You are on page 1of 8

Kebijakan Penataan Ruang Dan Mitigasi di Kawasan Rawan Bencana

Moch. Shofwan dan Farida Nur’ Aini


Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas PGRI Adi Buana Surabaya dan
Mahasiswa Pendidikan Geografi Universitas Negeri Surabaya

Abstract
Indonesia is one countries that is categorized as a disaster-prone, even referred to
as laboratory of disasters in the world because almost all kinds of disaster in the State of
Indonesia such as floods, earthquakes, tsunamis, volcanic eruptions, landslide, droughts,
forest fires, tornados, epidemics and the failure of technology. Spatial planning as a system
of spatial planning, space utilization, and control the utilization of space is an integral and
inseparable from each other and must be carried out in accordance with the rules od spatial
planning. Disaster mitigation as stipulated in article 47 of Law No. 24 of 2007 is done to
reduce disaster risk for people who are in disaster prone areas. The initial process in spatial
planning policy based disaster mitigation is done with determination disaster prone areas,
especially by analyzing the nature, characterictics, and environmental conditions of an
area. Currently the concepts of disaster mitigation undergoing a paradigm shift form
conventional towards holistic namely to move away from emergency aid toward the
paradigm of mitigation/prevention, and as well as the development paradigm. Integrated
spatial planning policies with aspects of disaster mitigation will be able to run an important
role in the determination of a safe space utilization of the negative impact of natural
disasters, especially to minimize victims.

Key words: spatial planning, mitigation, disaster


Abstrak
Indonesia merupakan salah satu Negara yang dikategorikan rawan bencana,
bahkan disebut sebagai laboratorium bencana di dunia karena hampir semua jenis
bencana ada di Negara Indonesia seperti banjir, gempa bumi, tsunami, letusan gunung api,
longsor, kekeringan, kebakaran hutan, puting beliung, wabah penyakit, dan kegagalan
teknologi. Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengenadlian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan satu sama lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang.
Mitigasi bencana sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 47 UU No. 24 Tahun 2007
dilakukan untuk mengurangi resiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan
rawan bencana. Proses awal dalam kebijakan penataan ruang berbasis mitigasi bencana
dilakukan dengan penetapan kawasan rawan bencana khususnya dengan menganalisis
sifat, karakteristik, dan kondisi lingkungan suatu kawasan. Saat ini konsep mitigasi
bencana mengalami pergeseran paradigma dari konvensional menuju ke holistik yaitu
beralih dari paradigma bantuan darurat menuju ke paradigma mitigasi/preventif dan
sekaligus juga paradigma pembangunan. Kebijakan penataan ruang yang terintegrasi
dengan aspek mitigasi bencana akan dapat menajalankan peran penting dalam penetapan
rencana pemanfaatan ruang yang aman dari dampak negatif bencana alam, terlebih dapat
meminimalkan korban jiwa.

Kata-kata kunci: penataan ruang, mitigasi, bencana


A. Pendahuluan bumi, tsunami, letusan gunung berapi,
Indonesia merupakan salah satu longsor, kekeringan, kebakaran hutan,
Negara yang dikategorikan rawan putting beliung, wabah penyakit, dan
bencana, bahkan disebut sebagai kegagalan teknologi. Indonesia berada di
laboratorium bencana di dunia karena jalur tiga lempeng tektonik aktif dunia
hampir semua jenis bencana ada di yaitu lempeng Pasifik, lempeng Eurasia
Negara Indonesia seperti banjir, gempa dan lempeng Indo-Australia. Wilayah
kepulauan Indonesia yang seperti benua Asia di utara dan Australias di
sekarang ini mempunyai sejarah selatan memiliki unsur-unsur geologi atau
pembentukan yang cukup panjang dan geodinamika yang sangat kompleks dan
rumit ditinjau dari aspek geologisnya. sangat tidak stabil (Zen, 2009).
Indonesia yang terletak diantara dua

Gambar 1. Peta Kondisi Tektonik Indonesia

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian UU Nomor 26 Tahun 2007 memberikan


peristiwa yang mengancam dan pemahaman tentang tata ruang sebagai
menganggu kehidupan dan penghidupan wujud struktural dan pola pemanfaatan
masyarakat yang terjadi secara tiba-tiba ruang, baik direncanakan maupun tidak
maupun perlahan, disebabkan baik oleh (Muta’ali, 2014). Tujuan penataan ruang
faktor alam atau faktor non-alam maupun sebagaimana yang tercantum dalam UU
faktor manusia, sehingga mengakibatkan Nomor 26 Tahun 2007 untuk
kematian, luka-luka, kehilangan tempat mewujudkan ruang wilayah nasional yang
tinggal, kerugian ekonomi, kerusakan aman, nyaman, produktif, dan
sistem pemerintahan, efeknya terhadap berkelanjutan berlandaskan wawasan
kesehatan, serta dampak psikologis (UU nusantara dan ketahanan nasional
No. 24 Tahun 2007; Twigg, 2004; Carter, diantaranya:
1991).
Dampak yang diakibatkan oleh a) Terwujudnya keharmoniasi antara
kejadian bencana sejauh ini yang sudah lingkungan alam dan lingkungan
terjadi sangat besar sekali jika dilihat dari buatan;
berbagau aspek fisik (keruangan/spatial), b) Terwujudnya keterpaduan dalam
sosial (social), dan ekonomi (economy). penggunaan sumberdaya alam dan
Berkaitan dengan permasalahan tersebut sumberdaya buatan dengan
maka perlu adanya kebijakan penataan memperhatikan sumberdaya
ruang dan mitigasi bencana yang manusia;
terintegrasi antara berbagai elemen baik c) Terwujudnya perlindungan fungsi
masyarakat, swasta, maupun pemerintah ruang dan pencegahan dampak
sehingga dapat meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan
kerugian yang diakibatkan. akibat pemanfaatan ruang.

B. Penataan Ruang Berdasarkan tujuan penataan


Penataan ruang mengandung ruang tersebut, maka dalam perencanaan
makna proses menata ruang. Lebih lanjut tata ruang tidak terlepas dari aspek atau
nilai-nilai dalam perencanaan yang harus partisipatif atau demokratis dalam
dilaksanakan. Pada dasarnya nilai-nilai penataan ruang. Lingkup penataan ruang
baku dalam kegiatan perencanaan adalah mencakup penyelenggaraan penataan
rasionalitas pasar dan rasionalitas sosial ruang yang meliputi kegiatan pengaturan,
politik yang mempengaruhi proses dan pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan
tindakan perencanaan. Turunan dari penataan ruang termasuk didalamnya
keduanya adalah nilai-nilai seperti penataan ruang kawasan rawan bencana,
transparan, akuntabel, keadilan, dan sebagaimana pada Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2. Siklus Penyelanggaraan Penataan Ruang


Penataan ruang sebagai suatu C. Konsep Mitigasi Bencana
sistem perencanaan tata ruang, Undang-Undang Nomor 24 Tahun
pemanfaatan ruang, dan pengendalian 2007 menjelaskan bahwa mitigasi adalah
pemanfaatan ruang merupakan satu serangkaian upaya untuk mengurangi
kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama risiko bencana, baik melalui
lain harus dilakukan sesuai dengan kaidah pembangunan fisik maupun penyadaran
penataan ruang. Berdasarkan UU Nomor dan peningkatan kemampuan menghadapi
26 Tahun 2007, penataan ruang ancaman bencana. Mitigasi bencana
diklasifikasikan berdasarkan sistem, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal
fungsi utama kawasan, wilayah 47 UU No. 24 Tahun 2007 dilakukan
administratif, kegiatan kawasan, dan nilai untuk mengurangi risiko bencana bagi
strategis kawasan, diantaranya: masyarakat yang berada pada kawasan
a) Penataan ruang berdasarkan sistem rawan bencana. Dengan demikian, risiko
terdiri atas sistem wilayah dan sistem mitigasi adalah bagian upaya
internal perkotaan; pengurangan risiko bencana yaitu suatu
b) Penataan ruang berdasarkan fungsi upaya untuk menekan kerugian
utama kawasan terdiri atas kawasan masyarakat yang diakibatkan oleh
lindung dan kawasan budidaya; peristiwa bencana alam (BNPB, 2007).
c) Penataan ruang berdasarkan wilayah Berdasarkan United Nations
administratif; International Strategy for Disaster
d) Penataan ruang berdasarkan kegiatan Reduction/UN ISDR (dalam Muta’ali,
kawasan terdiri atas penataan ruang 2012), potensi bencana atau bahaya
kawasan perkotaan dan penataan dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu:
ruang kawasan pedesaan; 1. Bahaya beraspek geologi, antara lain
e) Penataan ruang berdasarkan nilai gempa bumi, tsunami, gunung api,
strategis kawasan. gerakan tanah (mass movement) yang
sering dikenal sebagai tanah longsor;
2. Bahaya beraspek hidrometeorologi, dilakukan dengan penetapan kawasan
antara lain banjir, kekeringan, angin rawan bencana khususnya dengan
topan, gelombang pasang; menganalisis sifat, karakteristik, dan
3. Bahaya beraspek biologi, antara lain kondisi lingkungan suatu kawasan. Saat
wabah penyakit, hama dan penyakit ini konsep mitigasi bencana mengalami
tanaman dan hewan/ternak; pergeseran paradigma dari konvensional
4. Bahaya beraspek teknologi, antara menuju ke holistik yaitu beralih dari
lain kecelakaan transportasi, paradigma bantuan darurat menuju ke
kecelakaan industry, kegagalan paradigma mitigasi/preventif dam
teknologi; sekaligus juga paradigma pembangunan.
5. Bahaya beraspek lingkungan, antara Pada awalnya bencana dianggap sebagai
lain kebakaran hutan, kerusakan takdir semata, dimana manusia bersifat
lingkungan, pencemaran limbah. pasrah dan tidak memiliki peran dan
Upaya-upaya pengurangan risiko kontribusi yang signifikan terkait dengan
bencana sangat diperlukan untuk terjadinya bencana. Selanjutnya,
membangun masyarakat yang tahan pandangan ini bergeser pada cara pandang
(resilent community) terhadap bencana. yang lebih saintifik dan ilmiah (Muta’ali,
Tantangan yang ada dalam pengurangan 2014).
risiko bencana (PRB) ini adalah
perumusan strategi mitigasinya. Strategi Berbagai kebijakan yang perlu
mitigasi dan kebijakan-kebijakannya ditempuh dalam mitigasi bencana antara
hendaknya dirumuskan dari suatu kajian lain:
risiko bencana yang komprehensif (Zen,
a) Dalam upaya mitigasi bencana
2009).
perlu membangun persepsi yang
Dalam konteks waktu mitigasi
sama bagi semua pihak baik
mencakup semua tindakan yang
jajaran aparat pemerintah
dilakukan sebelum munculnya satu
maupun segenap unsur
bencana (tindakan-tindakan pra bencana)
masyarakat yang ketentuan
yang meliputi tindakan-tindakan
langkahnya diatur dalam
pengurangan risiko bencana jangka
pedoman umum, petunjuk
panjang. Ada empat hal penting dalam
pelaksanaan dan prosedur tetap
mitigasi bencana, yaitu: (1) tersedia
yang dikeluarkan oleh instansi
informasi dan peta kawasan rawan
yang bersangkutan sesuai dengan
bencana untuk tiap jenis bencana, (2)
bidang tugas unit masing-masing;
sosialisasi untuk meningkatkan
b) Pelaksanaan mitigasi bencana
pemahaman dan kesadaran masyarakat
dilaksanakan secara terpadu
dalam menghadapi bencana, karena
terkoordinir yang melibatkan
bermukim di daerah rawan bencana, (3)
seluruh potensi pemerintah dan
mengetahui apa yang perlu dilakukan dan
masyarakat;
dihindari, serta mengetahui cara
c) Upaya preventif harus
penyelamatan diri jika bencana timbul, (4)
diupayakan agar kerusakan dan
pengaturan dan penataan kawasan rawan
korban jiwa dapat diminimalkan;
bencana untuk mengurangi ancaman
d) Penggalangan kekuatan melalui
bencana. Dalam Permendagri Nomor 33
kerjasama dengan semua pihak,
Tahun 2006 tentang pedoman umum
melalui pemberdayaan
mitigasi bencana dikemukakan tentang
masyarakat serta kampanye.
kebijakan, strategi dan manajemen
Sedangkan untuk melaksanakan
mitigasi bencana (Muta’ali, 2014).
kebijakan dikembangkan beberapa
D. Kebijakan Penataan Ruang dan strategi sebagai berikut:
Mitigasi di Kawasan Rawan a) Pemetaan daerah rawan
Bencana bencana;
Proses awal dalam kebijakan b) Pemantauan tingkat
penataan ruang berbasis mitigasi bencana kerawanan secara dini di
daerah vital dan strategis perumahan dan fasilitas
secara jasa dan ekonomi umum;
dilakukan di beberapa h) Meningkatkan keamanan
kawasan rawan bencana; terhadap bencana pada
c) Penyebaran informasi bangunan industri dan
kawasan rawan bencana; kawasan industri;
d) Sosialisasi dan penyuluhan i) Meningkatkan keamanan
segala aspek kebencanaan terhadap bencana pada
kepada SATKOR-LAK PB, bangunan sekolah dan anak-
SATLAK-PB, dan anak sekolah;
masyarakat bertujuan j) Meningkatkan keamanan
meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana dan
dan kesiapan menghadapi kaidah-kaidah bangunan
bencana jika sewaktu-waktu tahan gempa dan tsunami
terjadi; serta banjir dalam proses
e) Pelatihan/pendidikan tentang pembuatan konstruksi baru;
tata cara pengungsian dan k) Meningkatkan pengetahuan
penyelamatan jika terjadi para ahli mengenai fenomena
bencana; bencana, kerentanan
f) Peringatan dini secara terhadap bencana dan teknik-
kontinyu disuatu daerah teknik mitigasi;
rawan. l) Memasukkan prosedur
Selanjutnya terkait manajemen kajian risiko bencana
mitigasi bencana sesuai dengan amanat kedalam perencanaan tata
UU Nomor 24 Tahun 2007 amanatnya ruang/tata guna lahan;
sebagai berikut: m) Meningkatkan kemampuan
a) Meningkatkan kesiapan pemulihan masyarakat dalam
masyarakat pada masalah- jangka panjang setelah
masalah yang berhubungan terjadi bencana.
dengan risiko bencana;
b) Meningkatkan keamanan Indonesia wilayahnya sangat
terhadap bencana pada luas terdiri dari hamparan lautan dan
sistem infrastruktur dan daratan, termasuk didalamnya ada
utilitas; wilayah/kawasan rawan bencana.
c) Meningkatkan keamanan Kawasan rawan bencana sendiri
terhadap bencana pada merupakan kawasan yang seyogyanya
bangunan strategis dan harus terkontrol secara maksimal yang
penting; penataan ruangnya harus dapat
d) Penguatan institusi dikendalikan. Berdasarkan UU No. 26
penanganan bencana; Tahun 2007 pengertian penataan ruang
e) Meningkatkan kemampuan tidak hanya berdimensi perencanaan
tanggap darurat; pemanfaatan ruang saja, namun lebih dari
f) Meningkatkan kepedulian; itu termasuk dimensi kebijakan
g) Meningkatkan keamanan pemanfaatan dan pengendalian
terhadap bencana daerah pemanfaatan ruang.
Gambar 3. Mitigasi Bencana dan Penyelenggaraan Penataan Ruang (Tondobala,
2011)
Dalam kaitannya dengan c) Pengembangan dan
bencana, tata ruang diharapkan dapat penggunaan alat pemantauan
membantu mengurangi dampak suatu untuk mengukur aspek
bencana alam, seperti gempa, tsunami, pengurangan risiko yang
letusan gunung api, dan lainnya. Dengan diperoleh atas suatu
kata lain, perencanaan, pemanfaatan, dan kebijakan perencanaan tata
pengendalian tata ruang wilayah dan kota ruang;
atau kawasan semestinya d) Integrasi kajian risiko
mempertimbangkan faktor bencana alam, bencana terhadap
khususnya pada kota dan kawasan yang perencanaan pembangunan
berlokasi pada wilayah rawan bencana pedesaan, terutama di daerah
alam, sehingga dapat menanggulangi pegunungan dan pesisir;
dampak negative terhadap lingkungan. e) Revisi ataupun
(Hyogo Framework for Action (HFA) dan pengembangan terhadap
UNISDR tahun 2005, juga building code serta praktik
mengamanatkan peran tata ruang (land rekonstruksi dan rehabilitasi
use planning) dalam pengurangan risiko tingkat nasional dan lokal.
bencana termasuk melakukan pembatasan Kebijakan penataan ruang yang
pembangunan di kawasan rawan bencana. terintegrasi dengan aspek mitigasi
bencana akan dapat menjalankan peran
Pada konsep HFA terdapat 5 penting dalam penetapan rencana
fokus integrasi perencanaan tata ruang pemanfaatan ruang yang aman dari
dengan pengurangan risiko bencana dampak negatif bencana alam, terlebih
(Sagala dan Bisri dalam Muta’ali, 2014), dapat meminimalkan korban jiwa.
yakni: Setidaknya dalam penataan ruang sudah
dimunculkan kriteria lokasi rawan
a) Integrasi kajian risiko
bencana alam dan sebaran lokasi kawasan
bencana kedalam
kritis dan kawasan yang berisiko bencana.
perencanaan perkotaan,
Penataan ruang dapat meminimalisasi
termasuk didalamnya
dampak bencana karena tujuan penataan
perhatian khusus terhadap
ruang adalah keseimbangan lingkungan
permukiman yang rentan
hidup. Atau dapat dikatakan, pemanfaatan
terhadap bencana;
suatu kawasan untuk berbagai kegiatan
b) Pengarusutamaan
disesuaikan dengan kemampuan daya
pertimbangan risiko bencana
dukung lingkungannya.
terhadap kegiatan
Patut digaris bawahi bahwa
pembangunan infrastruktur
sesungguhnya penyelenggaraan penataan
vital;
ruang adalah sama dengan usaha mitigasi
bencana. Dalam konteks identifikasi Mitigation and preparedness in
kawasan rawan bencana, maka hal ini development and emergency
merupakan upaya mendukung penataan programming. Humanitarian
ruang dengan kerentanan wilayah Practice Network (HPN),
terhadap bencana sehingga resiko Overseas Development Institute,
bencana dapat dicermati dan diantisipasi London.
dalam pola ruang. Dengan kata lain,
identifikasi kawasan rawan bencana UU RI No. 26 Tahun 2007 tentang
berguna untuk menentukan struktur ruang Penataan Ruang, LNRI Tahun
dan pola ruang suatu wilayah (Tondobala, 2007 Nomor 68; TLNRI Nomor
2011). 4725.
Kebijakan penataan ruang dan
UU RI No. 24 Tahun 2007 tentang
kegiatan mitigasi bencana menjadi alat
Penanggulangan Bencana, LNRI
pengendali pemanfaatan suatu wilayah
Tahun 2007 Nomor 66; TLNRI
yang berada di kawasan rawan bencana
Nomor 4723.
baik dalam dokumen tertulis seperti
RTRW, RDTR, Renstra, dan RKP Zen, M.T. 2009. Mengelola Risiko
maupun dalam aturan yang tidak tertulis Bencana di Negara Maritim
seperti karakter kepemimpinan seseorang Indonesia. Bandung: Majelis
(leadership character). Pengendalian Guru Besar Institut Teknologi
pemanfaatan ruang pada kawasan rawan Bandung.
bencana yang telah ditetapkan merupakan
upaya untuk mengarahkan pemanfaatan
ruang agar tetap sesuai dengan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan.
Kebiijakan pengendalian pemanfaatan
ruang dilaksanakan melalui peraturan
zonasi, perizinan, pemantauan, evaluasi,
dan penertiban terhadap pemanfaatan
ruang yang ada di kawasan rawan
bencana, semua itu harus dilaksanakan
secara terintegrasi antar elemen-elemen
yang ada baik masyarakat, swasta,
maupun pemerintah.

Daftar Pustaka
Carter, N. 1991. Disaster Management: A
Disaster Manager’s Handbook, ADB,
Manila.
Muta’ali, L. 2014. Perencanaan
Pengembangan Wilayah
Berbasis Pengurangan Risiko
Bencana. Yogyakarta: Fakultas
Geografi UGM.
Tondobala, L. 2011. Pemahaman tentang
Kawasan Rawan Bencana dan
Ditinjau terhadap Kebijakan dan
Peraturan Terkait. Jurnal
Sabua.Vol. 3 No. 1:58-63.
Twigg, J. 2004. Good Practice Review:
Disaster Risk Reduction.

You might also like