Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Asthma and obesity are prevalent disorders, each with a significant public health impact, and a large and
growing body of literature suggests an association between the two. The systemic inflammatory milieu in
obesity leads to metabolic and cardiovascular complications but this environment alters asthma risk or
phenotype is not yet known. Studies that evaluated the effects of leptin and obesity on airway inflammation
in response suggest that air way inflammation is enhanced by leptin. Leptin is stimulate a Th1 cytokine
profile and suppresses Th2 cytokine production. Whether resistance to the effects of the lung or on immune
function is unknown, but such resistance might be expected to polarize to a Th2. The aim of this study is
identify effect of leptin to lung mast cell proliferation via shifting Th1/Th2 balance using diet-induced obese
mice. Because there are contradictive between leptin immune function in leptin deficient and obese, to
understand the effect of leptin in diet-induced obese mice on immune function, lung mast cell proliferation
and correlation with IL-4 as represent cytokine Th2 and IL-2 represent cytokine Th1 has been studied.To
induced obesity, wistar mice (Rattus novergicus) were fed high-fat diet for 12 weeks, and control mice were
fed standard diet for the same period. The result suggested that the action of leptin in obese mice in vivo is
differ from leptin function on lymphocyte in vitro. These findings provide some evidence that leptin can
regulate the immune function in vivo, and suggest the role of leptin on asthma pathophysiology.
Keywords : leptin, mast cell, cytokine Th1/Th2 balance
Proliferasi mastosit dalam perkembangan penyakit Tabel 1. Perbedaan Konsentrasi Leptin Serum pada
asma. Diketahui, IL-4 dan SCF secara sinergis Kelompok Diet Normal dan Kelompok Diet Tinggi
meningkatkan proliferasi mastosit di jaringan Lemak
intestinal (11). Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Leptin ng/ml
terdapat kemungkinan bahwa peningkatan Mean SD sig
konsentrasi leptin pada obesitas yang diinduksi diet Diet N 1,513 0,514 p = 0,019
tinggi lemak meningkatkan faktor resiko asma, Diet TL 5,462 3,854
melalui perubahan keseimbangan Th1/Th2, yang
selanjutnya terjadi peningkatan densitas mastosit
pada jaringan paru. Dengan memahami keseimbangan sitokin Th1/Th2 di serum. Meskipun
mekanisme hubungan antara obesitas dan asma konsentrasi IL-2 dan IL-4 kelompok diet tinggi
dapat dikembangkan strategi terapeutik baru untuk lemak lebih tinggi dibandingkan kelompok diet
pencegahan dan penanganan asma atau atopi pada normal, akan tetapi terjadi perubahan perbandingan
populasi yang suseptibel. konsentrasi IL-2 dan IL-4. Pada kelompok diet
normal konsentrasi IL-2 lebih tinggi dibandingkan IL-
4. Sedangkan pada kelompok diet tinggi lemak
METODE
justru konsentrasi IL-4 yang lebih tinggi
Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan dibandingkan konsentrasi IL-2. Perbandingan (IL-
Acak Lengkap, dengan desain Postest Only Control 2/IL-4) pada kelompok diet normal adalah 2,26
Group. sedangkan pada diet tinggi lemak adalah 0,881.
Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih Densitas Mastosit di Jaringan Paru
Rattus novergicus galur wistar. Intervensi dalam
Mastosit dapat diidentifikasi melalui perbedaan
penelitian ini adalah pemberian diet tinggi lemak
warna dengan sel-sel disekitarnya jaringan sekitar.
dibandingkan dengan diet normal. Keluaran yang
Berukuran lebih besar, berisi granula yang berwarna
diukur pada serum adalah konsentrasi leptin,
ungu kecoklatan. Bentuk bervariasi dari bulat, oval
interleukin-4 dan interleukin-2, dengan uji ELISA.
sampai bentuk tidak beraturan. Lokasi mastosit
Disamping itu juga diukur densitas mastosit pada
cukup tersebar, terdapat area-area dimana mastosit
preparat jaringan paru. Data dianalisis dengan uji t
terkonsentrasi, seperti di area peribronchial,
berpasangan, korelasi dari Pearson dengan
perivascular dan alveoli. Jumlah mastosit
menggunakan Software Statistical Product and
merupakan rerata dari hasil penghitungan di 8 area
Servive Solution 14 PS (SPSS)
lapang pandang (Tabel 3).
HASIL Hasil uji t yang membandingkan jumlah mastosit
kedua kelompok menunjukkan adanya perbedaan
Konsentrasi Leptin Serum signifikan (p=0,00).
Terdapat perbedaan rerata konsentrasi leptin antara
kelompok diet normal dan kelompok diet tinggi
lemak. Nilai rerata konsentrasi leptin serum Tabel 3. Perbandingan Jumlah Mastosit Pada
Kelompok Diet Normal Dan Kelompok Diet Tinggi
kelompok diet tinggi lemak lebih dari tiga kali nilai Lemak
rerata konsentrasi leptin serum kelompok diet
normal. Akan tetapi pada kelompok diet tinggi lemak Jumlah mastosit
sebaran nilai yang ditunjukkan dengan standar Mean SD Sig
DN 17,219 4,867 Uji t p=0,000
deviasi juga sangat besar (3,854), hal tersebut
berarti variasi data pada kelompok diet tinggi lemak
besar. Dengan analisa uji t, diketahui konsentrasi
leptin serum lebih tinggi secara signifikan pada Dari Gambar 1 dan 2 menunjukkan hasil
kelompok diet tinggi lemak dibanding kelompok diet pemeriksaan mastosit di jaringan paru yang meliputi
normal (p=0,019). 4 lapangan pandang, dengan pengulangan masing-
Berbeda dengan IL-2, konsentrasi IL-4 kelompok masing dua kali. Terdapat perbedaan yang
diet tinggi lemak lebih tinggi dari kelompok diet mencolok antara diet normal dan diet tinggi lemak.
normal dengan perbedaan yang signifikan (p = Pada kelompok diet tinggi lemak jumlah mastosit
0,011). Lebih banyak pada setiap area lapang pandang.
Pengecualian ditemukan pada area subpleura yang
Hal yang menarik dari pemeriksaan ini adalah
menunjukkan jumlah mastosit tidak terlalu berbeda
terdapat pergeseran perbandingan konsentrasi IL-2
antara kelompok diet tinggi lemak dan kelompok diet
dan IL-4 yang merupakan representasi
normal.
Tabel 2. Perbandingan Konsentrasi Il-2 Dan Il-4 Serum pada Kelompok Diet Normal (DN) dan Diet Tinggi Lemak
(DTL)
peningkatan konsentrasi leptin serum, yang kelompok diet tinggi lemak meningkat signifikan
didahului dengan adanya peningkatan berat badan sehingga melampaui konsentrasi Interleukin-2
yang signifikan dibandingkan kelompok diet normal (sitokin Th1) serum dengan rasio 2,68 : 0,881. Hal ini
(data tidak ditampilkan). Peningkatan berat badan menunjukkan adanya peningkatan sekresi
diketahui meningkatkan kadar serum leptin, peptida interleukin-4 yang cukup tajam setelah pemberian
yang diproduksi adiposit dengan berat 16 kDA yang diet tinggi lemak. Interleukin-4 adalah sitokin
berperan dalam regulasi berat badan dan intake terpenting yang berperan dalam diferensiasi Th2
makanan. Pada obesitas yang diinduksi dengan melalui aktivasi faktor transkripsi signal transducer
diet tinggi lemak terjadi peningkatan jumlah dan and activator of transcription (STAT) 6. Interleukin-4
ukuran jaringan adiposit. Adanya peningkatan disekresi oleh naïve T-cell yang diinduksi signal
jumlah (hiperplasi) dan ukuran (hipertropi) sel lemak tertentu sehingga sel tersebut lebih cenderung
akibat diet tinggi lemak terjadi akibat peningkatan memproduksi interleukin-4 dibandingkan
proses diferensiasi progenitor preadiposit pada mengekspresikan interferon γ atau interleukin-2
penelitian dengan rodentia. yang selanjutnya lebih meningkatkan diferensiasi
Jaringan adiposa dapat berperan sebagai organ Th2 (8). Pada tikus dengan pemberian diet tinggi
endokrin yang menghasilkan adipokin, salah lemak, konsentrasi interleukin-4 lebih tinggi
satunya leptin dan molekul pro-inflamasi seperti dibandingkan dengan interleukin-2, hal ini
TNF α, IL-6, TGF β-1, CRP. Terdapat hubungan menunjukkan terdapat pergeseran produksi sitokin
yang erat antara derajat serum leptin dan jumlah pada naïve T-cell yang lebih cenderung mensekresi
lemak tubuh dengan mRNA leptin sel lemak interleukin-4 Kecenderungan naïve T cell dalam
(Mountage et al,1997), sehingga dapat dinyatakan memproduksi sitokin Th2 yang merupakan
bahwa sekresi leptin adalah refleksi dari karakteristik atopi secara umum, kemungkinan
pembesaran dan peningkatan jumlah sel lemak didasarkan atas 2 faktor, yaitu genetik dan paparan
(12). Lebih jauh ekspresi leptin dan derajad ukuran lingkungan (Gambar 6).
jaringan lemak yang meningkat dapat dipakai
sebagai ukuran dari peningkatan cadangan
trigliserida di jaringan lemak (13).
Secara fisiologis, leptin meregulasi berat badan
melalui kerja di hipothalamus dengan efek anorektik
sehingga dapat menurunkan berat badan. Akan
tetapi pada penderita obesitas seringkali
konsentrasi leptin meningkat, dan tidak diikuti
dengan penurunan nafsu makan (14). Pemberian
leptin tidak banyak memberikan efek dan sudah
banyak diteliti mengenai terjadinya resistensi dari
leptin di hipothalamus. Hal ini terjadi karena
kejenuhan transport leptin menuju blood-brarier
(sawar otak) dan adanya kelainan dari aktifitas
reseptor leptin atau signal transduksi (13).
Hiperleptinemia pada obesitas juga berpengaruh
terhadap proses aterogenik dengan menstimulasi Gambar 6. Regulasi Aktivasi dan Survival Th2 oleh
agregasi platelet dan thrombosis, produksi sitokin IL-4.
pro-inflamasi, menginduksi pertumbuhan Keterangan : Ikatan IL-4 dengan IL-4r Mengaktivasi STAT6
neointima, merangsang produksi superoksid dengan SOCS3 Sebagai Messenger untuk Diferensiasi ke arah
Th2 (8).
mitokondrial dan kalsifikasi Vascular Smooth
Muscle Cell (VSMC) , yang kesemuanya
Pada penelitian ini faktor genetik disingkirkan
berkontribusi dalam disfungsi endotel (15).
dengan pemilihan hewan coba dari galur yang
Melalui kerja leptin, status nutrisi dapat sama, sehingga diharapkan faktor lingkungan
mempengaruhi sistem imun. Pada keadaan menjadi dominan yaitu dari perlakuan pemberian
kelaparan atau gizi buruk, di mana kadar leptin diet tinggi lemak selama 12 minggu (Gambar 7).
menurun terjadi penurunan daya tahan terhadap
infeksi akibat berkurangnya jumlah dan aktivitas Paparan diet tinggi lemak pada penelitian ini
limfosit. Secara in vitro leptin berikatan dengan meningkatkan profil lipid (kolesterol LDL, HDL, dan
reseptor Ob-R di limfosit dan menghambat trigilserida) darah (data tidak diperlihatkan). Hal ini
apoptosis melalui supresi FasL. Limfosit juga dapat mempengaruhi sel imun spesifik melalui
mengaktifkan limfosit T melalui aktivasi STAT 3 perubahan interaksi antar sel (17). Perubahan
dalam diferensiasi ke arah Th1 (16). lingkungan mikro limfosit T tersebut secara alami
dapat mempengaruhi respon imun yang terjadi ke
Pergeseran Keseimbangan Sitokin Th1/Th2 arah Th1 atau Th2 (18). Sehingga terdapat
pasca Pemberian Diet Tinggi Lemak kemungkinan bahwa tingginya konsentrasi
Terjadinya perubahan keseimbangan sitokin interleukin-4 serum pada penelitian ini disebabkan
Th1/Th2 pada kelompok yang diinduksi diet tinggi oleh perubahan lingkungan mikro naïve Tcell akibat
lemak dibandingkan dengan kelompok diet normal. peningkatan profil lipid darah sehingga memicu
Konsentrasi interleukin-4 (sitokin Th2) pada switching limfosit T ke arah fenotip Th2. Shamshev,
14 Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXV, No. 1, April 2009
Akan tetapi hal ini tentu saja tidak terjadi secara sebagai inducer utama dalam switching
otomatis, penulis menduga ada hubungannya biosintesaIgE pada limfosit B melalui peningkatan
dengan protein SOCS yang dapat mempengaruhi SOCS3 yang dimediasi p36 MAPK sehingga
responsivitas sel terhadap sitokin. Protein ini dapat meningkatkan fenotip Th2 (30).
berperan sebagai regulator penting dalam
diferensiasi Th1/Th2. SOCS5, SOCS1 dan SOCS2 Berdasarkan hasil uji korelasi, peningkatan densitas
dilaporkan hanya diekspresikan oleh sel Th1, mastosit kemungkinan dipengaruhi kadar leptin.
sedangkan overekspresi SOCS3 pada limfosit T Leptin diduga berperan dalam proses biologi
perifer berhubungan dengan penyakit alergi yang mastosit, meskipun belum banyak yang mengkaji
dimediasi Th2. Hal ini diduga disebabkan limfosit T efek leptin terhadap mastosit, Hristova dkk (2001)
lebih cenderung terpolarisasi ke arah Th2, baik pada menyatakan bahwa peningkatan kadar leptin
manusia maupun tikus (27). berkorelasi dengan peningkatan mastosit di
jaringan lemak pada pasien dengan sindrom
Mekanisme peningkatan konsentrasi interleukin-4 metabolik (31). Akan tetapi hal ini masih terlalu jauh
pada obesitas dengan kadar leptin tinggi dapat untuk ditarik kesimpulan, diperlukan penelitian
dijelaskan, yaitu dengan terjadinya resistensi leptin lanjutan untuk mengetahui apakah terdapat
yang meng-upregulasi SOCS3 yang menginhibisi reseptor leptin pada permukaan mastosit, dan
reseptor leptin dan terjadi switching ke arah fenotip bagaimana signal transduksi yang terjadi.
Th2. Kemungkinan ini pula yang menyebabkan
korelasi yang tidak signifikan antara peningkatan
konsentrasi leptin dan interleukin-4, karena efek KESIMPULAN
leptin tidak secara langsung meningkatkan Pemberian diet tinggi lemak selama 12 minggu
interleukin-4 tetapi melalui efek resistensi leptin meningkatkan konsentrasi leptin serum. Terjadi
pada limfosit T. Pertanyaan berikut yang menarik perubahan keseimbangan sitokin Th1/Th2 serum ke
untuk dikaji adalah kapan mulai terjadinya arah Th2 setelah paparan diet tinggi lemak, yang
resistensi leptin. Pada limfosit T. Pengetahuan ditunjukkan dengan perbedaan perbandingan
mengenai hal ini dapat mengidentifikasi strategi konsentrasi interleukin-2 dan interleukin-4 antara
terapi asma pada penderita obesitas akibat diet kelompok diet normal dan kelompok yang dipapar
tinggi lemak di masa depan. Sayang sekali, pada diet tinggi lemak. Diet tinggi lemak menyebabkan
penelitian ini, yang memberikan paparan diet tinggi peningkatan proliferasi mastosit jaringan paru.
lemak langsung selama 3 bulan tanpa diikuti Peningkatan tersebut berhubungan dengan
konsentrasi interleukin-4 pada satuan waktu konsentrasi interleukin-4 dan leptin serum. Temuan
tertentu, tidak dapat menjawab pertanyaan ini mengindikasikan peningkatan proliferasi
tersebut,. Akan tetapi pada penelitian yang mastosit jaringan paru disebabkan peningkatan
dilakukan oleh Farooqi, dkk (2002) menemukan konsentrasi leptin pasca pemberian diet tinggi
bahwa pada penderita defisiensi leptin yang diterapi lemak melalui pergeseran keseimbangan Th1/Th2
dengan r-metHuLeptin, terjadi perbaikan respon ke arah Th2.
imun yang ditunjukkan dengan peningkatan
interferon. Akan tetapi setelah pemberian selama 2 DAFTAR KEPUSTAKAAN
bulan mulai terjadi peningkatan interleukin-4 dan
interleukin-10 (28). Hal ini tentu saja memerlukan 1. Schachter LM, Salome CM. Obesity is a risk for
kajian dan penelitian lebih jauh. asthma and wheeze but not
hyperresponsiveness. Thorax. 2001;56:46-482.
Aktivasi Mastosit Jaringan Paru pasca Weiss T, Shore S. Obesity and Asthma Direction
Pemberian diet Tinggi Lemak for Research. Am J Resp Crit Care Med.
Aktivasi mastosit memiliki pengertian peningkatan 2004;169:963-968
proliferasi atau degranulasi dengan melepaskan 3. Beuther DA, Weiss T, and Sutherland. Obesity
mediator. Pada kelompok yang diberi diet tinggi and asthma. Am J Respir Crit Care Med
lemak terjadi perbedaan jumlah mastosit di jaringan .2006;17: 112119
paru yang cukup signifikan dibandingkan kelompok
diet normal. Hal ini sejalan dengan teori bahwa, 4. Fantuzzi G, Faggioni. Leptin in the regulation of
sitokin Th2 memiliki pengaruh terhadap immunity, inflammation, and hematopoesis.
perkembangan proliferasi mastosit, karena seperti Journal of leucocyte Biology. 2000;68
telah diketahui bahwa mastosit adalah sel efektor 5. Sood A, Ford ES, Camargo CA. Association
untuk alergi yang patofisiologinya dikontrol oleh sel between leptin and asthma in adults.Thorax.
limfosit Th2 dan sitokinnya, sehingga pergeseran 2006;61:300-305
keseimbangan sitokin Th1 ke arah Th2 dapat
menjadi predisposisi terjadinya atopi atau asma. 6. Lord G M, Matarese G, Howard JK, Baker RJ,
Bloom SR, Lechler RI. Leptin modulates the T-cell
Interleukin-4 memiliki aktivitas sebagai growth immune response and reverses starvation-
factor yang meningkatkan proliferasi mastosit pada induced immunosuppression. Nature.
tikus (29). Interleukin-4 bersinergi dengan stem cell 1998;394:897
factor (SCF) meningkatkan proliferasi mastosit di
jaringan intestinal (11). Sehingga seiring dengan 7. Pacifico L, Di Renzo, Anania C, Osborn F, Ippoliti
adanya peningkatan konsentrasi interleukin-4 FS, Chiesa C. Increased T-helper interferon
terjadi peningkatan densitas mastosit di jaringan secreting cells in obese children. European
yang suseptibel. Selain itu interleukin-4 dinyatakan Journal of Endocrinology. 2006;154(5);691-697
16 Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXV, No. 1, April 2009