You are on page 1of 13

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Darah Lengkap

Hb : 13,3 g/dl

Ht : 42 %

Leukosit : 9.720/mm3

Trombosit : 210.000/mm

GDS : 208 mg/dl

Ur/Cr : 31/1,5 mg/dl

Na/K/Cl : 144/3,7/111mmol/L

Troponin I : 8622 ng/L

CK-MB : 26,5 u/l

Albumin/Globulin: 5,4 / 2,3

Bil I / II : 0,2 / 0,1

Kesan : Hiperglikemia, CK-MB dan Troponin I meningkat

Pemeriksaan AGD

Ph : 7,22

PCO2 : 47 mmHg

PO2 : 95,9 mmHg

HCO3 : 19,6 mmol/L

BEecf : -8,2 mmol/L

SO2 : 95,7%

Kesan : Asidosis Metabolik


Pemeriksaan EKG

Irama sinus, QRS rate 70 x/menit, axis normal, gelombang P normal, PR interval 0,12

detik, QRS duration 0,08 detik, ST depresi V5-V6, T inverted V1-V5, LVH (+), RVH (-).

Kesan: LVH, Iskemik anterolateral

Pemeriksaan Rontgen

CTR 60%, segmen aorta normal, segmen pulmonal normal, jantung deviasi ke kiri

dengan apex sulit dinilai, corakan bronkovaskuler meningkat di basal paru, infiltrat (+)

kranialisasi (-).
Framingham Score

Mayor : Kardiomegali, Ortopnea, Edema Paru

Minor : Dispnea on effort

Timi Score

Age 64 :0

Risiko Kardiovaskular ≥3 :1

Known CAD :0

ASA use in 7 days :0

ST – T Changes :1

Positive biomarker :1

Total : 3/7 (Menengah)

Grace Score

Usia 64 tahun : 55

HR140 : 23

TD Sistolik 180 : 11

Kreatinin 132,6 µmol/L : 11

Klasifikasi Killip : 21

Henti jantung saat tiba :0

Peningkatan biomarker : 15

Deviasi segmen ST : 30

Total Skor : 166 (tinggi)

DIAGNOSIS KERJA

ALO AHF
NSTEMI Timi Score 3/7 Grace Score 166

CAP

DM Tipe 2 baru dikenal overweight

TATALAKSANA

- Bolus Furosemid 40 mg  drip start 5 mg/jam

- ISDN 5 mg SL + Drip Fasorbid start 2 mg/jam

- Loading aspilet 160 mg + clopidogrel 300 mg

- Ranitidin 50 mg

- Atorvastatin 1 x 40 mg

- Enoxaparin 2 x 0,6 ml (60 mg)

- Ceftriazon 1 x 2 gr iv

- Flumuicyl nebu 2 x 1

- Novorapid 2 x 16 IU

- Levemir 1 x 12 IU

Follow up

20/4/2018

S/ Sesak napas (-)

Nyeri dada (-)

Batuk (+) dahak berwarna putih

O/ KU Kes TD Nd Nf T

sdg cmc 130/70 96 20 af

Cor : Aus: S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)

Pulmo: aus: Sn vesikuler, rhonki -/-. wheezing -/-


Abdomen: BU (+) Normal

Ekstremitas : akral hangat, edem -/-

A/ - ALO AHF

- NSTEMI Timi Score 3/7 Grace Score 166

- CAP

- DM Tipe 2 baru dikenal overweight

P/ - Lasix 10 mg/jam

- Drip Fasorbid 2 mg/jam

- Aspilet 1 x 80mg + clopidogrel 1 x 75 mg

- Ranitidin 50 mg

- Atorvastatin 1 x 40 mg

- Enoxaparin 2 x 0,6 ml (60 mg)

- Ceftriazon 1 x 2 gr iv

- Flumuicyl nebu 2 x 1

- Novorapid 2 x 16 IU

- Levemir 1 x 12 IU
BAB III

DISKUSI

Seorang pasien laki-laki usia 64 th datang ke IGD RSUP Dr M Djamil tanggal 18

April 2018 dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS, sesak tidak menciut, tidak

dipengaruhi cuaca dan makanan. Riwayat DOE (+), PND (-), OP (+), riwayat kaki sembab(-).

Pasien pernah dirawat di RS Siti Rahmah 1 bulan yang lalu karena keluhan sesak. Kemudian

dilakukan rontgen thorax, dirawat 3 hari dan diberikan obat-obatan lalu dipulangkan karena

perbaikan. Sesak napas merupakan usaha bernapas yang terjadi akibat kongesti pembuluh

darah paru dan perubahan kemampuan pengembangan paru1. Secara garis besar penyebab

sesak dibagi dua yaitu sesak kardiak dan non kardiak. Sesak napas pada pasien ini mengarah

pada sesak napas yang disebabkan karena masalah jantung, yang ditandai dengan adanya

dispneu on effort yaitu bertambah sesak ketika melakukan aktifitas.2 Sesak dirasakan sejak 2

bulan terakhir, meningkat setelah pasien melakukan aktivitas bertani. Selain itu sesak pada

pasien ini juga muncul setelah aktifitas ringan, yaitu muncul setelah pasien BAK di malam

hari.

Pasien lebih nyaman tidur dengan 3 bantal untuk menyangga kepala, apabila kurang

pasien akan merasa sesak. Hal ini menandakan orthopnea (+) akibat posisi berbaring yang

memudahkan darah dari ekstremitas kembali ke jantung sehingga terjadi bendungan pada

paru yang berakibat sesak napas. Gejala ini merupakan gejala tipikal yang mengarah kepada

gagal jantung.2 Berdasarkan pedoman tatalaksana dan diagnosis gagal jantung akut dan

kronik dari European Society of Cardiology (ESC) 2016, yang termasuk gejala tipikal gagal

jantung yaitu sesak nafas, ortopneu, toleransi aktifitas yang berkurang, dan cepat kelelahan.3
Pada pasien ini terdapat risiko kardiovaskular yaitu usia ≥ 45 tahun, hipertensi dan

diabetes melitus yang baru diketahui di rumah sakit. Pada pasien ini juga terdapat faktor

resiko untuk penyakit kardiovaskuler yaitu merokok. Pasien sudah merokok sejak 55 tahun

yang lalu dengan rata-rata 16 batang/ hari. Merokok dapat menyebabkan beban miokard

bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi O2 akibat

inhalasi CO yang dapat menyebabkan takikardi, vasokonstrsi pembuluh darah, merubah

permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10 % Hb menjadi karboksi-Hb.

Merokok juga dapat menurunkan kadar HDL kolesterol melalui mekanisme yang belum jelas,

sehingga merokok dapat meningkatkan terjadinya proses arterosklerosis di dalam endotel

pembuluh darah yang mengarah pada peningkatan resiko penyakit arteri koroner.2

Batuk berdahak meningkat sejak 3 hari yang lalu, dahak berwarna putih kental.

Batuk sudah dirasakan sejak 4 bulan ini, bersifat hilang timbul. Batuk adalah suatu refleks

napas yang terjadi karena adanya rangsangan reseptor iritan yang terdapat di saluran napas.

Pada pasien didapatkan keluhan batuk yang berdahak. Batuk berdahak menunjukkan adanya

kelainan saluran napas bawah. Dahak berwarna putih kental dapat disebabkan oleh infeksi

bakteri berupa TB, bronkiektasis, ataupun pneumonia. Batuk selain disebabkan penyakit

saluran napas, dapat juga disebabkan penyakit kardiovaskular yaitu edema paru dan infark

paru. Batuk yang sudah dirasakan sejak 4 bulan ini dan hilang timbul, memperlihatkan suatau

gambaran penyakit yang kronis. Penyebabnya dapat karena bronkitis, bronkiektasis, TB Paru

ataupun penyakit kardiovaskular. 4

Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis

kooperatif, TD 180/70mmHg, nadi 140 kali/menit, suhu 36,8ºC, nafas 32 kali/menit, TB 162

cm, BB 70 kg, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik dan JVP 5-1 cmH2O. Secara

umum, vital sign pasien terdapat peningkatan tekanan darah, takikardi, dan takipnea. Pada

pemeriksaan fisik toraks terlihat bentuk dada barrel chest, pergerakan dada simetris.
Pemeriksaan paru ditemukan inspeksi, palpasi, dan perkusi dalam batas normal, auskultasi

suara nafas vesikuler, Rh +/+, Wh -/-. Pada paru didapatkan adanya ronkhi basah halus yang

menunjukkan adanya proses kongesti pada paru. Hal ini dapat terjadi karena terganggunya

kemampuan pengosongan ventrikel oleh jantung akibat dari kontraktilitas ventrikel kiri yang

menurun dan peningkatan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya volume akhir

diastolik ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Akibatnya

terjadi juga peningkatan tekanan atrium kiri yang diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh

darah paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru. Apabila tekanan hidrostatik

anyaman kapiler paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi

cairan ke dalam intersisial sehingga terjadi edema intersisial. Peningkatan lebih lanjut akan

mengakibatkan cairan merembes ke alveoli dan terjadilah edema paru yang bermanifestasi

sebagai ronkhi basah halus di basal paru.2

Pada pemeriksaan fisik jantung ditemukan iktus kordis terlihat. Palpasi ditemukan

iktus kordis teraba di linea axilaris anterior RIC VII. Perkusi ditemukan batas jantung kiri

anterior aksilaris RIC VII. Auskultasi didapatkan S1-S2 reguler, gallop (-), murmur (-). Pada

pemeriksaan jantung, didapatkan kardiomegali, ini merupakan salah satu tanda dari gagal

jantung.

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan dalam batas normal. Reflek hepatojugular

yang dilakukan mendapat hasil negatif. Pada pemeriksaan punggung tidak didapatkan

kelainan. Alat kelamin dan anus tidak diperiksa. Pada ekstremitas tidak terdapat edema, serta

pada pemeriksaan ditemukan akral hangat dan CRT <2 s yang menandakan perfusi ke

jaringan yang masih baik.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan darah rutin dalam batas normal dan

glukosa darah sewaktu didapatkan meningkat yaitu 208 mg/dl. Peningkatan glukosa darah

pasien baru diketahui di rumah sakit. Sebelumnya pasien tidak mengeluhkan adanya
polidipsi, poliuri, polifagi dan penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya

sehingga pasien tidak pernah memeriksakan kadar glukosa darahnya.

Pada pemeriksaan EKG didapatkan Irama sinus, QRS rate 70 x/menit, axis normal,

gelombang P normal, PR interval 0,12 detik, QRS duration 0,08 detik, ST depresi V5-V6, T

inverted V1-V5, LVH (+), RVH (-). Kesan: LVH, Iskemik anterolateral. Pada gambaran

EKG didapatkan adanya LVH (+) yang menunjukkan adanya pembesaran jantung dan ST

deperesi pada V5-V6 menandakan adanya iskemik pada bagian lateral jantung. Setelah

dilakukan EKG, dilakukan pemeriksaan biomarka jantung yaitu CK-MB dan Troponin I.

Hasilnya didapatkan terjadinya peningkatan dari biomarka jantung tersebut. Meskipun

ditemukan iskemik pada pasien, namun tidak ada keluhan nyeri dada pada pasien. Hal ini

karena adanya neuropati autonom kardiak pada pasien yang diabetes dan pasien usia tua.

Pada DM, terjadi komplikasi mikrovaskular berupa neuropati sehingga mempengaruhi

keluhan iskemik pada pasien. 5

Pada pemeriksaan foto toraks didapatkan CTR 60%, segmen aorta normal, segmen

pulmonal normal, jantung deviasi ke kiri dengan apex sulit dinilai, corakan bronkovaskuler

meningkat di basal paru, infiltrat (+) kranialisasi (-). Pemeriksaan ini menggambarkan bahwa

terdapat pembesaran jantung pada pasien ini dan adanya tanda kongestif paru atau infiltrat

pada pasien. Terdapat dua kemungkinan dari infiltrat tersebut yaitu berupa pneumonia pada

pasien dan adanya edema paru. Hal ini masih tumpang tindih dikarenakan gejala pada pasien

ditemukan kedua manifestasi penyakit tersebut.

Penegakan diagnosis pada pasien ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini didapatkan dari anamnesis adanya PND

(paroxysmal nocturnal dyspneu) sesak bertambah saat aktivitas / DOE (Dyspneu on Effort).

Pada pemeriksaan fisik dan rontgen didapatkan kardiomegali. Hal ini merupakan manifestasi

klinis gagal jantung.2 Berdasarkan kriteria framingham didapatkan adanya kardiomegali,


ortopnea, DOE dan edema paru. Sehingga dapat didiagnosis dengan heart failure. Pada pasien

didapatkan gejala berupa sesak napas hebat, penurunan saturasi dan ronki basah halus pada

l/2 lapangan paru bawah. Hal ini dapat menggambarkan proses akut berupa edema paru yang

kemudian dikonfirmasi dengan foto thorax. Penyebab dari gagal jantung pada pasien ini

dapat karena adanya sindrom koroner akut pada pasien ini berupa NSTEMI. Ada beberapa

faktor pencetus dan penyebab dari gagal jantung akut yaitu Sindrom koroner akut, infeksi dan

hipertensi yang tidak terkontrol. 4

Edema paru akut adalah akumulasi cairan pada jaringan interstisial paru yang

disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik dalam pembuluh

darah kapiler paru dengan jaringan sekitarnya. Gejala yang biasanya terjadi pada pasien

edema paru adalah respiratory distress yang berat, pernapasan yang cepat, ortopnea, ronki

pada seluruh lapangan paru, saturasi oksigen arteri biasanya dibawah 90% pada suhu ruangan

sebelum mendapat terapi oksigen. Edema paru terjadi apabila jumlah cairan yang difiltrasi

melebihi clearance capability sistem limfe, keadaan ini sering dijumpai pada keadaan

peningkatan tekanan hidrostatik kapiler oleh karena meningkatnya tekanan pada pembuluh

darah kapiler pulmonalis. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler pulmoner secara cepat dan

tiba-tiba akan menyebabkan peningkatan filtrasi cairan transvaskular dan ini merupakan

karakteristik utama suatu acute cardiogenic edema atau volume-overload edema. Pada edema

paru kardiogenik, peningkatan tekanan hidrostatik pada pembuluh darah kapiler paru

umumnya disebabkan oleh karena peningkatan tekanan vena pulmonalis sebagai akibat

peningkatan left ventricular end-diastolic pressure and left atrial pressure.4

Edema paru akut dapat timbul sebagai manifestasi klinis dari suatu gagal jantung

akut (de novo) ataupun dijumpai pada pasien gagal jantung kongestif yang mengalami

eksaserbasi dengan faktor pencetus seperti infark miokard, anemia, obat-obatan, diet yang
banyak mengandung air maupun garam, hipertensi, aritmia, tirotoksikosis, infeksi,

endokarditis atau emboli paru, gagal ginjal maupun kehamilan.4

Gagal jantung akut merupakan kejadian atau perubahan yang cepat dari tanda dan

gejala gagal jantung. Kondisi ini mengancam nyawa dan harus ditangani dengan segera.

Presentasi dari gagal jantung akut ini dapat berupa pertama kali atau gagal jantung

dekompensasi akut pada gagal jantung kronis yang sebelumnya stabil. Terdapat 6 bentuk dari

gagal jantung akut, salah satunya adalah edema paru. 2

Gagal jantung didasari oleh suatu beban/penyakit miokard (underlying HD/index of

events) yang mengakibatkan remodeling struktural, lalu diperberat oleh progresivitas

beban/penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom klinis yang disebut gagaljantung.

Remodeling struktural ini dipicu dan diperberat oleh berbagai mekanisme kompensasi

sehingga fungsi jantung terpelihara relatif normal (gagal jantung asimtomatik). Sindrom

gagal jantung yang simtomatik akan tampak bila timbul faktor presipitasi seperti infeksi,

aritmia, infark jantung, anemia, hipertiroid dan kehamilan, aktivitas beHebihan,emosi atau

konsumsi garam berlebih, emboli paru, hipertensi, miokarditis, virus, demam reuma,
endokarditis infektif. Gagaljantung simtomatik juga akan tampak kalau terjadi kerusakan

miokard akibat progresivitas penyakit yang mendasarnya/underlying HD.4

Sindroma koroner akut adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah

koroner yang koyak atau pecah. Hal ini dikarenakan stabilisasi dari plak yang dipengaruhi

inti sel lemak dan penipisan tudung fibrus dari plak tersebut. Berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, EKG dan biomarka jantung, sindrom koroner akut dibagi menjadi

NSTEMI, STEMI dan angina pektoris stabil. 6


DAFTAR PUSTAKA

1. Sylvia A. Price dan Lorrain MW. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses


penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tatalaksana
gagal jantung. Edisi pertama. 2015.
3. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, Bueno H, Cleland JGF, Coats AJS, et all.
2016 ESC Guideline for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure. European Heart Journal (2016) 37, 2129-2200.
4. Panggabean MM. Gagal Jantung. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th Ed. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2013.
5. Devon HA., et all. The association of diabetes and older age with the absence of
chest pain during acute coronary syndromes. Pubmed NCBI; 2008.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tatalaksana
sindrom koroner akut. Edisi ketiga. 2015.

You might also like