You are on page 1of 21

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/312755248

ANALISIS JUMLAH MINYAK JELANTAH YANG DIHASILKAN MASYARAKAT DI


WILAYAH JABODETABEK

Article · January 2017

CITATIONS READS

0 3,221

2 authors, including:

Medeline Citra Vanessa


Surya University
3 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

TURBIN ANGIN HYBRID MODEL SAVONIUS DAN DARRIEUS View project

Pemakaian Minyak Jelantah Masyarakat Jabodetabek View project

All content following this page was uploaded by Medeline Citra Vanessa on 25 January 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ANALISIS JUMLAH MINYAK JELANTAH YANG DIHASILKAN
MASYARAKAT DI WILAYAH JABODETABEK

Medeline Citra Vanessa¹, Jihan Mutia F. Bouta²


Surya University
Tangerang, Banten 15810

1. Physics Energy Engineering, medeline.vanessa15@student.surya.ac.id


2.Green Economy, jihanmutiabouta@gmail.com

ABSTRACT
Used cooking oil is one of the household waste that can pollute the environment. Used
cooking oil can be managed and utilized into biodiesel fuel. Agencies from biodiesel while it was
difficult to find used cooking oil as a raw material for biodiesel itself. Therefore in this study aims to
present data on the use of cooking oil Jabodetabek society, community feedback regarding the collection
of used cooking oil collection systems as well as what the public wants. This data can be used later as a
basis for making cooking oil collection system on a mass scale in the Greater Jakarta area, which will
be processed into biodiesel. This research was conducted using questionnaires and interviews. The
population survey is community Jabodetabek area with a total sample of 163 respondents. The result is
the average amount of cooking oil use Jabodetabek community each family per week is ± 1 liter; of the
total 77 respondents who cook every day 79% said used cooking oil need to be removed in a special
place, and 77% said they are willing to leave voluntarily used cooking oil; all respondents want the
system provided a special place in their home and taken by officers once a week.
Keywords: used cooking oil, biodiesel

ABSTRAK
Minyak jelantah merupakan salah satu limbah rumah tangga yang dapat mencemari lingkungan.
Minyak jelantah dapat dikelola dan dimanfaatkan menjadi bahan bakar biodiesel. Instansi pengelola
biodiesel sementara itu kesulitan untuk mencari minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel itu
sendiri. Untuk itu dalam penelitian ini bertujuan menghadirkan data penggunaan minyak goreng
masyarakat Jabodetabek, tanggapan masyarakat mengenai pengumpulan minyak jelantah serta sistem
pengumpulan seperti apa yang dinginkan masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
kuisioner dan wawancara. Populasi survey adalah masyarakat wilayah Jabodetabek dengan total sampel
163 responden. Hasil penelitian didapat jumlah rata-rata penggunaan minyak goreng masyarakat
Jabodetabek setiap kepala keluarga per minggunya adalah ± 1 liter; dari total 77 responden yang
memasak setiap harinya 79% menyatakan minyak jelantah perlu dibuang di tempat khusus dan 77%

1
menyatakan bersedia memberikan minyak jelantah mereka secara sukarela; semua responden
menginginkan sistem disediakan tempat khusus di rumah mereka dan diambil oleh petugas satu minggu
sekali.
Kata kunci: minyak jelantah, biodiesel,

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencemaran lingkungan di Indonesia akibat buruknya pengolahan sampah berada pada tingkat
yang mengkhawatirkan. (Bebasari, 2007). Pencemaran ini melingkupi pencemaran air, tanah. dan udara.
Tidak dapat dipungkiri, hal ini disebabkan oleh pesatnya laju pertumbuhan penduduk yang sebanding
dengan produksi sampah. Jabodetabek sebagai wilayah terpadat (Statistik Kepadatan Penduduk, 2000-
2014) menyumbang 10.000-15.00 ton sampah per harinya ke TPA dengan Jakarta sebesar 6500 ton dan
Tangerang 1000 ton. (Statistik KNLH, 2008). Sampah-sampah tersebut paling banyak berasal dari
limbah rumah tangga (Sani, 2014) dan 54 % dari sampah tersebut adalah sampah organik.
(Waste4change, 2015). Limbah rumah tangga tidak hanya berakhir di TPA tetapi limbah-limbah cair
berakhir di aliran air yang menuju sungai. Sehingga upaya pengolahan limbah rumah tangga dengan
baik merupakan hal yang penting dilakukan agar dapat mengurangi tingkat pencemaran lingkungan.
Salah satu limbah rumah tangga yang harus dikelola adalah limbah minyak jelantah. Sebagai
salah satu limbah rumah tangga yang bersifat organik, minyak jelantah dapat dimanfaatkan atau diolah
menjadi bentuk lain yang bernilai ekonomis dan tidak mencemari lingkungan. Seperti halnya yang
dilakukan oleh beberapa instansi yang telah bergerak untuk menyelamatkan lingkungan dan
memanfaatkan minyak jelantah, contohnya Center of Certification Surya Research Center (CIC SURE)
Tangerang dan Lengis Hijau di Bali. Minyak jelantah tersebut dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar
biodiesel dengan proses esterifikasi. Peneliti telah melakukan konsultasi dengan pimpinan CIC SURE
dan didapat beberapa kendala dalam proses produksi minyak jelantah menjadi biodiesel tersebut. Di
antaranya adalah sulitnya mendapat bahan baku minyak jelantah itu sendiri. Pihak CIC SURE telah
mengupayakan membeli minyak jelantah di pedagang- pedagang gorengan dan beberapa restoran cepat
saji untuk membeli minyak jelantah mereka. Namun minyak jelantah tersebut biasanya telah di jual ke
pengepul untuk diolah dan dijual kembali menjadi minyak goreng lagi. Dalam penelitian ini peneliti
melihat bahwa solusi dari permasalahan limbah rumah tangga dan ketersediaan bahan baku minyak
jelantah untuk biodiesel dapat saling berkaitan dan ditemukan solusinya. Limbah minyak jelantah rumah
tangga dapat dikumpulkan dan dimanfaatkan menjadi biodiesel. Untuk itu perlu diadakan penelitian
tentang tanggapan masyarakat mengenai pengumpulan minyak jelantah dan sistem pengumpulan seperti
apa yang masyarakat inginkan.
.

2
1.2 Rumusan Masalah
 Berapa banyak rata-rata penggunaan minyak dalam seminggu oleh masyarakat di wilayah
Jabodetabek?
 Berapa banyak potensi minyak jelantah yang dapat dihasilkan per minggu melalui penggunaan
minyak goreng masyarakat di wilayah Jabodetabek?
 Bagaimana tanggapan masyarakat tentang pengumpulan limbah minyak jelantah?
 Bagaimana sistem pengumpulan minyak jelantah yang diinginkan masyarakat?

1.3 Tujuan Penelitian


 Mendapatkan data jumlah rata-rata limbah minyak jelantah yang dihasilkan masyarakat
 Mengetahui tanggapan masyarakat tentang seberapa perlu diadakan tempat pembuangan khusus
untuk limbah minyak jelantah
 Dapat memfasilitasi pengumpulan minyak jelantah sesuai sistem yang diinginkan oleh
masyarakat

2. KERANGKA TEORI
2.1 Pencemaran lingkungan akibat limbah rumah tangga.

Limbah rumah tangga dapat dibagi menjadi dua yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah
cair domestik atau air limbah rumah tangga merupakan buangan manusia (tinja dan air seni) dan sullage,
yaitu air limbah yang dihasilkan kamar mandi, pencucian pakaian dan alat-alat dapur serta kegiatan
rumah tangga lainnya (Sugiharto, 1987). Sedangkan limbah padat adalah semua sampah yang
ditimbulkan dari aktivitas manusia yang berbentuk padat dan dibuang sebagai bahan yang tidak berguna
atau tidak diinginkan (Putri, 2009). Limbah padat rumah tangga dapat berupa sampah organik sisa-sisa
makanan dan sampah anorganik seperti plastik, tissue, kertas, kaca, logam dll. Menurut penelitian Flint
(1992), komposisi limbah domestik adalah : lemak (33%), Protein (25 %), selulosa 8%), lignin (6%),
abu (20%) dengan nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) berkisar antara 275-3000 ppm. Tingginya
kadar BOD dan COD (Chemical Oxygen Demand) ini menunjukkan adanya pencemaran lingkungan
yang dihasilkan oleh aktivitas rumah tangga (Alaerts, 1987)
Limbah-limbah rumah tangga tersebut sebagian terangkut ke TPA, mengalir di saluran air, atau
bahkan limbah mengontaminasi udara akibat proses pembakaran. TPA di Indonesia bersistem open
damping atau dibiarkan begitu saja di suatu tempat terbuka tanpa ada perlakuan apa pun. Sistem
pengelolaan sampah di TPA tersebut pastinya akan lambat terurai sehingga sampah terus menumpuk
dan mengontaminasi tanah. Sementara limbah rumah tangga yang mengalir di saluran air akan bermuara
ke sungai dan akan mencemari perairan dengan dampak biota yang menetap di sungai akan tereliminasi
atau bahkan punah, menimbulkan kekeruhan dan mengurangi penetrasi cahaya matahari bagi biota foto

3
sintetik, dan air yang terkontaminasi tersebut dapat membawa berbagai macam penyakit bagi manusia
(Santoso, 2014).

2.2 Minyak Jelantah


Minyak goreng bekas atau minyak jelantah adalah minyak makan nabati yang telah digunakan
untuk menggoreng dan biasanya dibuang setelah warna minyak berubah menjadi coklat tua (Mahreni,
2010). Selama proses pemanasan, proses fisika-kimia pada minyak akan berubah. Minyak jelantah yang
digunakan berulah kali bila ditinjau dari komposisi kimianya mengandung senyawa yang bersifat
kasinogenik seperti peroksida, epioksida, dan lain-lain. Senyawa-senyawa tersebut dapat berdampak
buruk bagi kesehatan manusia (Julianus, 2006). Secara fisis minyak jelantah memiliki ciri-ciri warna
coklat-kekuningan, berbau tengik, dan terdapat endapan. (Geminastiti, 2012) Semakin banyak
pengulangan pemakaian pada minyak jelantah akan membuat warna minyak semakin gelap dan sifat
kimianya pun akan berubah.
Berikut merupakan hasil penelitian Jimoh mengenai kandungan yang terkandung dalam minyak
jelantah dibandingkan dengan standar AOCS (American Oil Chemists’ Society) untuk minyak goreng.
Tabel 1.Perbandingan Kandungan Minyak Jelantah dengan Standar AOCS
Kandungan Satuan Hasil Penelitian Standar AOCS
Specific Gravity - 0.911 0.915𝑚𝑎𝑥
Masa jenis g/𝑐𝑚3 0.946 0.98𝑚𝑎𝑥
Kadar air % 23.50 -
Kadar iodin 𝑔𝑙2 /100 g 86.00 100𝑚𝑎𝑥
Kadar asam mgKOH/g 3.142 3.0𝑚𝑎𝑥
Kadar saponifikassi mgKOH/g 194.14 195𝑚𝑎𝑥
Kadar tidak tersaponifikasi % 1.72 1.0𝑚𝑎𝑥
Asam lemak bebas % 1.571 < 1.0𝑚𝑎𝑥
Viskositas pada 25 C 𝑚𝑚2 /s - -
Index Refraktif - 1.461 -

2.3 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan yang diproduksi dari metanol dan minyak nabati,
lemak hewani, dan daur ulang minyak jelantah (U.S. Department of Energy, 2006). Biodiesel adalah
salah satu energi alternatif yang dapat dimanfaatkan di tengah peningkatan kebutuhan bahan bakar dan
menipisnya cadangan minyak bumi. Sesuai Kebijakan Energi Nasional (KEN), Indonesia pada tahun
2010 ditargetkan menggunakan renewable energy sebanyak 5 % dari kebutuhan total dan pada tahun
2025 ditargetkan dapat meningkat hingga 23%. Untuk itu pemerintah sedang gencar-gencarnya
mempersiapkan dan membangun pembangkit listrik terbarukan di seluruh wilayah di Indonesia.

4
Produksi biodiesel berbahan dasar minyak jelantah memiliki prospek yang menjanjikan karena selain
dapat memanfaatkan limbah dan mengurangi pencemaran, bahan baku minyak jelantah merupakan
bahan baku paling murah untuk produksi biodiesel. Berikut perbandingan harga rata-rata bahan baku
internasional dalam produksi biodiesel tahun 2007 dalam US$/ton.
Tabel 2. Perbandingan Harga Jenis Bahan Baku Biodiesel
Jenis Feedstock Price
Crude Palm Oil 703
Rapesees Oil 824
Soybean 771
Waste Cooking Oil 224
Yellow Grease 412
(Demirbas, 2009)
Keuntungan penggunaan bahan bakar biodiesel yaitu biodiesel merupakan bahan bakar
biodegradable, dapat mudah dicampur dengan diesel konvensional, mengurangi ketergantungan
terhadap bahan bakar fosil, meningkatkan keamanan dan kemandirian energi, melepaskan lebih sedikit
emisi dari pada bahan bakar lain, serta tidak memiliki kandungan sulfur sehingga tidak memberikan
kontribusi terhadap pembentukan hujan asam. Berikut perbandingan Fatty Acid Methyl Ester (FAME)
atau biodiesel dengan Solar.
Tabel 3. Perbandingan Emisi FAME dan Solar
Emisi FAME Solar
NO (ppm) 1005,8 1070
CH (ppm) 13,7 18,4
Partikulat/ debu 0,5 0,93
𝑆𝑂2 Tidak ada Ada
(Paryanto,2010)
Kekurangan biodiesel yaitu harga produksi biodiesel yang masih tinggi sehingga harga jual
lebih tinggi dari pada diesel konvensional, rentan terhadap kontaminasi air sehingga bisa menyebabkan
korosi, filter rusak, pitting di piston, biodiesel murni memiliki masalah signifikan terhadap suhu rendah
(IndoEnergi, 2013).
Standar mutu biodiesel di Indonesia telah ditetapkan oleh pemerintah sesuai SNI-04-7182-2006
yang mengacu pada Standar Mutu Biodiesel di AS, Eropa dan Australia namun juga memperhatikan
kondisi Indonesia. Berikut merupakan persyaratan mutu Biodiesel Indonesia
Tabel 4. Persyaratan Mutu Biodiesel Indonesia
Parameter Satuan Batas Nilai
Massa Jenis 40ᵒC, kg/𝑚3 850-890
Viskositas Kinematic 40ᵒC, 𝑚𝑚2 /𝑠 (cSt) 2,3-6,0

5
Angka Setana 51𝑚𝑖𝑛
Titik Nyala ᵒC 100𝑚𝑖𝑛
Titik Kabut ᵒC 18𝑚𝑎𝑥
Residu Karbon %-b Dalam contoh asli 0,05𝑚𝑎𝑥
%-b Dalam 10% ampas distilasi 0,3𝑚𝑎𝑥
Air dan sedimen %-vol 0,05𝑚𝑎𝑥
Temperatur distilasi 90%, ᵒC 360𝑚𝑎𝑥
Abu tersulfatkan %-b 0,02𝑚𝑎𝑥
Belerang Mg/kg 100𝑚𝑎𝑥
Fosfor Ppm-b (mg/kg) 10𝑚𝑎𝑥
Angka Asam Mg-KOH/g 0,8𝑚𝑎𝑥
Gliserol Bebas %-b 0,02𝑚𝑎𝑥
Gliserol Total %-b 0,24𝑚𝑎𝑥
Kadar Ester Alkil %-b 96,5𝑚𝑖𝑛
Angka iodium %-b (g-12/100g) 115𝑚𝑎𝑥
(Julianus, 2006)

3. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dikarenakan penelitian ini ingin mengkaji fenomena
sosial yang terjadi di masyarakat berupa perilaku pembuangan minyak jelantah masyarakat di daerah
Jabodetabek. Wilayah Jabodetabek dipilih sebagai wilayah sampel dikarenakan wilayah-wilayah ini
merupakan wilayah dengan tingkat penduduk yang tinggi. Sesuai dengan teori Thomas Malthus populasi
penduduk yang tinggi akan meningkatkan permintaan kebutuhan pangan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakatnya yang semakin bertambah (Malthus, 1798). Dengan tingkat populasi yang cukup tinggi
maka diyakini wilayah Jabodetabek memiliki tingkat permintaan pangan yang tinggi, maka diasumsikan
kegiatan memasak sering dilakukan di wilayah-wilayah tersebut. Selain itu pemilihan Jabodetabek
sebagai wilayah sampel dikarenakan konsumsi minyak goreng di wilayah ini terbilang cukup tinggi,
konsumsi minyak goreng per kapita per tahun di wilayah ini adalah sebesar 10,4 kg. Sehingga dapat
diasumsikan kegiatan memasak di wilayah Jabodetabek menggunakan minyak goreng dalam kegiatan
memasak tersebut.

Dikarenakan penelitian ini bersifat deskriptif, maka teknik pengambilan jumlah sampel adalah
sebesar 100 sampel yang mengikuti teori acuan penentuan jumlah sampel dari Roscoe (1975) yang
menyebutkan jumlah sampel yang paling baik untuk kebanyakan penelitian adalah sebesar lebih dari 30
dan kurang dari 500 sampel (Roscoe, 1975). Adapun dalam penelitian ini didapatkan jumlah sampel
sebesar 163 responden.

6
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Data Sosial dan Demografis Responden

Analisis awal yang dilakukan adalah berkaitan dengan data sosial dari responden. Setiap
responden mengisi pertanyaan demografis usia, jenis kelamin, dan tempat tinggal. Pertanyaan
demografis ini bertujuan untuk dapat memetakan karakteristik dari responden. Berikut uraian data sosial
dan demografis dari responden.

4.1.1 Usia

Dari semua responden yang berjumlah 163 orang, 154 di antaranya memiliki rentang usia 18
tahun hingga 40 tahun, sedangkan 4 orang di bawah 18 tahun, 5 orang memiliki rentang usia 41-60 tahun
dan tidak ada responden yang berumur di atas 60 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian responden
merupakan masyarakat di kategori usia produktif. Berikut diagram yang menunjukkan ragam usia
responden:

Gambar 1. Usia Responden

4.1.2 Jenis Kelamin

Berikutnya adalah jenis kelamin dari responden. Berikut diagram yang menunjukkan persentase
jenis kelamin dari responden.

7
Gambar 2. Jenis Kelamin Responden

Dari diagram di atas dapat diketahui sebanyak 95 responden atau 58% adalah perempuan dan
sisanya yakni sejumlah 68 responden dengan persentase 48% adalah laki-laki. Meskipun mayoritas
dari responden adalah perempuan namun selisih persentase antara perempuan dan laki-laki tidak
jauh.

4.1.3 Domisili Responden

Selanjutnya dilihat daerah domisili dari para responden. Berikut diagram yang menunjukkan
domisili dari para responden.

Gambar 3. Domisili Responden


Dari diagram di atas sebanyak 112 orang responden berdomisili di Tangerang, 29 responden di
Jakarta, 15 responden di Bogor, 2 responden di Depok, dan 5 responden berdomisili di daerah Bekasi.
Dengan demikian responden mayoritas berasal dari Tangerang .

4.2 Analisis Penggunaan Minyak Goreng dan Estimasi Minyak Jelantah yang
Dihasilkan

8
Analisis selanjutnya berkaitan dengan data penggunaan minyak goreng di kawasan
Jabodetabek serta dilakukan estimasi minyak jelantah yang dihasilkan melalui penggunaan
minyak goreng tersebut berdasarkan hasil kuesioner yang diperoleh. Berikut gambaran
penggunaan minyak goreng masyarakat daerah Jabodetabek

4.2.1 Data Masyarakat yang Melakukan Kegiatan Memasak Setiap Hari

Berikut diagram yang menggambarkan persentase masyarakat yang melakukan kegiatan


memasak di setiap hari.

Masyarakat Yang Melakukan


Kegiatan Memasak Setiap Hari

Ya
86, 53% 77, 47%
Tidak

Gambar 4. Persentase Keluarga yang Melakukan Kegiatan Memasak Setiap Hari

Dari seluruh responden survey, 53 % atau sebanyak 86 responden tidak ada anggota dalam
rumahnya yang bertugas memasak sehari-hari, dengan kata lain kelompok masyarakat ini tidak
melakukan kegiatan memasak setiap hari. Dari hasil kuesioner juga dapat dilihat sebanyak 47%
masyarakat di daerah Jabodetabek di tempat tinggal mereka terdapat anggota yang bertugas untuk
memasak. Dari data tersebut bisa dikatakan sebesar 47% keluarga di wilayah Jabodetabek melakukan
kegiatan memasak setiap hari di rumahnya. Dari 47% responden yang memiliki anggota yang bertugas
memasak sehari-hari tersebut, paling banyak kegiatan memasak dilakukan 2 kali sehari dengan
persentase sebesar 53%. Sisanya sebanyak 22% responden melakukan kegiatan memasak 1 kali, 12%
responden memasak sebanyak 3 kali sehari dan 13 % responden memasak lebih dari 3 kali.
Jika dilakukan estimasi, dari sekitar 4.102.270 jumlah keluarga di daerah Jabodetabek ada
sebanyak 1.928.067 keluarga yang melakukan kegiatan memasak setiap harinya (47% dari 4.102.270)

4.2.2 Penggunaan Minyak Goreng dalam Kegiatan Memasak

Di dalam kuesioner, responden ditanya apakah memakai minyak goreng dalam


kegiatan memasaknya. Hasilnya digambarkan melalui diagram berikut:

9
Penggunaan Minyak Goreng pada
Kegiatan Memasak

0, 0%

Pernah
Tidak
77, 100%

Gambar 5. Penggunaan Minyak Goreng pada Kegiatan Memasak

Dari diagram di atas diketahui bahwa 100% responden diketahui pernah dan sering
menggunakan minyak goreng dalam kegiatan memasak mereka. Berdasarkan hasil kuesioner
pula didapatkan bahwa sebayak 83 responden yang menggunakan minyak goreng dalam
kegiatan memasaknya menggunakan kembali minyak goreng yang telah dipakai. Adapun rata-
rata pemakaian ulang minyak goreng adalah sebanyak 2 kali penggunaan ulang. Dengan
penggunaan minyak goreng dengan intensitas pemakaian ulang pada tingkat tersebut dapat
dikatakan minyak goreng yang digunakan sudah berada pada kadar yang cukup jenuh
(pemakaian ulang sebanyak dua kali berarti minyak goreng dipakai sebanyak tiga kali). Hal ini
disebabkan oleh karena minyak goreng yang dipakai sudah dipanaskan berulang-ulang
sehingga dapat menghasilkan lemak jenuh dan zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan.

4.2.3 Minyak Goreng yang digunakan Per Minggu

Dari hasil kuesioner didapatkan jumlah pemakaian minyak goreng per minggu yang
digambarkan melalui diagram di bawah ini:

10
Jumlah Penggunaan Minyak Goreng Per
Minggu

0%
7% kurang dari 1 liter

32% 1-2 liter


61% 2-3 liter
lebih dari 3 liter

Gambar 6. Penggunaan Minyak Goreng Per minggu Per Keluarga

Dari data di atas diketahui paling banyak menggunakan minyak goreng kurang dari 1 liter per
minggu. Dari data yang ada ditemukan pemakaian minyak goreng rata-rata adalah sebanyak 0,98 liter
per minggu per keluarga. Ini berarti keluarga yang melakukan kegiatan masak-memasak tiap hari
menghasilkan limbah minyak jelantah sebanyak 1.889.506 liter atau sebanyak 1.889,506 ton per minggu
(1.928.067 x 0,98).

4.2.4 Pembuangan Minyak Jelantah

Dari hasil kuesioner diketahui pembuangan minyak jelantah bekas pakai adalah sebagai
berikut:

Pembuangan Minyak Jelantah

tempat sampah

0%
selokan
6% 4%
tanah
51%
39%
dijual

lain-lain
(diberikan ke
PRT)

Gambar 7. Pembuangan Minyak Jelantah

11
Dari data di atas diketahui bahwa ada sebanyak 45% minyak jelantah dibuang di selokan dan
ke tanah. Ini berarti dari 1,889 ton limbah minyak jelantah, sebanyak 850,278 ton minyak jelantah yang
mencemari air dan tanah di wilayah Jabodetabek. Berdasarkan olahan data tersebut tidak mengherankan
jika Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta mengklaim hanya 3% badan air di
daerah Jabodetabek yang memenuhi standar baku mutu lingkungan. Hal ini tidak lain dikarenakan
pencemaran air yang terjadi di wilayah Jabodetabek yang telah berada pada titik krisis, yakni
ditunjukkan dengan jumlah pencemaran minyak jelantah ke lingkungan sebanyak 850 ton per minggu
berdasarkan penelitian ini.
Berdasarkan pernyataan dari The Guardian setiap 10 ton minyak goreng bekas pakai yang
dibuang ke lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu, membutuhkan biaya perbaikan lingkungan sebesar
$600.000,00 atau sekitar Rp7,2 miliar rupiah. Ini berarti tingkat pencemaran yang diakibatkan oleh
pembuangan minyak jelantah ke lingkungan di daerah Jabodetabek akan menghasilkan biaya perbaikan
lingkungan sebesar $5.100.000.000 atau sekitar Rp61,2 miliar rupiah per minggu, biaya yang sangat
besar hanya untuk mengatasi tingkat pencemaran yang diakibatkan oleh minyak jelantah.
Dari analisis jumlah penggunaan minyak goreng yang telah dilakukan maka didapatkan bahwa
ketersediaan suatu sistem pengumpulan minyak goreng bekas pakai (minyak jelantah) sangat
dibutuhkan untuk mengatasi pencemaran dari minyak jelantah ini.

4.3 Analisis Kebutuhan Sistem Pembuangan Minyak Jelantah di Wilayah


Jabodetabek
Setelah melakukan analisis penggunaan minyak goreng dan minyak jelantah yang dihasilkan,
dalam kuesioner yang dibagikan juga berusaha mencari tahu seberapa besar kesadaran masyarakat akan
pentingnya sistem khusus untuk mengumpulkan minyak jelantah untuk mengurangi kerugian
lingkungan yang berpotensi dihasilkan. Berikut hasil yang didapatkan

4.3.1 Kesediaan Masyarakat untuk Mengumpulkan Minyak Jelantah


Dalam kuesioner ditanyakan apakah responden bersedia untuk mengumpulkan minyak
jelantah bekas pakai dari kegiatan memasak di tempat tinggal mereka. Berikut diagram yang
menggambarkan hasil yang diperoleh:

12
Kesediaan Masyarakat Untuk
Mengumpulkan Minyak Jelantah

3, 5%
bersedia (dengan
11, 18% sukarela)
bersedia jika ada
imbalan
tidak bersedia
47, 77%

Gambar 7. Pembuangan Minyak Jelantah

Dari data di atas diketahui sebanyak 95% responden menyatakan kesediaannya untuk
mengumpulkan minyak jelantah di satu tempat khusus, baik dengan sukarela (sebanyak 77%) maupun
dengan mensyaratkan imbalan (sebayak 18%). Di sisi lain masih terdapat 5% masyarakat yang tidak
ingin mengumpulkan minyak jelantah yang mereka gunakan. Adapun sedia atau tidaknya masyarakat
untuk mengumpulkan minyak jelantah didasari oleh beberapa alasan. Berikut diagram yang
menunjukkan alasan-alasan responden.

Alasan Bersedia untuk Mengumpulkan Minyak Jelantah

lain-lain

dibutuhkan tempat khusus

sulit terurai

Agar bisa di manfaatkan

Agar tidak menjadi limbah

0 5 10 15 20 25 30

Gambar 8. Alasan Bersedia untuk Mengumpulkan Minyak Jelantah

Alasan masyarakat bersedia untuk mengumpulkan minyak goreng bekas pakai adalah karena
alasan kepentingan lingkungan seperti 1) Menghindari penciptaan limbah di lingkungan, 2) Dikarenakan
minyak jelantah akan sulit terurai di lingkungan. Adapun alasan lain dari kesediaan masyarakat adalah

13
3) Agar minyak dapat dimanfaatkan kembali dan 4) Beberapa responden merasa memang membutuhkan
tempat khusus pembuangan limbah minyak jelantah.
Selanjutnya berikut alasan-alasan responden yang tidak ingin mengumpulkan minya jelantah
dari hasil kegiatan mereka.

Alasan Tidak Bersedia untuk Mengumpulkan Minyak


Jelantah

bisa terurai
tidak penting
Tidak tahu dampaknya
Merepotkan

0 0.5 1 1.5 2 2.5


Alasan Tidak

Gambar 9. Alasan Tidak Bersedia untuk Mengumpulkan Minyak Jelantah

Dari diagram di atas diketahui alasan-alasan menolak untuk mengumpulkan minyak


jelantah paling sering dikarenakan para responden belum mengetahui dampak lingkungan yang
dihasilkan dari pembuangan minyak jelantah secara sembarangan.

Dalam kuesioner ini juga ditanyakan bentuk kompensasi apa yang diinginkan oleh para
responden agar mereka mau untuk memberikan minyak jelantah bekas dari kegiatan memasak
mereka. Berikut hasilnya

Sistem Pengumpulan Minyak yang Diinginkan

1, 2% Disediakan tempat dan


0, 0% diambil seminggu
sekali oleh petugas
Mengantar sendiri ke
tempat pengumpulan

lain-lain
60, 98%

Gambar 10. Sistem Pengumpulan Minyak yang Diinginkan

14
Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa responden lebih memilih sistem
pengumpulan minyak jelantah adalah dengan dijemput di kediaman mereka daripada harus
pergi ke tempat yang telah disediakan.

Di kuesioner juga ditanyakan bagaimana sistem yang diinginkan para responden yang
ingin mengumpulkan minyak jelantahnya. Berikut adalah hasil yang diperoleh:

Kompensasi yang diharapkan Responden agar dapat


ditukarkan dengan Minyak Jelantah Bekas Pakai

4% Uang

40%
Bahan hasil olahan
minyak jelantah
56%
lain-lain

Gambar 10. Kompensasi yang diharapkan Responden

Dari diagram yang disajikan sebanyak 56% responden mengharapkan kompensasi


berupa produk hasil olahan dari minyak jelantah yang akan digunakan untuk keperluan rumah
tangga yang lainnya

Dari uraian pembahasan maka diketahui bahwa kadar pencemaran dari minyak jelantah
di wilayah Jabodetabek sudah pada tahap yang sangat mengkhawatirkan, dari pihak masyarakat
juga sudah menyadari bahwa sangat perlu adanya suatu sistem yang bisa digunakan untuk
mengumpulkan minyak jelantah hasil dari kegiatan memasak mereka. Maka dapat disimpulkan
bahwa Perlu dibuat suatu sistem pengumpulan minyak jelantah di daerah Jabodetabek terkhusus
di wilayah Tangerang, mengingat sebagian besar responden adalah masyarakat di daerah
Tangerang.

15
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Jumlah rata-rata minyak goreng yang digunakan masyarakat per minggu adalah 0,98 liter.
2. Dari hasil survey yang dilakukan ditemukan bahwa sebanyak 1.889,506 ton minyak
jelantah dibuang di selokan dan tanah di tiap minggunya.
3. Sebanyak 79% Responden menyatakan bahwa minyak goreng bekas perlu dibuang di
suatu tempat khusus dengan alasan terbanyak yaitu karena minyak goreng bekas
merupakan limbah yang mencemari lingkungan.
4. Dari seluruh responden yang bersedia untuk mengumpulkan minyak goreng bekas
pakainya, sebanyak 98% menginginkan sistem pengumpulan minyak jelantah dengan cara
disediakan suatu tempat khusus bagi mereka untuk menaruh minyak jelantah yang
kemudian akan dijemput oleh petugas pengumpul minyak jelantah.

5.2 Saran
Penelitian ini merupakan tahap awal dalam mengetahui tanggapan masyarakat perumahan
wilayah Jabodetabek mengenai pengumpulan minyak jelantah serta sistem pengumpulan yang
mereka inginkan. Untuk itu masih banyak perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan ke depannya
untuk menyempurnakan penelitian ini di antaranya:
 Responden survey harus dapat meliputi seluruh wilayah Jabodetabek secara merata, tidak hanya
terfokus pada satu titik yang dalam penelitian ini hanya. terfokus di Tangerang.
 Perlu di perhatikannya sampling survey agar responden yang dipilih merupakan target yang
tepat untuk objek penelitian ini. Target yang tepat yang dimaksud adalah perumahan-perumahan
yang melakukan kegiatan memasak sehari-harinya.
 Data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dijadikan gambaran umum mengenai respon
masyarakat sehingga ke depannya simulasi pengumpulan minyak jelantah dapat dilakukan.

16
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts dkk. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Jakarta

Bebasari, Sri. 2007. Sampah di Indonesia sudah Memasuki Stadium IV. Artikel. Diperoleh pada 18
Desember 2016 dari Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Website:
http://www.menlh.go.id/?s=SAMPAH+DI+INDONESIA+SUDAH+MEMAUKI+STADIUM
+IV
BPS. 2000. Data Statistik Kepadatan Penduduk menurut Provinsi tahun 2000-2014. Diperoleh pada 19
Desember 2016 dari Badan Pusat Statistik Indonesia. Website :
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/842
Demirbas, Ayhan. 2007. Biodiesel from Waste Cooking oil via base-catalytic and Supercritical
Methanol Transesterification. Energy Conversion and Management 50 (2009) 923-927

Dising, Julianus. 2006. Optimasi proses Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah. Teknik Kimia UKI
PAULUS. Makasar

Flint, K.P. 1992. Microbial Ecology of domestic Waste. In Brns, R.G. and Slater, J.H (Eds).
Experimental Microbial Ecology. Blackwell Scientific Publication

Green Fuels. 2013. First biodiesel plant in Bali, Indonesia, Undergoes Commissioning. Artikel.
Diperoleh pada 19 Desember 2016. Website:
http://www.biodieselmagazine.com/articles/8924/first-biodiesel-plant-in-bali-indonesia-
undergoes-commissioning

H. G. Abubakar, A. S. Abdulkareem, A. Jimoh., O. D. Agbajelola, J. O. Okafor & E. A. Afolabi. 2016.


Optimization of biodiesel production from waste cooking oil, Energy Sources, Part A: Recovery,
Utilization, and Environmental Effects, 38:16, 2355-2361

IndoEnergi.2013. Keunggulan dan Kelemahan Biodiesel. Diperoleh tanggal 19 Desember 2016 dari
IndoEnergi Website : http://www.indoenergi.com/2012/04/keunggulan-dan-kelemahan-biodisel.html
KNLH. 2008. Statistik Persampahan Indonesia tahun 2008.
Mahreni. 2010. Peluang dan Tantangan Komersialisasi Biodiesel-Review. Jurnal Eksergi Volume X
nomor 2. Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran”. Yogyakarta

Malthus, Thomas. 1798. An Essay on the Principle of Population. Electronic Scholarly Publishing
Project. London

Paryanto, Imam. 2010. Biofuel Sebagai Sumber Energi Masa Depan. BPPT. Jakarta

Putri, Rachmania Eka. 2009. Analisis Potensi Minimisasi Limbah Padat Domestik di Instalasi Gizi dan
Tata Boga Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Tahun 2009. Universitas Indonesia. Depok

17
Roscoe, J. T. 1975. Fundamental research statistics for the behavioral sciences [by] John T. Roscoe.
New York, NY: Holt, Rinehart and Winston.

Sani, Rasio Ridho. 2014. Kementrian Lingkungan Hidup Media Briefing. Diperoleh pada 19 Desember
2016 dari Liputan 6 News. Website : http://health.liputan6.com/read/831503/sampah-di-
indonesia-paling-banyak-berasal-dari-rumah-tangga
Santoso, Slamet. 2014. Limbah Cair Domestik : Permasalahan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan.
Fakultas Biologi. UNSOED

Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Penerbit Universitas Indnesia, Jakarta.

Tumiran. 2014. R-Peraturan Pemerintah Kebiajakan Energi Nasional (R-PPKEN). Dewan Energi
Nasional.

U.S. Department of Energy. Biodiesel Handling and Use Guidelines. DOE/GO-102006-2288, (March
2006).

Waste4Change. 2015. Infografis Sampah Jakarta. Diperoleh pada 18 Desember 2016 dari Waste4
Change. Website : http://waste4change.com/2015/05/12/infografis-sampah-jakarta/

18
LAMPIRAN
Pertanyaan Kuisioner

Survey Penggunaan Minyak goreng di Daerah Gading Serpong

Kuisisoner ini dibagikan sebagai tugas untuk mata kuliah Metodologi Penelitian mahasiswa
Surya University.

1. Ada berapa jumlah anggota yang tinggal di dalam rumah anda?


 tinggal sendiri  2-3 anggota
 4-5 anggota  lebih dari 5 anggota. Sebutkan

2. Dari semua anggota yang tinggal di dalam rumah anda apakah ada yang bertugas
untuk memasak sehari-hari?  Ya  Tidak

3. Jika jawaban nomor 1 adalah “Ya” dalam sehari rata-rata ada berapa kali kegiatan
memasak dilakukan di rumah anda?
 1 kali  2 kali  3 kali  lebih dari 3 kali

4. Pernahkah menggunakan minyak goreng dalam kegiatan memasak?


 Pernah  Tidak Pernah

5. Jika jawaban nomor 3 adalah “Pernah” seberapa banyak minyak goreng yang
dihabiskan dalam waktu satu minggu?
 kurang dari 1 liter  1-2 liter  2-3 liter  lebih dari 3 liter

6. Apakah anda menggunakan lagi minyak goreng yang sebelumnya telah dipakai?
 Ya  Tidak

7. Jika jawaban nomor 6 adalah “Ya” berapa kali anda menggunakan kembali
minyak goreng tersebut?
 1 kali pemakaian ulang  2 kali pemakaian ulang
 3 kali pemakaian ulang  lebih dari 3 kali pemakaian ulang

19
8. Apa yang anda lakukan dengan minyak goreng bekas pakai yang sudah tidak lagi
digunakan?
 Membuangnya di tempat sampah  Membuangnya ke tanah
 Membuangnya ke selokan  Dijual kembali ke pengepul
 Diolah lagi menjadi barang lain. Sebutkan
 Lain-lain. Sebutkan

9. Apakah menurut anda minyak goreng bekas pakai perlu dibuang di satu tempat
khusus?  Ya  Tidak
Jelaskan jawaban anda:

10. Apakah anda bersedia memberikan minyak goreng bekas pakai di tempat khusus
tersebut?
 Bersedia (dengan sukarela)  Bersedia jika ada imbalan
 Tidak bersedia

11. Jika anda memilih plihan “Bersedia jika ada imbalan” kompensasi/imbalan apa
yang anda inginkan untuk minyak goreng bekas pakai yang anda berikan?
 Uang  Bahan hasil olahan minyak goreng bekas pakai
 Imbalan lain. Sebutkan

12. Menurut anda bagaimana sistem/cara yang baik untuk pengumpulan minyak
goreng bekas pakai yang ingin anda berikan?
 Disediakan tempat untuk menaruh minyak goreng di rumah anda yang akan
diambil oleh petugas seminggu sekali
 Anda mengantarkan sendiri minyak goreng bekas pakai tersebut ke tempat
pengumpulan seminggu sekali
 Sistem lain. Sebutkan

20

View publication stats

You might also like