Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pada 2005 di Indonesia, populasi anak Sekolah Dasar adalah 16,3% dari
total populasi yaitu 25,85 juta anak mengalami ADHD. Berdasarkan data tersebut
diperkirakan tambahan kasus baru ADHD sebanyak 9000 kasus. Terdapat
kecenderungan lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.
Secara epidemiologis rasion kejadian dengan perbandingan 4 : 1.3
2.3 Etiologi
A. Disabilitas Intelektual
Disabilitas intelektual atau yang sering dikenal dengan retardasi mental
adalah disabilitas yang dicirikan dengan adanya keterbatasan signifikan baik
dalam fungsi intelektual ( kapasitas mental umum, seperti belajar, menalar,
berpakaian, makan, komunikasi, menyelesaikan masalah ) maupun tingkah
laku adaptif yang meliputi banyak keterampilan sosial dan praktis sehari-hari,
dan terjadi pada usia sebelum 18 tahun.
Menurut International Stastistical Classification of Diseases and Related
Health Problem (ICD-10), disabilitas intelektual adalah suatu keadaan
perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai
oleh adanya keterbatasan (impairment) keterampilan (kecakapan, skills) selama
masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat inteligensia
yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Disabilitas intelektual
dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya.
Prevalensi dari gangguan jiwa lainnya sekurang-kurangnya tiga sampai empat
lipat pada populasi ini dibanding dengan populasi umum.
B. Autism Spectrum Disorder (ASD)
Autisme adalah penyakit neuropsikiatrik yang ditandai oleh gangguan sosial
dan komunikasi, disertai dengan keterbatasan pola tingkah laku atau
pengulangan tingkah laku dan perhatian. Kelainan perkembangan yang
berhubungan dengan autisme ini akan muncul dalam waktu 3 tahun pertama
kehidupan anak dan akan menetap pada masa dewasa.
Persamaan ADHD dengan ASD adalah adanya gangguan konsentrasi, tak
mampu menunggu giliran, meminta sesuatu dengan cara non verbal, kurang
peduli dengan lingkungan dan bila marah sulit ditenangkan.
C. Gangguan Perkembangan Berbicara dan Berbahasa
Gangguan perkembangan berbicara dan berbahasa adalah tidak sesuai
antara usia dengan kemampuan berbicara dan berbahasa. Keterlambatan
berbahasa sering diikuti kesulitan dalam membaca dan mengeja, kelainan
dalam hubungan interpersonal, serta gangguan emosional dan perilaku. 3
2.10 Terapi
Sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat diakui untuk
menyembuhkan anak dengan ADHD secara total. Berdasarkan evidence
based, National Institute of Mental Health, serta organisasi profesi lainnya
di dunia seperti AACAP (American Academy of Child and Adolescent
Psychiatry), penanganan anak dengan ADHD adalah dengan pendekatan
komprehensif berdasarkan prinsip pendekatan yang multidisiplin dan
multimodal.
1. Farmakologi
Pemakaian medikamentosa dapat mengontrol ADHD sampai
70-80%. Obat yang merupakan pilihan pertama adalah obat golongan
psikostimulan. Meskipun obat ini disebut stimulan, namun pada
dasarnya obat ini memiliki efek yang menenangkan pada penderita
ADHD. Yang termasuk stimulan antara lain:
Amphetamine-dextroamphetamine (Adderall)
Dexmethylphenidate (Focalin)
Dextroamphetamine (Dexedrine, Dextrostat)
Lisdexamfetamine (Vyvanse)
Methylphenidate (Ritalin, Concerta, Metadate, Daytrana)
Methylphenidate dan atomoxetine digunakan untuk usia 6
tahun atau lebih, sedangkan dexamphetamine untuk usia 3 tahun atau
lebih.
a. Psikostimulan
Psikostimulan (methylphenidate dan dexamphetamine) atau
psikostimulant (atomoxetine) efektif untuk terapi ADHD. DEH
digunakan untuk anak usia 2 tahun atau lebih, sedangkan MPH untuk
usia 6 tahun atau lebih. DEX efektif untuk mengatasi gejala inti
ADHD/ gangguan hiperkinetik. Psikostimulan merupakan terapi lini
pertama untuk mengatasi gejala inti ADHD atau gangguan
hiperkinetik.
b. Atomoxetine
Peresepan atomoxetine untuk individu dibawah 70 kg
didasarkan pada berat badannya. Atomoxetine dimulai dengan dosis
awal rendah 0,5 mg/kg/hari minimal 7 hari sebelum ditingkatkan ke
dosis maintanance 1,2 mg/kg/hari.
Atomoxetine direkomendasikan untuk terapi gejala inti
ADHD/ gangguan hiperkinetik pada anak yang tidak cocok,
intoleransi atau inefektif dengan medikasi psikostimulan.
c. Antidepresan trisiklik (TCAs)
Merupakan obat yang paling banyak ditemukan dan medikasi
nonstimulan yang banyak dipelajari untuk terapi ADHD/ gangguan
hiperkinetik. TCAs meliputi : imipramine, desipramine, amitriptyline,
nortriptyline and clomipramine.
TCAs dipetimbangkan untuk terapi gejala behavioral ADHD/
gangguan hiperkinetik. Kelompok obat ini lebih berpengaruh pada
gejala behavioralnya daripada terhadapa gejala kognitifnya. TCAs
memiliki batas keamana yang lebih sempit daripada psikostimulan,
disertai dengan rentang efek samping potensial yang lebih lebar.
Antidepresan trisiklik tidak boleh digunakan rutin untuk terapi
ADHD/ gangguan hiperkinetik pada anak dan hanya digunakan pada
anak yang tidak respon terhadap medikasi yang dianjurkan.
Dosis harian total rata-rata berdasarkan trial klinis 2,2
mg.kg/hari, dengan rentang 0,7-6,3 mg/kg.hari untuk imipramine,
desipramine, amitriptilin dan klormipramin, sedang 0,4-4,5 mg/kg/
hari untuk nortriptilin.3
2. Non Farmakologi
a. Diet
Menghindari pewarna makanan buatan dan bahan pengawet
sintetik dari diet anak dapat merupakan upaya untuk mencegah
terjadinya gejala ADHD. Keseimbangan diet karbohidrat dan asam
amino (triptophan sebagai serotonin substrate) juga dapat menjadi
upaya lain dalam diet ini.
b. Terapi Perilaku
Strategi spesifik yang dapat dilakukan untuk terapi perilaku ini adalah:
Reward system (anak diberikan ‘hadiah’ bila dapat menyelesaikan
tugas atau berperilaku baik).
Time out (misal: anak yang memukul adiknya dihukum duduk di
pojok ruangan selama 5 menit).
Response cost (misal: anak dilarang nonton tv bila tidak
menyelesaikan PR).
Token economy (anak mendapatkan ‘bintang’ bila menyelesaikan
tugas dan kehilangan ‘bintang’ bila berjalan-jalan di kelas
jumlah bintang menentukan reward yang diterima).
Penting pula ditekankan bahwa dukungan orang tua sangat
menentukan suksesnya terapi sehingga terapi perilaku ini disertai
dengan edukasi dan pelatihan pasien dan keluarga.
c. Pola Asuh Orang Tua
Terdapat perbedaan yang berbeda-beda dalam mengelompokkan
pola asuh orang tua dalam mendidik anak, yang antara satu dengan
yang lainnya hampir mempunyai persamaan. Jenis pola asuh orang tua
terhadap anaknya, yakni :
1) Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan
aturanaturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk
berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak
atas nama diri sendiri dibatasi.
2) Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang
tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk
tidak selalu tergantung pada orang tua.
3) Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak yang
cenderung bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa atau
muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa
saja yang dikehendaki.
Bagi orang tua yang anaknya telah terdeteksi dengan GPPH,
kiranya lebih baik mengunakan pola asuh demokratis. Orang tua harus
lebih bijaksana dan tegas dan diperlukan interaksi yang baik antara
anak dan orang tua. 2,3
2.11 Komplikasi
2.12 Prognosis
Perjalanan ADHD itu bervariasi, ada yang mengalami remisi dan menetap.
1) Persisten atau menetap. Pada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga
masa remaja atau dewasa. Gejala akan lebih cenderung menetap jika
terdapat riwayat keluarga, peristiwa negatif dalam hidupnya, komobiditas
dengan gejala-gejala perilaku, depresi dan gangguan cemas. Dalam
beberapa kasus, hiperaktivitasnya akan menghilang, tetapi tetap mengalami
inatensi dan kesulitan mengontrol impuls (tidak hiperaktif, tetapi impulsif
dan ceroboh). Anak ini rentan dengan penyalahgunaan alkohol dan narkoba,
kegagalan disekolah, sulit mempertahankan pekerjaan, serta pelanggaran
hukum.
2) Remisi. Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada
masa remaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia 12
hingga 20 tahun. Gejala yang pertama kali memudar adalah hiperaktivitas
dan yang paling terakhir adalah distractibility.
a. Remisi total. Anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa remaja
dan dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang memuaskan, dan
memiliki gejala sisa yang sedikit.
b. Remisi parsial. Pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial mudah
menjadi antisosial, mengalami gangguan mood, sulit mempertahankan
pekerjaan, mengalami kegagalan disekolah, melanggar hukum, dan
menyalahgunakan alkohol dan narkoba.
Prognosa anak dengan ADHD tergantung dari derajat persistensi
psikopatologi komorbidnya, terutama gangguan perilaku, disabilitas sosial, serta
faktor-faktor keluarga. Prognosa yang optimal dapat didukung dengan cara
memperbaiki fungsi sosial anak, mengurangi agresivitas anak, dan memperbaiki
keadaan keluarganya secepat mungkin.3