You are on page 1of 111

ANALISIS KESESUAIAN DAN PERENCANAAN TAPAK

KAWASAN SITU PENGASINAN SEBAGAI KAWASAN


PARIWISATA KOTA

PRIMA JIWA OSLY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Kesesuaian dan
Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata
Kota adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis
ini.

Bogor, Agustus 2008

PRIMA JIWA OSLY


NRP. A353060101
ABSTRACT
PRIMA JIWA OSLY. Land Evaluation and The Planning of The Lake Area
Site for Urban Tourism Area. Under Direction of KOMARSA
GANDASASMITA and RIADIKA MASTRA.

Significantly, tourism in Depok has not yet developed because tourism


variety and object are still lacking there. Lake area which is potential to become
tourism area has not yet been developed for tourism object. This research intends
to plan the lake area called “Pengasinan” as an ecologically sound urban tourism
area. The analysis used GIS (Geographic Information System) technology, a
software ArcView version 3.30 which implements an intercept overlay method.
Spatial analysis used weighted and scoring method by which appereance of object
in space quantified. Evaluation is divided into location suitability (macro area)
and zone suitability (micro area). Certainty of location and zone can be seen
through the accumulationof scoring value. Result of analysis reveal that location
of “Pengasinan” lake is physically worth to be developed as tourism area. Micro
area analysis divides the area into 3 tourism zones, which consist of main zone
(village view tourism), rest zone and supporting zone (water and shopping
tourism). The site planning at each zone can satisfy the needs for facility and
infrastucture there. The analysis result can also provide development direction as
well as investment pattern and area development.
Keyword : lake area, suitability analysis, site planning, GIS, tourism
RINGKASAN

PRIMA JIWA OSLY. Analisis Kesesuaian Dan Perencanaan Tapak Kawasan


Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata Kota. Oleh KOMARSA
GANDASASMITA dan RIADIKA MASTRA
Secara signifikan, pariwisata Kota Depok belum berkembang karena
variasi dan obyek wisata masih kurang. Beberapa kawasan situ terutama kawasan
situ Pengasinan yang berpotensi menjadi kawasan wisata dan seharusnya telah
menjadi obyek wisata ternyata belum dikembangkan dan dikelola. Penelitian ini
bertujuan merancang kawasan situ Pengasinan sebagai kawasan pariwisata kota
bernuansa lingkungan.
Proses analisis menggunakan teknologi SIG (Sistem Informasi Geografis),
software ArcView versi 3.30 dengan cara melakukan overlay intersept. Analisis
keruangan menggunakan metode pembobotan dan skoring, yaitu metode
kuantifikasi kenampakan setiap obyek pada ruang. Penilaian dibagi menjadi
penilaian kesesuaian lokasi (makro kawasan) dan kesesuaian zona (mikro
kawasan). Ketentuan lokasi dan zona akan terlihat melalui akumulasi nilai skor.
Penggunaan parameter dalam menentukan lokasi kawasan wisata ditentukan
berdasarkan pengharkatan terhadap infrastruktur, status lahan, view dan Land
Cover/Land Use. Lokasi terpilih merupakan kombinasi antara keseluruhan
parameter diatas. Pemilihan lokasi dalam kawasan yang paling sesuai merupakan
kombinasi antara aksesibilitas yang mudah, status lahan yang memiliki tingkat
resistensi yang rendah, pemandangan yang bagus dan Land Cover/Land Use yang
sesuai dengan tema obyek wisata yang akan dibangun. Sedangkan untuk
penetapan zona, kriteria yang digunakan untuk menetapkan suatu lahan menjadi
sesuai sebagai sebuah tapak kawasan wisata adalah menggunakan parameter lahan
yang dianggap paling berpengaruh terhadap content (isi) tapak kawasan tersebut.
Parameter tersebut kemudian ditentukan bobot kepentingannya terhadap masing-
masing zona dengan melihat besaran kepentingan nilai di atasnya terhadap nilai di
bawahnya.
Ditinjau dari data sebaran kesesuaian lokasi yang diperoleh dari hasil
analisis, maka secara umum kondisi lahan pada daerah penelitian memiliki tingkat
kesesuaian sedang sampai sesuai, yaitu mencakup 85,44% dari keseluruhan
daerah penelitian. Ini berarti bahwa kondisi lahan daerah penelitian cukup dapat
dikembangkan untuk kawasan wisata. Zona A sebagai zona utama memiliki
tingkat kesesuaian lahan yang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah
kawasan wisata desa. Dengan luas area sesuai sebesar 35% dari luas kawasan,
zona ini relatif lebih mudah dikembangkan. Komposi penyebaran daerah
kesesuaian yang merata pada bagian barat kawasan juga menjadikan zona ini lebih
mudah untuk dikembangkan menjadi satu tema. Zona B sebagai zona istirahat
memiliki tingkat kesesuaian lahan yang cukup untuk dikembangkan menjadi
sebuah kawasan yang berisi bangunan-bangunan pendukung kegiatan wisata.
Dengan luas area sesuai sebesar 60% dari luas kawasan, zona ini relatif lebih
mudah dikembangkan. Komposi penyebaran daerah kesesuaian yang merata pada
bagian utara - selatan kawasan juga menjadikan zona ini lebih mudah untuk
dikembangkan menjadi satu tema. Zona C sebagai zona pendukung memiliki
tingkat kesesuian lahan yang kurang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah
kawasan yang berisi bangunan-bangunan pendukung kegiatan wisata. Dengan luas
area yang sesuai sebesar 16% dari luas kawasan, zona ini relatif agak sulit
dikembangkan. Komposi penyebaran daerah kesesuaian yang hampir merata pada
bagian timur kawasan menjadikan zona ini sedikit lebih mudah untuk
dikembangkan menjadi satu tema.
Hasil analisis menunjukkan bahwa lokasi situ Pengasinan layak secara
fisik untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata. Analisis mikro kawasan
membagi kawasan menjadi 3 zona wisata, yaitu zona utama (wisata desa), zona
istirahat dan zona pendukung (wisata air dan belanja). Perancangan tapak pada
masing-masing zona sudah memenuhi kebutuhan akan sarana dan prasarana pada
zona tersebut. Hasil analisis juga memberikan arahan pengembangan serta pola
investasi dan pengembangan kawasan.
Kata kunci : kawasan situ, analisis kesesuaian, rencana tapak, SIG, wisata
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindung Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam
bentuk apapun tanpa izin IPB
ANALISIS KESESUAIAN DAN PERENCANAAN TAPAK
KAWASAN SITU PENGASINAN SEBAGAI KAWASAN
PARIWISATA KOTA

PRIMA JIWA OSLY

Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : DR. Ir. Setia Hadi, MS
Judul Tesis : Analisis Kesesuaian dan Perencanaan Tapak Kawasan Situ
Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata Kota
Nama : Prima Jiwa Osly
NIM : A353060101

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc Dr. Ir. IDK. Riadika Mastra, MEng
Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 4 September 2008 Tanggal Lulus :


“Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung
yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah
dipandang mata. Untuk menjadi pengajaran dan peringatan bagi tiap-tiap
hamba yang kembali (mengingat) Allah“ (Q.S. 50:7-8)
“Dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami
limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami
tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu
di negeri-negeri itu pada malam dan siang hari dengan aman” (Q.S. 34:18)

Yang mulia:
Ayahanda dan Ibunda
Prof. DR. Ir. H. Osly Rachman, MS – Hj. Nursahati, SH
Yang tercinta:
Isteriku
Puspita Sari, ST
Yang tersayang:
Putriku
Azumi Sultanikha (Zee)
PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya,
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2008 sampai Juli 2008 ini adalah
perencanaan dan perancangan tapak kawasan situ agar dapat menjadi sebuah
kawasan wisata yang berisi berbagai macam obyek wisata. Berdasarkan tema
diatas, karya ilmiah ini diberi judul Analisis Kesesuaian dan Perencanaan Tapak
Kawasan Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata Kota.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada :
1. Dr. Ir. Ernan Rustiadi selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah (PWL) IPB.
2. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSC selaku Dosen Pembimbing Utama.
3. Dr. Ir. IDK. Riadika Mastra, MEng, selaku Dosen Pembimbing Anggota.
4. Prof. DR. Ir. Osly Rachman, MS, ayah sekaligus mentor.
5. Puspita Sari, ST dan Azumi Sultanikha, istri dan anakku tersayang.
6. Fakultas Teknik Universitas Pancasila, Jakarta, selaku sponsor.
7. Mahasiswa Pasca Sarjana IPB, khususnya Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah (PWL) IPB, khususnya Program Reguler Angkatan
2006.
8. Semua pihak yang membantu dalam penulisan rencana penelitian ini.
Akhir kata semoga karya ilmiah ini, baik dalam pemaknaan substansi
maupun ekspresi penulisan dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, Agustus 2008


Prima Jiwa Osly
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 16 Desember 1976 dari Ayah


yang bernama Osly Rachman dan Ibu yang bernama Nursahati. Penulis
merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Penulis sudah menikah pada 31
Agustus 2003 dengan Puspita Sari dan telah dikaruniai seorang putri bernama
Azumi Sultanikha.
Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor, dan pada tahun yang
sama melanjutkan ke Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Pancasila Jakarta,
dan lulus pada tahun 2000. Tahun 2006, penulis diterima di Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari Fakultas Teknik Universitas Pancasila Jakarta .
Penulis bekerja sebagai staf pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Pancasila Jakarta sejak 2000 sampai sekarang.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................................ i
DAFTAR TABEL.................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang.............................................................................................. 1
Identifikasi Masalah ..................................................................................... 3
Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 5
Kontribusi Penelitian .................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 6
Pengertian Pariwisata ................................................................................... 6
Potensi dan Pasar Wisata.............................................................................. 7
Konsep Pengembangan Kawasan Wisata..................................................... 9
Pengembangan Kawasan Tepi Air (Waterfront Development).................. 12
Perencanaan Tapak ..................................................................................... 16
Sistem Informasi Geografis (SIG).............................................................. 23
III. METODOLOGI PENELITIAN...................................................................... 27
Kerangka Pikir Penelitian........................................................................... 27
Lokasi Penelitian ........................................................................................ 29
Waktu Penelitian......................................................................................... 29
Pengumpulan dan Pengolahan Data ........................................................... 29
Penyusunan Basis Data dan Pengolahan Data Digital................................ 31
Zona Dan Parameter Penyusun Rencana Tapak......................................... 33
Metode Analisis Keruangan ....................................................................... 43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 47
Kondisi Biofisik Lokasi Penelitian............................................................. 47
Analisis Dan Perancangan Tapak ............................................................... 53
Pemetaan Kesesuaian Lokasi Dan Zona..................................................... 61
Perancangan Tapak..................................................................................... 66
Arahan ........................................................................................................ 85

Prima Jiwa Osly/A353060101 i


V. PENUTUP........................................................................................................ 90
Kesimpulan ................................................................................................. 90
Saran ........................................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 92

Prima Jiwa Osly/A353060101 ii


DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Persentase Penggunaan Lahan Kota Depok.............................................. 2
Tabel 2. Kemampuan SIG dalam Pariwisata ........................................................ 24
Tabel 3. Jenis data dan metode pengumpulannya................................................. 30
Tabel 4. Content masing-masing zona dalam kawasan ........................................ 33
Tabel 5. Pemeringkatan kesesuaian lokasi yang digunakan ................................. 34
Tabel 6. Pemeringkatan kesesuaian infrastruktur yang ada .................................. 34
Tabel 7. Pemeringkatan kesesuaian status lahan................................................... 35
Tabel 8. Pemeringkatan kesesuaian Land Cover dan Land Use ........................... 35
Tabel 9. Pemeringkatan kesesuaian untuk View dengan Buffer 100 m................. 36
Tabel 10. Parameter dan bobot untuk penentuan lokasi dalam zona .................... 37
Tabel 11. Pemeringkatan kesesuaian zona............................................................ 38
Tabel 12. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona A (Village Zone) ....... 39
Tabel 13. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona A (Village Zone).................. 39
Tabel 14. Skoring View dalam zona A (Village Zone).......................................... 40
Tabel 15. Skoring Vegetasi dalam zona A (Village Zone).................................... 40
Tabel 16. Skoring Slope dalam zona A (Village Zone)......................................... 40
Tabel 17. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona B (Rest Area) ............ 41
Tabel 18. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona B (Rest Area) ....................... 41
Tabel 19. Skoring View dalam zona B (Rest Area)............................................... 42
Tabel 20. Skoring Water Body dalam zona B (Rest Area).................................... 42
Tabel 21. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona C (Water Zone) ......... 42
Tabel 22. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona C (Water Zone).................... 43
Tabel 23. Skoring Water Body dalam zona C (Water Zone) ................................ 43
Tabel 24. Skoring Vegetasi dalam zona C (Water Zone) ..................................... 43
Tabel 25. Luas Land Cover dan Land Use............................................................ 53
Tabel 26. Tabel panjang jaringan jalan dalam lokasi............................................ 58
Tabel 27. Tabel luas status lahan pada lokasi ....................................................... 60
Tabel 28. Tabel luas kesesuaian untuk lokasi ....................................................... 61
Tabel 29. Tabel luas kesesuaian untuk Zona A (Village Zone) ............................ 63
Tabel 30. Tabel luas kesesuaian untuk Zona B (Water Zone) .............................. 64

Prima Jiwa Osly/A353060101 iii


Tabel 31. Tabel luas kesesuaian untuk Zona C (Water Zone) .............................. 65
Tabel 32. Tabel luas untuk masing-masing zona .................................................. 66
Tabel 33. Kebutuhan Ruang Fasilitas ................................................................... 76
Tabel 34. Tingkat kepentingan untuk kegiatan pembangunan fasilitas ................ 86

Prima Jiwa Osly/A353060101 iv


DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Pola morfologi pada area Waterfront .................................................. 16
Gambar 2. Proses perencanaan tapak.................................................................... 18
Gambar 3. Kerangka pikir penelitian .................................................................... 28
Gambar 4. Lokasi penelitian ................................................................................. 29
Gambar 5. Prosedur penentuan kesesuaian lokasi ................................................ 45
Gambar 6. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona A (Village Zone) ........... 45
Gambar 7. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona B (Rest Area)................. 45
Gambar 8. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona C (Water Zone) ............. 46
Gambar 9. Prosedur penentuan posisi zona terhadap kawasan............................. 46
Gambar 10. Pembagian wilayah kota Depok........................................................ 48
Gambar 11. Lokasi penelitian ............................................................................... 49
Gambar 12. Peta elevasi lahan lokasi penelitian................................................... 50
Gambar 13. Peta kemiringan lahan lokasi penelitian............................................ 50
Gambar 14. Peta hidrologi lokasi penelitian ......................................................... 51
Gambar 15. Peta jaringan jalan wilayah penelitian............................................... 52
Gambar 16. Pola ruang kawasan........................................................................... 53
Gambar 17. Pencapaian wilayah penelitian dalam konstelasi regional ................ 57
Gambar 18. Peta jaringan jalan dalam kawasan.................................................... 58
Gambar 19. Peta kesesuaian lokasi ....................................................................... 62
Gambar 20. Peta kesesuaian untuk zona A (Village Zone)................................... 63
Gambar 21. Peta kesesuaian untuk zona B (Rest Area) ........................................ 64
Gambar 22. Peta kesesuaian untuk zona C (Water Zone)..................................... 65
Gambar 23. Peta zonasi......................................................................................... 66
Gambar 24. Skema pengelolaan air bersih kawasan............................................. 74
Gambar 25. Skema pengelolaan air kotor kawasan .............................................. 75
Gambar 26. Rancangan tapak Zona A .................................................................. 77
Gambar 27. Perancangan suasana pada Zona A ................................................... 78
Gambar 28. Rancangan tapak Zona B................................................................... 79
Gambar 29. Suasana pos sepeda ........................................................................... 80
Gambar 30. Amphi Theatre ................................................................................... 81

Prima Jiwa Osly/A353060101 v


Gambar 31. Pusat kerajinan dan cinderamata ....................................................... 82
Gambar 32. Suasana toko cinderamata dan kerajinan .......................................... 82
Gambar 33. Rancangan tapak Zona C................................................................... 83
Gambar 34. Pusat belanja tanaman ....................................................................... 84
Gambar 35. Suasana belanja tana.......................................................................... 84
Gambar 36. Kondisi dermaga untuk wisata air..................................................... 85

Prima Jiwa Osly/A353060101 vi


I. PENDAHULUAN

Latar Belakang
Peran sektor pariwisata terasa semakin penting dalam perekonomian
daerah, baik sebagai sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) maupun sebagai
kesempatan kerja serta kesempatan berusaha. Dalam rancangan pembangunan
nasional, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pengembangan pariwisata
harus dilakukan dan ditingkatkan dengan memperluas dan memanfaatkan sumber
serta potensi pariwisata. Pemasukan (devisa) dari sektor pariwisata Indonesia
adalah sebesar Rp 125 trilyun dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 7,52 juta
orang (DEPBUDPARRI, 2006). Meningkatnya jumlah wisatawan akan
menciptakan industri pariwisata (angka pertumbuhan nasional sebesar 2% per
tahun). Dalam kasus kota Depok, tahun 2006 sektor pariwisata menyumbang
25,4% bagi PAD dan 8,8% dari keseluruhan restribusi pendapatan Jawa Barat dari
sektor pariwisata. Peningkatan tersebut didorong oleh tiga hal, yakni pertama,
penampilan eksotis daerah, dalam arti bahwa setiap pariwisata tentu ingin
menampilkan sesuatu yang belum ada di mana-mana. Kedua, kebutuhan orang
modern dengan hiburan waktu senggang atau relaksasi (keluar dari rutinitas).
Ketiga, mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi daerah yang dijadikan
tujuan wisata.
Depok memiliki posisi sebagai daerah peresapan air dan hal ini dituangkan
dalam Keppres No. 114 Pasal 2 tahun 1999 tentang Penataan Ruang Bogor-Puncak-
Cianjur). Dalam Keppres tersebut salah satu fungsi penting kawasan adalah
sebagai peresapan air bagi keseluruhan kawasan Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, dan Bekasi. Praktek peresapan air itu dilakukan melalui perlindungan
ekologi kawasan hijau dan danau (bahasa lokal disebut situ). Saat ini, sebanyak 12
dari 26 situ di Depok dalam keadaan rusak. Kualitas air berkurang karena
sedimentasi, tumbuhnya gulma air yang tak terkendali, limbah domestik,
kerusakan bangunan air pendukung situ (tanggul, pintu air) sehingga
menyebabkan penyempitan luas permukaan situ secara terus menerus. Dengan
semakin besarnya kerusakan ekosistem situ, kegiatan konservasi air di kota Depok
saat ini dalam kondisi mengkhawatirkan (Rosnila, 2004). Sebesar 40% total curah

Prima Jiwa Osly/A353060101 1


hujan kota depok menjadi air permukaan sehingga menyebabkan volume air
resapan menjadi berkurang. Dibandingkan dengan wilayah Bogor, air hujan yang
menjadi air permukaan berkisar 20%. Peningkatan jumlah air permukaan ini
utamanya disebabkan makin meningkatnya permukiman penduduk (Anon, 2004).
Hal ini berhubungan dengan perencanaan pengembangan kota Depok yang lebih
diarahkan untuk menjadi daerah pemukiman. PEMKOT (Pemerintah Kota) Depok
sadar bahwa daerahnya menjadi pilihan bagi para pekerja yang mencari nafkah di
Jakarta. Pertambahan jumlah penduduk yang relatif pesat mengakibatkan
kebutuhan akan perumahan meningkat pula. Saat ini, penggunaan tanah Depok
untuk permukiman mencapai 66% dari total wilayah Depok sedangkan wilayah
hutan kurang dari 10% (Tabel 1). Salah satu solusi yang dapat ditawarkan untuk
tetap menjaga keberadaan situ dan diharapkan dapat memperbaiki situ-situ yang
rusak adalah dengan mengelola kawasan sekitar situ untuk dikembangkan menjadi
kawasan wisata.

Tabel 1. Persentase Penggunaan Lahan Kota Depok


No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase
1 Hutan Kota 1950 9.7%
2 Sungai/Danau/Situ 420 2.1%
3 Pertanian 3031 15.1%
4 Permukiman 13334 66.5%
5 Pendidikan 250 1.2%
6 Perkantoran 95 0.5%
7 Pusat Pelayanan 261 1.3%
8 Industri 283 1.4%
9 Perdagangan dan Jasa 432 2.2%
TOTAL 20055.9 100.0%
Sumber : Peta RTRW Depok 2000-2010
Pada dasarnya keberadaan situ tersebut merupakan potensi besar di bidang
pariwisata, khususnya wisata air. Sedikitnya 22 situ di wilayah penyangga Ibu
Kota Negara bagian selatan ini sudah disiapkan untuk dikembangkan. Ke-22 situ
yang tersebar pada wilayah tersebut antara lain Cilangkap, Rawa Kalong,
Pedongkelan, Tipar, Jatijajar, Patinggi, Baru, Gadog, Sidomukti, Cilodong. Lalu,
Pengarengan, Bahar, Pitara, Asih Pulo, Rawa Besar Citayam, UI, Pladen, Bojong
Sari, Pengasinan, Pasir Putih, Cinere dan Krukut. Hal ini juga ditunjang dengan
keinginan masyarakat Depok yang menghendaki adanya kawasan wisata di dalam

Prima Jiwa Osly/A353060101 2


kota Depok, sehingga masyarakat tidak perlu untuk mencari obyek-obyek wisata
yang berada di luar kota Depok (Media Indonesia, 11 Januari 2005). Dengan
adanya potensi kawasan dan pasar yang potensial maka diharapkan kawasan situ
dapat dibangun menjadi sebuah kawasan wisata.
Berdasarkan masalah-masalah yang ada diatas maka perlu dilakukan
penelitian untuk membangun sebuah kawasan wisata yang dapat menjamin
keberadaan situ sebagai kawasan konservasi tanah dan air, mengakomodir
keinginan masyarakat Depok dalam berwisata dan mendatangkan keuntungan
bagi pemerintah.

Identifikasi Masalah
Perkembangan Depok sebagai kota yang relatif baru dapat dikatakan
cukup pesat. Pengembangan kota dari Kota Administratif menjadi Kota membuat
Depok berbenah diri. Depok pada awalnya direncanakan sebagai kota satelit
kemudian berubah menjadi kota dormitory. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan
penduduk menjadi sangat cepat (pertumbuhan penduduk 3,70% per tahun, lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduk nasional 3,2% per tahun). Untuk
mengantisipasi hal tersebut maka dilakukan pembangunan fasilitas-fasilitas utama
yang membangun struktur kota yaitu permukiman, perdagangan dan sosial. Di sisi
lain, pertambahan penduduk juga berpengaruh terhadap berbagai hal dalam
keinginan beraktivitas, termasuk aktivitas wisata. Keterbatasan kawasan wisata
termasuk variasi dan obyek wisata di kota Depok membuat masyarakat mencari
obyek wisata yang ada di daerah lain seperti Bogor dan Jakarta (Susilowati et al.,
2005).
Sebagai salah satu wilayah dalam daerah konservasi tanah dan air
(KEPPRES no 114 tahun 1999), Depok memiliki situ-situ yang keberadaannya
belum dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah kota dan usaha swasta.
Sama seperti kota-kota lainnya yang sedang berkembang, perubahan penggunaan
lahan dari pertanian menjadi non pertanian menjadi konsekwensi perkembangan
kota. Perubahan penggunaan lahan ini akan mempengaruhi perilaku dan fungsi air
permukaan. Keadaan ini juga berpengaruh terhadap keberadaan situ. Apabila
kondisi ini tidak dikendalikan maka keberadaan situ akan menciut dan bahkan

Prima Jiwa Osly/A353060101 3


hilang. Pengelolaan dan pengembangan kawasan situ menjadi alternatif yang logis
untuk menjaga keberadaan situ tersebut. Perencanaan kawasan situ sebagai
kawasan wisata merupakan salah satu solusi yang dapat ditawarkan untuk
mengelola dan mengembangkan kawasan situ. Pengembangan kawasan ini
diharapkan akan menghasilkan multiplier effect bagi seluruh komponen kota.
Saat ini, situ Pengasinan belum ditangani secara serius oleh Pemerintah
Kota dan belum dikembangkan menjadi kawasan dengan fungsi konservasi dan
sekaligus wisata walaupun RENSTRA Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya
Depok Tahun 2006-2011 telah mengamanatkan pengembangan dan pembangunan
obyek wisata situ Pengasinan sebagai salah satu program dalam penataan kawasan
wisata Kota Depok. Namun perencanaan secara detil terhadap kawasan tersebut
belum pernah dilakukan. Melihat potensi yang ada di sekitar kawasan situ
Pengasinan seperti, kondisi alam yang masih terjaga, sedikitnya jumlah bangunan
di sekitar situ dan terjaganya kondisi air, memberikan inspirasi untuk
mengembangkan kawasan ini menjadi kawasan wisata. Kawasan wisata ini
diharapkan tidak hanya dapat dinikmati oleh masyarakat Depok namun juga
masyarakat di kota-kota sekitar Depok.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat di identifikasikan pokok-pokok
permasalahan yang ada, yaitu :
1. Pertambahan penduduk mengakibatkan meningkatnya keinginan
penduduk untuk variasi dan obyek wisata,
2. Beberapa kawasan situ terutama kawasan situ Pengasinan yang
berpotensi menjadi kawasan wisata dan seharusnya telah menjadi obyek
wisata ternyata belum dikembangkan dan dikelola, dan
3. Belum adanya perencanaan detil terhadap kawasan situ Pengasinan
untuk menjadi kawasan wisata.

Tujuan Penelitian
Tujuan Utama
Tujuan utama penelitian ini adalah merencanakan dan merancang kawasan
Situ Pengasinan, Sawangan menjadi kawasan pariwisata kota bernuansa
lingkungan dan dapat menjadi ciri utama pariwisata Depok.

Prima Jiwa Osly/A353060101 4


Tujuan Khusus
1. Menentukan kesesuaian kawasan sekitar situ untuk dikembangkan sebagai
kawasan wisata berdasarkan potensi fisik,
2. Menentukan jenis obyek-obyek wisata pada kawasan terbangun,
3. Mengintegrasi obyek-obyek wisata dan mengatur sirkulasi sehingga menjadi
sebuah kawasan pariwisata,
4. Memberikan arahan dan strategi promosi bagi pengelola dan calon pengelola
kawasan.

Ruang Lingkup Penelitian


Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka ruang lingkup penelitian ini hanya
merencanakan berdasarkan potensi fisik dan merancang sebuah kawasan wisata
pada kawasan sekitar situ Pengasinan dan mencoba menawarkannya sebagai
sebuah kawasan pariwisata kota yang dapat menjadi ciri utama pariwisata Depok.
Studi kelayakan secara sosial dan ekonomi untuk kawasan terbangun tidak akan
dibahas sepintas dalam penelitian ini.

Kontribusi Penelitian
Kontribusi dari penelitian ini adalah :
1. Acuan bagi Pengambil Kebijakan (Pemerintah Kota Depok c/q Kantor
Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Depok) untuk menetapkan pembangunan
Kawasan Situ Pengasinan, Sawangan
2. Sebagai salah satu model pembangunan kawasan wisata yang berwawasan
lingkungan
3. Sebagai salah satu landasan ilmiah dalam mempromosikan pariwisata Depok

Prima Jiwa Osly/A353060101 5


II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Pariwisata
World Trade Organization (WTO) mendefinisikan pariwisata sebagai ”the
activities of persons travelling to and staying in places outside their usual
environment for not more than one consecutive year for leisure, business and
other purposes” atau segala macam aktivitas dari manusia yang melakukan
perjalanan dan menetap di sebuah tempat selain lingkungan tempat hidupnya
selama tidak lebih dari satu tahun untuk keperluan mengisi waktu senggang,
bisnis dan atau keperluan lainnya. Definisi wisata menurut Swabrooke et al., 2003
adalah “Tourism can be defined as the theories and practice of travelling and
visiting places for leisure related purpose” atau pariwisata dapat diartikan sebagai
teori dan praktek dari perjalanan mengunjungi obyek-obyek tertentu untuk
mendapatkan kesenangan. UU nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan
mendefinisikan wisata sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan
tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati
obyek dan daya tarik wisata. Sehingga berdasarkan definisi diatas dapat diartikan
bahwa seluruh jenis perjalanan yang dilakukan dapat dikatakan sebagai wisata
apabila dalam melakukan perjalanan tersebut seseorang mendapatkan kesenangan.
Secara relasional, pariwisata merupakan hubungan antara obyek dan manusia.
Obyek memberikan sesuatu yang dapat mengakibatkan manusia terpuaskan hasrat
keinginannya, manusia akan memberikan sesuatu pula terhadap obyek tersebut.
Berdasarkan pengertian diatas maka pariwisata mempunyai ciri-ciri (1) pelaku
(individu atau kelompok), (2) yang melakukan perjalanan, (3) bersifat sementara,
(4) untuk mencari kebahagian, kepuasaan atau kenikmatan. Sehingga, secara
kontekstual, perjalanan yang dilakukan manusia dari tempat asal menuju tempat-
tempat yang disukai dalam waktu sementara dengan tujuan rekreasi dan
bersenang-senang identik dengan kegiatan wisata.

Prima Jiwa Osly/A353060101 6


Potensi dan Pasar Wisata
Kriteria Penilaian Potensi
Skala perencanaan untuk wisata dapat dibedakan atas tiga skala, yaitu: (1)
skala situs (site scale); (2) skala daerah tujuan wisata (destination scale); dan (3)
skala regional (regional scale). Skala situs berhubungan dengan pengalokasian
ruang daerah-daerah tujuan wisata sesuai dengan tujuan obyek wisata seperti
tempat parkir, taman, ruang peristirahatan, hotel, restoran, obyek wisata utama
dan pelengkap. Skala destinasi melihat keterkaitan antara beberapa obyek wisata
di suatu daerah tujuan wisata yang saling melengkapi dan menunjang dalam
memberikan variasi wisata, sedangkan skala regional melihat keterpaduan
kawasan wisata dalam lingkup yang lebih luas misalnya dalam satu propinsi.
Metode yang sering diterapkan dalam perencanaan wilayah wisata yaitu
mengidentifikasi, menyeleksi, mengevaluasi situs atau wilayah dan mengukur
potensi wisata. Elemen pengembangan pariwisata terdiri dari atraksi, transportasi,
akomodasi, fasilitas pendukung dan infrastruktur. Pemetaan dan overlay peta
menjadi alat yang penting untuk menampilkan potensi-potensi tersebut sehingga
layak untuk dikembangkan.
Kriteria penilaian potensi obyek wisata bersifat obyektif yang berarti
heterogenitas wilayah akan menentukan obyek-obyek wisata yang dapat
dikembangkan pada wilayahnya masing-masing. Kriteria-kriteria penilaian
potensi obyek wisata ini dikembangkan oleh para ahli dengan penelitian dan studi
kasus. Beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam penelitian ini antara lain
adalah yang dikembangkan oleh Coppock et al. (1971), Swarbrooke et al. (2003),
White (2004) dan Erik and Usul (2004).
Coppock et al. (1971) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-
faktor bentang alam, air dan pemandangan yang dapat dimanfaatkan sebagai
obyek wisata. Penelitian yang dilakukan menghasilkan obyek-obyek wisata yang
didasarkan atas faktor-faktor tersebut. Faktor bentang lahan diperuntukkan bagi
aktivitas wisata (1) berkemah, karavan, dan piknik (2) berkuda dengan
kelengkapan untuk jalur-jalur jalan dan pengekang kuda; (3) Hiking atau jalan-
jalan, dengan kelengkapan jalur untuk jalan kaki; (4) menembak, semua wilayah
dengan penilaian khusus olahraga menembak, dan (5) panjat tebing. Faktor

Prima Jiwa Osly/A353060101 7


bentangan air untuk (1) kegiatan memancing pada sungai, kanal dan
danau/genangan air yang tidak ada polusi, (2) aktifitas olahraga air, dengan syarat
air tidak terpolusi, panjang minimal satu kilometer, lebar 200 meter dan atau luas
20 hektar; (3) Rekreasi pendidikan yang berorientasi ke air, dan (4) aktivitas
sepanjang pantai, pantainya bersih, berpasir, dan badan pantai berjarak minimal
400 meter dengan jalan. Faktor pemandangan alam dapat ditambahkan kedalam
kedua faktor diatas sebagai faktor pendukung atau menjadi obyek wisata
tersendiri yaitu obyek wisata pada daerah dataran rendah dengan ketinggian 500
meter dpl (di atas permukaan laut). Plato lebih dari 1.500 meter dpl, bukit 500
sampai dengan 1.500 meter dpl, pegunungan lebih dari 2.000 meter dpl.
Swarbrooke et al. (2003) mengadakan studi kasus terhadap potensi wisata yang
ada diseluruh dunia antara lain Maroko, Afrika Selatan dan Namibia untuk Benua
Afrika, Inggris, Spanyol dan Norwegia untuk Benua Eropa, Florida untuk Benua
Amerika, Vietnam dan Thailand untuk Benua Asia serta New Zealand untuk
Benua Australia. Studi kasus yang dilakukan adalah untuk menentukan potensi
wisata, segmentasi pasar dan prospek pengembangan jenis wisata. White (2004)
menentukan kriteria-kriteria penilaian potensi untuk jenis wisata alam yang berada
di perkotaan. Wisata alam yang dikembangkan adalah taman kota dan Education
Center. Erkin and Usul (2007) mengadakan kajian mengenai lokasi-lokasi yang
cocok untuk obyek-obyek wisata alam antara lain camping, biking, caravan dan
grass skiing. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan
elevasi, pola ruang, pola network dan pemandangan. Analisis yang dilakukan
menggunakan overlay (tumpang tindih) data-data Russian Topograhic Maps,
LANDSAT Image, RADAR Image dan IKONOS Image.

Segmentasi Pasar
Dalam menghubungkan antara konsep atau teori mengenai aktivitas dan
fasilitas wisata serta pengalaman berwisata pengunjung diperlukan sebuah konsep
atau teori yang menjelaskan keberadaan dari pengunjung tersebut yang terkait
dengan konsep pasar. Konsep ini berguna dalam menganalisa kebutuhan
wisatawan atau pengunjung pada suatu destinasi. Konsep pasar merupakan alat
untuk menemukenali karakteristik wisatawan atau pengunjung, karena dengan
mengenali karakteristiknya dapat diketahui tanggapan dari wisatawan atau

Prima Jiwa Osly/A353060101 8


pengunjung ketika beraktivitas wisata dan menggunakan fasilitas wisata. Mill and
Morrison (1992) menyatakan bahwa pembagian golongan pasar (Market
Segmentation) didefinisikan sebagai proses dari manusia yang memiliki kesamaan
kebutuhan, keinginan dan karakteristik berkumpul bersama sehingga membentuk
sebuah organisasi yang dapat menggunakan ketelitian tinggi dalam melayani dan
berkomunikasi dan memilih sebagai pengguna. Secara garis besar, terdapat empat
metode untuk menentukan pembagian golongan, yaitu :
1. Golongan berdasarkan demografi (Demographic Segmentation) yaitu
sekelompok orang yang memiliki karakteristik yang dapat terhitung
seperti umur, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan dsb
2. Golongan berdasarkan geografi (Geographic Segmentation) yaitu
memperhitungkan pasar kedalam lokasi yang secara geografis berbeda
seperti negara, provinsi, kota, kabupaten dsb
3. Golongan berdasarkan psikografis (Psychographic Segmentation) yaitu
kelompok orang yang memiliki kepribadian dan gaya hidup seperti
kesamaan gaya hidup, hobi, aktivitas dsb
4. Golongan berdasarkan kelakuan (Behaviour Segmentation) yaitu
menggolongkan pasar kedalam sebuah kumpulan yang faktanya
memiliki kebiasaan membeli dan memilih seperti petualang akhir pekan,
pelanggan yang royal, pencari keuntungan dsb

Konsep Pengembangan Kawasan Wisata


Konsep Daya Dukung (Carrying Capacity Concept)
Kawasan pariwisata adalah kawasan yang dibangun atau disediakan untuk
memenuhi kebutuhan pariwisata. Pembangunan kawasan pariwisata tidak
mengurangi areal tanah pertanian dan dilakukan di atas tanah yang mempunyai
fungsi utama untuk melindungi sumber daya alam warisan budaya. Erkin and
Usul (2007) menyatakan bahwa kawasan pariwisata pada negara-negara
berkembang biasanya adalah kawasan-kawasan yang tidak berkembang namun
memiliki keindahan panorama dan ekosistem yang beragam. Saat ini, pariwisata
selalu mendapatkan porsi besar dalam perencanaan pengembangan kota dan
wilayah karena sektor pariwisata telah menjadi salah satu sektor penting dalam

Prima Jiwa Osly/A353060101 9


ekonomi. Namun pengembangan yang diharapkan adalah pengembangan kawasan
yang tidak merusak ekosistem.
Untuk dapat mengembangkan sebuah kawasan wisata maka diperlukan
sebuah konsep dasar yang dapat menentukan batasan penggunaan lahan untuk
kepentingan wisatawan dan penggunaan lahan untuk optimalisasi sumberdaya
pariwisata. Konsep tersebut dikenal sebagai Konsep Daya Dukung (Carrying
Capacity Concept). Caneday and Farris (2005) menyatakan Konsep Daya
Dukung (Carrying Capacity) adalah sebuah konsep yang lahir pada bidang
pertanian dan pengelolaan taman margasatwa. Konsep daya dukung ini dikenal
sebagai cara untuk mendefinisikan jumlah dan tipe binatang yang dapat di dukung
oleh lingkungannya (habitat). Dalam konteks diatas, daya dukung didefinisikan
sebagai jumlah maksimum dan kepadatan dari binatang pada luas lahan tertentu
yang dapat mendukung kehidupannya tanpa merusak ekosistem. Pada tahun 1964,
J.A. Wagar dalam The Carrying Capacity of Wild Lands for Recreation
memperkenalkan sebuah konsep yang dikenal sebagai Daya Dukung Rekreasi
(Recreational Carrying Capacity) yang merupakan penerapan dari prinsip teori
diatas kedalam sebuah kawasan rekreasi. Diantara prinsip tersebut adalah : (1)
pengkarakteristikan daya dukung berfungsi sebagai kepemilikan yang melekat
pada sebuah lokasi yang dapat ditentukan, daya dukung bukan merupakan suatu
nilai yang tetap, (2) Daya dukung tergantung pada kebutuhan dan nilai dari
manusia dan hanya dapat ditentukan dalam hubungannya dengan tujuan
pengelolaan, (3) Kebutuhan yang melebihi batas dapat dikurangi dengan
melakukan tindakan pengelolaan seperti zonasi, tindakan persuasif dan
pengelolaan komunitas.
Berdasarkan hal diatas maka dalam kawasan wisata, Konsep Daya Dukung
didefinisikan sebagai jumlah maksimal dari sejumlah orang yang dapat
menggunakan sebuah kawasan tanpa adanya perubahan yang tidak dapat diterima
terhadap kondisi lingkungan dan tanpa penurunan yang tidak dapat diterima
terhadap kualitas dari pengalaman yang akan didapat wisatawan. Konsep ini
terdiri atas beberapa kriteria, yaitu :
a. Fisik, berhubungan dengan jumlah lahan yang tersedia, yang cocok
untuk fasilitas, termasuk batas kapasitas dari fasilitas tersebut.

Prima Jiwa Osly/A353060101 10


b. Psikologis, persepsi wisatawan terhadap kawasan yang dinilai dari
tingkat kepuasan wisatawan.
c. Biologis, kapasitas biologis dari suatu tempat bila kerusakan lingkungan
terjadi.
d. Sosial, pemikiran dari daya dukung sosial didasarkan pada community
based tourism planning (perencanaan pariwisata berbasis komunitas) dan
sustainability (keberlanjutan) yang mana mencoba untuk mendefinisikan
level pengembangan agar dapat diterima masyarakat lokal dan
pengusaha.
e. Ekonomi, keuntungan ekonomi yang dapat diterima.
f. Infrastruktur, manfaat prasarana bagi masyarakat lokal dan wisatawan.
Berdasarkan karakteristik dan jenis aktivitas, Konsep Daya Dukung dapat
dibedakan menjadi 2 kategori analisis, yaitu :
1. Pertimbangan rekreasi, membedakan interaksi dari jenis menggunakan
parameter (ukuran) seperti level penggunaan, tipe, variasi ruang dan
sementara, tingkah laku pengguna, persepsi kualitas sumberdaya.
2. Pertimbangan ekologi, proses alam dan dampak manusia terhadap
lingkungan, air, tanah, fauna dan lain-lain.
Penggunaan sebuah kawasan yang melebihi kapasitasnya akan
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Namun, dampak negatif dapat
dikurangi dengan menerapkan beberapa metode sehingga keberlanjutan dapat
dijaga. Tahapan untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat over
capacity tersebut adalah dengan cara, antara lain :
1. Membatasi akses, membatasi jumlah mobil parkir, mencegah akses
dengan mobil masuk, pengenaan biaya yang tinggi dan lain-lain.
2. Membatasi fasilitas, membatasi pembangunan jalan yang tidak perlu,
fasilitas akomodasi, dan lain-lain.
3. Membagi lahan kawasan wisata berdasarkan jenis aktivitas, memisahkan
antara aktivitas yang tenang, jalan-jalan dan lain-lain.
4. Penjadwalan, menjadwalkan aktivitas wisatawan dalam waktu yang
berbeda dalam sehari, seminggu, sebulan/setahun.
5. Mengembangkan kawasan wisata alternatif yang sejenis.

Prima Jiwa Osly/A353060101 11


Sarana dan Prasarana Wisata
Dalam upaya memuaskan kebutuhan dan selera wisatawan, lahirlah unsur
baru yang perlu diperhatikan oleh pengelola kawasan wisata yaitu unsur
pelayanan. Persiapan atas jasa atau produk diharapkan sesuai dengan kebutuhan
wisatawan. Hal ini mengakibatkan timbulnya spesialisasi pelayanan yang
akhirnya membentuk suatu distribusi pelayanan pada pendukung industri wisata
(Wibowo, 2006). Menurut Gamal (1997) sarana wisata dapat dibagi menjadi 3
kelompok yaitu :
1. Sarana Pokok Kepariwisataan, yang terdiri atas
ƒ Obyek wisata (keindahan alam, iklim, pemandangan, flora dan fauna,

hutan, landmark dsb)


ƒ Atraksi wisata (festival, kesenian, pesta ritual, upacara keagamaan dsb)

ƒ Fasilitas rekreasi dan olahraga (golf course, tennis court, pemandian,

kuda tunggangan dsb)


2. Sarana Pelengkap Pariwisata, yang terdiri atas
ƒ Restoran,

ƒ Prasarana umum (jalan raya, jembatan, listrik, telekomunikasi, dsb)

3. Sarana Penunjang Kepariwisataan, yang terdiri atas :


ƒ Transportasi wisata (darat, laut dan udara),

ƒ Biro perjalanan umum dan agen wisata,

ƒ Sarana lainnya (nightclub, toko cinderamata, panti pijat dsb)

Pengembangan Kawasan Tepi Air (Waterfront Development)


Wrenn and Douglas (1983) mendefinisikan Waterfront is interface
between land and water. Pengertian interface diatas adanya kegiatan aktif yang
memanfaatkan pertemuan daratan dan perairan Selain itu Wrenn and Douglas
(1983) juga mengemukakan definisi Urban Waterfront yaitu suatu lingkungan
perkotaan yang berada di tepi atau dekat wilayah perairan, seperti misalnya lokasi
di sekitar area sungai besar di kota metropolitan.. Dari kedua definisi diatas dapat
dikatakan bahwa waterfront adalah suatu daerah atau area yang terletak di
dekat/berbatasan dengan kawasan perairan dimana terdapat satu atau beberapa

Prima Jiwa Osly/A353060101 12


kegiatan dan aktivitas pada area pertemuan tersebut. Sedangkan Waterfront
Development adalah konsep pengelolaan kawasan tepi air dengan memberikan
muatan kegiatan aktif pada pertemuan air dan daratan.
Berdasarkan tipe proyeknya, waterfront dapat dibedakan menjadi 3 jenis,
yaitu konservasi, pembangunan kembali (redevelopment), dan pengembangan
(development). Konservasi adalah penataan waterfront kuno atau lama yang masih
ada sampai saat ini dan menjaganya agar tetap dinikmati masyarakat.
Redevelopment adalah upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi waterfront
lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan
mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada. Development
adalah usaha menciptakan waterfront yang memenuhi kebutuhan kota saat ini dan
masa depan. Berdasarkan fungsinya, Breen and Rigby (1996) menyatakan bahwa
waterfront dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu mixed-used waterfront,
recreational waterfront, residential waterfront, dan working waterfront.
ƒ Mixed-used waterfront adalah waterfront yang merupakan kombinasi

dari perumahan, perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau


tempat-tempat kebudayaan.
ƒ Recreational waterfront adalah semua kawasan waterfront yang

menyediakan sarana-sarana dan prasarana untuk kegiatan rekreasi,


seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk
kapal pesiar.
ƒ Residential waterfront adalah perumahan, apartemen, dan resort yang

dibangun di pinggir perairan.


ƒ Working waterfront adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial,

reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan.

Kriteria dan Aspek Perencanaan


Prabudiantoro dalam Soesanti et al. (2006) menyatakan kriteria umum dari
penataan dan pendesainan waterfront adalah :
ƒ Berlokasi dan berada di tepi suatu wilayah perairan yang besar (laut, danau,

sungai, dan sebagainya).

Prima Jiwa Osly/A353060101 13


ƒ Biasanya merupakan area pelabuhan, perdagangan, permukiman, atau

pariwisata.
ƒ Memiliki fungsi-fungsi utama sebagai tempat rekreasi, permukiman,

industri, atau pelabuhan.


ƒ Dominan dengan pemandangan dan orientasi ke arah perairan.

ƒ Pembangunannya dilakukan ke arah vertikal horisontal.

Dalam perencanaan kawasan tepi air terdapat dua aspek dominan, yaitu :
1. Aspek geografis, yaitu hal-hal menyangkut geografis kawasan yang akan
menentukan jenis serta pola penggunaan kawasam tersebut. Termasuk
dalam aspek ini adalah :
ƒ Kondisi perairan (jenis, dimensi dan konfigurasi, pasang surut serta

keadaan air)
ƒ Kondisi daratan (ukuran, konfigurasi, daya dukung tanah dan

kepemilikan)
ƒ Iklim (musim, temperature, angin dan curah hujan)

2. Aspek Perkotaan, merupakan faktor-faktor yang akan memberikan


identitas sebagai kota yang bersangkutan serta menetukan hubungan antara
kawasan tepian air yang direncanakan dengan bagian kota terkait. Aspek
ini juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang
tinggal di dalam dan di sekitar kawasan waterfront tersebut. Termasuk dalam
aspek ini adalah :
ƒ Pemakai, penduduk sekitar yang tinggal, bekerja, berwisata atau

hanya sekedar memiliki kawasan tersebut sebagai sarana publik


ƒ Sejarah dan budaya

ƒ Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta

perencanaan sirkulasi di dalam kawasan


ƒ Karakter visual, hal-hal yang akan memberi ciri pembeda kawasan.

Kedua aspek diatas menjadi penting untuk menciptakan suatu kawasan tepian air
yang hidup dan dapat dinikmati

Prima Jiwa Osly/A353060101 14


Elemen Penting Perencanaan Waterfront
Perencanaan waterfront meliputi proses pembentukan zona, pengaturan
zona-zona fungsi, akses transportasi/sirkulasi, pengolahan ruang publik (public
space), tatanan massa bangunan, dan pengolahan limbah (sanitasi). Menurut
Wrenn and Douglas (1983), pola penyusunan dan perkembangan tata letak yang
merupakan proses pembentukan suatu area waterfront adalah sebagai berikut :
ƒ Awalnya berkembang dari arah perairan, yaitu dengan dibangunnya
beberapa sarana yang menunjang fungsi utama dari area waterfront.
ƒ Ketika area waterfront mulai ramai dikunjungi dan ditempati orang maka

terjadilah perluasan lokasi dan penyebaran ke arah daratan.


ƒ Pertambahan penduduk yang tinggal mendorong munculnya beberapa

sarana penunjang lainnya, seperti dermaga kecil, jalur sirkulasi tambahan,


dan sebagainya.
ƒ Seiring pertambahan penduduk dan aktivitas yang semakin banyak maka

dibuatlah beberapa saluran kanal di area waterfront. Hal ini bertujuan untuk
tetap mempertahankan ikatan visual dan karakter pada area waterfront, dan
membuat pemisah buatan yang memisahkan secara jelas fungsi fungsi yang
ada pada site.
Pola susunan massa dan ruang pada zona-zona yang berada di area
waterfront harus mengacu dan berorientasi ke arah perairan. Apabila hal ini tidak
diterapkan maka area tersebut akan kehilangan ciri khas dan karakternya sebagai
area waterfront. Zona-zona yang ada di area waterfront tercipta karena area
waterfront merupakan suatu area yang menjadi tempat bertemu dan
berintegrasinya beberapa fungsi kegiatan menjadi satu. Pada umumnya, zona yang
berada langsung berbatasan dengan daerah perairan utama mempunyai fungsi-
fungsi kegiatan utama yang bersifat publik sehingga dapat diakses dari segala arah
oleh semua orang. Setelah zona utama terbentuk barulah kemudian di sekitarnya
dibangun zona-zona ruang yang lebih kecil yang berisi fungsi-fungsi penunjang
kawasan utama tersebut atau berisi daerah permukiman penduduk.
Sirkulasi atau jaringan jalan merupakan elemen kawasan yang penting.
Sirkulasi adalah lahan yang digunakan sebagai prasarana penghubung antara

Prima Jiwa Osly/A353060101 15


zona-zona di dalam kawasan dan akses dengan kawasan lainnya. Sirkulasi pada
area waterfront ada dua jenis, yaitu sirkulasi darat dan sirkulasi air. Idealnya
kedua sirkulasi tersebut mempunyai jumlah dan luas yang sama besarnya. Selain
itu, penataan sirkulasi pada area waterfront dikatakan baik apabila jaringan
jalannya berpola lurus dan sejajar dengan sisi perairannya. Penataan ini
memudahkan semua orang untuk menikmati view ke arah perairan. Sedangkan
penataan sirkulasi darat yang tidak berdekatan dengan area perairan
mengakibatkan salah orientasi dan hilangnya citra dari waterfront itu sendiri.
Ruang-ruang pada suatu area waterfront terbentuk sesuai dengan bentuk
dan morfologi dari kawasannya. Pola morfologi yang umum pada area waterfront
adalah linear, radial, konsentrik dan branch seperti yang ditunjukkan pada Gambar
1. (A) Pola linear biasanya menyebar dan memanjang sepanjang garis tepi air
seperti pantai dan sungai. (B) Pola radial adalah pola susunan ruang dan massanya
mengelilingi suatu wilayah perairan seperti danau dan teluk. (C) Pola konsentrik
merupakan pengembangan dari bentuk radial yang menyebar secara linear ke arah
belakang dari pusat radial. (D) Pola branch terbentuk jika ada anak-anak sungai
dan kanal-kanal.

Gambar 1. Pola morfologi pada area Waterfront (Soesanti et al., 2006)

Ruang-ruang utama yang terbentuk dengan ukuran yang besar umumnya


merupakan suatu area publik yang diletakkan berbatasan langsung dengan
perairan

Perencanaan Tapak
Perencanaan tapak (site planning) adalah seni menata lingkungan buatan
manusia dan lingkungan alamiah guna menunjang kegiatan manusia. Mendesain
sebuah tapak juga merupakan sebuah seni untuk menata fasilitas dalam tapak
untuk mendukung pemenuhan kebutuhan akan aktivitas. Pemberian bentuk untuk

Prima Jiwa Osly/A353060101 16


sebuah tapak berguna untuk mengakomodasi fasilitas dengan meminimalisasi
kerusakan lingkungan dan memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi
pengguna tapak. Perencanaan tapak juga mengaplikasikan sistem buatan manusia
(termasuk konstruksi) kedalam sebuah sistem lingkungan dan ekologi dengan
mempertimbangkan peluang dan hambatan yang akan dihadapi. Pengkajian
perencanaan tapak sering tersusun dalam dua komponen yang berhubungan, yaitu
faktor lingkungan alam dan faktor lingkungan buatan manusia.
Faktor lingkungan alam merupakan suatu sistem ekologi dari air, udara,
energi, tanah, tumbuhan (vegetasi), dan bentuk-bentuk kehidupan yang saling
mempengaruhi dan membentuk suatu komunitas yang saling menyesuaikan diri
dan berkembang bila lingkungan berubah. Kegiatan manusia merupakan bagian
penting dari sistem ekologi ini. Karena itu dalam pembangunan yang menjadi
persoalan ialah bagaimana mempertahankan keselarasan dan tidak melampaui
kapasitas alam dari sistem tersebut guna menunjang kegiatan manusia. Suatu
rancangan tapak yang baik akan meningkatkan kegiatan manusia disamping
menonjolkan potensi tapak yang alami.
Faktor lingkungan buatan manusia terdiri dari bentuk elemen dan struktur
kota yang dibangun, meliputi struktur fisik dan pengaturan ruang serta pola-pola
perilaku sosial, politik, dan ekonomi yang membentuk lingkungan fisik. Kedua
perspektif ini saling mrmpengaruhi. Seringkali dalam tata lingkungan terjadi
pelanggaran faktor lingkungan alam yang disengaja. Kota memiliki berbagai
sistem prasarana yang luas untuk air, energi listrik, transportasi, saluran
pembuangan air hujan, sanitasi lingkungan dan sebagainya. Dalam perencanaan
dan perancangan tapak dikaji bagaimana kesesuaian suatu tapak dengan berbagai
sistem lingkungan binaan manusia ini. Jadi perencanaan dan perancangan tapak
meliputi hubungan dengan sistem alam maupun dengan sistem buatan manusia, di
perkotaan maupun di area yang jauh dari perkotaan.

Proses Perencanaan Tapak


Dalam perencanaan tapak diperlukan proses yang rasional dan kritis.
Walaupun proses yang diperlihatkan disini tampaknya linear tapi dalam
kenyataannya proses ini berulang. Contohnya, sekalipun klien menentukan

Prima Jiwa Osly/A353060101 17


sasaran atau tujuan pokok, hal ini dapat berubah sampai analisa tapak bangunan
diselesaikan dengan diidentifikasikannya potensi-potensi tapak, kendala-kendala,
dan disusunnya konsep-konsep rancangan. Secara bersamaan, analisa tapak baru
dapat dilaksanakan sesudah sasaran atau tujuan pokok ditetapkan. Demikian pula
analisa tapak dan pengembangan program sesuai tujuan sampai penyusunan
konsep setelah alternatif terpilih berkaitan secara keseluruhan. Proses perencanaan
tapak dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses perencanaan tapak (Evelin, 2004)

Prima Jiwa Osly/A353060101 18


Analisa Program
Pengembangan program didasarkan atas pemahaman kebutuhan semua
kelompok sehubungan dengan kegiatan yang akan disesuaikan (syarat-syarat
ruang dalam dan luar), dan hubungan ruang dan waktu antara kegiatan-kegiatan
dan prasarana dan sarana fisik (jalan setapak, jalan lingkungan dan jalan raya)
yang diperlukan guna menyusun program pengembangan ini.
Proses pemrograman tapak proyek merupakan dasar dari pemrograman
arsitektur – yang meliputi penentuan secara sistematis pola kegiatan yang
dikehendaki dan tanggapan fisik atau fungsional terhadap pola-pola itu. Pola-pola
program dianalisa dan disajikan dalam bentuk diagram hubungan program dan
dikembangkan serta diperinci dalam matriks hubungan program ruang bersamaan
dengan analisa tapak dan lingkungan.

Analisa Tapak
Analisa tapak merupakan sebuah proses pemahaman akan kualitas-kualitas
tapak yang dimiliki, faktor-faktor yang menentukan suatu karakter tapak, maksud
yang terkandung dalam tiap faktor, lokasi masing-masing faktor dan
mengkategorikan tiap faktor kedalam proses perencanaan. Semua ruang, baik
ruang dalam dan ruang luar, dirancang untuk menunjang satu atau beberapa
kegiatan. Perilaku manusia yang merupakan suatu kegiatan spesifik akan
mempengaruhi bentuk yang diwadahi oleh ruang. Sebaliknya, bentuk ruang
mempengaruhi persepsi masyarakat tentang ruang dan kemudian cara mereka
memakainya. Jadi terdapat hubungan keseluruhan antara perilaku, persepsi, dan
bentuk. Analisa dan rancangan tapak proyek terfokus pada hubungan-hubungan
ini dalam tapak komunitas. Analisa terhadap tapak juga membutuhkan
pemahaman terhadap kondisi dalam tapak (on site) dan luar tapak (off site).
Analisa tapak membahas secara sistematis tiga konteks tersebut:
1. Konteks ruang tapak (faktor-faktor alami dan buatan)
2. Konteks perilaku (pola-pola kegiatan sosial dan ekonomis dari tapak dan
konteks lingkungannya, serta kebijakan pemerintah yang mempengaruhi
pembangunan tapak).
3. Konteks persepsi (persepsi manusia dan penggunaan ruang).

Prima Jiwa Osly/A353060101 19


Dengan mengacu pada ketiga konteks diatas, maka didapat aspek-aspek yang akan
digunakan untuk melakukan analisa tapak. Aspek-aspek tersebut adalah (1) lokasi
dan pemilihan tapak, (2) pengaruh lingkungan sekitar tapak, (3) pencapaian
tapak, (4) sistem sirkulasi dalam tapak, (5) lansekap dan (6) pendaerahan atau
zoning. Berdasarkan aspek-aspek diatas, maka dapat ditentukan kriteria
perencanaan tapak.
Lokasi dan Pemilihan Tapak
Beberapa kriteria penting untuk menentukan lokasi sebuah kawasan terbangun
yaitu :
a. Pencapaian
Kemudahan dalam pencapaian (dilalui kendaraan umum, dekat dengan
jalan tol, dekat dengan fasilitas umum dan lainnya), baik dari dalam dan
luar kota (pengunjung, pengelola dan pemasok barang) dapat memberikan
nilai lebih pada kawasan. Selain itu, akan lebih baik apabila kawasan
dapat dicapai dari segala arah dan sirkulasi arah lalu lintas yang
memudahkan pencapaian serta kelancaran jalur sirkulasi dalam tapak
kawasan.
b. Ekonomi
Berkaitan dengan status kepemilikan lahan. Dalam perhitungan ekonomi,
lahan pada kawasan terbangun merupakan modal investasi.
c. Tata Kota
Pembangunan sebuah kawasan tidak dapat lepas dari tata ruang wilayah
yang telah ditentukan.
d. Aktivitas Penunjang
Kedekatan terhadap sarana-sarana penunjang seperti pusat pasar, pusat
permukiman dan sebagainya.
e. Prasarana
Ketersediaan prasarana listrik, air dan jaringan komunikasi
Pengaruh Lingkungan Sekitar Tapak
Beberapa kriteria penting untuk memperhitungkan pengaruh lingkungan sekitar
terhadap sebuah kawasan terbangun yaitu :
a. Sirkulasi kendaraan diluar tapak

Prima Jiwa Osly/A353060101 20


Mencakup kriteria hirarki jalan sekitar kawasan, pedestrian dan median
serta ruang terbuka
b. Bangunan-bangunan penting disekitar tapak (landmark)
Bangunan-bangunan yang telah berdiri sebelumnya dan biasanya
berfungsi sebagai penanda daerah
c. Peraturan Pemerintah
Kriteria-kriteria yang telah ditentukan seperti KDB (Koefisien Dasar
Bangunan), KLB (Koefisien Lantai Bangunan) dan GSB (Garis Sempadan
Bangunan)
Pencapaian
Bagian ini membahas proses dan dasar pemikiran yang dipakai dan konsep awal
yang telah dibuat sebelumnya dalam penentuan pencapaian kearah tapak yang
telah dipilih beserta penentuan letak pintu-pintu masuk ke dalam tapak.
Sistem Sirkulasi Dalam Tapak
Beberapa kriteria penting untuk menentukan sistem sirkulasi dalam sebuah
kawasan terbangun yaitu :
a. Sirkulasi Pejalan Kaki dan Kendaraan
Secara garis besar, terdapat 4 (empat) pola sirkulasi, yaitu pola lurus (grid
atau straight), pola lengkung (curved), pola putaran (loop) dan pola buntu
(culdesac). Penerapan pola sirkulasi yang tepat akan berpengaruh pada
besaran persentase penggunaan lahan untuk jalan. Fungsi dari penyusunan
sebuah sirkulasi dalam kawasan adalah :
ƒ Mengurangi gangguan kendaraan bermotor terhadap unit dalam

kawasan
ƒ Memisahkan jalan yang menampung volume lebih tinggi pada

kecepatan yang lebih tingi dari unit dalam kawasan


ƒ Melipatgandakan kemudahan dan kenyaman dalam pencapaian

menuju masing-masing unit dalam kawasan


b. Areal Parkir
Lansekap
Kriteria perancangan elemen luar tersebut meliputi elemen-elemen sebagai
berikut:

Prima Jiwa Osly/A353060101 21


a. Pola Pedestrian way
Pedestrian way membentuk prasarana penghubung yang penting dalam
menghubungkan berbagai kegiatan yang berlangsung pada massa
bangunan yang berbeda. Pedestrian way dirancang untuk mengarahkan
pencapaian dan mempertimbangkan terbentuknya suasana estetis dengan
penempatan titik-titik pusat perhatian. Jenis material, tekstur dan warna
dipilih yang dapat mendukung karakter kegiatan , baik yang berkesan
dinamis dan rekreatif.
b. Pohon dan Tanaman
Pemilihan tanaman sebagai elemen ruang luar mempertimbangkan
karakter, jenis, bentuk, dan ketahanannya. Pohon dan tanaman di sini
berfungsi sebagai :
ƒ Pengaruh dan pembatas visual (barrier)

ƒ Ditempatkan pada batas tapak, tepi jalan dan diantara massa

bangunan.
ƒ Pemberi bayangan keteduhan (shelter)

ƒ Ditempatkan pada sisi-sisi bangunan terutama dekat bukaan untuk

mengurangi kesilauan cahaya.


ƒ Penyaring udara dan angin (filter)

ƒ Ditempatkan pada daerah terbuka sebagai penghias dan penyaring

debu.
c. Plaza
Plaza atau ruang terbuka dibuat untuk mengikat massa-massa bangunan
yang saling terpisah, dan difungsikan sebagai ruang komunikasi/relaksasi
penghuninya
Pendaerahan atau Zoning
Kriteria untuk membentuk pendaerahan/zoning didasarkan pada:
a. Derajat privasi dari pengguna kawasan.
b. Derajat kepentingan dari kawasan ditinjau dari jenis kegiatan utama yang
terjadi dalam kawasasn terbangun

Prima Jiwa Osly/A353060101 22


Berdasarkan kriteria yang ada maka penzonaan akan terbagi menjadi zona privat,
zona semi publik dan zona publik. Masng-masing zona tersebut akan memiliki
fungsi dan pembatasan tertentu.

Sistem Informasi Geografis (SIG)


Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu komponen yang terdiri dari
perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang
bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki,
memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan
menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (Puntodewo et al.,
2003). Dalam literatur lain, sistem informasi geografis dapat didefinisikan sebagai
kemampuan basis data relasional dalam memanipulasi data spasial (dalam bentuk
peta digital) dan data atribut (kumpulan data yang terdiri dari abjad dan angka).
Data spasial adalah data yang berasal dari peta yang memiliki koordinat dan
tersimpan dalam file komputer, sedangkan data atribut adalah data yang dibuat
berdasarkan hasil perekaman detail dari ciri-ciri atau benda-benda yang ditemukan
dalam peta dan ciri-ciri tersebut memiliki referensi geografis pada lokasinya
(McAdam, 1999).
Salah satu masalah mendasar dalam perencanaan pembangunan
kepariwisataan adalah kurangnya informasi dalam perencanaan penggunaan lahan
untuk mengambil keputusan terhadap aset-aset pariwisata yang dimiliki.
Aplikasi SIG dapat membantu menyelesaikan masalah mendasar diatas. SIG dapat
menghasilkan tiga tipe informasi penting yaitu tourism resources maps, tourism
use maps dan tourism capability maps. Ketiga informasi diatas dapat memberikan
analisis, yaitu :
1. Identifikasi mengenai ketersediaan dan lokasi sumberdaya pariwisata. Hal
ini dapat membantu perencana dan pengelola untuk menentukan
kemampuan sebuah lokasi agar dapat mengkreasikan sebuah produk
pariwisata baru (identifikasi kesesuaian lokasi untuk pariwisata),
2. Evaluasi pilihan penggunaan lahan. Hal ini dilakukan untuk identifikasi
zona konflik dan atau komplementer dengan mempertimbangkan
aksesibilitas, kondisi sumber daya air, keragaman margasatwa dsb, dan

Prima Jiwa Osly/A353060101 23


3. Monitoring terhadap sumber daya pariwisata berkondisi kritis yang
berasal dari salah perencanaan, pengambilan keputusan dan korelasinya
dengan sektor lain.
Sehingga, aplikasi SIG dalam perencanaan pembangunan kepariwisataan tidak
hanya berfungsi sebagai sebagai alat perencanaan namun juga sebagai alat
pengambil keputusan (Bahaire and Elliot-White, 1999). Kemampuan SIG dalam
pariwisata dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kemampuan SIG dalam Pariwisata (Bahaire and Elliot-White, 1999)


Kemampuan Pertanyaan Mendasar Yang Aplikasi Dalam
Funsional GIS Dapat Diselesaikan Oleh SIG Pariwisata
Pemasukan,
Inventarisasi Potensi
Penyimpanan dan Lokasi Apa ?
Wisata
Manipulasi Data
Identifikasi lokasi
Pembuatan Peta Kondisi Dimana ? yang paling cocok
untuk pengembangan
Integrasi Database Bagaimana Menghitung dampak
Trend
dan Manajemen perubahannya ? pariwisata
Quarry dan Rute yang Aliran/pengelolaan
Rute
Pencarian Data paling bagus ? pengunjung
Analisis hubungan
Bagaimana yang berasosiasi
Analisis Spasial Pola
polanya ? dengan pemanfaatan
sumber daya
Model Spasial Menilai dampak
Pembangunan Bagaimana jika potensial dari
Pengambilan Model …? pengembangan
Keputusan pariwisata

Buffer Analysis Sebagai Tools Pendukung Perencanaan Tapak


Terminologi Buffer seringkali digunakan dalam bidang-bidang yang
berkaitan dengan regulasi lingkungan, dan karena sangat penting dan dapat

Prima Jiwa Osly/A353060101 24


dimodelkan secara spasial, konsep-konsepnya sejak lama telah diadopsi dan
diimplementasikan oleh hampir semua paket perangkat lunak SIG. Buffer,
biasanya, dibangun dengan arah keluar untuk melindungi elemen-elemen spasial
(atau yang dimodelkan secara spasial) yang bersangkutan (Prahasta, 2005).
Dengan membuat Buffer , maka akan terbentuk suatu area, polygon atau zona baru
yang menutupi (melindungi) obyek spasial (Buffered Object yang berupa obyek
spasial titik, garis atau polygon) dengan jarak tertentu. Zona-zona Buffer ini
digunakan untuk mendefinisikan fungsi kedekatan secara spasial suatu obyek
terhadap obyek-obyek lain yang berada disekitarnya.
Penggunaan tools Buffer Analysis ini sangat berguna dalam melihat daerah
penyebaran pelayanan masing-masing bangunan pada sebuah tapak. Selain itu,
penggunaan tools akan sangat membantu dalam pembuatan sirkulasi dalam
kawasan. Buffer Analysis juga akan menghasilkan pembagian zona privat, semi-
privat dan publik, sehingga pemanfaatan penggunaan lahan dan zona dapat
maksimal.

Network Analysis Sebagai Tools Pendukung Perencanaan Rute


Pengembangan daerah tujuan wisata didominasi oleh filosofi “promosi
atraksi wisata dan fasilitas pelayanan yang terdapat pada lokasi wisata”.
Sedangkan pengembangan jaringan transportasi diasumsikan akan mengikuti atau
berkembang dengan sendirinya. Dengan alasan bahwa penyediaan fasilitas
transpotasi merupakan milik bersama (common property), investasi jangka
panjang dan urusan pemerintah, maka daerah-daerah tujuan wisata baru biasanya
minim jaringan infrastruktur transportasi. Pada saat yang bersamaan dimana daya
tarik kawasan dan tingkat pelayanan yang dibutuhkan semakin tinggi maka rute
yang melayani komunitas akan dibutuhkan. Sehingga pengembangan yang tidak
terencana ini akan mengakibatkan rendahnya tingkat kepuasan pengunjung suatu
daerah/kawasan wisata terbangun tersebut.
Pengembangan kawasan wisata seyogyanya dibarengi dengan perencanaan
jaringan infrastruktur transportasi yang baik. Perencanaan jaringan transportasi
tidak melulu pembangunan infrastruktur jaringan jalan, perancangan rute juga
merupakan salah satu solusi untuk memecahkan masalah diatas. Dalam SIG,

Prima Jiwa Osly/A353060101 25


perencanaan rute dapat dilakukan dengan menggunakan Analisa Jaringan
(Network Analysis) sebagai Tools pendukungnya. Puntodewo et al. (2003)
menyatakan bahwa analisa jaringan adalah tools yang digunakan untuk
memecahkan persoalan-persoalan penggunaan jaringan geografis. Jaringan adalah
bentuk garis-garis yang saling berhubungan. Analisa jaringan dalam SIG
menggunakan asumsi dasar bahwa seluruh model pemilihan rute adalah pilihan
“terbaik” manusia dalam melakukan perjalanan dari satu titik menuju titik lainnya.
“Terbaik” ini dapat dihitung berdasarkan waktu tempuh perjalanan, biaya tempuh
perjalanan dan kenyamanan dalam perjalanan. Dengan memasukkan kriteria-
kriteria “terbaik” tersebut maka perancangan rute yang dilakukan oleh SIG
digharapkan dapat mengakomodir kebutuhan calan pengunjung kawasan akan
jaringan transportasi menuju kawasan terbangun. Terdapat tiga tipe prinsip
Network Analysis yaitu Jejak Jaringan, Rute Jaringan dan Alokasi Jaringan . Jejak
Jaringan menetukan jalur-jalur khusus dalam jaringan. Pemberian kriteria
terhadap jalur khusus ini dilakukan oleh calon pengguna. Rute Jaringan
menetukan jalur yang paling optimal dalam sebuah jaringan lurus. Pemilihan rute
ini berdsarkan atas beberapa kriteria seperti “jarak terpendek”, “rute tercepat”,
“rute tak berbelok” dan “ biaya minimal”. Jalur yang dibuat dapat melalui antar
dua titk atau beberapa titik yang dipilih. Alokasi Jaringan adalah analisis terhadap
entitas geografis dan proses penentuan titik pusat optimum (Turk and Gumusay,
2002).

Prima Jiwa Osly/A353060101 26


III. METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pikir Penelitian


Dasar pemikiran untuk membangun kawasan wisata sekitar situ
Pengasinan bernuansa lingkungan ini adalah perlunya mengelola dan
mengembangkan kawasan sekitar situ agar dapat mengakomodasi keinginan
berwisata masyarakat Depok. Selain itu, dengan pengembangan kawasan ini dapat
menahan laju konversi penggunaan lahan yang terjadi di daerah perkotaan yang
sedang berkembang pesat. Konversi penggunaan lahan seperti ini berkorelasi
positif dengan degradasi lingkungan. Pengembangan kawasan ini akan di
tuangkan ke dalam sebuah rencana tapak kawasan wisata dengan
mempertimbangkan potensi wisata sekitar kawasan dan calon target pengunjung
kawasan. Faktor-faktor di atas akan menjadi penentu obyek-obyek wisata yang
akan diletakkan pada kawasan situ tersebut. Selain itu. perletakan obyek-obyek
wisata dalam kawasan tersebut harus memperhatikan sumber daya fisik dan
lingkungan yang ada di sekitar kawasan.
Setelah semua informasi diperoleh, maka analisa dilakukan untuk
membuat sebuah perencanaan tapak kawasan. Salah satu sasarannya adalah untuk
menetapkan keunggulan serta keterbatasan tapak. Berdasarkan hasil analisa
tersebut, selanjutnya dapat ditentukan apakah tapak tersebut sesuai dengan
kegunaan yang direncanakan. Apabila ternyata sesuai, maka data tersebut harus
dianalisa lebih lanjut untuk dapat menetukan parameter khusus lainnya dari tapak
tersebut. Ini termasuk penentuan daerah yang terbaik untuk lokasi suatu
bangunan, daerah yang harus di hindari, daerah yang memiliki masalah erosi
karena pola drainase dan daerah yang harus dilestarikan. Selain itu, untuk
membuat kawasan tersebut hidup (dikunjungi) maka di lakukan analisa untuk
membangun rute menuju kawasan serta sirkulasi dalam kawasan tersebut.
Sehingga dengan rencana tapak yang ada, diharapkan kawasan ini dapat menjadi
sebuah kawasan wisata perkotaan yang bernuansa lingkungan dan dapat menjadi
sebuah model pengelolaan dan pengembangan sebuah kawasan situ . Kerangka
pikir disajikan pada Gambar 3.

Prima Jiwa Osly/A353060101 27


Kawasan Situ Pengasinan

UU No. 9/1990, UU No. 26/2007,


Keppres No 114/1999, Visi Misi Kota,
RENSTRA Kantor Pariwisata, Seni
dan Budaya Kota Depok, Pariwisata
Perkotaan, Perencanaan Tapak

Potensi Wisata Target


Kawasan Pengunjung
Kawasan

Perencanaan obyek-obyek wisata


dalam kawasan

Sumber Daya Sumber Daya


Fisik Lahan Lingkungan

ANALISA

• Kondisi fisik lahan dan


lingkungan
• Zonasi dan Sirkulasi
• Pembangunan rute menuju dan
keluar kawasan

Kawasan Situ Pengasinan


sebagai Kawasan Wisata
Perkotaan
Gambar 3. Kerangka pikir penelitian

Prima Jiwa Osly/A353060101 28


Lokasi Penelitian
Kawasan pengembangan wisata Situ Pengasinan berjarak ± 9 km dari
Pusat Kota Depok. Terletak pada bagian timur dari pusat kota dan dilalui oleh
jalan propinsi dan jalan kota. Secara geografis wilayah perencanaan terletak
06°24'15" – 06°24'55" LS (Lintang Selatan) dan 106°44'15" – 106°44'05" BT
(Bujur Timur).

Gambar 4. Lokasi penelitian

Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada bulan Maret 2008
yang dimulai dengan studi kepustakaan sampai dengan penulisan tesis selesai
pada bulan Juli 2008.

Pengumpulan dan Pengolahan Data


Secara umum metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
survey. Data yang dibutuhkan untuk keperluan penelitian ini dikumpulkan dari
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan

Prima Jiwa Osly/A353060101 29


observasi langsung dilapangan. Sedangkan data sekunder berupa data spasial citra
satelit resolusi tinggi Image©Digital Globe dari perangkat lunak Google™ Earth
Pro tahun akuisisi 2007, data-data yang diperoleh dari Kantor Pariwisata
Pemerintah Kota Depok dan berbagai tulisan melalui penelusuran pustaka (studi
pustaka) serta lembaga-lembaga pemerintah dan instansi lainnya yang ada
kaitannya dengan obyek penelitian.
Adapun jenis data yang dikumpulkan adalah seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis data dan metode pengumpulannya
No Sumber Data Parameter
DATA PRIMER
1 Observasi • Kondisi keanekaragaman hayati
(Ekosistem) sekitar Situ
• Vegetasi
• View
• Kondisi bangunan khusus (pintu air,
sarana pemancingan, dermaga
wisata air, prasarana pendukung
lain, main gate/pintu masuk utama
dan lainnya)
2 Wawancara • Kepala Kantor Pariwisata, Seni dan
Budaya Kota Depok
• Ketua BAPPEDA Kota Depok
• Ketua Kelompok Kerja (POKJA)
Situ Pengasinan
DATA SEKUNDER
1 Citra Resolusi Tinggi Image©Digital • Jenis Land Cover (Tutupan lahan)
Globe tahun akuisisi 2007, • Luas Land Use (Penggunaan lahan)

pengambilan dari Google Earth Pro • Kemungkinan areal pengembangan
eye alt. 750 m
2 Shuttle Radar Topography Mission • Slope (kemiringan lahan)
(SRTM) Indonesia tahun akuisisi 2007 • Elevasi
3 Peta Rupa Bumi Indonesia • Slope (kemiringan lahan)
BAKORSURTANAL 1 : 25000 • Elevasi

Prima Jiwa Osly/A353060101 30


Tabel 3. Jenis data dan metode pengumpulannya (lanjutan)
No Sumber Data Parameter
DATA SEKUNDER
4 RTRW/RUTR Kota Depok Tahun • Pola ruang
2000-2010 • Pola jalan
• Pola hidrologi
• KDB/KLB (Koefisien Dasar
Bangunan dan Koefisien Lantai
Bangunan)
5 RENSTRA Kota Depok, RENSTRA • Peraturan tingkat regional
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan • Peraturan pengelolaan Situ
Kota Depok dan RENSTRA Kantor
Pariwisata, Seni dan Budaya Kota
Depok
6 Laporan Penelitian yang terkait dengan • Prediksi pengunjung
obyek penelitian • Data biofisik Situ

Penyusunan Basis Data dan Pengolahan Data Digital


Perencanaan tapak sebuah kawasan yang akan dibangun membutuhkan
tahapan Site Analysis (Analisis Tapak). Menurut Russ (2002), Site Analysis
mutlak dibutuhkan karena hasilnya akan menentukan dalam merencanakan tapak.
Langkah dalam Site Analysis meliputi pengumpulan data untuk perencanaan awal,
evaluasi tapak untuk kesesuaian dengan perencanaan atau kebutuhan dan menilai
karakter tapak agar tepat dalam penggunaannya. Site Analysis dilakukan secara
deskriptif berdasarkan rencana pembangunan tapak kawasan. Kawasan dipilih
dengan batasan kelas jalan kolektor yang jaraknya tidak lebih dari 2,8 km dari
jalan arteri. Pengumpulan data Land Cover dan luas kawasan dilakukan melalui
interpretasi citra penginderaah jauh. Pelaksanaan interpretasi citra dilakukan
dalam tiga tahap:
1. Tahap persiapan
Tahap ini meliputi tahap studi pustaka dan pengumpulan data
penginderaan jauh (citra resolusi tinggi Image©Digital Globe yang diambil

Prima Jiwa Osly/A353060101 31


dari Google™ Earth Pro eye altitude 750 m) tahun 2007 dan data penunjang
(Peta Rupa Bumi skala 1 : 25000 BAKORSURTANAL, Peta Pola Ruang,
Pola Jalan dan Pola Hidrologi Kota Depok).
2. Tahap interpretasi, survai lapang dan interpretasi ulang
Kegiatan interpretasi meliputi interpretasi Land Cover/Land Use, situ, pola
jalan dan sirkulasi sekitar kawasan, penggambaran peta tematik hasil
interpretasi, memplot data tematik ke peta kerja (hasil digitasi), pengeditan
dan pelabelan peta tematik. Kegiatan survai lapang dengan melakukan
pengecekan hasil interpretasi citra berupa tutupan lahan dengan
pengamatan maupun pengukuran langsung di lapangan. Berikutnya
interpretasi ulang bertujuan untuk menilai ulang dan memperbaiki data
awal yang salah setelah pengecekan lapangan serta menambah atribut yang
kurang. Kegiatan ini meliputi tutupan lahan, perbaikan basis data dan
perbaikan peta-peta tematik. Perbedaan penarikan batas satuan lereng,
tutupan lahan hasil interpretasi dengan kenyataan di lapangan dikoreksi
melalui interpretasi ulang. Dengan demikian kesalahan penarikan batas
satuan lahan akan dapat diatasi.
3. Tahap penyajian hasil
Penyajian hasil dan analisis peta tematik dilakukan dengan Sistem
Informasi Geografis (SIG) menggunakan software (perangkat lunak)
ESRI’s Arcview ver. 3.30 menggunakan proses intersept/overlay
(tumpang tindih) terhadap peta tematik hasil digitasi.
Selanjutnya data olahan tersebut dianalisis untuk :
a. Mengetahui kondisi dan penyebaran berbagai jenis penggunaan lahan di
sekitar kawasan situ,
b. Merencanakan tapak kawasan yang akan dibagi menjadi 3 (tiga) zona,
yaitu zona A (Village Zone), zona B (rest area zone) dan zona C (Water
Zone),
c. Merencanakan pola sirkulasi dalam dan luar kawasan, dan
d. Merencanakan tapak kawasan pengembangan sebagai bagian dari proses
keberlanjutan kawasan.

Prima Jiwa Osly/A353060101 32


Zona Dan Parameter Penyusun Rencana Tapak
Sesuai dengan potensi tapak, maka kawasan situ pengasinan akan
dikembangkan menjadi kawasan wisata dengan tema desa. Kawasan ini akan
dibagi menjadi 3 (tiga) zona yaitu zona A yaitu zona desa, zona B yaitu zona
istirahat dan zona C yaitu zona air. Masing-masing zona memiliki kegiatan dan
content (isi) yang berbeda.
1. Zona A (Zona Desa/Village Zone)
Merupakan zona yang kegiatan primernya ekowisata, kegiatan sekunder
bercocok tanam dan istirahat.
2. Zona B (Zona Istirahat/Rest Area)
Merupakan zona yang kegiatan primernya peristirahatan dan
pemandangan, kegiatan sekundernya wisata air dan belanja.
3. Zona C (Zona Air/Water Zone)
Merupakan zona yang kegiatan primer wisata air dan belanja, kegiatan
sekunder peristirahatan dan jalan-jalan.
Adapun content dari masing-masing zona disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Content masing-masing zona dalam kawasan


Bangunan Pendukung Kegiatan
Zona
Primer Sekunder
Lahan sawah Pintu Utama
Pedestrian Way Kantor Pengelola
Bicycle Path Lapangan Parkir Utama
A (Village Zone)
Taman dan Plaza Pos Sepeda
Rumah Gubug Tematik Fasilitas Outbound
Kolam Pemancingan
Restoran Wisata Air
Bungalow terbatas Kolam Pemancingan
Amphi Theatre Handicraft Store
B (Rest Area)
Fasilitas Permainan Taman dan Plaza
Pedestrian Way Service Area
Bicycle Path Pos Sepeda

Prima Jiwa Osly/A353060101 33


Tabel 4. Content masing-masing zona dalam kawasan (lanjutan)
Bangunan Pendukung Kegiatan
Zona
Primer Sekunder
Wisata Air Taman dan Plaza
Handicraft Store Kolam Pemancingan
C (Water Zone) Plant Store Service Area
Pedestrian Way Pos Sepeda
Bicycle Path Lapangan Parkir Kecil

Analisis Kesesuaian Lokasi (Analisis Makro Kawasan)


Penggunaan parameter dalam menentukan lokasi kawasan wisata
ditentukan berdasarkan pemeringkatan terhadap infrastruktur, status lahan, view
dan Land Cover/Land Use. Lokasi terpilih merupakan kombinasi antara
keseluruhan parameter diatas. Lokasi dalam kawasan yang paling sesuai
merupakan kombinasi antara aksesibilitas yang mudah, status lahan yang
memiliki tingkat resistensi yang rendah, pemandangan yang bagus dan Land
Cover/Land Use yang sesuai dengan tema obyek wisata yang akan dibangun.
Proses pemeringkatan untuk kesesuaian lokasi dapat dilihat pada Tabel 5, 6, 7, 8
dan Tabel 9.
Tabel 5. Pemeringkatan kesesuaian lokasi yang digunakan
Deskripsi Rangking Kesesuaian
Sesuai 4–6
Sedang 7–9
Tidak Sesuai 10 – 12

Tabel 6. Pemeringkatan kesesuaian infrastruktur yang ada


Rangking
Tipe Deskripsi Alasan Kesesuaian
Kesesuaian
Jalan Kolektor
(dengan 50 m 1 Sesuai Aksesibilitas sangat mudah,
buffer)
Jalan Lingkungan
(dengan 10 m 2 Sedang Aksesibilitas sedang,
buffer)
Jalan Setapak
3 Tidak sesuai Aksesibilitas sulit
(dengan 5 m buffer)

Prima Jiwa Osly/A353060101 34


Tabel 7. Pemeringkatan kesesuaian status lahan
Rangking
Tipe Deskripsi Alasan Kesesuaian
Kesesuaian
Milik Instansi Tingkat resitensi rendah
1 Sesuai
Pemerintah/PEMKOT dalam status pengelolaan
Milik Instansi Semi Tingkat resitensi sedang
2 Sedang
Pemerintah dalam status pengelolaan
Milik Swasta dan atau Tingkat resitensi tinggi
3 Tidak Sesuai
Pribadi dalam status pengelolaan

Tabel 8. Pemeringkatan kesesuaian Land Cover dan Land Use


Land Rangking
Land Use Kesesuaian
Deskripsi Alasan Kesesuaian
Cover
Pendukung kegiatan wisata,
Air Lahan sawah 1 Sesuai tidak diperlukan perubahan
Land Use,
Pendukung kegiatan wisata,
Kebun
1 Sesuai tidak diperlukan perubahan
Campuran Land Use,
Pohon tinggi Pendukung kegiatan wisata,
dengan jarak 1 Sesuai tidak diperlukan perubahan
renggang Land Use,
Vegetasi Pohon tinggi Pendukung kegiatan wisata,
tidak dapat sepenuhnya
dengan jarak 2 Sedang digunakan sebagai daerah
rapat wisata
Padang Pendukung kegiatan wisata,
rumput dan 2 Sedang dapat digunakan untuk jenis
alang-alang bangunan yang terbatas,
Land use tidak dapat dirubah,
Tidak
Permukiman 3 kurang mendukung sebagai
Sesuai kawasan wisata
Land use tidak dapat dirubah,
Tidak
Perumahan 3 kurang mendukung sebagai
Sesuai kawasan wisata
Agak sulit merubah Land Use,
Bangunan
2 Sedang dapat mendukung kawasan
khusus wisata
Built-up Mudah merubah Land Use
Area menjadi bangunan namun sulit
Lapangan untuk merubah menjadi lahan
2 Sedang
terbuka terbuka hijau, mendukung
untuk sarana dan prasarana
kawasan wisata
Mudah merubah Land Use
menjadi lahan terbuka namun
Sawah bera Tidak
3 sulit untuk merubah menjadi
permanen Sesuai sawah, mendukung untuk
kawasan wisata

Prima Jiwa Osly/A353060101 35


Tabel 9. Pemeringkatan kesesuaian untuk View dengan Buffer 100 m
Rangking
Tipe Deskripsi Alasan Kesesuaian
Kesesuaian
Empat penjuru mata angin Pendukung kegiatan
tidak ada gangguan 1 Sesuai wisata, sesuai dengan
pandangan permukiman tujuan ekowisata
Pendukung kegiatan
Dua penjuru mata angin
wisata, kurang sesuai
tidak ada gangguan 2 Sedang
dengan tujuan
pandangan permukiman
ekowisata
Tidak mendukung
Satu penjuru mata angin
Tidak kegiatan wisata, tidak
tidak ada gangguan 3
Sesuai sesuai dengan tujuan
pandangan permukiman
ekowisata

Analisis Kesesuaian Zona (Analisis Mikro Kawasan)


Kriteria yang digunakan untuk menetapkan suatu lahan menjadi sesuai
sebagai sebuah tapak kawasan wisata adalah menggunakan parameter lahan yang
dianggap paling berpengaruh terhadap content (isi) tapak kawasan tersebut.
Parameter-parameter tersebut adalah :
a. Land Cover/Land Use (Tutupan Lahan/Penggunaan Lahan)
b. Slope (kemiringan lahan)
c. Water Body (tubuh air)
d. Vegetasi
e. Aksesibilitas
f. View (pemandangan)
g. Ketersediaan lahan untuk infrastruktur dan pengembangan
Kombinasi dari berbagai kondisi lahan berdasarkan parameter tersebut
pada akhirnya akan mempengaruhi apakah lahan tersebut sudah memenuhi daya
dukungnya. Namun tidak semua parameter tersebut secara sekaligus digunakan
untuk menilai kesesuaian lahan untuk sebuah zona dalam kawasan. Demikian juga
dengan bobot dari setiap parameter tersebut, juga berbeda-beda. Adapun
parameter yang digunakan dan masing-masing nilai bobotnya adalah seperti yang
disajikan dalam Tabel 10. Parameter-parameter tersebut dipilah berdasarkan
obyek wisata yang akan dibangun, dan nilai bobot yang diberikan juga berbeda-
beda tergantung kepada zona dimana obyek wisata tersebut berada.

Prima Jiwa Osly/A353060101 36


Tabel 10. Parameter dan bobot untuk penentuan lokasi dalam zona
Pembobotan
Zona A Zona B Zona C
Parameter
(Village (Rest Area) (Water Zone)
Zone)
LandCover/Land Use 1 2 1
Slope (kemiringan lahan) 3
Vegetasi 2 2
Water Body (Badan Air) 3 3
Aksesibilitas mikro 1 2 1
View 2 1

Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa tidak semua parameter digunakan,


tetapi dibedakan menurut zonanya. Namun dari 6 parameter yang digunakan,
terdapat 2 parameter umum yang selalu digunakan yaitu Land Cover/Land Use
dan aksesibilitas mikro. Sedangkan 4 parameter yang lain merupakan parameter
spesifik, yaitu slope yang hanya digunakan dalam penentuan zona A, vegetasi
yang hanya digunakan dalam penentuan zona A dan zona C, parameter water
body yang hanya digunakan dalam penentuan zona B dan zona C, dan view yang
digunakan dalam penetuan zona A dan B.
Demikian juga dengan nilai bobot yang diberikan, terlihat bahwa untuk
penentuan zona A parameter LandCover/Land Use memiliki bobot terbesar.
Dalam penentuan zona B faktor LandCover/Land Use dan aksesibilitas mikro
memiliki bobot terbesar, dan terakhir parameter water body memiliki bobot
terbesar di dalam penentuan zona C.
Metode yang digunakan untuk menganalisis tingkat kesesuaian zona
berdasarkan kombinasi beberapa parameter adalah dengan menggunakan metode
skoring. Setiap parameter memiliki kelas-kelas, misalnya parameter penutupan
LandCover/Land Use memiliki 5 kelas yaitu sangat ideal, ideal, sedang, tidak
ideal dan sangat tidak ideal. Masing-masing kelas tersebut selanjutnya memiliki
skor. Kelas-kelas dalam sebuah parameter yang memberikan korelasi negatif atau
menghambat kemungkinan diletakkannya zona tertentu, diberikan skor besar.
Sebagai contoh semakin banyak lahan sawah pada LandCover/Land Use maka
daerah tersebut semakin sesuai untuk zona A yang peruntukkannya areal
ekowisata desal dan sebaliknya, dengan demikian maka LandCover/Land Use

Prima Jiwa Osly/A353060101 37


yang memiliki lahan sawah banyak diberi skor besar dan sebaliknya kelas
LandCover/Land Use yang memiliki lahan sawah sedikit diberi skor kecil. Setelah
didapatkan bobot dari masing-masing parameter, maka dilakukan penilaian
tingkat kesesuaian zona. Skoring dihitung berdasarkan persamaan :
Skoring = ∑ BP , B=Bobot dan P=Skor Parameter

Dengan cara yang sama, maka semua kelas dalam parameter tersebut
diberi skor. Selanjutnya kombinasi dari semua parameter lahan tersebut,
dijumlahkan skornya. Dengan demikian semakin tinggi jumlah skornya maka
keidealannya juga semakin besar atau dengan kata lain sangat sesuai. Skor
kemudian diperingkatkan untuk menilai tingkat kesesuaian zona mulai dari sangat
sesuai sampai dengan sangat tidak sesuai (Tabel 11.) dengan selang tingkat
kesesuaian berdasarkan persamaan :

Selang Kelas =
∑ SkorMaksimal − ∑ SkorMinimal
∑ Parameter

Tabel 11. Pemeringkatan kesesuaian zona


Pembobotan
Zona A Zona B Zona C
Tingkat Kesesuaian
(Village (Rest Area) (Water Zone)
Zone)
Sangat Sesuai 20,1 – 25 20,1 – 25 20,1 – 25
Sesuai 15,1 – 20 15,1 – 20 15,1 – 20
Sedang 10,1 – 15 10,1 – 15 10,1 – 15
Tidak Sesuai 5,1 – 10 5,1 – 10 5,1 – 10
Sangat Tidak Sesuai 0–5 0–5 0–5

Zona A (Village Zone)


Content utama zona ini adalah :
1. Lahan sawah sebagai daya tarik utama ekowisata pedesaan dan menjadi
ikon utama kawasan wisata ini.
2. Taman dan plaza sebagai satelit-satelit zona
3. Rumah gubug tematik yang dijadikan sebagai ikon pendukung kawasan
ekowisata ini. Rumah ini pun berfungsi sebagai sarana interaksi sosial
antara pengunjung, pengelola dalam bingkai budaya kearifan tradisional.

Prima Jiwa Osly/A353060101 38


Zona A merupakan area dimana terdapat produk utama kawasan. Selain
itu, zona A juga merupakan zona penerima pengunjung. Pada zona ini keberadaan
lahan sawah merupakan aset penting. Sehingga lahan sawah merupakan faktor
penilaian yang sangat penting dalam menentukan keberadaan zona (Tabel 12.)
Tabel 12. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona A (Village Zone)
Kelas Besaran Deskripsi Skor Keterangan
Sawah beririgasi baik, vegetasi
Sangat ideal teratur/bergerombol dan kebun 5
campuran teratur
Sawah beririgasi baik, vegetasi
Ideal teratur/bergerombol dan kebun 4
campuran tidak teratur
Sawah beririgasi baik, vegetasi tidak
Sedang 3
teratur dan kebun campuran tidak ada
Sawah tidak beririgasi baik, vegetasi
Tidak Ideal tidak teratur dan tidak ada kebun 2
campuran
Sangat tidak Sawah tidak beririgasi, vegetasi tidak
1
ideal teratur dan tidak ada kebun campuran

Aksesibilitas dalam zona ditentukan berdasarkan kepentingannya terhadap obyek


wisata. Kelas jalan yang semakin kecil akan menentukan tingkat kebisingan dan
gangguan pandangan yang terjadi disekitarnya. Semakin kecil kelas jalan maka
tingkat kebisingan yang terjadi akan semakin rendah. Selain itu kelas jalan yang
semakin kecil akan membuat daerah agak sulit berkembang sehingga perumahan
dan permukiman tidak akan berkembang. Hal ini mendorong keasrian kawasn
akan tetap terjaga. Parameter aksesibilitas dan view menjadi sebuah kesatuan
yang saling memberi keuntungan terhadap keberlangsungan kawasan (Tabel 13.
dan Tabel 14.)
Tabel 13. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona A (Village Zone)
Kelas Besaran Deskripsi Skor Keterangan
Memiliki aksesibilitas sulit ke jalan
Sangat ideal 5
lingkungan
Memiliki aksesibilitas sedang ke jalan
Sedang 3
lingkungan
Sangat tidak Memiliki aksesibilitas mudah ke jalan
1
ideal lingkungan

Prima Jiwa Osly/A353060101 39


Tabel 14. Skoring View dalam zona A (Village Zone)
Kelas Besaran Deskripsi Skor Keterangan
Empat penjuru mata angin tidak ada
Sangat ideal 5
gangguan pandangan permukiman
Dua penjuru mata angin tidak ada
Sedang 3
gangguan pandangan permukiman
Sangat tidak Satu penjuru mata angin tidak ada
1
ideal gangguan pandangan permukiman

Vegetasi yang diukur pada kawasan ini adalah vegetasi yang terdiri dari pohon-
pohon tinggi dengan jarak rapat, pohon-pohon tinggi dengan jarak renggang dan
padang alang-alang/rumput (ruang terbuka hijau). Ketiga jenis vegetasi ini sangat
mendukung zona A, karena keberadaannya menjadikan obyek wisata utama
menjadi variatif. Selain itu vegetasi ini dapat dirubah menjadi taman-taman hidup
yang menjadi satelit-satelit dalam zona.
Tabel 15. Skoring Vegetasi dalam zona A (Village Zone)
Kelas Besaran Deskripsi Skor Keterangan
Sangat ideal Vegetasi bergerombol dan teratur 5
Vegetasi bergerombol dan tidak
Sedang 3
teratur
Sangat tidak Vegetasi tidak bergerombol dan tidak
1
ideal teratur

Berdasarkan kriteria penetapan arahan penggunaan lahan kawasan


budidaya pada umumnya terdapat pada daerah dengan topografi ringan (datar atau
landai). Pengusahaan lahan pada daerah dengan topografi berat pada dasarnya
merupakan bentuk pemaksaan terhadap lahan dan cenderung akan menurunkan
daya dukung lahan. Dengan demikian maka semakin curam kondisi topografi,
skor yang diberikan semakin kecil, karena pengusahaan lahan pada wilayah
dengan topografi berat ini akan memperbesar terjadinya kerusakan lingkungan.
Selain itu pengusahaan lahan pada wilayah dengan topografi berat juga
membutuhkan biaya yang sangat besar.
Tabel 16. Skoring Slope dalam zona A (Village Zone)
Kelas Besaran Deskripsi Skor Keterangan
Sangat ideal <1% 5
Sedang 1%-2% 3
Sangat tidak
>2% 1
ideal

Prima Jiwa Osly/A353060101 40


Zona B (Rest Area)
Content utama zona ini adalah bangunan-bangunan yang digunakan untuk
istirahat dan interaksi sosial seperti restoran/café, amphi theater, bungalow, arena
bermain anak dan taman. Penentuan skoring parameter zona B dapat dilihat pada
Tabel 17. sampai dengan Tabel 20.
Tabel 17. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona B (Rest Area)
Kelas Besaran Deskripsi Skor Keterangan
Built-up Area dominan (Lapangan
terbuka dominan, sawah Bera
Sangat ideal 5
dominan, ada bangunan khusus),
sawah sedang dan vegetasi teratur
Built-up Area dominan (Lapangan
terbuka dominan, sawah bera
Ideal 4
dominan, ada bangunan khusus),
sawah sedikit dan vegetasi teratur
Built-up Area dominan (Lapangan
terbuka dominan, sawah Bera
Sedang dominan, tidak ada bangunan 3
khusus), sawah tidak ada dan vegetasi
tidak teratur
Built-up Area tidak dominan
(Lapangan terbuka dominan, sawah
Tidak Ideal bera tidak dominan, tidak ada 2
bangunan khusus), sawah tidak ada
dan vegetasi tidak teratur
Built-up Area tidak dominan
(Lapangan terbuka tidak dominan,
Sangat tidak
sawah bera tidak dominan, tidak ada 1
ideal
bangunan khusus), sawah tidak ada
dan vegetasi tidak teratur

Tabel 18. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona B (Rest Area)


Kelas Besaran Deskripsi Skor Keterangan
Memiliki aksesibilitas mudah ke jalan
Sangat ideal 5
lingkungan dan atau kolektor
Memiliki aksesibilitas sedang ke jalan
Sedang 3
lingkungan dan atau kolektor
Sangat tidak Memiliki aksesibilitas sulit ke jalan
1
ideal lingkungan dan atau kolektor

Prima Jiwa Osly/A353060101 41


Tabel 19. Skoring View dalam zona B (Rest Area)
Kelas Besaran Deskripsi Skor Keterangan
Empat penjuru mata angin tidak ada
Sangat ideal 5
gangguan pandangan permukiman
Dua penjuru mata angin tidak ada
Sedang 3
gangguan pandangan permukiman
Sangat tidak Satu penjuru mata angin tidak ada
1
ideal gangguan pandangan permukiman

Tabel 20. Skoring Water Body dalam zona B (Rest Area)


Kelas Besaran Deskripsi Skor Keterangan
Sangat ideal Buffer Situ 10 m 5
Sedang Buffer Situ 50 m 3
Sangat tidak
Buffer Situ 100 m 1
ideal

Zona C (Water Zone)


Content utama zona ini adalah kegiatan wisata air dan wisata belanja.
Penentuan skoring parameter zona B dapat dilihat pada Tabel 21. sampai dengan
Tabel 24.
Tabel 21. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona C (Water Zone)
Kelas Besaran Deskripsi Skor Keterangan
Vegetasi teratur dan bergerombol, Built-
up Area dominan (permukiman tidak
Sangat ideal 5
dominan, banyak bangunan khusus, ada
lapangan terbuka)
Vegetasi teratur dan atau bergerombol,
Built-up Area dominan (permukiman
Ideal 4
tidak dominan, ada bangunan khusus,
ada lapangan terbuka)
Vegetasi teratur dan atau tidak
bergerombol, Built-up Area dominan
Sedang 3
(permukiman dominan, ada bangunan
khusus, ada lapangan terbuka)
Vegetasi tidak teratur dan tidak
bergerombol, Built-up Area dominan
Tidak Ideal 2
(permukiman dominan, ada bangunan
khusus, tidak ada lapangan terbuka)
Vegetasi tidak teratur dan tidak
bergerombol, Built-up Area dominan
Sangat tidak
(permukiman dominan, tidak ada 1
ideal
bangunan khusus, tidak ada lapangan
terbuka)

Prima Jiwa Osly/A353060101 42


Tabel 22. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona C (Water Zone)
Kelas Besaran Deskripsi Skor Keterangan
Memiliki aksesibilitas mudah ke jalan
Sangat ideal 5
lingkungan dan atau kolektor
Memiliki aksesibilitas sedang ke jalan
Sedang 3
lingkungan dan atau kolektor
Sangat tidak Memiliki aksesibilitas sulit ke jalan
1
ideal lingkungan dan atau kolektor

Tabel 23. Skoring Water Body dalam zona C (Water Zone)


Kelas Besaran Deskripsi Skor Keterangan
Sangat ideal Buffer Situ 5 m 5
Sedang Buffer Situ 10 m 3
Sangat tidak
Buffer Situ 20 m 1
ideal

Tabel 24. Skoring Vegetasi dalam zona C (Water Zone)


Kelas Besaran Deskripsi Skor Keterangan
Sangat ideal Vegetasi teratur dan bergerombol 5
Vegetasi tidak teratur atau tidak
Sedang 3
bergerombol
Sangat tidak Vegetasi tidak teratur dan tidak
1
ideal bergerombol

Metode Analisis Keruangan


Kegiatan penyusunan data spasial kesesuaian lokasi dan zona dimulai
dengan pemetaan parameter-parameter yang digunakan dalam penyusunan
kesesuaian lokasi dan zona. Dalam bab ini akan dijelaskan secara lebih rinci
proses pemetaan parameter-parameter kesesuaian lokasi dan hasil yang diperoleh.
Proses pemetaan tersebut dimulai dengan mengidentifikasi data-data baik primer
atau sekunder yang digunakan dalam penyusunan data spasial kesesuaian lokasi
dan zona. Kemudian proses tersebut dilanjutkan dengan pengumpulandata itu
sendiri dan proses bagaimana metode merepresentasikan data parameter
kesesuaian lokasi dan zona ke dalam format data keruangan (spasial), atau dengan
kata lain bagaimana cara melakukan pemetaan parameter kesesuaian lokasi dan
zona. Semua parameter yang digunakan dalam analisis lokasi dan zona harus
dipetakan dikarenakan keluaran dari kegiatan ini adalah data kesesuaian lokasi
dan zona dalam format data keruangan (spasial).

Prima Jiwa Osly/A353060101 43


Proses pemetaan tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan
teknik pengideraan jauh dan analisis keruangan menggunakan Sistem Informasi
Geografis (SIG). Pendekatan penginderaan jauh digunakan untuk mendapatkan
informasi yang berkaitan dengan kondisi penutupan dan atau penggunaan lahan
saat ini (present land use/land cover), yang didapatkan dengan cara interpretasi
citra satelit. Dari proses tersebut didapatkan informasi mengenai sebaran
(distribusi) dan kondisi penutupan lahan dan penggunaan lahan.
Analisis SIG dilakukan untuk parameter kesesuaian lokasi dan zona yang
diekstraksi dari Peta Topografi dan atau peta-peta tematik yang sudah ada, seperti
Peta RTRW, Peta Hidrologi atau Peta Jaringan Jalan. Dari analisis SIG dengan
memanfaatkan peta-peta tersebut sebagai masukan ini, maka dapat diperoleh
keluaran data mengenai kondisi kemiringan lereng dan aksesibilitas. Disamping
itu juga dilakukan pemetaan untuk data-data yang pada dasarnya bukan
merupakan data keruangan seperti status kepemilikan lahan dan view
(pemandangan). Untuk data-data seperti ini maka harus dicari kaitan (link) untuk
menghubungankan data non-spasial sehingga menjadi atribut pada referensi
keruangannya. Dari analisis ini maka akan didapatkan peta kesesuaian lokasi dan
zona pada kawasan.
Setelah semua parameter yang digunakan untuk mengidentifikasi
kesesuaian lokasi dan zona tersebut sudah tersaji dalam bentuk peta, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan analisis keruangan dengan cara tumpang
susun (overlay) peta, sehingga didapatkan satuan-satuan pemetaan yang memiliki
keseragaman (homogenitas) dalam semua parameter yang digunakan. Unit-unit
yang seragam ini selanjutnya akan memudahkan analis dalam melakukan skoring
dan klasifikasi tingkat kesesuaian.
Untuk lebih memperjelas gambaran prosesnya maka analisis keruangan
penentuan kesesuaian lokasi dan zona disajikan dalam bentuk diagram alir seperti
yang tersaji dalam Gambar 5, Gambar 6, Gambar 7 dan Gambar 8.

Prima Jiwa Osly/A353060101 44


Gambar 5. Prosedur penentuan kesesuaian lokasi

Gambar 6. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona A (Village Zone)

Gambar 7. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona B (Rest Area)

Prima Jiwa Osly/A353060101 45


Gambar 8. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona C (Water Zone)

Setelah penetapan untuk keseluruhan zona selesai, maka ditentukan


pemilihan lokasi tapak dalam kawasan yang akan digunakan untuk pembuatan
rencana tapak. Pemilihan kesesuian dilakukan hanya untuk tingkat kesesuaian
Sangat Sesuai, Sesuai dan Sedang. Prosedur yang dilakukan adalah dengan
membandingkan poligon-poligon hasil perhitungan kesesuaian dan memilih
tingkat kesesuaian yang paling tinggi pada masing-masing poligon yang dipilih
(Gambar 9.).

Gambar 9. Prosedur penentuan posisi zona terhadap kawasan

Prima Jiwa Osly/A353060101 46


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Biofisik Lokasi Penelitian


Secara astronomi, Depok terletak pada koordinat 6019’00” – 6028’00”
Lintang Selatan dan 106043’00”- 106055’30” Bujur Timur, dengan luas wilayah
20.029 Ha. Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : berbatasan dengan DKI Jakarta dan Kecamatan Ciputan
Kabupaten Tangerang
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan
Cibinong Kab. Bogor
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Gunung Sindur dan Parung
Kabupaten Bogor
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Gunung Putri Kab. Bogor dan
Kec. Pondok Gede Bekasi
Kondisi wilayah bagian utara umumnya berupa dataran rendah, sedangkan
di wilayah bagian Selatan umumnya merupakan daerah perbukitan dengan
ketinggian 40-140 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng antara
2% - 15%. Penyebaran wilayah berdasarkan kemiringan lereng :
ƒ Wilayah dengan kemiringan lereng antara 8% - 15 % tersebar dari Barat
ke Timur yang potensial untuk pengembangan perkotaan dan pertanian.
ƒ Wilayah dengan kemiringan lereng lebih dari 15 % terdapat di sepanjang
sungai Cikeas, Ciliwung dan bagian Selatan sungai Angke yang potensial
digunakan sebagai benteng alam yang berguna untuk memperkuat
pondasi.
Di samping itu, perbedaan kemiringan lereng juga bermanfaat untuk sistem
drainase. Permasalahan yang muncul akibat topografi Kota Depok adalah karena
adanya perbedaan kemiringan lereng menyebabkan terjadinya genangan atau
banjir, bila penangannya tidak dilakukan secara terpadu.
Iklim di wilayah Depok termasuk dalam daerah beriklim tropis dengan
perbedaan curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim,
dengan jumlah curah hujan 2684 m/th, jumlah hari hujan : 222 hari/tahun serta
suhu rata-rata 24°C - 33°C. Iklim Depok yang tropis mendukung untuk

Prima Jiwa Osly/A353060101 47


pemanfaatan lahan pertanian ditambah lagi dengan kadar curah hujan yang
kontinu di sepanjang tahun. Dengan kondisi tersebut diatas, maka Depok memiliki
banyak situ sehingga merupakan kawasan yang cocok untuk kawasan konservasi
air dan tanah pada kawasan penyangga Jakarta.
Kota Depok selain merupakan kota yang berbatasan langsung dengan
Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, juga merupakan wilayah peyangga Ibu
Kota Negara yang diarahkan untuk kota pemukiman, kota pendidikan, pusat
pelayanan perdagangan dan jasa, kota pariwisata dan sebagai kota resapan air.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999, tentang Pembentukan
Kotamadya Daerah Tingkat II Depok, wilayah kota Depok dapat dilihat pada
Gambar 10.

Gambar 10. Pembagian wilayah kota Depok

Adapun lokasi penelitian secara astornomi terletak pada koordinat


6025’05” – 6025’52” Lintang Selatan dan 106044’23”- 106045’20” Bujur Timur.
Secara administratif lokasi penelitian ini terletak pada kecamatan Sawangan
seperti terlihat pada Gambar 11.

Prima Jiwa Osly/A353060101 48


Gambar 11. Lokasi penelitian

Topografi
Lokasi penelitian ini terletak pada ketinggian 87,50 m dpl (diatas
permukaan laut) sampai dengan 111 m dpl dengan topografi bervariatif (Gambar
12). Lokasi penelitian ini cenderung rata dan cocok untuk pengembangan kawasan
wisata perkotaan kota yang relatif tidak membutuhkan earthwork (pekerjaan
galian dan timbunan) yang besar. Kemiringan lahan (slope) lokasi penelitian dapat
dilihat pada Gambar 13.

Prima Jiwa Osly/A353060101 49


Gambar 12. Peta elevasi lahan lokasi penelitian

Gambar 13. Peta kemiringan lahan lokasi penelitian

Hidrologi
Wilayah penelitian berada pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung.
Sungai yang terdapat pada wilayah penelitian adalah anak sungai Ciliwung yaitu

Prima Jiwa Osly/A353060101 50


kali gede yang berada sebelah timur dan kali ciputat yang berada pada sebelah
barat. Pada wilayah penelitian juga terdapat sebuah danau/situ pengasinan yang
mendapatkan air dari kedua anak sungai diatas (Gambar 14). Potensi air tanah
berkisar pada kedalaman 5 m – 10 m dan secara empiris kualitas dan kuantitas air
pada wilayah ini sangat baik.

Gambar 14. Peta hidrologi lokasi penelitian

Aksesibilitas
Pada lokasi penelitian terdapat 3 ruas jalan yang menghubungkan wilayah
penelitian dengan jalan propinsi dan jalan kota. Dari 3 ruas jalan ini baru satu ruas
yang permanen dengan badan jalan di aspal sepanjang 3,5 km yaitu jalan
Pengasinan Raya yang mengitari kawasan. Sedangkan jalan lainnya kondisinya
masih jalan tanah namun dapat dilewati oleh kendaraan roda dua maupun roda
empat. Sedangkan jalan lainnya yaitu jalan dalam kawasan masih dalam bentuk
jalan setapak yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat untuk bertani dan
berladang (Gambar 15).

Prima Jiwa Osly/A353060101 51


Gambar 15. Peta jaringan jalan wilayah penelitian

Pola Ruang
Pola ruang dasar kawasan adalah kawasan budidaya pertanian dan badan
air. View dan desakan penduduk akibat kebutuhan akan perumahan membuat pola
dasar ini berubah. Saat ini pola ruang permukiman sudah mulai masuk kedalam
wilayah badan air dan areal budidaya pertanian. Hal ini akan menggangu kondisi
lingkungan sekitar badan air karena kondisi air permukaan akan terdesak oleh
limbah-limbah rumah tangga perumahan. Harga tanah yang mulai meningkat pada
kawasan juga mendorong penduduk untuk mematikan lahan sawah, hal ini
ditunjukkan dengan luas lahan sawah bera permanen yang sudah dipersiapkan
untuk areal permukiman. Pola ruang kawasan dan luas dari masing-masing Land
Cover/Land Use dapat dilihat pada Gambar 16 dan Tabel 25.

Prima Jiwa Osly/A353060101 52


Gambar 16. Pola ruang kawasan
Tabel 25. Luas Land Cover dan Land Use
Land Cover Land Use Luas (Ha)
Sawah Lahan sawah 53,53
Kebun Campuran Kebun Campuran 18,50
Pohon tinggi dengan jarak
31,45
renggang
Vegetasi
Pohon tinggi dengan jarak rapat 31,29
Padang rumput dan alang-alang 15,63
Permukiman 42,90
Perumahan 9,75
Built-up Area Bangunan khusus 6,98
Lapangan terbuka 22,05
Sawah bera permanen 4,20
Situ 5,30
Badan Air
Balong 5,56
TOTAL (Ha) 247,12

Analisis Dan Perancangan Tapak


Keadaan Lingkungan
Kawasan situ Pengasinan terletak pada kecamatan Sawangan dan
menyebar pada tiga desa yaitu desa pengasinan (bagian timur, sebagian selatan

Prima Jiwa Osly/A353060101 53


dan sebagian utara), desa Duren Mekar (sebagian utara dan sebagian barat) dan
desa Duren Seribu (barat dan sebagian selatan). Kondisi kawasan sebagian besar
merupakan lahan sawah dan vegetasi. Dalam Rencata Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Depok 2000-2010, kawasan ini termasuk kedalam pengembangan
kawasan permukiman dan perumahan dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
tinggi dan rendah. Kondisi topografi pada kawasan relatif datar dengan elevasi
antara 87,5 m sampai dengan 111 m dpl dan kemiringan lahan antara 0% - 2%.
Hal ini memungkinkan kawasan dikembangkan menjadi kawasan perumahan dan
permukiman.
Kawasan situ Pengasinan masuk pada kawasan beriklim tropis yang
dipengaruhi oleh iklim muson, musim penghujan antara bulan oktober sampai
dengan maret dan musim kemarau antara bulan April sampai September. Curah
hujan tahunan adalah sebesar 2500-3000 mm/tahun dengan banyaknya curah
hujan bulanan berkisar antara 1 – 591 mm dan banyaknya hari hujan antara 10 –
20 hari, yang terjadi pada bulan Desember dan Oktober. Jenis tanah adalah tanah
latosol coklat kemerahan, tanah yang belum begitu lanjut perkembangannya,
terbentuk dari tufa vulkan andesitis-basaltis, tingkat kesuburan rendah – cukup,
mudah meresapkan air, tahan terhadap erosi dan bertekstur halus. Selain itu
kualitas tanah cenderung memiliki nilai kesesuaian lahan yang cocok untuk
berbagai macam tanaman dengan faktor pembatas utama kemiringan lereng kecil,
sehingga hanya berkembang pertanian dan perkebunan tanaman keras seperti
tanaman buah-buahan, singkong dan sayuran.
Titik utama yang menjadi pusat perhatian kawasan ini adalah situ
pengasinan dan lahan sawah. Situ Pengasinan merupakan salah satu situ yang
cukup besar (5,3 Ha) di kota Depok yaitu 1,5% dari total keseluruhan badan air
kota Depok (Rosnila, 2004). Secara visual kondisi perairan adalah bersih dengan
tingkat kecerahan air adalah cerah. Kondisi perairan situ memiliki susut maksimal
satu meter pada musim kemarau dan kembang 0,5 meter pada musim penghujan.
Situ memiliki jalan inspeksi lebar 1,5 meter dengan jenis perkerasan konblok yang
mengelilingi seluruh situ. Titik perhatian lainnya adalah lahan sawah yang
memiliki luas 53,53 Ha atau sebesar 2% dari keseluruhan lahan sawah yang ada di
kota Depok. Kondisi lahan sawah adalah aktif dengan saluran tersier dan saluran

Prima Jiwa Osly/A353060101 54


sekunder kali Ciputat dan kali Gede yang merupakan bagian dari Daerah Aliran
Sungai (DAS) Ciliwung.

Strategi Pengembangan Kawasan


Sasaran yang ingin dicapai dari perencanaan wilayah penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Secara lokal adalah untuk membangun suatu obyek-obyek wisata baru
yang terdapat dalam suatu kawasan dan berbentuk kawasan terpadu
2. Secara regional adalah menghidupkan kawasan urban-rural fringe serta
menjadi contoh pengembangan kawasan urban-rural fringe berbasis
wisata.
Adapun dasar-dasar dalam penentuan Strategi Pengembangan wilayah
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Rencana Stratejik (RENSTRA) Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya Kota
Depok Tahun 2006-2011
2. Peraturan Daerah (PERDA) Kota Depok Nomor 14 Tahun 2002 Tentang
Pola Dasar Pembangunan Kota Depok
3. Analisis wilayah penelitian dalam konstelasi regional (Kota Depok-
Jakarta-Bogor-Tangerang)
4. Analisis Arahan dan Kebijaksanaan Pengembangan Tata Ruang (RTRW
Kota Depok tahun 2000 – 2010)
5. Analisis Fisik dan Daya Dukung Lahan
6. Analisis Penggunaan Lahan
Berdasarkan hal tersebut, maka strategi pengembangan wilayah penelitian
dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Memicu dan mendorong pertumbuhan kawasan dengan tingkat kesesuaian
lahan sangat sesuai dan sesuai untuk pengembangan fisik perkotaan.
2. Memelihara lahan sawah yang saat ini ada dan dapat dijadikan sebagai
obyek wisata.
3. Mempertahankan kondisi alam yang berpotensi untuk wisata pemadangan
alam (View Point) dan Wisata Danau.

Prima Jiwa Osly/A353060101 55


Analisis Kawasan dalam Konstelasi Regional
Wilayah penelitian merupakan bagian dari Kota Depok yang berjarak ± 9
Km dari Pusat Kota. Keberadaan dari wilayah penelitian diharapkan akan dapat
mendukung visi kota Depok yaitu Menuju Kota Depok Yang Melayani dan
Mensejahterakan sera visi kantor Pariwisata, Seni dan Budaya yaitu mendorong
tersedianya obyek wisata yang nyaman dan lestarinya seni dan cagar budaya
lokal. Oleh sebab itu dalam analisis ini akan dibahas mengenai peluang
pengembangan wilayah penelitian dalam konstelasi regional yang berhubungan
dengan kegiatan wisata, khususnya kawasan ekowisata.
Dalam konstelasi Regional (JABOTABEK), wilayah penelitian
merupakan salah satu program penting dalam Program Pengembangan Obyek
Wisata Kota Depok pada 2006 - 2011. Kemudian secara geografis wilayah
penelitian berlokasi di bagian timur wilayah Depok dan memiliki akses baik
dengan Kota/Kabupaten Bogor, Kota/Kabupaten Tangerang dan Kota Jakarta
Selatan, sehingga dapat dinilai bahwa peluang pengembangan kegiatan Wisata
Situ Pengasinan di wilayah penelitian cukup besar karena dapat melayani Propinsi
Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta. Selain itu, khusus untuk DKI Jakarta faktor
lain yang dapat mendorong pengembangan kegiatan wisata di wilayah penelitian
adalah :
1. Tingkat perekonomian masyarakat DKI Jakarta lebih tinggi daripada
masyarakat propinsi Jawa Barat.
2. Aksesibilitas (tingkat kemudahan pencapaian) yang cukup tinggi, dimana
dapat dicapai melalui jalur darat melalui jalan raya Parung, jalan raya
Serpong dan jalan Muhtar Raya.
Pada saat ini kota Depok mengalami pertumbuhan yang cukup pesat
dalam hal pariwisata. Hal ini dapat terlihat dari adanya sebuah ikon wisata yang
berbentuk land mark yaitu Mesjid Kubah Mas yang berjarak kurang dari dua
kilometer dari lokasi kawasan dan dikunjungi oleh hampir seluruh masyarakat
Indonesia. Selain itu Kota Depok juga mengalami pertumbuhan yang cukup pesat
dengan salah satu indikator adalah tingginya jumlah pertambahan penduduk yaitu
3,7% per tahun menurut data BPS, lebih besar dibandingkan pertambahan
penduduk nasional yaitu 3,2% per tahun. Selain itu, Depok yang dicanangkan

Prima Jiwa Osly/A353060101 56


sebagai kota permukimam juga mendorong peningkatan jumlah penduduk yang
signifikan.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat dinilai bahwa peluang
pengembangan lokasi penelitian untuk kegiatan dan obyek wisata cukup besar.
Tambahan lagi, tingkat kemudahan pencapaian (aksesibilitas) yang cukup tinggi
dari Kota Bogor (± 45 Km / ± 1 jam) dan dari DKI Jakarta (± 25 Km / ± 0,5 jam)
melalui jalan aspal dengan kondisi baik. Sehingga keadaan ini akan turut
mendorong percepatan pertumbuhan wilayah penelitian. Lebih jelas mengenai
pencapaian ke wilayah penelitian dalam konstelasi Regional dapat dilihat pada
Gambar 17.

Gambar 17. Pencapaian wilayah penelitian dalam konstelasi regional

Infrastruktur
Kawasan dikelilingi oleh jalan kolektor sehingga kawasan adalah kawasan
yang memiliki aksesibilitas tinggi. Jalan kolektor tersebut adalah jalan Pengasinan
Raya, jalan Masjid dan jalan Kemat. Aksesibiltas tinggi ini dapat dimanfaatkan
untuk mempermudah pengaturan pintu masuk dan pintu keluar kawasan. Selain

Prima Jiwa Osly/A353060101 57


itu aksesibilitas ini juga dapat dimanfaatkan untuk memisahkan jalur pengunjung
dan service. Jaringan jalan pada kawasan dan panjang jalan dapat dilihat pada
Gambar 18 dan Tabel 26.

Gambar 18. Peta jaringan jalan dalam kawasan

Tabel 26. Tabel panjang jaringan jalan dalam lokasi


Panjang Jaringan Jalan (m)
Kelas Jalan Panjang (m)
Kolektor 28.128,49
Lingkungan 19.029,19
Setapak 4.341,59
TOTAL 51.499,26

Arahan Pengembangan
Analisis Kemiringan Lahan
Bentang alam suatu wilayah dibentuk oleh Topografi dan kemiringan
lahan. Tingkat kemiringan lahan akan berpengaruh pada tingkat erosi, penentuan
jenis vegetasi, arah aliran saluran drainase, serta jenis kegiatan fisik yang akan
dikembangkan. Secara umum semakin tinggi tingkat kemiringan lahan, semakin

Prima Jiwa Osly/A353060101 58


besar kendala pembangunan fisik kota. Kemiringan lahan yang curam
menyebabkan peningkatan dalam biaya konstruksi, membutuhkan perencanaan
yang harus akurat dan faktor utama penyebab terjadinya erosi. Walaupun
demikian dengan rekayasa teknologi, tidak tertutup kemungkinan untuk
memanfaatkan lahan dengan kemiringan lahan relatif tinggi.
Berdasarkan hasil analisis kemiringan lahan, maka pola distribusi
kemiringan lahan di wilayah penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Sebagian besar berkemiringan 0 - 2% dengan luas sebesar 232,50 Ha yang
tersebar di seluruh lokasi wilayah penelitian.
2. Lahan berkemiringan 2 – 5% sangat sedikit yaitu seluas 48,30 Ha yang
sebagian besar berlokasi disebelah barat lokasi penelitian.
3. Lahan berkemiringan 5 – 7% sangat sedikit yaitu seluas 2,20 Ha yang
sebagian besar berlokasi dekat lahan dengan kemiringan 0 –3%.

Analisis Penggunaan Lahan


Berdasarkan jenis pemanfaatannya, dimana penggunaan lahan di wilayah
penelitian adalah berupa lahan tidak terbangun (76%), sehingga dapat dinilai
bahwa ketersediaan lahan untuk pengembangan fisik dan kegiatan wisata lainnya
cukup besar.

Analisis Status Lahan


Lokasi penelitian merupakan daerah sekitar situ yang telah dimanfaatkan
penggunaanya oleh masyarakat. Sehingga komposisi kepemilikan lahan cukup
variatif dan hampir seimbang. Status kepemilikan lahan ini akan menentukan
dalam tingkat resistensi pengelolaannya. Secara umum tingkat resistensi
pengelolaan kawasan ini cukup rendah, karena status kepemilikan lahan (> 50%)
dimiliki oleh instasi pemerintah (PEMKOT dan Instansi Lainnya) sehingga
diharapkan tidak adanya halangan dalam pengelolaan dan pengembangan
kawasan. Selain itu, status kepemilikan lahan juga dapat menjadi indikator
besarnya biaya yang akan dikeluarkan serta lama Break Event Poin Time (BEPT)
kawasan. Hasil wawancara dengan PEMKOT, status kepemilikan lahan pada
awalnya hanya milik PEMKOT dan Instansi Pemerintah lainnya, namun

Prima Jiwa Osly/A353060101 59


pengelolaan yang lemah dari PEMKOT menyebabakan masyarakat mulai
menggarap lahan sekitar situ. Tanah garapan kemudian disertifikasi hak milik oleh
masyarakat. Keadaan ini membuat PEMKOT segera mengambil alih lahan sekitar
situ yang belum tersertifikasi hak milik untuk digarap. Salah satu cara mengarap
lahan ini adalah dengan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan situ yang
dikembangkan untuk kawasan wisata (Tabel 27).
Tabel 27. Tabel luas status lahan pada lokasi
Luas Kesesuaian untuk Lokasi
Status Kepemilikan Lahan Luas (Ha) Proporsi
Pemerintah Kota (PEMKOT) 58,39 23,6%
Instansi Pemerintah selain PEMKOT 93,17 37,7%
Swasta/Pribadi 95,56 38,7%
TOTAL 247,12 100%

Analisis Daya Dukung Lahan


Bagi Kota-kota yang sudah mapan perkembangannya proporsi
penggunaan lahan untuk permukiman mencapai antara 50% – 80%. Sedangkan
untuk wilayah penelitian diasumsikan proporsi penggunaan lahan untuk bangunan
adalah 20% dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Kondisi fisik eksisting atau daya dukung fisik wilayah penelitian yang
terbatas atau lebih dominan lahan marginalnya.
2. Sesuai dengan arahan RTRW Kota Depok (Tahun 2000 - 2010) dimana
wilayah penelitian juga diarahkan untuk lokasi pemukiman dan resor
wisata.

Prediksi Calon Pengunjung


Sebuah obyek wisata hidup karena adanya pengunjung. Perencanaan
sebuah obyek wisata harus memprediksi calon pengunjung obyek wisata yang
akan dibangun. Pada penelitian ini prediksi calon pengunjung didasarkan atas
hasil penelitian. Perencanaan zona dan content dalam tapak juga didasarkan atas
hasil penelitian tersebut.

Prima Jiwa Osly/A353060101 60


Penelitian dilakukan pada tahun 2005 dengan menggunakan metode
kuisioner dan metode pengumpulan data stratified random sampling. Keseluruhan
penduduk Depok dibagi menjadi tiga kelas strata sosial (kelas atas, menengah dan
bawah). Kesimpulan hasil penelitian adalah adanya keinginan masyarakat kota
Depok terhadap tersedianya sebuah kawasan wisata dan atau obyek wisata yang
bernuansa lingkungan serta memiliki aksesibilitas mudah ke pusat kota. Kawasan
wisata yang akan dibangun harus memiliki peruntukan bagi wisata bersama
keluarga. Kawasan wisata harus dapat dicapai menggunakan berbagai macam
moda transportasi.

Pemetaan Kesesuaian Lokasi Dan Zona


Kesesuaian Lokasi
Ditinjau dari data sebaran kesesuaian lokasi yang diperoleh dari hasil
analisis, maka secara umum kondisi lahan pada lokasi penelitian memiliki tingkat
kesesuaian sedang, yaitu mencakup 74% dari keseluruhan daerah penelitian. Ini
berarti bahwa kondisi lahan lokasi penelitian cukup dapat dikembangkan untuk
kawasan wisata (Tabel 28 dan Gambar 19).
Tabel 28. Tabel luas kesesuaian untuk lokasi
Luas Kesesuaian untuk Lokasi
Rangking Kesesuaian Luas (Ha) Proporsi
Sesuai 27,33 11,1%
Sedang 183,82 74,4%
Tidak Sesuai 35,98 15,5%
TOTAL 247,12 100%

Prima Jiwa Osly/A353060101 61


Gambar 19. Peta kesesuaian lokasi

Kesesuaian Zona
Untuk mengetahui tingkat kesesuaian pada masing-masing zona
peruntukan, maka dilakukan overlay/intersept antara peta pola ruang, jalan, view,
vegetasi dan slope yang masing-masing memiliki bobot tertentu untuk masing-
masing zona yang akan dibangun. Dari hasil overlay tersebut kemudian dihitung
luas tingkat kesesuaian untuk masing-masing zona peruntukan.
Zona A (Village Zone)
Zona A sebagai zona yang akan dikembangkan menjadi zona desa
memiliki tingkat kesesuaian lahan yang cukup untuk dikembangkan menjadi
sebuah kawasan wisata desa. Dengan luas area yang sesuai sebesar 35% dari luas
kawasan, zona ini relatif lebih mudah dikembangkan (Tabel 29). Komposisi
penyebaran daerah kesesuaian yang merata pada bagian barat kawasan juga
menjadikan zona ini lebih mudah untuk dikembangkan menjadi satu tema. Selain
itu, lahan-lahan sawah yang akan menjadi titik utama perancangan seluruhnya
tersebar pada daerah dengan kesesuaian sangat sesuai dan sesuai (Gambar 20).

Prima Jiwa Osly/A353060101 62


Tabel 29. Tabel luas kesesuaian untuk Zona A (Village Zone)
Luas Kesesuaian untuk Zona A
ZONA Luas (Ha) Proporsi
Sangat Sesuai 0,73 0,3%
Sesuai 30,19 12,2%
Sedang 53,75 21,8%
Tidak Sesuai 41,91 17,0%
Sangat Tidak Sesuai 120,53 48,7%
TOTAL 247,12 100%

Gambar 20. Peta kesesuaian untuk zona A (Village Zone)

Zona B (Rest Area)


Zona B sebagai zona istirahat memiliki tingkat kesesuaian lahan yang
cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah kawasan yang berisi bangunan-
bangunan pendukung kegiatan wisata. Dengan luas area yang sesuai sebesar 60%
dari luas kawasan, zona ini relatif lebih mudah dikembangkan (Tabel 30).
Komposi penyebaran daerah kesesuaian yang merata pada bagian utara - selatan

Prima Jiwa Osly/A353060101 63


kawasan juga menjadikan zona ini lebih mudah untuk dikembangkan menjadi satu
tema (Gambar 21).
Tabel 30. Tabel luas kesesuaian untuk Zona B (Water Zone)
Luas Kesesuaian untuk Zona B
ZONA Luas (Ha) Proporsi
Sangat Sesuai 18,37 7,4%
Sesuai 33,76 13,7%
Sedang 96,21 38,9%
Tidak Sesuai 56,91 23,0%
Sangat Tidak Sesuai 41,88 16,9%
TOTAL 247,12 100%

Gambar 21. Peta kesesuaian untuk zona B (Rest Area)

Zona C (Water Zone)


Zona C sebagai zona air memiliki tingkat kesesuaian lahan yang kurang
cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah kawasan yang berisi bangunan-
bangunan pendukung kegiatan wisata. Dengan luas area yang sesuai sebesar 16%
dari luas kawasan, zona ini relatif agak sulit dikembangkan (Tabel 31).

Prima Jiwa Osly/A353060101 64


Komposisi penyebaran daerah kesesuaian yang hampir merata pada bagian timur
kawasan menjadikan zona ini sedikit lebih mudah untuk dikembangkan menjadi
satu tema (Gambar 22).
Tabel 31. Tabel luas kesesuaian untuk Zona C (Water Zone)
Luas Kesesuaian untuk Zona C
ZONA Luas (Ha) Proporsi
Sangat Sesuai 0,00 0,0%
Sesuai 5,30 2,1%
Sedang 33,31 13,5%
Tidak Sesuai 80,08 32,4%
Sangat Tidak Sesuai 128,43 52,0%
TOTAL 247,12 100%

Gambar 22. Peta kesesuaian untuk zona C (Water Zone)

Arahan Pengembangan
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan untuk masing-masing zona,
maka dapat ditentukan letak tapak untuk masing-masing zona pada kawasan.
Perletakan masing-masing zona ini didasarkan atas kedekatan perletakan hasil

Prima Jiwa Osly/A353060101 65


analisis dan kemudahan sirkulasi dalam kawasan. Komposisi luas masing-masing
zona dapat dilihat pada Tabel 32 dan Gambar 23.
Tabel 32. Tabel luas untuk masing-masing zona
Luas Zona
ZONA Luas (Ha) Proporsi
A (Village Zone) 91,49 37,0%
B (Rest Area) 57,51 23,3%
C (Water Zone) 52,94 21,4%
Tidak dapat digunakan 45,19 18,3%
TOTAL 247,12 100%

Gambar 23. Peta zonasi

Perancangan Tapak
Kriteria Dasar
Menurut Lang (2005), Urban-Rural fringe is an area of mixed rural and
urban populations and land uses, which began at the point where agriculture land

Prima Jiwa Osly/A353060101 66


uses appear near city and extends up to the point where villages distinct urban
land uses or where some persons, at least, from the village community commute to
the city daily for work or other purpose. Berdasarkan definisi diatas maka
kawasan situ Pengasinan dapat dimasukkan kedalan kelompok daerah tersebut.
Sebuah konsep yang tepat untuk melakukan perencanaan dan perancangan pada
kawasan ini adalah konsep penyelarasan. Sebuah konsep yang secara langsung
akan melaksanakan fungsinya akibat adanya hubungan timbal balik antara
masing-masing anggota komunitas. Komunitas urban yang akan memanfaatkan
kawasan rural sebagai sarana berwisata dan komunitas rural yang akan
memanfaatkan kawasan urban sebagai sarana berkarya. Untuk mensinergikan
konsep tersebut maka dalam perencanaan dan perancangan kawasan perlu
diperhatikan faktor fisik (potensi tapak) dan aksesibilitas.

Perancangan Makro Kawasan


Konsep makro yang diangkat adalah pengelompokan dalam beberapa
kegiatan yang memiliki karakteristik sejenis dan bergantung satu sama lain. Hal
ini dimaksudkan untuk mencapai hasil yang optimal dalam pemanfaatan ruang
dan pelayanan. Distribusi disesuaikan dengan jangkauan pelayanan
pengelompokan kegiatan/aktifitas yang sudah ada di dominasi serta
pengembangannya. Memiliki kecenderungan pengembangan kawasan yang
mengacu pada aspek budaya setempat dengan satu pola pemberdayaan masyarakat
(community base development) dengan harapan masyarakat dapat turut serta
dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pembangunan yang
tepat sasaran.
Pengaruh Lingkungan Sekitar Kawasan
ƒ Pola sirkulasi kendaraan di luar tapak

Tapak dilintasi oleh jalan raya Pengasinan yang memiliki panjang 1612 m
yang melintas di sisi timur dengan intensitas kendaraan rendah dan jalan
Masjid yang memiliki panjang 1310 m dengan intesitas kendaraan rendah
yang melintas di sisi utara. Pada kedua sisi ini, kawasan terlihat secara
keseluruhan dan lebih indah sehingga pintu masuk utama dan pintu keluar

Prima Jiwa Osly/A353060101 67


berada pada kedua jalan tersebut. Intensitas kendaraan yang rendah cenderung
sedang membutuhkan pemisahan jalur masuk dan keluar.
ƒ Keadaan lingkungan sekitar tapak

Kawasan ini dibatasi oleh permukiman/perumahan serta hutan alam kota.


ƒ Peraturan-peraturan

Peraturan yang berlaku pada kawasan meliputi KDB (Koefisien Bangunan)


sebesar 40% - 80% dengan KLB (Koefisien Lantai Bangunan) adalah dibatasi
setinggi 4 lantai dan GSB (Garis Sempadan Bangunan) sebesar 4 m. Status
kepemilikan lahan kawasan adalah pemerintah kota, instansi pemerintah selain
pemerintah kota dan swasta/masyarakat. Peruntukan lahan sesuai dengan
RTRW Kota Depok adalah permukiman dengan KDB tinggi.
ƒ Faktor pencapaian

Untuk mencapai tapak dapat digunakan jalan raya Parung-Bogor (dari arah
Jakarta, Bogor dan Tangerang) serta jalan Muhtar Raya (dari arah Jakarta dan
Depok) sehingga dengan adanya papan penunjuk maka kawasan akan mudah
dicapai melalui jalan-jalan tersebut.
ƒ Faktor infrastruktur

Tersedianya jaringan listrik, telekomunikasi dan drainase kota yang melintasi


kawasan sudah memenuhi standar minimal kebutuhan akan infrastruktur
kawasan.
Bangunan Penting Sekitar Kawasan
Terdapat beberapa bangunan penting yang berada disekitar kawasan.
Salah satunya adalah masjid kubah mas yang berjarak ± 3 km sebelah timur
kawasan. Masjid kubah mas, selain sarana ibadah juga merupakan salah satu titik
utama tujuan wisata kota Depok. Bangunan ini mengusung konsep wisata religi.
Bangunan ini sudah berdiri sejak tahun 2005 dan menjadi ikon pariwisata kota
Depok untuk daerah tujuan wisata. Bangunan penting lainnya adalah pasar Parung
yang berjarak ± 2 km dari kawasan yang dapat menjadi target utama pemasaran
kawasan. Keberadaan pasar dan bangunan masjid kubah mas juga dapat
diintegrasikan dengan kawasan wisata yang akan dibangun sebagai pendukung
kawasan wisata terbangun.

Prima Jiwa Osly/A353060101 68


Perancangan Mikro Kawasan
Konsep perancangan mikro kawasan adalah wisata desa yang dipadukan
dengan wisata air. Selain itu kawasan ini diharapkan menjadi landmark kota
Depok yang dalam perencanaannya disesuaikan dengan rencana pemerintah untuk
membangun sebuah kawasan wisata yang melestarikan budaya lokal dan
lingkungan.
Titik Utama Perancangan
Titik utama perancangan kawasan ini adalah lahan sawah dan badan situ.
Lahan sawah merupakan produk utama yang akan dijual oleh kawasan ini.
Sedangkan wisata air telah dikembangkan pada badan situ dan telah dikelola oleh
pemerintah daerah melalui POKJA (Kelompok Kerja) Situ Pengasinan.
Konsep Perancangan Situasi
Sesuai dengan tema yang diangkat untuk kawasan wisata ini maka situasi
yang dirancang adalah situasi pedesaan yang asri dengan situ yang asri. Kawasan
ini juga akan membangun situasi kehidupan sosial masyarakat lokal yang
berbudaya Sunda. Situasi kehidupan sosial yang akan dibangun adalah keseharian
dalam bekerja (berladang dan bertani), bercengkrama (bermain alat musik
angklung dan belajar) dan kegiatan lainnya (event pernikahan, sunatan massal
dsb).
Konsep Peruntukan Lahan
Kawasan ini akan dibagi menjadi tiga zona yang masing-masing memiliki
fungsi masing-masing. Zona-zona dirancang hanya sebagai bagian dari kawasan
(tidak dapat berdiri sendiri). Zona-zona tersebut adalah :
ƒ Zona A (Village Zone), yaitu zona yang berfungsi sebagai zona wisata desa.

Selain itu zona ini juga berfungsi sebagai zona penerima pengunjung. Sarana
dan prasarana pada zona ini adalah areal wisata desa, kantor pengelola dan
loket, pos sepeda, lapangan parkir dan main gate (pintu utama) yang
merupakan in gate (pintu masuk).
ƒ Zona B (Rest Area), yaitu zona yang berfungsi sebagai area untuk rekreasi dan

istirahat. Sarana dan prasarana pada zona ini adalah areal terbuka (sebagai areal
serbaguna), taman, restoran, bungalow, pos sepeda, kolam pemancingan dan
area servis.

Prima Jiwa Osly/A353060101 69


ƒ Zona C (Water Zone), yaitu zona yang berfungsi sebagai zona wisata air dan

wisata belanja. Selain itu zona ini juga berfungsi sebagai zona keluar
pengunjung. Saran dan prasarana pada zona ini adalah areal wisata air,
dermaga wisata air, toko handicraft, areal agrowisata, pos sepeda, areal servis
dan out gate (pintu keluar).
Ciri Khusus Kawasan
Kawasan ini merupakan kawasan peruntukan perumahan dengan KDB
tinggi dan KDB rendah. Keberadaan situ pengasinan dan lahan sawah
memberikan view atau pemandangan indah serta membuat kawasan ini tampak
alami dan indah. Aksesibilitas yang mudah membuat kawasan ini sangat strategis.
Saat ini, dengan keberadaan fasilitas wisata air dan lahan sawah yang belum
tertata rapi membuat kawasan ini belum dapat dinikmati secara maksimal. Untuk
membuat kawasan ini menjadi kawasan wisata bertema desa dengan kolam besar
maka perlu dilakukan penataan kawasan dan membuka view yang luas kearah situ
dan lahan sawah atau menjadikan situ dan lahan sawah sebagai orientasi kawasan.
Tata Bangunan
Sesuai tema yang diusung oleh kawasan ini, maka tata bangunan yang
dirancang disesuaikan dengan tema yang diangkat. Konsep tata bangunan
mengikuti kaidah Vernacular Architecture yaitu bahasa arsitektur dari manusia
atau tata bangunan yang berhubungan dengan konteks lingkungan dan sumber
daya yang tersedia serta membangun dengan peralatan yang tersedia. Seluruh
bentuk ini dibangun berdasarkan kebutuhan, mengakomodasi nilai lahan, ekonomi
dan cara hidup dalam bingkai kebudayaan lokal (Sebestyen, 2003).
Pencapaian Tapak
Tapak dapat dicapai melalui jalan Pengasinan Raya dengan moda
transportasi angkutan umum dan angkutan pribadi baik roda empat maupun roda
dua. Selain itu tapak juga dapat dicapai melalui jalan Raya Parung.
Sistem Sirkulasi Dalam Tapak
Pola sirkulasi dalam kawasan mengelilingi situ dan lahan sawah
(pematang) yang bentuk dan polanya merefleksikan bentuk air yang dinamis dan
diwakilkan oleh bentuk lingkaran dan lengkung. Sirkulasi dalam kawasan dibagi
menjadi tiga yaitu sirkulasi manusia, kendaraan (sepeda) dan kendaraan bermotor

Prima Jiwa Osly/A353060101 70


(berhenti pada areal parkir). Sirkulasi untuk manusia dan kendaraan merupakan
sirkulasi yang berdiri sendiri namun pada titik-titik tertentu akan mengalami
overlapping dan atau sejajar.
1. Sirkulasi manusia
Sirkulasi manusia adalah jalan setapak yang dibangun mengikuti
petak-petak sawah. Perjalanan akan di mulai pada lapangan parkir menuju
kantor pengelola untuk mengurus administrasi masuk kawasan (loket).
Perjalanan selanjutnya adalah dengan mengikuti jalan pematang yang
telah disediakan oleh pengelola. Perjalanan dapat berhenti sejenak pada
zona B (rest area) yang pada zona ini ditempatkan bungalow, restoran,
sarana olahraga pemancingan dan perjalanan dilanjutkan menuju zona C.
2. Sirkulasi kendaraan (sepeda)
Sirkulasi untuk kendaraan (sepeda) mengikuti jalan sepeda yang
akan dibangun. Jalan sepeda terpisah dengan jalan manusia. Namun pada
beberapa titik disediakan pos sepeda yang selain berfungsi sebagai tempat
istirahat, juga sebagai tempat moda interchange (perubahan moda menjadi
jalan kaki). Keseluruhan kawasan memiliki 15 pos sepeda.
3. Areal parkir
Areal parkir kendaraan dibedakan antara parkir pengelola, parkir
kendaraan servis dan parkir pengunjung. Sedangkan areal parkir
pengunjung dirancang untuk dapat menampung kendaraan sepeda motor,
mobil, minibus dan bus. Pengaturan sirkulasi pedestrian dan kendaraan
yang aman, dengan memisahkan jalur sirkulasi pedestrian dengan jalur
sirkulasi kendaraan, sehingga pengunjung bangunan dapat berjalan dengan
nyaman dan bebas sebelum memasuki kawasan.
Jarak capai jalan kaki maksimum untuk pengunjung dari pintu
masuk areal parkir ke pintu masuk kawasan adalah 300 meter diwujudkan
dengan adnya pos-pos sepeda, sehingga semua pengunjung menempuh
jarak yang sama dalam hal pencapaian ke bangunan. Dimana parkir
sepeda motor dibagi 2, yaitu: untuk pengunjung kawasan dan untuk
pengelola/servis.

Prima Jiwa Osly/A353060101 71


Dalam penentuan sistem dan peletakan area parkir, banyak
ditentukan dari kemudahan akses dan letak entrance kendaraan hasil
analisis sirkulasi kendaraan seperti yang sudah dijelaskan. Sistem parkir
dibuat terkonsentrasi dengan sistem pembagian :
ƒ Kendaraan roda empat, minibus dan bus untuk pengunjung, tersedia
area parkir terbuka di sisi timur dan tengah areal parkir.
ƒ Kendaraan roda dua untuk pengunjung disediakan di sisi utara areal

parkir.
ƒ Kendaraan roda empat untuk pengelola dan servis, disediakan area

parkir khusus di sisi barat areal parkir.


ƒ Kendaraan roda dua untuk pengelola, disediakan di sisi barat areal
parkir.
Lansekap
1. Pola Pedestrian Way
Pedestrian way membentuk prasarana penghubung yang penting
dalam menghubungkan berbagai kegiatan yang berlangsung pada massa
bangunan yang berbeda. Pedestrian way dirancang untuk mengarahkan
pencapaian dan mempertimbangkan terbentuknya suasana estetis dengan
penempatan titik-titik pusat perhatian. Jenis material, tekstur dan warna dipilih
yang dapat mendukung karakter kegiatan , baik yang berkesan dinamis dan
rekreatif. Konsep perancangan pedestrian way mengikuti bentuk situ dan
lahan sawah dengan menggunakan pola cul de sac (jalan tertutup/buntu).
Konsep ini dibangun agar pengunjung dapat menikmati seluruh kawasan.
Pedestrian way dibagi menjadi dua macam yaitu jalan manusia dan jalan
sepeda. Masing-masing jalan memiliki shelter (tempat perhentian) yang
berbeda, jalan manusia memiliki shelter berupa dangau dan jalan sepeda
memiliki shelter berupa pos sepeda.
2. Pohon dan tanaman
Pohon dan tanaman sebagai elemen ruang luar sangat tergantung
kepada eksisting kawasan. Pohon dan tanaman di sini befungsi sebagai :
Pengaruh dan pembatas visual (barrier), ditempatkan pada batas tapak, tepi
jalan dan diantara massa bangunan. Jenis pohonnya adalah palem-paleman.

Prima Jiwa Osly/A353060101 72


ƒ Pemberi bayangan keteduhan, ditempatkan pada sisi-sisi bangunan

terutama dekat bukaan untuk mengurangi kesilauan cahaya. Jenisnya


adalah pohon yang berdaun lebat.
ƒ Bumper polusi dan kebisingan, ditempatkan pada areal-areal yang

membutuhkan ketenangan seperti bungalow. Jenisnya adalah pohon yang


berdaun lebat dan beranting banyak.
ƒ Pembatas kegiatan, digunakan untuk membatasi kegiatan antara satu

dengan yang lainnya. Jenisnya adalah pohon perdu-perduan.


3. Plasa dan taman
Plasa atau ruang terbuka dibuat untuk mengkat massa-massa bangunan
yang saling terpisah, dan difungsikan sebagai ruang komunikasi / relaksasi
pengunjung.
Perlengkapan pelayanan dan utilitas kawasan
Konsep perancangan prasarana, sarana dan utilitas kawasan dibagi
menjadi menjadi beberapa aspek yaitu prasarana yang meliputi jaringan listrik dan
jaringan telekomunikasi, utilitas yang meliputi air bersih dan air kotor, sistem
drainase dan limbah serta sarana yang meliputi bangunan-bangunan pendukung
kegiatan wisata.
1. Areal Publik
Area publik didefinisikan sebagai bangunan dan lanskap yang
bentuknya dirancang untuk kepentingan komunitas dan memiliki
kepentingan sosial ekonomis (Walters dan Brown, 2004) Bangunan
publik yang akan dibangun pada kawasan ini adalah sarana ibadah
(masjid) yang merupakan renovasi dari sarana ibadah yang telah ada saat
ini dan sarana kesehatan berupa klinik 24 jam lengkap dengan fasilitas
Unit Gawat Darurat (UGD). Bangunan publik ini akan menempati areal
seluas 5250 m2 dan berada pada zona C (Water Zone). Dalam areal publik
ini terdapat juga bangunan servis yang berfungsi untuk melayani seluruh
kawasan. Areal ini ditempatkan dekat dengan jalan kolektor (jalan Raya
Pengasinan). Penempatan ini bertujuan untuk memudahkan pencapaian
menuju kelas jalan yang lebih tinggi .
2. Utilitas Kawasan

Prima Jiwa Osly/A353060101 73


Utilitas kawasan terdiri dari jaringan telekomunikasi, jaringan
listrik, sistem drainase dan tempat pembuangan akhir kawasan mengikuti
jaringan yang sudah ada.
3. Pengelolaan air bersih dan kotor kawasan
Air bersih kawasan merupakan air yang bersumber dari dua buah
sungai (Kaligede dan Ciputat) dan satu buah situ (pengasinan).
Pengelolaan air bersih yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan
sumber-sumber air tersebur setelah melalui beberapa proses. Proses
pertama adalah pengumpulan air untuk kawasan pada pintu air yang
dibangun khusus oleh kawasan. Proses selanjutnya adalah pengumpulan
air pada bak kontrol. Air yang terkumpul pada bak kontrol kemudian
dialirkan menuju bangunan penjernihan. Setelah air melalui tahap
penjernihan maka air di pompa menuju bangunan-bangunan yang
membutuhkan air bersih (Gambar 24). Jumlah kebutuhan air bersih
kawasan harus dapat dipenuhi oleh ketiga sumber air tersebut.

Gambar 24. Skema pengelolaan air bersih kawasan

Prima Jiwa Osly/A353060101 74


Pengelolaan air kotor kawasan mengikuti tahapan-tahapan yang
tidak berbeda dengan pengelolaan air bersih. Air kotor kawasan yang
terkumpul melalui gorong-gorong kawasan akan ditampung terlebih dulu
pada bak kontrol. Air yang sudah tertampung tersebut kemudian di pompa
masuk menuju STP (Seewage Treatment Plan). Bangunan STP melakukan
tiga proses yaitu proses penghancuran kuman menggunakan biophoric
massal, proses penjernihan dan daur ulang yang menghasilkan air
perkurasan. Air perkurasan yang melewati ambang batas parameter kimia
dan biologi (tidak dapat digunakan lagi) akan dibuang menuju sungai
untuk dilakukan proses selanjutnya. Sedangkan air yang berada di bawah
ambang batas akan dimanfaatkan lagi untuk kawasan, seperti untuk
kebutuhan air irigasi dan sebagainya (Gambar 25).

Gambar 25. Skema pengelolaan air kotor kawasan

Perancangan Zona dan Bangunan


Kebutuhan Ruang
Dalam perancangan kawasan wisata harus memperhatikan beberapa hal
yang dapat dijadikan kerangka acuan dalam perancangan. Hal tersebut adalah :
ƒ Karakter tapak yang dikelilingi oleh view lahan sawah, situ dan pohon-

pohon besar sangat menarik dan unik. Sebagai kawasan wisata bernuansa
lingkungan, maka penggunaan bangunan yang dapat merusak lingkungan

Prima Jiwa Osly/A353060101 75


harus dihindari, sehingga bangunan akan mengikuti pola linear eksisting
jalan dan atau bangunan yang telah ada.
ƒ Sistem lingkungan eksisting beragam (lingkungan sawah, situ dan hutan

kecil), sehingga kehadiran kawasan diharapkan dapat beradaptasi dan


mendukung kawasan yang sudah ada.
ƒ Fungsi fasilitas dari perencanaan ini merupakan penggabungan dari wisata

desa, wisata air dan wisata belanja, sehingga dapat mengundang/menarik


pengunjung dari segala penjuru kota dan daerah dengan segmen pasar
segala usia dan keluarga.
Pertimbangan diatas ditetapkan sebagai konsep dasar perancangan yaitu konsep
perancangan yang kontekstual (mampu beradaptasi dan mendukung) dengan
lingkungan sekitar. Perancangan juga menampilkan arsitektur tropis dengan
memberikan ciri bangunan tropis dan menciptakan kenyamanan di dalam maupun
di luar ruangan.
Berdasarkan hasil analisis kesesuian zona, potensi tapak dan konsep
perancangan maka ditentukan kebutuhan ruang masing-masing fasilitas dalam
kawasan. Kebutuhan ruang dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33. Kebutuhan Ruang Fasilitas
Kebutuhan Ruang ( dalam m2)
Lapangan Parkir 4600
Areal Komersial Sebelah Areal Parkir 15000
Kantor Pengelola 1890
Pos Sepeda (1 - 15) 2192
Restoran (Zona A dan B) 16850
Areal Pemancingan (Zona A dan C) 1910
Dermaga Wisata Air 780
Pusat Pembuatan & Penjualan Kerajinan 18400
Pusat Belanja Tanaman 8550
Fasilitas Publik/Servis 5250
Amphi Theatre Area 10700
Taman/Plasa 11960
Reforestrasi Areal 33800

Prima Jiwa Osly/A353060101 76


Zona A (Village Zone)
Zona A sebagai Village Zone memiliki fungsi sebagai zona inti kawasan.
Kegiatan wisata terdapat pada zona ini. Rancangan tapak zona A dapat dilihat
pada Gambar 26.

Gambar 26. Rancangan tapak Zona A

Kegiatan wisata pada zona ini dimulai ketika memasuki pintu utama zona
(kantor pengelola). Perjalanan wisata dimulai dengan melakukan jalan-jalan

Prima Jiwa Osly/A353060101 77


mengikuti alur pematang sawah atau menaiki sepeda pada jalur sepeda yang telah
dipersiapkan. Kegiatan utama pada zona ini adalah perjalanan wisata yang
berfokus pada menikmati pemandangan alam pedesaan dan pemandangan
kehidupan masyarakat pedesaan pada umumnya. Perjalanan berhenti sejenak pada
daerah rumah-rumah gubug tematik yang dipersiapkan, taman, plasa, pos sepeda
dan lahan sawah khusus (dapat ditanami oleh pengunjung). Perjalanan wisata
diakhiri pada pintu masuk zona B (Rest Area). Fasilitas utama zona ini terdiri dari
lahan sawah yang dibiarkan seperti kondisi eksisting, taman, plasa dan rumah-
rumah gubug tematik. Fasilitas pelengkap adalah pos sepeda, kolam pemancingan
yang hanya dapat digunakan oleh masyarakat dan kantor pengelola. Beberapa
perancangan suasana untuk zona A dapat dilihat pada Gambar 27.

1 2

3 4

1. Suasana Rumah Gubug Tematik 2. Suasana Taman/Plasa


3. Suasana Pemancingan 4. Suasana Pedestrian Way &
Jalan Sepeda

Gambar 27. Perancangan suasana pada Zona A

Prima Jiwa Osly/A353060101 78


Zona B (Rest Area)
Zona B adalah zona istirahat. Zona ini berfungsi sebagai zona penerima
dari zona A, tempat perisitirahatan dan zona pengirim kepada zona C. Kegiatan
utama pada zona ini berfokus pada tiga tempat yaitu restoran tepi air, komplek
Amphi Theatre serta pusat kerajinan dan cinderamata. Rancangan tapak zona B
dapat dilihat pada Gambar 28.

Gambar 28. Rancangan tapak Zona B

Fasilitas bangunan yang ada pada zona ini adalah :


ƒ Pos Sepeda

Sepeda adalah satu-satunya moda transportasi yang ada dalam tapak.


Sepeda merupakan moda transportasi tak berbahan bakar, selain itu sepeda
merupakan sarana olahraga. Dalam tapak, sepeda memiliki jalur tersendiri

Prima Jiwa Osly/A353060101 79


yaitu jalur yang terpisah dari jalur pejalan kaki. Sebagian jalur dirancang
bersebelahan dengan jalur pejalan kaki dan sebagian lagi dirancang
terpisah dengan jalur pejalan kaki. Pos sepeda berfungsi sebagai terminal
moda transportasi sepeda, selain itu pos ini juga dirancang sebagai titik
peralihan antara sepeda dan jalan kaki. Perancangan suasana pos sepeda
dapat dilihat pada Gambar 29.

Gambar 29. Suasana pos sepeda


ƒ Bungalow

Berfungsi sebagai tempat beristirahat menginap. Areal bungalow


merupakan areal semi privat, yang memiliki pagar pembatas semi
permanen dengan kawasan lain. Faktor keamanan menjadi pertimbangan
penting.
ƒ Restoran/Café (Tepi air dan biasa)

Berfungsi sebagai tempat beristirahat sementara. Restoran mengusung


konsep kelokalan. Menu yang disajikan merupakan masakan khas daerah
Sunda dan sedikit menu modern. Untuk café, konsep yang diusung untuk
situasi dan menu adalah konsep modern. Diharapkan konsep ini dapat
menjadi salah satu daya tarik untuk kaum muda.
ƒ Amphi Theatre

Kompleks Amphi Theatre adalah lahan seluas 10.700 m2. Kawasan ini
merupakan areal yang dirancang untuk dimiliki oleh PEMKOT dan atau
POKJA. Fasilitas ini berfungsi sebagai sarana untuk mengadakan acara-
acara yang berhubungan dengan kegiatan PEMKOT dan atau POKJA.

Prima Jiwa Osly/A353060101 80


Acara yang dapat dilakukan pada Amphi Theatre ini seperti acara
perayaan ulang tahun Kota Depok, acara-acara adat masyarakat
(perkawinan, sunatan dsb), acara musik dan lain sebagainya. Fasilitas ini
dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pendukung kegiatan seperti panggung
terbuka yang menghadap kearah situ, tempat duduk VIP yang merupakan
tempat duduk yang dipasang permanen dan ruangan untuk mengganti
kostum yang terletak dibelakang panggung terbuka serta ruangan untuk
pengaturan sound system (Gambar 30).

1. Backstage/Costume
2. Panggung
3. VIP
4. Festival

Gambar 30. Amphi Theatre

ƒ Pusat Kerajinan dan Cinderamata

Pusat Kerajinan dan Cinderamata merupakan sebuah areal dengan luas


18400 m2. Dalam areal ini terdapat 4 bangunan yaitu tiga buah workshop
dan sebuah kompleks toko dan atau ruko sebagai tempat penjualan.
Konsep yang diusung adalah open-plan yaitu sebuah konsep yang
menggunakan struktur secara minimalis dan terpasang pada sebuah
ruangan terbuka (Fawcett, 2003). Konsep ini berfungsi untuk
memudahkan penempatan peralatan, sirkulasi kerja dan proses window
shopping bagi pengunjung (Gambar 31 dan 32).

Prima Jiwa Osly/A353060101 81


1. Toko Cinderamata
& Kerajinan
2. Workshop #1
3. Workshop #2
4. Workshop #3

Gambar 31. Pusat kerajinan dan cinderamata

Gambar 32. Suasana toko cinderamata dan kerajinan

Zona C (Water Zone)


Zona C adalah zona wisata air. Zona ini berfungsi sebagai zona penerima
untuk zona B dan zona keluar kawasan. Rancangan tapak zona C dapat dilihat
pada Gambar 33.

Prima Jiwa Osly/A353060101 82


Gambar 33. Rancangan tapak Zona C

Fasilitas yang ada pada zona ini, adalah :


ƒ Pusat belanja tanaman

Pusat belanja tanaman merupakan sebuah areal yang memiliki luas lahan
sebesar 8550 m2. Areal ini terdiri dari 3 bangunan yaitu gazebo, pusat
belanja tanaman dan rumah kaca. Pusat belanja tanaman merupakan hasil
renovasi bangunan yang telah ada saat ini. Penempatan gazebo berfungsi
sebagai pintu masuk areal dan sarana untuk bersantai. Rumah kaca
berfungsi sebagai tempat pengembangbiakan tanaman, penyimpanan
tanaman dan sarana transfer teknologi kepada petani tanaman hias yang
ada saat ini (Gambar 34). Perancangan suasana untuk bangunan ini dapat
dilihat pada Gambar 35.

Prima Jiwa Osly/A353060101 83


1. Pusat Belanja
Tanaman
2. Gazebo
3. Rumah Kaca
Gambar 34. Pusat belanja tanaman

Gambar 35. Suasana belanja tanaman

ƒ Dermaga wisata air

Dermaga wisata air merupakan hasil renovasi dari dermaga wisata air
yang ada saat ini. Dermaga wisata air yang ada saat ini dikelola oleh
POKJA Situ Pengasinan bekerjasama dengan PEMKOT Depok. Luas
dermaga air saat ini adalah sebesar 50 m2 dengan fasilitas tambahan
adalah penutup atap. Dalam perancangan luas areal untuk dermaga wisata
air adalah 780 m2. Pengembangan dermaga ini menjadi penting karena

Prima Jiwa Osly/A353060101 84


dermaga merupakan salah satu titik perencanaan kawasan. Selain itu,
penambahan sarana olahraga air seperti perahu, bebek air juga termasuk
kedalam rancangan renovasi dermaga wisata air. Saat ini baru terdapat 4
buah bebek dengan kondisi lumayan baik. Perancangan dilakukan sampai
pada kemasan paket wisata air yang akan dikembangkan. Kondisi saat ini
dapat dilihat ada Gambar 36.

Gambar 36. Kondisi dermaga untuk wisata air

ƒ Bangunan Publik dan Servis

Bangunan publik yang akan dirancangan adalah sarana ibadah (mesjid)


dan klinik 24 jam. Areal servis digunakan untuk melayani kebutuhan
seluruh kawasan. Penempatan areal servis adalah yang paling dekat ke
jalan kolektor (Jalan Pengasinan Raya) sebagai kemudahan aksesibilitas
keluar masuk kendaraan servis.

Arahan
Arahan Tahapan Pembangunan
Perlunya penyusunan prioritas pengembangan guna menyesuaikan kondisi
pemerintah dan investor dalam mengembangkan kawasan perencanaan sehingga
tujuan dan sasaran dapat tercapai dengan baik. Di dalam arahan penentuan
prioritas pembangunan ditentukan antara lain oleh :

Prima Jiwa Osly/A353060101 85


ƒ Besarnya biaya untuk pembangunan masing-masing fasilitas.

ƒ Banyaknya orang yang mempergunakan fasilitas tersebut.

ƒ Kepentingan fasilitas tersebut bagi kelangsungan hidup kawasan yang

bersangkutan.
ƒ Ketersediaan lahan pengembangan yang dapat dibangun

Untuk menentukan tahapan pelaksanaan tersebut, terlebih dulu perlu


ditinjau tingkat kepentingan daripada masing-masing kegiatan, mengapa suatu
sarana perlu dibangun terlebih dahulu, mengapa jalan menuju ke lokasi perlu
diselesaikan terlebih dahulu, atau mengapa perlu adanya pematangan lahan dan
sebagainya (Tabel 34). Hal ini mengingat keterbatasan dana dan perlunya
mensosialisasikan kegiatan wisata agar masyarakat lebih memahami tentang
usaha sektor wisata yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi
bagi masyarakat dan pemerintah daerah.
Tabel 34. Tingkat kepentingan untuk kegiatan pembangunan fasilitas
Tingkat
Jenis Fasilitas Pelaksana
Kepentingan
Perbaikan sarana irigasi sawah SP MSY/PK
Pembangunan dan perbaikan jalur pedestrian SP MSY/PK
Pembangunan pos sepeda SP PK/MSY
Rumah gubug tematik P PK/MSY
Taman dan plasa P PK
Restoran dan café P INV/MSY
Bungalow BP INV/PK
Amphi Theatre BP PK
Penataan pusat tanaman hias dan pembuatan P INV/MSY
rumah kaca
Penataan sarana wisata air P PK/MSY/INV
Pembangunan sarana outbound P PK/INV
Pembangunan kolam pemancingan P PK/MSY
Pembangunan pusat kerajinan BP PK/MSY/INV
Pembangunan areal parker dan main gate P PK/INV
Pembangunan kantor pengelola P PK/INV
Deforestrasi sebagian kawasan P PK/MSY
Pembangunan klinik BP PK/MSY
Perbaikan sarana ibadah BP MSY/PK
Keterangan: PK = PEMKOT SP = Sangat Penting
INV = Investor P = Penting
MSY = POKJA & Masyarakat BP = Belum Penting

Prima Jiwa Osly/A353060101 86


Untuk memberikan gambaran kepada pengelolaan kawasan wisata dalam
tahun mendatang diperlukan suatu pentahapan pembangunan yang disesuaikan
dengan kemampuan pemerintah daerah dan investor yang akan menanamkan
modalnya di dalam pengembangan kawasan wisata ini.
Pentahapan pembangunan ini disusun berdasarkan tingkat kepentingan
atau prioritas masing-masing kegiatan sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang
tindih pembangunan. Dengan adanya arahan rencana pentahapan pembangunan
ini dapat saling menunjang dan memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah
maupun masyarakat setempat dalam hal pemerataan ekonomi pada masa
mendatang.

Pemasaran dan Promosi


Jika pengembangan kawasan tidak diiringi oleh kegiatan promosi maka
akan menyebabkan lambatnya umpan balik dari pembangunan kawasan wisata itu
sendiri. Oleh karena itu diperlukan suatu langkah dalam hal pemasaran dan
promosi guna memperkenalkan kembali tentang adanya obyek wisata alam yang
bertujuan menarik minat wisatawan berkunjung ke daerah ini. Upaya tersebut
dapat meliputi ;

1. Promosi besar-besaran di pintu-pintu gerbang utama kota Depok dan


kawasan-kawasan potensial
2. Promosi dan pemasaran hendaknya dilakukan secara terpadu dan
diarahkan untuk memasarkan Kawasan Situ Pengasinan sebagai Daerah
Tujuan Wisata yang utama di kota Depok.
3. Perlu pola kerja sama pemerintah atau swasta yang diijinkan mengelola
obyek/kegiatan wisata dengan biro-biro perjalanan, baik dalam lingkup
kota maupun dalam lingkup Jawa Barat dalam menawarkan paket-paket
wisata.
4. Pembuatan Website Kawasan Situ Pengasinan dengan bekerjasama dengan
Bagian Humas kota Depok maupun dengan Kantor Pariwisata, Seni dan
Budaya Kota Depok.
5. Promosi dan pemasaran yang terpadu dengan membuat peta-peta wisata
yang mencakup di dalamnya berbagai informasi wisata dan berbagai

Prima Jiwa Osly/A353060101 87


informasi lainnya yang sangat komunikatif yang dapat menggambarkan
kegiatan pariwisata kota Depok secara menyeluruh.

Bentuk Kerjasama dan Pola Investasi Pengembangan


Pengembangan sektor kepariwisataan pada umumnya dilakukan untuk
mencapai jumlah kunjungan wisata yang telah ditargetkan oleh setiap pemerintah
daerah. Faktor utama yang harus diperhatikan dalam usaha pengembangan
tersebut adalah untuk menarik minat wisatawan berkunjung ke lokasi obyek
wisata yang ada. Oleh sebab itu, kenyataan ini tidak akan lepas dari atraksi wisata
yang disuguhkan kepada wisatawan dengan didukung oleh berbagai fasilitas
penunjang pariwisata, sehingga wisatawan merasa puas karena sesuai dengan
motif perjalanan wisata yang dilakukannya.
Dalam memenuhi pengadaan instrumen yang dibutuhkan bagi
pengembangan sektor kepariwisataan tersebut, pemerintah daerah perlu
mengadakan kerjasama dengan berbagai pihak seperti swasta, POKJA, dan
masyarakat lokal baik kerjasama dalam pengelolaan obyek pariwisata maupun
kerjasama dalam investasi bagi pengadaan instrumen/fasilitas pendukung
pariwisata tersebut.
Kerjasama Pemerintah Kota dengan Pihak Swasta
Bentuk kerjasama ini merupakan pengadaan dan pengelolaan berbagai
fasilitas pendukung kegiatan pariwisata antara pemerintah daerah dengan pihak
swasta berdasarkan ketentuan-ketentuan yang mengatur kerjasama tersebut.
Adapun bentuk-bentuk kerjasama tersebut diantaranya adalah :
1. Pihak swasta yang membangun, mengoperasikan dan menyerahkan
fasilitas pendukung tersebut menjadi milik pemerintah pada akhir
masa perjanjian kerjasama.
2. Penambahan dan pengembangan fasilitas yang dibangun pemerintah
oleh yang dilaksanakan oleh swasta, mengoperasikannya dan
mengembalikannya setelah berakhir masa perjanjian kerjasama ekpada
pemerintah.
Bentuk-bentuk kerjasama diatas dapat diterapkan sesuai dengan kondisi
masing-masing obyek wisata yang ada di kawasan Situ Pengasinan. Pemilihan

Prima Jiwa Osly/A353060101 88


pola kerjasama yang akan diterapkan akan disesuaikan dengan spesifikasi dan
fasilitas pendukung yang akan dikerjasamakan dengan tetap mengutamakan
prinsip saling menguntungkan, bagi pemerintah daerah dalam bentuk peningkatan
PAD, sedangkan bagi pihak swasta dalam bentuk profit/laba.
Kerjasama Pemerintah Kota dengan Kelompok Kerja (POKJA) Situ Pengasinan
Selain bentuk kerjasama antara pemerintah dengan mengikutsertakan
peran POKJA dalam pengadaan fasilitas pendukung dan pengelolaan obyek
wisata lokasi yang masih dalam wilayah kerjanya. Kerjasama ini mungkin lebih
ditekankan kepada peran POKJA tersebut untuk menunjang kelengkapan fasilitas
pendukung obyek wisata diantaranya berupa pengadaan industri
souvenir/cenderamata, rumah makan, travel agent, jasa pemandu wisata,
pertunjukan seni dan budaya, jasa telekomunikasi (wartel) dan lain-lain. Agar
memberikan hasil yang optimal dalam mengikutsertakan POKJA untuk
pengembangan sektor kepariwisataan di kawasan Situ Pengasinan, maka
beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Mengupayakan kemudahan perizinan bagi Anggota POKJA dibidang
usaha yang menunjang pengembangan pariwisata.
2. Peningkatan keterampilan pelaksanaan usaha pariwisata melalui
pelatihan singkat sesuai dengan komoditi andalan yang diusahakan.
3. Memotivasi perangkat kerja pedesaan anggota POKJA terutama dalam
usaha penyediaan cenderamata bagi wisatawan serta usaha lainnya.
4. Mengadakan pembinaan dalam kaitannya dengan pengembangan
modal swadaya, modal luar negeri maupun modal ventura.
5. Bimbingan manajemen pemasaran, manajemen keuangan, pemasaran
jasa dan lain-lain.
6. Memotivasi para pengrajin anggota POKJA agar memproduksi
barang-barang cenderamata sesuai dengan permintaan pasar.
7. Mengadakan bimbingan kegiatan pelayanan terpadu dalam mendorong
pertumbuhan pariwisata.
8. Meningkatkan keterampilan manajerial dan keterampilan teknis yang
semula sederhana, meningkat pada teknis pelayanan yang disesuaikan
dengan persyaratan standarisasi usaha pariwisata.

Prima Jiwa Osly/A353060101 89


V. PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan
beberapa hal, sebagai berikut :
ƒ Analisis kesesuaian lokasi dibangun berdasarkan parameter yang terdiri

dari Land Cover/Land Use, jaringan jalan, status lahan dan view. Analisis
kesesuaian zona dibangun berdasarkan parameter Land Cover/Land Use,
Slope, Water Body, View, aksesibilitas dan vegetasi.
ƒ Analisis kesesuaian lokasi menggambarkan bahwa kawasan situ
Pengasinan cocok untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata kota
dengan luas area sebesar 85% dari total kawasan.
ƒ Analisis kesesuaian zona membagi kawasan situ Pengasinan menjadi tiga

zona yaitu zona A (Village Zone) sebesar 37% luas kawasan, zona B (rest
area) sebesar 23% luas kawasan dan zona C (Water Zone) sebesar 21%
luas kawasan dengan masing-masing peruntukan dan obyek-obyek wisata
yang berbeda.
ƒ Konsep perancangan situasi yang diusung untuk kawasan wisata situ

Pengasinan adalah pedesaan dengan lahan sawah dan kolam besar. Konsep
tersebut menentukan isi dan perancangan keseluruhan bangunan termasuk
tata letak bangunan dan tata bangunannya.
ƒ Berdasarkan obyek-obyek wisata yang dibangun serta rancangan suasana

yang ada pada rencana kawasan maka target pengunjung kawasan adalah
keluarga dan perorangan dan tidak ada batasan umur.
ƒ Kawasan situ Pengasinan sesuai untuk dikembangkan menjadi sebuah

kawasan wisata dan dengan arahan rencana tapak dan rencana


pengembangan yang telah dibuat maka diharapkan kawasan situ
Pengasinan dapat menjaga kelangsungan hidup dan berkembang sebagai
kawasan wisata kota yang bernuansa ramah lingkungan.

Prima Jiwa Osly/A353060101 90


Saran
ƒ Pemerintah kota Depok perlu menetapkan kawasan sekitar situ Pengasinan

sebagai kawasan wisata agar pengembangan dan pengelolaan dapat lebih


terarah,
ƒ Keterjagaan kondisi lingkungan merupakan modal utama kawasan wisata

situ Pengasinan sehingga perlu pengaturan yang cukup ketat terhadap


masalah konversi lahan dalam kawasan. Pengaturan ini termasuk
pengaturan masalah insentif dan disinsentif bagi masyarakat yang
menempati kawasan yang dapat diatur dengan PERDA (Peraturan Daerah),
ƒ Untuk lebih menjaga kelangsungan hidup kawasan situ Pengasinan, maka

perlu dilakukan penelitian mengenai keberlangsungan dan sirkulasi air situ


Pengasinan,
ƒ Perhitungan multiplier effect, secara ekonomi dan sosial, bagi kawasan

juga perlu dilakukan untuk menilai kelayakan pengembangan kawasan.

Prima Jiwa Osly/A353060101 91


DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2004. Profil Daerah Kabupaten dan Kota Jilid 4. Jakarta. Penerbit
Buku KOMPAS.
[DEPBUDPARRI] Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia.
2006. Rencana Strategis Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
2005-2009. Jakarta.
[DEPDAGRI] Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 1990. Undang-
Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1990 tentang
Kepariwisataan. Jakarta.
[DEPDAGRI] Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 2007. Undang-
Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang. Jakarta.
[DODUSA] Departement of Defense USA. 2004. AREA PLANNING, SITE
PLANNING AND DESIGN. Unified Facilities Criteria (UFC) No.
UFC 3-210-01A. Washington.
[DODUSA] Departement of Defense USA.. 2004. SITE PLANNING AND
DESIGN. Unified Facilities Criteria (UFC) No. 3-210-06A.
Departement of Defense USA. Washington.
[GoWA] Government of Western Australia. 2006. QuickStart Guide to a Tourism
Bussiness. Tourism Western Australia.
[NCDoCM] NC Division of Coastal Management. 2005. Land Sutability Analysis
: User Guide. North Carolina.
[PEMKODEPOK] Pemerintah Kota Depok. 2006. Rencana Stratejik Kantor
Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Depok 2006-2011. Depok.
Anggraini E. 2002. Pusat Kegiatan Informasi Arsitektur Indonesia di Surabaya.
Rancangan Arsitektur [skripsi]. Surabaya : Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Universitas Kristen Petra.
Bahaire T, Elliott-White M. 1999. The Application of Geographical Information
System (GIS) in Sustainable Tourism Planning : A Review. Journal of
Sustainable Tourism Vol. 7 No. 2. p159-174.
Breen A, Rigby D. 1996. The New Waterfront: A Worldwide Urban Success
Story, Great Britain. London. Thames & Hudson
Caneday L, Farris B. 2005. Carrying Capacity of Oklahoma’s Sand Dune Parks.
OSU. Oklahoma. Oklahoma Tourism and Recreation Departement.
Coppock JT, Duffield DS, Sewell D. 1971. Classification and Analysis of
Recreation Resource. Lavery ed. Recreational Geography. London.
De Chiara J, Koppelman L. 1975. Urban Planning and Design Criteria.
NewYork. Van Nostrand Reinhold Company Inc.
Erkin E, Usul N. 2004. Site Selection for New Tourism Type in Bodrum Peninsula
MU_LA Turkey. [terhubung berkala]. www.gis-esri.com [18 Sept
2007]

Prima Jiwa Osly/A353060101 92


Fawcett AP. 2003. Architecture : Design Notebook 2nd Edition. Oxford.
Architectural Press.
Gamal S. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta. ANDI.
Lang J. 2005. Urban Design : A Typology of Procedures and Products. Oxford.
Architectural Press.
McAdam D. 1999. The Value and Scope of Geographical Information Systems in
Tourism Management. Journal of Sustainable Tourism Vol. 7 No. 1.
p77-92.
Mill RC, Morrison AM. 1992. The Tourism System: An Introductory Text (2nd
ed.). p423. New Jersey. Prentice-Hall.
Puntodewo A, Dewi S, Tarigan J. 2003. Sistem Informasi Geografis Untuk
Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bogor. Center for International
Forestry Research.
Prahasta E. 2005. Sistem Informasi Geografis : Tutorial ArcView. Bandung.
Informatika.
Rosnila. 2004. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap
Keberadaan Situ (Studi Kasus Kota Depok) [tesis]. Bogor : Program
Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sebestyen G. 2003. New Architecture and Technology. Oxford. Architectural
Press.
Soesanti S, Sastrawan A, Rahman H. 2006. Pola Penataan Zona, Massa dan
Ruang Terbuka Pada Perumahan Waterfront (Studi Kasus :
Perumahan Pantai Indah Kapuk). Jurnal DIMENSI TEKNIK
ARSITEKTUR Vol. 34, No. 2, Desember 2006: hal 115 – 121.
Surabaya
Susilowati D, Handayani T, Nurlambang T, Susiloningtyas D. 2005. Perilaku
Penduduk Kota Depok Dalam Memilih Lokasi Wisata. Di Dalam :
Seminar Nasional MIPA 2005; FMIPA UI, 24-26 Nov 2005. Jakarta.
UIPress. S3G-04.
Swarbrooke J, Beard C, Leckie S and Pomfret G. 2003. ADVENTURE TOURISM
: The New Frontier. Oxford. Elsevier Science Ltd.
Turk T, Gumusay MU. 2002. GIS Design and Application for Tourism. ISPRS
Commission VI, WG VI/6. [terhubung berkala]. www.isprs.org [18
Sept 2007]
Walter D, Brown Lousie L. 2004. Design First : Design-based planning for
communities. Oxford. Architectural Press.
White J. 2004. URBAN ECOTOURISM : Recommendation for Tourism
Development at The Wetlands in The City of Cockburn. Australia.
Murdoch University Tourism Project.
Wibowo K. 2006. Pengembangan Kawasan Wisata Situ Citatah Cibinong
Kabupaten Bogor [skripsi] Jakarta : Jurusan Arsitek Fakultas Teknik
Universitas Pancasila.
Wrenn, Douglas M. 1983. Urban Waterfront Development. Washington. The
Urban Land Institute.

Prima Jiwa Osly/A353060101 93

You might also like