You are on page 1of 13

KOTA: DARI PERSPEKTIF URBANISASI

Oleh: Ashaluddin Jalil*)

Abstract:The growth of urban population in Riau province since last few decades has shown
a trend of continuous increase. Although, there were some trends of constant and slightly
declining percentage of population in some urban areas and newly formed districts, in overall
the number of population was increasing. This phenomenon can be observed in the number
of population growth since last few decades. During the years of 1971 to 1980, the average
growth of urban population increased about 1.53 percent annually. The growth was continued
to increase in the next decades which was during the years of 1981 to 1990 to an average of
2.67 percent annually. Furthermore, it was recorded in many literatures that since 1930 to 1990,
despite of the fluctuation in the percentages, the increase of the percentages were significant.
The increase is predicted to be continued to higher levels in the future years.

Another important implication is the sharp change of population proportion since 1990 to
2000 which was caused by inter-regional development and expansion activities in the scope
of economic development regulation.Further meaning of those implications is that there is an
imbalance distribution of population in the district and urban areas. These efforts shall
continuously be improved. On the other hand, if the actual development of urban areas is not
organised or left as what is progressing now such as in Indonesia, the pseudo urbanization
may occur in the area.

Keywords: urban, urbanization, urban growth, pseudo urbanization

Pengantar edisi Shogo, 1996, 3-8) menulis bahwa


Penyelidikan tentang perkotaan perkotaan diberi makna iaitu: cara hidup
khususnya di kawasan negara-negara yang khas di kota, maka yang
yang baru mengatur keadaan berkenaan dengan jumlah penduduk,
ekonominya seperti di Indonesia kepadatan (density) dan pelbagai
sangatlah penting. Hal ini dikarenakan keragaman etnik boleh dijadikan sebagai
kota (kota) merupakan tempat utama indikator penyelidikan perkotaan.
bagi tenaga kerja baik yang terdidik dan Seterusnya disebutkan bahwa
terampil, setengah terampil dan tidak penyelidikan tentang proses
terdidik datang ke kota. Ramainya orang- perkembangan kota perihal keragaman,
orang yang datang ke kota jika disimak pemusatan serta kisaran jumlah
dengan sebenarnya berkait rapat dengan penduduk boleh dijadikan hal pokok untuk
migrasi. Mereka berusaha untuk hidup menyelidiki perubahan-perubahan yang
dengan ragam cara beserta upaya yang tengah berlangsung dalam masyarakat.
dilakukannya. Evers dan Korff (2002, p. 2-4)
Perkotaan adalah proses semakin menganalisis bahwa di negara-negara
terpusatnya penduduk serta permukiman Asia Tenggara khususnya Indonesia dan
dan kumpulan orang-orang dengan Thailand, kota-kota utama telah berubah.
keragaman etnik. Semenjak Wirth (dalam Perubahan ini disebabkan oleh kebijakan
*) Ketua PPS Program Urban Studies yang merujuk kepada globalisasi.
Universitas Riau. Kegiatan ini didukung oleh perubahan-

833 Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005


perubahan sosial politik yang berhubung Pengertian dan Batasan
kait kepada perubahan demokrasi. Ada beberapa makna dan
Penyelidikan tentang perkembangan pengertian yang mesti dijelaskan terlebih
kota dilakukan oleh berbagai ahli dahulu agar di dalam penulisan ini
khususnya di kota dan kota-kota besar terhindar daripada kesalah-fahaman baik
(kota raya) yang terus tumbuh. Di dalam pemakaian kata maupun tafsiran.
Indonesia perkembangan kota dapat Arti serta pemahaman konsep tentang:
dikatakan merujuk kepada ibukota daerah perkotaan (urban), dan
negara dan pusat-pusat regional. perkotaan (urbanization) semestinya
Mencermati hal ini kebijakan yang dijelaskan beserta hubungannya dengan
diberlakukan masih sangat beragam beberapa konsep yang lain.
karena masa-masa sebelum perubahan Mula sekali penggunaan kata urb
Sistem Politik di Indonesia, semua dipakai oleh Wirth (dalam edisi Shogo,
kebijakan dipegang oleh pusat. Pihak 1996) yang menjelaskan tentang corak
pemerintah lokal dapat dikatakan tidak kehidupan kota seperti yang telah
memiliki kekuasaan (Authority) untuk diuraikan di atas. Makna ini akhirnya
mengatur serta mengurus kota secara melahirkan urbanisme iaitu cara hidup
ketat. yang khas di kota dengan merangkumi
Makna lain daripada berkembang- indikator daripada jumlah penduduk,
nya kota ialah adanya kegiatan beserta kepadatan (density), serta etnik yang
kehidupan komuniti kota. Ciri khas kota- beraneka (heterogeneous). Semenjak
kota yang ada ialah berkembangnya itu pula ramai pengkaji perkotaan
sektor informal. Penjaja berkeliling, menggunakan konsep tersebut. Ini dapat
tukang ojek (hingga sekarang belum disebutkan seperti Philip M. Houser
menjadi angkutan sah kota tetapi tetap (Houser, 1985) menguraikan bahwa:
berjalan), taksi gelap, pemulung ‘’...the definition of urban is,
(pengumpul barang bekas) dan kegiatan nevertheles, a complex matter.
lainnya tampak semakin wujud. Population classified as urban varies
Seterusnya ialah kawasan-kawasan greatly country by country. The
tertentu di kota semakin lama semakin delineation of areas as urban or rural
berkembang. Perkembangan seperti is often related to administrative,
inilah yang terus berlangsung dan political, historical or cultural
wujudnya tidak saja ada di pusat-pusat considerations as well as demogra-
kota tetapi juga merangkumi di pinggiran phic criteria”.
serta luar kawasan kota (di luar tapal United Nation (Seperti dikutip oleh
batas). Makna seperti inilah yang Houser, 1985) menerangkan bahwa
semestinya disimak melalui penyelidikan definisi urban merangkumi tiga hal utama
yang dalam serta mengharuskan dikaji iaitu: ‘’1) Classification of minor civil
daripada pelbagai pandangan, konsepsi divisions on chosen criterien which
serta tioritik tentang kota. may include: (a) type of local

834 Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005


government, (b) number of adanya konsentrasi orang Eropa dan
inhabitants, (c) proportion of kegiatannya, dalam memberikan
population engaged in agriculture; 2) status administratip sebagai kotaya
classification of administrative umumnya pada fungsi administratip
centers of minor rural division as pemerintah pusat dan pada
rural; and 3) classification of certain kemampuan dari daerah yang
size localities (agglomerations)as bersangkutan untuk mengurus
urban, irrespective of administrative keuangan, sarana dan urusannya
boundaries”. sendiri”.
Negara Amerika Serikat Makna yang diberikan sebenarnya
mendefinisikan urban mengikuti adalah: ‘’perkotaan meliputi semua
keperluan yang beraneka, khususnya kota dan pusat pemerintahan seperti:
definisi yang dibuat sebelum banci pada Provinsi, Kabupaten dan Kotamadya
tahun 1950. Urban adalah suatu tempat (Undang-undang sebelumnya yaitu
atau kawasan yang ditempati oleh U.U no. 5 Tahun 1974), beserta yang
seramai 25,000 orang atau lebih. Tetapi paling bawah yaitu Kecamatan”.
kerana bilangan penduduk yang terus Masuknya batas (sempadan) dari suatu
meningkat dengan cepat khasnya pada kawasan juga dirangkumi oleh beberapa
akhir dekad 1950-1960 kesesakan pakar perkotaan. Kawasan lain yang
(density) kawasan menjadi ukuran utama disamakan sebagai kawasan kota ialah
untuk merujuk kepada urban ataupun pusat-pusat pemerintahan yang lebih
non urban. rendah dengan jumlah penduduk di atas
Merujuk kepada Encyclopedia of 20,000 orang (kota kecil) dan kegiatan
Sociology (Borgatta et.al.eds, 1992), utama di bidang non-pertanian.
menguraikan: ‘’Urbanization is the Perihal kriteria kota serta perkotaan
process of expansion in the entire boleh beragam dan sangat tergantung
system of interrelationships by which daripada sesuatu negara. Nas (1984),
a population maintains itself in its menguraikan bahwa kisaran daripada
habitat”. And the most evident jumlah penduduk kota antara lain:
consequences of the process, and the berpenduduk antara 20,000 hingga
most common measures of it, are an kurang dari 50,000 orang dikatakan kota
increase in the number of people at kecil (Town), 50,000 sehingga kurang
points of population concentration, an daripada 100,000 orang disebut kota
increase in the number of people at (City) dan jumlah penduduk lebih
points of population concentration, an daripada 100,000 orang dikatakan
increase in the number of points at sebagai kota raya (Metropolis).
which population is concentrated, or Perkotaan dimaknakan sebagai
both”. proses menjadi kota yang terkait dengan
Di Indonesia Milone (Milone, 1966, migrasi yang berimplikasi kepada
p.34) menjelaskan bahwa yang dimaksud pemusatan penduduk secara nyata.
dengan perkotaan (urban) semasa Dalam kaitan ini hijrahnya penduduk
pemerintah kolonial Belanda ialah: mengalami banyak hal, terutama adanya
“…utamanya dihubungkan dengan pelbagai perubahan baik perubahan dalam

835 Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005


bidang ekonomi, sosial maupun penduduk di kota meningkat.
kehidupan dalam masyarakat itu sendiri. Konsep urbanisasi mempunyai
Konsentrasi yang ditujukan kepada definisi yang berbeda dan berkait rapat
jumlah penduduk adalah kenaikan dengan keadaan negara itu sendiri.
persentase jumlah penduduk yang Namun Hauser (1985) menjelaskan
dihitung dari semua jumlah penduduk bahawa: ’... dengan urbanisasi untuk
kota. Oleh karena itu, kenaikan keperluan negara dari segi statistik
persentase penduduk kota dapat diartikan dikatakan sebagai proporsi
dengan proses perkotaan. penduduk yang tinggal di perkotaan”.
Di dalam pengkajian tentang Oleh karena itu, konsep urbanisasi dapat
distribusi penduduk dari sudut pandang diartikan adanya proporsi permukiman
Geografi, penduduk ditetapkan kedalam penduduk di perkotaan dan jumlah
kumpulan mengikut kawasan yaitu penduduk tersebut semakin bertambah.
perkotaan (urban) dan perdesaan Kota berfungsi sebagai pusat
(rural). Dalam hal ini batas (sempadan) (centre) aktivitas baik dalam bidang
kawasan urban tetap, artinya jumlah ekonomi, sosial, politik dan budaya dari
penduduk kota berubah melalui kelahiran, komunitas. Aktivitas ini tidak saja
kematian dan migrasi. Oleh karena itu, dilakukan oleh masyarakat kota itu
didapati penggunaan konsep tingkat sendiri tetapi juga oleh komunitas
urbanisasi dan urbanisasi. Tingkat ataupun kawasan pinggiran
urbanisasi diartikan kepada persentase (hinterland). Oleh karena itu didapati
jumlah penduduk serta lamanya adanya sistem daerah perkotaan yaitu
bermukim di kota pada masa tertentu. adanya struktur dan fungsi dari kota-kota
Sedangkan Urbanisasi dimaksudkan yang ada dalam suatu negara yang
naiknya jumlah persentase penduduk mempengaruhi keadaan lingkungannya.
yang bermukim di kota (Secha Alatas, Definisi perkotaan boleh saja
1988). berubah dari waktu ke waktu. Dalam hal
ini, jumlah penduduk pada hakikatnya
Perkembangan Kota: Persepktif boleh berubah melalui kelahiran,
Urbanisasi kematian, migrasi dan perluasan
Eldridge (1956) mengatakan bahwa kawasan kota itu sendiri (re-
urbanisasi ialah suatu proses pemusatan clasification). Misalan ini dapat
penduduk di kawasan kota. Sejak itu dimaklumi seperti sebuah kawasan
pemakaian kata urban dipakai oleh pingggiran serta di luar kota yang
semua pengkaji perkotaan. Hauser berkembang menjadi kawasan perkotaan
(1985) menjelaskan bahwa perkotaan atau telah ditetapkan menjadi daerah
sebagai suatu proses yang dapat perkotaan (Secha Alatas, 1988).
dijelaskan seperti yang dibentangkan oleh Perbedaan dalam hal memberi definisi
Eldrige dengan merangkumi dua hal tentang kota, para sarjana lebih merujuk
yaitu: a) peningkatan proses kepada jumlah penduduk yang tinggal di
konsentrasi b) Peningkatan skala kota. Perkotaan dapat dikatakan sebagai
konsentrasi individual. Ini proses perkembangan dan corak
menghasilkan persentase permukiman kehidupan dalam kota. Oleh karena itu,

836 Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005


merujuk kepada Rahimah Abdul Aziz dan saja yang ada di negara industri,
Mohd. Yusoff Ismail (2002, p. 38-67) selebihnya kota raya itu berada di
bahwa kota wujud sebagai hasil proses kawasan negara-negara Dunia Ketiga.
perkotaan. Proses ini dianggap sebagai Kota besar (Kota Raya) di Dunia Ketiga
satu perubahan sosial yang penting dalam berkembang dengan cepat, berjuta-juta
masyarakat yang menunjukkan penduduk pindah ke kota. Sementara itu,
sebahagian penduduknya mengalami kota tidak mampu menerima migran
satu kehidupan yang berbeda dari satu karena fasilitas sosial seperti: pendidikan,
bahagian dengan bahagian yang lain. kesehatan, perumahan, listrik,
Daerah perkotaan (urban) dalam pengangkutan dan air bersih sudah
suatu negara (daerah) meliputi seluruh melampaui kemampuan. Begitu juga
kota-kota (individual cities) yang ada dengan persoalan kekurangan
dan merangkumi seluruh unit-unit kesempatan kerja di kota.
sekawasan yang telah ditetapkan sebagai Perkotaan adalah satu fenomena
wilayah perkotaan. Di Indonesia definisi yang berkelanjutan dan dialami oleh
perkotaan seperti yang dipakai oleh semua negara di dunia. Hamzah Sendut
Milone (1966), BPS (1997), Merten dan seperti yang dikutip oleh Rahimah Abdul
Alatas (1988), Sigit dan Sutanto (1983) Aziz menyatakan bahawa: ‘’...proses
merujuk kepada adanya fasilitas umum perkotaan sebagai satu fenomena
yang telah ditentukan. Fasilitas tersebut sosioekonomi yang meliputi dua
meliputi 8 sehingga 14 jenis iaitu: ‘’... unsur penting. Unsur pertama: ialah
adanya sekolah, jalan yang di aspal, fasilitas umum dipusatkan di sebuah
listrik, air bersih, pusat pelayanan kawasan tertentu. Unsur kedua: ialah
kesehatan, klinik bersalin, kantor dikawasan tersebut terdapat jumlah
pos, bank, pasar tertutup, kawasan penduduk yang melebihi 10,000
pertokoan, penginapan dan atau orang. Merujuk kepada pemikiran
hotel, telekomunikasi, persewaan tersebut, kajian perkotaan setiap pengkaji
peralatan pesta, teater (studio) dan harus meneliti dan memeriksa beberapa
transportasi dari dan ke daerah persoalan yaitu: (1) konsep perkotaan
tersebut”. Biro Pusat Statistik Indonesia masih memerlukan telaah yang
(1996) menambah persyaratan tersebut berkesinambungan karena dalam hal
dengan kriteria kepadatan penduduk menganalisis perkembangan kota selalu
yang tinggi dan umumnya kegiatan dikaitkan dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi penduduknya di bidang penduduk. (2) di Indonesia terdapat
pertanian tidak melebihi 25 persen. perbedaan pengertian baik aspek fisik
Para ahli mengatakan bahwa maupun fungsional. Perbedaan ini
bertambahnya jumlah penduduk yang terdapat ketika pelaksanaan Sensus
tinggal di kota-kota Dunia Ketiga terus Penduduk tahun 1980 dan tahun 1990.
berlanjut. Todaro dan Stilkind (1981) (3) kadar pertambahan penduduk di
menyatakan bahwa pada tahun 1950
perkotaan ternyata jauh lebih cepat,
terdapati 11 kota dari 15 kota-kota
khususnya di Indonesia dan kawasan
terbesar di dunia ada di negara industri.
Asia. Pertambahan ini terkait dengan
Pada tahun 2000 hanya tiga kota besar
perkembangan jumlah penduduk dan

837 Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005


fasilitas umum. Fasilitas utama yang ada di dunia berada di Afrika, Asia dan
di kota-kota (baik besar apalagi kota Amerika Latin (Sukopp, 1998).
kecil) dari hasil kajian dapat difahami Perkembangan ekonomi di perkotaan
bahwa yang ada merujuk kepada yang meningkat terutama di kawasan
persoalan yang beragam dan dapat Asia dijangka mendekati 5 milyar orang
disebutkan belum memadai serta kurang [61 persen] dari 8.1 milyar populasi
dirasakan manfaatnya oleh lebih dari penduduk Dunia akan tinggal di kawasan
setengah jumlah penduduk yang kota-kota Asia dan Afrika pada tahun
bermukim di perkotaan. Fasilitas tersebut 2030. Tingkat urbanisasi di Asia
diantaranya adalah: perumahan, air perkirakan mencapai angka 4 persen per
bersih, listrik, telekomunikasi, tahun( UNEP, 2000). Pada tahun 2025,
transportasi, pengurusan sampah, sejumlah 52 persen penduduk Asia akan
drainase serta tempat-tempat publik tinggal di perkotaan. Keadaan tersebut
(WC, tempat terbuka dan rehat). akan menimbulkan dampak yang sangat
Tekanan terhadap kawasan kota, besar terhadap kawasan kota (lihat
telah dan akan terus meningkat mengikuti gambar 1).
waktu dan ruang, terlebih lagi kepada Di Indonesia sejak tahun 1980
masa depan. Perkembangan kota yang hingga ke tahun 1990 (BPS, 2001) jumlah
kian pesat akan menyebabkan penduduk yang tinggal di perkotaan
pengurusan pelbagai persoalan kota. Hal meningkat yaitu 12.6 juta orang dan terus
ini menumbuhkan problema dan menjadi bertambah dengan perkiraan 9 persen.
sangat kompleks sehingga memerlukan Pertambahan ini jika ditarik rata-rata
rancangan yang holistik. Hal ini selama tahun itu tumbuh dengan tingkat
dibentangkan oleh Nilon (1999; 3-4), 5.36 persen setiap tahun. NUDS
Schwab (2000, 23-25); Mountford and (NUDS, 1995) juga berpendapat bahwa
Pesso (2000; 18-21). Dengan lain kata pertumbuhan penduduk terutama di luar
kasus ini ada di negara-negara Dunia pulau Jawa adalah lebih besar jika
Ketiga di mana industrinya tumbuh dan dibandingkan dengan di pulau Jawa.
berkembang dengan pesat. Lebih khusus Di Riau pada tahun 1980 (BPS,
lagi ialah daerah perkotaan terkait 1982) jumlah penduduk yang tinggal di
dengan pesatnya migrasi penduduk kawasan perkotaan adalah 27.12 persen
(Population Action International, 2000: dari semua penduduk yang ada. Jumlah
89-95), sama pula halnya seperti yang ini meningkat menjadi 31.67 persen pada
dikatakan oleh Bennet (2000, 82) dan tahun 1990(BPS, 1992), dan seterusnya
UNEP(2000,3). menjadi 34.36 persen pada tahun 1995
Pada tahun 1900, hanya 9 persen (BPS, 1996) dan menurut Hasil Sensus
penduduk dunia tinggal di kawasan kota. Penduduk tahun 2000 (BPS, 2002) telah
Jumlah penduduk kota bertambah mencapai 42 persen. Dalam masa lima
menjadi 40 persen pada tahun 1980, 50 tahun terdapat perubahan jumlah
persen pada tahun 2000 dan dijangka penduduk perkotaan. Pada tahun 1980,
akan mencapai jumlah 66 persen pada urbanisasi di Riau yang paling tinggi ialah
tahun 2025 (Mcintyre et.al, 200). di kota Pekanbaru. Ini diikuti oleh Pulau
Sebanyak 23 dari 25 kota-kota terbesar Batam dan kedudukan ketiga ialah

838 Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005


Kepulauan Riau, khususnya Pulau Bintan adalah sesuatu yang penting dan dapat
yaitu Kota Tanjungpinang. Pada tahun menimbulkan aktivitas-aktivitas yang
1990 terjadi peningkatan yang tinggi di berkaitan dengan kasus-kasus
kota-kota yang sedang berkembang kriminilatas. Todaro (1981, 1-3)
termasuklah Pulau Batam, menyebutkan bahwa adanya kebijakan
Tanjungpinang, Tanjung Uban (di Pulau mendasar pengembangan perkotaan
Bintan), Tanjungbalai Karimun dan yang dikuasai oleh pemerintah pusa
Tanjung Batu (Pulau Kundur) Dumai menyebabkan terjadinya urban bias.
dan Duri (di sekitar kawasan operasional Walaupun konsep urban bias ini banyak
P.T Caltex Pacific Indonesia). mendapat kritikan, namun menurut
Fenomena perkotaan di Riau Nasikun (1980) untuk kasus Indonesia
menunjukkan bahwa kebijakan sangat terkait dengan kualitas kehidupan
pembangunan di tingkat nasional dan loka penduduk kota yang menyerap tenaga
memaparkan perubahan demografis di kerja dalam sektor informal dibanding
mana terdapat peningkatan pertambahan dengan jumlah tenaga kerja yang tidak
penduduk yang tinggi pada semua kota- bekerja di bidang pertanian. Jelas sekali
kota di Indonesia. urban bias yang dimaksudkan di atas
Sebelumnya perbincangan tentang juga telah menimbulkan fenomena sosial
tingkat pertumbuan penduduk kota yang yaitu kemiskinan di perkotaan seperti
berlanjut meliputi pelbagai makna yang dibentangkan oleh Dorodjatun
khususnya kepada trend dan tingkat Kuntjoro Djakti (eds. 1981), ataupun oleh
urbanisasi di Riau. Dalam hal ini ia akan Chris Manning (eds. 1985) yang
mempengaruhi struktur beserta distribusi disebutnya dengan Over Urbanization
penduduk mengikuti umur, jenis kelamin, dan selaras dengan konsep urbanisasi
tenaga kerja. Sensus penduduk tahun semu (Pseudo Urbanization) seperti
2000 telah menunjukkan bahwa jumlah yang telah dikemukakan oleh McGee
penduduk kota-kota di Riau telah (dalam edisi Chrismanning, 1985).
meningkat dengan cepat. Faktor utama Perspektif Ekonomi
ialah adanya perubahan sistem yaitu dari Mc. Gee menyatakan bahwa dalam
sentralistik kepada sistem desentralisasi kaitan pertambahan penduduk kota,
atau Otonomi. Implikasinya ialah ramai penduduk yang hidup kepada
pihak pemerintah lokal (Provinsi) dan keadaan sub-marginal, dengan keadaan
Kabupaten/kota berpeluang untuk fisik rumah yang sesak dan tidak selesa.
mengatur dan membangun daerahnya Analisis Mc. Gee banyak bersandar
sendiri tanpa campur tangan kepada teori Geertz (1977: 28) tentang
pemerintah pusat. ciri dan struktur ekonomi kota. Pendapat
Lebih jauh ini bermakna, Mc.Gee adalah didasarkan atas aspek
perkembangan perkotaan di Riau superiority kota dalam menyediakan
tidaklah diikuti dengan perkembangan peluang pekerjaan serta pendapatan bagi
infrastruktur dan fasilitas sosial, sehingga migran yang berasal dari kampung,
tidak dapat mengimbangi keperluan karena adanya ciri ekonomi dualistic
masyarakat kota. Peluang pekerjaan bagi kota. Ini adalah berdasarkan kasus
penduduk yang meningkat di kota-kota Modjokuto yang di tulis Geertz dan di

839 Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005


pakai oleh Mc. Gee untuk menganalisis sangat besar dan tidak berkaitan satu
struktur ekonomi kota di negara-negara sama lain. Jenis ini berdasarkan kepada
Dunia Ketiga khususnya di Indonesia. aktivitas ekonomi kelompok-kelompok,
keberhubungan antara satu sama lain
Gambar1. berlangsung melalui aktivitas tukar
Bilangan dan Pentarafan Penduduk menukar sementara dalam jumlah yang
Bandar Raya Dunia Tahun 1980 relatif besar.
Kedua-dua bentuk ekonomi kota di
atas memperlihatkan perbedaan utama
dari segi peluang pekerjaan yang dapat
disediakan. Pada jenis ekonomi moderen
(sektor intensif modal) memaparkan out-
put tinggi, tetapi kemungkinan terdapat
hubungan dari segi peluang pekerjaan
terbatas, karena setiap pembaharuan
dalam sektor ini lazimnya berimplikasi
kepada keperluan buruh. Sebaliknya pada
jenis ekonomi bazaar, peluang pekerjaan
lebih tersedia. Jenis perekonomian
bazaar juga dapat menjadikan kota
berkemampuan untuk menyerap setiap
Dalam pemikiran McGee terdapat pendatang terutama di sektor informal.
perbedaan nyata dalam aktivitas ekonomi
kota di atas yaitu kegiatan ekonomi Gambar 2.
moderen (firma) dan jenis bazaar Jumlah Penduduk kota-kota di dunia 10
(tradisional). Geertz menyatakan dua juta keatas tahun 2000
bahagian ini saling terkait. Sektor
ekonomi pasar ialah jenis kegiatan
moderen dan merupakan suatu kegiatan
perekonomian yang terpusat dengan
kawalan ketat dari pelakunya, seperti
aktivitas perdagangan dan industrialisasi.
Selanjutnya melalui beberapa lembaga-
lembaga sosial yang mengurus berbagai
bidang pekerjaan, terutama dalam aspek-
aspek pengagihan (distributif) atau
produktif barang tertentu di kuasai oleh
para pelaku ini. Sedangkan aktivitas
kedua ialah sektor ekonomi bazaar
(tradisonal) iaitu kegiatan perdagangan
Suatu hal yang perlu digaris bawahkan
yang keseluruhannya terpecah-pecah
ialah penggunaan konsep Geertz yang di
dan tidak terstruktur dengan transaksi
gunakan Mc. Gee menyatakan bahwa
antara perorangan yang jumlahnya
sistem pasar tradisional (bazaar)

840 Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005


merupakan satu lembaga perekonomian perkembangan daerah perkotaan itu
dan gaya hidup (life style). Lebih jauh sendiri. Kesan tersebut dapat disebutkan
lagi ia merupakan suatu cara di mana bahwa itu disebabkan oleh kebijakan
aktivitas perdagangan dapat dimasuki pembangunan yang bersifat urban bias.
oleh semua lapisan dan segenap segi Sehubungan dengan uraian di atas,
kehidupan masyarakat. Selain daripada Evers (1982), Evers dan Koorf (2002)
kehidupan sosiokultural yang hampir telah menjelaskan bahwa urbanisasi lebih
lengkap, sistem bazaar juga mempunyai memfokuskan kepada dua aspek
peranan dalam kehidupan sosial serta perkotaan yaitu merujuk kepada keadaan
kultural penduduknya. Pasar mempunyai persentase penduduk yang tinggal di
kedudukan yang penting dalam kawasan kota dan merujuk kepada suatu
masyarakat yang memberi asas proses yaitu peningkatan jumlah
organisasi sosial dan struktural yang penduduk kota. Raharjo (1996)
utama secara keseluruhan. Ini menyatakan bahwa perkotaan ialah
termasuklah satu segregasi khas dalam suatu proses perubahan persen
aktivitas ekonomi yang sangat jelas penduduk yang bermastautin di kawasan
daripada pelbagai ikatan sosial non- kota. Batasan yang telah diberikan oleh
ekonomi yang ada. Dengan demikian Evers dan Rahardjo mewujudkan secara
tidak mengherankan bila sistem ini jelas bahawa didapati pertumbuhan
berlanjut sejalan dengan peradaban yang penduduk kawasan kota. Dengan begitu
masih ada dalam satu masyarakat secara apa yang dialami dan ditimbulkan oleh
luas. Dalam konteks ini penampungan perkotaan menimbulkan persoalan besar,
tenaga kerja yang terus meningkat dapat bukan sahaja terhad kepada penyediaan
berlangsung dan akan tetap berlangsung. keperluan asas, tetapi kewujudan
Keadaan seperti ini wujud di kota-kota kemiskinan di kota dan pengangguran.
besar dan sedang di Indonesia termasuk Hauser (1985) menguraikan bahwa
di Riau. perubahan persentase penduduk kota
Jika tingkat pertumbuhan penduduk sebagai akibat adanya urbanisasi.
kota pada akhir tahun 1980, dan Para ahli yang telah menyelidiki
dibandingkan dengan tahun 1961, urbanisasi di Dunia Ketiga, khususnya di
terdapat peningkatan 2,3 kali dari jumlah kawasan Asia Tenggara, seperti Todaro
penduduk antara tahun 1961-1980 (1985) telah menyatakan bahwa migrasi
(Pamudjo Rahardjo, 1986), maka proses yang berlangsung ke kota bertujuan untuk
perkembangan kota berlangsung pesat. memperoleh pendapatan yang lebih baik.
Hal ini dapat diperhatikan selama dekade Dasar pemikiran Todaro yaitu adanya
1970-1980 menunjukkan bahwa antara kelemahan utama dalam sistem ekonomi
tahun 1960-1970 merupakan perbaikan yang sangat mementingkan serta terlalu
sistem ekonomi Indonesia sehingga menekankan kepada kemajuan sektor
dampaknya dirasakan pada tahun 1970- moderen (industry) di kota. Schoorl
1980. Oleh karena berlakunya jurang (1982) pula menyebut: urbanisasi sebagai
(kesenjangan) hasil-hasil pembangunan suatu proses yang membawa semakin
antara kawasan kota dan di luar kota. ramainya penduduk suatu negara untuk
Perbedaan ini disebabkan oleh proses dan tinggal di pusat-pusat kota. Golscheider

841 Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005


(1985) pula berhujah bahwa perubahan perkembangan. Khususnya perkem-
penduduk kota berkait rapat dengan bangan kepada kesiapan mewujudkan
faktor migrasi. kesempatan kerja, keperluan enerji dan
Pelbagai pendapat di atas merujuk air bersih, pengangkutan, perumahan
kepada terjadinya perubahan dari segi yang manusiawi dan sehat, mengemas
jumlah penduduk di kota, yaitu dengan sampah secara cermat serta
adanya migrasi sebagai akibat perbedaan perencanaan untuk penataan kota yang
kebijakan dalam sistem ekonomi yang cemerlang. Selain daripada itu adalah
urban bias. Perkara lain ialah adanya infrastruktur yang buruk dan selalu
pengharapan untuk memperoleh tertinggal ketika pertumbuhan ekonomi
pendapatan yang lebih baik di kota seperti dan penduduk terus melejit namun
yang dikemukakan oleh Todaro substansi kota pada hakekatnya hanya
(expected income). Perkara ini pulalah fisik yang berkembang sebaliknya (non
menjadikan kota sebagai ajang perburuan fisik) semakin tidak menentu . Inilah yang
ekonomi yang sangat kuat untuk disebut dengan pseudo urbanization.
penduduk desa. Faktor penarik ini sejalan
pula dengan adanya faktor pendorong Rumusan
(push). Proses migrasi bagi Bogue 1. Konseptual kota dan perkotaan
(1973) melihat faktor-faktor penolak memerlukan perbincangan yang
dan penarik yang saling kait lebih spesifik. Maknanya ialah
mengkait. adanya perbedaan konsep perihal
Gilbert dan Gugler (1996) kota, kota besar serta fasilitas yang
mengemukakan bahwa urbanisasi mengiringi arti konseptualisasi
disebabkan adanya konsentrasi tersebut. Kasus di Indonesia
pembangunan melalui investasi dalam walaupun makna daripada konsep
satu ataupun dua kota besar. Hal ini perkotaan merujuk dan mengikut
bermakna munculnya kesenjangan kepada tingkat persentase jumlah
wilayah karena pelbagai potensi terus penduduk, jika dibandingkan dengan
mengalir ke kawasan kota tersebut dan negara-negara lain khususnya
kawasan lain yang lebih produktif negara-negara maju, didapati
menjadi tidak produktif. Secara beransur- perbedaan yang signifikan. Namun
angsur struktur spasial akan terarah urbanisasi yang terus berlangsung
kepada bentuk dualistik yang terdiri menempatkan kota-kota di
daripada pusat yang pembangunannya Indonesia sebagai pusat
cepat dan intensif, manakala pingggiran perkembangan.
tertinggal dengan ekonomi yang sama 2. Urbanisasi di Indonesia tidak diikuti
sekali tidak terkait dengan pusat, bersifat oleh pertumbuhan kesempatan
stagnan dan menurun. Kepada semua kerja. Hal ini menyebabkan
hal tersebut dapat disimpulkan bahwa urbanisasi memberikan corak
dari pelbagai kajian dan penyelidikan tersendiri yaitu menumbuhkan
mengacu kepada kasus demi kasus di kesesakan (density) yang polutif,
Indonesia, yang wujud adalah perumahan penduduk yang tidak
pertumbuhan, tetapi tidak sejalan dengan terkendali (terkontrol) dan minimnya

842 Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005


fasilitas umum seperti: air bersih, Evers and Korff, 2002. Urbanisme di Asia
enerji listrik, pengangkutan, drainase Tenggara, Jakarta, Yayasan Obor. P.2-
yang buruk, sampah yang tidak 4. Menjelaskan bahawa perkotaan jika
terkemas serta pelayanan kesehatan dilihat daripada ke-ruang-an, maka
Bandar-bandar utama (primat-cities)
yang buruk.
berubah menjadi metropolis yang
3. Berkaitan dengan hal di atas, memiliki keberkaitan dan
urbanisasi berhubung kait dengan keberhubungan sama besarnya dengan
kebijakan pembangunan. Keadaan negara itu sendiri.
ini sejalan dengan kebijakan yang
disebut dengan pro-growth Hauser, M. Philip, et.al., 1985, Penduduk dan
sehingga apa yang selama ini terjadi Masa Depan Perkotaan, dengan kata
di Indonesia adalah urban bias. pengantar Sri Pamudjo Rahardjo,
Sebab urbanisasi yang terjadi Jakarta. Yayasan Obor.
hanyalah merujuk kepada perubahan
Edgar, F. Borgatta and Marie L.Borgatta
persentase jumlah penduduk kota itu
(eds), 1992. Encyclopedia of Sociology,
sendiri. Volume IV, Macmillan Library Reference
4. Kepada semua hal di atas, daripada USA, Simon & Schuster Macmillan
pelbagai kajian dan penyelidikan Newyork, USA.
menurut kasus di Indonesia, yang
wujud adalah pertumbuhan, tetapi P.D.Milone,. Urban Areas in Indonesia:
tidak sejalan dengan perkembangan. Administrative and Census Concepts,
Khususnya perkembangan kepada Institute of Advanced Studies,
kesiapan mewujudkan kesempatan University of California, Berkeley, 1966:
kerja, keperluan enerji dan air bersih, 34. Pindaan daripada Milone ini berlaku
manakala Indonesia membuat kajian
pengangkutan, perumahan yang
untuk pengembangan Bandar-bandar
manusiawi dan sehat, mengemas Utama di Indonesia, sehingga lahirlah
sampah secara cermat serta apa yang dipanggil dengan NUDS iaitu:
perencanaan untuk penataan kota National Urban Development
yang cemerlang. Strategies, berlaku sebagai consultant
membangun serta mengemas Bandar-
Daftar Kepustakaan bandar raya Indonesia.

L.Wirth dalam edisi Shogo Koyano (editor) Nas, PJM, 1984. Kota di Dunia Ketiga.
1996. Pengkajian Tentang Urbanisasi Pengantar Sosiologi Perkotaan, jilid
di Asia Tenggara, Yogyakarta, Gadjah 1 dan 2. Jakarta, Bhratara Karya Aksara
Mada Univerity Press, p.3-8. Mengulas Press, pp (1) 3-12, (2) 9-16.
pelbagai penyelidikan Urbanisasi di
Dua Negara iaitu: Thailand dan Secha Alatas, 1988. Urbanisasi,
Indonesia. Urbanisasi di kedua negara Pertumbuhan Kota-kota Besar dan
ini dihubungkaitkannya dengan Sekitar Permasalahannya. Majalah
industrialisasi khususnya perubahan Demografi Indonesia (Indonesiaan
dari sektor pertanian kepada Journal Demography), nombor 30,
industrialisasi. Tahun ke XV Desember, pp VI 83-101.

843 Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005


Jakarta, Lembaga Demografi Fakultas and educations. Urban Ecosystems 3,
Ekonomi Universitas Indonesia 3-4.

Hope Testile Eldridge, 1956. The Processes Nasikun, 1980. Urbanisasi Berlebih, Involusi
of Urbanization. Dalam J.J. Spengler Perbandaran dan Radikalisme Politik
and O.D.Duncan (eds). Demographics di Negeri-negeri Berkembang.
Analysis. Glencoe, Free Press. Majalah Prisma no.6, Juni, II: 9-22.
Jakarta, LP3ES.
Rahimah Abdul Aziz dan Mohd Yusoff Ismail,
2002. Masyarakat Budaya dan Gilbert Alan & Gugler Josef , 1996. Urbanisasi
Perubahan, Kuala Lumpur, Penerbit dan Kemiskinan di Dunia Ketiga.
Universiti Kebangsaan Malaysia. Pp. Pengantar: Dr. Nasikun. Yogyakarta,
38-67 PT. Tiara Wacana Yogya, pp. 5-7

Sigit dan Astrid Soesanto, 1983. Sosiologi Bogue, DJ, 1973, Principle of Demography,
Pembangunan, Jakarta,Binacipta, p.132 New York: John Willey and Sons, Inc,
p.753
Biro Pusat Statistik Indonesia, 1996.
Penduduk Riau Hasil Survai Schwab J C. 2000. Using Planning to enhance
Penduduk Antar Sensus tahun 1995, the Urban Environment. Industries and
Jakarta. Biro Pusat Statistik Indonesia, Environment 23 (1-2), 22-25.
p. xix
Mountford D and Pesso C. Achieving
Todaro M.P. dan J. Stilkind, 1981. City and Sustainable Urban Development: from
Rural Neglect: The Dilemma of Urban brownfields to environmental
Development. New York: A Public management. Industri and Environment
Issues Paper of The Population Courcil. 23 (1-2). Halaman 18-21.

M.P. Todaro, 1985, Dilema Urbanisasi, Population Action International. 2000. Why
dalam Chris Manning dan Tadjudin Population Matters to Natural
Noer Effendi (penyunting), Urbanisasi, Resources. Fact Sheet 13. 1-2
Pengangguran dan sektor Informal di
Kota, Jakarta, Gramedia, p.7 Bennet A J. 2000. Environmental
consequences of increasing
Scoorl, JW, 1982, Modernisasi, Pengantar production: some current perspectives.
Sosiologi Pembangunan Negara Agriculture, Ecosystems and
Sedang Berkembang, di Indonesiakan Environment. Halaman 82, 89-95.
oleh RG. Soekadijo, Jakarta: Gramedia,
p.263 UNEP, 2000. Urbanization: meeting
environmental challenges. Industry and
Golscheider, Calvin, 1985, Populasi, Environment 23 (1-2), 3.
Modernisasi dan Struktur Sosial.
Jakarta. Rajawali Press, p.297 Mcintyre, N E, Knowles-Yánez K, and Hope D.
2000. Urban Ecology as an
Nilon C H, Berkowitz A R and Hollweg K S. interdisciplinary field: differences in the use
1999. Understanding Urban of “urban” between the social and natural
Ecosystems: A new frontier for science sciences.Urban Ecosystems 4, 5-24.

844 Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005


Sukopp H. 1998. Urban Ecology-Scientific M.P. Todaro dan J. Stilkind, 1981. City and
and Practical Aspects. In Breuste J, Rural Neglect: the Dilemma of Urban
Felmann H and Uhlmann O (Eds.). Development. New York: A Public
Urban Ecology. Germany. Springer- Issues Paper of The Population Courcil.
Verlaag, Germany, pp. 3-16. P.1
Dorodjatun
Badan Pusat Statistik Indonesia, 2001, Koentjoro-djakti dan Solaiman Soemardi
Analisis Perkembangan Ekonomi (eds), 1981. Kemiskinan di Perkotaan,
Indonesia, Jakarta, BPS Jakarta, LP3ES
Chris Manning & Tadjuddin Noer Effendi
National Urban Development Strategy (eds), 1985. Urbanisasi, Pengangguran
Project (NUDS), 1995, United Nation dan Sektor Informal di Kota, Jakarta,
Centre for Human Settlements and Yayasan Obor, pp.ix-xv
Ministry of Public Works: Jakarta. Ialah
consultant yang dipakai oleh Indonesia Geertz, Clifford, 1977. Penjaja dan Raja,
untuk membina Bandar-bandar raya Perubahan sosial dan Modernisasi
yang ada di Indonesia. Ekonomi di Dua Kota Indonesia.
Diterjemahkan oleh S. Supomo, Edisi
Biro Pusat Statistik Indonesia, 1982. pertama. Jakarta: Gramedia, p.28
Penduduk Riau Hasil Sensus
Penduduk Tahun 1980. Jakarta Seri S.2. Sri Pamudjo Rahardjo, 1986, Pola Urbanisasi
BPS. dan Implikasi Kebijaksanaan Perkotaan
di Indonesia, dalam Kartomo
Biro Pusat Statistik Indonesia, 1992. Wirosuhardjo, dkk, Kebijaksanaan
Penduduk Riau Hasil Sensus Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Penduduk Tahun 1990. Jakarta. Seri di Indonesia, Jakarta. Lembaga Penerbit
S.2.04, BPS. FE.UI, p. 235

Biro Pusat Statistik Indonesia, 1996. Evers, Hans-Dieter & Rudiger Korff, 2002.
Penduduk Riau Hasil Survai Urbanisme di Asia Tenggara. Makna
Penduduk Antar Sensus 1995. Jakarta. dan Kekuasaan dalam Ruang-ruang
Seri Supas, BPS. Sosial. Jakarta, Yayasan Obor Evers,
Hans-Dieter, 1982, Sosiologi
Biro Pusat Statistik Indonesia, 1002. Perkotaan, Urbanisasi dan Sengketa
Penduduk Riau Hasil Sensus Tanah di Indonesia dan Malay-sia,
Penduduk Tahun 2000. Pekanbaru. Seri Jakarta. LP3ES.
Sensus Lengkap, BPS.

845 Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005

You might also like