You are on page 1of 8

ISSN 2579-8588

Darussalam Nutrition Journal, Mei 2017, 1(1):33-40

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN DAN KADAR KREATININ


PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS

(Intake of protein and creatinin level in cronic renal failure on hemodialysis)

Amilia Yuni Damayanti


Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Darussalam Gontor - Kampus Mantingan
Jl. Raya Maospati-Solo, Sambi Rejo, Mantingan, Kec. Ngawi, Jawa Timur 63257, Indonesia

ABSTRACT

Chronic Renal Failure (CRF) is a disease characterized increase in progressive renal failure which is
irreversible. CRF as known as a disease associated with food intake expecially plant protein and heme protein
that causes morbidity and mortality CRF patients. This research aims to know the associations between intake
of plant protein and heme protein with creatinin level in CRF on hemodialysis. Type of the research
is analytical observasional research with cross-sectional approach. Techniques subjects using consecutive
sampling with total research subjects 22 subjects. Percentage plant protein and heme protein using recall 3x24
hour method, creatinin level obtained from spectrofotometric method. The data analysis using pearson product
moment. An adequate of plant protein intake in CRF on hemodialysis outpatients only 4,5 % and 27,3 % of
heme protein. But the intake of plant protein that was not adequate as big as 95,5 % and 72,7 of heme protein.
Most of patients have high creatinin level (86,4 %). There was no associations between intake of plant protein
and heme protein creatinin level.

Keywords: CRF, plant protein, heme protein, creatinin.

ABSTRAK

Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya
berlangsung selama beberapa tahun) dan bersifat irreversible. Tingkat morbiditas dan mortalitas penderita GGK
dengan hemodialisis memiliki hubungan dengan asupan makanan terutama makanan sumber protein, baik
protein nabati maupun hewani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan protein nabati
dan hewani dengan kadar kreatinin pada penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisis. Jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik
pengambilan subyek menggunakan consecutive sampling dengan jumlah subyek penelitian sebanyak 22 subyek.
Asupan protein nabati dan hewani diperoleh dengan menggunakan metode recall 3 x 24 jam, sedangkan kadar
kreatinin diperoleh dengan metode spektrofotometrik. Analisis data menggunakan uji korelasi pearson product
moment. Asupan protein nabati yang adekuat pada penderita GGK dengan hemodialisis hanya 4,5% dan protein
hewani 27,3%. Sedangkan asupan protein nabati yang tidak adekuat sebesar 95,5% dan protein hewani sebesar
72,7%. Sebagian besar pasien memiliki kadar kreatinin tinggi (86,4%). Tidak ada hubungan asupan protein
nabati dan hewani dengan kadar kreatinin pada penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisis.

Kata Kunci: GGK, protein nabati, protein hewani, kreatinin.

*Korespondensi: Telp: +685 725 663 185, Surel: amiliayd227@gmail.com

33 Vol. 1, No. 1, Mei 2017


Damayanti

PENDAHULUAN protein pada penderita GGK dengan


hemodialisis sangat penting untuk
Penyakit ginjal kronik saat ini mengganti protein yang hilang, dianjurkan
merupakan masalah kesehatan yang ≥50% protein yang mempunyai nilai
penting mengingat insidennya yang biologi tinggi (protein hewani) yang
meningkat. Di Indonesia, diperkirakan mengandung asam-asam amino essensial
jumlahnya 100 penderita per satu juta lengkap dan sisanya berupa protein nabati
penduduk dalam setahun (Pernefri, 2003). yang mengandung asam-asam amino
Hasil rekam medik RSUP Dr. Soeradji essensial yang kurang lengkap (Mahan dan
Tirtonegoro Klaten menunjukkan bahwa Escott-Stump, 2004 ). Protein yang tidak
perbandingan jumlah pasien gagal ginjal adekuat dapat menyebabkan fungsi protein
kronik dengan hemodialisis antara tahun bagi tubuh tidak berjalan sempurna, yaitu
2010 dan 2011 terdapat peningkatan fungsi sebagai enzim, zat pengatur
jumlah pasien yang cukup signifikan, yaitu pergerakan, pertahanan tubuh, alat
sebesar 25 % (Rekam Medik, 2010/2011). pengangkut, dan lain-lain, sehingga tubuh
Sindrom GGK merupakan mudah terserang infeksi dan penyakit
permasalahan bidang nefrologi dengan komplikasi lainnya (Winarno, 2004).
angka kejadian yang masih tinggi, etiologi Prosedur Hemodialisis (HD) pada
luas dan komplek, sering tanpa keluhan pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
maupun gejala klinik kecuali sudah terjun menyebabkan kehilangan zat gizi, seperti
ke stadium terminal (gagal ginjal terminal) protein sehingga sebagai kompensasinya
(Sudoyo et al. 2006). Menurut Budiyanto pasien memerlukan asupan protein yang
(2002) kegagalan ginjal dikarenakan tinggi. Selain asupan makan, BUN,
kerusakan ginjal ditandai dengan gejala kreatinin, berat badan, dan albumin harus
adanya protein dalam urin (proteinuria dimonitor. Berdasarkan hasil penelitian
atau albuminuria), darah dalam urin William et al. (2004) dan Araujo et al.
(hematuria) dan kenaikan tingkat urea atau (2006) diketahui bahwa terdapat hubungan
kreatinin (sisa produksi metabolisme antara asupan protein dengan albumin,
protein) dalam darah. Prosedur kreatinin, dan berat badan pasien HD.
hemodialisis menyebabkan kehilangan zat Sedangkan menurut Azizah Nugraheni
gizi, seperti protein, sehingga asupan (2007) menyatakan bahwa tidak ada
harian protein seharusnya juga hubungan antara proporsi protein terhadap
ditingkatkan sebagai kompensasi kreatinin darah pada pasien PGK yang
kehilangan protein, yaitu 1,2 mg/kg BB menjalani HD.
ideal/hari. Lima puluh persen protein Ditinjau dari berbagai latar belakang
hendaknya bernilai biologi tinggi tersebut, peneliti ingin mengetahui
(Almatsier, 2006; Kresnawan, 2005). hubungan antara asupan protein nabati dan
Asupan gizi sebagian besar penderita hewani dengan kadar kreatinin pada
GGK yang tidak adekuat dipengaruhi penderita gagal ginjal kronik dengan
masalah gastrointestinal yang dikeluhkan hemodialisis. Tujuan dari penelitian ini
oleh penderita GGK. Sementara beberapa adalah menganalisis hubungan antara
penderita GGK lain mengeluh tidak asupan protein nabati dan hewani dengan
memiliki nafsu makan. Masalah kadar kreatinin pada penderita gagal ginjal
gastrointestinal tersebut dapat menjadi kronik dengan hemodialisis rawat jalan di
salah satu faktor yang mempengaruhi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
kecenderungan penderita GGK memilih
protein nabati daripada protein hewani METODE
sehingga sebagian besar penderita GGK Desain, tempat, dan waktu
memiliki proporsi protein yang tidak Jenis penelitian ini adalah penelitian
adekuat (Nugraheni, 2007). Pemenuhan observasional analitik melalui pendekatan

34 Vol. 1, No. 1, Mei 2017


Hubungan asupan protein dan kreatinin hemodialisis

crossectional dengan mengukur variabel 22 orang. Teknik atau cara yang digunakan
dependen dan variabel independen secara adalah consecutive sampling yaitu cara
bersamaan. Penelitian dilakukan di RSUP pemilihan subjek penelitian yang termasuk
Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Adapun dalam nonprobability sampling yang
beberapa alasan yang mendasari pemilihan dilakukan dengan cara semua subjek yang
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten datang dan memenuhi kriteria inklusi
sebagai lokasi penelitian adalah jumlah pemilihan dimasukkan sebagai subjek
pasien memadai untuk dilakukannya penelitian. Subjek dalam penelitian ini
penelitian. Hal ini diketahui dari data adalah semua pasien gagal ginjal kronik
sekunder yang diambil dari rekam medik dengan hemodialisis rawat jalan yang
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. berobat di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Klaten dengan kriteria sebagai berikut: 1.
September 2011 sampai bulan Maret 2012. Kriteria Inklusi (Rutin melakukan
hemodialisis seminggu dua kali dengan
Jumlah dan cara pengambilan subjek diagnosis GGK stadium V, dapat
Populasi adalah semua pasien gagal berkomunikasi dengan baik,
ginjal kronik dengan hemodialisis rawat menandatangani surat persetujuan sebagai
jalan yang berobat di RSUP Dr. Soeradji responden). 2. Kriteria eksklusi (Pasien
Tirtonegoro Klaten. Perkiraan besar subjek yang meninggal selama penelitian
penelitian minimal yang diperlukan yaitu berlangsung,
pasien yang berpindah pengobatan dari <1,0 mg/dl, normal 1,0-1,5 mg/dl, tinggi
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. >1,5 mg/dl (Mahan dan Escott-Stump,
2004). Alat ukur yang digunakan untuk
Jenis dan cara pengumpulan data mengetahui asupan protein nabati dan
Asupan protein nabati merupakan hewani adalah form food recall 3X24 jam,
jumlah protein rata-rata yang dikonsumsi sedangkan kadar kreatinin adalah
berasal dari makanan sumber nabati. Data Kreatinin Analizer Kimia Klinik Advia
diperoleh dengan metode recall 24 jam 1200 (Siemmens). ADVIA 1200 sistem
selama 3 hari terakhir sebelum melakukan memiliki persyaratan minimal untuk
hemodialis dan diolah dengan FP2, volume sampel (serendah 1 uL/test).
kemudian dibandingkan dengan angka ADVIA 1200 sistem menggunakan reagen
kecukupan protein individu, yaitu 1,2 yang sama (reagen kreatinin kit) dengan
gr/kg BB/hari, kategorinya yaitu adekuat ≥ kecepatan 1200 tes per jam dan ketelitian
50% dan tidak adekuat < 50% (Mahan dan 0,01 mg/dl.
Escott-Stump, 2004). Asupan protein
hewani adalah jumlah protein rata-rata Pengolahan dan analisis data
yang dikonsumsi berasal dari makanan Data asupan makan akan
sumber hewani. Data diperoleh dengan dimasukkan dan dianalisis menggunakan
metode recall 24 jam selama 3 hari nutrisurvey 2008. Kemudian semua data
terakhir sebelum melakukan hemodialisa yang diperoleh dan terkumpul akan
dan diolah dengan FP2, dan kemudian dianalisis menggunakan Microsoft excel
dibandingkan dengan angka kecukupan 2007 for Windows. Dilakukan analisis
protein individu, yaitu 1,2 gr/kgBB/hari, univariat dan bivariat. Analisis hubungan
kategorinya yaitu adekuat ≥50% dan tidak menggunakan Pearson Product Moment.
adekuat <50% (Mahan dan Escott-Stump, Program komputer untuk analisis data
2004). Kadar kreatinin adalah hasil akhir adalah menggunakan SPSS 15.
metabolisme otot yang dilepaskan dari otot
dan diekskresi dalam urin. Pengukuran
dilakukan sebelum pasien melakukan
hemodialisa, kategorinya yaitu kurang

35 Vol. 1, No. 1, Mei 2017


Damayanti

HASIL Sebagian besar pasien yang


menjalani hemodialisis didiagnosa
Salah satu pelayanan kesehatan yang mengalami (Chronic Renal Failure (CRF)
ada di RSUP Dr. Soeradji Tirtnegoro atau gagal ginjal stadium V yang rutin
Klaten adalah Unit Hemodialisis. Struktur menjalani hemodialisis 2 kali seminggu.
organisasi di unit ini terdiri dari direktur Penyakit komplikasi lain yang
pelayanan, unit hemodialisis, dokter, dan menyebabkan pasien harus menjalani
perawat. Perawat merupakan tim hemodialisis diantaranya penyakit
pelaksana dalam pelayanan di unit Diabetes Mellitus (DM), jantung, dan batu
hemodialisis sebanyak 9 orang, 4 orang ginjal.
bekerja shift pagi, 3 orang bekerja shift Subjek penelitian ini adalah pasien
siang, dan 2 orang bekerja shift malam. gagal ginjal kronik dengan hemodialisis
Unit Hemodialisis bertanggung rawat jalan di RSUP Dr. Soeradji
jawab pada pelayanan hemodialisis untuk Tirtonegoro Klaten yang memenuhi
pasien rawat jalan maupun rawat inap. kriteria inklusi. Jumlah subjek penelitian
Pelayanan hemodialisis dilaksanakan dari adalah 22 pasien. Karakteristik subjek
hari senin hingga hari sabtu dalam 3 shift, berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat
yaitu pagi pada pukul 06.00-11.00 WIB, dilihat pada Tabel 1.
siang pada pukul 11.30-16.30 WIB, dan Sebagian besar subjek penelitian
malam pada pukul 17.00-22.00 WIB. mempunyai kadar kreatinin yang tinggi.
Jumlah alat hemodialisis yang digunakan Distribusi frekuensi subjek penelitian
sebanyak 17 unit, dengan rata-rata jumlah menurut asupan protein nabati, protein
pasien yang dilayani setiap harinya sekitar hewani, kadar kreatinin di unit
40-45 pasien yang sebagian besar hemodialisis rawat jalan RSUD Dr.
melakukan proses hemodialisis rutin 2 kali Soeradji Tirtonegoro Klaten dapat dilihat
seminggu (senin/kamis, selasa/jumat, pada Table 2.
rabu/sabtu).

Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik subjek


Karakteristik Kategori N Persentase (%)
Usia Remaja 1 4,5
Dewasa (25-49 tahun) 14 63,6
Lansia (> 50 tahun) 7 31,8
Jenis Kelamin Laki- laki 11 50,0
Perempuan 11 50,0

Tabel 2. Distribusi frekuensi subjek menurut asupan protein nabati dan hewani serta kadar
kreatinin
Kategori N Persentase (%)
Asupan Protein Nabati Adekuat 1 4,5
Tidak adekuat 21 95,5
Asupan Protein Hewani Adekuat 6 27,3
Tidak adekuat 16 72,7
Kadar Kreatinin Kurang 1 4,5
Normal 2 9,1
Tinggi 19 86,4

36 Vol. 1, No. 1, Mei 2017


Hubungan asupan protein dan kreatinin hemodialisis

Tabel 3. Hubungan asupan protein nabati dengan kadar kreatinin


Kadar Kreatinin
No Asupan Protein Kurang Normal Tinggi Total P
Nabati N % N % N % N %
1 Adekuat 1 4,5 0 0 0 0 1 4,5 0,605
2 Tidak Adekuat 0 0 2 9,1 19 86,4 21 95,5
Total 1 4,5 2 9,1 19 86,4 22 100

Tabel 4. Hubungan asupan protein hewani dengan kadar kreatinin


Kadar Kreatinin
No Asupan Protein Hewani Kurang Normal Tinggi Total P
N % N % N % N %
1 Adekuat 0 0 1 4,5 5 22,7 6 27,3 0,507
2 Tidak Adekuat 1 4,5 1 4,5 14 63,6 16 72,7
Total 1 4,5 2 9,1 19 86,4 22 100
Berdasarkan data dari 22 responden, nefron, yaitu saringan penting di dalam
hanya 1 responden (4,5%) yang asupan ginjal. Setiap dekade pertambahan umur,
protein nabatinya adekuat yaitu ≤ 50% fungsi ginjal menurun sekitar 10
dari total kebutuhan dan sebesar 21 ml/menit/1,73 m2. Pada usia dekade
responden (95,5%) yang memiliki asupan keempat dapat terjadi kerusakan ringan
tidak adekuat yaitu ≥ 50% dari total dengan nilai GFR 60-89 ml/menit/1,73 m2.
kebutuhan. Total kebutuhan diketahui Dengan perhitungan standar laju filtrasi
berdasarkan perhitungan asupan protein glomerulus/LFG (Glomerular Filtration
1,2 g/kg BB. Sedangkan responden yang Rate/GFR) normal sekitar 100
memiliki asupan protein hewani adekuat ml/menit/1,73 m2, penurunan tersebut
sebanyak 6 responden (27,3%) dan 16 adalah sama dengan 10 persen dari
responden (72,7%) dengan asupan yang kemampuan normal fungsi ginjal (Syamsir
tidak adekuat. dan Elvira, 2007).
Tabulasi silang tingkat kadar Fungsi renal dan fraktus urinarius
kreatinin ditinjau dari kategori asupan akan berubah bersamaan dengan
protein nabati menunjukkan bahwa hanya bertambahnya usia. Sesudah usia 40 tahun
1 responden (4,5%) yang memiliki asupan akan terjadi penurunan laju filtrasi
protein nabati adekuat dengan kadar glomerulus secara progresif hingga usia
kreatinin kurang. Sedangkan responden 70 tahun, kurang lebih 50% dari
yang memiliki asupan protein nabati yang normalnya. Fungsi tubulus yang termasuk
tidak adekuat dengan kadar kreatinin kemampuan reabsorbsi dan sekresi
normal terdapat 2 responden (9,1%) dan kedalam tubulus dari zat-zat yang beredar
19 responden dengan kadar kreatinin dalam kapiler-kapiler peritubular ataupun
tinggi. dibentuk oleh sel-sel tubulus, juga
Berdasarkan hasil kriteria uji berkurang bersamaan dengan peningkatan
tersebut maka disimpulkan bahwa tidak usia. Meskipun fungsi renal masih adekuat
ada hubungan yang signifikan antara meskipun ada penambahan cadangan
asupan protein hewani dengan kadar ginjal untuk beraksi secara efektif terhadap
kreatinin pada penderita GGK dengan perubahan fisiologi yang drastis atau
hemodialisis di RSUP Dr. Soeradji mendadak (Brunner dan Sudarth, 2001).
Tirtonegoro Klaten. Pada masa ini (usia di atas 45 tahun)
seorang wanita biasanya mulai mengalami
PEMBAHASAN menopause. Hormon estrogen yang
diketahui membantu menangkal penyakit
Bersamaan bertambahnya umur, degeneratif pada wanita tidak lagi
fungsi ginjal juga akan menurun. Setelah diproduksi, sehingga seorang wanita lebih
umur 40 tahun, mulai kehilangan beberapa mudah terkena penyakit degeneratif,

37 Vol. 1, No. 1, Mei 2017


Damayanti

disamping juga karena berkurangnya normal, maka pengujian menggunaan


aktifitas dan pola makan yang tidak teknik analisis parametrik, yaitu uji
teratur. Memasuki usia lanjut, hormon Pearson Product Moment.
mulai berkurang daya kerjanya, sehingga Meskipun secara statistik tidak
turut memicu munculnya penyakit bermakna namun dari tabel 4 dapat
degeneratif. Pada laki-laki usia 45 tahun diketahui bahwa responden dengan
merupakan faktor resiko terjadinya proporsi protein yang tidak adekuat (lebih
penyakit degeneratif karena terjadi banyak mengkonsumsi protein nabati)
penumpukan lemak dalam tubuh yang sebagian besar (95,5%) memiliki kreatinin
disebabkan karena mulai berkurangnya yang tinggi (>1,5 mg/dl). Hal ini dapat
daya kerja hormon (Krummel, 2004). menunjukkan bahwa dengan proporsi
Penyakit degenatif seperti diabetes protein yang tidak adekuat dapat
mellitus, hipertensi, dan penyakit jantung meningkatkan kadar kreatinin karena
merupakan beberapa penyebab terjadinya terjadi pemecahan protein otot.
gagal ginjal (Sutedjo, 2009). Kesimpulan tersebut sesuai dengan
Asupan gizi sebagian besar penelitian yang dilakukan oleh Nugrahani
responden yang tidak adekuat dipengaruhi (2007) dan Pratiwi (2009), yang
masalah gastrointestinal yang dikeluhkan menyatakan bahwa tidak ada hubungan
oleh responden. Sementara beberapa antara proporsi protein (protein nabati dan
responden lain mengeluh tidak memiliki protein hewani) dengan dengan kadar
nafsu makan. Masalah gastrointestinal kreatinin pada pasien PGK dengan
tersebut dapat menjadi salah satu faktor hemodialisis.
yang mempengaruhi kecenderungan Menurut Bellizi et al. (2003) dalam
responden memilih protein nabati daripada penelitiannya menyatakan bahwa
protein hewani sehingga sebagian besar keseimbangan nitrogen kadang-kadang
responden memiliki proporsi protein yang juga negatif pada diet tinggi protein,
tidak adekuat yang dapat berpengaruh dimana komposisi protein adalah protein
terhadap kadar kreatinin plasma. Asupan dengan nilai biologi rendah. Asupan
minimal protein yang dibutuhkan pasien protein yang rendah merupakan salah satu
hemodialisis lebih besar dari kebutuhaan etiologi malnutrisi pada pasien
pasien pre-dialisis. Beberapa faktor yang hemodialisis. Malnutrisi menyebabkan
terkait dengan prosedur hemodialisis penurunan respon imun yang
seperti bio-inkompatibilitas membran, mempermudah terjadinya infeksi (Sudoyo,
kehilangan protein dan asam amino, 2006). Sehingga asupan zat gizi harian
inflamasi, serta asidosis metabolik yang tidak adekuat pada sebagian besar
merupakan kondisi yang membutuhkan responden menjadi faktor risiko
asupan zat gizi yang lebih tinggi. Namun meningkatnya morbiditas dan mortalitas
justru dalam kondisi demikian biasanya pasien.
pasien mempunyai asupan protein yang Penyebab uremia yang tersering
tidak adekuat, yang disebabkan adanya adalah gagal ginjal kronik yang
masalah anorexia, perubahan cita rasa, menyebabkan gangguan ekskresi. Urea di
dialisis yang tidak adekuat, psikososial, dalam urine yang tertahan dapat berdifusi
bahkan masalah depresi (Sukandar, 2006). kembali ke aliran darah. Penyebab uremia
Hasil uji normalitas data di ginjal mencakup penyakit atau toksisitas
menggunaan uji Kolmogorov-smirnov, yang mempengaruhi glomerulus dan
ternyata dari semua variabel diperoleh mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus
nilai Zhitung >0,05 dengan nilai probabilitas ginjal. Berbagai kelainan dan sindrom
(p-value) >0,05 sehingga H0 diterima saluran cerna lainnya juga dapat
artinya data terdistribusi normal. Karena ditemukan, termasuk gasteroenteritis
dari tiga data penelitian berdistribusi uremik, yang ditandai oleh ulkus mukosa

38 Vol. 1, No. 1, Mei 2017


Hubungan asupan protein dan kreatinin hemodialisis

disertai pengeluaran darah pada pasien dan juga pada saluran cerna berupa
gagal ginjal kronik, dan bau nafas yang anoreksia, mual muntah, uremic fetor,
khas (fetor uremik) akibat penguraian urea gastroenteritis, tukak peptik, dan
menjadi ammonia oleh enzim di air liur pendarahan saluran cerna. Hal-hal tersebut
(McPhee dan Ganong, 2010). merupakan faktor-faktor yang
Pratiwi (2009) juga menyatakan mempengaruhi asupan protein, terutama
bahwa tidak ada hubungan antara asupan sumber protein dengan nilai biologi tinggi
protein dengan kadar kreatinin pada yang sebagian besar merupakan protein
penderita gagal ginjal kronik dengan hewani (McPhee dan Ganong, 2010).
hemodialisis rawat jalan. Hal ini tidak Penderita gagal ginjal kronik
sesuai dengan hasil penelitian Bellizzi et memiliki tingkat LFG <20% tidak
al. (2003), William, et al. (2004) dan memiliki cadangan fungsional yang
Araujo, et al. (2006), yang menyatakan memadai, mereka mudah mengalami
bahwa terdapat hubungan antara asupan uremia jika mendapat stress tambahan
protein dengan serum kreatinin, albumin, (infeksi, obstruksi, dehidrasi, atau obat
dan berat badan pada sekelompok pasien nefrotik) atau mengalami keadaan
hemodialisis. katabolik yang disertai oleh peningkatan
Penyebab berbedanya hasil pertukaran pergantian produk-produk yang
penelitian ini dengan hasil penelitian lain mengandung nitrogen disertai penurunan
dan teori adalah karena kelainan klinis LFG (McPhee dan Ganong, 2010).
pada uremia (peningkatan kadar kreatinin) Penelitian-penelitian lain tersebut
yang terjadi pada penderita gagal ginjal tidak mengklasifikasikan protein ke dalam
kronik diantaranya yaitu gangguan kategori yaitu protein nabati dan protein
metabolik berupa malnutrisi protein-kalori hewani. Padahal protein
nabati dan protein hewani memiliki faktor yang dominan seperti penyakit
kandungan dan mutu yang berbeda. komplikasi yang menyertai, obat-obatan,
Protein asal hewani pada umumnya dinilai ataupun aktifitas fisik yang
sebagai protein lengkap, dapat memenuhi mempengaruhi kadar kreatinin pada
unsur-unsur biologis sempurna, sedangkan penderita gagal ginjal kronik dengan
protein yang tidak lengkap/tidak hemodialisis.
sempurna, yaitu protein yang tidak
mengandung asam-asam amino esensial UCAPAN TERIMAKASIH
atau kandungan asam amino esensialnya
hanya satu sampai dua macam saja itu pun Ibu Siti Zulaikhah, M.Kes dan Ibu Ririn
sangat tipis/sedikit kuantitasnya, sebagai Yuliati, S.SiT, M.Si, selaku Dosen
contoh, perhatikan zein pada jagung, dan Pembimbing.
lain-lain protein nabati kecuali kacang-
kacangan dan produk olahannya DAFTAR PUSTAKA
(Budiyanto, 2002).
Almatsier S. 2006. Penuntun diet edisi
KESIMPULAN baru. PT Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.
Tidak ada hubungan antara asupan Araujo, Kamimura, Draibe, Canziani,
protein nabati dan hewani dengan kadar Manfredi, Avesani, Sesso, Cuppari.
kreatinin pada penderita GGK dengan 2006. Nutritional Parameters and
hemodialisis rawat jalan. Peneliti yang Mortality in Incident Hemosialysis
akan datang hendaknya memperkaya Patients. Journal of Renal Nutrition.
jumlah variabel independent yang Vol. 16. No. 1
mempengaruhi perubahan kadar kreatinin, Bellizi, Lorio, Terracciano, Minutolo,
sehingga nantinya dapat diketahui faktor- Iodice, Nicola, Conte. 2003. Daily

39 Vol. 1, No. 1, Mei 2017


Damayanti

Nutrient Intake Represent a Pratiwi, Niken. 2009. Hubungan Asupan


Modifiable Determinant of Protein Dengan Kadar Kreatinin dan
Nutritional Status in Chronic Ureum Penderita Gagal Ginjal
Hemodialysis Patients. Oxford Kronik Dengan Hemodialisis Rawat
Jurnals Nephrologi Dialysis Jalan di RSUD Dr. Moewardi
Transplantation. Vol. 18. No. 9. Surakarta. Skripsi. UMS.
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata,
Keperewatan Medikal Bedah. EGC. Setiati. 2006. Buku Ajar Ilmu
Jakarta. Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Budiyanto. 2002. Gizi dan Kesehatan. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Bayu Media. Malang. Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.
Kresnawan, Markun, HMS. 2005. Diet Sutedjo AY. 2009. Buku Saku Mengenal
Rendah Protein dan Penggunaan Penyakit melalui Hasil Pemerikssaan
Protein Nabati pada Penyakit Ginjal Laboratorium. Amara Books.
Kronik. Ahli Gizi Instalasi Gizi Yogyakarta.
RSCM Jakarta Divisi Ginjal Syamsir dan Elvira. 2007. Gagal Ginjal.
Hipertensi Bag. Penyakit Dalam Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
FKUI-RSCM. Jakarta. Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan
Krummel D. 2004. Medical Nutrition Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Therapy in Cardiovascular. Dalam L. Jakarta.
Kathleen Mahan dan Sylvia Escott
Stumps. Krause’s. Food Nutrition
and Diet Therapy. WB Sanders
Company. USA
Mahan LK, dan Escott-Stump S. 2004.
Krause’s Food, Nutrition and Diet
Therapy. 11th Ed. Philadelphia
Pennsylvania, Saunders. USA.
McPhee, Stephen J. dan Ganong, William
F. 2010. Patofisiologi Penyakit
Pengantar Menuju Kedokteran
Klinik Edisi 5. Jakarta: EGC.
Nasution Y, Prodjosudjadi W. 2006.
Pemeriksaan Penunjang Pada
Penyakit Ginjal dalam Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi : III. FKUI. Jakarta.
Nugraheni. 2007. Hubungan Asupan
Protein Terhadap Kadar Urea
Nitrogen, Kreatinin, dan Albumin
Darah Pasien Penyakit Ginjal Kronik
yang Menjalani Hemodialisis di
RSUP DR. Sardjito Yogyakarta.
Skripsi. Program Studi S1 Gizi
Kesehatan Fakultas Kedokteran
UGM. Yogyakarta.
Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(Pernefri). 2003. Konsensus Dialisis.
Pernefri. Jakarta.
Pernefri. 2010. Konsensus Dialisis.
Pernefri. Jakarta.

40 Vol. 1, No. 1, Mei 2017

You might also like