You are on page 1of 13

i

TINJAUAN MENGENAI PETROKIMIA: PENGARUH


MIKROEMULSI BERBASIS BIODIESEL / DIESEL TERHADAP
EMISI GAS BUANG MESIN DIESEL

Disusun oleh :
Adid Plya Tanjung J3L116001
Dyah Wulandari J3L116035
Rizki Nasyasavitri J3L116117

PROGRAM STUDI ANALISIS KIMIA


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
ii

ABSTRACT

This paper describes the use of blends of diesel/biodiesel to obtain new


microemulsion systems and their application as fuels for diesel engines. The blends
were prepared using 5 vol.% (B5) and 20 vol.% (B20) biodiesel in diesel. The
microemulsions were composed by either B5 or B20 as oil phase, nonylphenol
ethoxylate with five oxyethylene units as nonionic surfactant, and distilled water as
aqueous phase. Properties such as viscosity, flash point, density, and corrosiveness
were evaluated. In comparison with diesel, increases in viscosity, density, and flash
point were observed. Although increase in corrosiveness could be expected, this was
not detected with the blends, which were fueled in a diesel engine to evaluate gaseous
emissions. A reduction in CO, NOx and smoke emissions was observed, together
with an increase in the emissions of unburned hydrocarbons. Therefore, the results
indicate that the exhaust emissions of these novel microemulsion systems presented
lower pollutants than neat diesel.

Key words: Biodiesel, diesel engine, diesel, biodiesel, surfactant, microemulsion,


exhaust emissions
iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ii
DAFTAR ISI iii
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
2 TINJAUAN PUSTAKA 1
2.1 Biodiesel 1
2.2 Mikroemulsifikasi 2
3 METODE 3
3.1. Alat dan Bahan 3
3.2 Sistem Emulsifikasi Mikro 3
3.2.1 Sintesis biodiesel 3
3.2.2 Sistem emulsi-mikro 4
3.2.3 Preparasi campuran diesel/biodiesel dan sistem emulsi-mikro 5
3.2.4 Karakterisasi sistem emulsi-mikro 5
3.2.5 Analisis gas buang 5
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 6
4.1 Diagram fasa terner 6
4.2 Karakteristik Bahan Bakar 7
4.3 Pola Emisi 8
4 SIMPULAN 9
5 DAFTAR PUSTAKA 9
1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Administrasi Informasi Energi AS menunjukkan bahwa konsumsi energi total


dunia meningkat secara signifikan. Pertumbuhan ekonomi yang kuat dan populasi
yang meningkat menyebabkan peningkatan penggunaan energi dunia (Gebremariam
dan Marchetti 2017). Minyak mentah, batu bara dan gas adalah sumber daya utama
yang dominan untuk pasokan energi dunia. Namun cadangan bahan bakar minyak
semakin hari semakin menipis dan diperkirakan akan habis 10-15 tahun kedepan.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah kelangkaan energi adalah mengembangkan
sumber energi alternatif. Selain semakin menipisnya jumlah cadangan bahan bakar
fosil, penggunaan bahan bakar fosil akan menimbulkan masalah kerusakan
lingkungan yang diakibatkan oleh penggerusan fosil, menurunnya kualitas udara
akibat pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung gas belerang dan
menyebabkan kenaikan suhu bumi (global warming). Oleh karena itu, diperlukan
sumber energi lain sebagai energi alternatif yang dapat diperbaharui dan ramah
lingkungan.
Biodiesel merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah energi.
Biodiesel adalah bahan bakar yang berasal dari minyak nabati (tanaman atau lemak
nabati) yang disebut dengan bahan bakar nabati (BBN). Keterbatasan jumlah minyak
bumi menjadikan biodiesel sebagai salah satu pilihan utama dalam sumber energi
karena sifatnya yang terbarukan(renewable). Biodisel atau methyl ester diperoleh dari
proses methanolisis minyak/lemak, menggunakan reaksi trans/esterifikasi ataupun
esterifikasi dengan katalis basa atau asam dan methanol. Hasil pencucian dan
pengeringan menghasilkan biodiesel yang siap pakai (Mardiah et al 2006). Biodiesel
dapat digunakan sebagai aditif yang efisien untuk mendapatkan campuran diesel-
biodiesel-etanol dengan kandungan etanol yang lebih tinggi.

1.2 Tujuan

Makalah bertujuan mengetahui penggunaan campuran solar/biodiesel untuk


mendapatkan sistem mikroemulsi baru dan aplikasi biodiesel sebagai bahan bakar
untuk mesin diesel.

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel
2

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang terbuat dari sumber daya
alam yang dapat diperbarui, meliputi minyak tumbuhan dan hewan, baik di darat
maupun di laut. Sektor darat dan laut memiliki total sumber penghasil minyak
biodiesel lebih dari 50 jenis, meliputi kelapa sawit, jarak pagar, minyak jelantah,
kelapa, kapuk/randu, nyamplung, alga, dan lain sebagainya. Biodiesel ini dapat
dijadikan sebagai bahan bakar pengganti solar, sebab komposisi fisika-kimia antara
biodiesel dan solar tidak jauh berbeda (Kuncahyo et al 2013).
Biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan rantai karbon antara C6-C22
dengan reaksi transesterifikasi. Biodiesel bisa digunakan dengan mudah karena dapat
bercampur dengan segala komposisi dengan minyak solar, mempunyai sifat-sifat fisik
yang mirip dengan solar biasa sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesin-
mesin diesel yang ada hampir tanpa modifikasi (Prakoso 2003). Bahan-bahan mentah
pembuatan biodiesel adalah trigliserida-trigliserida dan asam-asam lemak.
Penggunaan biodiesel dapat mereduksi polusi tanah dan melindungi kelestarian
perairan dan sumber air minum. Hal ini berhubungan dengan penggunaan mesin-
mesin diesel disektor perairan. Kelebihan yang dimiliki biodiesel ditunjang oleh sifat
biodiesel yang dapat teroksigenasi relatif sempurna atau terbakar habis, tidak
beracun, dan dapat terurai secara alami.
Teknologi pembuatan biodiesel dapat dibuat dengan beberapa cara yaitu
penggunaan langsung atatu pencampuran dengan bahan bakar solar, pirolisis,
mikroemulsifikasi, dan transesterifikasi. Pirolisis merupakan reaksi dekomposisi
termal atau dengan bantuan katalis. Biasanya berlangsung tanpa oksigen.
Mikroemulsifikasi merupakan mikroemulsi dengan menggunakan pelarut seperti
methanol, etanol, dan atau alkohol lain. Transesterifikasi merupakan pembuatan
biodiesel dengan alkohol rantai pendek dengan penggunaan katalis.

2.2 Mikroemulsifikasi

Mikro-emulsi atau campuran dari berbagai minyak nabati dengan bahan


bakar solar telah diusulkan sebagai alternatif bahan bakar untuk mesin diesel.
Mikroemulsi isotropik, bersih atau dispersi koloid yang stabil secara termodinamis
dari minyak, air, surfaktan, dan sedikit molekul amphiphilic, yang disebut co-
surfaktan. Mikroemulsifikasi disebut juga dengan proses penyabunan dengan
menambahkan katalis basa dalam jumlah banyak pada minyak nabati sehingga terjadi
penyabunan, kemudian memisahkan sabun dengan alkil ester/biodiesel. Mikroemulsi
merupakan pembentukan depresi stabil secara termodinamis dari dua cairan yang
biasanya tidak mudah larut. Proses ini ditunjukkan untuk mengatasi tingginya nilai
viskositas minyak nabati sehingga mendekati viskositas bahan bakar diesel. Proses ini
berlangsung dengan menggunakan satu atau lebih surfaktan dengan penurunan
diameter dalam mikroemulsifikasi berkisar 100-1000 Å. Mikroemulsifikasi ini
menggunakan solvent seperti etanol, 1-butanol, atau metanol. Mikroemulsifikasi
minyak nabati dengan alkohol tidak dapat direkomendasikan untuk jangka panjang
terutama untuk mesin diesel karena biodiesel yang dihasilkan dari proses ini
mempunyai deposit karbon yang tinggi, pembakaran yang tidak sempurna, dan
3

peningkatan nilai viskositas pada pemberian minyak (lubricating oil) sehingga tidak
memenuhi standar mutu.

3 METODE

3.1. Alat dan Bahan

Alat – alat yang digunakan untuk proses ini ialah rheometer/viscometer


HAAKE MARS (RS150), Anthony Parr density meter, model DMA 4500M,
apparatus semi-otomatis closed-up Pensky-Martens PM4 (merk Petroteste),
Centrifuge kecepatan tinggi (Cientec – Model CT-5000R), apparatus Kohler
(K25319), lempeng tembaga (12.5 x 7.5 x 1.5 mm), wadah stainless steel,
dynamometer, tachometer, GreenLine 8000 emission analyzer, smoke tester 7828 –
Eutron, kertas filter spesial.
Bahan-bahan yang digunakan untuk proses sintesis biodiesel ialah: minyak
kedelai murni, etanol 99.5% dan sodium hidroksida 97%.
Bahan-bahan yang digunakan untuk preparasi sistem emulsifikasi-mikro diantaranya
bahan bakar diesel mineral (Petrobras), biodiesel hasil sintesis, nonylphenol
ethoxylate 5EO (NP5EO) dan akuades.

3.2 Sistem Emulsifikasi Mikro

Terdapat beberapa tahap dalam pembuatan biodiesel cara emulsifikasi-


mikro, diantaranya ialah:

3.2.1 Sintesis biodiesel

Proses ini menggunakan cara transesterifikasi dalam pembentukkannya.


Biasanya industri menggunakan produk bahan bakar diesel/biodiesel komersial.
4

3.2.2 Sistem emulsi-mikro

Gambar 1 Diagram fasa terner yang menjelaskan terbentuknya emulsi-mikro


Gambar diatas menunjukkan diagram fasa terner yang digunakan untuk
memproduksi emulsi-mikro. Titik maksimum kelarutan surfaktan dalam fasa cair (P)
dapat diuji dengan menitar sejumlah surfaktan dengan air hingga sistem berubah dari
berkabut (keruh) menjadi jernih. Setelah menetukan batas maksimal dari tiap bagian
penyusun emulsi-mikro, poin Surfaktan (S)/Minyak (O) sistem biner (pasangan) A,
B, C, dan D dipersiapkan dengan percobaan mencampur berbagai fraksi
(perbandingan) surfaktan dengan fasa minyak dan dititar dengan air (W) hingga
didapatkan sistem yang jernih. Batas minimum pembuatan emulsi dapat diuji dengan
mempersiapkan poin Air (W)/Minyak (O) sistem biner E, F, G, dan H dengan
berbagai fraksi air dan menitar tiap poin dengan hasil emulsifikasi-mikro (M) yang
telah dipersiapkan, hingga sistem berubah dari dual fasa menjadi monofasa
(homogen, terlihat jernih). Poin M diperoleh dengan cara mengambil 1 jenis biner
dalam S/O lalu menitar dengan air, perubahan kekeruhan menjadi jernih diamati, dan
menambah sedikit lagi air untuk mendapatkan emulsi-mikro dalam area monofasa
untuk memastikan sistem bekerja. Jumlah air (W), minyak (O) dan surfaktan (S)
dalam tiap poin ditentukan dengan kesetimbangan massa. Stabilitas fisik dari emulsi-
mikro dapat diuji dengan cara sentrifugasi (6000rpm (rotation per minute/putaran per
menit) selama 30 menit).
Tabel 1 Komposisi (% bobot/bobot)
Sistem Diesel (B0) B5 B20 NP5EO Akuades
Diesel (B0) 100 - - - -
Diesel/biodiesel - 10 - - -
(B5) 0
Diesel/biodiesel - - 100 - -
(B20)
Sistem 1 (S1) - 81 - 15 4
Sistem 2 (S2) - 77 - 15 8
Sistem 3 (S3) - 73 - 15 12
Sistem 4 (S4) - - 81 15 4
Sistem 5 (S5) - - 77 15 8
Sistem 6 (S6) - - 73 15 12
5

3.2.3 Preparasi campuran diesel/biodiesel dan sistem emulsi-mikro

Campuran biodiesel/diesel disiapkan dengan perlakuan 0 %v/v, 5 %v/v, 20


%v/v (biodiesel dalam diesel, kemudian disebut B0, B5 dan B20). Sistem emulsi-
mikro dipersiapkan dengan B5 atau B20 sebagai fasa minyak, NP5EO sebagai
surfkatan dan akuades sebagai fasa cair. Konsentrasi NP5EO sebesar 15 %b/b, hal ini
juga digunakan untuk melihat hasil yang diperoleh saat kadarnya semakin meningkat
dalam campuran, khususnya pada konsentrasi 4 – 12 %b/b.
3.2.4 Karakterisasi sistem emulsi-mikro

Pengukuran densitas pada 20oC menggunakan Anthony Parr density meter,


model DMA 4500M. Viskositas kinematic diukur menggunakan
rheometer/viskometer HAAKE MARS (RS150) pada 40oC dengan laju geser 150rpm
selama 200 detik. Titik nyala diuji dengan apparatus semi-otomatis closed-up
Pensky-Martens PM4 (merk Petroteste) dengan laju pemanasan 1.0oC/menit.
Pengukuran korosifitas pada 50oC menggunakan apparatus Kohler (K25319)
menggunakan lempeng tembaga (12.5 x 7.5 x 1.5 mm) sebagai elektroda, dengan
permukaan dilapisi kertas silikon karbida yang telah direndam dalam wadah stainless
steel tertutup dengan 150mL cairan uji. Setelah itu, lempeng dikeluarkan, dicuci
dengan heksana dan segera diukur perbandingannya dengan standard lempengen
litografi mengacu ASTM D-130 (2004).
3.2.5 Analisis gas buang

Gambar 2 Komponen utama pengujian: (1) dinamometer elektrik, (2) tachometer, (3)
mesin diesel, (4) unit multi-k, (5) sistem masukan bahan bakar, (6) enegy
dispassion system, (7) analisator emisi
Pengujian emisi menggunakan dynamometer, yang ditunjukkan pada
gambar 2. Perputaran pada mesin diatur 350rpm menggunakan tachometer (2). Mesin
diesel (3) bekerja dengan power: 0.33, 1.00, 1.33 dan 2.00kW (4). Sistem masukan
bahan bakar (5) terdiri dari 5 masukan, masing-masing terdapat tabung uji yang dapat
memungkinkan untuk dilakukannya juga uji dengan sampel di kondisi yang sama.
Laju alir diukur secara volumetrik.
6

Emisi dari karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx) dan total karbon
tak terbakar (HC) diuji menggunakan GreenLine 8000 emission analyzer (7) dengan
pompa aspirator ditempatkan di bagian akhir pipa mesin. Level gas buang diukur
menggunakan smoke pump/pompa gas (smoke tester 7828 – Eutron) mengacu pada
ASTM D-2156 (2009). Metode ini mengumpulkan sampel uji yang terdiri dari
penyerapan gas dari bagian pusat pipa gas mesin menggunakan kertas filter spesial.
Warna yang dihasilkan pada filter dibandingkan dengan skala referensi/smoke index.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Diagram fasa terner

Diagram Terner merupakan suatu diagram fasa berbentuk segitiga


sama sisi dalam satu bidang datar yang dapat menggambarkan sistem tiga
komponen zat dalam berbagai fasa. Gambar 3 menunjukkan diagram fasa
terner untuk sistem yang terdiri dari akuades sebagai fasa cair, NP5EO
sebagai surfaktan, dan diesel, B5 atau B20 sebagai fasa minyak. Dapat
diamati daaerah emulsi-mikro menunjukkan sedikit penurunan dimana
terdapat kenaikan kadar biodiesel dalam fasa minyak.
Surfaktan NP5EO merupakan surfaktan nonionik yang solubilitasnya
rendah di air tetapi dapat homogen dengan minyak yang dapat mendukung
terbentuknya emulsi-mikro antara minyak dengan air. Berikut merupakan
beberapa sifat fisika dari NP5EO.

Tabel 2 Sifat fisika NP5EO


Sifat fisika Nilai
Bentuk, pada 25 °C Cairan
Bilangan asam (mg KOH/g) 1.0 max.
Bilangan basa (mg KOH/g) 121 - 134
Water (wt.%) 0.5 max.
1pH 5.0 – 7.5
2Titik kabut(°C) 46 - 56
HLB Number (calculated) 10.0

Pembentukkan emulsi-mikro air-dalam-minyak(w/o) bergantung pada


interaksi ekor surfaktan dengan fasa organik. Peningkatan konsentrasi
biodiesel dalam fasa organik meningkatkan kandungan karbonil dalam
campuran, menghasilkan halangan sterik antara fasa minyak dengan ekor
surfaktan, dengan demikian menghambat terbentuknya emulsi-mikro.
7

Gambar 3 Diagram fasa terner menunjukkan bagian emulsi-mikro untuk


sistem yang terdiri dari air sebagai fasa cair, NP5EO sebagai
surfaktan, dan diesel, B5 atau B20 sebagai fasa minyak, pada 20oC
Tabel 3 Spesifikasi mesin diesel yang digunakan

Model BD H 5.0
Tipe Silinder-tunggal, pendingin udara,
horizontal, 4-stroke (gigi 4)
Sistem pembakaran Injeksi langsung
Kecepatan mesin 3000/3600 rpm
Keluaran maksimal 4.2/4.7 hp (horse power/tenaga kuda)

4.2 Karakteristik Bahan Bakar

Tabel 4 menunjukkan sifat fisikokimia bahan bakar dan nilai yang


diperbolehkan mengacu pada Brazilian legislation untuk neat diesel and
biodiesel/campuran diesel. Peningkatan densitas dan titik nyala diuji untuk
semua sistem dan dibandingkan dengan neat biodiesel, sesuai dengan
Brazilian legislation. Peningkatan densitas berhubungan dengan jumlah air
dan biodiesel dalam sistem, yang memiliki densitas lebih tinggi dibanding
diesel. Peningkatan titik nyala juga berhubungan dengan keberadaan biodiesel
dan air dalam campuran. Titik nyala neat biodiesel sekitar 172oC, lebih tinggi
dibandingkan diesel yang digunakan sebagai bahan baku (sekitar 45 oC).
Untuk emulsi-mikro penting untuk mempertimbangkan kadar uap air yang
menurunkan kualitas bahan bakar.
Tabel 4 Sifat fisikokimia hasil uji dan parameternya
ASTM ANP(1)
System
Parameter D6751
B0 B5 B20 B100 S1 S2 S3 S4 S5 S6
Densitas - 820-880 820 833 849 871.6 858 864 871 871 873 877
(20 °C - kg/m3)
Titik nyala (min.) 93 38 43.0 45.6 48.8 172.0 44.5 45.3 45.6 46.2 47.3 47.7
(°C)
Viskositas (max.) 1.9-6.0 2.0-5.0 2.2 2.8 3.6 4.4 5.8 6.7 7.7 5.9 7.0 8.1
(40 °C - cSt)
Korosivitas (max.) 3 1 1a(2) 1a 1b(3) 1b 1a 1a 1a 1a 1a 1a
(3h - 50 °C)
Titik awan (oC) - - 15.5 16.8 16.5 - 16.4 16.5 16.5 16.2 16.4 16.5
Sulfur (ppm) 500 <1800 175.6 163.8 136.8 0.0 118.6 108.4 84.2 104.2 95.7 80.0
8

Angka setana 47 45 52.2 53.2 53.7 61.5 - - - - - -


(min.)(4)
(1) ANP - Brazilian National Agency of Petroleum, Natural Gas, and Biofuels;
(2) 1a – jingga muda, serupa dengan freshly polished strip;
(3) 1b – jingga tua;
(4) Untuk S1 - S6 angka setana tidak diukur karena adanya air.

4.3 Pola Emisi

Umumnya, sistem mikroemulsi menunjukkan peningkatan emisi CO dengan


peningkatan kadar air, dan pengurangan emisi CO diamati dengan peningkatan tenaga
mesin dan kandungan biodiesel. Pengurangan emisi CO ini dengan peningkatan
tenaga mesin terkait dengan suhu di dalam ruang silinder. Seperti yang dilaporkan, air
dalam bentuk emulsi atau mikroemulsi cenderung meningkatkan emisi CO karena
penurunan suhu di dalam ruang silinder, yang menyebabkan penurunan efisiensi
pembakaran.

Gambar 4 Emisi karbon dioksida (CO), nitrogen oksida (NO), total karbon tak
terbakar (HC), dan asap

Total emisi hidrokarbon (HC) yang tidak terbakar dari B5 lebih tinggi
daripada yang terdaftar dari neat biodiesel dan perbedaan ini meningkat dengan
peningkatan tenaga mesin. Untuk B20, pengurangan emisi HC diamati untuk semua
kekuatan mesin. Perilaku yang diharapkan untuk campuran biodiesel / diesel adalah
penurunan emisi HC karena kandungan oksigen yang lebih tinggi dan angka setana
biodiesel, dibandingkan dengan neat diesel.
9

Mikroemulsi berbasis B5 dan B20 menunjukkan peningkatan emisi HC


dengan meningkatnya kadar air dalam sistem. Seperti dijelaskan sebelumnya, ini
terkait dengan tingginya panas laten penguapan air yang bertanggung jawab untuk
mengurangi suhu gas di dalam silinder, yang menyebabkan penurunan efisiensi
pembakaran (Kannan dan Anand 2011).
Emisi asap dari campuran diesel / biodiesel (B5 dan B20) dan sistem
mikroemulsi sama atau lebih rendah dari nilai yang dikaitkan dengan neat diesel.
Studi menunjukkan bahwa penambahan biodiesel ke solar berkontribusi untuk
mengurangi tingkat partikulat (Zheng et al. 2008). Penurunan ini terjadi karena tidak
adanya sulfur dalam biodiesel, karena belerang adalah anteseden dalam pembentukan
partikulat.
Oleh karena itu, semakin tinggi konsentrasi biodiesel dalam solar, semakin
kecil jumlah sulfur, dan, akibatnya, emisi partikel dan asap berkurang. Tingkat asap
menurun dengan peningkatan kadar air. Adanya air dalam mikroemulsi mengurangi
suhu pembakaran. Penurunan suhu ini terjadi karena vaporisasi air dan efek
pengenceran, akibatnya menurunkan produksi jelaga pada pembakaran.

4 SIMPULAN

Berdasarkan tinjauan mengenai campuran diesel, B5, dan B20 menunjukkan


penurunan dalam emisi CO untuk semua tenaga mesin karena adanya oksigen dalam
biodiesel. Adanya biodiesel, bahan bakar beroksigen meningkatkan pembentukan
NOx, namun penurunan emisis NOx disebabkan peningkatan kadar air karena
penurunan suhu dalam ruang bakar. Sistem mikroemulsi menunjukkan peningkatan
total hidrokarbonn tidak terbakar karena penurunan suhu gas di dalam silinder yang
menyebabkan penurunan efisiensi pembakaran. Asap emisi dari campuran
diesel/biodiesel lebih rendah dari diesel murni.

5 DAFTAR PUSTAKA

Gebremarian SN dan Marchetti JM. 2017. Biodiesel production technologies: review.


AIMS Energy. 5(3): 425-457.
Kannan GR, Anand R. 2011. Experimental investigation on diesel engine with
diestrol-water micro emulsions. Energy (36) : 1680-1687.
Kuncahyo P,Zuhdi MA. Fathallah , dan Semin. 2013. Analisa prediksi potensi bahan
baku biodiesel sebagai suplemen bahan bakar motor diesel di Indonesia.
Jurnal Teknik Pomits. 2(1): 62-66.
10

Mardiah, Widodo A, Efi T, dan Aries P. 20016. Pengaruh Asam Lemak dan
Konsentrasi Katalis Asam Terhadaap Karakteristik dan Konveksi Biodiesel
pada Transesterifikasi Minyak Mentah Dedek Padi. Surabaya (ID): ITS.
Neto DAA, Fernandes MR, Neto BEL, Dantas CTN, dan Moura MCPA. 2013. Effect
of biodesel/diesel-based microemulsions on the exhaust emissions of diesel
engine. Brazilian Journal of Petroleum and Gas. 7(4): 141-153.
Prakoso T. 2003. Potensi Biodiesel Indonesia. Bandung(ID) : ITB.
Zheng M, Mulenga MC, Reader G T, Wang M, Ting DSK, Tjong J. 2008. Biodiesel
engine performance and emissions in low temperature combustion. Fuel (87) :
714-722.

You might also like