Professional Documents
Culture Documents
Snake Bite
Snake Bite
ISLAM
INDONESIA STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
FAKULTAS KEDOKTERAN Untuk Dokter Muda
Nama Dokter Muda Raihan Ar’ Rachman Tanda Tangan
NIM 13711080
Tanggal Ujian 15 November 2017
Rumah sakit RSUD WONOSARI
20 NOVEMBER-4 FEBRUARI
Gelombang Periode
2017
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bp. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Ngampo 004/021 Pacarejo Semanu
Waktu Masuk : 11 Desember 2017
Bangsal : Bakung
No. RM : 00647548
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 11 Desember 2017 di IGD pukul 16.15 WIB dengan
metode autoanamnesis.
Resume anamnesis :
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri & bengkak di punggung kaki kiri sejak
pukul 14.30 setelah digigit ular saat mengurus sapi miliknya. Nyeri dirasakan
terus menerus dilokasi gigitan dan menyebar hingga mencapai mata kaki. Nyeri
dirasakan memberat bila telapak kaki digunakan untuk menapak saat berjalan
dan tidak membaik saat posisi kaki diangkat dalam posisi telentang. Pasien
mengaku belum menjalani pengobatan apapun semenjak keluhan tersebut
muncul.
Keluhan sistemik
Pusing (-), sakit kepala (-), mata berkunang-kunang (-), sesak nafas (-), mual (-
), muntah (-), nafsu makan berkurang, tidak terdapat keluhan saat BAK (buang
air kecil) & BAB (buang air besar), dan tidak terdapat keluhan pada ektremitas
lain kecuali pada lokasi gigitan di punggung kaki kiri yang membengkak dan
kemerahan.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi & diabetes mellitus sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga
Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi.
Lingkungan dan kebiasaan
Sehari-hari pasien bekerja sebagai petani dengan pola makan dua sampai tiga
kali sehari dengan nasi, sayur, tahu, & atau tempe. Pasien merokok 1-2 kali
dalam sehari. Pasien mandi dua kali sehari dan langsung mengganti pakaian
setelah mandi.
III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL
Dilakukan pada tanggal : Selasa, 11 November 2017 pukul 16.15 WIB
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 138/81 mmHg
Suhu tubuh : 36,5°C
Frekuensi denyut nadi : 85x/menit
Frekuensi nafas : 20x/menit
IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
A. KEADAAN UMUM
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi badan : 162 cm
Berat badan : 50 Kg
IMT : 19,08
Status gizi : Normal
B. PEMERIKSAAN KEPALA
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Mulut : Atrofi papil lidah (-), bibir sianosis (-).
C. PEMERIKSAAN LEHER
Inspeksi : Simetris.
Palpasi : Perbesaran limfonodi (-).
Pemeriksaan trakhea : Tidak dilakukan.
Pemeriksaan kelenjar tiroid : Perbesaran (-).
Pemeriksaan tekanan vena sentral : Tidak dilakukan.
D. PEMERIKSAAN THORAX
- Paru
Inspeksi : Bentuk thorax normal, retraksi dinding dada (-).
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Pulmo dekstra dan sinistra sonor.
Auskultasi : Vesikuler pada semua lapang paru, wheezing (-), ronki (-)
- Jantung
Inspeksi : Bentuk thorax normal.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Tidak terdapat pembesaran jantung.
Auskultasi : S1 S2 reguler, bising (-).
E. PEMERIKSAAN ABDOMEN
Inspeksi : Dinding abdomen sejajar dengan dinding thorax.
Auksultasi : Peristaltik (+).
Perkusi : Timpani pada hampir semua area abdomen.
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-).
Pemeriksaan ren : Pemeriksaan nyeri ketok ginjal (-).
Pemeriksaan hepar : Tidak terdapat perbesaran.
Pemeriksaan lien : Tidak terdapat perbesaran.
Pemeriksaan asites : Tidak ada asites.
F. PEMERIKSAAN EKSTREMITAS
Ekstremitas atas : akral hangat (+/+), edem (-/-)
Ekstremitas bawah : akral hangat (+/+), edem (-/+)
V. DAFTAR MASALAH PASIEN
a. Masalah aktif :
- Nyeri & bengkak di punggung kaki kiri yang menyebar hingga ke mata kaki.
b. Masalah pasif
- -.
VI. DIAGNOSIS
- Snake Bite grade 1
VII. TINDAKAN DIAGNOSTIK/PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Hematologi
a. Hemoglobin : 12,8 gr%
b. Angka leukosit : 17.700 u/l
c. Trombosit : 274.000
d. HMT : 35%
e. Hemogram
Eosinofil :0
Basofil :0
Stab :0
Seg : 94
Limp :5
Mon :1
- GDS : 149 mg/dL
SNAKE BITE
2. Bisa Ular
Beberapa enzim yang terkandung dalam bisa ular antara lain :
Zinc metalloproteinase haemorrhagins: Merusak endotel vaskular, mengakibatkan
perdarahan.
Procoagulant enzymes: Mengandung serine protease dan enzim prokoagulan yang
merupakan zat pengaktif faktor X, prothrombin dan faktor koagulan yang menstimulasi
pembekuan darah dengan membentuk benang fibrin pada aliran darah. Ironisnya proses
ini membuat darah menjadi sukar membeku karena hampir semua fibrin rusak dan faktor-
faktor pembekuan darah tersebut akan berkurang dalam waktu sekitar 30 menit setelah
gigitan ular.
Phospholipase A2 (lecithinase): Merusak mitokondria, Sel darah merah, leukosit,
platelet, saraf tepi, otot skeletal, endotel vaskular, dan membran-membran lain,
menghasilkan aktifitas neurotoksik di presinaps, dan memicu pelepasan histamin dan
antikoagulan.
Acetylcholinesterase
Hyaluronidase: meningkatkan penyebaran bisa ke seluruh jaringan.
Enzim proteolitik : meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga menybabkan edema,
munculnya bulla, lebam, dan nekrosis pada tempat gigitan. 1
3. Epidemiologi
Pada tahun 1998 angka kematian diperkirakan sekitar 125.000 dari 5 juta kasus per
tahun termasuk 100.000 kematian dari 2 juta kasus di Asia.1 Di Amerika dilaporkan 4000-7000
kasus gigitan ukar per tahun dengan rata-rata 4 kasus per 100.000 penduduk. Selama 5 tahun
penelitian retrospektif dari sekitar 25 kasus gigitan, 4 diantaranya memerlukan tindakan
fasciotomi dan 2 memerlukan tandur kulit dengan rasio laki-laki : perempuan = 9 : 1 Dan 50%
sering terjadi pada umur 18-28 tahun.5 Di Indonesia sendiri dilaporkan sekitar 20 kasus
kematian dari ribuan kasus gigitan ular per tahun.1
4 Patogenesis
4.1. Gangguan pembekuan darah
Umumnya ular berbisa, bisanya mengandung serine protease, metaloproteinase yang
mengganggu hemostasis dengan aktivasi atau menghambat faktor koagulan atau platelet dan
merusak endotel vaskular. Enzim dalam bisa ular akan berikatan dengan reseptor platelet
menginduksi atau menghambat agregasi platelet. Enzim-enzim prokoagulan akan
mengaktifkan protrombin, faktor V, X, XIII dan pasminogen endogen. Kombinasi konsumsi
aktivitas antikoagulan, terganggunya jumlah dan fungsi platelet dan kerusakan dinding endotel
pembuluh darah berakibat perdarahan yang hebat pada pasien,
Penyakit pembekuan darah (koagulopati) ditandai defibrinasi yang berkaitan dengan
jumlah trombosit. Di samping itu dapat mengubah protrombin menjadi trombin dan
mengurangi faktor V,VII, protein C dan plasminogen. Tekanan di sistem kardiovaskuler
menyebabkan DIC atau tekanan di otot jantung. 2
4.2 Neurotoksik
Bisa ular yang bersifat neurotoksik akan menghambat eksitasi neuromuskular junction
perifer dengan berbagai cara. Sehingga gejala yang paling sering muncul adalah mengantuk,
menunjukkan bahwa ada kemungkinan pengaruh sedasi sentral yang terkait dengan molekul
kecil non protein yang terdapat dalam bisa ular king cobra. Hampir sebagian besar neurotoksin
akan mengakibatkan pamanjangan efek dari asetilkolin, sehingga muncul gejala paralisis
seperti ptosis, ophtalmoplegia eksternal, midriasis, dan depresi jalan napas dan total flacid
paralysis seperti pada pasien dengan Myastenia Gravis. Selain itu ada pola paralisis desendens
yang sulit dijelaskan secara patofisiologinya.
4.3 Hipotensi
Hipotensi yang terjadi pasca gigitan ular disebabkan karena banyak hal terkait bisa ular itu
sendiri. Ada beberapa faktor yang memepngaruhi permeabilitas pembuluh darah sehingga
terjadi ekstravasasi plasma ke jaringan interstisiel. Selain itu zat-zat dalam bisa ular akan
memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap otot jantung, otot polos dan jaringan
lain. Melalui bradykinin-potentiating peptide, efek hipotensif dari bradikinin akan semakin
meningkat dengan tidak aktifnya peptidyl peptidase yang berfungsi menghancurkan bradikinin
dan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Penemuan patofisiologi ini merupakan
awal mula sintesis captopril dan ACE inhibitor lain.
5. Diagnosis
5.1 Anamnesa
Riwayat dan mekanisme kejadian, jenis ular yang menggigit (warna, ukuran, bentuk,
ciri khas) dapat ditanyakan langsung kepada korban gigitan, namun seringkali pasien tidak
tahu. Selain itu perlu ditanyakan waktu kejadian yang dapat mempengaruhi terapi dan
prognosis pasien, gejala yang pasien rasakan saat ini serta riwayat alergi, pengobatan
(antikoagulan) dan penyakit terdahulu (jantung, paru, ginjal).5
4. Status lokalis :
1) terdapat sepasang lubangan (pungsi) bekas gigitan sebagai tanda luka,
2) bengkak sekitar gigitan dan berwarna kemerahan (tanda-tanda inflamasi) yang muncul
dalam 5 menit sampai 12 jam setelah kejadian
3) daerah sekitar gigitan nyeri,muncul bula
4) mati rasa atau kebas (numbness) atau kesemutan rasa berdenyut-denyut (tingling) di
sekitar wajah atau tungkai dan lengan.
Beberapa faktor yang berpengaruh pada kematian akibat gigitan antara lain 1
1. Serum Anti Bisa Ular : pemberian dosis yang tidak adekuat atau anti bisa ular yang
hanya spesifik untuk satu jenis spesia ular tertentu.
2. Waktu ketika mendapat terapi yang adekuat pada pusat layanan kesehatan memanjang
akibat korban biasanya terlebih dahulu datang pada pengobatan alternatif atau masalah
pada transportasi.
3. Adanya kegagalan multifungsi pada sistem organ sebagai contoh syok hemoragik atau
sepsis ,dan obstruksi jalan nafas.
5.4 Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan Darah lengkap meliputi leukosit,
trombosit, Hemoglobin, hematokrit dan hitung jenis leukosit. Faal Hemostasis (
Prothrombin time, Activated Partial Thromboplastin time, Faal ginjal (BUN, Kreatinin),
Urinalisis untuk melihat myoglobinuria, dan Anlisis Gas darah.
Pencitraan
Foto rontgen thorax untuk melihat apakah ada edema paru
Lain-lain
Mencari tanda-tanda sindrom kompartemen.
.
5.5 Diagnosis Banding 5
- Anafilaksis
- Deep vein thrombosis (DVT)
- Gigitan kalajengking
- Syok septik
- Sengatan lebah
- Luka terinfeksi
5.6 Klasifikasi
Derajat gigitan ular :
1. Derajat 0
- Bekas gigitan 2 taring.
- Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam.
- Pembengkakan dan nyeri minimal.
2. Derajat I (Minimal)
- Bekas gigitan 2 taring
- Bengkak dan kemerahan dengan diameter 1 – 5 inchi.
- Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam.
- Nyeri sedang sampai berat.
3. Derajat II (Moderate)
- Bekas gigitan 2 taring.
- Nyeri hebat, Bengkak dan kemerahan dengan diameter 6 – 12 inchi dalam 12 jam.
- Petechie, echimosis, perdarah pada bekas gigitan.
- Ada tanda-tanda sistemik (mual, muntah, demam, Pembesaran kelenjar getah bening).
4. Derajat III (Severe)
- Bekas gigitan 2 taring.
- nyeri sangat hebat , Bengkak dan kemerahan lebih dari 12 inchi.
- Tanda-tanda derajat I dan II muncul dengan sangat cepat. Ditemukan tanda-tanda sistemik
(gangguan koagulasi, mual, muntah, takikardi, hipotermia, ekimosis, petekia
menyeluruh).
- Syok dan distres nafas .
5. Derajat IV (Extremely severe)
- Sangat cepat memburuk.
- Bengkak dan kemerahan di seluruh ekstremitas yang terkena gigitan, muncul ekimosis,
nekrosis dan bulla.
- Meningkatnya tekanan intrakompartemen yang dapat menghambat aliran darah vena atau
arteri.
- Kegagalan multiorgan (ginjal, jantung) bisa sampai koma bahkan meninggal.
6. Penatalaksanaan
Secara umum tujuan panatalaksanaan pasien dengan gigitan ular adalah untuk menetralisisr
toksin, mengurangi angka kesakitan, dan mencegah komplikasi. Alur yang harus dilakukan
adalah :
Pertolongan pertama
Rujukan ke rumah sakit
Penilain klinis dan resusitasi dengan cepat dan tepat
Mengenali spesies ular jika memungkinkan
Melakukan pemeriksaan penunjang
Pemberian Serum Anti Bisa Ular (SABU)
Observasi respon terhadap pemberian SABU
Terapi suportif dan perawatan luka gigitan
Rehabilitasi serta terapi komplikasi
Biasanya setelah kejadian tergigit ular akan dilakukan beberapa cara tradisional untuk
penanganan pertama, namun sebaiknya cara- cara tersebut tidak dilakukan :
Menyedot bisa ular dengan mulut.
Memasang torniquet dengan ketat di sekitar luka gigitan karena bisa mengakibatkan
nyeri, bengkak dan menghambat aliran darah ke ekstremitas perifer.
Melakukan kompres panas, dingin atau penyayatan luka.
Pemberian ramuan herbal atau kompres es. 1,5
Yang harus dilakukan sebagai pertolongan pertama pada korban gigitan ular sebelum ke
rumah sakit (pre hospital) :
Pastikan ABC dan monitor tanda-tanda vital (Nadi, Laju pernafasan, Tekanan Darah,
Suhu) kemudian lakukan resusitasi dengan kristaloid sekitar 500- 1000 cc.
Pembatasan pergerakan dan imobilisasi pada daerah sekitar gigitan.
Segera rujuk ke tempat pelayanan kesehatan yang memadai.
Jangan berikan SABU terlebih dahulu. 1,2,5
Rumah sakit
Selalu periksa Airway Breathing Circulation Disability of nervous system Exposure
(hindari hipotermia) dan evaluasi tanda-tand syok (takipnea, takikardia, hipotensi,
perubahan status mental). Pemberian SABU berdasarkan derajat gigitan ular.1
Keadaan yang memerlukan resusitasi segera jika adanya tanda-tanda syok dari
- Efek bisa ular pada cardiovascular seperti hipovilemia, syok perdarahan, pelepasan
mediator inflamasi dan yang jarang yaitu anafilaksis primer.
- Gagal nafas karena paralisis otot pernafasan.
- Cardiac arrest karena hiperkalemia akibat rhabdomyolisis.
6.2 Antibiotik
Antibiotik profilaksis spektrum luas masih direkomendasikan yaitu cephalosporin
generasi tiga dengan spektrum luas gram negatif (Ceftriaxone) akan menekan
pertumbuhan bakteri yang mengakibatkan infeksi sekunder.
6.3 Analgesik
Jika diperlukan dapat diberikan analgetik kuat seperti golongan opioid : petidin
dengan dosis dewasa 50-100 mg, anak-anak 1-1,5 kg/kgBB atau morfin dengan dosis
dewasa 5-10 mg dan anak-anak 0,03-0,05 mg/kg.
6.4 Komplikasi
Hal utama penyebab kecacatan adalah nekrosis lokal dan sindrom kompartemen.
Nekrosis yang luas mungkin memerlukan tindakan debridemen atau amputasi karena
kerusakan pada jaringan yang lebih dalam. Di kemudian hari dapat saja timbul
osteomyelitis, dan ulkus kronis. Jika setelah gigitan ular sempat terjadi paralisis otot
pernapasan yang mengakibatkan hipoksia otak dan bisa mengakibatkan defisit neurologis
menetap.
6.5 Monitoring
Pada pasien dengan gagal nafas dapat diberikan oksigen, intubasi atau bagging manual
dan biasanya akan membaiki dalam 1 bulan. Dapat juga diberikan anticholinesterase. Tirah
baring dan pembatasan gerak untuk menghindari trauma diperlukan pada pasien dengan
gangguan hemostasis, dapat diberikan transfusi FFP (fresh Frozen Plasma) dan
Cryoprecipitate dengan konsentrat platelet, namun jika tidak ada dapat diebrikan Whole
Blood. Kadang diperlukan vasopressor sejenis dopamin atau norepinefrin pada pasien
dengan syok atau kerusakan miokardium dan dialisi jika terjadi AKI. Adanya
rhabdomyolisis mengakibatkan asidosis metabolik seperti pada crush injury dapat
dikoreksi dengan natrium bicarbonat sesuai dosis3.
DAFTAR PUSTAKA
1. Warrell, David A. 2010. Guidelines for the management of snake-bites. WHO Regional
Office for South-East Asia
2. Warrel, David A. 2010. Snake Bite. Department of Clinical Medicine, University of
Oxford,
3. Prihatini, Trisnaningsih, Muchdor, U.N. Rachman. 2007. Penyebaran gumpalan dalam
pembuluh darah (disseminated intravascular coagulation) akibat racun gigitan ular.
Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 14, No. 1,
November 2007.
4. Cribari, Cris. 2004. Management of Poisonous Snakebites. American College of
Surgeons Committee on Trauma.
5. Snake Bite. Daley, Brian James. 2011
.http://emedicine.medscape.com/article/168828-overview