You are on page 1of 16

Dyslipidemia Management in Moderate To High Risk of Cardiovascular

Disease

Bambang Irawan
Department of Cardiology and Vascular Medicine
Faculty of Medicine Universitas Gadjah Mada
Dr. Sardjito General Hospital Yogyakarta, Indonesia

Abstract

Diseases caused by atherosclerosis are the leading cause of morbidity and


mortality in the developed country in the world especially in developing country
such as Indonesia. Dyslipidemia is once of the most important risk factor in
aterogenesis as LDL-Cholesterol is being as lipid core.

LDL-Cholesterol is the most responsible lipoprotein caused cardiovascular


disease because this lipoprotein is the smallest lipioprotein so it can easily cross
endhotel barier which is in dysfunction condition in aterogenesis. Cholesterol is
the most atherogenic among triglyceride and phospholipid in the lipoprotein’s
content.

Statin, beside its effect to reduce LDL cholesterol is believed as an agent


which can change unstable plaque to be stable so it can prevent complication of
coronary artery disease such as acute coronary syndrome.

Trial with statins has been done in many clinical trial and proved to
prevent acute coronary syndrome and do improve morbidity and mortality rate in
coronary artery disease even in normal LDL cholesterol, but multiple risk factor
such as hypertension , diabetes mellitus, metabolic syndrome, etc still have risk to
become coronary artery disease and the lower the better concept in normal LDL
was proved to protect patient in multiple risk factors in mortality and morbidity
caused by coronary artery disease.

Keywords: Endothelial-dysfunction, atherogenesis, LDL-Cholesterol, statin


Pengantar

Disfungsi endotel merupakan awal dari rentetan perkembangan atau


terbentuknya plak di vaskuler [proses aterogenesis]. Proses selanjutnya berupa
terbentuknya goresan lemak, pelunakan plak yang terjadi sehingga terbentuk plak
yang tidak stabil dan berakhir dengan ruptur plak yang akibatkan sindroma
koroner akut. Proses ini terjadi pada penderita penyakit jantung koroner, secara
klinis bisa berupa angina baik stabil maupun tidak stabil dan infark miokard
dengan elevasi ST ataupun tanpa elevasi ST.

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang menjadi masalah besar


di setiap negara di dunia ini, baik dengan tingginya angka mortalitas maupun
angka morbiditas penderita. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah
dipecahkan dan hal tersebut masih belum sesuai dengan harapan para klinisi [1].

Di USA sindroma koroner akut terdapat 37,3% dari 2.440.000 semua


kematian pada tahun 2003 atau 1 dari setiap 2,7 kematian yang terjadi [2].
Hipertensi, kebiasaan merokok, dislipidemia, obesitas dan diabetes melitus
merupakan faktor risko yang sering terdapat pada penyakit jantung koroner
[3,4,5].

Sindroma koroner akut merupakan kejadian ruptur atau fisur dari plak
disertai dengan terbentuknya trombus yang terdapat di pembuluh darah koroner
penderita penyakit jantung koroner dan mengakibatkan berbagai tingkatan baik
trombosis maupun penyumbatan distal dari tempat plak tersebut [6,7,8,9]. Pada
rekaman elektrokardiogram [EKG] bisa ada atau tidak gelombang Q patologis,
ada atau tidak elevasi gelombang ST dan bahkan rekaman EKG bisa normal.
Secara klinis sindroma koroner akut dapat berupa angina tidak stabil dan infark
miokardium. Jadi sindroma koroner akut merupakan suatu spektrum sindrom
klinik yang bervariasi dari angina tidak stabil sampai dengan Non ST Elevation
Myocardial Infarction [NSTEMI] dan ST Elevation Myocardial Infarction
[STEMI].
Berbagai tindakan seperti prevensi primer [sebelum terkena secara klinis
aterosklerosis], sekunder [setelah terkena secara klinis aterosklerosis] maupun
tersier [setelah dilakukan tindakan intervensi bedah sebagai akibat aterosklerosis]
sangat diperlukan untuk menurunkan baik angka morbiditas maupun mortalitas
akibat aterosklerosis.

Meningkatnya kadar Kolesterol total, LDL-kolesterol serta rendahnya


kadar HDL-kolesterol yang dikenal dengan dislipidemia merupakan risiko besar
awal aterogenesis. Statin merupakan obat terpilih yang sudah dipercaya tidak saja
sebagai pilihan pertama obat penurunan kolesterol, akan tetapi juga efek diluar itu
baik sebagai anti inflamasi, anti oksidan sehingga mampu merubah plak yang tak
stabil menjadi stabil.

Aterogenesis

Sudah semenjak tahun 1980 setelah percobaan Furchgott dan Zawadzki


terhadap fungsi endotel dengan memakai asetil-kolin, endotelium mulai dikenal
sebagai organ yang sangat berperan dalam fungsinya sebagai pengatur hemostasis
vaskular [10]. Beberapa keadaan penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus,
hiperlipidemia dapat mengurangi kemampuan endotel untuk menghasilkan suatu
zat yang akibatkan dilatasi vaskuler sehingga disebut endothelial derived relaxing
factor [ EDRF] yang kemudian diketahui sebagai nitric oxide. Disamping EDRF
endotel juga mengahasilkan zat yang berfungsi untuk faktor kontraksi yang
disebut endothelial dirived contracting factor [EDCF] yang kemudian diketahui
sebagai endotelin 1, kedua fakor tersebut bekerja sama untuk mengatur aliran
darah. Berbagai faktor risiko diatas tersebut mengakibatkan stres oksidatif
sehingga terjadi disfungsi endotel dimana EDRF menjadi kurang berperan dan
EDCF lebih dominan hal ini merupakan awal dari rentetan perjalanan penyakit
jantung koroner yang perlangsungannya amat panjang yang disebut aterogenesis.

Aterogenesis sudah dimulai sejak umur 10 tahun-an dan dengan pengaruh


lingkungan maka pada dekade ketiga mulai secara anatomis terbentuk plak dan
secara klinis akan muncul pada dekade ke empat berupa sindroma koroner akut.
Dislipidemia

Lemak merupakan zat yang tidak larut didalam darah, olekarenanya untuk
transport lemak didalam darah harus berbentuk lipoprotein yang mampu berjalan
didalam darah dengan membawa lemak dalam kondisi larut. Setiap lipoprotein
mengadung trigliserid kolesterol dan phospholipid dalam kadar yang berbeda
menurut jenis lipoproteinnya.

Lipoprotein dikenal ada 5 macam yaitu kilomikron [alat pengangkut utama


trigliserid yang didapat dari makanan sehingga disebut trigliserid eksogen], Very
Low Density Lipoprotein sering disingkat sebagai VLDL [alat pengangkut utama
trigliserid yang diproduksi di hepar oleh karenanya disebut trigliserid endogen],
Intermediate Low Density Lipoprotein sering disingkat sebagai ILDL atau IDL
merupakan hasil degradasi VLDL karena asam lemaknya dikeluarkan sehingga
komposisi trigliserid dan kolesterol setara, Low Density Llipoprotein sering
disingkat sebagai LDL merupakan hasil degradasi ILDL dengan makin
banyaknya asam lemak yang keluar sehingga kadar kolesterolnya lebih tinggi
daripada trigliserid oleh karena itu LDL disebut sebagai alat pengangkut
kolesterol yang utama, High Density Lipoprotein disingkat dengan HDL
merupakan alat pengangkut kolesterol menuju ke alat pembuangan [hati] sehingga
mampu melindungi terhadap aterogenesis.

Kolesterol total dan LDL-kolesterol merupakan faktor risiko, akan tetapi


HDL-kolesterol merupakan faktor protektif dalam arti makin tinggi kadar HDL-
kolesterol makin baik untuk mencegah penyakit jantung koroner. Trigliserid juga
merupakan faktor risiko, walaupun tidak sejahat kolesterol total atau LDL-
kolesterol. Tingginya trigliserid dalam darah akan mempermudah terbentuknya
small dense LDL yang jauh lebih ganas [aterogenik] daripada LDL kolesterol.

Obat penurun lemak golongan statin khusus untuk kolesterol dan golongan
fibrat untuk trigliserid telah banyak dipakai untuk mengontrol faktor risiko
tersebut, ezetemebe dalam kombinasinya dengan statin telah terbukti sangat
efektif menurunkan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol.
Sindroma koroner akut merupakan salah satu dari kejadian kardiovaskuler
dari perjalanan penyakit jantung koroner. Sindroma ini diakibatkan oleh gangguan
aliran darah koroner berupa obstruksi secara akut atau sub akut sehingga
akibatkan menurunnya konsumsi oksigen yang dipicu oleh rupturnya plak
aterosklerose disertai dengan trombosis, vasokonstriksi dan mikroemboli.

Sindroma koroner akut bisa berupa infark miokard akut ataupun angina
tidak stabil, manifestasi klinisnya lain namun patogenesisnya sama berupa ruptur
atau erosinya plak di ikuti dengan berbagai tingkatan kejadian trombosis dan
embolisasi di distal.

Aterosklerosis merupakan satu penyakit yang perlangsungannya tidak


linier akan tetapi bervariasi dari fase stabil dan tidak stabil. Sering sekali dalam
perjalannya timbul keluhan klinis yang mendadak dan tak terduga yang
kesemuanya biasanya akibat rupturnya plak ateroma. Perubahan pola hidup baik
baik dalam pola makan, olah raga maupun kehidupan se hari hari sangat
diperlukan untuk mengontrol baik hipertensi, hiperlipidemi, diabetes melitus
maupun sedentary [kurang gerak].

Aterosklerosis

Berbagai faktor risiko akibatkan disfungsi endotel yang merupakan awal


dari rentetan proses aterosklerosis. Endotel adalah lapisan terdalam dari pembuluh
darah yang berfungsi untuk mempertahankan hemodinamika sistema
kardiovaskular. Sifatnya sebagai membran tidak memungkinkan LDL kolesterol
dan monosit menembus ke sub endotelial, demikian juga adanya nitric oxide yang
dulu dikenal sebagai endothelial derived relaxing factor akibatkan trombosit tidak
mudah menempel pada vasa dan vasa mudah relaksasi.

Pada keadaan disfungsi endotel, monosit mudah menembus ke sub


endothelial dimana monosit berubah sifat menjadi sel raksasa yang punya sifat
pagositosis. Sementara itu LDL kolesterol juga bisa menembus sub endotelial dan
akan mengalami oksidasi menjadi oxLDL karena terdapat banyaknya oksidan
disitu sebagai akibat ketidak seimbangan antara oksidan dan anti oksidan yang
terdapat di sub endotelial. OxLDL ini akan di pagositosis oleh makrophag [sel
raksasa] yang berasal dari monosit tadi hingga terbentuk sel busa (foam cell).
Kalau sel busa ini alami kematian maka akan meninggalkan goresan lemak (fatty
streak) di sub endotelial yang kita kenal sebagai awal dari aterogenesis.

Penempelan trombosit pada endotel akibatkan sekresi zat pertumbuhan


oleh trombosit tersebut (platelet derived growth factor) dan akibatkan migrasi dan
proliferasi dari sel otot polos dari lapisan sub intima ke daerah yang alami goresan
lemak tadi, sel otot polos ini kehilangan kemampuan berkontraksi namun sel
tersebut mampu menghasilkan matriks pada area tersebut sehingga terbentuklah
plak dengan inti lipid yang di tengah dengan dinding sebagai matrik. Makin tebal
dinding matriks ateroma dan makin kecil inti lipid makin stabil plak yang
terbentuk, makin tipis dinding matriks ateroma dan makin besar inti lipid makin
tidak stabil [mudah ruptur] plak yang terbentuk.

Patofisiologi Sindroma Koroner Akut

Pada awalnya kejadian sindroma koroner akut ini diperkirakan merupakan


akibat dari berkembangnya ateroma secara progresif sampai menutup total
pembuluh darah koroner, namun akhir akhir ini didapatkan bahwa progresi
ateroma tersebut tidak linier melainkan sering terjadi gejolak ataupun kejutan
yang mendadak yang akibatkan progresi cepat lesi koroner dan terjadi mendadak
penyumbatan total atau hampir total lumen koroner sehingga akibatkan secara
klinis terjadinya sindroma koroner akut. Kejadian sindroma koroner akut ini
sekitar 60% sampai dengan 70% terjadi pada mereka dengan ateroma yang relatif
ringan sampai sedang dan bukan aterom yang besar. Ruptur dari ateroma yang
ringan tersebut akibatkan oklusi total secara mendadak dimana sistem kolateral
tidak sempat berfungsi sehingga terjadilah nekrosis miokard secara akut.

Mulai dikenal konsep plak yang stabil dengan ciri matriks ekstraseluler
dengan dindingnya yang tebal sedangkan inti lipid relatif kecil atau sedikit, pada
plak tipe ini walaupun ateroma tersebut besar akan tetapi stabil sehingga tidak
mudah ruptur, oleh karenanya secara klinis penderita tersebut sering mengeluh
tentang angina akan tetapi relatif aman terhadap serangan sindroma koroner akut
dan golongan penderita ini sering disebut dengan angina stabil. Disisi lain dikenal
pula plak yang tidak stabil, dimana ateroma tersebut mengandung matriks
ekstraseluler dengan dindingnya yang tipis dengan inti lipid yang besar sehingga
mudah mengalami ruptur dan terjadi sindroma koroner akut. Untuk terjadinya
sindroma koroner akut bukan ditentukan besar kecilnya plak ateroma yang
terbentuk, akan tetapi stabil tidaknya ateroma yang terbentuk. Ateroma yang
cukup besar akan tetapi stabil relatif akan lebih aman terhadap terjadinya
sindroma koroner akut dibandingkan dengan ateroma walaupun relatif kecil akan
tetapi dari jenis yang tidak stabil karena pada ateroma tipe tidak stabil ini kejadian
ruptur plak lebih mudah dibandingkan dengan yang tipe stabil walaupun plak
yang stabil tersebut lebih besar.

Erosi dan Ruptur Dari Plak

Ruptur dari plak bisa terjadi dari berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Ruptur secara aktif hal ini diperkirakan akibat adanya sekresi enzim proteolitik
oleh makrophag yang dapat menipiskan maupun memperlemah kapsula fibrosa.
Ruptur ini berhubungan dengan kekuatan fisik yang terfokus pada bagian
terlemah dari kapsula fibrosa biasanya terletak didaerah pertemuan antara plak
dan jaringan yang normal. Daerah rawan ruptur sangat tergantung pada tekanan
sirkumferensi dindingnya, demikian juga lokasi, besar dan komposisi inti lipid
dan dampak dari aliran darah pada permukaan plak tersebut. Di samping ruptur
dari plak, erosi plak juga merupakan salah satu mekanisme terjadinya sindroma
koroner akut. Erosi plak lebih sering terjadi pada wanita. Pada kematian
mendadak akibat koroner prevalensi dari erosi plak terekam sebanyak 40%, pada
akut miokard infark sebanyak 25% dengan angka kejadian pada wanita lebih
banyak dibandingkan pada pria. Pada ruptur dari plak terjadi 37% pada wanita
dan 18% pada pria. Pada erosi plak, trombus melekat pada permukaan dari plak,
sedangkan pada ruptur plak, trombus terjadi sampai kelapisan dalam dari plak ke
inti lipid dan kalau hal ini tidak diikuti dengan remodeling yang positif, akibatkan
pertumbuhan progresi yang sangat cepat dari plak.
Peradangan

Dinding kasula fibrosa biasanya mengadung terutama jaringan kolagen


tipe I sehingga dapat menahan berbagai tekanan tanpa mengalami kerusakan.
Keadaan ini merupakan keseimbangan antara sintesa kolagen yang dipicu oleh
growth factor dan degradasi yang diakibatkan oleh metaloprotease [dihasilkan
oleh makrophag yang aktif]. Apoptosis dari sel sel otot polos dapat memperlemah
dinding tersebut dan mempermudah kejadian ruptur plak. Pada studi pathologi
didapatkan infiltrasi makrophag mencapai lebih besar 6 sampai 9 kali pada plak
yang ruptur dibandingkan dengan plak yang stabil. Oleh karenanya dipikirkan sel
sel ini juga menghasilkan metaloprotease yang menghancurkan matriks
ekstraseluler. Terdapatnya makrophag yang merupakan refleksi dari proses radang
diperkuat dengan adanya limphosit T yang aktif pada tempat ruptur tersebut.
Limphosit T ini dapat melepaskan berbagai sitokain yang dapat mengaktifkan
makrophag dan memicu proliferasi dari sel sel otot polos. Demikian juga mast cell
juga terdapat pada pinggiran plak.

Pada pemeriksaan secara patologi dari preparat plak tidak stabil yang
didapat pada aterektomi secara langsung didapatkan sekitar 40% adanya
hiperplasia neointimal, terjadinya neointimal ini sangat mungkin dirangsang oleh
inflammatory growth factor yang dihasilkan oleh sel, trombus atau sel otot polos.

Trombus

Trombus terbentuk ditempat plak yang alami ruptur atau erosi. Dan ini
dapat berupa oklusi koroner subtotal atau total. Pada penderita angina unstable
didapatkan trombus yang terjadi kaya dengan kandungan trombosit. Pada inti
yang kaya lipid dimana terlihat setelah plak ruptur, bersifat sangat trombogenik
dan banyak kandungan faktor jaringan yang aktif dibandingkan dengan
komponen lain [24]. Ada hubungan yang kuat antara aktifitas faktor jaringan
dengan adanya makrofag. Pada angina tidak stabil aktifitas monosit prokoagulan
ditemukan bertambah jumlahnya. Hiperkolesterolemia, fibrinogen, gangguan
fibrinolisis dan infeksi dapat ikut berperan dalam pembentukan trombus.
Terjadinya trombolisis secara spontan dapat menjelaskan terjadinya serangan
thrombotic vessel occlusion/subocclusion yang disertai dengan perubahan keluhan
ataupun perubahan gambaran EKG. Trombosis pada tempat plak yang ruptur
dapat menjadi fragmen yang kecil dan migrasi ikut aliran darah dan menyumbat
arteriolae dan kapiler. Emboli ini akan mengakibatkan nekrosis kecil.

Vaso konstriksi

Trombus yang kaya trombosit dapat melepaskan substansi vasokonstriktor


seperti serotonin dan tromboxan A2 yang dapat akibatkan vaso konstriksi pada
tempat ruptur dari plak atau pada mikrosirkulasi. Efek vasokonstriksi ini
merupakan faktor dominan pada Prinzmetal angina yang khas dengan adanya vaso
spastik yang mendadak dan bersifat sementara dimana tidak didahului dengan
kenaikan kebutuhan miokard akan oksigen.

Miokardium

Pada angina tak stabil miokardium bisa normal atau ada berbagai derajad
nekrosis miokard. Beberapa pasien terdapat area fokal dari sel yang nekrosis pada
miokardium yang dipelihara oleh arteri yang terdapat plak tersebut yang
merupakan akibat dari terjadinya tromboemboli yang berulang. Daerah nekrosis
yang sangat terbatas ini biasanya tidak terdeteksi pada pemeriksaan CK atau CK-
MB secara rutin sehingga hasilnya bisa normal atau naik sedikit. Troponin T atau
I merupakan pemeriksaan yang sangat sensitif dan harus dilakukan pada penderita
yang dicurigai terjadinya sindroma koroner akut. Naiknya troponin tanpa
kenaikan CK-MB menunjukkan adanya kerusakan miokard yang minimal.

Penelitian dengan Statin

Pada dasarnya penelitian yang dapat menunjukan perkembangan


aterosklerosis ada 2 hal, pemeriksaan secara invasif dengan mengukur ketebalan
arteri dengan intravascular ultrasonography dan secara non-invasif dengan
mengukur ketebalan lapisan tunika intima dan tunika media [intimal-medial
thickness] pada arteria karotis dengan memakai ultrasonographi.
Penelitian MAAS [Multicentre Anti-Atheroma Study] memakai simvastatin 20 mg
dibandingkan dengan plasebo dan diamati selama 4 tahun, didapatkan walaupun
ada juga regresi plak pada kelompok plasebo tapi hanya didapatkan pada 12%
sedangkan pada kelompok statin terdapat 18%. Progresi plak terjadi pada
kelompok plasebo sebesar 32,3% sedangkan pada kelompok statin sebesar 23%
dan perbedaan baik progresi maupun regresi plak ini secara statistik bermakna,
sehingga dapat disimpulkan statin punya peranan baik terhadap progresi dan
regresi plak [11]. Dan masih banyak lagi penelitian lain seperti AVERT [12], 4S
[13], LIPID [14] dan MIRACL [15] yang membuktikan keunggulan statin dalam
menekan baik angka morbiditas maupun mortalitas akibat penyakit jantung
koroner.

Underhill dkk 2008 mendapatkan pada penelitian dengan rosuvastatin


terhadap morphologi dan komposisi plak pada pasien dengan kadar kolesterol
darah sedang yang dideteksi dengan Magnetic Resonance Imaging [MRI] dimana
diberikan rosuvastatin dosis rendah dan tinggi terbukti kedua dosis tersebut dapat
efektif menurunkan Low Density Lipoprotein-Cholesterol dan juga mampu
menurunkan kandungan Lipid-Rich Necrotic Core [LRNC] [16]. Demikian juga
pada kelompok dewasa muda dengan resiko rendah [Framingham Risk Score
kurang dari 10%] dilakukan penelitian untuk menilai apakah rosuvastatin mampu
memperlambat progresi dan atau meregresi penebalan plak di karotis. Didapatkan
bahwa rosuvastatin mampu menurunkan kecepatan progresi plak dibandingkan
dengan plasebo yang diamati selama 2 tahun [17].

Ada bukti klinis bahwa statin dapat menurunkan morbiditas maupun


mortalitas vaskuler pada penderita penyakit jantung koroner atau diabetes melitus
[18,19]. Dan yang sangat luar biasa adalah penelitian JUPITER [Justification for
the Used of statins in Prevention: an Intervention Trial Evaluating Rosuvastatin]
dengan sampel yang sangat besar [17802 subyek] berusia tua [pria lebih dari 50
tahun dan wanita lebih dari 60 tahun] dengan LDL-kholesterol kurang dari 130
mg% dan hsCRP lebih dari 2 mg/L tanpa terbukti menderita penyakit jantung
koroner. Rosuvastatin diberikan dengan dosis 20 mg per hari yang secara acak
dibandingkan dengan plasebo. Trial ini dihentikan sebelum waktunya karena
sudah didapatkan secara bermakna penurunan primary end point (infark miokard,
stroke, revaskularisasi arterial, pemondokan akibat angina tidak stabil atau
mortalitas kardiovaskuler) sebesar 44% [20]. JUPITER merupakan penelitian
dengan statin yang pertama yang dapat membuktikan penurunan all cause
mortality pada subyek tanpa penyakit vaskuler dan diabetes melitus.

Pencegahan

Pencegahan harus ditujukan terhadap faktor risiko yang dipunyai


penderita. Di antara yang perlu diperlukan adalah terapi diet, walaupun penderita
penyakit gula, kenaikan kadar lemak di dalam darah maupun hipertensi dan telah
mendapatkan obat untuk itu terapi diet tetap harus dijalankan untuk menjamin
terkontrolnya faktor risiko tersebut.

Di samping diet yang baik, olah raga akan sangat menyokong terapi diet
ini. Diet dikombinasikan dengan olah raga dapat menurunkan risiko penyakit
gula, kegemukan dan meningkatkan HDL-kolesterol yang merupakan kolesterol
yang baik.

Ada 6 tujuan khusus pada terapi diet:

1. Kadar gula darah harus dijaga tetap normal. Pada penderita penyakit gula
harus dicapai keseimbangan antara diet, obat dan olah raga sedemikian
mungkin sehingga bisa mencapai target kadar gula di dalam darah se
normal mungkin.

2. Menjaga kadar lemak di dalam darah [kolesterol total, LDL-kolesterol dan


HDL-kolesterol] tetap normal atau rendah [makin rendah makin baik
untuk total kolesterol dan LDL-kolesterol] dan tinggi [makin tinggi makin
baik pada HDL-kolesterol].

3. Makan cukup kalori sesuai dengan kebutuhan badan untuk mencapai atau
mempertahankan berat badan ideal. Namun pada masa pertumbuhan,
hamil dan menyusui harus menambah kalori yang dimakan untuk
memenuhi kebutuhan yang meningkat pada keadaan tersebut.

4. Khusus untuk penderita penyakit gula yang memakai obat, diet harus
dapat mencegah terjadinya hiper atau hipoglikemia.

5. Mencegah atau memperlambat proses perjalanan penyakit misalnya makan


rendah lemak jenuh dan tinggi lemak tidak jenuh sesuai dengan kebutuhan
untuk mencegah problem jantung, protein secukupnya pada mereka yang
mempunyai problem gagal ginjal.

6. Tingkatkan kesehatan badan secara menyeluruh dengan cara memilih


makanan yang sehat.

Untuk mencapai itu semua tergantung pada keadaan, kesehatan dan


kondisi masing-masing, pada umumnya disarankan untuk:

1. Makan banyak yang mengandung sayur, nasi, kacang dan tepung setiap
harinya.

2. Makan lebih banyak buah-buahan dan sayur, makin banyak makin baik.

3. Pilihlah makanan dengan kadar lemak yang rendah misalnya susu, keju
dan yogurt rendah lemak

4. Makan secukupnya daging atau protein lain. Dengan makan daging


secukupnya tidak hanya protein yang dibatasi akan tetapi juga lemak total,
lemak jenuh dan kolesterol.

5. Membatasi makanan yang berlemak dan berminyak terutama yang kadar


lemak jenuhnya tinggi seperti minyak kelapa.

6. Membatasi makanan dengan kolesterol tinggi seperti susu murni, kuning


telur dan jeroan.

7. Membatasi makan kue yang manis, cukup sekali setiap harinya.


8. Menghindari minuman ber alkohol.

9. Membatasi garam atau memakai garam diet pada penderita hipertensi.

Dan yang paling penting adalah statin dalam hal ini rosuvastatin dapat
melindungi tidak saja pada prevensi sekunder atau tersier akan tetapi harus sudah
dipakai pada prevensi primer pada golongan risiko tinggi ataupun dengan
kenaikan hs-CRP walaupun belum ada secara klinis penyakit kardiovaskuler.

Simpulan

Penyakit jantung koroner dan serangan jantung dapat dihindari ataupun


paling tidak dikontrol dengan berbagai cara pencegahan. Selain obat-obatan dan
olah raga, diet merupakan hal yang tidak kalah pentingnya di dalam mencegah
ataupun mengobati penderita penyakit jantung.

Namun pada mereka yang telah ada plak maka statin terbukti mampu
merubah plak yang tidak stabil menjadi stabil sehingga dapat menurunkan baik
angka kesakitan maupun kematian akibat penyakit jantung koroner.

Daftar Pustaka

1. Murray CJ, Lopez AD. 1997. Mortality by cause for eight regions of the
world: Global Burden of Disease Study. Lancet ;349:1269-76.

2. Thom T, Haase N, Rosamond W, et al. 2006. Heart disease and stroke


statistics – 2006 update: a report from the American Heart Association
Statistic Committee and Stroke Statistics Committee.Circulation ;113:85-
151.

3. Willet WC. 1994. Diet and Health: what should we eat? Science ;264:532-
7.

4. World Health Organization. 2002. Integrated management of


cardiovascular risk. Report of a WHO meeting Geneva, 9 – 12, July 2002.
Geneva World Health Organization.

5. Irawan B. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner pada Usia Lanjut. 2004.


Naskah Lengkap KONAS III Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia
[PERGEMI]: Medika UGM, MU215-26.

6. Falk E. 1983. Plaque rupture with severe pre-existing stenosis


precipitating coronary thrombosis: characteristics of coronary
atherosclerotic plaques underlying fatal occlusive thrombi. Br Heart
J;50:127-34.

7. Davies MJ, Thomas AC. 1985. Plaque fissuring: the cause of acute
myocardial infarction, sudden ischemic death, and crescendo angina.Br
Heart J;53:363-73.

8. Fuster V, Badimon L, Badimon JJ, et al. 1992. The pathogenesis of


coronary artery disease and the acute coronary syndromes [1]. N Engl J
Med;326:242-50.

9. Fuster V, Badimon L, Badimon JJ, et al. 1992. The pathogenesis of


coronary artery disease and the acute coronary syndromes [2]. N Engl J
Med;326:310-8.

10. Furchgott RF,Zawadski JV. 1980. The obligatory role of endothelial cells
in the relaxation of arterial smooth muscle by acetylcholin.
Nature;299:373-376.
11. MAAS Investigators. 1994. Effect of Simvastatin on Coronary Atheroma.
The Multicentre Anti-Atheroma Study [MAAS]. Lancet;344:633-8.

12. Pitt B, Waters D, Brown MV, et al. 1999. Aggressive lipid lowering
therapy compared with angioplasty in stable coronary artery disease. N
Engl J Med;341:70-6.

13. Scandinavian Simvastatin Survival Study Group. 1994. Randomized trial


of cholesterol lowering in 4444 patients with coronary heart disease.
Lancet;344:1383-9.

14. The LIPID study Group. 1998. Prevention of cardiovascular events and
death with pravastatin in patients with coronary heart disease and a broad
range of initial cholesterol levels. N Engl J Med;339:1349-57.

15. Schwartz GG, Oliver MF, Ezekowitz MD, et al. 1998. Rational and design
of The Myocardial Ischemic Reduction with Aggressive Cholesterol
Lowering [MIRACL] Study that evaluates atorvastatin in unstable angina
pectoris and in non Q wave acute myocardial infarction. Am J
Cardiol;81:578:81.

16. Underhill HR, Yuan C, Zhao XQ, et al. 2008. Effect of rosuvastatin
therapy on carotic plaque morphology and composition in moderately
hypercholesterolemic patients: A high-resolution magnetic resonance
imaging trial. Am Heart J;155:584 e1-e8.

17. Crouse JR, Raichlen JS, Riley WA, et al. 2007. Effect of Rosuvastatin on
Progression of Carotid Intima-Media Thickness in Low-Risk Individuals
with subclinical Atherosclerosis. JAMA;297:1344-53.

18. Baigent C, Keech A, Kearney PM, et al. 2005. Efficacy and safety of
cholesterol-lowering treatment: prospective meta-analysis of data from
90.056 participants in 14 randomised trial of statin. Lancet;366:1267-78.
19. Kearney PM, Blackwell L, Collins R, et al. 2008. Efficacy of cholesterol
lowering therapy in 18.686 people with diabetes in 14 randomised trials of
statins: a meta-analysis. Lancet;371:117-25.

20. Ridker PM, Danielson E, Fonseca FA, et al. 2008. Rosuvastatin to prevent
vascular events in men and women with elevated C-reactive protein. N
Engl J Med;39:2195-207.

---------------------------------------------------------------------------------

You might also like