You are on page 1of 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan


pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu diagnosis untuk pola
perilaku anak yang berlangsung dalam jangka waktu paling sedikit 6 bulan,
dimulai sebelum usia 7 tahun, yang menunjukkan sejumlah gejala
ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian atau sejumlah gejala perilaku
hiperaktif-impulsif, atau kedua-duanya.2
2.2 Epidemiologi

Pada 2005 di Indonesia, populasi anak Sekolah Dasar adalah 16,3% dari
total populasi yaitu 25,85 juta anak mengalami ADHD. Berdasarkan data tersebut
diperkirakan tambahan kasus baru ADHD sebanyak 9000 kasus. Terdapat
kecenderungan lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.
Secara epidemiologis rasion kejadian dengan perbandingan 4 : 1.3

2.3 Etiologi

Penyebab ADHD dipahami sebagai disregulasi neurotransmiter tertentu di


dalam otak yang membuat seseorang lebih sulit untuk memiliki atau mengatur
stimulus-stimulus internal dan eksternal. Beberapa neurotransmiter, termasuk
dopamine dan norepinephrine, mempengaruhi produksi, pemakaian, pengaturan
neurotransmiter lain juga beberapa struktur otak. 2
2.4 Faktor Resiko

Faktor-faktor yang mungkin berperan dalam terjadinya ADHD, yaitu:


1. Faktor Genetik
Penelitian molekular genetik telah mengungkapkan beberapa gen yang
muncul untuk dihubungkan dengan ADHD karena efeknya pada reseptor
dopamin, transportasi dopamin, dan dopamin beta-hidroksilase.
2. Cedera Otak
Cedera pada otak dapat menyebabkan penurunan aliran darah serebral
dan kecepatan metabolisme di daerah lobus frontal. Pada pemeriksaan
menggunakan tomografi emisi positron (PET; positron emission
tomography) ditemukan penurunan aliran darah serebral dan kecepatan
metabolisme di daerah lobus frontal anak-anak dengan gangguan defisit-
atensi/hiperaktivitas.
3. Faktor Neurokimiawi
Pemakaian banyak medikasi yang menimbulkan efek positif pada
gangguan. Obat yang paling banyak diteliti dalam terapi gangguan
defisit-atensi/hiperaktivitas adalah stimulan yang mempengaruhi
dopamin maupun norepinefrin.
4. Struktur Anatomi
Pengecilan lobus frontal kanan, nukleus kaudatus kanan, globus palidus
kanan, serta vermis (bagian dari serebelum) mengganggu regulasi fungsi
perhatian seseorang.
5. Faktor Psikososial
Anak-anak dalam institusi seringkali hiperaktif dan memiliki rentan atensi
yang rendah. Tanda tersebut terjadi akibat adanya pemutusan hubungan
emosional yang lama, dan gejala menghilang jika faktor pemutus
dihilangkan, seperti melalui adopsi atau penempatan di rumah penitipan.
Kejadian fisik yang menimbulkan stres, suatu gangguan dalam
keseimbangan keluarga, dan faktor yang menyebabkan kecemasan berperan
dalam awal terjadinya atau berlanjutnya ADHD. Faktor predisposisi
mungkin termasuk temperamen anak, faktor genetik-familial, dan tuntutan
sosial untuk mematuhi cara berkenalan dan bertindak yang rutin. Status
sosial ekonomi tampaknya bukan merupakan faktor predisposisi. 3
2.5 Patogenesis

Penyebab ADHD dipahami sebagai disregulasi neurotransmiter tertentu


didalam otak yang membuat seseorang lebih sulit untuk memiliki atau mengatur
stimulus-stimulus internal dan eksternal. Beberapa neurotransmiter, termasuk
dopamine dan norepinephrine, mempengaruhi produksi, pemakaian, pengaturan
neurotransmiter lain juga beberapa struktur otak. Adanya peningkatan ambilan
kembali dopamin ke dalam sel neuron daerah limbik dan lobus prefrontal
dikatakan mengendalikan fungsi eksekutif perilaku. Fungsi eksekutif bertanggung
jawab pada ingatan, pengorganisasian, menghambat perilaku, mempertahankan
perhatian, pengendalian diri dan membuat perencanaan masa depan. Hal ini
menyebabkan kemudahan mengalami gangguan dan ketiadaan perhatian dari
sudut pandang fungsi otak adalah kegagalan untuk “menghentikan” atau
menghilangkan pikiran-pikiran internal yang tidak diinginkan atau stimulus-
stimulus kuat.
Perubahan suasana hati yang cepat dan kepekaan berlebihan merupakan
akibat dari otak yang bermasalah dalam meredam bagian-bagian otak yang
mengatur gerakan-gerakan motorik dan respon-respon emosional. Hal itulah yang
membuat anak tidak dapat menunggu, menunda pemuasan dan menghambat
tindakan.
Katekolamin adalah fungsi neurotransmiter utama yang berkaitan dengan
fungsi otak lobus frontalis. Pada penderita ADHD terdapat kelemahan aktifitas
otak bagian korteks prefrontal kanan bawah dan kaudatus kiri yang berkaitan
dengan pengaruh proses editing prilaku, menurunnya kesadaran diri, dan dalam
penghambatan respon otomatis terhadap rangsangan pada otak.
Perilaku ADHD adalah efek dari kecemasan yang tinggi yang dialami oleh
anak sewaktu kecil, karena anak cemas maka pikirannya bekerja sangat aktif,
memunculkan berbagai mental atau buah pikir, dengan tujuan agar anak bisa
sibuk memikirkan gambar mental atau buah pikir itu sehingga dengan sendirinya
kecemasan mereka akan berkurang. Berdasarkan gambaran diatas, maka nampak
bahwa penyebab ADHD cukup kompleks, antara lain neurologis, herediter dan
lingkungan. 3

2.6 Manifestasi Klinis

Gejala ADHD lebih jelas terlihat pada aktivitas-aktivitas yang


membutuhkan usaha mental yang terfokus. Agar dapat didiagnosa dengan ADHD,
tanda dan gejalanya harus muncul sebelum usia 7 tahun dan kadang sampai usia 2
-3 tahun. Gejala ADHD terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kurang perhatian,
hiperaktivitas dan perilaku impulsif. Gejala akan meringan seiiring pertumbuhan
anak, tetapi tidak akan menghilang semuanya.
Adapun tanda dan gejala inatensi, yaitu :
1) Seringkala gagal memperhatikan perincian atau membuat kecerobohan
dalam mengerjakan tugas dari sekolah ataupun aktivitas lainnya, serta
berganti-ganti kegiatan dengan cepat.
2) Sering mengalami kesulitan untuk menjaga tingkat atensi yang sama selama
mengerjakan tugas atau bermain atau kesulitan berkonsentrasi pada satu
kegiatan saya.
3) Terlihat seperti tidak mendengar walaupun diajak berbicara langsung
4) Mengalami kesulitan untuk mengikuti perintah dan sering gagal
menyelesaikan tugas dari sekolah, pekerjaan rumah ataupun tugas-tugas
lainnya
5) Menghindari atau tidak menyukai atau mengalami kesulitan tugas-tugas
yang membutuhkan usaha mental yang lama, seperti tugas dari sekolah atau
pekerjaan rumah
6) Seringkali kehilangan barang yang diperlukan seperti buku, pensil, mainan
atau peralatan
7) Mudah bosan pada suatu tugas atau kegiatan kecuali melakukan sesuatu
yang disukai
8) Kesulitan untuk mengikuti instruksi
9) Seperti tidak mendengar ketika diajak berbicara
10) Pelupa
Tanda dan gejala perilaku yang hiperaktivitas
1) Gelisah, tidak bisa diam ditempat duduk, selalu bergerak ditempat duduk
2) Berbicara tidak bisa berhenti
3) Seringkali berdiri dan meninggalkan bangkunya dikelas atau situasi lainnya
dimana seharusnya tetap duduk
4) Sulit untuk bermain dengan tenang
5) Selalu siap bergerak

Tanda dan gejala impulsivitas


1) Berbicara berlebihan
2) Menjawab pertanyaan sebelum pertanyaannya selesai dikatakan
3) Seringkali sulit menunggu gilirannya
4) Seringkali menyela atau mengganggu pembicaraan orang lain

Jika ditemukan perilaku-perilaku diatas dapat digolongkan dengan ADHD.


1) Berlangsung lebih dari enam bulan
2) Muncul sebelum berusia 7 tahun
3) Terjadi pada lebih dari satu setting (sekolah dan rumah)
4) Menganggu aktivitas sekolah, bermain dan aktivitas sehari-hari lainnya
secara regular
5) Menyebabkan masalah dalam hubungannya dengan orang dewasa dan anak-
anak lainnya
6) Pada bayi, adapun perilaku yang dapat digolongkan dengan ADHD, yaitu:
7) Sensitif terhadap bunyi, cahaya, suhu dan perubahan lingkungan
8) Aktif biasanya saat di buaian dan tidur sangat sedikit
9) Sering menangis
10) Bahkan perilaku bias sebaliknya, tenang dan lemas, tidur berlebihan dan
berkembangannya sangat lambat pada bulan pertama.2,3
2.7 Penunjang Diagnostik

Pada anak-anak dengan gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas dapat


ditemukan penurunan aliran darah serebral dan kecepatan metabolisme di daerah
lobus frontal, dapat diketahui dengan pemeriksaan tomografi emisi positron (PET;
positron emission tomography). 3
2.8 Diagnosis4

A. Salah satu (1) atau (2)


1. Gangguan pemusatan perhatian (inatensi) : enam atau lebih gejala in atensi
berikut telah menetap sekurang – kurangnya 6 bulan bahkan sampai tingkat yang
maladaptive dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan
a. Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detail dan tidak
teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas lainnya
b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap tugas
atau aktivitas bermain
c. Sering tidak tampak mendengarkan apabila berbicara secara langsung
d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal penyelesaian tugas sekolah,
pekerjaan atau kewajiban di tempat kerja (bukan karena perilaku menentang
atau tidak dapat mengikuti instruksi)
e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas
f. Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam tugasyang
memiliki usaha mental yang lama
g. Sering menghilangkan atau ketinggalan hal – hal yang perlu untuk tugas dan
aktivitas
h. Sering mudah teralihkan perhatiannya oleh stimulasi dari luar
i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari
2. Hiperaktivitas impulsivitasenam (atau lebih) gejala hiperaktivitas
impulsivitasberikut telah meneta selama sekurang-kurangnya enam bulan sampai
tingkat yang maladaptive dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan
Hiperaktivitas
a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering mengeliat-ngeliatkan tubuh di
tempat duduk
b. Sering meninggalkan tempat duduk dikelas atau didalam situasi yang
diharapkan anak untuk tetap tenang
c. Sering berlari –lariatau memanjat secara berlebihandalam situasi yang tidak tepat
d. Sering mengalami kesulitan bermain dan terlibat dalam aktivitas waktu luang
secara tenang
e. Sering “siap-siap pergi” atau seakan –akan “didorong oleh sebuah gerakan”
f. Sering berbicara berlebihan impulsivitas
g. Sering menjawab pertanyaan tanpa berfikir lebih dahulu sebelum pertanyaan
selesai
h. Sering sulit menunggu gilirannya
i. Sering menyela atau menggangu orang lain
B. Beberapa gejala hiperaktivitas-impusif yang menyebabkan gangguan telah ada
sebelum usia 7 tahun
C. Beberapa gangguan akibat gejala terdapat dalam dua atau lebih situasi
D. Harus terdapat bukti yang jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis
dalam fungsi sosial, akademik dan fungsi pekerjaan

E. Gejala tidak semata-mata sekama gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia


atau gangguan psikotik lain dan bukan merupakan gangguan mental lain

2.9 Diagnosis Banding

A. Disabilitas Intelektual
Disabilitas intelektual atau yang sering dikenal dengan retardasi mental
adalah disabilitas yang dicirikan dengan adanya keterbatasan signifikan baik
dalam fungsi intelektual ( kapasitas mental umum, seperti belajar, menalar,
berpakaian, makan, komunikasi, menyelesaikan masalah ) maupun tingkah
laku adaptif yang meliputi banyak keterampilan sosial dan praktis sehari-hari,
dan terjadi pada usia sebelum 18 tahun.
Menurut International Stastistical Classification of Diseases and Related
Health Problem (ICD-10), disabilitas intelektual adalah suatu keadaan
perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai
oleh adanya keterbatasan (impairment) keterampilan (kecakapan, skills) selama
masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat inteligensia
yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Disabilitas intelektual
dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya.
Prevalensi dari gangguan jiwa lainnya sekurang-kurangnya tiga sampai empat
lipat pada populasi ini dibanding dengan populasi umum.
B. Autism Spectrum Disorder (ASD)
Autisme adalah penyakit neuropsikiatrik yang ditandai oleh gangguan sosial
dan komunikasi, disertai dengan keterbatasan pola tingkah laku atau
pengulangan tingkah laku dan perhatian. Kelainan perkembangan yang
berhubungan dengan autisme ini akan muncul dalam waktu 3 tahun pertama
kehidupan anak dan akan menetap pada masa dewasa.
Persamaan ADHD dengan ASD adalah adanya gangguan konsentrasi, tak
mampu menunggu giliran, meminta sesuatu dengan cara non verbal, kurang
peduli dengan lingkungan dan bila marah sulit ditenangkan.
C. Gangguan Perkembangan Berbicara dan Berbahasa
Gangguan perkembangan berbicara dan berbahasa adalah tidak sesuai
antara usia dengan kemampuan berbicara dan berbahasa. Keterlambatan
berbahasa sering diikuti kesulitan dalam membaca dan mengeja, kelainan
dalam hubungan interpersonal, serta gangguan emosional dan perilaku. 3
2.10 Terapi

Sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat diakui untuk
menyembuhkan anak dengan ADHD secara total. Berdasarkan evidence
based, National Institute of Mental Health, serta organisasi profesi lainnya
di dunia seperti AACAP (American Academy of Child and Adolescent
Psychiatry), penanganan anak dengan ADHD adalah dengan pendekatan
komprehensif berdasarkan prinsip pendekatan yang multidisiplin dan
multimodal.
1. Farmakologi
Pemakaian medikamentosa dapat mengontrol ADHD sampai
70-80%. Obat yang merupakan pilihan pertama adalah obat golongan
psikostimulan. Meskipun obat ini disebut stimulan, namun pada
dasarnya obat ini memiliki efek yang menenangkan pada penderita
ADHD. Yang termasuk stimulan antara lain:
 Amphetamine-dextroamphetamine (Adderall)
 Dexmethylphenidate (Focalin)
 Dextroamphetamine (Dexedrine, Dextrostat)
 Lisdexamfetamine (Vyvanse)
 Methylphenidate (Ritalin, Concerta, Metadate, Daytrana)
Methylphenidate dan atomoxetine digunakan untuk usia 6
tahun atau lebih, sedangkan dexamphetamine untuk usia 3 tahun atau
lebih.
a. Psikostimulan
Psikostimulan (methylphenidate dan dexamphetamine) atau
psikostimulant (atomoxetine) efektif untuk terapi ADHD. DEH
digunakan untuk anak usia 2 tahun atau lebih, sedangkan MPH untuk
usia 6 tahun atau lebih. DEX efektif untuk mengatasi gejala inti
ADHD/ gangguan hiperkinetik. Psikostimulan merupakan terapi lini
pertama untuk mengatasi gejala inti ADHD atau gangguan
hiperkinetik.
b. Atomoxetine
Peresepan atomoxetine untuk individu dibawah 70 kg
didasarkan pada berat badannya. Atomoxetine dimulai dengan dosis
awal rendah 0,5 mg/kg/hari minimal 7 hari sebelum ditingkatkan ke
dosis maintanance 1,2 mg/kg/hari.
Atomoxetine direkomendasikan untuk terapi gejala inti
ADHD/ gangguan hiperkinetik pada anak yang tidak cocok,
intoleransi atau inefektif dengan medikasi psikostimulan.
c. Antidepresan trisiklik (TCAs)
Merupakan obat yang paling banyak ditemukan dan medikasi
nonstimulan yang banyak dipelajari untuk terapi ADHD/ gangguan
hiperkinetik. TCAs meliputi : imipramine, desipramine, amitriptyline,
nortriptyline and clomipramine.
TCAs dipetimbangkan untuk terapi gejala behavioral ADHD/
gangguan hiperkinetik. Kelompok obat ini lebih berpengaruh pada
gejala behavioralnya daripada terhadapa gejala kognitifnya. TCAs
memiliki batas keamana yang lebih sempit daripada psikostimulan,
disertai dengan rentang efek samping potensial yang lebih lebar.
Antidepresan trisiklik tidak boleh digunakan rutin untuk terapi
ADHD/ gangguan hiperkinetik pada anak dan hanya digunakan pada
anak yang tidak respon terhadap medikasi yang dianjurkan.
Dosis harian total rata-rata berdasarkan trial klinis 2,2
mg.kg/hari, dengan rentang 0,7-6,3 mg/kg.hari untuk imipramine,
desipramine, amitriptilin dan klormipramin, sedang 0,4-4,5 mg/kg/
hari untuk nortriptilin.3
2. Non Farmakologi
a. Diet
Menghindari pewarna makanan buatan dan bahan pengawet
sintetik dari diet anak dapat merupakan upaya untuk mencegah
terjadinya gejala ADHD. Keseimbangan diet karbohidrat dan asam
amino (triptophan sebagai serotonin substrate) juga dapat menjadi
upaya lain dalam diet ini.
b. Terapi Perilaku
Strategi spesifik yang dapat dilakukan untuk terapi perilaku ini adalah:
 Reward system (anak diberikan ‘hadiah’ bila dapat menyelesaikan
tugas atau berperilaku baik).
 Time out (misal: anak yang memukul adiknya dihukum duduk di
pojok ruangan selama 5 menit).
 Response cost (misal: anak dilarang nonton tv bila tidak
menyelesaikan PR).
 Token economy (anak mendapatkan ‘bintang’ bila menyelesaikan
tugas dan kehilangan ‘bintang’ bila berjalan-jalan di kelas
jumlah bintang menentukan reward yang diterima).
Penting pula ditekankan bahwa dukungan orang tua sangat
menentukan suksesnya terapi sehingga terapi perilaku ini disertai
dengan edukasi dan pelatihan pasien dan keluarga.
c. Pola Asuh Orang Tua
Terdapat perbedaan yang berbeda-beda dalam mengelompokkan
pola asuh orang tua dalam mendidik anak, yang antara satu dengan
yang lainnya hampir mempunyai persamaan. Jenis pola asuh orang tua
terhadap anaknya, yakni :
1) Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan
aturanaturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk
berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak
atas nama diri sendiri dibatasi.
2) Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang
tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk
tidak selalu tergantung pada orang tua.
3) Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak yang
cenderung bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa atau
muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa
saja yang dikehendaki.
Bagi orang tua yang anaknya telah terdeteksi dengan GPPH,
kiranya lebih baik mengunakan pola asuh demokratis. Orang tua harus
lebih bijaksana dan tegas dan diperlukan interaksi yang baik antara
anak dan orang tua. 2,3
2.11 Komplikasi

Anak dengan ADHD dapat mengalami kegagalan disekolah, melanggar


hukum dan sulit mempertahankan pekerjaan. 2

2.12 Prognosis

Perjalanan ADHD itu bervariasi, ada yang mengalami remisi dan menetap.
1) Persisten atau menetap. Pada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga
masa remaja atau dewasa. Gejala akan lebih cenderung menetap jika
terdapat riwayat keluarga, peristiwa negatif dalam hidupnya, komobiditas
dengan gejala-gejala perilaku, depresi dan gangguan cemas. Dalam
beberapa kasus, hiperaktivitasnya akan menghilang, tetapi tetap mengalami
inatensi dan kesulitan mengontrol impuls (tidak hiperaktif, tetapi impulsif
dan ceroboh). Anak ini rentan dengan penyalahgunaan alkohol dan narkoba,
kegagalan disekolah, sulit mempertahankan pekerjaan, serta pelanggaran
hukum.
2) Remisi. Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada
masa remaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia 12
hingga 20 tahun. Gejala yang pertama kali memudar adalah hiperaktivitas
dan yang paling terakhir adalah distractibility.
a. Remisi total. Anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa remaja
dan dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang memuaskan, dan
memiliki gejala sisa yang sedikit.
b. Remisi parsial. Pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial mudah
menjadi antisosial, mengalami gangguan mood, sulit mempertahankan
pekerjaan, mengalami kegagalan disekolah, melanggar hukum, dan
menyalahgunakan alkohol dan narkoba.
Prognosa anak dengan ADHD tergantung dari derajat persistensi
psikopatologi komorbidnya, terutama gangguan perilaku, disabilitas sosial, serta
faktor-faktor keluarga. Prognosa yang optimal dapat didukung dengan cara
memperbaiki fungsi sosial anak, mengurangi agresivitas anak, dan memperbaiki
keadaan keluarganya secepat mungkin.3

You might also like