You are on page 1of 33

REFERAT

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Disusun oleh:
dr. Fransisca Hilda Carolina Pratiwi

Pembimbing :
dr. Indiarto Wityawan, Sp.OG

RSUD KOTA CILEGON

PROVINSI BANTEN

2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : dr. Fransisca Hilda Carolina Pratiwi


Jabatan : Dokter Internsip
Periode Internsip : November 2017 – November 2018
Topik : Kehamilan Ektopik Terganggu
Wahana : RSUD Kota Cilegon

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI TANGGAL :


………………………………………………

Dokter Pembimbing

dr. Indiarto Wityawan, Sp.OG

Dokter Pendamping Dokter Pendamping

dr. Dian Arissanthy dr. H. Kamal Sumardin

2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat
rahmat-Nya, saya selaku penuyusun tinjauan pustaka ini, dapat menyelesaikan tinjauan
pustaka ini, yang berjudul “Kehamilan Ektopik Terganggu”.

Tidak lupa, saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
mendukung saya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Khususnya untuk
dokter pembimbing, yakni dr. Indiarto Wityawan, Sp.OG yang bersedia untuk meluangkan
waktunya untuk membimbing saya. Tidak lupa, saya mengucapkan terima kasih kepada
dokter pendamping wahana RSUD Cilegon, yang sudah memberikan bantuan, dan
kesempatan pada saya, sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan, dan dapat
dipresentasikan Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman sejawat dokter
internsip yang telah mendukung saya, sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tinjuan pustaka ini terdapat banyak
kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, saya dengan terbuka menerima segala kritik, dan
saran dalam penulisan laporan kasus ini, sehingga penulisan laporan selanjutnya, dapat lebih
baik lagi kedepannya. Saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan-kesalahan penulisan, di
dalam laporan kasus ini.

Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, dan para
pembaca tentunya. Terima kasih.

Cilegon, Mei 2018

Penyusun

3
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ................................................................................................... 2

Kata Pengantar ........................................................................................................... 3

Daftar Isi .................................................................................................................... 4

Bab I Pendahuluan .................................................................................................... 5

Bab II Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 6

2. Kehamilan Normal ..................................................................................... 6


2.1 Definisi ..................................................................................................... 7
2.2 Epidemiologi ............................................................................................ 8
2.3 Etiologi ..................................................................................................... 9
2.4 Jenis Kehamilan Ektopik ......................................................................... 10
2.5 Patofisiologi ............................................................................................. 12
2.6 Manifestasi Klnis ..................................................................................... 14
2.7 Penegakkan Diagnosis ............................................................................. 18
2.8 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 19
2.9 Diagnosis banding .................................................................................... 25
2.10 Penatalaksanaan ..................................................................................... 26
2.11 Komplikasi ............................................................................................. 30
2.12 Prognosis ................................................................................................ 31
2.13 Kesimpulan ............................................................................................ 32

Daftar Pustaka ............................................................................................................ 33

4
BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan terjadi karena adanya pertemuan antara sel ovum dan sel sperma yang
disebut dengan konsepsi. Hasil konsepsi kemudian akan berimplantasi dalam kavum uterus
dan normalnya terjadi pada dinding depan atau belakang fundus uteri. Jika berimplantasi
diluar kavum uteri disebut kehamilan ektopik. Lebih dari 1 dalam setiap 100 kehamilan di
Amerika Serikat adalah kehamilan ektopik dan lebih dari 95% kehamilan ektopik terjadi di
tuba fallopi. Kehamilan ektopik masih menjadi penyebab utama kematian ibu hamil di
Amerika Serikat dan merupakan penyebab tersering mortalitas ibu pada trimester pertama.1

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel telur yang telah
dibuahi dan tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Bila kehamilan tersebut
mengalami proses pengakhiran ( abortus/ ruptur ) maka disebut dengan kehamilan ektopik
terganggu ( KET ). Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopi ( 90-95% )
dengan 70-80% di ampula, sangat jarang terjadi di ovarium, cavum abdominal, canalis
servikalis, dan intraligamenter.2

Riwayat kerusakan tuba, baik karena kehamilan ektopik sebelumnya atau karena
pembedahan tuba merupakan risiko tertinggi terjadinya kehamilan ektopik. Riwayat infeksi
tuba atau penyakit menular seksual lain juga merupakan faktor risiko umum. Satu kali
serangan salpingitis dapat diikuti kehamilan ektopik pada hampir 9% wanita. Kehamilan
ektopik diidentifikasi dengan menggabungkan temuan klinis serta pemeriksaan serum dan
sonografi transvagina. Temuan klinis yang dinilai adalah riwayat amenore, perdarahan
pervaginam dan nyeri perut bawah. Ketika nyeri semakin berat yang disertai pemeriksaan
cavum douglass menonjol maka didiagnosis dengan KET. Mereka yang diperkirakan ruptur
tuba perlu segera menjalani terapi pembedahan.2

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kehamilan Normal

Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba fallopi menuju ke
uterus. Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zigot. Dalam 3
hari terbentuk kelompok sel yang sama besarnya dan disebut stadium morula. Dalam ukuran
yang sama ini hasil konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars interstitialis tuba (
bagian-bagian tuba yang sempit ) dan terus kearah kavum uteri oleh arus serta getaran silia
pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba. Dalam kavum uteri, hasil konsepsi mencapai
stadium blastula. Blastula dilindungi oleh simpai yang disebut trofoblas, yang mampu
menghancurkan dan mencairkan jaringan. Ketika blastula mencapai rongga Rahim, jaringan
endometrium dalam keadaan sekresi. Jaringan endometrium ini banyak mengandung sel-sel
desidua. 3

Blastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam ( inner-cell mass ) akan masuk ke
dalam desidua, menyebabkan luka kecil yang kemudian sembuh dan menutup lagi. Pada saat
nidasi terkadang terjadi sedikit perdarahan akibat luka desidua ( tanda Hartman ). Nidasi
terjadi pada dinding depan atau belakang uterus ( korpus ), dekat pada fundus uteri. Blastula
yang berimplantasi pada Rahim akan mulai tumbuh menjadi janin.3

Pada kehamilan ektopik, telur yang sudah dibuahi berimplantasi dan tumbuh di
tempat yang tidak semestinya. Kehamilan ektopik yang paling sering terjadi di daerah tuba
fallopi (98%), meskipun begitu kehamilan ektopik juga dapat terjadi di ovarium, rongga
abdonem, atau
serviks.2

Gambar 1. Proses implantasi normal di endometrium uterus3

6
Definisi

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi diluar lokasi normal endometrium.
Blastokis normalnya akan berimplantasi pada endometrium kavum uteri. Ektopik berasal dari
“ ektopos “Bahasa yunani yang berarti tidak pada tempatnya. Bila blastokis tidak
berimplantasi pada tempat tersebut, maka disebut kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik
terganggu ( KET ) merupakan kehamilan ektopik yang disertai dengan gejala akut abdomen,
dengan trias gambaran klasik yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan perdarahan
pervaginam. Implantasi hasil konsepsi dapat terjadi pada tuba fallopi, ovarium, dan kavum
abdomen atau pada uterus namun pada posisi yang abnormal ( kornu, serviks ). Kira-kira
95% kasus kehamilan ektopik terjadi pada tuba fallopi dan kehamilan ini disebut sebagai
kehamilan tuba. Kehamilan tuba tidaklah sinonim untuk kehamilan ektopik melainkan lebih
merupakan tipe kehamilan ektopik yang paling sering dijumpai.3

Kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi 5 berikut ini :3

 Kehamilan tuba, meliputi >95% yang terdiri atas :


Pars ampularis ( 55% ), pars ismika (25%), pars fimbriae (17%), dan pars interstisialis
(2%)
 Kehamilan ektopik lain <5% antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium, atau
abdominal. Untuk kehamilan abdominal lebih sering merupakan kehamilan
abdominal sekunder dimana semula merupakan kehamilan tuba yang kemudian
abortus dan meluncur ke abdomen dari ostium tuba pars abdominalis ( abortus tubaria
) yang kemudian embrio/buah kehamilannya mengalami reimplantasi di kavum
abdomen, misalnya di mesenterium/mesovarium atau di omentum.
 Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit
 Kehamilan heterotopic, merupakan kehamilan ganda dimana satu janin berada di
kavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik. Kejadi sekitar
1/15.000-40.000 kehamilan.
 Kehamilan ektopik bilateral. Kehamilan ini pernah dilaporkan walaupun sangat jarang
terjadi.

7
Gambar 2. Lokasi kehamilan ektopik4

Epidemiologi

Insiden kehamilan ektopik 2% dari semua kehamilan, dan penyebab utama kematian
selam trimester awal kehamilan. Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri
dalam satu konsepsi yang spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka
kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah
dilapotkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke
tahun cenderung meningkat.5

Insiden tahunan kehamilan ektopik telah meningkat selama 30 tahun terakhir . Di


dunia barat 4–10% kematian terkait kehamilan telah diamati , dan sekarang ini adalah
masalah yang berkembang di negara berkembang. Menurut WHO kehamilan ektopik
mengakibatkan sekitar 5% kematian ibu pada negara-negara berkembang. Meskipun
kemajuan dalam metode diagnostik telah memungkinkan untuk diagnosis lebih awal, masih
tetap merupakan kondisi yang mengancam jiwa. Sekitar, 75% kematian pada trimester
pertama dan 9% dari semua kematian terkait kehamilan disebabkan oleh kehamilan ektopik.6

8
Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun
1987 ialah 153 diantara 4.007 persalinan atau 1 di antara 26 persalinan. Di Amerika Serikat,
sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur 35-44 tahun dimana
wanita kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih tinggi untuk mengalami kehamilan ektopik
dibandingkan wanita kulit putih.3

Resiko untuk mengalami kehamilan ektopik yang berulang dikatakan 7-13 kali lebih
besar atau sekitar 10-25% dibandingkan wanita yang tidak pernah mengalami kehamilan
ektopik.3

Di RSUD Cilegon jumlah kejadian ektopik pada tahun 2011 sebanyak 10 pasien
dengan kehamilan ektopik , tahun 2012 sebanyak 17 pasien dengan kehamilan ektopik, tahun
2013 sebanyak 11 pasien dengan kehamilan ektopik, tahun 2014 sebanyak 17 pasien dengan
kehamilan ektopik, tahun 2015 sebanyak 11 pasien dengan kehamilan ektopik,tahun 2016
sebanyak 9 pasien dengan kehamilan ektopik, tahun 2017 sebanyak 9 pasien dengan
kehamilan ektopik , dan pada bulan januari, februari, dan maret tahun 2018 jumlah insiden
kehamilan ektopik sudah mencapai 8 pasien dengan kehamilan ektopik.

Etiologi

Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak disebutkan karena secara patofisiologi


mudah dimengerti sesuai dengan proses awal kehamilan sejak pembuahan sampai nidasi. Bila
nidasi terjadi diluar kavum uteri atau di luar endometrium, maka terjadilah kehamilan
ektopik. Dengan demikian, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam
nidasi embrio ke endometrium menjadi penyebab kehamilan ektopik ini. Faktor-faktor yang
disebutkan adalah sebagai berikut :3

 Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit atau
buntu. Keadaan uterus yang mengalami hypoplasia dan saluran tuba yang berkelok-
kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi dengan baik. Juga
pada keadaan pascaoperasi rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi terjadinya
kehamilan ektopik. Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan endometriosis tuba
atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital. Adanya tumor disekitar saluran
tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang menyebabkan perubahan bentuk
dan patensi tuba, juga dapat menjadi etiologi kehamilan ektopik.

9
 Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian berhenti dan tumbuh di
saluran tuba.
 Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral,
membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
 Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesterone dapat mengakibatkan
gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik.
 Faktor lain
Termasuk disini antara lain adalah pemakaian IUD dimana proses peradangan yang
dapat timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang sudah menua dan faktor perokok juga
sering dihubungkan dengan terjadinya kehamilan ektopik.

Jenis kehamilan ektopik3

1. Kehamilan pars interstisialis tuba


Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba.
Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba. Ruptur
pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir bulan
keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan
menyebabkan kematian.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi kavum
abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber perdarahan
dengan melakukan wedge resection pada kornu uteri dimana tuba pars interstisialis
berada.3
2. Kehamilan ektopik ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan kehamilan
intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda ( combined ectopic

10
pregnancy ). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000-40.000 persalinan. Di
Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.3
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi kehamilan ektopik
yang terganggu. Pada laparatomi ditemukan uterus yang membesar sesuai dengan
tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea.3
3. Kehamilan ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut
ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spielberg, yakni :3
o Tuba pada sisi kehamilan harus normal
o Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
o Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium
o Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin
Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan
ovarial biasanya terjadi ruptur pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan
dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya
sehingga tidak terjadi ruptur, ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran
yang terdiri atas ovarium yang mengandung darah, vili korialis dan mungkin
juga selaput mudigah.
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam
kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan
muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium
uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12
minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan.
Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat menyebabkan banyak
perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi
totalis.3
Paalman dan Mc Ellin membuat kriteria klinik sebagai berikut :3
- Ostium uteri internum tertutup
- Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
- Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik
- Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri

11
- Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga
terbentuk hour-glass uterus

5. Kehamilan ektopik kronik 3


Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus karena
mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitar misalnya ligamentum latum, uterus, dasar
panggul, usus dan sebagainya. Dalam keadaan demikian, anatomi sudah
kabur. Kehamilan ektopik lanjut biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba
yang mengalami abortus atau ruptur dan janin dikeluarkan dari tuba dalam
keadaan masih diselubungi oleh kantung ketuban dengan plasenta yang masih
utuh yang akan terus tumbuh di tempat implantasinya yang baru.3

Patofisiologi

Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium untuk
proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan mengalami
beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Karena tuba bukan merupakan suatu
media yang baik untuk pertumbuhan embrio atau mudigah, maka pertumbuhan dapat
mengalami beberapa perubahan dalam bentuk ini :3

 Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi


Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi
kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak
mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.
 Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh vili
korialis pada dinding tuba ditempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini
dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada derajat perdarahan yang
timbul.
Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen
tuba dan kemudian didorong oleh darah kearah ostium tuba pars abdominalis.
Frekuensi abortus dalam tuba bergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus

12
ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampularis, sedangkan
penembusan dinding tuba oleh vili korialis kearah peritoneum biasanya terjadi pada
kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan oleh lumen pars ampularis yang
lebih luas sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi jika
dibandingkan dengan bagian ismus dengan lumen sempit.
Pada pelepasa hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan
terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola
kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-
biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui
ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglasi dan akan membentuk
hematokel retrouterina.
 Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya terjadi
pada kehamilan muda. Sebaliknya, rupture pada pars interstisialis terjadi pada
kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan rupture ialah
penembusan vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Rupture dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus dan
pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut,
kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak sampai menimbukkan syok dan
kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam
lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba
abdominal.
Bila pada abortus dalam tuba ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi.
Dalam hal ini dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena
tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang rupture terjadi diarah ligamentum itu. Jika
janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan
tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Perdarahan
dapat berlangsung terus sehingga penderita akan cepat jatuh dalam keadaan anemia
atau syok oleh karena hemoragia. Darah tertampung pada rongga perut akan mengalir
ke kavum douglasi yang makin lama makin banyak dan akhirnya dapat memenuhi
rongga abdomen. Bila penderita tidak dioperasi dan tidak meninggal karena
perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya

13
kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil , dapat diresorbsi seluruhnya, bila besar,
kelak dapat diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan
dengan plasenta yang masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut,
sehingga akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan
makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan
sekitarnya, misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul, dan usus.

Gambar 3. Ruptur tuba fallopi pada Kehamilan Ektopik Terganggu

Manifestasi Klinik

Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas dan penderita
maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan, sampai
terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba. Kehamilan ektopik terganggu yang khas ditandai
dengan trias klasik yaitu amenore, nyeri perut mendadak serta perdarahan pervaginam.7

1. Kehamilan ektopik belum terganggu


Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum mengalami ruptur sulit untuk
diketahui, karena penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Amenorea atau
gangguan haid dilaporkan oleh 75-95% penderita. Lamanya amenore tergantung pada
kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami
amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Tanda-tanda
kehamilan muda seperti nausea dilaporkan oleh 10-25% kasus.7
Disamping gangguan haid, keluhan yang paling sering disampaikan ialah nyeri di
perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur.
Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.

14
Keadaan ini juga masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik yang lain
seperti ultrasonografi ( USG ) dan laparoskopi.7
Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan abortus atau ruptur
yang disertai perdarahan dalam rongga perut, maka pada setiap wanita dengan
gangguan haid dan setelah diperiksa dicurigai adanya kehamilan ektopik harus
ditangani dengan sungguh-sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada sampai
diperoleh kepastian diagnostic kehamilan ektopik karena jika terlambat diatasi dapat
membahayakan jiwa penderita.7
2. Kehamilan ektopik terganggu
Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda dari perdarahan
banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas.
Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau
ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum
penderita sebelum hamil.3
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau akut biasanya
tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu
(KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan
intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan,
tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang lebih banyak
dapat menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasa nyeri
mula-mula terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut,
rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah dan bila membentuk
hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri.3
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena
pelepasan desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat
tua. Frekuensi perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguan
pembentukan Hcg ( human chorionic gonadotropin ).3
Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat dan pada pemeriksaan
ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga perut. Pada pemeriksaan
ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum Douglas yang
menonjol dan nyeri raba.7

15
Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor di samping uterus dalam
berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel retouterina dapat diraba
sebagai tumor di kavum Douglas.3
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis
menahun. Kelambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda tidak jelas,
demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu pucat.
Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang terganggu
berlangsung lambat. Dalam keadaan yang demikian, alat bantu diagnostik sangat
diperlukan untuk memastikan diagnosis.7

Adapun gejala dan tanda dari kehamilan ektopik terganggu yang sering dijumpai ialah
sebagai berikut :6

1. Nyeri perut
Nyeri perut merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu, yang
terjadi pada kira-kira 90-100% penderita. Nyeri bisa terjadi unilateral atau bilateral
dan bisa terjadi baik pada perut bagian bawah maupun atas. Nyeri juga bisa dirasakan
sebagai nyeri tajam, nyeri tumpul, atau kram serta bisa terus menerus atau hilang
timbul. Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan
intensitasnya sangat berat disebabkan oleh darah yang mengalir ke kavum
peritoneum. Biasanya pada abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus
menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke
dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut
bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga
menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina dapat
menyebabkan nyeri saat defekasi.
2. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
terganggu, kira-kira terjadi pada 60-80% penderita. Perdarahan biasanya mulai 7-14
hari setelah periode menstruasi yang terlewatkan/tidak terjadi. Selama fungsi
endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan;
namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa
uterus akan mengalami perdarahan. Hal ini menunjukkan sudah terjadi kematian janin
dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari
uterus biasanya sedikit-sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat terputus-putus atau

16
terus-menerus. Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic
gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.
3. Amenore
Tidak adanya riwayat terlambat haid bukan berarti kemungkinan kehamilan tuba
dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga
dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin
sebelum haid berikutnya. Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus
atau lebih. Salah satu sebabnya karena pasien menganggap perdarahan pervaginam
yang lazim terjadi pada kehamilan tuba sebagai periode haid yang normal, dan dengan
demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru. Sumber kesalahan diagnostik
yang penting ini dapat diatasi pada banyak kasus bila riwayat haid ditanyakan dengan
teliti. Sifat haid terakhir harus ditanyakan secara terinci berkenaan dengan waktu
mulainya, lamanya serta banyak haid dan dianjurkan pula untuk menanyakan apakah
pasien merasa bahwa haidnya abnormal.
4. Tekanan darah dan denyut nadi
Sebelum terjadi ruptur, tanda vital umumnya normal. Respon awal terhadap
perdarahan bervariasi dari tanpa perubahan tanda vital sampai bradikardi dan
hipotensi. Tekanan darah menurun ( sistolik <90 mmHg ), nadi cepat dan lemah
(>110kali/menit ), pucat berkeringat dingin, kulit lembab, nafas cepat ( > 30kali/menit
), cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar bisa terjadi bila perdarahan berlangsung
terus dan terjadi hipovolemia yang signifikan.
5. Perubahan uterus
Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena pengaruh hormon-
hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, dimana tetap terjadi
pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati ukuran uterus
pada kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin masih dalam
keadaan hidup. Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh
massa ektopik tersebut.
6. Tumor dalam rongga panggul ( massa pelvis )
Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga panggul. Masa
ini memiliki ukuran, konsistensi, serta posisi yang bervariasi. Biasanya massa
berukuran antara5-15 cm, teraba lunak dan elastis. Akan tetapi, dengan terjadinya
infiltrasi tuba yang luas oleh karena darah, masa dapat teraba keras. Hampir selalu
massa pelvic ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus. Timbulnya massa

17
pelvis disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya. Keluhan nyeri dan nyeri
tekan mendahului gejala massa yang ditemukan dengan palpasi.
7. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala sering kencing karena perangsangan peritoneum oleh
darah di dalam rongga perut.
8. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau bahkan menurun.
Suhu yang sampai 38C dan mungkin berhubungan dengan hemoperitonium dapat
terjadi; namun suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya
infeksi. Karena itu peningkatan suhu merupakan gambaran yang penting untuk
membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan salpingitis akut;
pada salpingitis akut, suhu tubuh umumnya diatas 38C.
9. Pada pemeriksaan dalam
Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari, dijumpai pada
lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau sedang mengalami
ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadi.
10. Hematokel pelvis
Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding tuba yang
terjadi bertahap, diikuti oleh perembasan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen
tuba, kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan
bahkan keluhan yang ringan dapat mereda. Namun darah yang terus merembes akan
berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya perlengketan, dan
akhirnya membentuk hematokel pelvis. Pada sebagian kasus, hematokel pelvis
akhirnya akan terserap dan pasien dapat sembuh tanpa pembedahan. Pada sebagian
lainnya, hematokel dapat ruptur ke dalam kavum peritonei atau mengalami infeksi
dan membentuk abses. Kendati demikian, peristiwa yang paling sering terjadi adalah
rasa tidak enak terus menerus akibat adanya hematokel, dan akhirnya pasien akan
memeriksakan diri ke dokter beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan setelah
ruptur yang sebenarnya terjadi.

Penegakkan diagnosis

Kesukaran mendiagnosis kehamilan ektopik belum terganggu demikian besarnya


sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus tuba atau ruptur tuba sebelum keadaan
menjadi jelas.

18
Anamnesis : haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadang-kadang
terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri abdominal terutama bagian bawah dan
perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan merupakan tanda dan gejala klinis
yang mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik. Gejala nyeri abdominal dan perdarahan
pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga sensitive.3

Pemeriksaan umum : penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan dalam
rongga perut dan tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian
bawah sedikit membesar dan nyeri tekan. Kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak
dapat didiagnosis secara tepat semata-mata atas adanya gejala klinis dan pemeriksaan fisik.3

Pemeriksaan ginekologi : tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan


serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar
ditentukan. Kavum douglas yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan adanya hematokel
retrouterina. Suhu kadang-kadang naik sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi
pelvis.3

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis kehamilan


ektopik ialah sebagai berikut :9

1. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang
terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tetapi turunnya
kadar Hb disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk
mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi
mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar Hb belum seberapa turunnya,
maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan kadar Hb pada
pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut. Pada kasus jenis tidak mendadak,
biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa penurunan Hb baru terlihat
setelah 24 jam.
- Perhitungan leukosit
Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan
sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna dalam

19
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-
tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan ektopik dan
infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya
menunjukkan adanya infeksi pelvis.
- Tes kehamilan

Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang
lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes
yang mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi Akan tetapi tes negatif
tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian
hasil konsepsi dan degenerasi tropoblas menyebabkan produksi hCG menurun dan
menyebabkan hasil tes negatif. Permasalahan yang timbul kemudian adalah
bagaimana mendeteksi penanda kehamilan ini dengan cara klinik yang
terefektif.Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi
lateks yang paling sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik
gonadotropin yang berkisar dari 500 hingga 800 mIU per mL. Kemudahan
penggunaannya dan kecepatannya diimbangi dengan persentase kemungkinan
hasil positif yang besarnya hanya sekitar 50 hingga 60 persen pada wanita dengan
kehamilan ektopik. Pada wanita dengan kehamilan yang normal, waktu
panggandaan rata-rata untuk kadar beta-hCG serum kurang lebih 48 jam dan nilai
normal yang paling rendah adalah 66 %. Mereka menghitung angka ini dengan
mengurangkan nilai mula-mula dengan dari nilai 48 jam dan membagi hasilnya
dengan nilai mula-mula tersebut untuk kemudian dikalikan dengan seratus
sehingga didapatkan suatu presentase. Kedua pengukuran kadar beta-hCG harus
dilakukan pada waktu yang bersamaan dan bahwa hasil-hasil yang lebih dapat
diandalkan bisa di peroleh dengan interval waktu 48 jam. Mereka menyimpulkan
bahwa kegagalan untuk mempertahankan kecepatan peningkatan produksi beta-
hCG ini bersama-sama dengan uterus yang kosong merupakan bukti yang sangat
subjektif kearah kehamilan ektopik. Lebih lanjut pakar tersebut mengakui bahwa
rancangan ini akan menunda pembedahan paling tidak selama 48 jam dan bahwa
hasil tes tersebut secara keliru bisa mengidentifikasikan 15 % wanita normal
sebagai kelainan ektopik dan 13 % wanita kelainan ektopik sebagai wanita
6
normal. 
 Doubling time untuk serum beta-hCG pada kehamilan intrauterine
adalah 48 jam hingga mencapai 10.000-20.000 mIU/mL. Berdasarkan penelitian
tentang doubling time, serum level beta-hCG akan meningkat paling kurang 66 %
dalam 48 jam pada 85 % kehamilan normal. Doubling time hanya bisa digunakan
pada awal kehamilan hingga kurang dari 41 hari kehamilan.

- Ultrasonografi ( USG )

20
USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal.
Diagnosis dari kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan USG
transvaginal dibandingkan dengan USG transabdominal. Pada USG
transabdominal biasanya ditemukan kavum uteri yang tidak berisi kantong gestasi,
gambaran cairan bebas serta massa abnormal di daerah pelvis. Sedangkan pada
USG transvaginal digunakan setelah satu minggu telat haid yang dikombinasi
dengan pemeriksaan kadar ß-hCG serum. Sebuah kantung gestasi merupakan
tanda pada USG, yang berlokasi pada permukaan endometrial dan tampak dengan
USG transvaginal 30-35 hari setelah menstruasi terakhir. Terlihat daerah
sonolusen di tengah yang dikelilingi dengan lapisan ekogenik tebal, yang dibentuk
oleh reaksi desidual di sekeliling kantong korionik. Yolk sac sebagai struktur yang
pertama kali terlihat dalam kantong gestasi, tampak pada 5 minggu setelah
menstruasi terakhir. Gerakan jantung janin pertama kali terlihat saat umur
kehamilan 5-6 minggu. Kegagalan untuk dapat melihat kantong gestasi sampai 24
hari atau lebih setelah konsepsi (38 hari atau lebih) biasanya menunjukkan adanya
kehamilan ektopik.10
Saat beta-hCG mencapai 2000 mIU/mL, gestasional sac harus bisa dilihat didalam
uterus pada USG transvaginal, ketika sudah mencapai 6000 mIU/mL harus sudah

bisa dilihat dengan USG abdominal.
 USG transvaginal dapat membedakan

kehamilan dalam uterus atau di luar antara lain sebagai berikut :10

1. Kehamilan intrauterine (IUP) : sebuah gestational sac dengan sebuah


sonolusent center (diameter >5mm) dikelillingi oleh cincin yang tebal,
konsentris dan echogenic, terletak didalam endometrium dan mengandung
fetal pole, yolk sac, atau keduanya. 


2. Kemungkinan IUP abnormal : gestational sac dengan diameter lebih besar


dari 10 mm tanpa fetal pole atau dengan fetal pole tanpa aktivitas kardiak.

3. Kehamilan ektopik : sebuah struktur seperti cincin tebal, echogenik


terletak diluar uterus, dengan gestational sac yang mengandung fetal pole,
yolk sac atau keduanya. 


21
USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih
cepat. Meskipun USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler
dapat menunjukkan bahwa massa tersebut adalah massa ektopik dengan
menunjukkan adanya aktivitas vaskular abnormal pada massa tersebut dan juga
gambaran vaskular uterin yang tenang. Perbedaan USG Doppler dan USG standar
ini sangat berarti pada awal kehamilan, dan hal ini dapat mengarah kepada

pengobatan medisinalis seawal


mungkin.

Gambar 4. Gambaran USG menunjukkan kehamilan intauterin dan kehamilan tuba10

Gambar 5. Gambaran detail kehamilan ektopik10

- Kombinasi USG dengan pengukuran serum ß-hCG


Bila pada USG trasvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar ß-hCG
serum 1500 mIu/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat
dipastikan dengan tingkat akurasi hampir 100%.

Empat kemungkinan klinik berdasarkan nilai kuantitatif ß-hCG :9

a. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan terlihat di dalam
uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka diagnosis kehamilan normal pada
dasarnya bisa dipastikan.

22
b. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak kosong, maka
kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar. Keadaan ini jarang dijumpai
dalam praktek klinik sebenarnya. 

c. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan intrauteri jelas
terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau segera akan terjadi.
Kehamilan ektopik masih menjadi suatu kemungkinan karena derajat ultrasonik yang
ada. Diagnosis keliru mengenai kantong kehamilan dalam uterus dapat saja dibuat
kalau ada bekuan darah atau silinder desidua. 

d. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang kosong, tidak
ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan untuk melihat kantong
kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada pemeriksaan USG abdomen yang
dikerjakan sebelum usia kehamilan 5 minggu. Sayangnya usia kehamilan yang tepat
acapkali tidak diketahui pada wanita dengan suspek kehamilan ektopik. Pada kasus-
kasus ini, wanita tersebut dapat mengalami abortus atau bisa mempertahankan
kehamilannya dan kemudian terbentuk kantong kehamilan, atau dapat pula
memperlihatkan bukti yang menunjukkan adanya kehamilan ektopik. 


- Kuldosintesis9
Suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada
darah atau cairan lain. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan tenakulum,
kemudian sebuah jarum panjang ukuran 16 atau 18 dimasukkan lewat forniks
posterior vagina ke dalam kavum Douglas dan kemudian dilakukan aspirasi cairan
yang ada di dalamnya. Jika darah yang diaspirasi kemudian membeku, darah ini
mungkin berasal dari pembuluh darah yang mengalami perforasi bukan dari
kehamilan ektopik yang mengalami perdarahan kecuali terjadi perdarahan cepat
dari tempat ruptur dan darah dapat diaspirasi dari kavum Douglas sebelum sempat
membeku.
 Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan
pada wanita dengan riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum
Douglas kemungkinan sudah mengalami obliterasi. Jadi, kegagalan untuk
mendapatkan darah dari kavum Douglas tidak meniadakan kemungkinan
diagnosis hemoperitonium dan tentu saja bukan merupakan bukti yang menentang
adanya kehamilan ektopik dengan atau tanpa ruptur.
- Kadar Progesteron9
Pada umumnya kadar serum progesterone pada pasien dengan kehamilan ektopik
lebih rendah dibandingkan kehamilan normal. Pada suatu penelitian yang
melibatkan lebih dari 5000 pasien dengan kehamilan trimester I , diketahui bahwa
70% dari penderita dengan kehamilan normal mempunyai kadar progesterone

23
lebih dari 25 ng/mL, dimana hanya 1,5% dari penderita kehamilan ektopik yang
mempunyai kadar progesterone serum lebih dari 25 ng/mL.
Kadar progesterone serum dapat dipergunakan untuk skrining tes baik pada
kehamilan ektopik maupun pada kehamilan normal terutama apabila tidak tersedia
pemeriksaan hCG dan USG. Kadar progesterone serum yang kurang dari 5 ng/mL
mempunyai sensivitas yang tinggi adanya kehamilan yang abnormal, tetapi tidak
sampai 100%. Resiko terjadinya kehamilan normal dengan kadar progesterone
serum kurang dari 5 ng/mL kira-kira 1:1500. Karena itu pengukuran progesterone
serum saja tidak bisa dipergunakan untuk menegakkan diagnosa.
- Kuretase uterus9
Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang
menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar
kasus, kuretase sangat menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL dan
titer HCG yang tidak meningkat dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan
pemeriksaan hasilnya dapat digunakan untuk mencegah laparoskopi yang tidak
perlu pada pasien yang mengalami keguguran. Dengan melarutkan hasil kuretase
pada larutan salin, biasanya menunjukkan adanya vili, tetapi tidak selalu. Hasil
kuretase dalam larutan salin dapat mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari pasien
yang mengalami kehamilan ektopik dan kesalahan sebesar 11,3 % pada pasien
dengan kehamilan intrauterine. Karena ketidakakuratan ini, pemeriksaan patologi
dan pemantauan titer HCG sangat diperlukan untuk konfirmasi.
- Laparoskopi4
Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada
organ pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang
disempurnakan telah mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam
upaya untuk menggunakan sonde transabdominal intraperitoneal yang dilengkapi
dengan cahaya untuk melihat organ-organ dalam panggul. Meskipun demikian,
laparoskopi yang aman dan berhasil memerlukan peralatan yang sempurna,
operator yang berpengalaman, ruang operasi dan biasanya tindakan anestesi
seperti pada pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul mungkin tidak dapat
dilakukan bila terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru atau sudah
lama terjadi. Kadang-kadang, pengenalan kehamilan tuba dini tanpa terjadinya
ruptur sulit dilakukan dengan laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat seluruhnya.
Laparoskopi merupakan diagnosis definitif pada kebanyakan kasus. Selain itu
laparoskopi operatif juga digunakan sebagai jalan untuk memindahkan massa
ektopik dan sekaligus sebagai saluran untuk menyuntikkan kemoterapi.
- Laparotomi4
Jika masih terdapat keraguan, laparotomi harus dilakukan, karena kematian akibat

24
kelambatan atau ketidakmampuan dalam mengambil keputusan jauh lebih tragis
daripada pembedahan yang tidak diperlukan. Angka kematian yang berkaitan
dengan pembedahan yang terbatas pada insisi suprapubik yang dilakukan secara
hati-hati dan diperbaiki kembali, adalah sangat kecil. Di samping itu, diagnosis
sering dipermudah dengan inspeksi langsung dan palpasi organ pelvis yang
dimungkinkan lewat laparotomi. Hal yang mengesankan adalah bahwa laparotomi
jangan ditunda meskipun dilakukan laparoskopi pada wanita dengan kelainan
serius dalam panggul atau abdomen yang memerlukan tindakan pasti dan segera.
Laparotomi dikerjakan bila penderita secara hemodinamik tidak stabil, dan
membutuhkan terapi definitive secepatnya.

Bagan 3. Algoritma Diagnosis Kehamilan Ektopik Berdasarkan Kadar Progesteron Serum


dan ß-Hcg 9

Diagnosis Banding

Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus, kista folikel,
korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai, serta apendisitis. Penyakit-
penyakit ini dapat memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan KET. Perbedaan
dari masing-masing penyakit tersebut adalah sebagai berikut :6

25
1. Infeksi pelvis

Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat diraba
pada pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada pemeriksaan fisik
0
didapatkan perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 37,5 C, sedangkan pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih tinggi daripada KET
serta tes kehamilan negatif.
2. Abortus iminens atau insipiens
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan lebih
merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah median.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping atau di
belakang uterus serta gerakan servik uteri tidak menimbulkan nyeri.
3. Ruptur korpus luteum

Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan
pervaginam, serta tes kehamilan (-).
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis

Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan perdarahan
pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat daripada
kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan
serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perutnya di titik McBurney.

Penatalaksanaan

Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi. Dalam tindakan


demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu : 3

 kondisi penderita saat itu


 keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
 lokasi kehamilan ektopik
 kondisi anatomik organ pelvis
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif yaitu hanya dilakukan
salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam
keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan

26
pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan
radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang
mengalami ruptur pada tubanya. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini
mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan
sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.
a. Salpingostomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan
pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%
kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai
dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier
dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Produk kehamilan dikeluarkan dengan
hati-hati dari dalam lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan
dengan melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat
yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa. Hemostasis yang
komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada tindakan ini
akan menyebabkan perdarahan post operasi yang akan membawa pada
terjadinya adhesi intralumen. Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan
terputus, jahitan harus diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan
lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan.

Salpingostomi

b. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu
alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian
implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba.

27
Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk
menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan
dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada
ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan
mikroskop/loupe.
c. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami ruptur,
karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmonal yang serius. Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan,
dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem
Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong
irisan kecil pada miometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang
terlalu dalam ke miometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang
absorable 0 digunakan untuk menutup miometrium pada sisi reseksi baji.
Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang
absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah
terjadinya hematom pada ligamentum latum.
2. Medikamentosa8
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi transvaginal,
memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara dini.
Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara dini adalah bahwa
penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan. Penatalaksanaan medisinalis
memiliki keuntungan yaitu kurang invasif, menghilangkan risiko pembedahan dan
anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas dan mengurangi biaya serta
memperpendek waktu penyembuhan. Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis
tuba yang belum pecah pernah dicoba ditangani menggunakan kemoterapi untuk
menghindari tindakan pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini ialah:
a. Kehamian di pars ampularis tuba belum pecah
b. Diameter kantong gestasi = 4cm
c. Perdarahan dalam rongga perut =100 ml
d. Tanda vital baik dan stabil
Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v. dan faktor
sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari selama 8 hari. Methotrexate

28
merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan
multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase.
MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX dapat secara
oral, sistemik iv,im atau injeksi lokal dengan panduan USG atau laparoskopi. Dari
seluruh 6 kasus yang diobati, satu kasus dilakukan salpingektomi pada hari ke-12
karena gejala abdomen akut, sedangkan 5 kasus berhasil diobati dengan lain.
Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi
akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum
tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis,
dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis,
pleuritis, disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang sementara. Pemberian
MTX biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum
factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim
dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal
dan mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut. Sebelumnya penderita diperiksa
dulu kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah.
Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX, kadar hCG diperiksa kembali.
Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari
ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai
hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG
transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya
meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap
minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2 kedua.
Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar
94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai
empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.
Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya penyakit
ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri
abdomen.

29
Bagan 2. Kontraindikasi pemberian Methotrexate8

Bagan 3. Protocol pengobatan methotrexate8

Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain
berupa syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus. Komplikasi yang lain berupa

30
jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten . Namun kedua hal tersebut
biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani terapi bedah
konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat pasca terapi.9

Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui


laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan tingginya angka
jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan pengobatan lanjutan. Risiko
jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan hematosalping berdiameter lebih
besar dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000 IU/L dan hemoperitonium lebih dari 2000
ml. Meskipun reoperasi merupakan pengobatan pilihan, tetapi methotrexate lebih disukai.
Pengobatan profilaksis dapat diberikan dengan memberikan dosis multipel methotrexate (1
mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15 mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis
ditegakkan.9

Prognosis

Kematian ibu karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan


diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Namun bila pertolongan terlambat, maka
angka kematian akan meningkat. Sedangkan janin pada kehamilan ektopik biasanya akan
mati dan tidak dapat dipertahankan karena tidak berada pada tempat dimana ia seharusnya
tumbuh. Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.
Sebagian wanita dapat menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan antara 0-14.6%. Dengan kemajuan terapi yang ada sekarang,
kemungkinan ibu untuk dapat hamil kembali membesar, namun ini harus didukung
kemampuan untuk menegakkan diagnosis dini sehingga dapat diintervensi secepatnya. 8

31
BAB III

KESIMPULAN

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi diluar lokasi normal endometrium,
kehamilan ektopik paling sering terjadi padai tuba fallopi yang terdiri atas pars ampularis (55%), pars
ismika (25%), pars fimbriae (17%), dan pars interstisialis (2%). Resiko untuk mengalami
kehamilan ektopik yang berulang dikatakan 7-13 kali lebih besar atau sekitar 10-25%
dibandingkan wanita yang tidak pernah mengalami kehamilan ektopik. Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadi kehamilan ektopik antara lain : faktor tuba dimana terjadi peradangan atau
infeksi pada tuba, faktor abnormalitas dari zigot, faktor ovarium, faktor hormonal.

Gejala klinik kehamilan ektopik terganggu ditandai dengan trias klasik yaitu amenore, nyeri
perut mendadak dan perdarahan pervaginam. Kehamilan ektopik yang belum terganggu sulit untuk
diketahui, karena penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan terdapat nyeri goyang porsio. Dapat juga ditemukan gejala syok seperti tekanan darah
menurun, nadi lemah dan cepat, pucat, berkeringat dingin, nafas cepat, kesadaran menurun bila
perdarahan berlangsung terus dan terjadi hypovolemia yang signifikan.

Penatalaksanaan kehamilan ektopik terdiri dari pembedahan dan medikamentosa,


pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik terutama pada kehamilan
ektopik terganggu dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Pembedahan terdiri dari salpingotomi
dan salpingektomi. Terapi medikamentosa dengan pemberian methotreksat.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Leveno KJ, Cunningham FG, dkk. Kehamilan ektopik. Dalam obstetric Williams ;
Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC:2009.h69-75
2. Dewi P T, Risilwa. Jurnal Kehamilan ektopik terganggu; universitas syiah kuala,
banda aceh. 2017
3. Prawirohardjo, S. 2014, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan, Jakarta Pusat :
Yayasan Bina Pustaka. H.474-87
4. Kirsch, D Jonathan. Lisle Scout. Imaging of ectopic pregnancy. Available from :
URL:http://www.appliedradiology.com
5. Sepilian, Vicken ; Ellen W. Ectopic Pregnancy. Available from :
www.emedicine.com/health/topic3212.html
6. Rana P, Kazmi I, Singh R, Afzal M, A Fahad, Al-Abbasi, Aseeri A, Khan R, Anwar
F. Ectopic pregnancy a review. 2013
7. Della G, David, Mark D. Ectopic Pregnancy. Emergency Medicine Clinics of North
America. Volume 21 number 3.W.B Saunders Company. 2003
8. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Tubal Ectopic Pregnancy.
Available from : https://www.acog.org/Clinical-Guidance-and-Publications/Practice-
Bulletins/Committee-on-Practice-Bulletins-Gynecology/Tubal-Ectopic-
Pregnancy?IsMobileSet=false. 2018
9. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Haulth JC, Wenstrom KD.
Ectopic Pregnancy. In : William Obstetrics, 21 thed;USA;Mc graw hill;2001;h.883-
910
10. Berek JS. Ectopic Gestasion. In Novak’s Gynecology.13thed.Philadelphia Lippincot
Williams & Wilkins.2002.h510-34

33

You might also like