You are on page 1of 10

Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.

3, Nopember 2010

PENGARUH TERAPI KOGNITIF RESTRUKTURISASI TERHADAP PENURUNAN SKOR


DEPRESI PADA PASIEN GANGGUAN JIWA

Wening Marsudi Astuti 1 Made Sumarwati 2 Tulus Seyiono 3


1, 2, 3 Jurusan Keperawatan FKIK Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRACT
Depression disorder is the most kind of mental disorder. During this periode the therapy which
done at sakura room of Banyumas public hospital for mental disorder patients is ECT,
phycofarmaca and the aerobic exercise. The cognitive therapy is applied to depression
patients which has more advantages. It is cheaper and more practical. This study aimed to
examine the effect of cognitive therapy restructuritation in decreasing depression score of the
mental disorder patient of Banyumas public hospital. This study used quasi experimental with
series experiment or time series design. Total sampling was applied. A total of twenty nine
depression patients in Sakura room were studied. Dependent t-test was applied to analize the
data. The mayority of the age respondent between 16-24 years old. The male was fewer than
female. The single status was more than the marriage status. The mayority of education were
junior high school and the minority are DIII. The average of depression score after treated by
cognitive therapy: once cognitive restructuritation was be decrease and after twice treated by
this therapy more be decrease again. The cognitive therapy : cognitive restructuritation has a
significant effect to decrease depression score of the mental disorder patients of Banyumas
public hospital. Two times cognitive therapy was more effective than once therapy. The
cognitive therapy : cognitive restructuritation has a significant effect to decrease depression
score of mental disorder patients.

Keyword : Cognitive therapy, depression score

PENDAHULUAN
Gangguan depresif adalah salah penyakit di dunia. Gangguan depresif
satu jenis gangguan jiwa yang paling mengenai sekitar 20% wanita dan 12%
sering terjadi. World Health Organization laki-laki pada suatu waktu dalam
(WHO) memperkirakan bahwa setiap kehidupan. Pada tahun 2020 diperkirakan
tahun 100 juta jiwa di muka bumi ini akan jumlah penderita gangguan depresif
menderita depresi secara klinis. Angka ini semakin meningkat dan akan menempati
diperkirakan akan bertambah dari tahun ke urutan kedua penyakit di dunia (Muchid
tahun (Iskandar, 1985). Prevalensi dkk, 2007).
gangguan depresif pada populasi dunia Terapi kognitif adalah terapi
adalah 3-8% dengan 50% kasus terjadi terstruktur jangka pendek yang
pada usia produktif yaitu 20-50 tahun. menggunakan kerja sama aktif antara
WHO menyatakan bahwa gangguan pasien dan ahli terapi untuk mencapai
depresif berada pada urutan keempat tujuan terapetik. Terapi ini berorentasi

164
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.3, Nopember 2010

terhadap masalah sekarang dan METODOLOGI PENELITIAN


pemecahannya. Terapi biasanya dilakukan Design penelitian ini adalah quasy
atas dasar individual, walaupun metode experiment dengan rancangan
kelompok juga digunakan. Terapi juga eksperimental seri atau disebut juga time
dapat digunakan bersama-sama dengan series design. Merupakan rancangan yang
obat. Terapi kognitif telah diterapkan observasi variabel tercoba dilakukan
terutama untuk gangguan depresif beberapa kali pada subyek, sebelum, dan
(dengan atau tanpa gagasan bunuh diri). sesudah perlakuan. Dalam hal ini,
Terapi depresi dapat berperan sebagai kelompok perlakuan sekaligus berlaku
paradigma pendekatan kognitif (Kaplan, sebagai kelompok kontrol (Watik, 2007).
1997). Teori kognitif tentang depresi Design quasy experiment merupakan
menyatakan bahwa disfungsi kognitif penelitian eksperimen semu karena syarat-
adalah inti dari depresi dan bahwa syarat sebagai penelitian eksperimen tidak
perubahan afektif dan fisik dan ciri cukup memadai yaitu tidak ada
penyerta lainnya dari depresi adalah akibat randomisasi, kontrol terhadap variabel-
dari disfungsi kognitif. Tujuan terapi adalah variabel yang berpengaruh terhadap
untuk menghilangkan depresi dan eksperimen tidak dilakukan (Notoatmodjo,
mencegah rekurensinya dengan 2005).
membantu pasien: (1) untuk Tempat dilakukan penelitian di
mengidentifikasikan dan menguji kognisi bangsal Sakura RSUD Banyumas Jawa
negatif, (2) untuk mengembangkan skema Tengah. Penelitian dilaksanakan pada
alernatif dan lebih fleksibel, (3) untuk bulan 24 November – 22 Desember 2008.
mengulangi respon kognisi yang baru dan Populasi dalam penelitian ini adalah
respon perilaku yang baru (Kaplan, 1997). pasien gangguan jiwa yang mengalami
Terapi kognitif ini dapat diterapkan depresi yang menjalani perawatan di
pada pasien depresi selain tidak RSUD Banyumas. Sampel penelitian ini
memerlukan biaya yang mahal, juga adalah seluruh pasien gangguan jiwa
praktis untuk dilakukan oleh terapis. mengalami depresi yang menjalani
Penelitian tentang pengaruh terapi kognitif: perawatan di RSUD Banyumas pada saat
restrukturisasi kognitif terhadap penurunan penelitian dilaksanakan sebanyak 29
skor depresi pada gangguan jiwa di RSUD orang. Variabel tergantung (dependent)
Banyumas belum ada. Oleh karena itu yaitu skor depresi. Variabel bebas
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian (independent) yaitu terapi kognitif:
tentang pengaruh terapi kognitif: restrukturisasi kognitif.
restrukturisasi kognitif terhadap penurunan Pada penelitian ini, analisa data
skor depresi pada pasien gangguan jiwa di yang digunakan menggunakan analisa
RSUD Banyumas. Berdasarkan latar univariat : hanya menghasilkan distribusi
belakang masalah diatas maka frekuensi dan persentase. Tujuan analisa
dirumuskan masalah, “Apakah terapi univariat ini untuk melihat kelayakan data
kognitif: restrukturisasi kognitif dan mengetahui gambaran atau deskripsi
berpengaruh terhadap penurunan skor dari karakteristik responden yaitu umur,
depresi pada pasien gangguan jiwa di tingkat pendidikan, jenis kelamin, status
RSUD Banyumas?”. perkawinan, serta analisa bivariat. Dalam

165
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.3, Nopember 2010

penelitian ini, analisa bivariat yang terapi dua kali yang memungkinkan
digunakan untuk mengetahui, pengaruh diketahuinya perbedaan skor penurunan
frekuensi terapi kognitif: restrukturisasi depresi antara yang terapi satu kali
kognitif yang efektif untuk menurunkan dengan terapi dua kali menggunakan uji t-
skor depresi yaitu perbandingan test dependent dengan = 0,05.
penurunan skor depresi dihitung dari
selisih skor hasil terapi satu kali dengan

HASIL DAN BAHASAN


1. Karakteristik responden
a. Karakteristik responden berdasarkan umur

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur (N=29)


Umur (Tahun) n (%)
16–24 17 58,6
25–33 5 17,2
34–42 4 13,8
43–51 3 10,3
Total 29 100,0

Hasil penelitian seperti dapat Prevalensi gangguan depresif pada


dilihat pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa populasi dunia adalah 3-8% dengan 50%
sebagian besar responden berumur antara kasus terjadi pada usia produktif yaitu 20-
16–24 tahun (58,6%), dan sebagian kecil 50 tahun. Hal ini disebabkan pada usia ini
berumur antara 43–51 tahun (10,3%). masalah-masalah kepribadian sering
Penderita depresi berada dalam usia bermunculan begitu luas dan kompleks
produktif, yakni cenderung terjadi pada (Muchid dkk, 2007).
usia kurang dari 45 tahun (Sianturi, 2006).

b. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin


Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin (N=29)
Jenis Kelamin n (%)
Laki-Laki 11 37,9
Perempuan 18 62,1
Total 29 100,0

Hasil penelitian seperti dapat laki. Hal ini antara lain disebabkan fluktuasi
dilihat pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa hormon yang lebih nyata pada perempuan.
responden yang berjenis kelamin laki-laki Biasanya depresi pada perempuan terjadi
(37,9%) lebih sedikit dibandingkan yang setelah melahirkan yang disebut dengan
perempuan (62,1%). Perempuan lebih postpartum depression. Setelah
banyak menderita depresi dibanding laki- melahirkan perubahan hormonal yang

166
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.3, Nopember 2010

terjadi di dalam tubuh perempuan dapat seperti beraktivitas di luar, mengonsumsi


memicu terjadinya depresi (Iskadarwati, minuman beralkohol. Sedangkan
2006). Bila mengalami tekanan, umumnya perempuan yang depresi cenderung lebih
laki-laki lebih banyak memiliki upaya banyak berdiam di rumah (Sianturi, 2006).
sendiri untuk mengatasi tekanan itu,

c. Karakteristik responden berdasarkan status perkawinan


Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Perkawinan (N=29)
Status Perkawinan n (%)
Belum Nikah 18 62,1
Menikah 11 37,9
Total 29 100,0

Hasil penelitian seperti dapat hubungan interpesonal yang erat atau


dilihat pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa bercerai. APA, cit al. Boyd (1999)
responden yang belum menikah (62,1%) menyebutkan bahwa depresi mayor
lebih banyak dibandingkan yang menikah mungkin mengikuti beberapa kejadian
(37,9%). Kaplan (1997) menyatakan dalam kejadian kehidupan terutama pada
bahwa salah satu faktor yang dapat orang-orang yang kehilangan atau tidak
menyebabkan terjadinya depresi adalah memiliki hubungan interpesonal yang
status perkawinan. Pada umumnya, penting atau model dalam kehidupan.
gangguan depresif berat terjadi paling
sering pada orang yang tidak memiliki

d. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan


Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan (N=29)
Tingkat Pendidikan n (%)
SD 10 34,5
SMP 12 41,4
SMA 5 17,2
DIII 2 6,9
Total 29 100,0

Hasil penelitian seperti dapat semakin tinggi memungkinkan seseorang


dilihat pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa dapat mengantisipasi terjadinya depresi.
sebagian besar responden berpendidikan Hasil penelitian Arista (2006) yang meneliti
SMP (41,4%) dan sebagian kecil timbulnya depresi (studi pada pengungsi
berpendidikan DIII (6,9%). Sebagian besar banjir bandang di Lapangan Gaplek Desa
responden berpendidikan dasar. Suci Kecamatan Panti Kabupaten Jember
Pendidikan merupakan salah satu faktor Tahun 2006) menyimpulkan bahwa tingkat
yang berpengaruh terhadap pengetahuan pendidikan berhubungan dengan
(Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan yang timbulnya depresi. Pendidikan bagi

167
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.3, Nopember 2010

seseorang merupakan pengaruh dinamis pengalaman yang berbeda (Notoatmodjo,


dalam perkembangan jasmani, jiwa, 2003).
perasaan, sehingga tingkat pendidikan
yang berbeda akan memberikan jenis

2. Skor depresi pasien gangguan jiwa sebelum dan setelah terapi kognitif:
restrukturisasi kognitif di RSUD Banyumas
Tabel 5. Gambaran skor depresi pasien gangguan jiwa di RSUD Banyumas (N= 29)
Terapi Kognitif: Mean Awal Mean Akhir
Terapi 1 X 33,59 31,24
Terapi 2 X 33,59 25,97

Hasil penelitian seperti dapat penyalahgunaan zat, serta meningkatnya


dilihat pada Tabel 5 diketahui bahwa nilai risiko kekambuhan. Menurut Davidson
rata-rata skor depresi sebelum dilakukan (1990) pada pasien depresi terbukti yang
terapi kognitif sebesar 33,59, setelah menjadi dasar inti dari teori kognitif, yaitu
diberikan terapi kognitif: restrukturisasi kesalahan-kesalahan khusus dalam isi dan
kognitif satu kali menurun menjadi 31,24, bentuk pikiran tertekan yang menunjukkan
dan setelah diberikan terapi kognitif: suatu penyimpangan umum yang negatif
restrukturisasi kognitif dua kali menurun dalam berpikir. Adapun tujuan terapi
kembali menjadi 25,97. Penderita depresi depresi adalah meningkatkan kualitas
perlu melakukan terapi secara tepat. Hal hidup, mengurangi atau menghilangkan
ini untuk menghindari konsekuensi bila gejala, mengembalikan peran dan fungsi,
tidak mencapai kesembuhan. Konsekuensi mengurangi risiko kekambuhan, serta
yang dimaksud yaitu: kendala psikososial mengurangi risiko kecacatan atau
berkepanjangan, memperburuk prognosis, kematian (Sitepu, 2008).
menambah beban pelayanan medis,
meningkatnya risiko bunuh diri dan

3. Pengaruh frekuensi terapi kognitif restrukturisasi untuk menurunkan skor depresi


Tabel 6. Pengaruh frekuensi terapi kognitif : restrukturisasi kognitif pada pasien gangguan jiwa
di RSUD Banyumas

Terapi Mean t p Keterangan


1X -2,3448 16,045 0,00 Bermakna
2X -7,6207

Berdasarkan hasil uji statistik di skor depresi pada pasien gangguan jiwa.
atas diketahui nilai t = 16,045 dengan nilai Hasil ini dilihat dari rata-rata skor depresi
p = 0,00 (p <  = 0,05), artinya secara setelah terapi kedua sebesar 25,97 yang
statistik ada pengaruh terapi kognitif: lebih kecil dibandingkan rata-rata skor
restrukturisasi kognitif terhadap penurunan depresi setelah terapi satu kali sebesar

168
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.3, Nopember 2010

31,24. Efektivitas terapi kognitif dan diarahkan untuk memperbaiki


restrukturisasi yang dilakukan 2 kali masalah-masalah yang bersifat psikologis
dibandingkan yang hanya dilakukan 1 kali sekaligus situasional yang mungkin ikut
disebabkan adanya penguatan pengalihan menambah penderitaan pasien
pikiran yang negatif ke positif serta salah (Olapsyche, 2008). Menurut Morrison et
satu tujuan dari terapi kognitif menurut al., (2004) terapi kognitif lebih banyak
Kaplan (1997), yaitu mengulangi respon melibatkan pikiran, yang berbeda dengan
kognisi yang baru dan respon perilaku psikoterapi lain. Pada dasarnya, terapi
yang baru. kognitif adalah usaha membuat penderita
Depresi adalah sebagai suatu mengenali obsesi psikologis yang
penghilangan atau peniadaan gejala serta mengganggunya. Kemudian mereka
menurunnya perilaku aktif yang diminta melawan dengan pikiran positif
disebabkan oleh kurangnya penguatan yang sesuai dengan kenyataan.
(reinforcement) positif yang berpengaruh. Terapi kognitif merupakan suatu
Dengan demikian, terapi kognitif: perawatan psikologis yang dirancang
restrukturisasi kognitif yang dilakukan 2 untuk melatih pasien mengidentifikasi dan
kali lebih efektif dibandingkan hanya 1 kali, mengoreksi pikiran-pikiran negatif,
karena saat terapi yang kedua kali terjadi sehingga pikiran/perasaan negatif tersebut
peningkatan penguatan positif dalam diri dapat ditekan (Teasdale et al., 1984).
pasien sehingga akan meningkatkan Terapi kognitif menjadi intervensi yang
perilaku aktif (Davidson, 1990). Menurut manjur yang bisa digunakan untuk orang
Stuart (2001) salah satu penanganan yang berisiko tinggi menderita penyakit
dalam terapi kognitif: restrukturisasi kejiwaaan (Morrison et al., 2004). Terapi
kognitif adalah penerapan reframing, yaitu kognitif secara langsung akan
strategi yang memodifikasi atau merubah memperbaiki (menghentikan, mengganti/
persepsi pasien dari situasi atau perilaku mengubah) proses pikir, dan secara tidak
yang ada dengan melihat dari perspektif langsung mengurangi sampai dengan
yang berbeda. Terapi kognitif telah menghilangkan perilaku yang
menunjukkan keefektifan penanganan menyimpang, meningkatkan perilaku yang
dalam masalah klinik, misalnya cemas, produktif, dan meningkatkan kepuasan
skizoprenik, subtance abuse, gangguan serta penerimaan diri (Ade dkk, 2007).
kepribadian, dan gangguan mood. Fokus Penelitian Rush et al., (1977), yang
terapi ini adalah untuk memodifikasi membandingkan terapi kognitif dengan
perilaku, pikiran, dan kepercayaan. terapi yang menggunakan imipramine,
Terapi kognitif merupakan suatu hasilnya menunjukkan bahwa pengobatan
bentuk psikoterapi yang terstruktur yang dengan mengunakan metode psikologis
bertujuan meredakan gejala-gejala lebih efektif dari pengobatan yang
penyakit dan membantu pasien agar dapat menggunakan TSA (tricyclic anti-
mempelajari cara-cara yang lebih efektif depressan).
untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang Keefektifan terapi kognitif
menyebabkan penderitaan mereka. Bagian ditentukan oleh dua variabel yaitu variabel
penting yang bersifat terapeutik dalam pasien dan variabel terapis. Variabel
terapi kognitif berorientasi pada masalah pasien yang mempengaruhi yaitu jenis

169
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.3, Nopember 2010

masalah dan distorsi kognitif, tingkat memori akan mempengaruhi efektifitas


pendidikan, usia, keterbukaan, serta ada terapi. Variabel terapis yang
tidaknya kerusakan otak (Slamet, 2007). mempengaruhi keefektifan psikoterapi
a. Jenis masalah adalah kepribadian terapis, kemampuan
Jenis masalah dalam penelitian ini menunjukkan empati, ada tidaknya
tidak terungkap. Hal ini disebabkan faktor masalah pribadi yang dapat
presipitasi dan factor predisposisi tidak mempengaruhi terapi yang dilakukan,
diteliti. Meskipun demikian, gejala depresi sikap terhadap pasien terutama yang
pada responden dikendalikan dari kriteria berkaitan dengan kemungkinkan terapis
inklusi yaitu pasien gangguan jiwa yang mengeksploitasi pasien (Phares, 1992).
terdiagnosa skizofrenia afektif depresi dan Dilihat dari tingkat pendidikan responden
gangguan afektif depresi serta dari hasil yang sebagian besar berpendidikan
anamnesis ditemukan adanya salah satu menengah (SMP), memungkinkan terapi
distorsi kognitif. kognitif dapat efektif dalam memperbaiki
b. Intelegensi proses berpikir pasien.
Terapi kognitif dapat terlaksana Menurut Notoatmodjo (2003)
secara optimal apabila inteligensi klien pendidikan merupakan faktor yang
tarafnya minimal rata-rata. Klien dengan berpengaruh terhadap pengetahuan.
inteligensi kurang dari rata-rata, sebaiknya Dengan demikian, pendidikan seseorang
melibatkan keluarga. Pendidikan yang semakin tinggi maka
merupakan faktor yang berpengaruh pengetahuannya juga akan semakin tinggi.
terhadap pengetahuan. Sebagian besar Pendidikan pasien memungkinkan
responden berpendidikan dasar, sehingga pengetahuan pasien cukup baik sehingga
memungkinkan terapi dapat dilaksanakan mempengaruhi penerimaan terapi kognitif.
dengan baik. Terapi kognitif dilakukan secara verbal
c. Usia sehingga intelegensi pasien yang
Terapi membutuhkan keterbukaan mendukung efektivitas terapi ialah yang
untuk mengungkapkan masalah dan tarafnya minimal rata-rata (Slamet, 2007).
menerima saran-saran terapis. Klien Depresi terjadi karena skema yang
dewasa atau minimal umur 14 tahun dapat negatif dan kesalahan dalam proses
memenuhi hal tersebut secara optimal. berpikir. Terapis mencoba
d. Keterbukaan mempersuasikan pasien depresi untuk
Keterbukaan pasien turut mengubah pandangan tentang dirinya
menentukan keberhasilan terapi kognitif sendiri dan peristiwa. Menurut Slamet
yaitu untuk menerima saran-saran terapis. (2007) klien dengan suatu masalah akan
Pada pasien dengan kepribadian introvert lebih mendapat manfaat dari psikoterapi,
membutuhkan dukungan keluarga selama besar kecilnya manfaat bagi klien
terapi dengan tujuan keluarga turut serta menyangkut motivasi klien untuk menjalani
dalam mendukung jalannya terapi. terapi. Makin tinggi motivasi, makin besar
e. Kerusakan otak kemungkinan efektifitas terapi. Melalui
Ada tidaknya gangguan fisik atau pengulangan terapi, pasien dapat diminta
kerusakan otak seperti pendengaran untuk melakukan hal positif ketika
berkurang dan mengalami gangguan mengalami depresi atau terapis

170
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.3, Nopember 2010

memberikan aktivitas pada pasien yang berpengaruh terhadap penurunan skor


berkaitan dengan pengalaman akan depresi pada pasien gangguan jiwa di
kesuksesan dan membuat pasien berpikir RSUD Banyumas.
positif mengenai dirinya sendiri. Terapi kognitif: restrukturisasi
Penelitian ini memiliki kognitif yang dilakukan 2 kali lebih efektif
keterbatasan, yaitu penelitian ini tidak dibandingkan yang hanya dilakukan 1 kali.
menggunakan kasus kontrol murni, yaitu Terapi kognitif restrukturisasi perlu
responden tidak dipisahkan menjadi dua dijadikan terapi modalitas yang dilakukan
kelompok yaitu kelompok kasus dan minimal satu kali untuk menurunkan skor
kelompok kontrol, namun kontrol yang depresi pada pasien gangguan jiwa di
dimaksudkan adalah responden yang RSUD Banyumas. Bagi profesi
mendapatkan satu kali terapi. Meskipun keperawatan terapi kognitif dapat sebagai
demikian, perbandingan penurunan skor bahan masukan untuk digunakan dalam
depresi dihitung dari selisih skor hasil intervensi penangganan pasien depresi
terapi satu kali dengan terapi dua kali yang yang minimal dilakukan satu kali untuk
memungkinkan diketahuinya perbedaan menurunkan skor depresi. Hasil penelitian
skor penurunan depresi antara yang terapi ini perlu dikembangkan lebih lanjut dengan
satu kali dengan terapi dua kali. Dan membandingkan efektivitas terapi kognitif
peneliti tidak meneliti faktor presipitasi dan lainnya dalam menurunkan skor depresi.
predisposisi depresi responden. Meskipun
demikian, untuk menjaga homogenitas DAFTAR PUSTAKA
responden maka yang diteliti dibatasi pada Ade, dkk, 2007, Terapi modalitas, EGC,
pasien gangguan jiwa yang terdiagnosa Jakarta.
skizofrenia afektif depresi dan gangguan Akdemir, 2005, Reliability and validity of
afektif depresi serta hasil anamnesis the Turkish version of Hamilton
ditemukan adanya salah satu distorsi depression rating scale,
kognitif. Comprehensive Psychiatry, vol. 42,
pp. 161-165.
SIMPULAN DAN SARAN Alimul, A, 2007, Riset keperawatan dan
Sebagian besar responden teknik penulian ilmiah, Salemba
berumur antara 16–24 tahun. Responden Medika, Jakarta.
yang berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit Antoni, 2007, Depresi, http://www.e-
dibandingkan yang perempuan. psikologi.com/masalah/depresi-
Responden yang belum menikah lebih 1.htm, Diakses tanggal 20 Juli 2008.
banyak dibandingkan yang menikah. Arikunto, S, 2002, Prosedur penelitian
Sebagian besar responden berpendidikan suatu pendekatan praktek. Edisi
SMP dan sebagian kecil berpendidikan revisi kelima, PT Renika Cipta,
DIII. Rata-rata skor depresi setelah Jakarta.
diberikan terapi kognitif: restrukturisasi Arista, A, 2006, Hubungan antara
kognitif satu kali menurun dan setelah karakteristik umur, jenis kelamin,
diberikan terapi kognitif: restrukturisasi pendidikan, pekerjaan dengan
kognitif dua kali menurun kembali. Terapi timbulnya depresi (studi pada
kognitif restrukturisasi secara signifikan pengungsi banjir bandang di

171
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.3, Nopember 2010

lapangan Gaplek Desa Suci Kabupaten Magetan, Skripsi


Kecamatan Panti Kabupaten Jember Fakultas Kedokteraan, Universitas
tahun 2006), Diponegoro.
http://digilib.unej.ac.id/go.php?id=gdl Ingam, IM, 1995, Catatan kuliah psikiatri.
hub-gdl-grey-2008-afriaarist- Alih Bahasa: dr. Petrus Andrianto,
2014&80810c, Diakses tanggal 10 EGC, Jakarta.
Januari 2009. Iskadarwati, H, 2006, Depresi pasca
Austin, MP, Philip, M & Guy, MG, 2001, melahirkan, http://wrm-
Cognitive deficits in depression, indonesia.org/content/view/814/90/1/
British Journal of Psychiatry, vol. 1, Diakses tanggal 21 Januari 2009.
178, pp. 200-206. Iskandar, 1985, Psikiatri biologik, Yayasan
Boyd, MAN, 1999, Psychiatric nursing Dharma Graha, Yogyakarta.
contemporary practice, Lippincoott Ivey, AE, Ivey, MB, Simek, L, Morgan,
Raven Public Hers, St.louis. 1993, Conseling and psychotherapy
Davidson, K, 1990, Terapi kognitif untuk a multicultural perspective, Allyn and
depresi dan kecemasan suatu Bacon a Division of Simon and
petunjuk bagi praktisi, IKIP Schuster Inc, Boston.
Semarang Press, Semarang. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebh JA, 1997,
Derubeis RJ, et al., 2005, Cognitive Sinopsis psikiatri, Edisi ke-7,
therapy vs medications in the Binarupa Aksara, Jakarta.
treatment of moderate to severe Katzung, Bertram G, 1987, Farmakologi
depression, Arch Gen Psychiatry, dasar dan klinik. Alih bahasa: Staf
vol. 62, pp. 409-416. Dosen Farmakologi Fakultas
Flaherty, AJ, Davis, MJ, & Janicak, G,P, Kedokteraan UNSRI. Edisi 6, EGC,
1996, Psychiatry diagnosis & Jakarta.
therapy, Prentice-Hall Internasional, Keliat, dkk, 1999, Proses keperawatan
St.louis. kesehatan jiwa, EGC, Jakarta.
Fortinash AJ, Davis MJ, Janicak GP, 1995, Maramis, WF, 1986, Ilmu kedokteran jiwa,
Psychiatric nursing and therapy, Cetakan ketiga, Airlangga University
Mosby Year Book, St.louis. Press, Surabaya.
Sianturi. 2006, Depresi, pintu masuk Morrison, AP, et a.l, 2005, Cognitive
berbagai penyakit, therapy for the prevention of
http://www.gizi.net/cgi- psychosis in people at ultra-high risk,
bin/berita/fullnews.cgi?newsid11394 British Journal of Psychiatry , vol.
53796,4644, Diakses tanggal 12 185, pp. 291-297.
Januari 2009. Muchid, dkk, 2007, Pharmaceutical care
Hawari, D, 2001, Manajemen stress, untuk penderita gangguan depresif,
cemas, dan depresi, Fakultas Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Kedokteran UI, Jakarta. Notoatmodjo, S, 2003, Perilaku kesehatan,
Herlina, T, 2003, Perbedaan tingkat Rineka Cipta, Jakarta.
depresi berdasarkan beberapa Nursalam, 2003, Konsep & penerapan
karakteristik pada pasien pasca metodologi penelitian ilmu
stroke di IRNA III RSU dr. Sayidiman

172
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.3, Nopember 2010

keperawatan, Salemba Medika, Journal of Psychiatry, vol. 144, pp.


Jakarta. 400-406.
Olapsyche, 2008, Depresi Pada Remaja, Towsend, MC, 1996, Psychioatrik mental
http://olapsyche.multiply.com/journal health nursing concepts of care.
/item/21/DEPRESI_pada_remaja, Second edition, FA Davis Company,
Diakses tanggal 8 Januari 2009. Phladelphia.
Phares, EJ, 1992, Clinical psychology, Watik, A, 2007, Dasar-dasar metodologi
concepts, methods and profession, penelitian kedokteraan & kesehatan,
4th edition, Brooks/Cole Publishing PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Co, Kansas. Yulistanti, Y, 2003, Tingkat depresi
Prawitasari, JE, dkk, 2002, Psikoterapi sebelum dan setelah melakukan
pendekatan konvensional dan terapi senam aerobic low impact
kontemporer, Pustaka Pelajar, pada pasien gangguan jiwa di RS
Jogjakarta. Ghrasia Propinsi DIY, Skripsi
Rawlins, RP, Heacock EP, 1993, Clinical Fakultas Kedokteraan, Universitas
manual of psychiatri nursing, Second Gajah Mada.
edition, Mosby Year Book, St.louis.
Rush, et al., 1977, Comparative efficacy of
cognitive therapy versus
pharmacotherapy in out-patient
depression, Cognitive Therapy and
Research, vol. 1, pp. 17-37.
Schnurr, P, et al., 2007, Cognitive
behavioral therapy for posttraumatic
stress disorder in women, Journal of
American Medical Association, vol.
297, pp. 820-830.
Sitepu, E, 2008, Tanggulangi depresi
secara tepat, http://dr-edyputra-
sitepu.com/Artikel/tanggulangi%20d
epresi.html, Diakses tanggal 9
Januari 2009.
Slamet, IS, 2007, Pengantar psikologi
klinis, edisi 3, UI Press,
Jakarta.
Stuart WG, Laraia TM, 2001, Principle and
practice of psychiatric nursing, sixth
edition, Mosby Year Book, St.louis.
Sugiyono, 2003, Statistik untuk penelitian,
Alfabeta, Bandung.
Teasdale, JD, et al., 1984, Cognitive
therapy for major depressive
disorder in primary care, British

173

You might also like