Professional Documents
Culture Documents
Novita Pitri
Nama Wahana: RSUD Cengkareng
Topik: STEMI inferior onset 2 jam
Tanggal (Kasus): 03/04/2019
Nama Pasien: Tn. J No RM: 535560
Tanggal Presentasi: Nama Pendamping: dr. indah
Tempat Presentasi:
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Dewasa, 40 tahun, Nyeri dada
Tujuan: Penegakan diagnostik dan manajemen kasus kegawatdaruratan anak
Bahan Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara
Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos
Membahas:
Data Pasien Nama: Tn. J No Registrasi: 535560
Nama Klinik: IGD Telpon: Terdaftar Sejak:
Data Utama dan Bahan Diskusi
1. Diagnosis / Gambaran Klinis
STEMI Inferior onset 2 jam
2. Riwayat Pengobatan
-
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit
-
4. Riwayat Keluarga dan Lingkungan
-
5. Lain-lain: Rokok (+) 1 bungkus/hari
Daftar Pustaka
1. Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing. 2010.
3. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran. 2005; 147:
6-9
4. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC. 2007.
5. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s Heart Diseases: A Textbook of
Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier. 2008
6. Fauci, Braunwald, dkk. 17thEdition Harrison’s Principles of Internal Medicine. New South
Wales: McGraw Hill. 2010.
7. Antman EM, Hand M, Armstrong PW, et al. Focused update of the ACC/AHA 2004
guidelines for the management of the patients with ST- elevation myocardial infarction : a
report of the American College of Cardiology American Heart Association Task Force on
Practice Guidelines. 2008;51:210–247.
8. Fesmire FM, Bardy WJ, Hahn S, et al. Clinical policy: indications for reperfusion therapy
in emergency department patients with suspected acute myocardial infarction. American
College of Emergency Physicians Clinical Policies Subcommittee (Writing Committee) on
Reperfusion Therapy in Emergency Department Patients with Suspected Acute Myocardial
Infarction. Ann Emerg Med. 2006;48:358–383.
9. Rieves D, Wright G, Gupta G. Clinical Trial (GUSTO-1 and INJECT) Evidence of
Earlier Death for Men thanWomen after Acute Myocardial Infarction. Am J
Cardiol.2000; 85 : 147-153
10. International Joint Efficacy Comparison of Thrombolytics. Randomized, Double-
blind Comparison of Reteplase Doublebolus Administration with Streptokinase in
Acute Myocardial Infarction. Lancet.1995; 346 : 329-336.
11. Manning, JE "Fluid and Blood Resuscitation" in Emergency Medicine: A Comprehensive
Study Guide. JE Tintinalli Ed. McGraw-Hill: New York. 2004. p.227.
12. Werf FV, Bax J, Betriu A, Crea F, Falk V, Fox K, et al. Management of acute
myocardial infarction in patients presenting with persistent ST-segment elevation:
the Task Force on the Management of ST-Segment Elevation Acute Myocardial
Infarction of the European Society of Cardiology. Eur Heart J 2008;29:2909–2945.
13. ISIS 2 Collaborative Group: Randomized trial of intravenous streptokinase, oral
aspirin, both or neither among 17.187 cases of suspected AMI. Lancet.1986; 1:397.
14. Montalescot G, Barragan P, Wittenberg O, et al, for the ADMIRAL (Abciximab before
Direct Angioplasty and Stenting in Myocardial Infarction Regarding Acute and Long-Term
Follow Up) Investigators. Platelet Glycoprotein IIb/IIIa inhibition with coronary stenting
for acute myocardial infarction. N Engl J Med. 2001;344:1895-903.
15. Zeymer U, Gitt AK, Jünger C, et al. Acute Coronary Syndromes (ACOS) registry
investigators Effect of clopidogrel on 1-year mortality in hospital survivors of acute ST-
segment elevation myocardial infarction in clinical practice. Eur Heart J 2006;27:2661–66.
Hasil Pembelajaran
1. Penegakan diagnosis STEMI
2. Penatalaksanaan STEMI
1. Subyektif
Pasien datang ke IGD RSUD cengkareng pada tanggal 03 April 2019 dengan keluhan nyeri
dada kiri sejak 2 jam SMRS. Nyeri dada seperti tertusuk dan menjalar ke tangan kiri dan
punggung. Nyeri dada dirasakan datang tiba-tiba dan lebih dari 30 menit. Nyeri dada
dirasakan terus menerus tanpa perbaikan dengan istirahat. Pasien mengeluhkan terdapat
keringat dingin. Sesak nafas (-). Sebeumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan yang
sama.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi (-)
Diabetes (-)
Penyakit jantung (-)
Penyakit paru : TB (-) PPOK (-) Asma (-)
Riwayat Alergi :
(-)
2. Objektif
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan:
Tanda-tanda Vital (03/04/2019 08.50)
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : E4M6V5 GCS 15 Compos Mentis
Tekanan Darah : 125/71 mm/Hg
Frekuensi Nadi : 68x/menit
Frekuensi Nafas : 30x/menit
Suhu : 36,3
Saturasi O2 perifer : 95%
Kepala : Normocephale,
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, reflex cahaya +/+
THT : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Pulmo : Inspeksi : Pergerakan nafas simetris
Auskulitasi : Vesikuler -/+ , rhonki -/+, wheezing -/-
Cor : Bunyi Jantung S1-S2 ireguler, mur-mur (-), gallop (-)
Abdomen : Tampak datar, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai bawah -/-, nadi kuat angkat
Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan tanggal : 03-04-2019
HEMATOLOGI HASIL NILAI RUJUKAN
Hemoglobin 17,8 g/dL 13,2 - 17,3 g/dL
Hemotokrit 50 % 40 - 52 %
Leukosit 16.800/uL 3.800 - 10.600/uL
Trombosit 326.000/uL 150.000 - 440.000
Marker Jantung
CKMB 26 U/I < 25
Troponin I 0.00 0.00
EKG
Pre-Streptase
DIAGNOSIS
STEMI Inferior onset 2 jam
TATALAKSANA
- O2 NRM 3 lpm
- Clopidogrel 4 tab
- Aspilet 2 tab
- Streptokinase 1,5 juta UI
- Atorvastatin 1 x 20 mg
- Rencana PCI
- Diet Rendah lemak
- Rawat di ruang CVCU
10.15
S : Nyeri dada (+)
O : TD : 130/100 HR : 46x/mnt RR : 28x/mnt T : 36.2
A : STEMI Inferior onset 2 jam
P : Streptase 1,5 juta UI.
Sulfat atropine 2 amp
10.30
S : Nyeri dada (+)
O : TD : 96/67 HR : 58 x/mnt RR : 28x/mnt T : 36.2
A : STEMI Inferior onset 2 jam
P : Streptase STOP
Loading RL 100 cc secepatnya
10.45
S : Nyeri dada (+)
O : TD : 145/82 HR : 75 x/mnt RR : 24x/mnt T : 36.2
A : STEMI Inferior onset 2 jam
P : Streptase lanjut kembali
11.00
S : Nyeri dada (+) mual (+) muntah (+)
O : TD : 140/85 HR : 68x/mnt RR : 24 x/mnt T : 36.2
A : STEMI Inferior onset 2 jam
P : Streptase 1,5 juta UI
Inj Ondancentron 8 mg
11.15
S : Nyeri dada berkurang. Muntah (-)
O : TD : 120/71 HR : 98x/mnt RR : 22x/mnt T : 36.2
A : STEMI Inferior onset 2 jam
P : Streptase selesai
EKG post Streptase
FOLLOW UP
04/04/2019
S : Nyeri dada berkurang. Batuk (+)
O : Tampak sakit sedang, Kompos mentis, TD : 120/70 HR : 104x/mnt RR : 22x/mnt T: 36.4
PF : VES +/+ rh -/-, wh -/- simetris, Cor S1-S2 reg, murmur (-) gallop (-) akral hangat,
nadi kuat.
A : STEMI inferior post PCI
P : Atorvastatin 1 x 20 mg
Aspilet 1 x 80 mg
CPG 1 x 1 tab : STOP
Acetilsistein 2 x 1 tab
OMZ 2 x 1 amp iv
Cek lipid , GDS 2 jam pp
PCI : LM
LAD : Stenosis, multiple, stenosis 30-40% di proksimal 50-60% di Mid
LCX : Ireguler
OM : Stenosis 90% di pangkal
RCA : Ireguler. Stenosis tandem 80% di proksimal dan mid. Thrombus di sesudah RV
Branch
PCI RCA : guiding JR 3.5/6/fr. Wiring Sion Blue direct. Stenting FIREBIRD 3.5/33 hingga
16 atm post dilatasi NC
DROHP 3.5/10 di mild proksimal intrastent dengan tekanan 12-16 atm
Contrasr vol 50 ml
Fluoroscopy time : 5,3 min
Radiation : 327 mgy
Conclusion : PCI RCA dengan IDES pada STEMI INFERIOR. CAD > VD
Plan : DAPT 12 bulan
05/04/2019
S : Nyeri dada (-) batuk (+)
O : Tampak sakit sedang, Kompos mentis, TD : 130/70 HR : 102x/mnt RR : 18x/mnt T: 36.4
PF : VES +/+ rh -/-, wh -/- simetris, Cor S1-S2 reg, murmur (-) gallop (-) akral hangat,
nadi kuat.
2. Faktor Resiko
Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis
kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang masih dapat
diubah,sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain kadar
serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak
jenuh, kolesterol, serta kalori.3
Setiap bentuk penyakit arteri koroner dapat menyebabkan IMA. Penelitian angiografi
menunjukkan bahwa sebagian besar IMA disebabkan oleh trombosis arteri koroner.
Gangguan pada plak aterosklerotik yang sudah ada (pembentukan fisura) merupakan
suatu nidus untuk pembentukan trombus.4 Infark terjadi jika plak aterosklerotik
mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur
yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.2
Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika
fibrous cap tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Gambaran patologis klasik pada
STEMI terdiri atas fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga
STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.2
Berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit
pada lokasi ruptur plak, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu, aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Reseptor mempunyai afinitas tinggi
terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang terlarut (integrin) seperti faktor
von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen
yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan
platelet dan agregasi setelah mengalami konversi fungsinya.1,2
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue activator pada sel endotel yang
rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin menjadi trombin,
yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat
akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri atas agregat trombosit dan fibrin.1,2
Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli arteri
koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria terisolasi, arteritis
trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.5
3. Patofisiologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian
ruptur dan menyumbat pembuluh darah.Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi
bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri.Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke
dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit.Penyempitan lumen mengganggu
aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.1,2,11
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi,
reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial.
Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel.Akibat
disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif
seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-
proliferasi.Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor,
endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.1,2
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit
bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan
sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL.Sel makrofag yang
terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell).Faktor
pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam
tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi
ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen
pembuluh darah.Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan
terbentuknya trombosis.Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan
yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.11
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi
plak.Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi,
menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark
miokard.Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan
keparahan manifestasi klinis penyakit.Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner
kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya.2,3
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard
menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan
elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia
yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau
subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan
berelaksasi.2,6
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan
struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon
dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat
dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini
mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan
kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.Keparahan dan durasi dari
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan
miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit).Iskemia yang
ireversibel berakhir pada infark miokard.1,2
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka
terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).Perkembangan perlahan dari
stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat
terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri
koroner tersumbat cepat.2
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak.Erosi dan ruptur plak
ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.Pada Non
STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen
arteri koroner.3
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural). Infark
miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu dalam
beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami
nekrosis dalam waktu yang bersamaan.Infark miokard subendokardial terjadi hanya di
sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-
beda.2
4. Gejala Klinik
Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum yang terasa
berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher, rahang,
epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di dada.IMA sering
didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50% pasien.Namun, nyeri pada
IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan
aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi
biasanya cepat dan lemah, pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil
pasien (20% sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada.Silent AMI ini terutama
terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia
lanjut.1,2
5. Diagnosis
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis
nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal pada 2
sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan ekstremitas.
Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang meningkat akan memperkuat
diagnosis.2
5.1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat
(gelisah) dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada
substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI.2
5. 2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana
pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi.
Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalah creatinin kinase
(CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan secara serial.
cTn digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan
otot skeletal karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB.2
Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan elevasi ST dan
gejala IMA serta tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim
diatas dua kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung.2
1) CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan
kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
2) cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase (CK),
Lactic dehydrogenase (LDH)
Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis polimorfonuklear
yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari.
Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul.2
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit sejak kedatangan di
IGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan
EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat
kecurigaan kuat STEMI, EKG serian dengan interval 5-10 menit atau pemantauan
EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi
perkembangan elevasi segmen ST. EKG sisi kanan harus diambil pada pasien dengan
STEMI inferior, untuk mendeteksi kemungkinan infark ventrikel kanan.2
Lokasi Infark Gelombang Q/ Elevasi ST Arteri koroner
Anteroseptal V1 dan V2 LAD
Anterior V3 dan V4 LAD
Lateral V5 dan V6 LCX
Ekstensif Anterior I, AVL, V1-V6 LAD, LCX
High Lateral I, AVL, V5 dan V6 LCX
Posterior V7-V9 LCX PL
Inferior II, III, AVF PDA
Right ventrikel V2R-V4R RCA
6. Penatalaksanaan
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST mengacu pada data-data dari evidence based
berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembang ataupun
konsensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).2
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat, menghilangkan
nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang mungkin
dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet, memberi obat penunjang. Terdapat
beberapa pedoman (guideline) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari
ACC/AHA tahun 2009 dan ESC tahun 2008, tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi
sarana/fasilitas di masing-masing tempat dan kemampuan ahli yang ada.2,6
6) Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI
dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas
ektopik ventrikel pada pasien STEMI.2
7) Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya
dalam 24 jam pertama. 2
8) Fibrilasi atrium
9) Aritmia supraventrikular
10) Asistol ventrikel
11) Bradiaritmia dan Blok
12) Komplikasi Mekanik
Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel.2
8. Prognosis
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA11 :
1) Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3 gallop,
kongesti paru dan syok kardiogenik
II >2,2 >18 9
IV <2,2 >18 51
Pembahasan