You are on page 1of 12

Jurnal Delima Harapan 2022

POLA PENGOBATAN ANTIDIABETES TERHADAP PASIEN DIABETES MELITUS


TIPE II RAWAT JALAN DI RSAU dr. M. SALAMUN

Dhiyah Malihah1, Rida Emelia2


Fakultas Kesehatan, Politeknik Piksi Ganesha Bandung
Email : dmalihah@piksi.ac.id1, emeliarida1310@gmail.com2

Abstract

Diabetes mellitus is a group of metabolic diseases with characteristic of hyperglycemia that occur due
to abnormalities of insulin secretion, insulin activity or both, Indonesia now ranks sixth with the highest
number of diabetes after the United States, China, India, Brazil and Mexico. Based on data from the
IDF Atlas in 2017, the number of diabetes in Indonesia reached 10.3 million, if not handled properly,
according to the WHO the incidence of diabetes is predicted to rise to 21.3 million by 2040. This
research is non-experiential observational studies were conducted using retrospective research designs
to know the description of drugs use pattern and treatment pattern of antidiabetic drug use on Type II
Diabetes Mellitus patiens at RSAU dr. M. Salamun in 2021. The samples were 80 medical records of
patients with Type II diabetes mellitus taken in total sampling. Data presented in the form of
diagram/tables and percentages. The results of this study were able to find out that the classes of oral
antidiabetic durgs administered to patients were sulfonylurea 97 drugs (61.78%), biquanide 38 drugs
(24.20%), alpha-glucosidase 12 drugs (7.64%), and thiazolidinedione 10 drugs (6.36%). Accuracy
assessment based on the patient oral antidiabetic drug delivery are as follows: 44 patients (55%) of
appropriate-drugs-doses, 69 patients (89,25%) for appropriate drug indications.

Keywords: Type II Diabetes Mellitus, Treatment Pattern, RSAU dr. M. Salamun.

1. PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) yang umum dengan mengandalkan faktor resiko. Faktor
dikenal sebagai kencing manis adalah resiko DM tipe II yang tidak dapat diubah
penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia seperti jenis kelamin, umur, dan faktor
(peningkatan kadar gula darah) yang terus genetic. Faktor resiko DM tipe II yang dapat
menerus dan bervariasi, terutama setelah diubah seperti kebiasaan merokok, aktivitas
makan. Diabetes mellitus merupakan keadaan fisik dan pola makan (Depkes RI, 2008).
hiperglikemia kronik disertai berbagai Kebiasaan makan yang tidak seimbang akan
kelainan metabolic akibat gangguan hormon, menyebabkan obesitas. Selain pola makan
yang menimbulkan berbagai komplikasi tidak seimbang, aktivitas fisik juga merupakan
kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, faktor resiko diabetes mellitus. Latihan fisik
disertai lesi pada membrane basalis dalam yang teratur dapat meningkatkan mutu
pemerikasaan dengan mikroskop electron pembuluh darah dan memperbaiki semua
(Bilous, 2002). Diabetes mellitus tipe I aspek metabolic termasuk meningkatkan
merupakan kelainan sistemik akibat terjadinya kepekaan insulin serta memperbaiki tolerensi
gangguan metabolism glukosa yang ditandai glukosa (Awad, 2011).
oleh hiperglikemia kronis. Keadaan ini Penderita diabetes di dunia pada tahun
disebabkan oleh proses autoimun yang 2013 terdapat 382 juta orang dan pada tahun
merusak sel beta pankreas sehingga produksi 2035 diperkirakan meningkat menjadi 592
insulin berkurang bahkan terhenti, juta orang hal ini menurut etsimasi terakhir
penderitanya akan memerlukan asupan insulin IDF (International Diabetes Federation), dari
oksigen (Afdal, dkk, 2012). 382 juta orang diperkirakan 175 di antarnya
Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh belum terdiagnosis sehingga hal ini dapat
interaksi antara faktor-faktor kerentanan diperkirakan penyakit diabetes mellitus akan
genetis dan paparan terhadap lingkungan. berkembang secara progresif menyebabkan
Faktor lingkungan yang diperkirakan dapat komplikasi, dikarenakan tidak terdiagnosis
meningkatkan faktor DM tipe II bisa dicegah, dan tidak adanya pencegahan (Kemenkes RI,
ditunda kedatangannya atau dihilangkan 2014).

Volume 9 Nomor 1 Maret 2022 Page 83


Jurnal Delima Harapan 2022

International Diabetes Federation (IDF) diabetes mellitus, jantung coroner, hipertensi,


Atlas tahun 2017 menunjukan bahwa dan lain-lain.
epidemik diabetes di Indonesia saat ini Obat adalah salah satu faktor penting
menduduki peringkat ke-6 di dunia setelah dalam pelayanan kesehatan. Akan tetapi,
Cina, India, Amerika Serikat, Brazil dan World Health Organization (WHO)
Meksiko dengan jumlah penderita diabetes memperkirakan terdapat sekitar 50% dari
terbesar, yaitu sebanyak 10,3 juta jiwa. Hasil seluruh penggunaan obat yang tidak tepat
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) tahun dalam peresepan, penyiapan, dan penjualan.
2018 menunjukan bahwa prevelensi Sekitar 50% lainnya tidak digunakan secara
penyandang diabetes naik menjadi 8,5% di tepat oleh pasien (World Health Organization,
tahun 2018 dari 6,9% di tahun 2013 2002). Penggunaan obat yang tidak tepat akan
(Riskesdes 2013). Jika tidak ditangani dengan menimbulkan banyak masalah. Masalah-
baik, menurut (WHO) angka kejadian diabetes masalah tersebut di antaranya meliputi segi
diprediksi akan melonjak hingga 21,3 juta efektivitas, efek samping, interaksi obat,
jiwa pada 2040. ekonomi dan penyalahgunaan obat
Menurut Perkumpulan Endokrinologi (Pharmaceutical Care Network Europe,
Indonesia (PERKENI, 2011), sampai saat ini 2003).
penanganan diabetes mellitus dilakukan Pada tahun 1985, konferensi WHO di
terutama dengan mempertahankan kadar Kenya melahirkan gagasan mengenai
glukosa darah dalam batas normal. penggunaan obat yang rasional (Hogerzeil, el
Pendekatan terapi tergantung pada tipe al., 1993). Pengobatan dikatakan rasional bila
diabetes. Pada diabetes tipe I penanganan pasien menerima obat yang tepat sesuai
dilakukan dengan insulin, sedangkan dengan kebutuhan klinisnya, dengan dosis
pendekatan farmakologis utama untuk yang sesuai, dalam jangka waktu pengobatan
mengatasi diabetes mellitus tipe II adalah yang cukup dan dengan biaya seminimal
penggunaan obat Anti-Diabetes Oral (ADO). mungkin bagi pasien dan komunitasnya
Pengobatan DM tipe II sering mengharuskan (Santoso, 1998). Menurut WHO pemakaian
penggunaan terapi beberapa obat antidiabetes obat secara rasional bila sesuai dengan
oral (terapi tunggal maupun kombinasi), indikasi penyakit atau penegakan diagnosis,
termasuk terapi kombinasi obat antidiabetes tersedia setiap saat dengan harga terjangkau,
oral yang berbeda golongan atau kombinasi diberikan dengan dosis yang tepat, lama
dengan insulin untuk mencapai kadar gula pemberian yang tepat, dan dosis yang
glukosa darah normal (Dipiro, 2005). diberikan harus efektif, dengan mutu terjamin,
Terjadinya penyakit diabetes mellitus tipe dana man (Nasution dan Lubis, 1992).
II disebabkan terganggunya keseimbangan
tubuh mengendalikan tingkat gula (glukosa) 2. METODE PENELITIAN
dalam darahnya. Penderita tidak mampu Metode penelitian ini adalah penelitian
memproduksi insulin dalam jumlah cukup, deskriptif yang bersifat prospektif. Penelitian
sehingga terjadi kelebihan gula dalam tubuh. ini dilaksanakan di bagian rekam medis rumah
Ketidakseimbangan dalam sistem sakit dan Instalasi rawat jalan di RSAU dr. M.
metebolisme tubuh inilah yang dapat Salamun. Populasi pada penelitian ini adalah
menimbulkan penyakit. Sebagaimana pasien diabetes mellitus tipe II Instalasi rawat
Dalimartha (2005) melaporkan bahwa jalan di RSAU dr. M. Salamun. Sedangkan
meningkatnya penderita penyakit sampel pada penelitian ini adalah pasien
degenerative seperti diabetes mellitus tipe II diabetes mellitus tipe II yang memenuhi
salah satunya disebabkan pola makan yang kriteria inklusi dan eksklusi (purposive
tidak seimbang. Pola makan yang tidak sampling). Pengambilan data dilakukan
seimbang atau berlebihan akan menyebabkan pencatatan rekam medik meliputi jenis
obesitas. Obesistas inilah yang akan kelamin, usia pasien dan jenis obat anti
menimbulkan penyakit degenerative seperti

Volume 9 Nomor 1 Maret 2022 Page 84


Jurnal Delima Harapan 2022

hiperglikemik oral berdasarkan golongan kelompok, dimana penggolongan usia


obat, jumlah dosis harian. berdasarkan Riskesdes (2013) yaitu 35-44
tahun, 45-54 tahun, 55-64 tahun, dan >75
3. HASIL DAN PEMBAHASAN tahun.
Berdasarkan hasil pengambilan data Tabel 2. Profil Responden Berdasarkan Usia
penderita diabetes mellitus tipe II rawat jalan Rentang Usia Jumlah Persentase
di rumah sakit TNIAU dr. M. Salamun yang (%)
terdiagnosis DM tipe II selama bulan Januari- 35-44 3 3,12%
April tahun 2021 sebanyak 80 responden yang 35-54 21 26.25%
memenuhi kriteria inklusi dan kriteria 55-64 40 50%
eksklusi rekam medis yang menyantumkan 65-74 14 17,5%
data-data berupa nomor rekam medis, jenis >75 2 2,5%
kelamin, umur, diagnosis penyakit, Total 80 100%
pemeriksaan laboratorium serta daftar obat- Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat
obat yang diresepkan. bahwa responden DM tipe II rawat jalan di
A. Demografi Responden Rumah Sakit TNIAU dr. M. Salamun, dari
Demografi responden merupakan data total 80 pasien. Pada penelitian ini usia paling
yang menggambarkan profil responden banyak mengidap DM tipe II yaitu pada usia
diabetes mellitus tipe II yang menjadi 55-64 tahun sebanyak 40 orang dengan
sampel pada penelitian ini, terdiri dari jenis persentase 50% dan pada usia 45-54 tahun
kelamin, usia. Berikut adalah data dan sebanyak 21 orang dengan persentase 26,25%
penjelasan lengkap mengenai demografi dan pada usia 65-74 tahun sebanyak 14 orang
responden DM tipe II rawat jalan yang dengan presentase 17,5% dan pada usia 35-44
rekam medik yang dijadikan sampel tahun sebanyak 3 orang dengan presentase
penelitian di Rumah Sakit TNIAU dr. M. 3,75% dan pada usia >75 tahun sebanyak 2
Salamun tahun 2021. orang dengan presentase 2,5%.
1. Jenis Kelamin B. Gambaran Umum Peresepan
Karakteristik jenis kelamin responden Pada penelitian ini gambaran umum
diabetes mellitus tipe II rawat jalan di peresepan responden diabetes mellitus tipe
Rumah Sakit TNIAU dr. M. Salamun II rawat jalan di Rumah Sakit TNIAU dr.
tahun 2021, berdasarkan jenis kelamin: M. Salamun tahun 2021 dapat dilihat dari
Tabel 1. Profil Responden Berdasarkan beberapa variabel, antara lain: golongan
Jenis Kelamin obat dan jenus obat.
Jenis Jumlah Persentase 1. Golongan Obat Antidiabetes Oral
Kelamin Orang (%) Golongan obat yang digunakan pada
Laki-laki 17 21,25% responden diabetes mellitus tipe II rawat
Perempuan 63 78,75% jalan di Rumah Sakit TNIAU dr. M.
Total 80 100% Salamun tahun 2021 meliputi, golongan
Berdasarkan tabel diatas diketahui sulfonilurea, golongan tiazolidinedion,
jumlah responden yang terdiagnosis DM tipe golongan biguanid dan golongan alfa-
II tahun 2021 dan memenuhi kriteria inklusi glukosidase.
di Rumah Sakit TNIAU dr. M. Salamun a. Golongan Sulfonilurea
sebanyak 63 orang (78,75%) ialah Golongan antidiabetes oral yang
perempuan, sementara jumlah laki-laki paling sering digunakan dalam
sebanyak 17 orang (21,25%). penelitian ini adalah golongan
2. Usia Pasien sulfonilurea, hal ini mungkin
Karakteristik usia responden diabetes dikarenakan obat-obatan golongan
mellitus tipe II rawat jalan di Rumah Sakit sulfonilurea adalah obat yang efektif
TNIAU dr. M. Salamun tahun 2021, menurunkan kadar gula darah.
berdasarkan usia dibagi menjadi 5 Menurut Depkes (2005) golongan ini

Volume 9 Nomor 1 Maret 2022 Page 85


Jurnal Delima Harapan 2022

dapat menurunkan kadar glukosa dr. M. Salamun tahun 2021 terdiri dari
darah pada 85-90% pasien DM tipe II, glimepiride, glibenklamid, glikuidon,
tetapi hanya efektif apabila sel-sel dan glucodex (Glikazid).
beta Langerhans pancreas masih dapat Tabel 4.3 Profil Golongan Sulfonilurea
memproduksi insulin.
Golongan Jumlah Persentase
Tingginya penggunaan golongan
Sulfonilurea Obat (%)
sulfonilurea ini kemungkinan
Glimepiride 61 62,88
disebabkan karena obat antidiabetes
Glikuidon 21 21,64
oral golongan sulfonilurea merupakan
Glibenclamide 13 13,40
obat pilihan (drug of choice) untuk
Glucodex 2 2,06
penderita diabetes dewasa baru
(Glikazid)
dengan berat badan normal dan
kurang serta tidak pernah mengalami Total 97 100%
ketoasidosis sebelumnya, selain itu b. Golongan Biguanid
efek samping obat golongan Jenis golongan biguanid yang
sulfonulurea yang umumnya ringan digunakan untuk responden diabetes
dan frekuensi rendah, antara lain mellitus tipe II rawat jalan di Rumah
gangguan saluran cerna serta Sakit TNIAU dr. M. Salamun tahun 2021
gangguan susunan syaraf pusat terdiri dari obat metformin dapat dilihat
(Handoko dan Suharto, IONI 2000) pada tabel berikut:
serta mempunyai efek hipoglikemia Tabel 4. Profil Golongan Biguanid
yang jarang dan rendah. Golongan Jumlah Persentase
Obat-obat kelompok ini bekerja Biguanid Obat (%)
merangsang sekresi insulin dikelenjar
pankreas, oleh sebab itu hanya efektif
apabila sel-sel beta Langerhans Metformin 40 100%
pankreas masih dapat berproduksi. Total 40 100%
Penurunan kadar glukosa darah yang c. Golongan Penghambat a-glucosidase
terjadi setelah pemberian senyawa- Jenis golongan penghambat a-
senyawa sulfonilurea disebabkan oleh glikosidase yang digunakan untuk
perangsangan sekresi insulin oleh responden diabetes mellitus tipe II
kelenjar pankreas. Sifat perangsangan rawat jalan di Rumah Sakit TNIAU
ini berada dengan perangsangan oleh dr. M. Salamun tahun 2021 terdiri dari
glukosa, karena ternyata pada saat obat acarbose, dapat dilihat pada tabel
glukosa (atau kondisi hiperglikemia) berikut:
gagal merangsang sekresi insulin. Tabel 5. Profil Golongan Penghambat a-
Oleh sebab itu, obat ini masih mampu glukosidase
meningkatkan sekresi insulin, tetapi Jenis Jumlah Persentase
karena sesuatu hal terlambat Golongan Obat (%)
sekresinya. Pada penderita dengan Penghambat
kerusakan sel-sel beta Langerhans a-glukosidase
kelenjar pankreas, pemberian obat- Acarbose 20 100%
obat hipoglikemik oral golongan Total 20 100%
sulfonilurea tidak bermanfaat. Pada d. Golongan Tiazolidinedion
dosis tinggi, sulfonilurea Jenis golongan tiazolidinedion yang
menghambat degradasi insulin oleh digunakan pada responden diabetes
hati. (Depkes RI, 2005). mellitus tipe II rawat jalan di Rumah Sakit
Sulfonilurea oral yang diberikan TNIAU dr. M. Salmun tahun 2021 terdiri
pada responden diabetes mellitus tipe dari obat pioglitazone, dapat dilihat pada
II rawat jalan di Rumah Sakit TNIAU tabel berikut:

Volume 9 Nomor 1 Maret 2022 Page 86


Jurnal Delima Harapan 2022

Tabel 6. Profil Golongan Tiazolidinedion


Jenis Golongan Jumlah Persentase
Tiazolidinedion Obat (%) Tabel 9. Persentase Ketidaktepatan Dosis
Pioglitazone 15 100% karena Frekuensi
Total 15 100% Nama Obat Frek PER- Jumlah (%)
Pada KENI
C. Pola Pengobatan Antidiabetes
1. Tepat Dosis RM Frek/
Dosis merupakan salah satu hal yang hari
menjadi pertimbangan pada penilaian Glimepiride 2x1 1x1 24 66.67
ketepatan. Dosis yang diberikan harus 3mg
sesuai dengan keadaan pasien, dan juga Glimepiride 3x1 1x1 6 16.67
dosis yang sudah ditetapkan pada 3mg
literature PERKENI (Perkumpulan Glimepiride 2x2 1x1 3 8.33
Endokrinologi Indonesia). Berdasarkan 2mg
hasil evaluasi penilaian ketepatan dosis Glimepiride 2x1 1x1 2 5,56
antidiabetes oral pada responden 4mg
diabetes mellitus tipe II rawat jalan di Glimepiride 3x1 1x1 1 2,11
Rumah Sakit TNIAU dr. M. Salamun 1mg
tahun 2021, bisa dilihat pada gambar Total 36 100
berikut: 2. Tepat Indikasi
Berdasarkan dua penelitian maka dapat
36
(45%)
dilihat evaluasi tepat indikasi pada pasien
44 DM tipe II rawat jalan di Rumah Sakit
(55%) TNIAU dr. M. Salamun tahun 2021 dapat
dilihat gambar dibawah ini:
11
(13,75
Tepat Dosis Tidak Tepat Dosis %)
69
Gambar 1. Profil Ketetapan dosis (86,25
berdasarkan jumlah responden %)
Tabel 8. Persentase Ketidaktepatan Dosis Tepat Indikasi Tidak Tepat Indikasi
karena Dosis Lebih
Nama Dosis PERKEN Jumlah Perse Gambar 2. Profil ketepatan indikasi
Obat Pada I ntase berdasarkan jumlah responden
% Gambar diatas menunjukan bahwa
RM Dosis/hari pasien yang memenuhi kriteria ketepatan
Glime 3 kali 1-8 mg 7 100 indikasi sebesar 69 pasien (86,25%),
piride sehari sedangkan yang tidak memenuhi kriteria
3 mg ketepatan indikasi sebesar 11 pasien
Total 7 100 (13,75%), karena disebabkan karena tidak
sesuainya diagnosis yang dialami oleh
pasien.
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui jumlah
responden yang terdiagnosis DM tipe II
tahun 2021 dan memenuhi kriteria inklusi
di Rumah Sakit TNIAU dr. M. Salamun
sebanyak 63 orang (78,75%) ialah
perempuan, sementara jumlah laki-laki
sebanyak 17 orang (21,25%). Hal ini

Volume 9 Nomor 1 Maret 2022 Page 87


Jurnal Delima Harapan 2022

terjadi karena perempuan memiliki resiko untuk menderita DM tipe II dibandingkan


obesitas lebih tinggi sehingga dapat dengan usia 15-24 tahun (Irwan, 2010).
mengalami gangguan sensitivitas insulin Selanjutnya penelitian isa & Baiyewu
karena dipengaruhi oleh hormone estrogen (2006), juga memperlihatkan bahwa
selama siklus menstruasi , kehamilan, dan sosiodemografi (salah satunya usia)
masa premonopause yang menyebabkan mempengaruhi kualitas hidup pasien.
distribusi lemak tubuh menjadi mudah Terkait dengan pasien DM tipe II, terjadi
terakumulasi. perubahan fisiologis, anatomis serta
Selain itu, apabila terjadi peningkatan biokimiawi yang muncul seiring dengan
kadar estrogen, sekresi hormon epinefrin penambahan usia, akan meningkatkan
juga akan meningkat. Hormone epinefrin gangguan toleransi glukos dan resistensi
mempunyai efek metabolic seperti insulin.
hormone glucagon yaitu meningkatkan Perubahan fisiologi biasanya menurun
kadar glukosa dalam darah melalui secara drastis pada usia >40 tahun.
gluconeogenesis dan glikogenolisis yang Diabetes mellitus biasanya akan timbul
dapat berlanjut menjadi DM tipe II saat sudah memasuki umur rentan, yaitu
(Irawan, 2010). umur >45 tahun yang mengalami
Obesitas dapat menyebabkan resistensi kegemukan, sehingga insulin pada tubuh
insulin, sehingga orang obesitas tidak peka. Teori yang ada mengatakan
memerlukan insulin yang berjumlah sangat bahwa faktor degenerative yaitu fungsi
besar untuk mengawali kadar gula darah tubuh yang menurun yang terjadi pada
yang normal. Pada penderita DM, apabila seseorang >45 tahun yang dapat
pankreas menghasilkan insulin dalam mengalami peningkatkan resiko pada
jumlah yang cukup untuk kejadian DM dan toleransi glukosa
mempertahankan kadar glukosa darah khususnya kemampuan dari sel beta pada
pada tingkat normal, namun insulin metabolism glukosa untuk produksi insulin
tersebut tidak dapat bekerja maksimal (Pengemanan, 2014).
membantu sel-sel tubuh menyerap glukosa Salah satu faktor resiko terjadinya DM
karena terganggu oleh komplikasi- adalah usia > 40 tahun, karena pada usia ini
komplikasi obesitas, salah satunya adalah umumnya manusia mengalami penurunan
kadar lemak darah yang tinggi terutama fungsi fisiologi dengan cepat, sehingga
kolestrol dan trigliserida (Olvista, 2011). terjadi defisiensi insulin karena gangguan
Berdasarkan tabel 2. dapat dilihat pada sel beta prankreas dan resistensi
bahwa responden DM tipe II rawat jalan di insulin (Sukarmin, 2008).
Rumah Sakit TNIAU dr. M. Salamun, dari Dalam penelitian pada tabel 3, obat dari
total 80 pasien. Pada penelitian ini usia golongan sulfonilurea yang paling sering
paling banyak mengidap DM tipe II yaitu digunakan adalah Glimepirid 61 (62,88%).
pada usia 55-64 tahun sebanyak 40 orang Menurut Depkes (2005) glimepiride lebih
dengan persentase 50% dan pada usia 45- sering digunakan karena jarang
54 tahun sebanyak 21 orang dengan menimbulkan efek hipoglikemia.
persentase 26,25% dan pada usia 65-74 Glimepiride memiliki waktu mulai kerja
tahun sebanyak 14 orang dengan yang pendek dan waktu kerja yang lama,
presentase 17,5% dan pada usia 35-44 sehingga umum diberkan dengan cara
tahun sebanyak 3 orang dengan presentase pemberian dosis tunggal.
3,75% dan pada usia >75 tahun sebanyak 2 Glimepiride merupakan sulfonilurea
orang dengan presentase 2,5%. Hal generasi ketiga dengan durasi kerja lebih
tersebut dapat disimpulkan bahwa usia panjang dan onset yang lebih cepat.
lebih dari 45 tahun berisiko 15 kali untuk Berbeda dengan sulfonilurea lainnya,
menderita DM tipe II dibandingkan dengan glimepiride mampu mengurangi
usia lebih dari 45 tahun berisiko 15 kali komplikasi kardiovaskular (ischemic

Volume 9 Nomor 1 Maret 2022 Page 88


Jurnal Delima Harapan 2022

preconditioning) dan menyesuaikan kadar hidupnya dalam mengontrol kadar gula


insulin yang disekresikan dengan kadar darahnya. Menurut Desai (2012) yang
gula darah, terutama dalam keadaan post dikutip dari Irons (2013) metformin
prandial, sehingga insiden hipoglikemia banyak dijadikan pilihan karena banyak
glimepiride lebih rendah dari pada hal seperti tolerabilitasnya, harganya yang
glibenklamid. Dengan profil yang dimiliki tidak terlalu mahal, efektivitas reduksi
keduanya, kombinasi metformin/gliben HbA1C, tidak menyebabkan hipoglikemia,
klamid lebih efektif dana man bagi dan kemampuannya yang dapat
penyandang DM tipe II yang telah gagal dikombinasi dengan obat antidiabetes oral
dengan monoterapi antidiabetes oral lainnya untuk menangani DM tipe II. Tapi
(Kabadi MU, 2004). Studi pada 300 pasien terkadang metformin sebagai terapi
yang secara acak mendapatkan placebo tunggal saja tidak cukup sehingga biasanya
atau salah satu dari 3 dosis glimperid (1, 3, dikombinasi dengan obat DM dari
8 mg) telah dilakukan selama periode 14 golongan lain, seperti golongan
minggu untuk menilai efikasi glimepiride sulfonilurea sebagai kombinasi yang
sebagai monoterapi. Dibandingkan dengan umum.
plasebo, ketiga dosis glimepiride secara Menurut Depkes (2005) golongan
bermakna menurunkan glukosa darah sulfonilurea dan biguanid memiliki efek
puasa, glukosa darah post-prandial, dan terhadap sensitivitas reseptor insulin,
hemoglobin AIC. Ketiga dosis glimepiride sehingga kombinasi keduanya mempunyai
menurunkan kadar HbA1c sampai 1,2%, efek saling menunjang, dimana
1.8%, dan 1,9% (Perkeni, 2015). sulfonilurea akan mengawali dengan
Metformin merupakan obat dari merangsang sekresi pankreas yang
golongan biguanid yang digunakan setelah memberikan kesempatan untuk senyawa
golongan sulfonilurea dalam penelitian biguanid bekerja efektif, banyak kasus
pada tabel 4.4. Metformin secara teroritis menunjukkan bahwa kombinasi kedua
merupakan pilihan untuk pasien dengan golongan ini dapat efektif pada banyak
berat badan berlebih, tetapi dalam penderita diabetes yang sebelumnya tidak
penelitian ini tidak dapat diketahui bermanfaat bila dipakai sendiri-sendiri.
informasi berat badan tidak tercantum Mekanisme kerjanya adalah dengan
dalam lembar rekam medik. Menurut menghambat gluconeogenesis dan
Depkes (2005) Metformin merupakan meningkatkan gangguan glukosa
satu-satunya golongan biguanid yang dijaringan (Sukandar, et al., 2008).
masih dipergunakan sebagai obat Penggunaan metformin dapat
antidiabetes oral, dan masih banyak dikonsumsikan dengan obat golongan
dipakai di beberapa negara termasuk antidiabetes oral lainnya. Penggunaan
Indonesia, karena frekuensi terjadinya metformin dikontraindikasikan pada
asidosis laktat cukup sedikit asal dosis penderita dengan gangguan fungsi ginjal
tidak melebihi 1700mg/hari dan tidak ada dan hati (Linn, Wofford, O’Keefe, &
gangguan fungsi ginjal dan hati. Posey, 2009).
Berdasarkan Dipiro (2009) American Penghambat a-glukosidase merupakan
Diabetes Association (ADA), American salah satu agen antidiabetic yang bekerja
Collage of Endocrinology (AVE), dan secara komperatif menghambat kerja
European Assocoation for the Study of enzim alfa-glukosidase dalam saluran
Diabetes (EASD) (2013) dalam hal cerna sehingga dengan demikian dapat
manajemen terapi hiperglikemia, menurunkan penyerapan glukosa dan
metformin merupakan pilihan pertama menurunkan hiperglikemia postrandial.
pada pasien yang baru di diagnosis DM Obat golongan ini bekerja di lumen usus
tipe II dalam terapi tunggal, atau pasien dan tidak menyebabkan hipoglikemia serta
yang gagal dalam mengubah gaya

Volume 9 Nomor 1 Maret 2022 Page 89


Jurnal Delima Harapan 2022

tidak berpengaruh pada kadar insulin pelepasan insulin seperti sulfonilurea (Tjay
(Aqoes, 1999). dan Raharja, 2008).
Obat yang termasuk golongan Golongan obat ini akan berikan pada
penghambat a-glukosidase adalah acarbose peroxisome proliferator active resceptor
dan miglitol. Mekanisme keduanya adalah gamma (PPAR) suatu reseptor inti di sel
dengan menghambat a-glukosidase otot dan sel lemak. Mekanisme golongan
sehingga mencegah penguraian sukrosa ini ialah memperbaiki sensivitas terhadap
dan karbohidrat kompleks dalam usus insulin dengan memperbaiki transport
halus dengan demikian akan glukosa ke dalam sel (Soegondo, 2013).
memperlambat dan membuktikan bahwa Contoh obatnya ialah pioglitazone (Actoz)
penghambat a-glukosidase efektif dalam dan rosiglitazone (Avandia).
mengontrol kadar glukosa puasa dan kadar Efek samping dari tiazolidindion adalah
glukosa postprandial pada pasien diabetes udem. Terapi kombinasi dengan insulin
(Holman, et al., 1999). akan meningkatkan kemungkinan terjadi
Acarbose menunda abospsi karbohidrat udem (Dipiro, et al, 2005). Penggunaan
yang di konsumsi, sehingga menurunkan tiazolidindion dapat digunakan sebagai
peninngkatan kadar glukosa darah 2 jam terapi tunggal atau dikombinasi dengan
posprandial pada pasien (Price, 2006). obat golongan antidiabetes oral lainnya.
Acarbose merupakan poliskarida yang Penggunaan tiazolidindion
bekerja menghambat enzim a-glukosidase dikontraindikasikan pada ibu hamil dan
yang berfungsi menguraikan disakrida penderita dengan gangguan fungsi hati
menjadi glukosa. Sehingga acarbose (Linn, Wofford, O’Keefe, & Posey, 2009).
menghambat absorpsi glukosa di saluran Pemberian obat antidiabetes yang tepat
pencernaan (Priyanto, 2008). merupakan hal yang sangat penting
Efek samping yang sering terjadi pada mengingat begitu tingginya angka kejadian
penggunaan acarbose adalah diare dan serta pentingnya penanganan secara tepat
pembentukan gas berlebihan di lambung. terhadap penyakit diabetes mellitus dan
Cara untuk mengurangi efek samping komplikasi yang ditimbulkannya, maka
tersebut adalah dengan pemberian dosis terapi diabetes mellitus harus dilakukan
dimulai dari dosis rendah, kemudian secara rasional baik secara farmakologi
ditingkatkan dosisnya secara bertahap maupun non farmakologi. Ketapatan terapi
(Linn, Wofford, O’keefe, & Posey, 2009). dipengaruhi proses diagnosis, pemilihan
Tiazolidindion adalah golongan baru terapi, pemberian terapi, serta evaluasi
yang mempunyai efek meningkatkan terapi. Pola pengobatan merupakan suatu
sensitivitas insulin, sehingga mengatasi proses jaminan mutu yang terstruktur dan
masalah resistensi insulin dan berbagai dilakukan secara terus menerus untuk
masalah akibat resistensi insulin tanpa menjamin agar obat-obat yang digunakan
menyebabkan hipoglikemia. Kegiatan tepat, aman, dan efisien (Kumolosari, dkk,
farmakologinya luas dan berupa 2001).
penurunan kadar glukosa dan insulin WHO memperkirakan bahwa, lebih
dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi dari separuh dari seluruh obat di dunia
insulin dari otot, jaringan lemak dan hati. diresepkan, diberikan dan dijual dengan
Sebagai efeknya penyerapan glukosa ke cara yang tidak tepat dan separuh dari
dalam jaringan lemak dan otot meningkat. pasien mengunakan obat secara tidak tepat.
Kegiatan farmakologi lainnya antara lain Tujuan dari penelitian yakni mengetahui
dapat menurunkan kadar trigliserida atau penggunaan obat antidiabetes oral pada
asam lemak bebas dan mengurangi pasien DM tipe II rawat jalan di Rumah
gluconeogenesis dalam hati. Zat ini tidak Sakit TNIAU dr. M. Salamun tahun 2021.
mendorong pankreas untuk meningkatkan Hal ini akan membuat penanganan pasien
DM tipe II semakin baik, karena akan

Volume 9 Nomor 1 Maret 2022 Page 90


Jurnal Delima Harapan 2022

memberikan kajian yang tepat tentang dengan suatu penyakit yakni sesuai
pengobatan agar melihat keberhasilan keluhan diagnosis (Depkes, RI, 2008).
penyembuhan pasien ataupun gagal (tidak Indikasi yang tepat, yaitu alasan
sembuh). menulis resep didasarkan pada
Tepat Indikasi merupakan kesesuaian pertimbangan media yang tepat.
penggunaan obat dengan kebutuhan klinis Permasalahan-permasalahan yang terjadi
pasien yang dilihat dari diagnosis, gejalan dalam ketidaktepatan indikasi yaitu
ataupun keluhan pasien. Tepat indikasi (Depkes, 2005):
dalam pengobatan penyakit DM tipe II a. Adanya indikasi penyakit yang tidak
adalah ketepatan dalam penggunaan obat diobati
antidiabetes atas dasar diagnosis yang Pasien DM bisa mengalami komplikasi
ditegakkan, sesuai dengan yang tercantum yang tidak diharapkan, oleh karena itu
dalam rekan medik yang memiliki hasil perlu mencermati apakah ada indikasi
pemerikasaan kadar gula darah sewaktu > penyakit yang tidak diobati. Adanya
200 mg/dL. Penegakan diagnosis DM indikasi penyakit yang tidak tertangani ini
dapat dilakukan dengan 3 cara: pertama, dapat disebabkan oleh:
jika keluhan klasik ditemukan, maka 1) Pasien mengalami gangguan medis
pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > baru yang memerlukan terapi obat.
200 mg/dL sudah cukup untuk 2) Pasien memiliki penyakit kronis lain
menegakkan diagnosis DM. kedua, yang memerlukan keberlanjutan
pemeriksaan glukosa plasma puasa > 126 terapi obat.
mg/dL dengan adanya keluhan klasik. 3) Pasien mengalami gangguan medis
Ketiga, tes tolenrasi glukosa oral > 200 yang memerlukan kombinasi
mg/dI. Meskipun TTGO dengan beban 75g farmakoterapi untuk menjaga efek
glukosa lebih sensitive dan spesifik sinergi/potensiasi obat.
disbanding dengan pemeriksaan glukosa 4) Pasien berpotensi untuk mengalami
plasma puasa, namun pemeriksaan ini resiko gangguan penyakit baru yang
memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO dapat dicegah dengan gangguan terapi
sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan obat profilaktik atau premedikasi.
dalam praktek sangat jarang dilakukan b. Adanya obat tanpa indikasi
karena membutuhkan persiapan khusus Pemberian obat tanpa indikasi
(Perkeni, 2006). disamping merugikan pasien secara
Pada penelitian di gambar profil finansial juga dapat merugikan dengan
ketepatan indikasi jumlah responden kemungkinan munculnya efek yang tidak
sebanyak 4 pasien terdapat ketidaktepatan dikehendaki. Pemberian obat tanpa
indikasi dikarenakan hasil pemeriksaan indikasi ini dapat disebabkan oleh:
GDS <200 mg/dI, GDP < 126 mg/dI, dan 1) Pasien menggunakan obat yang tidak
GD2PP < 200 mg/dI. Hasil pemeriksaan sesuai dengan indikasi penyakit pada
tersebut tidak memenuhi kriteria DM tipe saat ini.
II, sehingga pasien belum bisa 2) Penyakit pasien terkait dengan
dikategorikan menderita DM tipe II. Obat penyalahgunaan obat, alcohol atau
antidiabetes tidak diindikasikan untuk merokok.
pasien dengan pemeriksaan GDS < 200 3) Kondisi medis pasien lebih baik
mg/dI, GDP <126 mg/dI, GD2PP < 200 ditangani dengan terapi non obat.
mg/dI, hal ini dikarenakan kadar glukosa 4) Pasien memperoleh polifarmasi untuk
darah pasien belum melebihi batas normal kondisi yang indikasinya cukup
(Perkeni, 2015). Menurut Depkes, mendapat terapi obat tunggal.
menyatakan bahwa tepat indikasi adalah 5) Pasien memperoleh terapi obat untuk
obat yang diberikan pada pasien harus mengatasi efek obat yang tidak
dikehendaki yang disebabkan oleh

Volume 9 Nomor 1 Maret 2022 Page 91


Jurnal Delima Harapan 2022

obat lain yang seharusnya dapat disertai berbagai kelainan metabolic akibat
diganti dengan obat yang lebih sedikit gangguan hormon, yang menimbulkan
efek sampingnya. berbagai komplikasi kronik pada mata,
Terdapat 5 pasien yang ketidaktepatan ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi
indikasi karena pasien dengan kadar gula pada membrane basalis dalam
darah/HbA1c tinggi, hanya mendapatkan pemerikasaan dengan mikroskop electron
obat tunggal, seharusnya pasien (Bilous, 2002). Diabetes mellitus tipe I
mendapatkan terapi kombinasi dengan merupakan kelainan sistemik akibat
obat lain, dengan adanya indikasi penyakit terjadinya gangguan metabolism glukosa
yang tidak diobati yakni pasien mengalami yang ditandai oleh hiperglikemia kronis.
gangguan medis yang memerlukan Keadaan ini disebabkan oleh proses
kombinasi farmakoterapi untuk menjaga autoimun yang merusak sel beta pankreas
efek sinergi/potensiasi obat. Terdapat 2 sehingga produksi insulin berkurang
pasien yang ketidaktepatan indikasi karena bahkan terhenti, penderitanya akan
pasien mendapat terapi obat antidiabetes memerlukan asupan insulin oksigen
terlalu banyak, seharusnya pasien (Afdal, dkk, 2012).
mendapatkan terapi kombinasi dengan Diabetes mellitus tipe II disebabkan
insulin, dengan adanya obat tanpa indikasi oleh interaksi antara faktor-faktor
yakni pasien memperoleh polifarmasi kerentanan genetis dan paparan terhadap
untuk kondisi yang indikasinya cukup lingkungan. Faktor lingkungan yang
mendapat terapi obat tunggal (Depkes, diperkirakan dapat meningkatkan faktor
2005). DM tipe II bisa dicegah, ditunda
Berdasarkan hasil penelitian yang telah kedatangannya atau dihilangkan dengan
dilakukan di rumah sakit tentang mengandalkan faktor resiko. Faktor resiko
rasionalitas obat antidiabetes dan evaluasi DM tipe II yang tidak dapat diubah seperti
badan biaya perbekalan farmasi pada jenis kelamin, umur, dan faktor genetic.
pasien rawat inap kartu Jakarta sehat, Faktor resiko DM tipe II yang dapat diubah
terdapat jumlah pemberian obat seperti kebiasaan merokok, aktivitas fisik
antidiabetes ketepatan indikasi sebesar dan pola makan (Depkes RI, 2008).
68,89%. Ketidaktepatan indikasi obat Kebiasaan makan yang tidak seimbang
antidiabetes terhadap pasien dapat terjadi akan menyebabkan obesitas. Selain pola
apabila antidiabetes yang diberikan tidak makan tidak seimbang, aktivitas fisik juga
sesuai dengan diagnosis yang dialami merupakan faktor resiko diabetes mellitus.
pasien. Sementara itu terdapat 15 dari 24 Latihan fisik yang teratur dapat
pasien (62,50%) yang sudah mendapatkan meningkatkan mutu pembuluh darah dan
terapi antidiabetes tepat indikasi. Pada memperbaiki semua aspek metabolic
kasus ketidaktepatan indikasi disebabkan termasuk meningkatkan kepekaan insulin
karena tidak sesuainya diagnosis yang serta memperbaiki tolerensi glukosa
dialami oleh pasien, yaitu kadar gula darah (Awad, 2011).
sewaktu yang belum melebihi > 200mg/Di Penderita diabetes di dunia pada tahun
(Istiqomatunnisa, 2014). 2013 terdapat 382 juta orang dan pada
tahun 2035 diperkirakan meningkat
4. KESIMPULAN menjadi 592 juta orang hal ini menurut
Diabetes Melitus (DM) yang umum etsimasi terakhir IDF (International
dikenal sebagai kencing manis adalah Diabetes Federation), dari 382 juta orang
penyakit yang ditandai dengan diperkirakan 175 di antarnya belum
hiperglikemia (peningkatan kadar gula terdiagnosis sehingga hal ini dapat
darah) yang terus menerus dan bervariasi, diperkirakan penyakit diabetes mellitus
terutama setelah makan. Diabetes mellitus akan berkembang secara progresif
merupakan keadaan hiperglikemia kronik menyebabkan komplikasi, dikarenakan

Volume 9 Nomor 1 Maret 2022 Page 92


Jurnal Delima Harapan 2022

tidak terdiagnosis dan tidak adanya American Association of Clinical


pencegahan (Kemenkes RI, 2014). Endocrinologists (AACE). 2013.
International Diabetes Federation AACE Comprehensive Diabetes
(IDF) Atlas tahun 2017 menunjukan Mellitus Algorithm. Endocrine
bahwa epidemik diabetes di Indonesia saat Practice, Vol, 19. No. 2.
ini menduduki peringkat ke-6 di dunia Arnouts, P., Bolignano, D., Nistor, I., Bilo, H.,
setelah Cina, India, Amerika Serikat, Gnudi, L., Heaf, J. dkk. 2014.
Brazil dan Meksiko dengan jumlah Glucose-lowering drugs in patients
penderita diabetes terbesar, yaitu sebanyak with chronic kidney disease: a
10,3 juta jiwa. Hasil Riset Kesehatan Dasar narrative review on pharmacokinetic
(Riskesdes) tahun 2018 menunjukan properties. Nepharology Dialusis
bahwa prevelensi penyandang diabetes transplamtation. (29): 1284-1300.
naik menjadi 8,5% di tahun 2018 dari 6,9% Awad, 2011. Gambaran Faktor Risiko Pasien
di tahun 2013 (Riskesdes 2013). Jika tidak Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik
ditangani dengan baik, menurut (WHO) Endokrin Bagian / SMF FK UNSRAT
angka kejadian diabetes diprediksi akan RSU Prof.
melonjak hingga 21,3 juta jiwa pada 2040. http://www.academia.edu/4696688.
Berdasarkan hasil penelitian tentang Barandero, M dan dkk. 2005. Klien Gangguan
pola pengobatan antidiabetes pada pasien Endokrin: Seri Asuhan Keperawatan,
DM tipe II rawat jalan di Rumah Sakit Diterjemahkan oleh: Monica dkk.
TNIAU dr. M. Salamun pada tahun 2021 Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
dapat diambil kesimpulan bahwa: EGC.
1. Terapi penggunaan obat oral Bilous, 2002. Seri Kesehatab Bimbingan
antidiabetes pada pasien DM tipe II Dokter pada Diabetes. Jakarta: Dian
rawat jalan di Rumah Sakit periode Rakyat.
Januari-April 2021 sebagai berikut: Chisholm-Burns, M,A. et al, 2008.
golongan sulfonilurea (67,78%), Pharmacotherapy principles and
golongan biguanid (24,20%), golongan practice, New York: McGraw-Hill
Inhbitor a-glucosidase (7,64%) dan Companies, Inc, 649;657.
golongan tiazolidinedion (6,36%). Cipolle, R, J., Strand, L. M. and Morkey, P.C.
2. Ketetapan penggunaan obat oral 1998. Pharmaceutical Care Practice,
antidiabetes pada pasien DM tipe II 2nd ed., McGrawHill, New York, 73-
rawat jalan di Rumah Sakit TNIAU dr. 104.
M. Salamun tahun 2021, menemukan Dalimartha, S. 2006. Ramuan Tradisional
hasil ketepatan penggunaan obat dapat untuk Pongabatan Diabetes
dilihat berikut: Mellitus.Jakrta: Penebar Swadaya.
a. Tepat dosis obat yang diberikan Departemen Kesehatan RI. 2005.
pasien sebesar 44 pasien (55%) dan Pharmaceutical Care untuk Penyakit
tidak tepat dosis obat sebesar 36 Diabetes Mellitus, Departemen
pasien (45%). Kesehatan, Direktorat Jendral, Bina
b. Tepat indikasi obat yang diberikan Kefarmasian Dan Alat Kesehatan,
pada pasien sebesar 69 (86,25%), Jakarta.
dan tidak tepat indikasi sebesar 11 Depkes RI. 2008. Diabetes Mellitus Ancaman
(14,75%). Umat Manusia di Dunia,
http://www.depkes.go.id/index.
5. REFERENSI Direktorat Bina Farmasi Komunitas & Klinik.
American Diabetes Association (ADA), 2004. 2005. Pharmaceutical Care Untuk
Standards of Medical Care for Patient Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta:
with Diabetes Mellitus, Diabetes Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
Care: pp. 616-623.

Volume 9 Nomor 1 Maret 2022 Page 93


Jurnal Delima Harapan 2022

& alat Kesehatan Departemen G.R., Wells., B.G., and Posey, L.M. 2005.
Kesehatan. Pharmacotherapy apathophysiologic
Dipiro, J.T., Talbert, R,L., Yee, G.C., Matzke, approach. New York: McGraw- Hill
Companies. P. 1333-1352.

e.

Volume 9 Nomor 1 Maret 2022 Page 94

You might also like