You are on page 1of 27

ANALISA JURNAL

PEMBERIAN NUTRISI PADA PASIEN KRITIS

Disusun untuk memenuhi Tugas Keperawatan Kritis


Dosen Pembimbing: Christian Adi Wijaya, S.Kep., Ns.

Disusun oleh:

Indriyasari Nur Addina

P27220019160

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

PRODI DIPLOMA – IV KEPERAWATAN

2022
Perbedaan Frekuensi Pemberian Enteral Feeding terhadap
Toleransi Feeding dan Kadar Glukosa Darah

Dewi Siti Oktavianti1*, Yulia2, Riri Maria3


1
Program Studi Keperawatan STIKes PERTAMEDIKA, Jakarta, Indonesia
2,3
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
* oktaviantidewi1110@gmail.com

Abstract

Medical nutrition therapy is one of the interventions to provide sufficient nutrition and to optimize
glycemic controls to fulfil the body metabolic needs. An Enteral Feeding is an alternative feeding
method when there are obstacles to fulfill patients nutrition orally. The study aims to determine
feeding tolerances and blood glucose controls in Type2 diabetes mellitus patients with different
Enteral Feeding frequencies-three and six times preserving. This research was a quasi-experimental
design study involving 26 patients divided into 2 groups admitted in a hospital. The results showed
that there was a statistically difference between the three times and six times enteral feeding with
blood glucose (p = 0.005), meaning that the frequency of six times per 24 hours better glycemic
control compared the frequency of three times per 24 hours. There was a difference between the
frequency of enteral feeding six times and three times with feeding tolerance (p = 0.005), meaning
that respondents with enteral feeding frequency of six times more tolerant of enteral feeding than
respondents with enteral feeding frequency of three times per 24 hours. Results of this study will
assist in controlling blood glucose by regulating the timing of feeding in patients with type 2 diabetes
mellitus.

Keywords : blood glucose, enteral feeding, enteral feeding frequencies-three and six times per 24
hours, feeding tolerance , type 2 diabetes mellitus

Abstrak

Terapi nutrisi medis merupakan salah satu intervensi untuk mengoptimalkan kontrol glikemik dan
menyediakan kalori yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Pasien diabetes yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan gizinya melalui asupan makanan oral;,membutuhkan enteral feeding.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan frekuensi pemberian enteral feeding sebanyak
tiga kali dan enam kali secara bolus dengan toleransi feeding dan kadar glukosa darah pada pasien
diabetes melitus tipe2. Penelitian ini menggunakan desain quasi experimental yang melibatkan 26
pasien di rumah sakit yang dibagi menjadi dua kelompok. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan
yang signifikan antara frekuensi pemberian enteral feeding dengan glukosa darah (p: 0,005) artinya
bahwa frekuensi pemberian enteral feeding enam kali menghasilkan kontrol glikemik yang lebih baik
dibandingkan dengan pemberian enteral feeding dengan frekuensi tiga kali per 24 jam. Ada perbedaan
yang signifikan antara frekuensi pemberian enteral feeding pada kelompok enam kali dan tiga kali
terhadap toleransi feeding (p value: 0,005), artinya pasien dengan pemberian enteral feeding enam
kali lebih toleran terhadap enteral feeding dibandingkan dengan pasien yang diberikan enteral feeding
dengan frekuensi tiga kali per 24 jam. Hasil Penelitian ini akan membantu dalam mengontrol gula
darah melalui pengaturan waktu pemberian nutrisi enteral pada pasien diabetes melitus tipe2.

Kata Kunci : diabetes melitus tipe 2, enteral feeding, frekuensi pemberian enteral feeding sebanyak
tiga kali dan enam kali per 24 jam, glukosa darah, toleransi feeding

Jurnal Keperawatan Raflesia, Volume 3 Nomor 1, Mei 2021


ISSN: (p) 2656-6222, (e) 2657-1595 DOI 10.33088/jkr.v3i1.617
Available online: https://jurnal.poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/index.php/jkr
35
36 | Jurnal Keperawatan Raflesia, Volume 3 Nomor 1, Mei 2021

PENDAHULUAN timbulnya berbagai komplikasi.


Komplikasi yang terjadi yaitu komplikasi
Diabetes Melitus (DM) adalah sekelompok mikrovaskuler dan makrovaskuler.
gejala gangguan metabolik yang ditandai Komplikasi yang paling banyak terjadi
dengan adanya hiperglikemia kronik, yang pada orang dengan diabetes tipe 2 adalah
disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, komplikasi mikrovaskuler, yang
kerja insulin, atau keduanya (ADA, 2012). dibuktikan oleh hasil studi pada 66.726
Terdapat empat jenis utama diabetes orang dengan diabetes melitus tipe 2
melitus yaitu : diabetes melitus tipe1 menunjukkan bahwa sebanyak 53,5%
penyebabnya adalah rusaknya sel β memiliki komplikasi mikrovaskuler dan
pankreas yang mengakibatkan kekurangan 27,2% memiliki komplikasi makrovaskuler
insulin yang absolut. Diabetes melitus tipe (Litwak et al., 2013).
2 terjadi akibat resistensi insulin dan
merupakan kasus yang paling banyak Upaya yang dapat dilakukan untuk
terjadi hampir 85-95% dari kasus diabetes, mencegah, menghambat dan mengurangi
dan diabetes tipe lain serta diabetes melitus komplikasi akibat diabetes melitus adalah
gestasional yang terjadi saat kehamilan dengan melakukan pengontrolan gula
(Zheng et al., 2018) darah. Hal ini dibuktikan oleh hasil
penelitian Deepa, Kiran, Gadwalkar (2014)
Diperkirakan pada tahun 2030 lebih dari bahwa kontrol gula darah yang intensif
346 juta orang diseluruh dunia akan dapat mengurangi risiko retinopati diabetik
mengalami diabetes melitus. Jumlah kasus (20%), nefropati (37%), neuropati (16%),
diabetes melitus terbanyak di dunia yaitu penyakit kardiovaskuler (26%), penyakit
di India yang mencapai lebih dari 32 juta cerevrovaskuler (8%), dan penyakit
jiwa serta diperkirakan terjadi peningkatan pembuluh darah perifer (11%) (Deepa et
di tahun 2030 sebesar 79,4 juta jiwa al., 2014). Hasil study population and
(Shrivastava et al., 2013). Sedangkan di baseline characteristics yang dilakukan
Indonesia, WHO memprediksikan bahwa pada 11.140 orang menunjukkan bahwa
jumlah orang dengan diabetes melitus akan setiap peningkatan 1% glycated
terjadi peningkatan tahun 2000 dari 8,4 haemoglobin (HbA1C) berisiko
juta menjadi 21,3 juta di tahun 2030 meningkatkan 38% penyakit
(PERKENI, 2015). Menurut Hasil Riset makrovaskuler, 40% penyakit
Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan mikrovaskuler, dan 38% menyebabkan
proporsi penyakit diabetes melitus yang kematian (Zoungas et al., 2012).
diperoleh berdasarkan wawancara, Penatalaksanaan diabetes melitus untuk
meningkat hampir dua kali lipat yaitu mengontrol gula darah adalah pemberian
sebesar 2,1% dibandingkan pada tahun edukasi, pengaturan diet, exercise dan
2007 yaitu sebanyak 1,1% (Badan medikasi (PERKENI, 2015).
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
2013). Terapi nutrisi medis merupakan salah satu
intervensi untuk mengoptimalkan kontrol
Masalah utama yang dihadapi oleh orang glikemik dan menyediakan kalori yang
dengan diabetes melitus adalah cukup untuk memenuhi kebutuhan
hiperglikemia kronik yang dapat memicu metabolic (Gosmanov & Umpierrez,
Oktavianti dkk, Perbedaan Frekuensi Pemberian Enteral Feeding | 37

2014). Hasil studi menyatakan pemberian enteral (Campos & MacHado, 2012).
terapi nutrisi medis dan obat hipoglikemik Penelitian yang dilakukan pada 40 pasien
oral selama 12 minggu menunjukkan trauma kepala dengan enteral feeding yang
penurunan HbA1c sekitar 2,0% pada terbagi dua kelompok yaitu kelompok
diabetes (Barakatun Nisak et al., 2013). metode continue serta metode intermitten,
Salah satu manifestasi diabetes melitus menunjukkan tidak ada perbedaan
pada gangguan serebrovaskular yaitu dapat signifikan pada kadar gula darah sewaktu
mengakibatkan disfagia dan membutuhkan masing-masing kelompok (Maurya et al.,
asupan nutrisi dari luar (Ojo, 2010). 2011). Penelitian yang dilakukan terhadap
Enteral feeding dibutuhkan oleh pasien 59 pasien yang di rawat di icu yang
diabetes melitus untuk memenuhi asupan diberikan enteral feeding secara
kebutuhan gizinya melalui oral (Ojo, intermitten 6 kali pemberian, dimana pada
2015). hari pertama diberikan sebanyak 50%, hari
kedua 75%, hari ketiga 100% dari total
Enteral feeding pada pasien dengan kebutuhan kalori, dan hasilnya
diabetes melitus sama halnya pada pasien menunjukkan tidak ada perbedaan
lain, berperan untuk memenuhi kebutuhan signifikan pada pengukuran kadar gula
mikro dan makro nutrisi yang terdiri dari darah sewaktu pada pengamatan hari
protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral pertama, hari kedua, dan hari ketiga (Hasir
yang dapat mengurangi risiko malnutrisi et al., 2014). Pasien diabetes dengan
(Ojo, 2015). Standard formulas enteral enteral feeding lebih berisiko mengalami
feeding oral atau tube mengandung tinggi hiperglikemia maupun hipoglikemia jika
karbohidrat, rendah lemk, dan rendah pemberian enteral feeding dengan NGT
serat. Sedangkan formulasi nutrisi khusus tidak dapat ditoleransi dengan baik (Via &
untuk penderita diabetes melitus yang Mechanick, 2011). Makanan yang
direkomendasikan oleh American Diabetes seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
Association adalah Diabetes Spesific kalori dan zat gizi masing-masing individu
Formula (DSF). DSF mengandung rendah merupakan salah satu prinsip pengaturan
karbohidrat, tinggi serat, dan tinggi makan pada diabetes (Mohammed et al.,
monounsaturated fatty acids (MUFAs) 2015). Selain itu pentingnya keteraturan
(Via & Mechanick, 2011). Hasil penelitian makan dalam hal jadwal makan, jenis dan
tentang perbandingan konsumsi enteral jumlah makanan, terutama orang dengan
feeding yang mengandung DSF dengan diabetes melitus yang menggunakan obat
standard formulas pada pasien diabetes penurun glukosa darah atau insulin.
melitus, menunjukkan bahwa pada DSF Komposisi diet diabetes yang dianjurkan
hasil glukosa darah postprandial secara meliputi karbohidrat, protein, dan lemak.
signifikan lebih rendah dibandingkan Asupan karbohidrat diabetes melitus
dengan Standard Formula (SF) (Buranapin dianjurkan adalah sebesar 45-65% total
et al., 2014). kebutuhan energi dalam sehari. Makan tiga
kali sehari untuk mendistribusikan asupan
Enteral feeding diberikan sesuai dengan karbohidrat dalam sehari, serta dapat
status nutrisi, penyakit primer, berat badan, diberikan makanan selingan buah atau
usia pasien, keadaan saluran makanan lain sebagai bagian dari
gastrointestinal, dan alat akses nutrisi kebutuhan kalori sehari jika dibutuhkan
38 | Jurnal Keperawatan Raflesia, Volume 3 Nomor 1, Mei 2021

(PERKENI, 2015). ini terdapat dua kelompok yaitu kelompok


yang diberikan enteral feeding dengan
Namun hasil penelitian prospektif dan frekuensi enam kali dan kelompok yang
observasional pada 64 pasien dengan diberikan enteral feeding tiga kali. Kedua
enteral feeding dan terpasang nasogastric kelompok sama-sama mendapatkan
tube (NGT), didapatkan komplikasi intervensi yaitu dilakukan pengukuran
sebagai berikut: dislodgement tube residu lambung dan gula darah. Sebelum
(48,5%), gangguan elektrolit (45,5%), responden diberikan makan pagi dan
hiperglikemia (34,5%), diare (32,8%), dan makan siang sesuai dengan diet di rumah
muntah (20,4%) (Pancorbo-Hidalgo et al., sakit, pasien di ukur residu lambung nya
2001). Faktor-faktor yang dapat terlebih dahulu kemudian memberikan
mempengaruhi kontrol glukosa pada makan sesuai diit rumah sakit. Dua jam
pasien dengan enteral feeding yaitu setelah makan pagi dan makan siang,
terjadinya perubahan kecepatan absorpsi pasien dilakukan pengukuran glukosa
glukosa dan pengosongan lambung yang darah post prandial dengan menggunakan
lambat pada pasien dalam keadaan kritis, glukometer yang sudah dikalibrasi. Setelah
serta ada atau tidak adanya status itu peneliti mencatat dan mengumpulkan
gastroparesis (Mabrey et al., 2015). semua data yang didapatkan dari
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui responden selama penelitian berlangsung.
perbedaan frekuensi pemberian enteral
feeding sebanyak tiga kali dan enam kali Jenis insulin yang digunakan responden
terhadap toleransi feeding dan kadar penelitian ini adalah jenis insulin kerja
glukosa darah. cepat humulin dan kerja sedang actrapid.
Terapi insulin diberikan pada pasien
METODE diabetes melitus apabila pengobatan yang
dilakukan belum mencapai target glikemik.
Jenis Penelitian ini adalah kuantitatif Regimen pemberian insulin meliputi fixed
dengan desain penelitian eksperimen semu dose, sliding scale. Sliding scale adalah
tanpa control (quasi experiment without regimen pemberian insulin berdasarkan
control). Rancangan penelitian ini adalah hasil pemeriksaan glukosa darah. Tetapi
pre test and post test. Populasi penelitian untuk jangka panjang, sliding scale tidak
yaitu pasien dengan riwayat diabetes dianjurkan, segera beralih ke fixed dose
melitus tipe 2 dan terpasang Naso Gastric serta tidak digunakan untuk menentukan
Tube (NGT) di RSU wilayah Lebak dan dosis harian (PERKENI, 2015).
wilayah Bekasi. Sampel pada penelitian ini
adalah pasien di Ruang Rawat Inap kelas Besar sampel dihitung dengan rumus
tiga. Teknik pengambilan sampel dalam perkiraan besar sampel untuk data
penelitian ini dilakukan dengan komparatif kategorik tidak berpasangan
menggunakan teknik consecutive sampling dengan hasil yaitu 26 orang responden.
merupakan suatu teknik pengambilan Kriteria inklusi pada penelitian adalah; 1)
sampel yang dilakukan dengan memilih bersedia menjadi responden, 2) pasien
individu yang memenuhi kriteria inklusi dengan diabetes melitus tipe 2 yang
sampai jumlah sampel yang diinginkan terpasang NGT dan 3) pasien mendapatkan
terpenuhi (Dahlan, 2013). Pada penelitian terapi insulin. Kriteria Ekslusi pada
Oktavianti dkk, Perbedaan Frekuensi Pemberian Enteral Feeding | 39

penelitian ini yaitu; 1) pasien HASIL


menggunakan ventilator, 2) pasien
mengalami diare sebelum pemberian Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
enteral feeding, 3) pasien riwayat gastritis,
4) pasien dengan intoleransi susu, 7) Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan
pasien dengan stress ulcer. Instrument Toleransi Feeding Dan Kadar
Glukosa Darah
pada penelitian ini menggunakan lembar
observasi yang berisi identitas diri
responden dan lembar hasil observasi Kelompok
Kelompok
Enteral
mengenai frekuensi enteral feeding, Variabel
Kate- Enteral
Feeding
Total
toleransi feeding, hasil pengukuraan gori Feeding 6x
3x
glukosa darah postprandial.,
n % n % n %
Toleran 12 92,3 2 15,4 14 53,85
Pengolahan data melalui empat tahapan Toleransi
Feeding Tidak 1
yaitu editing, coding, processing, dan Toleran
1 7,7
1
84,6 12 46,15
cleaning. Analisa data penelitian meliputi Kadar Normal 12 92,3 3 23,1 15 57,7
analisis univariat untuk mengidentifikasi Glukosa Tidak 1
Darah 1 7,7 76,9 11 42,3
variabel independen maupun dependen. Normal 0
Selanjutnya, analisis bivariat dengan
menggunakan uji chi square, untuk Berdasarkan tabel 1 didapatkan bahwa
mengetahui adanya perbandingan antara sebanyak 92,3% pada kelompok enteral
frekuensi pemberian enteral feeding tiga feeding enam kali lebih toleran terhadap
kali dan enam kali dengan toleransi enteral feeding dan memiliki kadar
feeding dan kadar glukosa darah. glukosa darah post prandial normal.

Tabel 2. Perbedaan antara Frekuensi


Pemberian Enteral Feeding Pada Kelompok
Tiga Kali dan Enam Kali Terhadap
Toleransi Feeding

Toleransi Feeding
f p
Tidak %
Variabel Toleran Value
toleran
n % n %
Frekuensi
6x 12 92,3 1 7,7 13 100
3x 2 15,4 11 84,6 13 100 0.005

Jumlah 14 12 26

Berdasarkan tabel 2 diketahui 92,3%


responden yang diberikan enteral feeding
dengan frekuensi enam kali per 24 jam dan
toleran terhadap enteral feeding yang
diberikan, sedangkan sebanyak 15,4%
yang diberikan enteral feeding dengan
frekuensi tiga kali per 24 jam yang toleran
40 | Jurnal Keperawatan Raflesia, Volume 3 Nomor 1, Mei 2021

terhadap enteral feeding, dengan nilai p dua orang (15,4%) dan yang tidak toleran
0.005 artinya ada perbedaan yang sebanyak 11 orang (84,6%). Pengukuran
signifikan antara frekuensi pemberian efektifitas pemberian enteral feeding dapat
enteral feeding pada kelompok tiga kali dilihat dari toleransi feeding. Toleransi
dan enam kali terhadap toleransi feeding. terhadap pemberian enteral feeding dapat
dilihat dari nilai residu lambung atau
Tabel 3. Perbedaan antara Frekuensi Gasric Residual Volume (GRV), adanya
Pemberian Enteral Feeding Pada Kelompok distensi abdomen, mual & muntah, dan
Tiga Kali dan Enam Kali Terhadap Kadar
glukosa darah diare (Metheny et al., 2012). Pemberian
enteral feeding tiga kali sehari dengan
Glukosa darah metode bolus menyebabkan secara cepat
f p
Variabel normal
Tidak %
Value
masuk ke lambung dan terisi penuh.
normal Pengosongan lambung dan motilitas
n % n %
Frekuensi menjadi lambat disebabkan oleh isi
6x 12 92,3 1 7,7 13 100 lambung banyak, sehingga terjadi
3x 3 15,4 10 84,6 13 100 0.005
peningkatan residu lambung. Semakin
Jumlah 15 11 26 besar isi makanan dalam lambung, maka
semakin lambat pengosongan dalam
Berdasarkan pada tabel 3 diketahui 92,3% lambung, sehingga mudah mengalami
responden yang diberikan enteral feeding muntah (28,3%) (Whelan & Schneider,
dengan frekuensi enam kali per 24 jam 2011). Selain itu hasil penelitian pada
memiliki glukosa darah normal, sedangkan pasien yang diberikan nutrisi dengan
sebanyak 3 responden (23,1%) yang metode bolus secara bertahap dengan
diberikan diberikan enteral feeding dengan frekuensi enam kali sehari menyebabkan
frekuensi tiga kali per 24 jam dan memiliki lambung tidak terisi penuh dan lebih
glukosa darah normal. Hasil analisis data mudah mencerna makanan dan
bivariat didapatkan ada perbedaan yang pengosongan lambung lebih cepat, dan
signifikan antara frekuensi pemberian dapat meminimalkan residu lambung
enteral feeding pada kelompok tiga kali sehingga dapat mengurangi risiko aspirasi
dan enam kali dengan kadar glukosa darah (Ichimaru & Amagai, 2015).
(p value: 0,005).
Penilaian keberhasilan dalam pengelolaan
PEMBAHASAN diabetes didapatkan dari hasil pengukuran
glukosa darah, HbA1C, profil lipid,
Berdasarkan analisis tabel 1 tentang tekanan darah,dan kualitas hidup pasien
distribusi responden berdasarkan toleransi yang baik. yaitu melakukan pengukuran
feeding dan kadar glukosa darah; kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa
menunjukkan bahwa pada kelompok darah dapat dilakukan saat pasien puasa,
enteral feeding enam kali yang toleran sebelum pasien mengkonsumsi makanan,
terhadap enteral feeding sebanyak 12 dan dua jam setelah pasien mengkonsumsi
orang (92,3%) dan yang tidak toleran makanan (PERKENI, 2015). Pada tabel 1
sebanyak satu orang (7,7%). Sedangkan menyatakan bahwa pada kelompok enteral
kelompok enteral feeding tiga kali yang feeding enam kali sebanyak 92,3%
toleran terhadap enteral feeding sebanyak memiliki kadar glukosa darah postprandial
Oktavianti dkk, Perbedaan Frekuensi Pemberian Enteral Feeding | 41

(GDPP) normal, sedangkan pada mempertahankan fungsi pencernaan,


kelompok enteral feeding tiga kali, hanya sebagai imunologik, mencegah organisme
23,2% responden mempunyai GDPP dalam usus menyerang tubuh, mengurangi
normal. sepsis dan hipermetabolik pada trauma
(McMahon et al., 2012)
Pasien diabetes melitus dengan enteral
feeding, monitor glukosa darah dilakukan Proses pengosongan lambung yang lambat
dengan mengukur glukosa postprandial ditandai adanya peningkatan volume
setiap empat sampai enam jam per hari. residu lambung. Residu lambung abnormal
Nilai pengukuran normal glukosa darah jika residu mencapai lebih dari 20% dari
yang direkomendasikan oleh IDF (2013) total formula nutrisi yang diberikan, dua
yaitu : untuk gula darah puasa normalnya < jam sebelum aspirasi lambung. Pada
110 mg/dl, dan gula darah postprandial pemberian nutrisi dengan metode bolus,
normalnya <140 mg/dl (7.8 mmol/l). Hasil residu lambung yang dihasilkan rata-rata
penelitian menunjukkan bahwa 30ml dengan pemberian diit nutrisi
pemeriksaan gula darah post prandial sebanyak 250ml diit cair. Residu lambung
berperan penting dalam mengevaluasi berupa susu yang tercerna adalah hasil dari
respon insulin terhadap nutrisi yang pemberian enteral feeding secara bolus. Isi
dikonsumsi (Ahrén & Foley, 2016). lambung penuh mengakibatkan
pengosongan lambung dan motilitas
Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel 2 menjadi lambat, sehingga residu lambung
diketahui 12 responden (92,3%) yang meningkat. Semakin besar volume
diberikan enteral feeding dengan frekuensi makanan dalam lambung maka semakin
enam kali per 24 jam lebih toleran lambat pengosongan dalam lambung
terhadap enteral feeding yang diberikan, (Nguyen et al., 2012). Sehingga pasien
dibandingkan dengan responden yang dengan pemberian enteral feeding tiga kali
diberikan enteral feeding dengan frekuensi sehari lebih mudah mengalami tidak
tiga kali per 24 jam terdapat dua responden toleran terhadap enteral feeding
(15,4%) yang toleran terhadap enteral dibandingkan dengan pasien yang
feeding. Hasil analisis data bivariat diberikan enteral feeding enam kali sehari.
didapatkan ada perbedaan yang signifikan
antara frekuensi pemberian enteral feeding Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel 3
pada kelompok tiga kali dan enam kali didapatkan sebanyak 12 responden
terhadap toleransi feeding (p value : (92,3%) yang diberikan enteral feeding
0,005). dengan frekuensi enam kali per 24 jam
memiliki glukosa darah postprandial
Nutrisi enteral (EN) sebagai pilihan utama normal, sedangkan sebanyak tiga
dalam support nutrisi pada pasien dengan responden (23,1%) yang diberikan enteral
yang tidak dapat mempertahankan asupan feeding dengan frekuensi tiga kali per 24
makanan yang adekuat dan jam memiliki glukosa darah postprandial
direkomendasikan oleh The American normal. Hasil analisis data bivariat
Society for Parenteral and Enteral didapatkan ada perbedaan yang signifikan
Nutrition (ASPEN). Nutrisi enteral antara frekuensi pemberian enteral feeding
berperan dalam memelihara dan pada kelompok tiga kali dan enam kali
42 | Jurnal Keperawatan Raflesia, Volume 3 Nomor 1, Mei 2021

dengan kadar glukosa darah (p value: KESIMPULAN


0,005).
Hasil analisis terkait frekuensi pemberian
Sebuah penelitian yang dilakukan pada 59 enteral feeding dan kadar glukosa darah
pasien yang di rawat di ICU yang didapatkan bahwa ada hubungan yang
diberikan enteral feeding secara signifikan antara frekuensi pemberian
intermitten enam kali pemberian, dimana enteral feeding dengan glukosa darah
pada hari pertama diberikan sebanyak 50% (p value: 0.005), artinya bahwa frekuensi
dari total kebutuhan kalori, hari kedua 75% pemberian enteral feeding enam kali per
dari total kebutuhan kalori, hari ketiga 24 jam menghasilkan kontrol glikemik
100% dari total kebutuhan kalori, dan yang lebih baik dibandingkan dengan
hasilnya menunjukkan tidak didapatkan pemberian enteral feeding dengan
perbedaan yang bermakna pada frekuensi tiga kali per 24 jam.
pengukuran kadar gula darah sewaktu pada
pengamatan hari pertama, hari kedua, dan Hasil analisis terkait frekuensi pemberian
hari ketiga (Hasir et al., 2014). enteral feeding dan toleransi feeding yaitu
terdapat perbedaan yang signifikan antara
Nutrisi enteral lebih baik diberikan secara frekuensi pemberian enteral feeding pada
berkala setiap tiga jam sebanyak enam kali kelompok enam kali dan tiga kali terhadap
pemberian agar glukosa darah terkontrol. toleransi feeding (p value: 0,005), artinya
Beberapa pasien dengan diabetes tipe 2 pasien dengan pemberian enteral feeding
yang dirawat jalan dan rawat inap enam kali per 24 jam lebih toleran
melaporkan bahwa kontrol glikemiknya terhadap enteral feeding dibandingkan
lebih baik (glukosa postprandial dan puasa dengan pasien yang diberikan enteral
lebih rendah), penurunan HbA1C, dan feeding dengan frekuensi tiga kali per 24
kebutuhan insulin menurun dengan jam.
mengkonsumsi MUFA dibandingkan
dengan mengkonsumsi HCH (high
carbohydrate) formula (Gosmanov & DAFTAR PUSTAKA
Umpierrez, 2014). Asosiasi Dietisien
Indonesia menyatakan pemberian nutrisi ADA. (2012). Standards of medical care in
diabetes - 2012. Diabetes Care,
yang tepat adalah dengan mengatur jangka 35(SUPPL. 1).
waktu dalam pemberian nutrisi, seperti https://doi.org/10.2337/dc12-s011.
pemberian dengan frekuensi enam kali
sehari, agar lambung lebih mudah Ahrén, B., & Foley, J. E. (2016). Improved
glucose regulation in type 2 diabetic
mencerna makanan serta lambung kosong patients with DPP-4 inhibitors: focus on
lebih cepat dan mengurangi resiko alpha and beta cell function and lipid
terjadinya aspirasi (Ahrén & Foley, 2016). metabolism. Diabetologia, 59(5), 907–
917.

Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) 2013. Laporan
Nasional 2013, 1–384. https://doi.org/1
Desember 2013
Oktavianti dkk, Perbedaan Frekuensi Pemberian Enteral Feeding | 43

Barakatun Nisak, M. Y., Ruzita, A. T., https://doi.org/10.1186/1758-5996-5-57.


Norimah, A. K., & Nor Azmi, K. (2013).
Medical nutrition therapy administered Mabrey, M. E., Barton, A. B., Corsino, L.,
by a dietitian yields favourable diabetes Freeman, S. B., Ellen, D., Bell, E. L., &
outcomes in individual with type 2 Setji, T. L. (2015). Managing enteral
diabetes mellitus. Medical Journal of feedings : A health system approach.
Malaysia, 68(1), 18–23. Hosp Pract (1995)., 43(2), 74–78.
https://doi.org/10.1080/21548331.2015.1
Buranapin, S., Siangruangsang, S., 022493.
Chantapanich, V., & Hengjeerajarus, N.
(2014). The comparative study of Maurya, I., Pawar, M., Garg, R., Kaur, M., &
diabetic specific formula and standard Sood, R. (2011). Comparison of
formula on postprandial plasma glucose respiratory quotient and resting energy
control in type 2 DM patients. Journal of expenditure in two regimens of enteral
the Medical Association of Thailand= feeding – continuous vs. intermittent in
Chotmaihet Thangphaet, 97(6), 582–588. head-injured critically ill patients. Saudi
Journal of Anaesthesia, 5(2), 195–201.
Dahlan. (2013). Besar Sampel dan Cara https://doi.org/10.4103/1658-
Pengambilan Sampel. 354X.82800.

Deepa, Kiran, & Srikant R, G. (2014). Metheny, N. ., Millis, A., & Stewart, B. J.
Macrovascular and microvascular (2012). Monitoring For Intolerance To
complications in type 2 diabetes patients. Gastric Tube Feedings : A National
Indian Journal of Clinical Practice, Survey. 21(2), 33–41.
54(3), 229–237. https://doi.org/10.4037.ajcc2012647.
https://doi.org/10.2337/dc06-2554.
Mohammed, S., Islam, S., Niessen, L. W.,
Gosmanov, A. R., & Umpierrez, G. E. (2014). Seissler, J., Ferrari, U., & Biswas, T.
Management of Hyperglycemia During (2015). Diabetes knowledge and
Enteral and Parenteral Nutrition glycemic control among patients with
Therapy. 13(1), 155–162. type 2 diabetes in Bangladesh.
https://doi.org/10.1007/s11892-012- SpringerPlus.
0335-y. https://doi.org/10.1186/s40064-015-
1103-7.
Hasir, J., Ahmad, M. R., Arif, S. K., &
Seweng, A. (2014). Pengaruh pemberian Nguyen, N. Q., Besanko, L. K., Burgstad, C.,
nutrisi enteral intermitten terhadap kadar Bellon, M., Holloway, R. H., Chapman,
gula darah sewaktu pada pasien cedera M., Horowitz, M., & Fraser, R. J. L.
otak berat pascabedah. 4(1), 78–86. (2012). Delayed enteral feeding impairs
intestinal carbohydrate absorption in
Ichimaru, S., & Amagai, T. (2015). critically ill patients*. Critical Care
Intermittent and Bolus Methods of Medicine, 40(1), 50–54.
Feeding in Critical Care. Diet and https://doi.org/10.1097/CCM.0b013e318
Nutrition in Critical Care, December, 22d71a6.
795–806. https://doi.org/10.1007/978-1-
4614-7836-2. Ojo, O. (2010). Managing patients on enterai
feeding tubes in the community.
Litwak, L., Goh, S.-Y., Hussein, Z., Malek, R., November.
Prusty, V., & Khamseh, M. E. (2013).
Prevalence of diabetes complications in Ojo, O. (2015). Problems with use of a Foley
people with type 2 diabetes mellitus and catheter in enteral tube feeding. British
its association with baseline Journal of Nursing, 23(September), 360–
characteristics in the multinational 364.
A1chieve study. Diabetology & https://doi.org/10.12968/bjon.2014.23.7.3
Metabolic Syndrome, 5(1), 57. 60.
44 | Jurnal Keperawatan Raflesia, Volume 3 Nomor 1, Mei 2021

Pancorbo-Hidalgo, P. L., García-Fernandez, F.


P., & Ramírez-Pérez, C. (2001).
Complications associated with enteral
nutrition by nasogastric tube in an
internal medicine unit. Journal of Clinical
Nursing, 10(4), 482–490.
https://doi.org/10.1046/j.1365-
2702.2001.00498.x.

PERKENI. (2015). Pengelolaan dan


pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
indonesia 2015.

Shrivastava, S. R., Shrivastava, P. S., &


Ramasamy, J. (2013). Role of self-care in
management of diabetes mellitus.
Journal of Diabetes and Metabolic
Disorders, 12(1), 14.
https://doi.org/10.1186/2251-6581-12-14.

Via, M. A., & Mechanick, J. I. (2011).


Inpatient Enteral and Parental Nutrition
for Patients with Diabetes. 99–105.
https://doi.org/10.1007/s11892-010-
0168-5.

Whelan, K., & Schneider, S. M. (2011).


Mechanisms, prevention, and
management of diarrhea in enteral
nutrition. Current Opinion in
Gastroenterology, 27(2), 152–159.
https://doi.org/10.1097/MOG.0b013e328
34353cb.

Zheng, Y., Ley, S. H., & Hu, F. B. (2018).


Global aetiology and epidemiology of
type 2 diabetes mellitus and its
complications. Nature Reviews
Endocrinology, 14(2), 88.

Zoungas, S., Chalmers, J., Ninomiya, T., Li,


Q., Cooper, M. E., Colagiuri, S., Fulcher,
G., De Galan, B. E., Harrap, S., Hamet,
P., Heller, S., MacMahon, S., Marre, M.,
Poulter, N., Travert, F., Patel, A., Neal,
B., & Woodward, M. (2012). Association
of HbA 1c levels with vascular
complications and death in patients with
type 2 diabetes: Evidence of glycaemic
thresholds. Diabetologia, 55(3), 636–
643. https://doi.org/10.1007/s00125-011-
2404-1.
ANALISA JURNAL

A. Identitas Jurnal

1. Nama jurnal : Jurnal Keperawatan Raflesia

2. Judul jurnal : Perbedaan Frekuensi Pemberian Enteral Feeding


terhadap Toleransi Feeding dan Kadar Glukosa
Darah

3. Nomor / volume :1/3

4. Tahun terbit : 2021

5. Penulis : Dewi Siti Oktavianti, Yulia, Riri Maria

6. DOI : https://doi.org/10.33088/jkr.v3i1.617

B. Hasil Analisa

1. P (Patient / Population)

26 pasien dengan kriteria memiliki riwayat diabetes melitus tipe 2,


terpasang Naso Gastric Tube (NGT), dan mendapatkan terapi insulin di
RSU wilayah Lebak dan Bekasi.

2. I (Intervention)

Salah satu intervensi untuk mengoptimalkan kontrol glikemik dan


menyediakan kalori yang cukup untuk pasien diabetes melitus tipe 2
adalah dengan terapi nutrisi medis. Terapi nutrisi medis dapat diberikan
dengan enteral feeding. Enteral feeding merupakan terapi nutrisi melalui
saluran cerna dengan slang khusus (feeding tube), Pada jurnal ini,
enternal feeding diberikan melalui Naso Gastric Tube (NGT). Salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi kontrol glukosa pada pasien dengan
enteral feeding yaitu terjadinya perubahan kecepatan absorpsi glukosa dan
pengosongan lambung yang lambat pada pasien kritis, serta ada atau
tidaknya status gastroparesis.
3. C (Comparison)

Jurnal analisa:

Pemberian enteral feeding 6 kali/ 24 jam dengan metode bolus feeding


dan pemberian enteral feeding 3 kali/ 24 jam metode bolus feeding.
Sebelum diberikan intervensi, kedua kelompok dilakukan pengukuran
residu lambung sebelum makan pagi dan siang dengan diet yang sesuai
dan pengukuran glukosa darah post prandial menggunakan glukometer
yang sudah terkalibrasi setelah makan pagi dan siang

Jurnal pembanding:

Berdasarkan jurnal “Pemberian Nutrisi Enteral Sebagai Kontrol Glikemik


Pada Pasien Kritis di Unit Perawatan Intensif”, pemberian nutrisi enteral
dengan metode continuous feeding dapat menurunkan rata-rata kadar
glukosa darah atau mengurangi kejadian hiperglikemia. Continuous
feeding merupakan jenis metode pemberian nutrisi yang secara terus-
menerus selama 24 jam dengan pompa pengumpan atau syringe pump.
Sedangkan, pemberian nutrisi enteral dengan metode intermittent feeding
secara signifikan lebih sedikit terjadi hipoglikemia selama periode makan,
mencegah hipoglikemia selama periode puasa serta dapat menurunkan
kebutuhan insulin. Metode intermittent feeding digunakan 6 kali makan
setiap 4 jam selama 24 jam tanpa pompa pengumpan atau syringe pum,
diberikan melalui nasogastric tube menggunakan spuit selama 3-5 menit.

4. O (Outcome)

Toleransi terhadap enteral feeding dapat dilihat dari nilai residu lambung
(gastric residual volume), adanya disetensi abdomen, mual, dan muntah.
Pemberian enteral feeding 6 kali/ 24 jam lebih toleran dengan enteral
feeding 6 kali/24 jam dan memiliki kadar glukosa darah normal
dibandingkan dengan enteral feeding frekuensi 3 kali/24 jam. Pemberian
nutrisi secara bertahap dengan frekuensi enam kali sehari menyebabkan
lambung tidak terisi penuh, lebih mudah mencerna makanan,
pengosongan lambung lebih cepat, dan dapat meminimalkan residu
lambung sehingga dapat meminimalkan residu lambung dan mengurangi
resiko aspirasi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan antara frekuensi pemberian enteral feeding dengan gukosa
darah (p : 0,05) yang berarti frekuensi pemberian enteral feeding
frekuensi 6 kali/24 jam menghasilkan kontrol glikemik yang lebih baik
dibandingkan dengan pemberian enteral feeding frekuensi 3 kali/24 jam.
Jurnal Keperawatan Silampari
Volume 5, Nomor 1, Desember 2021
e-ISSN: 2581-1975
p-ISSN: 2597-7482
DOI: https://doi.org/10.31539/jks.v5i1.3033

PEMBERIAN NUTRISI ENTERAL SEBAGAI KONTROL GLIKEMIK


PADA PASIEN KRITIS DI UNIT PERAWATAN INTENSIF

Firman Dwi Cahyo1, Cecep Eli Kosasih2, Ristina Mirwanti3


Universitas Padjadjaran1,2,3
fdcfirman@gmail.com1

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode pemberian nutrisi enteral yang efektif
dalam mempertahankan keseimbangan kadar glukosa darah dan/atau kontrol glikemik.
Penelitian ini menggunakan metode narrative literature review dengan memasukkan
kata kunci ke dalam database Pubmed, Science Direct, CINAHL, Wiley dan ProQuest.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil pencarian didapatkan 569 artikel dan
diperoleh 10 artikel yang relevan dan memenuhi syarat, kemudian diekstraksi dengan
metode DSVIA. Pemberian nutrisi enteral dengan metode continuous dapat menurunkan
rata-rata kadar glukosa darah atau mengurangi kejadian hiperglikemia. Kemudian
metode intermiten secara signifikan lebih sedikit terjadi hipoglikemia selama periode
makan, mencegah hipoglikemia selama periode puasa serta dapat menurunkan
kebutuhan insulin. Simpulan, pemberian nutrisi enteral perlu modifikasi agar pemberian
nutrisi dan waktu pemberian insulin dapat tepat guna dan efektif didalam mengontrol
kadar glukosa pasien kritis.

Kata Kunci: Bolus Feeding, Continuous Feeding, Glukosa Darah, Intermittent Feeding,
Nutrisi Enteral

ABSTRACT

This study aims to determine how to provide nutrition that effectively maintains the
balance of blood glucose levels and glycemic control. This study uses a narrative
literature review method by entering keywords into the Pubmed, Science Direct,
CINAHL, Wiley, and ProQuest databases. The results showed that from the search
results of 569 articles and obtained ten relevant and qualified pieces, then extracted
using the DSVIA method. Provision of nutrition with the continuous method can lower
the average blood glucose or reduce the incidence of hyperglycemia. Then the
intermittent process significantly reduces hypoglycemia during the meal period,
prevents hypoglycemia during the fasting period, and can reduce insulin requirements.
In conclusion, enteral nutrition needs to be modified so that nutrition and insulin
administration time can be practical and effective in controlling critical sugar levels.

Keywords: Bolus Feeding, Continuous Feeding, Blood Glucose, Intermittent Feeding,


Enteral Nutrition

430
2021. Jurnal Keperawatan Silampari 5 (1) 430-443

PENDAHULUAN
Pasien kritis rentan mengalami stress fisiologis yang mengakibatkan perubahan
metabolisme, gangguan homeostatis hormonal dan berdampak pada kejadian
disglikemik yang dapat berupa hiperglikemia, hipoglikemia dan/atau variabilitas
glukosa ditandai dengan perubahan fluktuasi kadar glukosa darah pada pasien kritis
(Hutagaol & Hamidi, 2020). Kondisi hiperglikemia dengan kadar glukosa darah >140
mg/dl dan HbA1c < 6,5 serta yang ekstrim >300 mg/dl dapat meningkatkan risiko
kematian hingga 42,5%. Disisi lain, hipoglikemik dengan kadar glukosa darah <40
mg/dl juga memperlihatkan fenomena yang sama dengan risiko kematian hingga 3 kali
lipat lebih tinggi (Amaliah, 2021; Kembuan, 2018).
Salah satu faktor pencetus perubahan status glikemik yakni masalah nutrisi. Hal
ini perlu diantisipasi dengan inisiasi dini pemberian nutrisi enteral 24-48 jam di awal
perawatan intensif termasuk pasien dengan kebutuhan ventilator (Ferrie et al., 2018).
Metode pemberian nutrisi enteral berperan penting dalam pencapaian target pemenuhan
nutrisi serta direkomendasikan guna menurunkan kondisi hiperkatabolisme, mengurangi
produksi sitokin pro-inflamasi dan menjaga sistem enzim enterohepatik (Dewi &
Supriatna, 2021; Mahakrishna et al., 2020). Dalam hal ini pemberian nutrisi enteral
ditentukan berdasarkan respon asupan dan toleransi pasien kritis terhadap feeding tube/
nutrisi enteral yang diberikan (Taslim et al., 2020).
Berbagai metode pemberian nutrisi enteral dapat dilakukan, diantaranya dengan
metode terus menerus dan berselang atau terputus-putus. Secara terus menerus dengan
continuous feeding yakni pasien diberikan nutrisi enteral dengan pompa pengumpan
atau syringe pump selama 24 jam penuh serta terdapat jeda beberapa jam tanpa
pemberian nutrisi enteral pada metode cyclic feeding. Kemudian pada metode berselang
atau terputus-putus dengan intermittent feeding yakni metode pemberian nutrisi enteral
dengan atau tanpa pompa pengumpan/syringe pump yang diberikan 4-6 kali sehari
selama 20-60 menit. Metode bolus feeding atau gravity drip yaitu metode pemberian
nutrisi enteral dengan jarum suntik/spuit yang disambungkan ke selang gastric dengan
kecepatan mengikuti gaya gravitasi diberikan 4-6 kali sehari selama 5-10 menit
(Hutagaol & Hamidi, 2020; Bear et al., 2018; Ichimaru, 2018).
Pemberian nutrisi enteral bukanlah bebas dari komplikasi secara metabolik seperti
peningkatan kadar glukosa darah, ketidakseimbangan elektrolit dan refeeding syndrome.
Hiperglikemia telah dilaporkan pada 30% pasien yang menerima nutrisi enteral
(Anggorotomo & Kestriani, 2020). Hiperglikemia pada pasien kritis tanpa penyakit
diabetes mellitus merupakan kejadian umum diperawatan intensif. Sebanyak 90%
pasien kritis mengalami gangguan toleransi glukosa atau resistensi insulin. Risiko
hiperglikemia pada pemberian nutrisi enteral bahkan lebih tinggi pada pasien yang tidak
terdiagnosis diabetes mellitus sebelumnya dan terbukti mengalami peningkatan risiko
kematian dibandingkan dengan mereka yang menderita diabetes mellitus (Kembuan,
2018).
Kejadian disglikemia baik hiperglikemia, hipoglikemia dan variabilitas glikemik
tinggi bersinergis pada perburukan kondisi vital pasien kritis, sehingga perlu pemilihan
metode pemberian nutrisi enteral yang tepat. Beberapa studi literatur telah membahas
berbagai metode pemberian nutrisi enteral yang dapat dilakukan pada pasien kritis di
ICU namun belum terdapat tinjauan yang menelaah bukti metode pemberian nutrisi
yang lebih efektif dalam menstabilkan status glikemik. Tuntutan penatalaksanaan
manajemen perawatan kritis dalam pemenuhan nutrisi telah meningkatkan minat dalam
menguji metode untuk pemberian nutrisi enteral khususnya dalam mempertahankan

431
2021. Jurnal Keperawatan Silampari 5 (1) 430-443

keseimbangan glikemik (Bear et al., 2018). Mengingat kendali glukosa yang penting
terhadap luaran pasien kritis di Intensive Care Unit (ICU), maka diperlukan sebuah
review guna mendapatkan pilihan metode pemberian nutrisi yang efektif di dalam
mengontrol glikemik pasien kritis dan memberikan efek positif dalam penalataksaan
komprehensif pasien kritis (Anggorotomo & Kestriani, 2020). Narrative review ini
bertujuan untuk mengetahui metode pemberian nutrisi enteral yang efektif dalam
mempertahankan keseimbangan kadar glukosa darah dan/atau kontrol glikemik.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode narrative literature review melalui analisis
yang komprehensif, kritis, dan objektif. Kata kunci ((("Enteral Nutrition"[Mesh]) AND
(Continuous Feeding)) AND (Intermittent Feeding) OR (Bolus Feeding)) AND (Blood
Sugar) dimasukkan ke dalam database yaitu Pubmed, Science Direct, CINAHL, Wiley
dan ProQuest.
Hasil pencarian pada database dengan advance search ditemukan sebanyak 632
artikel. Setelah itu, melakukan cek duplikasi sehingga tersisa sebanyak 569 artikel.
Analisa artikel berfokus pada metode pemberian nutrisi enteral dengan outcome
terhadap kadar glukosa darah, diseleksi melalui skrining judul dan abstrak sehingga
didapatkan 36 artikel yang relevan. Kemudian dilakukan penilaian kelayakan artikel
dengan membaca full-text dan memilah artikel sesuai dengan fokus dan tujuan tinjauan
literatur. Diperoleh 10 artikel yang relevan dan memenuhi syarat, diekstraksi dengan
metode DSVIA (Design, Sample, Variable, Instrument dan Analysis).

The study was identified from the database


- PubMed (n=66)
- Science Direct (n=2)
Identification

- CINAHL (n=6)
- ProQuest (n=363)
- Wiley (n=195)

Total of records identified (n=632)

Records excluded on basis of title


Records after duplicates removed (n=569)
Screening

and abstract (n=533)

Records screened (n=36)

Assessing the quality of articles


Eligibilit

on the main questions that are the


Full-text articles assessed for eligibility
y

focus of the review of enteral


(n=19) nutrition methods that are able to
maintain blood glucose levels
(9 Article Excluded)
Included

Number of studies included


in the review (n=10)

Bagan. 1
Alur Pencarian Artikel

432
2021. Jurnal Keperawatan Silampari 5 (1) 430-443

HASIL PENELITIAN
Tabel. 1
Hasil Kajian Artikel (n=10)

Pengarang, Judul, Tahun


No Tujuan Hasil Temuan
Jenis Literatur
1 Murphy et al., 2013 Mengoptimalkan Dalam penelitian belum
Glycaemic control kontrol glikemik menunjukkan perbedaan
in insulin requiring untuk insulin yang dalam kontrol glukosa
diabetes patients membutuhkan secara keseluruhan atau
receiving exclusive individu selama perbedaan variabilitas
enteral tube pemberian glukosa antara ketiga
feeding in an acute makanan enteral kelompok tetapi
hospital setting, adalah penting menunjukkan perbedaan
Retrospective tetapi sulit. Kami dalam tingkat hipoglikemia.
Analysis membandingkan 3 Hipoglikemia secara
rejimen insulin signifikan lebih sedikit
dengan tujuan selama periode makan pada
meningkatkan kelompok intermitten
kontrol glukosa dan feeding (p<0.001).
mengurangi
hipoglikemia
2 Maurya et al., 2011 Untuk mempelajari Tidak ada perbedaan yang
Comparison of efek rejimen makan signifikan dalam tingkat
Respiratory terus menerus vs gula darah (diukur setiap 4
Quotient and intermiten pada jam) antara kedua kelompok
Resting Energy pasien cedera (p > 0,05)
Expenditure in kepala pada
Two Regimens of ventilasi mekanis
Enteral Feeding - pada RQ dan REE
Continuous vs.
Intermittent in
Head-Injured
Critically Ill
Patients,
Randomized Study
3 Seyyedi et al., 2020 Untuk Tidak terdapat perbedaan
Comparison of the membandingkan bermakna antara kadar
Effect of Enteral efek bolus dan glukosa dari hari ke 1
Feeding through metode pemberian sampai hari ke 7 pada
the Bolus and makanan enteral kelompok kontrol (p = 0,33)
Continuous kontinu pada fosfor dan kelompok intervensi (p
Methods on Serum serum dan kadar = 0,086).
Phosphorus and glukosa pada
Glucose Levels in pasien dengan
Patients with ventilasi mekanis
Mechanical
Ventilation : A
Randomized
Clinical Trial,
Clinical Trial
4 Shahriari et al., 2015 Untuk Pada kelompok penelitian,
Comparison of the membandingkan rata-rata gula darah
Effects of Enteral efek pemberian menurun secara signifikan
Feeding Through makanan enteral pada hari keempat,
the Bolus and melalui bolus dan dibandingkan dengan hari

433
2021. Jurnal Keperawatan Silampari 5 (1) 430-443

Continuous metode kontinu pertama (p = 0,03, F = 3,85)


Methods on Blood pada kadar gula dan ketiga (p = 0,01, F =
Sugar and darah dan 3,15). Pada kelompok
Prealbumin Levels prealbumin di kontrol, rata-rata gula darah
in ICU Inpatients, antara pasien rawat meningkat dari hari
Clinical Trial inap ICU pertama. Itu secara
signifikan lebih tinggi pada
kelompok kontrol pada hari
kedua (p = 0,02, F = 3,55),
dibandingkan dengan
kelompok studi.
5 (Evans et al., 2016) 2016 Untuk meneliti Saat memeriksa data agregat
Continuous Versus apakah ada untuk kelompok gabungan,
Bolus Tube Feeds : perbedaan dalam variabilitas glikemik
Does the Modality GV, penggunaan menurun dari waktu ke
Affect Glycemic insulin, volume TF, waktu, sehingga variabilitas
Variability, Tube dan pengiriman glikemik selama epoch
Feeding Volume, kalori antara pasien pertama secara signifikan
Caloric Intake, or perawatan intensif lebih besar daripada epoch
Insulin yang menerima terakhir (p <0,05)
Utilization ?, BTF versus CTF
Clinical Trial
6 Sjulin et al., 2020 Untuk menguji Pasien kritis yang
Intermittent asupan lambung membutuhkan infus insulin
Gastric Feeds intermiten memiliki kebutuhan insulin
Lower Insulin dalammenurunkan yang berkurang ketika
Requirements kebutuhan insulin diberi nutrisi enteral secara
without Worsening tanpa intermittent (p=0.027),
Dysglycemia: A memperburuk menurunkan rata-rata
Pilot Randomized disglikemia insulin 1,4U/pasien/jam
Crossover Trial, sedangkan metrik
Prospective, disglikemia tidak
Nonblinded terpengaruh.
Randomized
Controlled
Crossover Trial
7 Mcnelly et al., 2020 Untuk mengetahui Koefisien variasi untuk
Effect of Pemberian glukosa plasma
Intermittent or Makanan konsentrasi lebih tinggi
Continuous Feed Intermiten atau pada intermiten daripada
on Muscle Wasting Kontinu terhadap continuous.
in Critical Illness a Pengecilan Otot Tidak ada perbedaan dalam
Phase 2 Clinical pada Penyakit jumlah hari di mana
Trial, Kritis Uji Klinis hipoglikemik episode terjadi
Multicenter, Fase 2 antar kelompok.
Single-Blinded Lebih banyak hari dengan
Randomized hiperglikemik yang
Controlled Phase 2 dilaporkan dengan
Trial Intermittent Feeding
dibandingkan dengan
Continuous Feeding.
Penggunaan insulin tidak
berbeda antar kelompok.
Intermittent feeding
menerima sedikit insulin
eksogen dalam percobaan 8-
10 hari dibanding dengan
continuous feeding

434
2021. Jurnal Keperawatan Silampari 5 (1) 430-443

8 Ren et al., 2021 Untuk Kadar glukosa rata-rata


Comparison of membandingkan pada sequential feeding
Sequential Feeding efek pemberian tidak lebih tinggi dari pada
and Continuous makan berurutan continuous feeding. Selain
Feeding on the (SF) dan pemberian itu, insiden hiperglikemia
Blood Glucose of makan terus lebih tinggi pada kelompok
Critically Ill menerus (CF) pada continuous feeding daripada
Patients : A Non- glukosa darah kelompok sequential
Inferiority pasien yang sakit feeding. Tidak ada
Randomized, kritis peningkatan intoleransi
Controlled Trial makan pada sequential
A non-inferiority feeding.
randomized Sequential feeding mungkin
controlled trial seaman continuous feeding
untuk pasien sakit kritis.
9 Chowdhury et al., 2015 Untuk Terjadi peningkatan
Effects of Bolus mendemonstrasikan konsentrasi plasma glukosa
and Continuous efek pemberian pada kedua metode
Nasogastric nasogastrik terus pemberian nutrisi dengan
Feeding on Gastric menerus atau bolus bolus dan continuous.
Emptying, Small pada pengosongan Konsentrasi glukosa vena
Bowel Water lambung, kadar air puncak diperoleh pada 30
Content, Superior usus halus, dan menit dengan penurunan
Mesenteric Artery aliran darah berikutnya.
Blood Flow, and splanknik yang Hanya ada sedikit
Plasma Way diukur dengan peningkatan konsentrasi
Crossover Study magnetic resonance insulin dengan pemberian
Concentrations in imaging (MRI) continuous dibandingkan
Healthy Adults, dalam konteks dengan bolus.
Hormone A perubahan sekresi
Randomized, hormon
Unblinded 2- gastrointestinal
plasma.
10 Gonzalez et al., 2020 Untuk Tidak terdapat perbedaan
Intermittent Versus membandingkan konsentrasi glukosa plasma
Continuous Enteral respons endokrin setelah hari ketujuh istirahat
Nutrition terhadap pemberian di tempat tidur antara
Attenuates nutrisi enteral kelompok intermittent dan
Increases in Insulin intermiten vs continuous.
and Leptin During kontinu selama Pada hari ketujuh
Short ‑ Term Bed tirah baring jangka konsentrasi insulin plasma
Rest, pendek meningkat pada continuous
Randomized dibandingkan intermittent.
Namun, konsentrasi
glukagon plasma mulai
meningkat pada kelompok
intermittent saja. Rasio
plasma insulin-to-glukagon
tetap stabil selama istirahat
di tempat tidur dengan
intermittent, tetapi
meningkat dengan
continuous sehingga pada
hari ke-6 dan 7, rasio
insulin-to-glukagon plasma
lebih rendah intermittent
dibandingkan continuous.

435
2021. Jurnal Keperawatan Silampari 5 (1) 430-443

Perbandingan intervensi tersebut diantaranya cyclic versus intermittent versus


continuous, cyclic versus bolus, bolus versus continuous, intermittent versus continuous,
dan sequential versus continuous.

Cyclic versus Intermittent versus Continuous


Berdasarkan tabel 1 penelitian murphy belum menunjukkan perbedaan dalam
kontrol glukosa secara keseluruhan atau perbedaan variabilitas glukosa antara ketiga
kelompok tetapi menunjukkan perbedaan dalam tingkat hipoglikemia. Hipoglikemia
secara signifikan lebih sedikit selama periode makan pada kelompok metode intermiten
feeding. Ada juga kecenderungan penurunan hipoglikemia selama periode puasa pada
kelompok yang sama.

Cyclic versus Bolus


Penelitian yang dilakukan Maurya membandingkan metode cyclic yaitu
pemberian nutrisi enteral 30 kkal/kg/hari dengan bantuan pompa pengumpan atau
feeding pump selama 18 jam/hari dengan jeda istirahat malam selama 6 jam
dibandingkan dengan pemberian nutrisi 30 kkal/kg/hari melalui metode bolus dengan
menggunakan spuit 50 mL secara manual sebanyak 6 kali pemberian berselang 3 jam
dalam waktu 18 jam dan jeda istirahat malam selama 6 jam. Hasil penelitian
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kadar gula darah yang diukur
setiap 4 jam antara kedua kelompok (p > 0,05).

Bolus versus Continuous


Dalam hasil tinjauan sistematis ini terdapat 4 penelitian yang menguji
perbandingan pemberian nutrisi enteral dengan metode bolus dengan continuous. Pada
penelitian yang dilakukan Seyyedi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan
yang ditemukan antara kelompok continuos dan bolus sebelum dan sesudah intervensi
(p = 0,22) dan juga satu minggu setelah intervensi (p = 0,14), juga tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara kadar glukosa dari hari ke 1 sampai hari ke 7 pada
kelompok bolus (p = 0,33) dan kelompok continuous (p = 0,086). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Evans yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang
relevan secara klinis dalam variabilitas glikemik, penggunaan insulin, volume tube
feeding atau asupan kalori antara kelompok bolus dan continuous. Hasil tersebut
didukung pula dalam penelitian Chowdhury bahwa pada kedua metode pemberian
nutrisi dengan bolus dan continuous terjadi peningkatan konsentrasi plasma glukosa.
Konsentrasi glukosa vena puncak diperoleh pada 30 menit dengan penurunan
berikutnya. Hanya ada sedikit peningkatan konsentrasi insulin dengan pemberian
continuous dibandingkan dengan bolus.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Shahriari yang menunjukkan
bahwa pada kelompok continuous, rata-rata gula darah menurun secara signifikan pada
hari keempat, dibandingkan dengan hari pertama (p = 0,03, F = 3,85) dan ketiga (p =
0,01, F = 3,15). Pada kelompok bolus, rata-rata gula darah meningkat dari hari pertama.
Secara signifikan lebih tinggi pada kelompok bolus pada hari kedua (p = 0,02, F = 3,55),
dibandingkan dengan kelompok continuous.

436
2021. Jurnal Keperawatan Silampari 5 (1) 430-443

Intermittent versus Continuous


Dalam hasil pencarian artikel terdapat 3 penelitian yang membandingkan metode
intermittent dengan continuous. Pada penelitian Mcnelly menunjukkan bahwa koefisien
variasi untuk glukosa plasma konsentrasi lebih tinggi pada intermittent dan lebih banyak
hari dengan hiperglikemik yang dilaporkan dengan intermittent feeding daripada
continuous feeding dan tidak ada perbedaan dalam jumlah hari dimana hipoglikemik
episode terjadi antar kelompok. Selain itu, pada kelompok intermittent feeding
menerima sedikit insulin eksogen dalam percobaan 8-10 hari dibanding dengan
continuous feeding.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sjulin yang menunjukkan bahwa
intermittent feeding dapat menurunkan kebutuhan insulin dibandingkan dengan
continuous. Kesinergisan dinamika antara glukosa-insulin ini didukung dalam penelitian
Gonzalez yang menyatakan rasio plasma insulin-to-glukagon tetap stabil selama
istirahat di tempat tidur dengan intermittent, tetapi meningkat dengan continuous
sehingga pada hari ke-6 dan 7, rasio insulin-to-glukagon plasma lebih rendah
intermittent dibandingkan continuous. Namun pada hari ketujuh konsentrasi insulin
plasma meningkat pada continuous dibandingkan intermittent dan konsentrasi glukagon
plasma meningkat pada kelompok intermittent saja.

Sequential versus Continuous


Dalam penelitian Ren yang menunjukkan bahwa kadar glukosa rata-rata pada
sequential feeding tidak lebih tinggi dari pada continuous feeding. Selain itu, insiden
hiperglikemia lebih tinggi pada kelompok continuous feeding daripada kelompok
sequential feeding serta tidak ada peningkatan intoleransi makan pada sequential
feeding. Dapat disimpulkan bahwa sequential feeding seaman continuous feeding untuk
pasien sakit kritis.

PEMBAHASAN
Pada pasien kritis, seringkali mengalami variasi stress metabolisme termasuk
penggunaan sumber energi tubuh. Stress adalah istilah dalam ilmu fisiologi dan
neuroendrokrinologi untuk merujuk faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan pada
organisme sehingga mengancam homeostasis. Hal ini terjadi karena asupan terganggu
dan terjadi hipermetabolisme dan hiperkatabolisme sehingga kebutuhan energi tubuh
meningkat dan terjadi perubahan komposisi tubuh yang dimungkinkan berakhir pada
kondisi malnutrisi. Terlebih pada pasien yang memiliki gangguan endokrin sebagai
penyakit dasar, maka perlu strategi terapi proaktif yang dapat mengurangi keparahan
penyakit, guna mencegah komplikasi dan memberikan hasil akhir yang lebih baik bagi
pasien. Oleh karena itu, terapi nutrisi penting diberikan dan menjadi bagian dari terapi
klinis pada pasien sakit kritis (Arabi et al., 2017).
Tujuan pemberian nutrisi enteral untuk memenuhi dan melemahkan respon
metabolik terhadap stress fisiologis. Diharapkan melalui bantuan nutrisi enteral dapat
berperan sebagai farmakoterapi dan kontrol glikemik (Ojo et al., 2019). Modifikasi dari
penerapan metode pemberian nutrisi enteral telah banyak dikembangkan. Guna salah
satunya sebagai kontrol glikemik. Kontrol glikemik merupakan komponen penting dari
manajemen metabolisme pasien kritis. Monitoring kadar glukosa darah secara rutin
merupakan prosedur standar di perawatan intensif (Kembuan, 2018). Hal utama dalam
manajemen glikemik pada pasien kritis adalah mengidentifikasi target glukosa darah
berkisar 140-180 mg/dL. Dalam studi observasional besar, kematian berkurang diamati

437
2021. Jurnal Keperawatan Silampari 5 (1) 430-443

dengan glukosa darah antara 80 dan 140 mg/dl pada pasien non-diabetes dan 110-180
mg/dl pada pasien diabetes (Arabi et al., 2017).
Dalam kontrol glikemik, perlu mengidentifikasi perbedaan hiperglikemik yang
terjadi, diantaranya adalah; 1) Perubahan metabolisme glukosa pada pasien kritis akibat
stress fisiologis. Hiperglikemia terjadi sebagai respon penyakit atau trauma yang timbul
akibat glukoneogenesis hati selama sakit kritis dan menyebabkan peningkatan produksi
glukosa. Hal ini melibatkan dua respon sistem metabolisme yakni sitokin dan
counterregulatory hormone (epinefrin, norepinefrin, kortisol, glukagon dan growth
hormone) yang dilepaskan untuk melawan efek insulin dan hormon anaboliknya.
Hormon counterregulatory ini yang akan meningkatkan glukoneogenesis dan
katabolisme protein selama stress metabolik. Efeknya insulin yang beredar meningkat,
tetapi respon jaringan terhadap insulin terutama di dalam otot menjadi tumpul sehingga
terjadi resistensi insulin, perubahan metabolisme karbohidrat dan hiperglikemia. Sebuah
penelitian menemukan terjadi peradangan, cedera endotel dan aktivasi koagulasi
dilemahkan pada pasien dengan stress hiperglikemia tanpa diabetes tapi tidak pada
penderita diabetes; 2) Hiperglikemia yang baru terdiagnosis. Hiperglikemia yang baru
terdiagnosis disebabkan oleh pemberian nutrisi enteral yang mengandung glukosa dan
glukogenik; 3) Hiperglikemia pada pasien DM pemberian nutrisi enteral harus
berdasarkan pada status nutrisi pasien, kesiapan untuk memenuhi nutrisi yang
diperkirakan dan fungsi gastrointestinal. Tujuan nutrisi enteral pada pasien dengan DM
atau hiperglikemia untuk mengoptimalkan kontrol glikemik, meminimalkan kelainan
metabolisme, dan mencegah intoleransi. Indikasi untuk memulai pemberian nutrisi
enteral pada pasien dengan DM atau hiperglikemia sama dengan mereka yang tidak
menderita DM. Yang membedakan adalah pemberian nutrisi sesuai dengan protokol
manajemen insulin (Amaliah, 2021; Arabi et al., 2017).
Berbagai metode pemberian nutrisi enteral telah berkembang sejalan dengan
inovasi kecanggihan teknologi kesehatan dan tentunya tidak mengabaikan esensi
fisiologis oleh karena kemutakhiran tersebut diaplikasikan kepada manusia.
Berdasarkan hasil tinjauan sistematis ini, pengembangan metode pemberian nutrisi
enteral dapat memungkinkan memberi manfaat dalam kontrol glikemik dan
keseimbangan kadar glukosa darah. Metode pemberian nutrisi enteral diantaranya; 1)
continuous feeding; 2) cyclic feeding; 3) intermittent feeding; 4) sequential feeding dan
5) bolus feeding. Jika dilihat dari waktu pemberiannya maka continuous dan cyclic
feeding merupakan jenis metode pemberian nutrisi yang secara terus-menerus selama 24
jam yang membedakan adalah terdapat jeda waktu istirahat beberapa jam pada metode
cyclic (Ren et al., 2021; Mcnelly et al., 2020).
Pada intermittent, sequential dan bolus merupakan jenis metode pemberian nutrisi
secara berselang atau terputus-putus dengan waktu yang telah ditentukan. Hasil
penelitian Mcnelly et al., (2020) metode intermittent digunakan 6 kali makan setiap 4
jam selama 24 jam diberikan melalui selang nasogastric menggunakan spuit selama 3-5
menit. Pada metode sequential feeding dalam penelitian Ren et al., (2021) pemberian
nutrisi didistribusikan secara merata ketiga periode waktu dengan kecepatan seragam
dalam waktu 2 jam yakni pukul 7-9, pukul 11-13 dan pukul 17-19 dari total dosis harian
nutrisi enteral sesuai kebutuhan pasien. Serta pada penelitian Maurya et al (2011)
dengan metode bolus feeding dilakukan dengan menggunakan spuit 50 mL secara
manual sebanyak 6 kali pemberian berselang 3 jam dalam waktu 18 jam dan jeda
istirahat malam selama 6 jam. Ataupun pada penelitian Seyyedi et al., (2020) bolus
feeding diberikan melalui nasogastric per 3 jam.

438
2021. Jurnal Keperawatan Silampari 5 (1) 430-443

Keefektifan dari berbagai metode tersebut dalam upaya menjaga keseimbangan


kadar glukosa darah atau kontrol glikemik telah dirangkum dalam tinjauan sistematis ini.
Penelitian yang dilakukan Murphy et al (2013), membandingkan 1) metode cyclic 2)
metode intermittent, dan 3) metode continuous, belum menunjukkan perbedaan dalam
kontrol glukosa secara keseluruhan atau perbedaan variabilitas glukosa antara ketiga
kelompok tetapi menunjukkan perbedaan dalam tingkat hipoglikemia. Kejadian
hipoglikemia lebih sedikit selama periode makan dan terdapat kecenderungan
penurunan hipoglikemia selama periode puasa pada kelompok metode intermittent
feeding (Murphy et al., 2013). Penelitian yang dilakukan Maurya et al (2011),
membandingkan metode cyclic dengan bolus, menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam kadar gula darah yang diukur setiap 4 jam antara kedua kelompok (P >
0,05) (Maurya et al., 2011).
Penelitian yang dilakukan Seyyedi et al., (2020); Evans et al., (2016)
membandingkan antara metode pemberian nutrisi bolus dan continuous, menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan sampai dengan satu minggu
setelah intervensi antara kedua kelompok sebelum dan sesudah intervensi (Seyyedi et al.,
2020). Serta tidak ada perbedaan yang relevan secara klinis dalam variabilitas glikemik,
penggunaan insulin, volume tube feeding atau asupan kalori antara kelompok bolus dan
continuous (Evans et al., 2016).
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Shahriari et al., (2015) yang juga
membandingkan antara pemberian nutrisi enteral dengan metode bolus dengan
continuous. Hasil menunjukkan pada kelompok continuous, rata-rata gula darah
menurun secara signifikan pada hari keempat, dibandingkan dengan hari pertama. Pada
kelompok bolus, rata-rata gula darah meningkat dari hari pertama. Pada intervensi
terdapat modifikasi meningkatkan volume gavage. Penambahan volume pada kedua
kelompok dimaksudkan untuk mencapai volume dan kalori yang telah ditargetkan
(Shahriari et al., 2015).
Kecepatan dan volume nutrisi memiliki efek langsung pada pengelolaan glukosa
darah. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian nutrisi secara continuous
mempengaruhi kontrol glikemik melalui pembentukan pola normal sekresi insulin dan
glukagon. Asupan zat gizi yang berlebihan dalam satu waktu menyebabkan gula darah
meningkat, sedangkan pada pemberian nutrisi secara continuous, kadar gula darah lebih
terkontrol (Ojo et al., 2019).
Pemberian nutrisi secara continuous membantu mencapai kontrol glikemik yang
lebih baik dan meminimalkan episode disglikemik (Mehta et al., 2019). Selain itu,
peningkatan rata-rata glukosa pada kelompok bolus, dipicu oleh makanan enteral
disebut efek 'incretin', yang memainkan peran penting dalam regulasi metabolisme
glukosa. Mekanisme yang mendasarinya yakni pelibatan pelepasan hormon, seperti
Glukosa-dependent Insulinotropic Polypeptide (GIP) dan Glukagon Like Peptide-1
(GLP-1), yang dilepaskan dari mukosa usus ketika glukosa dicerna. Sehingga lonjakan
kadar glukosa dapat terjadi setelah pemberian nutrisi dengan metode bolus (Chowdhury
et al., 2015).
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nutrisi suportif melalui metode
continuous berpengaruh terhadap kontrol gula, lebih efektif dalam pengelolaan dan
stabilitas gula darah pasien kritis dan membuat status gizi pasien tersebut menjadi lebih
baik. Efek positif dari metode pemberian nutrisi secara continuous ini dapat
menghasilkan hasil yang sesuai untuk pemulihan pasien dan mengurangi komplikasi
(Shahriari et al., 2015). Terlepas dari hasil penelitian dalam tinjauan sistematis ini, para

439
2021. Jurnal Keperawatan Silampari 5 (1) 430-443

peneliti menyarankan bahwa pemberian nutrisi enteral tidak terbatas pada metode mana
yang paling efektif oleh karena kekhawatiran terhadap kontrol glikemik, akan tetapi
perlu mempertimbangkan faktor lain seperti pemanfaatan sumber daya, kemudahan
pemberian nutrisi, dan/atau karakteristik institusi dan pasien.
Manajemen terapi insulin turut mempengaruhi kontrol glikemik, sehingga dalam
pemberian nutrisi enteral perlu modifikasi agar pemberian nutrisi dan waktu pemberian
insulin dapat tepat guna dan efektif di dalam mengontrol kadar glukosa pasien kritis.
Pada penelitian Murphy et al., (2013) metode pemberian nutrisi enteral dengan metode
intermittent yang diberikan 3 kali dengan durasi selama 4 jam per satu kali pemberian
nutrisi dikombinasikan dengan insulin analog kerja pendek dan insulin analog kerja
panjang di malam hari.
Penelitian yang dilakukan Evans et al., (2016) memodifikasi terapi insulin
diberikan setiap 6 jam untuk mencegah kadar glukosa darah >120 mg/dL. Infus insulin
secara kontinu mungkin dimulai jika pasien memiliki dua glukosa darah berturut-turut
yang kadarnya >200 mg/dL atau atas intruksi ahli intensif dalam pengaturan
hiperglikemia persisten. Insulin protokol infus digerakkan oleh perawat dan dititrasi
setiap jam berdasarkan nilai glukosa darah saat ini dan sebelumnya, dengan kisaran
sasaran 110-150 mg/dl.
Penelitian Sjulin et al., (2020) menyatakan bahwa penurunan kebutuhan insulin
terjadi ketika pasien diberikan nutrisi secara intermittent dari pada continuous.
Dinamika ini mendukung keefektifan pemberian nutrisi enteral untuk mencegah
disglikemia dan penatalaksanaan terapi insulin pada pasien kritis untuk kebutuhan
insulin yang lebih rendah dibanding metode continuous. Sebuah studi klinis small
crossover clinical study menunjukkan bahwa pasien dengan stress hiperglikemia
memerlukan lebih sedikit insulin setelah pemberian nutrisi enteral secara intermitten.
Hal ini didukung pula dalam penelitian Mcnelly et al., (2020) metode intermittent
menerima sedikit insulin eksogen dalam percobaan 8-10 hari dibanding dengan
continuous feeding. Hal ini sejalan dengan penelitian Sjulin et al., (2020) bahwa
dinamika glukosa-insulin pada pasien kritis yang membutuhkan infus insulin untuk
mempertahankan konsentrasi glukosa antara 140-180 mg/dl dengan pemberian nutrisi
melalui metode intermittent feeding dapat menurunkan kebutuhan insulin dibandingkan
dengan continuous. Kesinergisan dinamika antara glukosa-insulin ini didukung dalam
penelitian Gonzalez et al., (2020) yang menyatakan rasio plasma insulin-to-glukagon
tetap stabil selama istirahat di tempat tidur dengan intermittent, tetapi meningkat dengan
continuous sehingga pada hari ke-6 dan 7, rasio insulin-to-glukagon plasma lebih
rendah intermittent dibandingkan continuous.
Pemberian nutrisi dengan metode intermittent feeding hampir mirip dengan
metode sequential feeding baik waktu, durasi dan siklus pemberian nutrisinya. Hasil
penelitian menunjukkan kadar glukosa rata-rata pada sequential feeding tidak lebih
tinggi dari pada continuous feeding. Selain itu, insiden hiperglikemia lebih tinggi pada
kelompok continuous feeding daripada kelompok sequential feeding (Ren et al., 2021)
Jenis dan komposisi nutrisi yang diberikan pun memegang peranan penting di
dalam kontrol glikemik, sehingga perlu perhitungan kebutuhan nutrisi dan kalori yang
tepat untuk pasien kritis dengan berkolaborasi dengan ahli gizi dan dokter spesialis gizi.
Dalam penelitian Murphy et al., (2013) semua pasien diberi makan formula standar 1
kkal/mL untuk memenuhi perkiraan kebutuhan nutrisi. Begitu pula dengan nutrisi yang
diberikan dalam penelitian Maurya et al., (2011) yang memberikan energi setara dengan
1 kkal/mL. Nutrisi disiapkan 220 mL, enam sendok takar (53,4 g) bubuk formula

440
2021. Jurnal Keperawatan Silampari 5 (1) 430-443

ditambahkan secara bertahap dan dicampur dalam 190 mL air dalam gelas. Sedangkan
pada penelitian Shahriari et al., (2015) dengan memberikan enchur powder yang terdiri
dari tujuh gelas takar yang dicampur dengan 90 cc air dan menghasilkan 100 cc nutrisi.
Jumlah total kalori dan volume yang dibutuhkan dihitung oleh ahli gizi melalui
persamaan Harris-Benedict, dan kondisi pasien.

SIMPULAN
Pemberian nutrisi enteral dengan metode continuous dapat menurunkan rata-rata
kadar glukosa darah atau mengurangi kejadian hiperglikemia. Kemudian pemberian
nutrisi enteral dengan metode intermittent secara signifikan lebih sedikit terjadi
hipoglikemia selama periode makan, mencegah hipoglikemia selama periode puasa
serta dapat menurunkan kebutuhan insulin. Manajemen terapi insulin turut
mempengaruhi kontrol glikemik, sehingga dalam pemberian nutrisi enteral perlu
modifikasi agar pemberian nutrisi dan waktu pemberian insulin dapat tepat guna dan
efektif didalam mengontrol kadar glukosa pasien kritis.

SARAN
Terlepas dari beberapa hasil penelitian lain dalam tinjauan sistematis ini, para
peneliti menyarankan bahwa pemberian nutrisi enteral tidak terbatas pada metode mana
yang paling efektif oleh karena kekhawatiran terhadap variabilitas glikemik, akan tetapi
perlu mempertimbangkan faktor lain seperti pemanfaatan sumber daya, kemudahan
pemberian nutrisi, dan/atau karakteristik institusi dan pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Amaliah, A. (2021). Karakteristik Klinis Pasien Hiperglikemia Non Diabetes yang
Dirawat di Perawatan Intensif. Universitas Hasanuddin.
http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/2634/
Anggorotomo, W., & Kestriani, N. D. (2020). Nutrisi Enteral pada Pasien Kritis di
Intensive Care Unit (ICU). Jurnal Ilmiah Widya Kesehatan Dan Lingkungan, 2(1),
25–32. https://e-journal.jurwidyakop3.com/index.php/kes-ling/article/view/406
Arabi, Y. M., Casaer, M. P., Chapman, M., Heyland, D. K., Ichai, C., Marik, P. E., &
Weijs, P. J. M. (2017). The Intensive Care Medicine Research Agenda in
Nutrition and Metabolism. Intensive Care Medicine, 43(9), 1239–1256.
https://doi.org/10.1007/s00134-017-4711-6
Bear, D. E., Hart, N., & Puthucheary, Z. (2018). Continuous or Intermittent Feeding :
Pros and Cons. Curr Opin Crit Care, 24(4), 256-261.
https://doi.org/10.1097/MCC.0000000000000513
Chowdhury, A. H., Murray, K., Hoad, C. L., Costigan, C., Marciani, L., Macdonald, I.
A., & Frcpe, Ã. (2015). Effects of Bolus and Continuous Nasogastric Feeding on
Gastric Emptying , Small Bowel Water Content , Superior Mesenteric Artery
Blood Flow, and Plasma Hormone Concentrations in Healthy Adults. Annals of
Surgery, 263(3), 450–457. https://doi.org/10.1097/SLA.0000000000001110
Dewi, Y. S., & Supriatna, M. (2021). Perbedaan Lama Rawat dan Luaran Pemberian
Nutrisi Enteral Dini dan Lambat pada Anak Sakit Kritis di Rumah Sakit dr.
Kariadi Semarang. Sari Pediatri, 22(6). DOI: 10.14238/sp22.6.2021.378-85

441
2021. Jurnal Keperawatan Silampari 5 (1) 430-443

Evans, D. C., Forbes, R., Jones, C., Cotterman, R., Njoku, C., Thongrong, C., &
Stawicki, S. P. (2016). Continuous Versus Bolus Tube Feeds : Does the Modality
Affect Glycemic Variability, Tube Feeding Volume, Caloric Intake, or Insulin
Utilization ? International Journal of Critical Illness and Injury Science, 6(1), 9–
15. https://doi.org/10.4103/2229-5151.177357
Ferrie, S., Daniells, S., Gagnon, S., Hamlyn, J., Jukkola, K., Riley, N., & Zarshenas, N.
(2018). Enteral Nutrition Manual for Adults in Health Care Facilities. Melbourne:
Dietitians Association of Australia Nutrition Support Interest Group. Retrieved
from https://dietitiansaustralia.org.au/wp-content/uploads/2018/06/Enteral-
nutrition-manual-june-2018-website.pdf
Gonzalez, J. T., Dirks, M. L., Holwerda, A. M., Kouw, I. W. K., & Loon, L. J. C. Van.
(2020). Intermittent Versus Continuous Enteral Nutrition Attenuates Increases in
Insulin and Leptin During Short ‑ Term Bed Rest. European Journal of Applied
Physiology, 120(9), 2083–2094. https://doi.org/10.1007/s00421-020-04431-4
Hutagaol, R., & Hamidi, N. S. (2020). Efektifitas Pemberian Nutrisi Enteral antara
Metode Intermittent Feeding dengan Gravity Drip terhadap Volume Residu
Lambung pada Pasien Kritis di Ruangan ICU Aulia Hospital Pekanbaru. Jurnal
Kesehatan Tambusai, 1(4), 24–33.
https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jkt/article/view/1512
Ichimaru, S. (2018). Methods of Enteral Nutrition Administration in Critically Ill
Patients : Continuous, Intermittent, Cyclic, and Bolus Feeding Methods of EN
Administration. Nutr Clin Pract, 33(6), 790-795.
https://doi.org/10.1002/ncp.10105
Kembuan, M. A. H. N. (2018). Disglicemia Relationship with Critical Patient Outside in
Room Intermediate Care Neurology RSUP Prof. R. D. Kandou Manado. Jurnal
Sinaps, 1(1), 1–8. http://jurnalsinaps.com/index.php/sinaps/article/view/8
Mahakrishna, B. N., Wati, D. K., Hartawan, I. N. B., Bagus, I., & Suparyatha, G. (2020).
Hubungan Tipe Pemberian Nutrisi dengan Luaran Pasien dan Lama Rawat Pasien
Acute Respiratory Distress Syndrome yang Dirawat di Unit Perawatan Intensif
Anak RSUP Sanglah. Medicina, 51(1), 17–22.
https://doi.org/10.15562/Medicina.v51i1.387
Maurya, I., Pawar, M., Garg, R., Kaur, M., & Sood, R. (2011). Comparison of
Respiratory Quotient and Resting Energy Expenditure in Two Regimens of
Enteral Feeding – Continuous vs. Intermittent in Head-Injured Critically Ill
Patients, 5(2), 195–202. https://doi.org/10.4103/1658-354X.82800
Mcnelly, A. S., Bear, D. E., Connolly, B. A., Arbane, G., Allum, L., Tarbhai, A., &
Puthucheary, Z. A. (2020). Effect of Intermittent or Continuous Feed on Muscle
Wasting in Critical Illness a Phase 2 Clinical Trial. Chest, 158(1), 183–194.
https://doi.org/10.1016/j.chest.2020.03.045
Mehta, Y., Mithal, A., Kulkarni, A., Reddy, B. R., Sharma, J., Dixit, S., & Zirpe, K.
(2019). Practice Guidelines for Enteral Nutrition Management in Dysglycemic
Critically Ill Patients : A Relook for Indian Scenario. Indian Journal of Critical
Care Medicine, 23(12), 594-603. 10.5005/jp-journals-10071-23298
Murphy, P. M., Moore, E., & Flanagan, D. E. (2013). Glycaemic Control in Insulin
Requiring Diabetes Patients Receiving Exclusive Enteral Tube Feeding in an
Acute Hospital Setting. Diabetes Research and Clinical Practice, 103(3), 426–
429. https://doi.org/10.1016/j.diabres.2013.12.007

442
2021. Jurnal Keperawatan Silampari 5 (1) 430-443

Ojo, O., Weldon, S. M., Thompson, T., Crockett, R., & Wang, X. (2019). Nutrients the
Eff ect of Diabetes-Specific Enteral Nutrition Formula on Cardiometabolic
Parameters in Patients with Type 2 Diabetes : A Systematic Review and Meta –
Analysis of Randomised Controlled Trials. Nutrient, 11(8), 1905.DOI:
10.3390/nu11081905
Ren, C., Yao, B., Tuo, M., Lin, H., Wan, X., & Pang, X. (2021). Comparison of
Sequential Feeding and Continuous Feeding on the Blood Glucose of Critically Ill
Patients : A Non-Inferiority Randomized Controlled Trial. Chinese Medical
Journal, 0(14), 1695–1700. https://doi.org/10.1097/CM9.0000000000001684
Seyyedi, J., Rooddehghan, Z., Mohammadi, M., & Haghani, S. (2020). Comparison of
the Effect of Enteral Feeding through the Bolus and Continuous Methods on
Serum Phosphorus and Glucose Levels in Patients with Mechanical Ventilation :
A Randomized Clinical Trial. J Nutr Metab, 8. DOI: 10.1155/2020/6428418
Shahriari, M., Rezaei, E., Bakht, L. A., & Abbasi, S. (2015). Comparison of the Effects
of Enteral Feeding Through the Bolus and Continuous Methods on Blood Sugar
and Prealbumin Levels in ICU Inpatients. Journal of Education and Health
Promotion, 4(December). https://doi.org/10.4103/2277-9531.171809
Sjulin, T. J., Strilka, R. J., Huprikar, N. A., Cameron, L. A., Woody, P. W., & Armen, S.
B. (2020). Intermittent Gastric Feeds Lower Insulin Requirements without
Worsening Dysglycemia: A Pilot Randomized Crossover Trial. International
Journal of Critical Illness & Injury Science, 10(4), 200–205. https://doi.org/doi:
10.4103/IJCIIS.IJCIIS_112_19
Taslim, N. A., Primana, D. A., Wijayanto, Rani, N. A., Marniar, Bamahry, A., & Virani,
D. (2020). Panduan Praktis Penatalaksanaan Nutrisi COVID-19. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia

443

You might also like