You are on page 1of 18

UNIVERSITAS DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

ISLAM
INDONESIA STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
FAKULTAS KEDOKTERAN Untuk Dokter Muda
Nama Dokter Muda Raihan Ar’ Rachman Tanda Tangan
NIM 13711080
Tanggal Ujian 15 November 2017
Rumah sakit RSUD WONOSARI
20 NOVEMBER-4 FEBRUARI
Gelombang Periode
2017

LAPORAN MANAJEMEN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Bp. S
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Umur : 48 tahun
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Petani
 Alamat : Ngampo 004/021 Pacarejo Semanu
 Waktu Masuk : 11 Desember 2017
 Bangsal : Bakung
 No. RM : 00647548
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 11 Desember 2017 di IGD pukul 16.15 WIB dengan
metode autoanamnesis.
Resume anamnesis :
 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri & bengkak di punggung kaki kiri sejak
pukul 14.30 setelah digigit ular saat mengurus sapi miliknya. Nyeri dirasakan
terus menerus dilokasi gigitan dan menyebar hingga mencapai mata kaki. Nyeri
dirasakan memberat bila telapak kaki digunakan untuk menapak saat berjalan
dan tidak membaik saat posisi kaki diangkat dalam posisi telentang. Pasien
mengaku belum menjalani pengobatan apapun semenjak keluhan tersebut
muncul.
 Keluhan sistemik
Pusing (-), sakit kepala (-), mata berkunang-kunang (-), sesak nafas (-), mual (-
), muntah (-), nafsu makan berkurang, tidak terdapat keluhan saat BAK (buang
air kecil) & BAB (buang air besar), dan tidak terdapat keluhan pada ektremitas
lain kecuali pada lokasi gigitan di punggung kaki kiri yang membengkak dan
kemerahan.
 Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi & diabetes mellitus sebelumnya.
 Riwayat penyakit keluarga
Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi.
 Lingkungan dan kebiasaan
Sehari-hari pasien bekerja sebagai petani dengan pola makan dua sampai tiga
kali sehari dengan nasi, sayur, tahu, & atau tempe. Pasien merokok 1-2 kali
dalam sehari. Pasien mandi dua kali sehari dan langsung mengganti pakaian
setelah mandi.
III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL
Dilakukan pada tanggal : Selasa, 11 November 2017 pukul 16.15 WIB
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 138/81 mmHg
Suhu tubuh : 36,5°C
Frekuensi denyut nadi : 85x/menit
Frekuensi nafas : 20x/menit
IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
A. KEADAAN UMUM
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi badan : 162 cm
Berat badan : 50 Kg
IMT : 19,08
Status gizi : Normal
B. PEMERIKSAAN KEPALA
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Mulut : Atrofi papil lidah (-), bibir sianosis (-).
C. PEMERIKSAAN LEHER
Inspeksi : Simetris.
Palpasi : Perbesaran limfonodi (-).
Pemeriksaan trakhea : Tidak dilakukan.
Pemeriksaan kelenjar tiroid : Perbesaran (-).
Pemeriksaan tekanan vena sentral : Tidak dilakukan.
D. PEMERIKSAAN THORAX
- Paru
Inspeksi : Bentuk thorax normal, retraksi dinding dada (-).
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Pulmo dekstra dan sinistra sonor.
Auskultasi : Vesikuler pada semua lapang paru, wheezing (-), ronki (-)
- Jantung
Inspeksi : Bentuk thorax normal.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Tidak terdapat pembesaran jantung.
Auskultasi : S1 S2 reguler, bising (-).
E. PEMERIKSAAN ABDOMEN
Inspeksi : Dinding abdomen sejajar dengan dinding thorax.
Auksultasi : Peristaltik (+).
Perkusi : Timpani pada hampir semua area abdomen.
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-).
Pemeriksaan ren : Pemeriksaan nyeri ketok ginjal (-).
Pemeriksaan hepar : Tidak terdapat perbesaran.
Pemeriksaan lien : Tidak terdapat perbesaran.
Pemeriksaan asites : Tidak ada asites.
F. PEMERIKSAAN EKSTREMITAS
Ekstremitas atas : akral hangat (+/+), edem (-/-)
Ekstremitas bawah : akral hangat (+/+), edem (-/+)
V. DAFTAR MASALAH PASIEN
a. Masalah aktif :
- Nyeri & bengkak di punggung kaki kiri yang menyebar hingga ke mata kaki.
b. Masalah pasif
- -.
VI. DIAGNOSIS
- Snake Bite grade 1
VII. TINDAKAN DIAGNOSTIK/PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Hematologi
a. Hemoglobin : 12,8 gr%
b. Angka leukosit : 17.700 u/l
c. Trombosit : 274.000
d. HMT : 35%
e. Hemogram
Eosinofil :0
Basofil :0
Stab :0
Seg : 94
Limp :5
Mon :1
- GDS : 149 mg/dL

VIII. Tatalaksana Gawat Darurat


A. Kausatif
- Inf. NaCl 0,9 % + SABU (Serum Anti Bisa Ular) 1 ampul 60 tpm.
B. Simtomatik
- Inj. Ketorolac 30mg/ml 1 ampul (1 ml).
- Inj. Ranitidin 25mg/ml 1 ampul (2 ml).
- Inj. Dexamethason 5 mg/ml 1 ampul (1 ml).
- Inj. Ceftriaxone 1 ampul (satu gram).
IX. Tatalaksana di Bangsal
-Infus Nacl 0,9% + 2 ampul ketorolac 30 mg/ml+ 1 ampul tramadol 50 mg/ml.
-Injeksi Ranitidin 25 mg/ml 1 ampul/12 jam.
-Injeksi Dexamethasone 5 mg/ml 1 ampul/8 jam.
-Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam.
LANDASAN TEORI

SNAKE BITE

1. Klasifikasi Jenis Ular


Diagnosis dari spesies ular yang menggigit korban penting untuk diketahui. Bisa
dilakukan dengan mengidentifikasi ular yg sudah mati, ciri-cirinya atau dari manifestasi klinis
yang muncul.1 Dari 2500–3000 spesies ular yang tersebar di dunia kira-kira ada 500 ular yang
beracun.3 Famili Viperidae (vipers, adders, pit vipers, and mocassins), Elapidae (cobras,
mambas, kraits, coral snakes, Australasian venomous snakes, and sea snakes), Atractaspididae
(burrowing asps) — memiliki kemampuan untuk menyuntikkan bisa menggunakan gigi yang
telah termodifikasi (taring). 2

Viperidae Elapidae Atractaspididae


Gambar 1 : Jenis-jenis ular berbisa
Bisa ular dihasilkan dan disimpan pada sepasang kelnjar di bawah mata dan
dihubungkan ke taring oleh Saluran racun menghubungkan kelenjar penghasil racun sampai
dasar taring (fang).

Gambar 3 : Anatomi kantong bisa ular dan saluran bisa


Sampai saat ini belum ada aturan baku untuk membedakan ular berbisa atau tidak.
Beberapa ular yang tidak berbisa telah berevolusi menyerupai ular beracun begitu pula
sebaliknya sehingga terlihat hampir sama. Meskipun dalam beberapa hal ular berbisa memiliki
ciri-ciri tertentu seperti ukuran dan bentuk tubuhnya, pola kulitnya, perilaku dan suara jika
dalam keadaan terancam.1 Sebagai contoh ular jenis kobra sudah dikenal luas akan menegakkan
tubuhnya, menyemburkan racun dan secara agresif mematuk lawannya jika dalam kondisi
terancam.
Ular penghasil bisa (snake venom) berbahaya, bisa yang dikeluarkannya 90%
merupakan protein sisanya merupakan nonenzim seperti protein nontoksis yang mengandung
karbohidrat dan logam. Bisa tersebut mengandung lebih dari 20 macam enzim yang berbeda
termasuk phospholipases A2, B, C, D hydrolases, phosphatases (asam sampai alkalis),
proteases, esterases, acetylcholinesterase, transaminase, hyaluronidase, phosphodiesterase,
nucleotidase dan ATPase serta nucleosidases (DNA & RNA).3

2. Bisa Ular
Beberapa enzim yang terkandung dalam bisa ular antara lain :
 Zinc metalloproteinase haemorrhagins: Merusak endotel vaskular, mengakibatkan
perdarahan.
 Procoagulant enzymes: Mengandung serine protease dan enzim prokoagulan yang
merupakan zat pengaktif faktor X, prothrombin dan faktor koagulan yang menstimulasi
pembekuan darah dengan membentuk benang fibrin pada aliran darah. Ironisnya proses
ini membuat darah menjadi sukar membeku karena hampir semua fibrin rusak dan faktor-
faktor pembekuan darah tersebut akan berkurang dalam waktu sekitar 30 menit setelah
gigitan ular.
 Phospholipase A2 (lecithinase): Merusak mitokondria, Sel darah merah, leukosit,
platelet, saraf tepi, otot skeletal, endotel vaskular, dan membran-membran lain,
menghasilkan aktifitas neurotoksik di presinaps, dan memicu pelepasan histamin dan
antikoagulan.
 Acetylcholinesterase
 Hyaluronidase: meningkatkan penyebaran bisa ke seluruh jaringan.
 Enzim proteolitik : meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga menybabkan edema,
munculnya bulla, lebam, dan nekrosis pada tempat gigitan. 1

Peningkatan permeabilitas vaskular jika berlangsung terus menerus akan


mengakibatkan renjatan atau syok yang jika tidak tertangani dapat menyebabkan
kematian. Seringkali bisa ular bersifat neurotoksik yang menyebabkan kelumpuhan
(paralysis) dan terhentinya pernapasan, serta pengaruh kardiotoksik menyebabkan denyut
jantung berhenti juga berpengaruh kepada terjadinya miotoksik.2

Tabel 1 : Protein pada bisa ular dan kepentingan klinis 1

3. Epidemiologi
Pada tahun 1998 angka kematian diperkirakan sekitar 125.000 dari 5 juta kasus per
tahun termasuk 100.000 kematian dari 2 juta kasus di Asia.1 Di Amerika dilaporkan 4000-7000
kasus gigitan ukar per tahun dengan rata-rata 4 kasus per 100.000 penduduk. Selama 5 tahun
penelitian retrospektif dari sekitar 25 kasus gigitan, 4 diantaranya memerlukan tindakan
fasciotomi dan 2 memerlukan tandur kulit dengan rasio laki-laki : perempuan = 9 : 1 Dan 50%
sering terjadi pada umur 18-28 tahun.5 Di Indonesia sendiri dilaporkan sekitar 20 kasus
kematian dari ribuan kasus gigitan ular per tahun.1

4 Patogenesis
4.1. Gangguan pembekuan darah
Umumnya ular berbisa, bisanya mengandung serine protease, metaloproteinase yang
mengganggu hemostasis dengan aktivasi atau menghambat faktor koagulan atau platelet dan
merusak endotel vaskular. Enzim dalam bisa ular akan berikatan dengan reseptor platelet
menginduksi atau menghambat agregasi platelet. Enzim-enzim prokoagulan akan
mengaktifkan protrombin, faktor V, X, XIII dan pasminogen endogen. Kombinasi konsumsi
aktivitas antikoagulan, terganggunya jumlah dan fungsi platelet dan kerusakan dinding endotel
pembuluh darah berakibat perdarahan yang hebat pada pasien,
Penyakit pembekuan darah (koagulopati) ditandai defibrinasi yang berkaitan dengan
jumlah trombosit. Di samping itu dapat mengubah protrombin menjadi trombin dan
mengurangi faktor V,VII, protein C dan plasminogen. Tekanan di sistem kardiovaskuler
menyebabkan DIC atau tekanan di otot jantung. 2

4.2 Neurotoksik
Bisa ular yang bersifat neurotoksik akan menghambat eksitasi neuromuskular junction
perifer dengan berbagai cara. Sehingga gejala yang paling sering muncul adalah mengantuk,
menunjukkan bahwa ada kemungkinan pengaruh sedasi sentral yang terkait dengan molekul
kecil non protein yang terdapat dalam bisa ular king cobra. Hampir sebagian besar neurotoksin
akan mengakibatkan pamanjangan efek dari asetilkolin, sehingga muncul gejala paralisis
seperti ptosis, ophtalmoplegia eksternal, midriasis, dan depresi jalan napas dan total flacid
paralysis seperti pada pasien dengan Myastenia Gravis. Selain itu ada pola paralisis desendens
yang sulit dijelaskan secara patofisiologinya.
4.3 Hipotensi
Hipotensi yang terjadi pasca gigitan ular disebabkan karena banyak hal terkait bisa ular itu
sendiri. Ada beberapa faktor yang memepngaruhi permeabilitas pembuluh darah sehingga
terjadi ekstravasasi plasma ke jaringan interstisiel. Selain itu zat-zat dalam bisa ular akan
memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap otot jantung, otot polos dan jaringan
lain. Melalui bradykinin-potentiating peptide, efek hipotensif dari bradikinin akan semakin
meningkat dengan tidak aktifnya peptidyl peptidase yang berfungsi menghancurkan bradikinin
dan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Penemuan patofisiologi ini merupakan
awal mula sintesis captopril dan ACE inhibitor lain.

5. Diagnosis
5.1 Anamnesa
Riwayat dan mekanisme kejadian, jenis ular yang menggigit (warna, ukuran, bentuk,
ciri khas) dapat ditanyakan langsung kepada korban gigitan, namun seringkali pasien tidak
tahu. Selain itu perlu ditanyakan waktu kejadian yang dapat mempengaruhi terapi dan
prognosis pasien, gejala yang pasien rasakan saat ini serta riwayat alergi, pengobatan
(antikoagulan) dan penyakit terdahulu (jantung, paru, ginjal).5

5.2 Manifestasi Klinis


- Gigitan ular tanpa masuknya bisa ular
Pada korban gigitan ular atau yang masih disangka tergigit ular biasanya akan muncul
gejala panik, cemas serta gelisah dikarenakan kerakutan yang biasa sehingga dapat muncul
gejala kaku pada ekstremitas ataupun vasovagal shock. Tekanan darah dan nadi akan
meningkat disertai menggigil dan berkeringat.
- Gigitan ular dengan masuknya bisa ular
o Tanda dan gejala awal
Setelah masuknya taring ular pada kulit akan muncul nyeri yang kemudian berkembang
sensasi terbakar, berdenyut dan nyeri akan bertambah hebat dan akan meningkat ke
bagian proksimal dari bagian yang tergigit. Pembesaran kelenjar getah bening regional
sering dijumpai (KGB ingunalis jika yang tergigit adalah ekstremitas inferior dan KGB
axila jika yang tergigit adalah ekstremitas superior.

5.3 Pemeriksaan Fisik


1. Cek tanda-tanda vital (jalan napas, napas, sirkulasi / ABC)
2. Cek tanda bekas gigitan ular berbentuk 2 titik bekas taring ular
3. Status generalis :
1) lemas, mual, muntah, nyeri perut
2) hipotensi
3) penglihatan terganggu, edema konjungtiva (chemosis)
4) pengeluaran keringat dan hipersalivasi
5) Aritmia, edema paru, shock
6) Tanda perdarahan spontan (petekie, epistaksis, hemoptoe)
7) Parestesia

4. Status lokalis :
1) terdapat sepasang lubangan (pungsi) bekas gigitan sebagai tanda luka,
2) bengkak sekitar gigitan dan berwarna kemerahan (tanda-tanda inflamasi) yang muncul
dalam 5 menit sampai 12 jam setelah kejadian
3) daerah sekitar gigitan nyeri,muncul bula
4) mati rasa atau kebas (numbness) atau kesemutan rasa berdenyut-denyut (tingling) di
sekitar wajah atau tungkai dan lengan.

Gambar 5 : Manifestasi klinis pasien dengan gigitan ular

Beberapa faktor yang berpengaruh pada kematian akibat gigitan antara lain 1
1. Serum Anti Bisa Ular : pemberian dosis yang tidak adekuat atau anti bisa ular yang
hanya spesifik untuk satu jenis spesia ular tertentu.
2. Waktu ketika mendapat terapi yang adekuat pada pusat layanan kesehatan memanjang
akibat korban biasanya terlebih dahulu datang pada pengobatan alternatif atau masalah
pada transportasi.
3. Adanya kegagalan multifungsi pada sistem organ sebagai contoh syok hemoragik atau
sepsis ,dan obstruksi jalan nafas.
5.4 Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan Darah lengkap meliputi leukosit,
trombosit, Hemoglobin, hematokrit dan hitung jenis leukosit. Faal Hemostasis (
Prothrombin time, Activated Partial Thromboplastin time, Faal ginjal (BUN, Kreatinin),
Urinalisis untuk melihat myoglobinuria, dan Anlisis Gas darah.
 Pencitraan
Foto rontgen thorax untuk melihat apakah ada edema paru
 Lain-lain
Mencari tanda-tanda sindrom kompartemen.
.
5.5 Diagnosis Banding 5
- Anafilaksis
- Deep vein thrombosis (DVT)
- Gigitan kalajengking
- Syok septik
- Sengatan lebah
- Luka terinfeksi

5.6 Klasifikasi
Derajat gigitan ular :
1. Derajat 0
- Bekas gigitan 2 taring.
- Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam.
- Pembengkakan dan nyeri minimal.
2. Derajat I (Minimal)
- Bekas gigitan 2 taring
- Bengkak dan kemerahan dengan diameter 1 – 5 inchi.
- Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam.
- Nyeri sedang sampai berat.
3. Derajat II (Moderate)
- Bekas gigitan 2 taring.
- Nyeri hebat, Bengkak dan kemerahan dengan diameter 6 – 12 inchi dalam 12 jam.
- Petechie, echimosis, perdarah pada bekas gigitan.
- Ada tanda-tanda sistemik (mual, muntah, demam, Pembesaran kelenjar getah bening).
4. Derajat III (Severe)
- Bekas gigitan 2 taring.
- nyeri sangat hebat , Bengkak dan kemerahan lebih dari 12 inchi.
- Tanda-tanda derajat I dan II muncul dengan sangat cepat. Ditemukan tanda-tanda sistemik
(gangguan koagulasi, mual, muntah, takikardi, hipotermia, ekimosis, petekia
menyeluruh).
- Syok dan distres nafas .
5. Derajat IV (Extremely severe)
- Sangat cepat memburuk.
- Bengkak dan kemerahan di seluruh ekstremitas yang terkena gigitan, muncul ekimosis,
nekrosis dan bulla.
- Meningkatnya tekanan intrakompartemen yang dapat menghambat aliran darah vena atau
arteri.
- Kegagalan multiorgan (ginjal, jantung) bisa sampai koma bahkan meninggal.

6. Penatalaksanaan
Secara umum tujuan panatalaksanaan pasien dengan gigitan ular adalah untuk menetralisisr
toksin, mengurangi angka kesakitan, dan mencegah komplikasi. Alur yang harus dilakukan
adalah :
Pertolongan pertama
 Rujukan ke rumah sakit
 Penilain klinis dan resusitasi dengan cepat dan tepat
 Mengenali spesies ular jika memungkinkan
 Melakukan pemeriksaan penunjang
 Pemberian Serum Anti Bisa Ular (SABU)
 Observasi respon terhadap pemberian SABU
 Terapi suportif dan perawatan luka gigitan
 Rehabilitasi serta terapi komplikasi
Biasanya setelah kejadian tergigit ular akan dilakukan beberapa cara tradisional untuk
penanganan pertama, namun sebaiknya cara- cara tersebut tidak dilakukan :
 Menyedot bisa ular dengan mulut.
 Memasang torniquet dengan ketat di sekitar luka gigitan karena bisa mengakibatkan
nyeri, bengkak dan menghambat aliran darah ke ekstremitas perifer.
 Melakukan kompres panas, dingin atau penyayatan luka.
 Pemberian ramuan herbal atau kompres es. 1,5

Yang harus dilakukan sebagai pertolongan pertama pada korban gigitan ular sebelum ke
rumah sakit (pre hospital) :
 Pastikan ABC dan monitor tanda-tanda vital (Nadi, Laju pernafasan, Tekanan Darah,
Suhu) kemudian lakukan resusitasi dengan kristaloid sekitar 500- 1000 cc.
 Pembatasan pergerakan dan imobilisasi pada daerah sekitar gigitan.
 Segera rujuk ke tempat pelayanan kesehatan yang memadai.
 Jangan berikan SABU terlebih dahulu. 1,2,5

Rumah sakit
Selalu periksa Airway Breathing Circulation Disability of nervous system Exposure
(hindari hipotermia) dan evaluasi tanda-tand syok (takipnea, takikardia, hipotensi,
perubahan status mental). Pemberian SABU berdasarkan derajat gigitan ular.1

Keadaan yang memerlukan resusitasi segera jika adanya tanda-tanda syok dari
- Efek bisa ular pada cardiovascular seperti hipovilemia, syok perdarahan, pelepasan
mediator inflamasi dan yang jarang yaitu anafilaksis primer.
- Gagal nafas karena paralisis otot pernafasan.
- Cardiac arrest karena hiperkalemia akibat rhabdomyolisis.

6.1 Serum Anti Bisa Ular (SABU)


Terapi anti bisa ular pertama kali diperkenalkan oleh Albert Calmette dari Institut
Pasteur di Saigon pada 1890.1 Terdapat dua jenis antiracun ular yaitu yang pertama terbuat
dari serum kuda setelah kuda diinjeksi dengan dosis racun ular subletal. Antiracun ini
kemudian diproses dan dimurnikan tetapi masih mengandung protein serum yang mungkin
masih memiliki sifat antigenik. Jenis kedua adalah yang direkomendasikan FDA tahun
2000 yaitu fragmen imunoglobulin monovalen dari domba yang dimurnikan untuk
menghindari protein antigenik. 5
SABU harus diberikan pada pasien jika memang diperlukan jika memberikan keuntungan
lebih besar. Indikasi pemberian SABU :
- Adanya abnormalitas hemostatis
Secara klinis adanya perdarahan spontan, koagulopati (dilihat dari faal hemostasis),
- Tanda neurotoksis (ptosis, paralisis otot pernapasan)
- Abnormalitas cardiovascular (hipotensi, syok, aritmia, EKG abnormal)
- Acute Kidney Injury (oliguria/anuria, peningkatan serum ureum dan atau creatinin)
- Hemoglobin/myoglobin-uria (ditandai dengan urin yang berwarna coklat gelap dan
adanya tanda rhabdomyolisis yaitu nyeri otot dan hiperkalemia)
Lebih dari seratus tahun, serum antibisa ular telah diterima secara luas dan digunakan
sebagai terapi. Terapi antidotum spesifik untuk bisa ular adalah hyperimmune globulin dari
binatang yang telah diimunisasi dengan bisa ular dan memproduksi antibodi. Pada pasien
gigitan ular yang mengalami gangguan pembekuan darah atau telah terbentuk clot maka
pemberian SABU akan memperbaiki d\an menghilangkan clot dalam waktu 2-28 jam.
Dalam suatu penelitian acak terkontrol, 40 dari 46 pasien yang diberikan SABU akan
membaik dalam waktu 6 jam meskipun tanda-tanda perdarahan masih didapatkan hingga
88 jam kemudian. Dosisnya adalah 2 ampul @ 5ml dalam NaCL diberikan drip/ 6 jam dan
apabila diperlukan dapat diteruskan setiap 24 jam sampai maksimum 80-100 ml.
SABU diberikan intravena kadang akan memunculkan reaksi alergi mulai dari yang
ringan seperti pruritus atau urtikaria sampai yang berat (syok anafilaksis). Berdasarkan
dosis, rute pemberian dan kulaitas SABU, resiko-resiko tersebut akan muncul pada 3-30%
dan hanya 5-10% diantaranya merupakan gejala sistemik yang berat. Hampir semua reaksi
alergi yang muncul dapat diatasi dengan pemberian epinefrin. Pencegahan timbulnya reaksi
alergi meliputi premedikasi dengan antihistamin atau kortikosteroid sebelum pemberian
SABU dan memperhatikan kepekatan konsentrasi SABU yang akan diberikan.1,2,4
Dua cara pemberian anti bisa ular :
- Intravena pelan (tidak lebih dari 2 ml/menit). Cara ini memberikan keuntungan karena
jika muncul reaksi alergi dapat segera dihentikan atau ditangani.
- Infus intravena dengan pengenceran Antibisa ular dengan cairan isotonik 5-10 ml/kg
dan habis dalam waktu 1 jam
- Intramuskular, namun cara ini memiliki kelemahan karena bioavailibiltasnya rendah
dan sulit untuk mencapai kadar yang diinginkan dalam darah, serta resiko hematom
pada tempat injeksi pada pasien dengan abnormalitas hemostasis.
Dipertimbangkan pemberian secara intramuskular jika jarak ke tempat layanan
kesehatan yang lebih memadai sangat jauh atau akses intravena sulit.
Jika terjadi reaksi alergi setelah pemberian SABU maka diberikan epinefrin
intramuskular pada sepertiga atas paha 0,5 mg untuk dewasa atau 0,01 mg/kg untuk anak-
anak dan dapat diulang 5-10 menit. Penatalaksanaan terkait pembedahan biasanya jika
ditemukan kompartemen sindrom yang ditandai dengan 5 P (pain, pallor, paresthesia,
paralysis, pulselesness. Jika ditemukan tanda-tanda tersebut dicurgai ada komparten
sindrom sehingga dilakukan fasciotomi (diindikasikan pada pasien yang terbukti
mengalami peningkatan tekanan intrakompartemen)5.

6.2 Antibiotik
Antibiotik profilaksis spektrum luas masih direkomendasikan yaitu cephalosporin
generasi tiga dengan spektrum luas gram negatif (Ceftriaxone) akan menekan
pertumbuhan bakteri yang mengakibatkan infeksi sekunder.

6.3 Analgesik
Jika diperlukan dapat diberikan analgetik kuat seperti golongan opioid : petidin
dengan dosis dewasa 50-100 mg, anak-anak 1-1,5 kg/kgBB atau morfin dengan dosis
dewasa 5-10 mg dan anak-anak 0,03-0,05 mg/kg.

6.4 Komplikasi
Hal utama penyebab kecacatan adalah nekrosis lokal dan sindrom kompartemen.
Nekrosis yang luas mungkin memerlukan tindakan debridemen atau amputasi karena
kerusakan pada jaringan yang lebih dalam. Di kemudian hari dapat saja timbul
osteomyelitis, dan ulkus kronis. Jika setelah gigitan ular sempat terjadi paralisis otot
pernapasan yang mengakibatkan hipoksia otak dan bisa mengakibatkan defisit neurologis
menetap.
6.5 Monitoring
Pada pasien dengan gagal nafas dapat diberikan oksigen, intubasi atau bagging manual
dan biasanya akan membaiki dalam 1 bulan. Dapat juga diberikan anticholinesterase. Tirah
baring dan pembatasan gerak untuk menghindari trauma diperlukan pada pasien dengan
gangguan hemostasis, dapat diberikan transfusi FFP (fresh Frozen Plasma) dan
Cryoprecipitate dengan konsentrat platelet, namun jika tidak ada dapat diebrikan Whole
Blood. Kadang diperlukan vasopressor sejenis dopamin atau norepinefrin pada pasien
dengan syok atau kerusakan miokardium dan dialisi jika terjadi AKI. Adanya
rhabdomyolisis mengakibatkan asidosis metabolik seperti pada crush injury dapat
dikoreksi dengan natrium bicarbonat sesuai dosis3.
DAFTAR PUSTAKA

1. Warrell, David A. 2010. Guidelines for the management of snake-bites. WHO Regional
Office for South-East Asia
2. Warrel, David A. 2010. Snake Bite. Department of Clinical Medicine, University of
Oxford,
3. Prihatini, Trisnaningsih, Muchdor, U.N. Rachman. 2007. Penyebaran gumpalan dalam
pembuluh darah (disseminated intravascular coagulation) akibat racun gigitan ular.
Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 14, No. 1,
November 2007.
4. Cribari, Cris. 2004. Management of Poisonous Snakebites. American College of
Surgeons Committee on Trauma.
5. Snake Bite. Daley, Brian James. 2011
.http://emedicine.medscape.com/article/168828-overview

You might also like