasa mual hingga muntah. “Dikatakan bahwa pada penderita
kandung empedu yang simtomatik, keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran atas
kanan atau prekordium. Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak
bahu, disertai mual dan muntah.”
Kemudian pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan di perut kanan atas, di mana hal ini sesuai
dengan teori yang mengatakan, ” pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di
daerah letak anatomi kandung empedu.”
Dan yang paling pasti dalam penegakkan diagnosis pada kasus ini adalah didukung dengan
pemeriksaan penunjang (pencitraan) yaitu USG abdomen dimana dari hasil bacaannya pada pasien ini
didapati kesan Cholelithiasis Multiple 0,3-0,4 cm. Terbukti bahwa penggunaan pemeriksaan penunjang
berupa USG abdomen sangat membantu dalam penegakkan diagnosis pada pasien ini dan sesuai dengan
teori dimana dikatakan, “ultrasonografi mempunyai derajat spesifitas dan sensitivitis yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik.”
Tetapi, dari hasil laboratorium didapatkan nilai SGOT dan SGPT serta leukosit pada pasien ini dalam
batas normal. Sedangkan, tidak dilakukan pemeriksaan kadar serum alkali fosfatase dan serum bilirubin.
Pada penatalaksanaannya juga telah sesuai dengan teori yang ada yaitu Cholesistectomy dimana
dilakukan pengangkatan kandung empedu.

15
V. PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang dapat


disimpulkan bahwa pasien ini :

o jika ditinjau dari faktor jenis kelamin, telah sesuai dengan data insiden yang ada di mana pasien
ini merupakan pasien wanita,
o pasien ini didiagnosis Cholelithiasis telah sesuai dengan teorinya, di mana didapatkan melalui
anamnesis keluhan seperti nyeri perut yang pada awalnya dari daerah epigastrium yang kemudian
menetap ke daerah hipokondrium kanan dan menembus ke daerah punggung.
o kemudian pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan di perut kanan atas,
o dan yang paling pasti dalam penegakkan diagnosis pada kasus ini adalah didukung dengan
pemeriksaan penunjang (pencitraan) yaitu USG abdomen dimana dari hasil bacaan pada pasien
ini didapati kesan Cholelithiasis Multiple 0,3-0,4 cm,
o pada penanganan/penatalaksanaannya juga telah sesuai dengan teori yang ada yaitu
Cholesistectomy.

1.

16

You might also like